TA NHM.doc

25
ANALISA KESTABILAN TEROWONGAN DENGAN PENERAPAN KLASIFIKASI MASSA BATUAN MODIFIED BASIC ROCK MASS RATING I. LATAR BELAKANG Industri pertambangan merupakan salah satu penyumbang devisa bagi negara yang tak lepas dari resiko besar. Sistem penambangan secara tambang bawah tanah secara garis besar juga mempunyai resiko besar, salah satunya adalah masalah kestabilan terowongan. Terowongan yang tidak stabil biasanya disebabkan oleh adanya gangguan-gangguan seperti gejala-gejala geologi, pelapukan, swelling batuan, tekanan dan aliran air tanah yang berlebihan serta tegangan yang berada disekitar terowongan. Pembuatan lubang bukaan bawah tanah akan mengakibatkan perubahan distribusi tegangan terutama pada daerah sekitar lubang bukaan dan dapat mengakibatkan lubang bukaan tidak stabil. Dalam rangka itulah, maka selaku peneliti akan mencoba menganalisis kestabilan terowongan dengan mengggunakan Klasifikasi Massa Batuan dengan Klasifikasi Modified Basic Rock Mass Rating System

Transcript of TA NHM.doc

Page 1: TA NHM.doc

ANALISA KESTABILAN TEROWONGAN DENGAN

PENERAPAN KLASIFIKASI MASSA BATUAN

MODIFIED BASIC ROCK MASS RATING

I. LATAR BELAKANG

Industri pertambangan merupakan salah satu penyumbang devisa bagi

negara yang tak lepas dari resiko besar. Sistem penambangan secara tambang

bawah tanah secara garis besar juga mempunyai resiko besar, salah satunya adalah

masalah kestabilan terowongan. Terowongan yang tidak stabil biasanya

disebabkan oleh adanya gangguan-gangguan seperti gejala-gejala geologi,

pelapukan, swelling batuan, tekanan dan aliran air tanah yang berlebihan serta

tegangan yang berada disekitar terowongan. Pembuatan lubang bukaan bawah

tanah akan mengakibatkan perubahan distribusi tegangan terutama pada daerah

sekitar lubang bukaan dan dapat mengakibatkan lubang bukaan tidak stabil.

Dalam rangka itulah, maka selaku peneliti akan mencoba menganalisis

kestabilan terowongan dengan mengggunakan Klasifikasi Massa Batuan dengan

Klasifikasi Modified Basic Rock Mass Rating System (MBR), agar dapat

menyarankan jenis penyanggaan yang dapat digunakan untuk penguatan

terowongan.

Page 2: TA NHM.doc

II. PERUMUSAN MASALAH

Apabila kita membuka suatu bukaan dibawah permukaan, hal ini dapat

mengubah atau mengganggu sistim keseimbangan massa batuan yang telah ada,

dimana hal ini akan menimbulkan resiko berubahnya sifat material batuan di atas

lubang bukaan.

Dengan dibuatnya lubang bukaan dibawah permukaan maka akan

mengakibatkan perubahan distribusi tegangan terutama di dekat lubang bukaan.

Selain adanya distribusi tegangan dan sistim keseimbangan, kita juga mengetahui

bahwa keadaan di muka bumi ini tidak pernah terlepas dan gejala - gejala geologi

seperti struktur lipatan (folding), rekahan, sesar, patahan (fault) dan lainnya.

Oleh karena hal tersebut diatas, maka diperlukan metode-metode tertentu

seperti metode penggalian, penyanggaan untuk menjadikan terowongan bawah

tanah menjadi stabil dan aman bagi para pekerja dan peralatan tambang.

III. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari penelitian ini adalah ingin mengetahui hasil penerapan dari

parameter Klasifikasi Massa Batuan Geomekanik dan Klasifikasi Massa Batuan

MBR system, serta mengetahui prosedur pengukuran secara langsung di lapangan.

Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah menerapkan penggunanan klasifikasi

massa batuan agar dapat menyarankan jenis penyangga yang sesuai berdasarkan

hasil yang diperoleh.

IV. METODOLOGI PENELITIAN

Untuk mengetahui adanya ketidakstabilan pada lubang bukaan bawah

tanah ada beberapa metode yang dapat digunakan, diantaranya

1. Metode pengamatan atau observasi, didasarkan pada pemantauan di

lapangan tentang adanya pergerakan massa batuan dan adanya bidang –

bidang diskontinuitas, seperti patahan, rekahan dan sesar.

Page 3: TA NHM.doc

2. Metode empirik didasarkan pada klasifikasi massa batuan, yaitu dengan

mengidentifikasi parameter terpenting yang mempengaruhi perilaku massa

batuan dan membagi formasi massa batuan yang khusus ke kelompok

dengan perilaku sama.

3. Analisis data, yaitu dengan menganalisis data yang didapat dari

pengamatan dan tinjauan sebelumnya.

V. MANFAAT HASIL PENELITIAN

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukkan bagi

perusahaan pertambangan / pihak pengelola pertambangan.

2. Sebagai bahan masukan atau bahan perbandingan bagi peneliti lain yang

meneliti masalah serupa.

VI. LOKASI PENELITIAN

Lokasi tugas akhir adalah pada perusahaan pertambangan yang

menggunakan sistem tambang bawah tanah, yaitu PT NUSA HALMAHERA

MINERAL

Page 4: TA NHM.doc

VII. WAKTU PENELITIAN

Penelitian Tugas Akhir akan dilaksanakan pada bulan Febuari - April 2012

dengan jadwal sebagai berikut :

No. Jenis Kegiatan Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Studi Pustaka

2. Orientasi Lapangan

3. Pengambilan Data

4. Analisa Data

5. Pembuatan Laporan

Page 5: TA NHM.doc

VIII. STUDI PUSTAKA

Tambang bawah tanah adalah usaha penambangan bahan galian yang

kegiatan penambangannya dilakukan di bawah tanah. Tambang bawah tanah

memiliki resiko yang lebih besar dari pada tambang terbuka, terutama dalam hal

kestabilan terowongannya. Bukaan dan hasil kegiatan operasi di bawah tanah,

keseimbangan tekanan pada bagian atap dan sisi bukaan berubah dan atap yang

tidak disangga biasanya cenderung untuk melengkung pada bagian tengahnya yang

bisa menyebabkan terjadinya keruntuhan.

Klasifikasi tambang bawah tanah (H.L. Hartman, 1987)

A. Unsupported methods

1. Room and pillar mining

2. Stope and pillar mining

3. Shrinkage stoping

4. Sublevel stoping

B. Supported methods

1. Cut and fill stoping

2. Stull stoping

3. Square set stoping

C. Caving methods

1. Longwall mining

2. Sublevel caving

3. Block caving.

Sistim penambangan bawah tanah memiliki banyak kelemahan bila

dibandingkan dengan sistim tambang terbuka, antara lain dalam hal :

1. Lingkungan kerja bawah tanah terbatas sehingga efesiensi pekerja lebih

rendah. Jenis peralatan dan fasilitas angkutan juga terbatas oleh karena

harus disesuaikan dengan dimensi lingkungan kerja.

Page 6: TA NHM.doc

2. Adanya ventilasi dan penyanggaan serta penerangan pada lubang

bukaan tambang bawah tanah mutlak harus ada.

3. Mining recovery lebih rendah oleh adanya pillar-pillar sebagai

penyangga.

4. Adanya lingkungan kerja yang terbatas memungkinkan lebih seringnya

terjadi kecelakaan.

Kestabilan terowongan tidak terlepas dan perilaku massa batuan dan sangat

dipengaruhi oleh keadaan distribusi tegangan yang terjadi di sekitar terowongan.

