TA 2 EE - pustaka.unp.ac.idpustaka.unp.ac.id/file/abstrak_kki/abstrak_TA/EEN... · ABSTRAK EENANDES...
Transcript of TA 2 EE - pustaka.unp.ac.idpustaka.unp.ac.id/file/abstrak_kki/abstrak_TA/EEN... · ABSTRAK EENANDES...
PENGARUH TEMPERATUR ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS
BATU BATA LIMBAH SERAT ALAMI
Tugas Akhir
Diajukan Kepada tim Pengiji Tugas Akhir Jurusan Fisika sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana Sains
Oleh :
EENANDES
64584 / 2005
PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2011
HALAMAN PERSETUJUAN TUGAS AKHIR
Judul : Pengaruh Temperatur Annealing Terhadap Sifat Fisis Batu Bata
Limbah Serat Alami.
Nama : Eenandes
NIM / BP : 64584 / 2005
Program Studi : Fisika
Jurusan : Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Padang, 04 Agustus 2011
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Hj. Djusmaini Djamas, M.Si Dra. Yenni Darvina, M.Si
NIP. 19530309 198003 2 001 NIP.19630911 198903 2 003
HALAMAN PENGESAHAN LULUS UJIAN TUGAS AKHIR
Dengan ini dinyatakan bahwa :
Nama : Eenandes
NIM / BP : 64584 / 2005
Program Studi : Fisika
Jurusan : Fisika
Fakultas : FMIPA
Dengan Judul Tugas Akhir
Pengaruh Temperatur Annealing Terhadap Sifat Fisis Batu Bata
Limbah Serat Alami
Dinyatakan Lulus Setelah Dipertahankan di Depan Tim Penguji Tugas Akhir
Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Padang
Padang, 04 Agustus 2011
Tim Penguji : Tanda Tangan
Ketua : Dra. Hj. Djusmaini Djamas, M.Si __________
Sekretaris : Dra. Yenni Darvina, M.Si __________
Anggota : Dr. Ratnawulan, M.Si __________
Dr. Hamdi, M.Si __________
Drs. Mahrizal, M.Si __________
ABSTRAK
EENANDES ( 64584 / 2005 ) : Pengaruh Temperatur Annealing Terhadap Sifat
Fisis Batu Bata Limbah Serat Alami
Pembangunan fisik di Indonesia khususnya di Sumatera Barat seperti pembangunan gedung bertingkat, bangunan perumahan, perkantoran dan kontruksi lainnya tidak terlepas dari bahan bangunan. Salah satu bahan bangunan yang berhubungan dengan kekuatan, kekokohan, porositas dan kualitas adalah batu bata. Batu bata dibuat dengan bahan dasar lempung yang diolah dan dibakar sampai suhu tertentu sehingga menjadi kuat, kokoh bentuknya tetap dan pori-porinya tidak banyak. Penambahan material campuran pada pembuatan batu bata mempengaruhi kekuatan, porositas dan kualitas batu bata. Penambahan material campuran ini dapat berupa limbah serat alami seperti serbuk kayu penggergajian dan ampas tebu. Banyak upaya yang dilakukan guna pemanfaatan limbah serat alami untuk menjadi barang yang bernilai ekonomis. Diharapkan dengan menggunakan komposit dari serat limbah ampas tebu dan serbuk kayu penggergajian ini, kualitas batu bata dapat ditingkatkan dan biaya produksi dapat diminimalisasi karena serat limbah alami dapat diperoleh secara cuma – cuma. Untuk itu dalam peningkatan kualitas batu bata diteliti pengaruh variasi temperatur annealing terhadap sifat fisis batu bata limbah serat alami.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kuat tekan dan porositas batu bata komposit yang dihasilkan dari campuran lempung, serbuk kayu penggergajian, dan serat ampas tebu dengan perbandingan proporsi 90 : 5 : 5 dengan waktu pembakaran selama 6 jam. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Ukuran butir serat adalah 0,18 mm dan pembakaran dilakukan pada suhu 750oC, 800oC, 850oC, dan 900oC selama 6 jam.
Setelah dilakukan pengumpulan data dan analisis data terhadap kuat tekan dan porositas pada batu bata limbah serat alami maka didapat nilai kuat tekan tertinggi 93,0284 kg/cm2 pada suhu 900oC dan nilai ini memenuhi SNI. Sedangkan nilai porositas terendah adalah 2,102 % pada suhu 900oC.
i
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. ix
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………....... 1
A. Latar Belakang ………………………………………………………………. 1
B. Batasan Masalah …………………………………………………………...... 4
C. Rumusan Masalah …………………………………………………………… 4
D. Pertanyaan Penelitian ……………………………………………………....... 5
E. Tujuan Penelitian ……………………………………………………………. 5
F. Kontribusi Penelitian ………………………………………………………... 6
BAB II. KAJIAN PUSTAKA …………………………………………………. 7
A. Kajian Tentang Batu Bata ………………………………………………...... 7
B. Kajian Tentang Bahan Penyusun Batu Bata ………………………………… 12
C. Kajian Tentang Pengaruh Temperatur Annealing Terhadap Sifat Fisis Batu Bata
Limbah Serat Alami …………………………………………………………. 31
iv
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………………………………….... 34
A. Rancangan penelitian ……………………………………………………....... 34
B. Tempat dan waktu penelitian ………………………………………………... 34
C. Variabel penelitian …………………………………………………………... 34
D. Prosedur penelitian …………………………………………………………... 35
E. Teknik pengumpulan data …………………………………………………… 43
F. Teknik analisis data ………………………………………………………...... 43
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………………. 44
A. Deskripsi data ……………………………………………………………....... 44
B. Analisa data ………………………………………………………………….. 46
C. Pembahasan ………………………………………………………………...... 51
BAB V. PENUTUP …………………………………………………………….. 55
A. Kesimpulan …………………………………………………………………... 55
B. Saran …………………………………………………………………………. 55
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 56
LAMPIRAN
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Alat untuk menentukan besarnya kuat tekan ………………………………… 10
2. Skema Diagram Struktur Kaolinit (Mineralogy, Soil ; 34) ………………….. 15
3. Skema Diagram Struktur Illit (Mineralogy, Soil ; 40)……………………….. 15
4. Skema Diagram Struktur Montmorilonit (Mineralogy, Soil ; 37) ………….. 16
5. Proses Penggilingan Tebu …………………………………………………... 28
6. Proses Annealing atau variasi Temperatur Annealing .................................. 32
7. Bagan Pembuatan Sampel Bodi Batu Bata ………………………………….. 36
8. Sampel Batu Bata Limbah Serat Alami yang telah jadi …………………….. 38
9. Electric Furnace ……………………………………………………………… 38
10. Alat Hydraulic Compressive Strength Machine ……………………………... 39
11. Alat Sonic Viewer ……………………………………………………………. 40
12. Bagan Alat Sonic Viewer …………………………………………………….. 41
13. Grafik Hubungan Kuat Tekan Rata-rata Batu Bata Limbah Serat Alami
dengan Temperatur Annealing ……………………………………………….. 47
14. Grafik Hubungan Kuat Tekan Batu Bata Tanpa Campuran Limbah Serat
Alami dengan Temperatur Annealing ………………………………………... 48
15. Grafik Hubungan Porositas Batu Bata Campuran Limbah Serat Alami
dengan Temperatur Annealing ……………………………………………….. 50
16. Grafik Hubungan Porositas Batu Bata Tanpa Campuran Limbah Serat Alami
dengan Temperatur Annealing ……………………………………………….. 50
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kuat tekan batu bata standar …………………………………………………. 9
2. Ukuran batu bata standar …………………………………………………….. 11
3. Komposisi Tebu ……………………………………………………………… 29
4. Struktur ampas tebu ………………………………………………………….. 30
5. Komposisi kimia ampas tebu ………………………………………………… 30
6. Komposisi Unsur Kimia Dari Ampas Tebu ………………………................ 31
7. Data luas bidang tekan rata-rata, gaya tekan rata-rata, jumlah sampel tiap
variasi temperatur batu bata limbah serat alami dan batu bata tanpa campuran
limbah serat alami ………………………………………………………….…. 45
8. Data jumlah sampel, panjang sampel, delay time dan kecepatan gelombang p
terhadap temperatur annealing ..……………………………………................ 46
9. Nilai kuat tekan rata-rata batu bata limbah serat alami dengan variasi temperatur
dan batu bata tanpa campuran limbah serat alami ………………………...…… 47
10. Nilai porositas rata-rata batu bata limbah serat alami dengan variasi temperatur
dan batu bata tanpa campuran limbah serat alami ……………………………… 49
11. Nilai gaya tekan, luas permukaan bidang tekan pada temperatur annealing
750oC batu bata limbah serat alami ……………………………………………. 59
12. Nilai gaya tekan, luas permukaan bidang tekan pada temperatur annealing
800oC batu bata limbah serat alami ……………………………………………. 59
vi
13. Nilai gaya tekan, luas permukaan bidang tekan pada temperatur annealing
850oC batu bata limbah serat alami ………………………………………….... 60
14. Nilai gaya tekan, luas permukaan bidang tekan pada temperatur annealing
900oC batu bata limbah serat alami …………………………………………… 60
15. Nilai gaya tekan, luas permukaan bidang tekan pada temperatur annealing
750oC, 800oC, 850oC, 900oC batu bata tanpa campuran limbah serat alami …. 61
16. Data nilai delay time, panjang sampel, dan kecepatan gelombang p pada
temperatur annealing 750oC batu bata limbah serat alami ……………………. 61
17. Data nilai delay time, panjang sampel, dan kecepatan gelombang p pada
temperatur annealing 800oC batu bata limbah serat alami ……………………. 62
18. Data nilai delay time, panjang sampel, dan kecepatan gelombang p pada
temperatur annealing 850oC batu bata limbah serat alami ……………………. 62
19. Data nilai delay time, panjang sampel, dan kecepatan gelombang p pada
temperatur annealing 900oC batu bata limbah serat alami ……………………. 63
20. Data nilai delay time, panjang sampel, dan kecepatan gelombang p pada
temperatur annealing 750oC, 800oC, 850oC, 900oC batu bata tanpa campuran
limbah serat alami ……………………………………………………………… 63
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data nilai luas bidang tekan rata-rata, gaya tekan rata-rata, jumlah sampel tiap
variasi temperatur batu bata limbah serat alami dan batu bata tanpa campuran
limbah serat alami ……………………………………………........................ 59
2. Data nilai panjang sampel, delay time dan kecepatan gelombang p terhadap
temperatur batu bata limbah serat alami dan batu bata tanpa campuran
limbah serat alami ………………………………………..…………………… 61
3. Nilai kuat tekan rata-rata batu bata limbah serat alami dengan variasi
temperatur dan batu bata tanpa campuran limbah serat alami ........................ 64
4. Nilai porositas rata-rata batu bata limbah serat alami dengan variasi temperatur
dan batu bata tanpa campuran limbah serat alami …………………………… 67
5. Data Nilai kuat tekan rata-rata batu bata limbah serat alami dengan variasi
temperatur dan batu bata tanpa campuran limbah serat alami ……………….. 72
6. Data Nilai porositas rata-rata batu bata limbah serat alami dengan variasi
temperatur dan batu bata tanpa campuran limbah serat alami ..……………… 73
ix
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penelitian dapat menyelesaikan tugas
akhir yang berjudul “Pengaruh Temperatur Annealing Terhadap Sifat Fisis Batu
Bata Limbah Serat Alami”. Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana sains pada jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam Universitas Negeri Padang.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah ikut serta berpartisipasi demi selesainya tugas akhir ini, diantaranya :
1. Ibu Dra. Djusmaini Djamas, M.Si, sebagai Pembimbing I. Terima kasih atas segala
bimbingan, dukungan, nasehat, dan waktunya selama menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Ibu Dra. Yenni Darvina, M.Si, sebagai Pembimbing II sekaligus Penasehat
Akademik. Terima kasih atas segala bimbingan, dukungan, nasehat, dan waktunya
selama menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Ibu Dr. Ratnawulan,M.Si, Bapak Drs. Mahrizal,M.Si, Bapak Dr. Hamdi,M.Si,
sebagai Penguji. Terima kasih atas semua masukan dan kritikan yang sangat
membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Bapak Dr. Ahmad Fauzi, M.Si sebagai Ketua Jurusan Fisika FMIPA Universitas
Negeri Padang.
ii
5. Ibu Dra. Hidayati,M.Si sebagai Ketua Program Studi Fisika.
6. Ibu Elyasna dan Bapak Rahmat Hidayat sebagai karyawan Tata usaha. Terima kasih
atas bantuannya.
7. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan di Jurusan Fisika Universitas Negeri Padang.
8. Terima kasih yang teramat dalam kepada Papa dan Mama serta keluarga tercinta yang
telah memberikan dukungan, semangat, do’a, nasehat serta dorongan moril dan
materil dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
9. Kakak – kakak dan adik – adik yang telah memberikan semangat dan dukungan
dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
10. Teman – teman yang seperjuangan dengan saya selama kuliah angkatan 2005.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritikan
dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk perbaikan di
masa yang akan datang. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Padang, Juli 2011
Penulis
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan fisik di Indonesia sekarang ini, khususnya di Sumatera Barat terus
meningkat. Pembangunan gedung-gedung bertingkat, bangunan perumahan, perkantoran,
dan kontruksi lainnya tidak terlepas dari bahan bangunan. Bahan bangunan ini harus
mempunyai kualitas baik, porositas yang kecil, dan bersifat kuat serta kokoh. Faktor-
faktor ini perlu diperhatikan mengingat daerah Indonesia terutama Sumatera Barat
merupakan daerah yang rawan gempa.
Salah satu bahan bangunan yang berhubungan dengan kekuatan, kekokohan,
porositas dan kualitas adalah batu bata. Batu bata biasanya dipakai untuk dinding
bangunan. Batu bata dibuat dengan bahan dasar lempung yang diolah dan dibakar sampai
suhu tertentu sehingga menjadi kuat, kokoh bentuknya tetap dan pori-porinya tidak
banyak. Standar yang digunakan untuk menentukan kualitas batu bata adalah Standar
Nasional Indonesia (SNI) yaitu SNI 15-2094-1991 (DSN, 1991).
Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan kualitas batu bata
sesuai dengan SNI. Tetapi penelitian itu hanya terbatas pada proses pengolahan dan
pembakaran contohnya penelitian yang dilakukan oleh Anita Arma (2004) dengan hasil
penelitian yaitu batu bata yang berasal dari Payakumbuh mempunyai kuat tekan berkisar
antara 27,03 kg/cm2 sampai dengan 38,89 kg/cm2.
1
Penelitian dengan menggunakan komposit pun telah dilakukan seperti penelitian
yang dilakukan oleh Artha Nesa Chandra (2007) yang menyatakan bahwa batu bata
mempunyai kuat tekan maksimum 89,5 kg/cm2 pada temperatur 850oC dan nilai porositas
minimum 2,10% pada temperatur 850oC.
Hasil penelitian Marlina mendapatkan nilai kuat tekan bata merah adalah 42,717
kg/cm2 pada proporsi ampas tebu 5%, dikarenakan ampas tebu banyak mengandung silika
yaitu 70, 97%, unsur silika yang tinggi ini sangat diperlukan dalam pembuatan bata
merah. Unsur silika inilah yang sangat berpengaruh sebagai bahan komposit bata merah
(Harsono, 2002). Hasil penelitian Yuliati mendapatkan pembakaran ampas tebu pada
temperatur 5000C, 5500C, 6000C dan 6500C tanpa waktu penahanan diperoleh kadar
silika masing-masing: 58,48 %, 71,22 %, 71,26 % dan 72,08 %.
Penambahan material campuran pada pembuatan batu bata mempengaruhi
kekuatan, porositas dan kualitas batu bata. Penambahan material campuran ini dapat
berupa limbah serat alami seperti sekam padi, serbuk kayu penggergajian dan ampas tebu
cukup banyak tersedia di Indonesia, khususnya daerah Sumatera Barat. Limbah-limbah
tersebut berasal dari limbah pertanian dan limbah industri pengolahan kayu. Limbah
tersebut belum banyak dimanfaatkan, biasanya dibuang atau dibakar sia-sia.
2
Limbah serat alami ini seperti serbuk kayu penggergajian dan ampas tebu belum
dapat dimanfaatkan sepenuhnya sebagai bahan penguat dalam pembuatan batu bata.
Ampas tebu (baggase) adalah limbah padat industri gula tebu yang mengandung serat
selulosa. Potensi ampas tebu di Indonesia cukup besar, menurut data statistik Indonesia
tahun 2002 (siaran Pers, 15 September 2005), luas tanaman tebu di Indonesia 395.399,44
ha yang terbesar di pulau Sumatera seluas 99.383 ha, pulau Jawa 265.67,82 ha, pulau
Kalimantan seluas 13.970,42 ha dan pulau Sualwesi seluas 16.373,4 ha. Diperkirakan
setiap ha tanaman tebu mampu menghasilkan 100 ton ampas tebu. Maka potensi ampas
tebu nasional yang dapat tersedia dari total luas tanaman tebu mencapai 39.539,944 ton
per tahun. Sedangkan limbah serbuk kayu penggergajian berasal dari serat tumbuh-
tumbuhan yang tidak terpakai dan terbuang. Biasanya, limbah serbuk kayu penggergajian
ini dihasilkan dari hasil sampingan industri pengolahan kayu. (Kemino, 1995).
Banyak upaya yang dilakukan guna pemanfaatan limbah serat alami itu menjadi
barang yang bernilai ekonomis. Diharapkan dengan menggunakan komposit dari serat
limbah ampas tebu dan serbuk kayu penggergajian ini, kualitas batu bata dapat
ditingkatkan dan biaya produksi dapat diminimalisasi karena serat limbah alami dapat
diperoleh secara cuma – cuma. Bertitik tolak dari latar belakang diatas, maka dalam
rangka pengembangan bahan bangunan yang berkualitas dan pemanfaatan limbah serat
alami, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “ Pengaruh Temperatur
Annealing Terhadap Sifat Fisis Batu Bata Limbah Serat Alami ” .
3
B. Batasan Masalah
Untuk lebih mempertajam masalah yang diteliti, perlu dikemukakan pembatas
masalah sebagai berikut :
1. Pembuatan batu bata menggunakan lempung yang berasal dari daerah
Payakumbuh 50 kota yang telah dihaluskan dan mempunyai ukuran butir 0,18
mm sebagai bahan dasar.
2. Material limbah serat alami yang digunakan sebagai bahan penyusun batu bata
adalah serbuk kayu penggergajian dan ampas tebu.
3. Pembuatan batu bata dibuat dengan cara cetak.
4. Temperatur annealing yang digunakan adalah 750oC, 800oC, 850oC, 900oC
5. Lama waktu pembakaran yang digunakan selama 6 jam
6. Sifat-sifat fisis yang diteliti adalah kuat tekan dan porositas.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka yang menjadi pertanyaan dalam
penelitian ini adalah
1. Temperatur annealing berapakah yang menghasilkan kuat tekan tertinggi pada
batu bata limbah serat alami dengan waktu pembakaran selama 6 jam ?
2. Temperatur annealing berapakah yang menghasilkan porositas terendah pada batu
bata limbah serat alami dengan waktu pembakaran selama 6 jam ?
4
D. Pertanyaan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian
ini adalah
1. Temperatur annealing berapakah yang menghasilkan kuat tekan tertinggi pada
batu bata limbah serat alami dengan waktu pembakaran selama 6 jam ?
2. Temperatur annealing berapakah yang menghasilkan porositas terendah pada batu
bata limbah serat alami dengan waktu pembakaran selama 6 jam ?
E. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah
1. Mendapatkan temperatur annealing yang akan menghasilkan kuat tekan tertinggi
pada batu bata limbah serat alami dengan waktu pembakaran selama 6 jam.
2. Mendapatkan temperatur annealing yang akan menghasilkan porositas terendah
pada batu bata limbah serat alami dengan waktu pembakaran selama 6 jam.
5
F. Kontribusi Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk :
1. Memberi solusi dalam penanganan limbah serat alami khususnya limbah serbuk
kayu penggergajian dan ampas tebu.
2. Membantu pengrajin dan pengusaha bata mendapatkan formula baru dalam
peningkatan kualitas batu bata.
3. Memberi informasi kepada investor untuk mengembangkan lapangan kerja baru
dalam hal pengolahan batu bata limbah serat alami.