Ketidakstabilan terowongan biasanya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu : Faktor

bukan struktur geologi (tegangan insitu yang berlebihan, pelapukan dan swelling

serta tekanan dan aliran air tanah) dan Struktur geologi (dapat diketahui dengan

pemetaan geologi detail / rinci di atas dan di bawah permukaan).

Faktor-faktor bukan struktur geologi yaitu

Tegangan insitu yang berlebihan : pada massa batuan terdapat tegangan mula-

mula yang terdiri dan 3 macam, yaitu : tegangan gravitasi yang disebabkan

oleh berat dan batuan yang berada di atasnya, tegangan tektonik yang terjadi

karena adanya pergeseran pada kulit bumi pada saat ini ataupun pada masa

lampau dan tegangan sisa yang terjadi sebagai akibat pada saat gempa bumi

tidak semua gaya dilepaskan tetapi masih ada yang tersisa di dalam batuan.

Untuk pengukuran tegangan insitu dilakukan dengan cara Hydraulic

Fracturing, Overcoring, Flat Jack dan Rossette.

Pelapukan dan Swelling untuk pengujian terhadap pelapukan dilakukan

pengujian di laboratorium, sedangkan untuk swelling test dilakukan pengujian

petrografi.

3. Tekanan dan aliran air tanah dengan menggunakan Piezometer kita dapat

mengetahui tekanan air tanah pada suatu lapisan, sedangkan untuk mengetahui

Page 7: TA NHM.doc

aliran air tanah dilakukan pumping test, sehingga dapat dibuat sistim drainage

yang efektif dan terkontrol.

Sedangkan faktor yang mempengaruhi kestabilan lubang bukaan yang merupakan

struktur geologi adalah

1. Kekar merupakan struktur rekahan dalam batuan dimana sedikit sekali

mengalami pergeseran, dalam konstruksi bawah tanah dapat menyebabkan

terjadinya runtuhan pada bagian atap terowongan dan menimbulkan bidang-bidang

lemah yang mempengaruhi kestabilan terowongan.

2. Sesar merupakan suatu rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran

sehingga terjadi perpindahan antara bagian yang berhadapan, dengan arah yang

sejajar dengan bidang patahan

Karena hal itulah, maka diperlukan data-data pemetaan geologi dan

pemboran memungkinkan sesuai dengan pengamatan geologi diharapkan massa

batuan dapat menyangga dirinya sendiri, jika hal itu tidak terjadi, maka diperlukan

bantuan penyanggan untuk mencegah adanya runtuhan dan memperkuat bidang-

bidang lemah yang berpotensi untuk longsor.

Klasifikasi Massa Batuan

Klasifikasi massa batuan adalah bagian dari metode-metode yang ada untuk

memperkirakan kestabilan terowongan. Metode-metode untuk menilai kestabilan

terowongan adalah :

1. Metode analitik, yaitu dengan menganalisis tegangan dan deformasi di

sekitar lubang bukaan.

2. Metode observasi/pengamatan, yaitu dengan menganalisis berdasarkan

pada data pemantauan pergerakan massa batuan.

3. Metode empiris, yaitu dengan menilai kestabilan terowongan dengan

menggunakan analisa statistik

Page 8: TA NHM.doc

Klasifikasi massa batuan merupakan metode empiris dan telah digunakan secara

luas. Metode empiris dapat digunakan pada saat data geoteknik yang mencukupi

tidak tersedia. Dengan klasifikasi massa batuan dapat dijadikan sebagai dasar

perkiraan jenis penyanggan yang dibutuhkan dengan mudah, murah dan cepat

dalam pengambilan keputusan di lapangan.

Tujuan klasifikasi massa batuan :

1. Mengidentifikasi parameter terpenting yang mempengaruhi perilaku massa

batuan.

2. Membagi formasi massa batuan yang khusus ke dalam kelompok dengan

perilaku sama.

3. Memberikan dasar untuk pengertian karakteristik dari tiap kelas massa

batuan.

4. Menghubungkan pengalaman dari kondisi massa batuan di suatu lokasi

dengan lokasi lain.

5. Mengambil data kuantitatif dan pedoman untuk rancangan.

6. Memberikan dasar umum untuk komunikasi di antara para insinyur dan

geologiawan.

Meskipun demikian medode empiris ini perlu dilanjutkan dengan kegiatan

pemantauan untuk mengetahui deformasi tegangan batuan di sekitar penggalian

yang sebenarnya, untuk menjaga kestabilan dalam penggalian serta untuk

memeriksa balik hasil dari metode empiris dan metode analisa yang telah didapat.

Klasifikasi massa batuan RMR

Klasifikasi ini dikembangkan oleh Bieniawski, tahun 1973. Klasifikasi ini

menggunakan enam parameter yang kesemuanya dapat diukur di lapangan dan

diperoleh dari data lubang bor.

Enam parameter yang digunakan dalam klasifikasi massa batuan RMR adalah :

1. Uniaxial Compressive Strength Of Rock Material

2. Rock Quality Designation (RQD)

Page 9: TA NHM.doc

3. Spacing Of Discontinuities

4. Condition Of Discontinuities

5. Ground Water Conditions

6. Orientation Of Discontinuities

Diterapkannya klasifikasi ini karena :

1. Sederhana dan mudah dimengerti.

2. Berdasarkan pada parameter yang dapat diukur dan dapat ditentukan

dengan cepat dan murah di lapangan.

3. Sifat-sifat yang penting dari massa batuan tercakup.

Kegunaan klasifikasi RMR adalah :

1. Menghitung kekuatan massa batuan.

2. Menghitung modulus massa batuan

3. Menilai kestabilan dari lereng batuan

4. Menghitung besarnya Rippability dari batuan

5. Menghitung besarnya Dredgeability dari batuan

6. Menghitung besarnya Excavability dari batuan

7. Menghitung besarnya Cuttability dari batuan

8. Menghitung besarnya Cavability dari batuan

Langkah - langkah Penggunaan RMR System adalah :

1. Tentukan rating / bobot untuk parameter

a. Strength of Intact Rock Material

b. Drill Core Quality RQD

c. Spacing of discontinuities / jarak rekahan

d. Condition of discontinuities / kondisi rekahan (lihat tabel Guidelines for

Classification Of Discontinuity Conditions)

e. Ground Water / kondisi air tanah

Page 10: TA NHM.doc

Klasifikasi Massa Batuan MBR

Modified Basic Rock Mass Rating (MBR) adalah klasifikasi massa batuan hasil

pengembangan dari klasifikasi massa batuan Rock Mass Rating (RMR). MBR

dikembangkan oleh ahli geoteknik yaitu Cummings dan Kendorski, pada tahun

1983. Penerapan MBR yang pertama kali adalah pada tambang tembaga di

Amerika Serikat, dengan sistem penambangan Block Caving.

MBR merupakan hasil penyesuaian yang beragam yang keluarannya berhubungan

dengan metode penyanggaan pada kondisi terowongan yang bervariasi.

Kelebihan dari MBR ini adalah :

1. Merupakan sistem klasifikasi yang kuantitatif.

2. Merupakan system rekayasa yang memungkinkan dapat merancang

terowongan pada tiga tempat sekaligus, yaitu isolated drift, development

drift, production drift.

Sistem MBR untuk Block Caving didasarkan pada 3 parameter, yaitu :

1. Parameter utama adalah terdiri dari : Intact Rock Strength, Discontinuity

Density (terdiri dari RQD dan Discontinuities Spacing), Discontinuity

Condition dan Ground Water Condition.

2. Parameter pengembangan / development adalah terdiri dari : Blasting

Damage, Induced Stress, Fracture Orientation.

3. Parameter produksi / production adalah terdiri dari : Major Structure,

Distance To Cave Line, Block Panel Size.