4. Menambah kajian dan literatur bagi Perguruan Tinggi khususnya Jurusan Fisika
Universitas Negeri Padang.
5. Sebagai syarat bagi Penulis untuk menyelesaikan program Sarjana Strata Satu.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Tentang Batu Bata
1. Definisi Batu Bata
Menurut SNI 15-2094-1991, batu bata adalah unsur bahan bangunan yang
digunakan untuk pembuatan konstruksi bangunan dibuat dari lempung dengan atau
tanpa campuran bahan-bahan lain, dibakar pada suhu yang cukup tinggi hingga tidak
dapat hancur lagi bila direndam dalam air.
Batu bata yang digunakan sebagai bahan bangunan selain memenuhi SNI dan
juga harus berkualitas tinggi. Menurut Munandar (2001), tinggi rendahnya kualitas
batu bata tergantung pada kualitas lempung sebagai bahan mentah, bahan campuran,
metoda serta pengawasan proses pengolahan dan proses pembakaran.
2. Jenis-jenis Batu Bata
Batu bata berdasarkan jenisnya dapat dikelompokkan atas tiga bagian yaitu
batu bata klingker, batu bata merah abu-abu, batu bata merah. (Sutopo, 1987).
a. Batu bata klingker
Batu bata klingker warnanya abu-abu, mempunyai bunyi nyaring kalau
dipukul, bersifat keras dan sukar dipotong. Batu bata klingker ini mempunyai kuat
7
tekan 300-400 kg/cm2 dan daya serap antara 20%-25%. Batu bata ini baik
digunakan untuk bangunan kedap air dan bangunan yang harus menerima beban
yang tinggi.
b. Batu bata merah abu-abu
Batu bata merah abu-abu mempunyai ciri keras, warnanya lebih banyak ke
abu-abu daripada merah. Jenis batu bata ini dibagi dalam dua kelompok : pertama
yang mempunyai kuat tekan 200-300 kg/cm2, daya serap 20% dan jenis yang
kedua mempunyai kuat tekan 100-200 kg/cm2 dan daya serap 10%-15%. Batu
bata jenis ini baik digunakan untuk dinding luar bangunan yang tidak perlu
diplester. Batu bata ini tahan pada pengaruh udara, hujan, panas.
c. Batu bata merah
Batu bata merah mempunyai kuat tekan 25-200 kg/cm2 dan daya serap
antara 6%-13%. Batu bata jenis ini dapat digunakan untuk pasangan dinding pada
bangunan rumah sederhana yang tidak perlu menerima atau mendukung beban
yang berat.
Dari beberapa jenis batu bata tersebut, peneliti akan menggunakan batu
bata merah sebagai sampel penelitian ini. Hal ini disebabkan karena bahan
pembuatan batu bata merah ini mudah didapat dan banyak terdapat di daerah
Sumatera Barat terutama lempung terdapat di Payakumbuh.
8
3. Sifat-sifat Fisis Batu Bata
Batu bata mempunyai sifat-sifat fisis seperti kuat tekan dan porositas.
a. Kuat tekan
Kuat tekan suatu bahan yaitu kemampuan bahan itu untuk menahan beban
tekan. Kekuatan tekan batu bata ditentukan dengan persamaan (Munandar, 2001) :
Kuat tekan (P) = FA
………………. (1)
F = beban tekan (N)
A = luas permukaan yang ditekan (m2)
Batu bata juga harus mempunyai nilai kuat tekan rata-rata dan koefisien
variasi yang diijinkan, seperti dirincikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kuat tekan batu bata standar
(Sumber : SNI 15-2094-1991).
9
Kelas
Kuat tekan rata-rata Koefisien variasi yang diijinkan dari rata-rata
kuat tekan batu bata yang diuji Kg/cm2 N/cm2
25 25 2,5 25
50 50 5 22
100 100 10 22
150 150 15 15
200 200 20 15
250 250 25 15
Dari Tabel 1 terlihat bahwa nilai kuat tekan tertinggi yang didapat pada penelitian
ini berada pada kelas antara 50 – 100 dengan koefisien variasi yang diijinkan dari rata-
rata kuat tekan batu bata yang diuji berada pada nilai 22.
Proses fisis yang terjadi pada sampel apabila diberi beban tekan adalah strain /
regangan seperti terlihat pada Gambar 1. Dimana pada saat pengujian terjadi regangan
dengan mendapatkan nilai kuat tekan maksimal.
Gambar 1. Alat untuk menentukan besarnya kuat tekan
( sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kuat Tekan , 2009).
Pada Gambar 1 terlihat bahwa nilai kuat tekan maksimal didapatkan pada saat
benda uji retak dan mencatat besarnya beban optmum yang ditunjukkan oleh jarum pada
mesin tekan tersebut.
Dalam penentuan kuat tekan, pada umumnya batu bata mempunyai ukuran
standar yang dirincikan dalam Tabel 2.
10
Tabel 2. Ukuran batu bata standar
Model
Ukuran
Tebal (cm) Lebar (cm) Panjang (cm)
1 65 90 190
2 65 140 190
3 55 110 230
(Sumber : SNI 15-2094-1991).
Dalam penelitian ini, pengujian kuat tekan yang digunakan berukuran
5x5x5 cm dan ukuran ini sesuai dengan literatur alat pengujian kuat tekan.
b. Porositas
Porositas adalah perbandingan volume rongga (pori) yang terdapat dalam
batuan dengan volume batuan keseluruhan. Porositas terbentuk karena
terdapatnya pori-pori halus dan rongga udara dalam bahan. Porositas biasanya
dinyatakan dalam persen. Nilai porositas yang tinggi menyatakan bahwa bahan
tersebut banyak mengandung pori dan rongga udara. Rongga yang banyak ini
akan menyebabkan bahan menjadi rapuh dan kekuatannya akan berkurang. Jadi,
porositas dapat mencerminkan sifat-sifat bahan tersebut seperti kekuatan
patahnya. Besarnya tingkat porositas suatu sampel, misalnya batu bata dapat
diketahui dan kecepatan gelombang p dari Sonic viewer yang merambat pada
sampel tersebut. (Akmam, 2000).
Sonic viewer terdiri dari sebuah pembangkit pulsa yang dilengkapi
pemancar dan penerima gelombang, dan sebuah osiloskop. Untuk menentukan
11
porositas dengan Sonic viewer, diperoleh dengan mengukur kecepatan gelombang
yang melalui sampel dari pengamatan Delay Time gelombang tersebut pada
osiloskop. Dimana kecepatan gelombang ∑ = , dengan x = panjang sampel,
dan t = Delay time gelombang p dalam sampel. Gelombang p identik dengan
gelombang longitudinal dimana arah pergerakan partikel-partikel medium sejajar
dengan arah penjalaran gelombang atau gelombang yang arah getarannya searah
penjalarannya. Gelombang p disebut juga gelombang tekan (kompresi). (Akmam,
2000).
Persamaan untuk menentukan porositas menurut Jhon M. Reynold (1997) adalah :
=
diturunkan menjadi
………………… (2)
Dengan : Ø = porositas
V = kecepatan pada sampel (m/s)
Vp = kecepatan gelombang p pada sampel yang diukur (m/s)
Vm = kecepatan gelombang p pada sampel padatan (5480,6 m/s)
Vf = kecepatan gelombang p diudara (340 m/s)
B. Kajian Tentang Bahan Penyusun Batu Bata
Berdasarkan bahan penyusunnya batu bata terdiri dari lempung dan komposit
berupa limbah serat alami yaitu serbuk kayu penggergajian, dan ampas tebu.
12
1. Lempung
a. Defenisi lempung
Lempung adalah bahan berbutir halus (<0,002), terdapat secara alami dan
bersifat tanah, tersusun oleh mineral-mineral lempung (senyawa alumina silikat
hidrat) dan mineral non lempung sebagai impuritinya. Lempung merupakan
partikel yang sangat halus yang hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop
elektron. (Sutopo, 1997). Tanah lempung merupakan partikel mineral yang
berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber
utama dari kohesi di dalam tanah yang kohesif. (Bowles, 1991).
Tanah lempung merupakan tanah yang mikrokopis sampai dengan sub
mikrokopis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan,
tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis dalam
keadaan kadar air sedang. Pada kadar air lebih tinggi, lempung bersifat lengket
(kohesif) dan sangat lunak (Das, 1985).
Lempung merupakan bahan batuan tertua dan telah digunakan untuk
pembuatan kuali, tong, periuk, barang-barang gerabah, lainnya. Lempung berasal
dari pelapukan batu-batuan yang mengandung mineral. Mineral-mineral ini
tersusun atas silikat, aluminium, dengan gabungan kalium, natrium, magnesium,
dan kalsium karena disebabkan oleh air yang mengandung asam arang, maka
unsur-unsur kalium, natrium, dan kalsium larut dalam air dan unsur silikat
aluminiumnya berubah menjadi silikat aluminium basa Al2O32SiO22H2O. (Sutopo
dalam Suryaningsih, 2005).
13
b. Jenis-jenis lempung
Berdasarkan penelitian oleh Suryaningsih (2005), lempung daerah
Payakumbuh 50 kota mempunyai kadar Fe2O3 yang banyak, sehingga
menghasilkan kuat lentur yang memenuhi SNI. Beberapa jenis lempung secara
umum adalah Kaolinit (kaolinite), Illit (Illite), Montmorilonit.
1) Kaolinit (kaolinite)
Kaolinit merupakan modifikasi dari “Kauling”, yang berarti suatu
punggung tinggi dari bukit di Cina, dimana lempung kaolinit putih ditemukan.
Lempung kaolinit banyak dipakai untuk barang-barang tembikar dan keramik
Cina karena tidak ada besi yang terkandung didalamnya, sehingga tidak ada
perubahan warna apabila dibakar pada suhu yang tinggi.
Lempung kaolinit juga banyak dipakai obat anti diare dan obat untuk
penyakit-penyakit perut lainnya. Kaolinit biasanya didapatkan pada daerah –
daerah dengan curah hujan tinggi seperti di Tenggara Amerika Serikat, Cina,
sebagian Eropa, dan tempat-tempat lainnya. Lempung kaolinit mempunyai rumus
struktur berupa (OH)8Si4Al4O10. Skema diagram struktur kaolinit dapat dilihat
pada Gambar 2.
14
Gamb
2)
dijum
berbob
dijum
Amer
berup
Gamb
G
bar 2. Skema
Illit (Illite)
Illite adala
mpai di Illin
bot ringan
mpai pada dae
ika Serikat,
a (OH)4K2(
bar 3.
Gambar 3. S
a Diagram S
)
ah istilah um
nois. Lempu
atau disebu
erah-daerah
Inggris dan
Si6Al2)Al4O
kema Diagra
Struktur Kaol
mum untuk k
ung illit ba
ut juga den
dengan cura
n Eropa. Le
O20. Skema d
am Struktur
15
linit (Minera
kelompok lem
anyak dipak
ngan Verm
ah hujan sed
empung Illit
diagram stru
Illit (Minera
alogy, Soil ;
mpung yang
kai untuk m
mikulit. Lem
dang seperti
t mempunya
uktur illit da
alogy, Soil ;
34).
g pertama ka
membuat ag
mpung Illit
di bagian te
ai rumus str
apat dilihat
40).
alinya
gregat
biasa
engah
ruktur
pada
k
p
P
3)
dijum
pada
Montm
Austra
(OH)4
Gamb
Gamb
Dari k
aolinit sebag
erubahan w
ayakumbuh
c. Si
(Hard
Montmori
Montmori
mpai di Mont
pemboran
morilonit d
alia, Selandi
4Si8(Al3,34Mg
bar 4.
ar 4. Skema
ketiga jenis
gai bahan da
warna apabil
50 kota, tep
ifat-sifat lem
Sifat-sifat
diyatmo, 199
lonit
lonit merup
morilonit, P
sumur-sumu
ditemukan d
ia Baru, Afr
g0,66)O20. Sk
Diagram St
lempung te
asar pembua
la dibakar p
patnya di Situ
mpung
yang dim
99) :
pakan nama
Perancis. Lem
ur minyak d
didaerah-dae
rika Selatan.
ketsa diagram
truktur Mont
ersebut, pen
atan batu ba
pada suhu
ujuh Banda D
miliki tana
a yang dibe
mpung jenis
dan dalam
erah kering
. Formula un
m dari Mon
tmorilonit (M
neliti akan m
ata. Hal ini d
yang tinggi
Dalam.
ah lempung
16
erikan untuk
ini sangat b
eksplorasi
g seperti A
nit sel Mont
tmorilonit d
Mineralogy,
menggunaka
disebabkan k
i dan banya
g adalah
k lempung
banyak digun
tanah. Lem
Amerika Se
tmorilonit ad
dapat dilihat
Soil ; 37).
an jenis lem
karena tidak
ak ditemuka
sebagai be
yang
nakan
mpung
erikat,
dalah
pada
mpung
k ada
an di
erikut
1) Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm.
2) Permeabilitas rendah.
3) Kenaikan air kapiler tinggi.
4) Bersifat sangat kohesif.
5) Kadar kembang susut yang tinggi.
6) Proses konsolidasi lambat.
Untuk pemanfaatan lempung sebagai komponen dasar batu bata, harus
diketahui sifat-sifat fisis lempung :
1) Keplastisan
Keplastisan merupakan sifat yang memungkinkan lempung basah dapat
diberi bentuk tanpa menimbulkan retak-retak dan bentuknya tetap setelah tenaga
pembentuk dilepaskan. Jadi keplastisan ini adalah sifat yang memungkinkan
lempung dapat diberi bentuk menurut kemauan. (Yumarta, 1986).
Dalam pembuatan batu bata, material pencampur relatif diperlukan,
mengingat bahwa jarang lempung yang dapat langsung digunakan tanpa
penambahan material pencampur. Material pencampur itu berguna untuk
mendapatkan mutu bahan sesuai yang diinginkan dan mengurangi keplastisan.
Menurut Departemen Perindustrian Bahan Penelitian dan Pengembangan
Industri Balai Besar Bahan Keramik (DP/BPPI/BBK/73/78) standar keplastisan
lempung sebagai bahan dasar batu bata adalah 20-30% sedangkan hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh Suryaningsih (2005) besar nilai keplastisan lempung
Payakumbuh 50 kota memenuhi standar untuk digunakan sebagai bahan baku
pembuatan batu bata.
17
2) Penyusutan
Waktu proses pengeringan berjalan, air akan keluar melalui sekat air pada
butiran lempung secara berangsur-angsur dan menghilang sehingga
memungkinkan butiran-butiran itu akan saling mendekat. Setelah sekat air dan air
terserap hilang maka akan terjadi penyusutan pada lempung, lempung sangat
berbeda didalam susut.
Derajat variasi dalam susut kering dari lempung sesuai dengan variasi
jumlah air yang diperlukan untuk menimbulkan keplastisan. Makin tinggi
keplastisan suatu lempung, maka akan tinggi pula susut keringnya. Untuk itu
diperlukan bahan tambahan non plastis kedalam batu bata atau sebagai
pencampur.
Menurut Standar Nasional Indonesia SNI /1147/1989-A besarnya nilai
susut kering yang baik adalah 5,2%, sedangkan hasil penelitian oleh Suryaningsih
(2005) besar nilai susut kering lempung daerah Payakumbuh 50 kota adalah
5,01% dan nilai ini memenuhi standar SNI.
3) Warna
Warna adalah salah satu sifat lempung yang dengan mudah dapat dilihat
warna dan lempung merupakan campuran dari komponen-komponen warna lain
yang terjadi oleh pengaruh berbagai faktor atau senyawa tunggal atau bersama
yang memberikan jenis warna tertentu. Lempung mentah biasanya dipengaruhi
oleh senyawa-senyawa besi dan senyawa karbon. Senyawa besi memberikan
18
warna krem, kuning, merah hijau pada lempung. Senyawa karbon memberikan
warna biru, abu-abu, hitam, dan coklat.
4) Pengaruh panas
Salah satu sifat lempung adalah kemampuan untuk berubah menjadi massa
yang kuat tekan dan mempunyai sifat yang baik setelah mengalami pembakaran.
Dengan pertambahan temperatur yang tinggi, plastisitas lempung akan berkurang,
warnanya akan berubah, kekuatannya pun akan bertambah.
Lempung akan kehilangan sifat keplastisannya pada pembakaran 450oC-
750oC. Gejala ini merupakan ciri-ciri terjadi proses okhidrasi senyawa alumina
silikat. Mineral yang terdapat didalam lempung merupakan butir yang sangat
halus dan merupakan suatu senyawa alumina silikat hidrat. Bila mineral-mineral
lempung dipanasi diatas temperature degradasi hingga 900oC-950oC suatu reaksi
lain akan terjadi. Reaksi ini belum diketahui dengan pasti tetapi petunjuk
memberikan indikasi terjadi antara Al2O3 dan SiO2 sebagai hasil dari penguraian
kaolinit.
d. Bahan dasar penyusun lempung
Bila endapan silikat aluminium basa ini bercampur dengan pasir halus dan
tepung besi oksida (Fe2O3) dan kapur halus (CaCo3) akan menjadi lempung. Jadi,
komponen utama lempung sebagai material penyusun batu bata adalah silikon
mineral : alkali, alumina, senyawa besi, kalsium, dan magnesium.
19
1) Silika
Silikon terdapat di kerak bumi (27,7%), dimana silikon terdapat dalam
bentuk senyawa silikat. Selain itu juga terdapat dalam pasir kuarsa (SiO2) dan
mineral-mineralnya. Lempung yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan
batu bata juga mengandung silikon. Pengaruh silikon dalam lempung adalah :
a) Mengurangi keplastisan.
b) Mengurangi susut kering dan susut bakar
c) Mengurangi kekuatan lentur dan kuat tekan, kecuali terdapat dalam
bentuk butir-butiran yang sangat halus.
Berdasarkan hasil penelitian Suryaningsih (2005), lempung daerah
Payakumbuh 50 kota mempunyai kadar SiO2 yang kecil. Hal ini menyebabkan
lempung Payakumbuh mempunyai keplastisan yang baik, dan penyusutan yang
kecil dan kekuatan mekanik yang baik.
2) Alumina
Lempung yang mengandung senyawa alumina sangat berguna untuk
pembuatan batu bata terutama kadar alumina totalnya tinggi. Alumina mempunyai
titik leleh tinggi (2050oC) dan mempunyai ketahanan panas dan ketahanan api.
Struktur kristal alumina stabil hingga suhu 1500oC-1700oC. Pengaruh senyawa
alumina dalam lempung adalah :
a) Mempertinggi sifat tahan api
b) Mengurangi keplastisan lempung
c) Mengurangi kuat tekan dan kuat lentur
20
3) Magnesium
Magnesium di alam ditemukan dalam bentuk mineral-mineralnya.
Senyawa magnesium mempunyai pengaruh pada lempung terutama mempertinggi
sifat tahan apinya karena magnesium ini mempunyai titik lebur sampai 288oC dan
ketahanan panas pada saat reduksi 1700oC dan pada saat oksidasi 2300oC.
4) Besi III Oksida
Pengaruh mineral besi III oksida ini terhadap lempung adalah :
a) Mempengaruhi kuat tekan dan kuat lentur.
b) Mengurangi perubahan warna.
c) Mengurangi sifat tahan api
2. Komposit
a. Definisi Komposit
Bahan komposit adalah kombinasi bahan yang berbeda untuk
menghasilkan bahan baru dengan kinerja yang tidak dapat dicapai oleh masing-
masing komponen. (http://id.wikipedia.org/wiki/komposit , 2009). Bahan
penguat dapat berupa serat atau partikel gelas, karbon, bahan organic, boron,
keramik ataupun logam.
b. Jenis-jenis Komposit
Berdasarkan karakteristik bahan penguat, komposit dibagi dua (Van
Vlack,1992) :
21
1) Komposit anisotropik
Pada komposit jenis ini mempunyai sifat mekanis yang berbeda bila
mempunyai arah yang berbeda. Komposit anistropik mempunyai penguat
berupa lembaran dan serat.
2) Komposit isotropik
Komposit jenis ini mempunyai kekuatan yang sama pada semua arah.
Biasanya penguat yang digunakan berupa partikulat.