Dengan diterapkannya klasifikasi massa batuan MBR untuk Block Caving,

parameter yang akan diketahui adalah :

1. Strength of intact rock material / kuat tekan batuan

Kuat tekan batuan dapat diperoleh dari uji laboratorium, yaitu dengan cara

“Uniaxial Compressive Strength” dan “Point Load Stength Index”

2. Discontinuity Density, yang terdiri dari :

Page 11: TA NHM.doc

A. Rock Quality Designation (RQD)

RQD adalah penilaian kualitas massa batuan ditinjau dari hasil

pemboran inti. Besarnya nilai RQD ditentukan berdasarkan

pengamatan core (inti) dari hasil pengeboran inti. Harga RQD

ditetapkan dari persentase perbandingan jumlah panjang core yang

utuh lebih panjang dari 10 cm dengan panjang lubang bor. Besarnya

harga RQD menunjukkan deskripsi massa batuannya.

RQD = Core dengan panjang >10 cm x 100 %

Panjang Core total (cm)

Volumetric Joint Count (Jv) adalah jumlah kekar per meter kubik

pada setiap set kekar yang ada di lapangan. Sebuah pendekatan

yang diberikan antara Jv dan RQD adalah sebagai berikut :

RQD = 115 - 3,3 Jv

RQD = 100 untuk Jv < 4,5

Jv bisa digunakan bila tidak dilakukan pemboran inti.

B. Jarak rekahan / Spacing discontinuities

Spasi bidang diskontinyuitas adalah jarak yang diukur tegak lurus

antara dua bidang diskontinyuitas (kekar). Spasi diskontinyuitas

yang berdekatan berperan mengontrol ukuran blok dan bentuk blok

dari intact rock. Spasi diskontinyuitas yang rapat dan terdiri dari

tiga atau lebih set yang saling berpotongan akan membuat blok-blok

kecil, sehingga mengurangi kekuatan batuan dan cenderung

memberikan kohesi yang rendah. Sedangkan spasi yang lebar

cenderung memberikan kondisi keterikatan yang kuat antar material

penyusunnya.

3. Kondisi bidang diskontinyuitas / Condition of discontinuities.

Kondisi bidang diskontinyuitas meliputi kekasaran dari bidang

diskontinyuitas, separasi atau regangan, adalah jarak antara dua buah

Page 12: TA NHM.doc

bidang diskontinyuitas, kadang-kadang diisi oleh material pengisi dan

pelapulan pada bidang lemah.

4. Kondisi air tanah / Ground Water Conditions

Kondisi air tanah dapat ditentukan dengan mengukur tekanan air yang

keluar dan kekar dan debit air sepanjang terowongan. Secara umum

pengukuran air tanah dilakukan dengan memperhatikan keadaan atap dan

dinding terowongan secara visual, sehingga diperoleh keadaan air di

terowongan adalah kering, lembab, basah, menetes dan mengalir.

5. Kerusakan Pembongkaran / Blasting Damage

Kerusakan dari pembongkaran ini dilihat dari metode dari pembongkaran

terowongan yang digunakan, yang secara langsung akan mempengaruhi

besarnya kerusakan pada daerah sekitar penggalian. Pengukuran kerusakan

akibat pembongkaran dilakukan dengan memperhatikan keadaan atap,

dinding terowongan secara visual.

6. Induced Stress

Besarnya tegangan vertikal ( v) dan tegangan horizontal ( h) yang terjadi

pada terowongan akan mempengaruhi besarnya Induced Stress. Besarnya

tegangan vertikal dan tegangan horizontal ditentukan dengan pengujian

geomekanik.

7. Fracture Orientation

Fracture Orientation adalah kedudukan relatif dan bidang diskontinyuitas

terhadap sumbu lintasan lubang bukaan bawah tanah, hal ini akan

mempengaruhi kestabilan dan terowongan. Fracture Orientation ditentukan

oleh jurus (strike) dan kemiringan (dip) rekahan. Orientasi yang tidak

menguntungkan adalah sumbu penggalian sejajar dengan dengan jurus dan

joint, sehingga mengakibatkan besarnya volume yang cenderung tidak

stabil. Orientasi optimum dapat dicapai pada posisi sumbu terowongan

tegak lurus dengan jurus diskontinyuitas. Orientasi mi memberikan volume

minimum dan material yang tidak stabil.