Dalam penelitian ini, yang diambil sebagai bahan komposit adalah limbah
serat alami berupa serbuk kayu penggergajian dan ampas tebu dan limbah serat
alami ini termasuk komposit anisotropik.
a. Serbuk kayu penggergajian
Limbah serbuk kayu penggergajian adalah salah satu contoh limbah serat
alami yang berasal dari serat tumbuh-tumbuhan yang tidak terpakai dan terbuang
percuma. Biasanya, limbah serbuk kayu penggergajian ini dihasilkan dari hasil
sampingan industri pengolahan kayu. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
W.T.Kartono dalam Manggasa, (1996), rata-rata limbah yang dihasilkan oleh
industri pengolahan kayu adalah 49,15% dengan perincian :
1) Serbuk kayu penggergajian 8,46%
2) Serutan 24,41%
3) Potongan-potongan kayu 16,28%
22
Limbah serbuk kayu penggergajian sebesar 8,46% yang dihasilkan oleh
industri pengolahan kayu ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan
campuran batu bata. Untuk pemanfaatan ini kita harus mengetahui mengenai
sifat-sifat dan kandungan yang terdapat dalam serbuk kayu penggergajian yaitu :
Serbuk kayu penggergajian mempunyai senyawa kimia berupa selulosa 50%
dan hemiselulosa (karbonhidrat) dan lignin (non karbida) 10-35% serta
senyawa polimer minor. (Kemino, 1995).
a) Selulosa
Merupakan komponen terbesar dalam serbuk kayu yang jumlahnya hampir
setengahnya. Selulosa merupakan polimer linear dengan berat molekul
tinggi yang tersusun atas β-D-Glukosa.
b) Poliosa
Disebut juga dengan karbohidrat atau hemiselulosa. Poliosa ini
mengandung lima gula netral yaitu heksosa glukosa, manosa, galaktosa,
pentose-pentosa xilosa dan arabinosa.
c) Lignin
Merupakan komponen makromolekul. Struktur lignin sangat berbeda
dengan polisakarida karena terdiri dari senyawa aromatik yang tersusun
atas unit-unit fenilpropona.
d) Senyawa polimer minor
Terdapat dalam serbuk kayu dengan jumlah sedikit sebagai pasti atau
senyawa peknin.
23
1) Bersifat higroskopis yaitu dapat menyerap atau melepaskan kadar air
(kelembaban) sebagai akibat perubahan kelembaban dan suhu udara di
sekelilingnya.
2) Mudah terbakar terutama dalam keadaan kering.
3) Sifat daya hantar terhadap panas sangat buruk, sedangkan daya hantar
terhadap listrik tergantung pada kadar air yang terkandung didalam serbuk
kayu tersebut.
4) Memiliki modulus elastisitas yang tinggi. Dengan modulus elastisitas yang
tinggi inilah maka serbuk kayu sangat cocok digunakan sebagai bahan
campuran untuk batu bata, sebab serbuk kayu ini dapat berguna sebagai
penguat. Pemanfaatan limbah pengolahan kayu yang telah dilakukan yaitu
pembuatan bata cetak dengan bahan pengikat semen dengan komposisi 1
semen : 6 pasir : 6 limbah serbuk kayu dan diperoleh kuat tekan 26 kg/cm2
(Kemino, 1995).
Didaerah Sumatera Barat khususnya Payakumbuh 50 kota mempunyai
potensi serbuk kayu penggergajian cukup memadai, karena didaerah ini banyak
terdapat sentra industry perkayuan.
b. Ampas tebu
Tebu merupakan salah satu jenis tanaman yang hanya dapat ditanam
didaerah yang memiliki iklim tropis. Di Indonesia, perkebunan tebu menempati
luas daerah ± 232 ribu hektar yang terbesar di Medan, Lempung, Semarang, Solo,
dan Makasar.
24
Dalam bahasa Inggris tebu disebut Sugar cane, sedangkan bahasa ilmiah
tebu itu sendiri adalah Saccharum officinarium L. Klasifikasi tebu secara ilmiah
dapat dilihat di bawah ini :
Klasifikasi tebu berdasarkan ilmiah:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Saccharum
Species : Saccharum officinarum L
( sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Tebu, 2009).
Dalam buku Flora of Java disebutkan bahwa di Indonesia terdapat 7 jenis
Saccharum, suku Poaceae yakni: S. barberi Jesw, S. bengalense Retz, S. Edule
Hassk, S. robustum Brandes & Jeswiet ex Grassl, S. sinense Roxb., S. spontaneum
L. dan S. officinarum L. (Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1965).
Saccharum officinarum L. (tebu) adalah sejenis rumput tahunan yang
tingginya mencapai 6 m. Batangnya bulat berbuku-buku, daun berbentuk pita.
Berbunga malai warna putih masa berbunga pada bulan Februari sampai bulan
Juni. Perbanyakan dapat dilakukan dengan biji, stek batang dan stek pucuk. Dapat
tumbuh pada semua jenis tanah yang memiliki drainase dan aerasi baik, pada
ketinggian tempat 0-1300 m di atas permukaan laut. Tebu diduga berasal dari
pulau Irian. Kini tebu telah tersebar luas di dunia, sebagai tanaman perkebunan,
penghasil gula pasir dengan hasil sampingan seperti spiritus, bahan bumbu masak
25
(ajinomoto/miwon), eternit, dan kayu bakar. Secara tradisional juga berguna
sebagai bahan gula merah, bahan obat, rujak, pakan ternak, atap rumah, bahan
minuman, dan untuk upacara adat (Peneng dan Sumantera, 2005).
Beberapa jenis tebu dan ciri- cirinya menurut Peneng dan Sumantera
(2005) yaitu:
1) Tebu ratu/raja adalah tebu yang paling besar ukurannya, batangnya kuat
berwarna kekuningan dan banyak mengandung air. Diameter batang dapat
mencapai ± 6 cm dan tinggi mencapai ± 6 m.
2) Tebu kuning/arjuna adalah tebu yang menyerupai tebu tiying batangnya
berwarna kuning mulus, licin, airnya banyak, dan rasanya paling manis.
3) Tebu tiying adalah tebu yang kulit batangnya keras dan kaku menyerupai
tiying/bambu. Batang berwarna agak kuning, diameter batang 3-5 cm, panjang
ruas 5-11 cm dan tingginya dapat mencapai ± 5 m.
4) Tebu tawar/tabah adalah tebu yang perawakannya mirip dengan tebu tiying
dengan kulit batang berwarna kuning kehijauan. Batang mengandung banyak
air dan rasanya tawar/tabah/blangsah.
5) Tebu swat adalah tebu yang mirip dengan tebu kuning, namun pada ruas
terdapat garis-garis hijau memanjang (swat/garis) dan rasanya kurang manis.
6) Tebu selem (ireng/hitam/cemeng) adalah tebu yang kulit batangnya berwarna
coklat kehitaman. Diameter batang 2-4 cm, tinggi 4-5 m. Perawakannya besar
mirip tebu ratu. Batangnya banyak mengandung air dan rasanya kurang manis.
26
7) Tebu malem adalah tebu yang mirip dengan tebu ratu, hanya saja ruas
batangnya lebih pendek, lebih keras, kadar airnya lebih sedikit dan lebih
manis.
8) Tebu salah adalah tebu yang perawakannya mirip gelagah (Saccharum
spontaneum). Batang berwarna kuning keputihan, berdiameter 2-3,5 cm dan
panjang ruas 7-11 cm. Kadar airnya lebih banyak dan rasanya lebih manis.
Dari beberapa jenis tebu tersebut, peneliti akan menggunakan tebu kuning
sebagai sampel penelitian ini. Hal ini disebabkan karena selain rasanya yang paling
manis, juga karena tebu kuning merupakan jenis tebu yang paling banyak ditanam di
daerah Sumatera Barat terutama di Puncak Lawang.
Ampas tebu (Sugar Cane Bagasse) adalah campuran dari serat yang kuat, dengan
jaringan parenkim yang lembut, yang mempunyai tingkat higrokopis yang tinggi,
dihasilkan melalui penggilingan tebu. Pada proses penggilingan tebu, terdapat lima kali
proses penggilingan dari batang tebu sampai menjadi ampas tebu, dimana pada hasil
penggilingan pertama dan kedua dihasilkan nira mentah yang bewarna kuning
kecoklatan, kemudian pada proses penggilingan ketiga, keempat dan kelima
menghasilkan nira dengan volume yang berbeda-beda. Setelah gilingan terakhir
menghasilkan ampas tebu kering. Proses penggilingan dapat dilihat pada Gambar 5.
27
Gambar 5. Proses Penggilingan Tebu
(Wira Disurya dan Rudy Suseno.2002)
Dari Gambar 5 diatas terlihat bahwa dalam proses di pabrik gula, ampas tebu
dihasilkan sebesar 90% dari setiap tebu yang diproses, gula yang termanfaatkan hanya
5%, sisanya tetes tebu (molase) dan air. Seperti halnya biomassa pada umumnya ampas
tebu memiliki kandungan polisakarida yang dapat dikonversi menjadi produk atau
senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mendukung proses produksi sektor industri
lainnya. Salah satu polisakarida yang terdapat dalam ampas tebu adalah pentosan, dengan
persentase 20-27%. Tebu tidak hanya berisi air yang digunakan sebagai bahan pembuat
gula, tetap memiliki komposisi yang lebih kompleks, yakni serat / fiber, gula reduksi dan
beberapa bahan lainnya (Natalia Tana, 2006). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 3.
28
Tabel 3. Komposisi Tebu
No Nama Jumlah ( % ) Keterangan 1 Air 67-75 H2O 2 Sachrosa 12-19 Zat gula 3 Zat Sabut 11-16 Serat 4 Gula Reduksi 0,5-1,5 - 5 Annylin 100% - No
1,2,3,4 -
6 Getah Sda - 7 Pektin Sda - 8 Lilin Sda - 9 Zat yang mengandung
zat lemas Sda Nitrogenium
10 Zat pewarna Sda - 11 Asam organis Sda -
Sumber : Brady, George, dkk.1991. Materials Handbook thirteenth edition. Mc.
GrawHill Inc dalam Natalia Tana (2006).
Ampas tebu atau lazim disebut Sugar Cane Baggase, diperoleh sebagai sisa dari
pengolahan tebu (Sacharium Officinarium) pada industri gula pasir, yang banyak terdapat
di Indonesia. Ampas ini sebagian mengandung bahan-bahan Lignocellulosa. Panjang
seratnya antara 1,7 sampai 2 mikron (nanometer) dengan diameter sekitar 20 mikron.
Ampas tebu adalah suatu residu dari proses penggilingan tanaman tebu setelah
diambil niranya. Selama ini hampir pada seluruh pabrik gula di Indonesia, ampas tebu
digunakan sebagai bahan bakar untuk keperluan pabrik itu sendiri.
Ampas tebu mengandung air 48-52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata-rata
47,7%. Serat ampas tebu sebagian besar terdiri dari sellulosa, pentosan, dan lignin.
Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) ampas tebu
yang dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu giling. Sebanyak 60% dari ampas tebu
29
tersebut dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan baku untuk kertas,
industri jamur dan lain-lain. Oleh karena itu diperkirakan sebanyak 45% dari ampas tebu
tersebut belum dimanfaatkan.
Dilihat dari struktur pembentuk serat ampas tebu yang komposisinya terdiri dari
Cellulose, Hemicellulosa, Pentosans, dan lignin dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Struktur ampas tebu
No Komponen Berat Kering (%) 1 Cellulose 26% - 43% 2 Hemicellulosa 17% - 23 % 3 Pentosans 20% - 33% 4 Lignin 13% - 22%
Menurut Husin (2007) berdasarkan artikel oleh Syaiful Anwar(2008), hasil
analisis serat ampas tebu adalah seperti terihat dalam Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi kimia ampas tebu
Dari Tabel 5 komposisi tersebut di atas, serat ampas tebu memiliki kandungan
cellulose paling banyak dan cellulose adalah kandungan yang mengandung gula.
Sementara itu berdasarkan hasil penelitian beberapa orang ahli diperoleh beberapa jenis
30
komposisi unsur kimia dari ampas tebu, namun yang dipakai secara umum sebagai
standar adalah pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi Unsur Kimia Dari Ampas Tebu
Unsur Kandungan
Karbon (C) 47%
Hidrogen (H) 6,5%
Oksigen (O) 44%
Ash (Abu) 2,5%
Jumlah 100
Sumber : Hardi Santoso, dkk.2003. Pemakaian tanah ekspansif menggunakan
Quicklime dan Abu Ampas Tebu.
C. Pengaruh Temperatur Annealing Terhadap Sifat Fisis Batu Bata Limbah Serat
Alami.
Temperatur annealing adalah temperatur pada proses pengeringan menggunakan
alat. Alat ini berupa tungku kayu, tungku gas dan tungku listrik yang disebut juga dengan
Electric Furnace. Temperatur annealing berguna untuk pengeringan batu bata sehingga
diperoleh batu bata yang baik dan sempurna.
Temperatur annealing mempengaruhi sifat – sifat fisika batu bata seperti kuat
tekan dan porositas. Pada proses annealing atau dilakukannya variasi temperatur
annealing, partikel – partikel lempung akan beraglomerasi menjadi bahan padat kemudian
permukaan butir yang berdekatan akan menyatu. Dalam keadaan ini terjadi penyusutan
31
te
m
se
pa
di
Ga
W
m
pe
te
pa
ak
yang d
emperatur an
menyatu. (Va
Prinsi
eperti Gamb
artikel sebel
imana hanya
ambar 6. Pro
Telah
Waktu Pema
membahas da
emanasan (a
Sedan
emperatur an
artikel lemp
kan mempen
diiringi deng
nnealing yan
an Flack, 199
p prinsip yan
bar 6. Pada G
lum annealin
a terdapat sa
oses Anneali
ada peneli
anasan terha
ampak lama
annealing) te
ngkan pada
nnealing. Da
pung, ampas
ngaruhi sifat
gan pengura
ng tinggi, dim
92).
ng mendasar
Gambar 6a t
ng. Gambar 6
atu batas buti
ing atau vari
itian sebelum
adap ciri –
pemanasan
erhadap kuat
pembuatan
alam variasi
s tebu, dan
t – sifat fisis
angan porosi
mana atom –
ri proses ann
tampak bahw
6b merupaka
ir, dengan ka
iasi Tempera
mnya oleh
ciri Batu
n (annealing)
t tekan batu b
n batu bata
i temperatur
serbuk kayu
dari batu ba
32
itas. Reaksi
– atom dapat
nealing atau
wa ada dua
an gambaran
ata lain hany
atur Annealin
Anshar me
Bata, tetapi
), suhu pema
bata.
limbah ser
r annealing
u penggerga
ata limbah se
2
ini lebih mu
t dengan mu
variasi temp
permukaan
n setelah dila
ya ada satu p
ng. (Van Fla
engenai “Per
i pada pene
anasan (ann
rat alami d
terdapat pe
ajian. Peruba
erat alami.
udah terjadi
dah bergerak
peratur anne
yang memb
akukan anne
permukaan sa
ack, 1992).
rilaku Suhu
elitian ini h
nealing), dan
dilakukan va
rubahan sus
ahan inilah
pada
k dan
ealing
batasi
ealing
aja.
u dan
hanya
n cara
ariasi
sunan
yang
Pada pembuatan batu bata limbah serat alami dilakukan variasi temperatur dari
750oC, 800oC, 850oC, sampai dengan 900oC dengan perbandingan komposisi 90 : 5 : 5.
Kemudian sampel didiamkan didalam electric furnace pada masing-masing suhu dengan
waktu pembakaran selama 6 jam.
Dalam variasi temperatur annealing terdapat perubahan susunan partikel lempung,
serbuk kayu penggergajian, dan ampas tebu. Perubahan inilah yang akan mempengaruhi
sifat-sifat fisis dari batu bata limbah serat alami sehingga diketahui nantinya pada suhu
berapakah yang akan menghasilkan kuat tekan dan porositas yang baik.
Sifat fisis adalah sifat yang dapat diukur dan diteliti tanpa mengubah komposisi
atau susunan dari zat tersebut. Sifat fisis dapat digambarkan seperti bentuk batu bata
lebih seragam, porositas batu bata menurun, massa jenis batu bata lebih berat, kekuatan
batu bata meningkat.
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan adalah Penelitian Eksperimen Laboratorium. Dalam
eksperimen dilakukan pembuatan batu bata, karakterisasi, pengambilan data kemudian
analisis data, penarikan kesimpulan dan laporan hasil penelitian.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di beberapa laboratorium yaitu : Laboratorium Fisika
Material UNP Padang, Laboratorium Penelitian Kimia UNP Padang, Laboratorium
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri dan Perdagangan Padang. Penelitian ini
dilakukan mulai tanggal 01 Agustus – 20 Januari 2010.
C. Variabel Penelitian
Variabel-variabel penelitian terdiri dari variabel bebas, variabel kontrol, dan
variabel terikat. Variabel bebas yaitu variasi suhu dan lama waktu pembakaran selama 6
jam. Variabel kontrol berupa bahan penyusun batu bata yaitu lempung (tanah liat) ukuran
butir 0,18 mm, limbah serat alami berupa serbuk kayu penggergajian dan ampas tebu
dengan ukuran butir 0,18 mm, perbandingan komposisi 90 : 5 : 5 dan ukuran / cetakan
pembuatan batu bata yang berbentuk kubus berukuran 5x5x5cm dan berbentuk silinder
dengan diameter 4 cm, tinggi 5 cm . Variabel terikat berupa sifat fisis batu bata yaitu kuat
tekan dan porositas.
34
D. Prosedur Penelitian
1. Persiapan Penelitian
a. Bahan Penelitian
Adapun bahan penelitian ini sebagai berikut :
1) Lempung
2) Serbuk kayu penggergajian
3) Limbah ampas tebu
4) Air
b. Alat penelitian
Adapun alat penelitian ini sebagai berikut :
1) Oven pengering
2) Alat penghalus dan Ayakan ukuran 0,18 mm
3) Timbangan dan Gelas ukur
4) Cetakan batu bata
5) Elektrik Furnace dan perangkatnya
6) Hydraulic Compressive Strength Machine dan perangkatnya
7) Sonic Viewer dan perangkatnya
c. Penyiapan Sampel Batu Bata Limbah Serat Alami
Bahan pembuatan batu bata limbah serat alami berasal dari lempung yang
diambil dari daerah Payakumbuh 50 kota, tepatnya di Situjuh Banda Dalam.
Bahan campuran berupa limbah serbuk kayu penggergajian dan ampas tebu.
35
2. Pelaksanaan Pembuatan Sampel bodi Batu Bata Limbah Serat Alami
Langkah-langkah pembuatan sampel batu bata dengan campuran serat alami dapat
dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Bagan Pembuatan Sampel Bodi Batu Bata.
36
Mengeringkan lempung pada temperatur kamar (25oC).
Menghaluskan dan mengayak lempung, ampas tebu, serbuk kayu penggergajian dengan ukuran butir 0,18 mm.
Mencampur bahan‐bahan dengan perbandingan komposisi 90% lempung, 5% serbuk kayu penggergajian, 5% ampas
tebu dan 100% lempung tanpa campuran limbah serat alami
Mencampur bahan – bahan dengan air lebih kurang 125 mL dan diaduk hingga homogen.
Membiarkan kering sampai siap dibentuk (plastis).
Mencetak batu bata berbentuk kubus berukuran 5x5x5 cm dan berbentuk silinder dengan diameter 4 cm , tinggi 5 cm.
Mengeringkan batu bata selama 2 minggu dengan cara diangin ‐ anginkan
Proses pengeringan pada masing‐masing sampel dengan menggunakan Electric Furnace pada suhu 750oC,800oC,850oC,900oC selama 6 jam.
Untuk sampel batu bata tanpa campuran serat alami dilakukan dengan cara yang
sama. Perbedaannya hanya tidak dicampur dengan serbuk kayu dan ampas tebu.
Pelaksanaan pembuatan sampel batu bata limbah serat alami berupa lempung,
serbuk kayu penggergajian, dan ampas tebu yang telah dioven atau dijemur sinar
matahari, dihaluskan, diayak dengan ukuran butir 0,18 mm dicampurkan ketiganya
dengan perbandingan komposisi 90% lempung, 5% serbuk kayu, 5% ampas tebu dan
100% lempung tanpa campuran limbah serat alami. Campuran ini diberi air 125 ml
sehingga lempung dan campuran limbah serat alami menjadi plastis dan dapat dicetak.