8. Major Structure

Page 13: TA NHM.doc

Pada prinsipnya sama dengan Fracture Orientation, hanya yang

membedakan disini adalah ketebalan dari major strcture misalnya,

ketebalan dari fault.

9. Distance To Cave Line

Jarak yang ditentukan biasanya adalah jarak vertical terhadap drift atau

juga dapat ditentukan dengan mengukur jarak terdekat ke cave area. Tetapi

dalam beberapa kasus dapat berarti jarak ini adalah jarak horizontal.

10. Block Panel Size

Adalah ukuran dari dimensi blok pada Cave Line.

Langkah-langkah penggunaan MBR untuk Block Caving :

1. Tentukan rating / bobot untuk parameter utama :

a. Intact Rock Strength, besarnya nilai pembobotan dapat

dilihat pada tabel 1.

b. Discontinuity Density yang terdiri dari RQD dan

Discontinuity Spacing, besarnya nilai pembobotan dapat

dilihat pada table 2.

c. Discontinuity Condition, besarnya nilai pembobotan

dapat dilihat pada tabel 3.

d. Ground Water Condition, besarnya nilai pembobotan

dapat dilihat pada tabel 4.

2. Untuk mengetahui besarnya nilai MBR awal adalah dengan

menjumlahkan keempat parameter utama tersebut.

3. Tentukan rating / bobot untuk parameter pengembangan /

Development :

a. Blasting Damage, besarnya nilai pembobotan dapat

dilihat pada tabel 5.

b. Induced Stress, besarnya nilai pembobotan dapat dilihat

pada tabel 6.

c. Fracture Orientation, besarnya nilai pembobotan dapat

dilihat pada tabel 7.

Page 14: TA NHM.doc

4. Nilai MBR penyesuaian didapatkan dari hasil perkalian MBR

awal dengan penjumlahan parameter Development.

5. Tentukan rating / bobot untuk parameter produksi / Production :

a. Major Structure, besarnya nilai pembobotan dapat dilihat

pada tabel 8.

b. Distance To Cave Line, besarnya nilai pembobotan

dapat dilihat pada tabel 9.

c. Block Panel Size,besarnya nilai pembobotan dapat

dilihat pada tabel 10

6. Nilai MBR akhir didapatkan dari hasil perkalian MBR

penyesuaian dengan penkalian seluruh parameter produksi..

7. Petunjuk untuk penyanggaan

a. Nilai MBR awal digunakan dalam perancangan

penyanggaan pada daerah isolated drift.

b. Nilai MBR penyesuaian digunakan dalam perancangan

Development Support.

c. Nilai MBR akhir digunakan dalam perancangan

Production Support

Page 15: TA NHM.doc

IX. DAFTAR PUSTAKA

Bieniawski, Z. T., “Engineering Rock Mass Classifications”, John Wiley & Sons,

Canada, 1989

Brady, B.H.G. and Brown, E. I., “Rock Mechanics For Underground Mining”,

Chapman & Hall, London, 1985

Hartman, H. L., “Introductory Mining Engineering“, John Wiley & Son, Canada,

1987

Hoek, E and Brown, E .T., “Underground Excavation in Rock“, The Institution of

Mining and Metallurgy, London, 1980

Page 16: TA NHM.doc

PROPOSAL TUGAS AKHIR

ANALISA KESTABILAN TEROWONGAN DENGAN

PENERAPAN KLASIFIKASI MASSA BATUAN

MODIFIED BASIC ROCK MASS RATING

Oleh :

Putri Octa Isabella Winata

073.08.040

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2012

Page 17: TA NHM.doc
Page 18: TA NHM.doc