Pencetakan menggunakan cetakan kayu berbentuk kubus berukuran 5x5x5 cm
untuk menentukan nilai kuat tekan dan cetakan dari paralon berbentuk silinder dengan
diameter 4 cm, tinggi 5 cm untuk menentukan nilai porositas.
Jenis sampel yang dibuat ada 2 macam yaitu batu bata tanpa campuran dan batu
bata dengan campuran serat alami berupa serbuk kayu dan ampas tebu. Jumlah sampel
yang dibuat masing-masing adalah 20 buah dengan campuran serat alami, 4 buah tanpa
campuran serat alami untuk pengujian nilai kuat tekan dan 4 buah dengan campuran serat
alami, 4 buah tanpa campuran serat alami untuk pengujian nilai porositas. Bentuk sampel
yang telah selesai dibuat dapat dilihat pada Gambar 8.
37
Gambar 8. Sampel Batu Bata Limbah Serat Alami yang telah jadi.
- Cetakan berbentuk kubus berukuran 5x5x5 cm dan - Cetakan berbentuk silinder berukuran diameter 4 cm, tinggi 5 cm.
Proses pengeringan batu bata terdiri dari 2 tahap. Pertama diangin-anginkan
selama 2 minggu (14 hari) didalam ruangan sehingga tidak dikenai oleh cahaya matahari.
Tujuannya adalah agar batu bata tidak retak – retak. Setelah itu yang kedua baru
dikeringkan dalam Electric Furnace (oven) dengan suhu 750oC, 800oC, 850oC, 900oC
masing – masing selama 6 jam. Sampel yang akan dikeringkan disusun secara teratur,
jarak antara sampel tidak boleh terlalu rapat atau terlalu jarang. Karena hal ini akan
menyebabkan aliran panas tidak merata. Setelah 6 jam Furnace dibiarkan dingin secara
bertahap sampai suhu kamar. Setelah dingin baru sampel dikeluarkan dari Electric
Furnace. Alat Electric Furnace dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Electric Furnace.
38
P
a.
b
c.
d
e.
f.
m
p
ada Gambar
. Menghidu
. Masukan
tidak bole
. Tutup pin
temperatu
. Setelah s
temperatu
. Melakuka
900oC.
Setelah s
pemanasa
3. Pengu
Samp
menggunakan
ada Gambar
r 9, pengoper
upkan mesin
sampel yan
eh jarang.
ntu furnace
ur 750oC sela
selama 6 jam
ur 0oC kemu
an pemanas
selesai mat
an selama 6 j
ujian Kuat T
el yang te
n alat yang d
r 10.
Gambar 10.
rasian electr
n dan buka p
ng disusun s
dan naikka
ama 6 jam.
m turunkan
dian keluark
san berulang
tikan furnac
jam.
ekan
elah dibuat
disebut Hydr
Alat Hydrau
ric furnace y
intu furnace
ecara teratu
an temperatu
n temperatur
kan sampel.
g kali pada
ce. Biasany
selanjutny
raulic Comp
ulic Compre
39
yaitu
e
r dan jarak
ur secara pe
r secara per
a temperatu
ya dua kali
ya diuji ku
pressive Stre
essive Streng
antara tidak
erlahan – lah
rlahan – lah
ur annealing
i sehari da
ualitasnya.
ength Machin
gth Machine
k boleh rapa
han hingga
han hingga
g 800oC, 85
alam melak
Uji kuat t
ne seperti te
e
at dan
pada
pada
50oC,
kukan
tekan
rlihat
G
se
Pengu
a. M
b. M
c. M
op
d. M
pe
e. M
ko
f. Un
4. Pengu
Uji si
Gambar 11 d
ebagai berik
ujian dilakuk
Mengukur lua
Meletakkan bo
Menghidupka
ptimum yang
Menghentikan
enutup tekan
Melakukan p
omposisi.
ntuk menent
ujian Porosit
ifat fisis be
dan bagan S
kut :
kan dengan l
as permukaan
odi batu bata
n mesin sam
g ditunjukka
n kekuatan
nan sehingga
pengujian se
tukan kuat te
tas
erupa porosi
onic Viewer
Gambar 11
langkah-lang
n sampel bod
a pada mesin
mpai benda
an oleh jarum
tekan setela
a piston tekan
ebanyak 5
ekan bodi ba
itas menggu
r terlihat pa
. Alat Sonic
40
gkah sebagai
di batu bata
n tekan.
uji retak da
m pada mesin
ah bodi bat
n naik.
buah samp
atu bata men
unakan alat
da Gambar
Viewer
i berikut :
yang akan d
an mencatat
n tekan terse
tu bata retak
pel untuk
nggunakan P
Sonic View
12 dengan
diuji.
t besarnya b
ebut.
k dan mem
tiap-tiap va
ersamaan (1
wer terlihat
prinsip kerj
beban
mbuka
ariasi
).
pada
janya
d
si
si
tr
m
g
d
Dari G
a. Pe
b. Pe
c. De
d. Os
Sinya
elay dan trig
inyal diterus
inyal listrik
ransmitter d
merambat se
elombang li
ihubungkan
G
Gambar 12, b
enguat horizo
enguat vertik
elay & Trigg
silator Krista
l listrik oleh
gger serta ke
skan untuk m
yang melew
dan diubah
ebagai gelo
istrik setelah
dengan pen
Gambar 12 B
bagian – bag
ontal e
kel f
ger g
al
h osilator K
erangkaian p
melakukan p
wati pembang
oleh transd
ombang elas
h melewati
guat vertike
Bagan Sonic
gian bagan S
e. Pembagi
f. Pembangk
g. Transduse
Kristal, dibag
pembangkit
enyapuan jej
gkit pulsa di
ducer pizoe
stik dalam
transducer
l pada osilos
4
c Viewer.
Sonic Viewe
kit pulsa
er
gi oleh rang
pulsa. Dari
jak horizont
ihasilkan pu
elektrik men
sampel ba
receiver. Si
skop.
1
r :
gkaian devid
rangkaian d
tal pada laya
lsa listrik ya
njadi sinyal
atuan dan d
inyal dari s
der ke rangk
delay dan tri
ar osiloskop.
ang dikirim l
l mekanik
diterima seb
ampel kemu
kaian
igger,
Dari
lewat
yang
bagai
udian
Pengujian dilakukan dengan langkah – langkah berikut ini :
a. Memberi gomok ujung – ujung batu bata yang akan diukur.
b. Mengkalibrasi alat – alat Sonic Viewer yang dihubungkan dengan osiloskop.
c. Meletakkan Transmitter dan Receiver pada ujung – ujung batu bata yang telah diberi
gomok.
d. Membaca penjalaran gelombang pada osiloskop berupa gelombang tunda atau delay
time.
e. Melakukan pengujian berulang 5 kali untuk sampel tiap variasi suhu.
f. Untuk menentukan berapa besar porositas batu bata limbah serat alami dan tanpa
campuran limbah serat alami ini menggunakan Persamaan (2) dimana dari penelitian
ini didapat data langsung berupa panjang sampel, Delay Time yang didapat dari
pembacaan osiloskop, kecepatan gelombang p pada sampel padatan dan kecepatan
gelombang p diudara.
Pada penelitian ini, cara mencatat data pada pengujian porositas : Transmitter dan
Receiver diletakkan pada bagian atas dan bagian alas sampel batu bata yang berbentuk
silinder antara sampel batu bata dengan Transmitter dan Receiver diberi gomok yang
bertujuan untuk mencegah adanya rongga udara dan untuk melewatkan gelombang p dari
Transmitter menuju sampel yang kemudian diterima oleh Receiver. Pembacaan nilai
Delay Time dilakukan pada osiloskop dengan terlebih dahulu mengatur tombol volt/div
dan time/div. Pengukuran Delay Time dilakukan secara berulang sebanyak 5 kali.
42
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara yaitu
pengumpulan data langsung dan pengumpulan data tak langsung. Pengumpulan data
langsung berupa luas bidang permukaan tekan, Delay time, panjang sampel, kecepatan
gelombang p di udara, dan kecepatan gelombang p pada sampel padatan, sedangkan
pengumpulan data tidak langsung berupa nilai kuat tekan dan porositas yang diperoleh
dari perhitungan menggunakan persamaan (1) untuk uji kuat tekan dan persamaan (2)
untuk porositas.
F. Teknik Analisa Data
Data-data yang telah terkumpul ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.
Pengolahan data dilakukan dengan memakai persamaan yang telah ditentukan
berdasarkan kajian pustaka, kemudian di analisis dan diberi interpretasi dalam
pembahasan.
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Data sebagai hasil eksperimen mempunyai peranan yang sangat penting. Dari data
tersebut dapat diketahui apakah sampel yang diuji sudah memenuhi Standar Industri
Indonesia atau belum memenuhi. Deskripsi data pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Deskripsi data luas bidang tekan rata-rata, gaya tekan rata-rata, jumlah sampel
tiap-tiap variasi temperatur batu bata limbah serat alami dan batu bata tanpa
campuran limbah serat alami terlihat pada Tabel 7. Untuk data secara umum
terlihat pada Lampiran 1. Data pada Tabel 7 ini diperlukan untuk menentukan
kuat tekan rata-rata dari batu bata limbah serat alami dengan variasi temperatur
dan batu bata tanpa campuran limbah serat alami.
44
Tabel 7. Data luas bidang tekan rata-rata, gaya tekan rata-rata, jumlah sampel tiap
variasi temperatur batu bata limbah serat alami dan batu bata tanpa
campuran limbah serat alami.
No
Temperatur
Jumlah
Sampel
Luas Bidang
Tekan
Rata – rata
Gaya Tekan Rata – rata
oC buah cm2 KN Kg
A. Batu Bata Limbah Serat Alami
1 750 5 28, 34 16,8 ± 10,2 1713, 113 ± 10,2
2 800 5 29, 34 18,7 ± 10,2 1894, 658 ± 10,2
3 850 5 28,68 21 ± 10,2 2141, 1884 ± 10,2
4 900 5 28,24 24,9 ± 10,2 2518, 684 ± 10,2
B. Batu Bata Tanpa Campuran Limbah Serat Alami
1 750 1 28,5 39, 0 ± 10, 2 3976, 87 ± 10, 2
2 800 1 31,6 41, 0 ± 10, 2 4165, 77 ± 10, 2
3 850 1 29,1 43, 0 ± 10, 2 4333, 77 ± 10, 2
4 900 1 31,6 39, 0 ± 10, 2 3976, 87 ± 10, 2
2. Deskripsi data Delay Time rata – rata, kecepatan gelombang p dalam sampel,
jumlah sampel dengan variasi temperatur batu bata limbah serat alami dibuat
dalam bentuk Tabel, seperti pada Tabel 8. Data ini berasal dari Lampiran 2. Data
dari Tabel 8 diperlukan dalam menentukan porositas rata – rata batu bata limbah
serat alami dan batu bata tanpacampuran limbah serat alami.
45
Tabel 8. Data jumlah sampel, panjang sampel, delay time dan kecepatan gelombang p
terhadap temperatur annealing
No
Temperatur
Jumlah
Sampel
Panjang
Sampel
Delay
Time
Vp
oC buah cm2 s m/s
A. Batu Bata Limbah Serat Alami
1 750 5 9,2 x 10-2 5,7 x 10-3 16,144
2 800 5 9,2 x 10-2 5,7 x 10-3 16,142
3 850 5 9,2 x 10-2 5,72 x 10-3 16,096
4 900 5 9,2 x 10-2 5,36 x 10-3 17,178
B. Batu Bata Tanpa Campuran Limbah Serat Alami
1 750 1 9,2 x 10-2 6, 1 x 10-3 16,14
2 800 1 9,2 x 10-2 6, 2 x 10-3 15,86
3 850 1 9,2 x 10-2 5, 8 x 10-3 16,14
4 900 1 9,2 x 10-2 5, 7 x 10-3 16,43
B. Analisis Data
1. Kuat Tekan
Dari data yang diperoleh pada Tabel 7 dapat ditentukan nilai kuat tekannya
menggunakan Persamaan (1) seperti yang terdapat pada Lampiran 3, sehingga
didapat nilai kuat tekan rata – rata tiap variasi temperatur batu bata limbah serat
alami dan batu bata tanpa campuran limbah serat alami seperti terlihat pada Tabel
9.
46
Tabel 9. Nilai kuat tekan rata-rata batu bata limbah serat alami dengan variasi
temperatur dan batu bata tanpa campuran limbah serat alami
Sampel
Jumlah Sampel (buah)
Temperatur (oC)
Kuat Tekan Rata – rata (kg/cm2)
A. Batu Bata Limbah Serat Alami
I 5 750 60, 0814
II 5 800 64, 6532
III 5 850 74, 679 IV 5 900 93, 0284
B. Batu Bata Tanpa Campuran Limbah Serat Alami I 1 750 125, 850
II 1 800 131, 828
III 1 850 139, 539
IV 1 900 148, 927
Dari Tabel 9 A ini dapat dibuat grafik hubungan antara kuat tekan rata-rata batu
bata limbah serat alami dengan variasi temperatur dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Grafik Hubungan Kuat Tekan Rata-rata Batu Bata
Limbah Serat Alami Dengan temperatur annealing
47
0
20
40
60
80
100
750 800 850 900 1000
Kua
t Tek
an R
ata-
rata
(K
g/cm
2 )
Temperatur (oC)
Dari Gambar 13 terlihat bahwa temperatur sebanding dengan nilai kuat tekan
dimana semakin tinggi temperatur, maka kuat tekan semakin tinggi pula. Terlihat pada
Gambar 13 bahwa kuat tekan tertinggi terdapat temperatur 900oC yaitu 93, 0284 kg/cm2.
Sedangkan dari Tabel 9 B ini dapat dibuat grafik hubungan antara kuat tekan batu
bata tanpa campuran limbah serat alami dengan variasi temperatur dapat dilihat pada
Gambar 14.
Gambar 14. Grafik Hubungan Kuat Tekan Batu Bata Tanpa Campuran
Limbah Serat Alami Dengan Temperatur Annealing.
Dari Gambar 14 terlihat bahwa temperatur sebanding dengan nilai kuat tekan
dimana semakin tinggi temperatur, maka kuat tekan semakin tinggi pula. Terlihat pada
Gambar 14 bahwa kuat tekan tertinggi terdapat temperatur 900oC yaitu 148, 927 kg/cm2.
48
110115120125130135140145150155
750 800 850 900 1000
Kua
t Tek
an (
Kg/
cm2 )
Temperatur (oC)
2. Porositas
Dari data yang telah diperoleh pada Tabel 8 dapat ditentukan porositas
menggunakan Persamaan (2) seperti terlihat pada Lampiran 4, sehingga didapat nilai
porositas rata – rata tiap variasi temperatur batu bata limbah serat alami dan batu bata
tanpa campuran limbah serat alami seperti terlihat pada Tabel 11.
Tabel 10. Nilai porositas rata-rata batu bata limbah serat alami dengan variasi
temperatur dan batu bata tanpa campuran limbah serat alami
Sampel
Jumlah
Sampel
(buah)
Temperatur
(oC)
Porositas
Rata – rata
(%)
A. Batu Bata Limbah Serat Alami
I 5 750 2, 236
II 5 800 2, 238
III 5 850 2, 248
IV 5 900 2, 102
B. Batu Bata Tanpa Campuran Limbah Serat Alami
I 1 750 2, 24
II 1 800 2, 28
III 1 850 2, 24
IV 1 900 2, 19
Dari Tabel 10 A ini dapat dibuat grafik hubungan antara porositas rata-rata batu
bata limbah serat alami dengan variasi temperatur dapat dilihat pada Gambar 15.
49
Gambar 15. Grafik Hubungan Porositas Batu Bata Campuran
Limbah Serat Alami Dengan Temperatur Annealing
Dari Gambar 15 terlihat bahwa temperatur sebanding dengan nilai porositas
dimana semakin tinggi temperatur, maka porositas semakin rendah pula. Terlihat pada
Gambar 15 bahwa nilai porositas terendah terdapat pada temperatur 900oC yaitu 2, 102%.
Dari Tabel 10 B ini dapat dibuat grafik hubungan antara porositas batu bata tanpa
campuran limbah serat alami dengan variasi temperatur dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Grafik Hubungan Porositas Batu Bata Tanpa Campuran
Limbah Serat Alami Dengan Temperatur Annealing
50
22.052.1
2.152.2
2.252.3
750 800 850 900 1000
Poro
sita
s R
ata
-rat
a
(%
)
Temperatur (oC)
2.142.162.182.2
2.222.242.262.282.3
750 800 850 900 1000
Poro
sita
s (%
)
Temperatur (oC)
Dari Gambar 16 terlihat bahwa semakin tinggi temperatur, maka porositas
semakin rendah. Terlihat pada Gambar 16 bahwa nilai porositas terendah terdapat pada
temperatur 900oC yaitu 2, 19%.
C. Pembahasan
Sesuai dengan pertanyaan dan tujuan penelitian mengenai pengaruh temperatur
annealing terhadap sifat fisis batu bata limbah serat alami ini, maka dilakukan analisa dari
semua data yang diperoleh, yaitu mengenai kuat tekan dan porositas.
Proses fisis yng terjadi pada batu bata saat dipanaskan sebelumnya melalui proses
pencetakan kemudian melalui proses pengeringan batu bata yang terdiri dari 2 tahap.
Pertama diangin-anginkan selama 2 minggu (14 hari) didalam ruangan sehingga tidak
dikenai oleh cahaya matahari. Tujuannya adalah agar batu bata tidak retak – retak.
Setelah itu yang kedua baru dikeringkan dalam Electric Furnace (oven) dengan
temperatur annealing 750oC, 800oC, 850oC, 900oC masing – masing selama 6 jam.
Sampel yang akan dikeringkan disusun secara teratur, jarak antara sampel tidak boleh
terlalu rapat atau terlalu jarang. Karena hal ini akan menyebabkan aliran panas tidak
merata. Setelah 6 jam Furnace dibiarkan dingin secara bertahap sampai suhu keadaan
semula. Setelah dingin baru sampel dikeluarkan dari Electric Furnace.
Dari hasil pengujian kuat tekan yang didapatkan, terlihat bahwa batu bata limbah
serat alami dengan temperatur annealing sudah memenuhi syarat dari Standar Nasional
Indonesia No. 21/SII/78.
51
Dari hasil pengujian kuat tekan didapatkan nilai rata-rata kuat tekan pada batu
bata limbah serat alami untuk temperatur 750oC, 800oC, 850oC, 900oC adalah 60, 0814
kg/cm2, 64, 6532 kg/cm2, 74, 679 kg/cm2, 93, 0284 kg/cm2. Sedangkan untuk nilai kuat
tekan batu bata tanpa campuran limbah serat alami pada temperatur 750oC, 800oC,
850oC, 900oC adalah 125, 850 kg/cm2, 131, 828 kg/cm2, 139, 539 kg/cm2, 148, 927
kg/cm2. Ini terlihat bahwa nilai kuat tekan maksimum berada pada temperatur 900oC.
Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa semakin tinggi temperatur, maka nilai kuat
tekan batu bata limbah serat alami ini semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena pada
proses pembakaran pada temperatur 900oC pembentukan batu bata limbah serat alami ini
berlangsung lebih sempurna dibandingkan dengan variasi temperatur 750oC, 800oC, dan
850oC. Partikel-partikel lempung beraglomerasi sempurna menjadi bahan padat pada
temperatur 900oC. Dengan temperatur yang tinggi, maka proses aglomerasi menjadi
bahan padat dan membuat permukaan butir menjadi lebih berdekatan dan menyatu. (Van
Flack, 1992).
Pada pembuatan batu bata limbah serat alami, nilai kuat tekan tertinggi yang
didapat sebesar 93,0284 kg/cm2 pada suhu 900oC. Dibandingkan dengan SNI 15-2094-
1991, nilai kuat tekan tertinggi yang didapat ini berada pada kelas antara 50 – 100 dengan
koefisien variasi yang diijinkan dari rata-rata kuat tekan batu bata yang diuji berada pada
22. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Artha (2007) dengan komposisi 9 : 1
menghasilkan kuat tekan maksimum sebesar 89,5 kg/cm2 pada temperatur 850oC.
52
Tetapi berdasarkan penelitian mengenai batu bata tanpa campuran limbah serat
alami dengan ukuran butir 0,18 mm diberi perlakuan yang sama dengan batu bata limbah
serat alami, maka batu bata tanpa campuran limbah serat alami dengan temperatur 900oC
ini lebih tinggi nilai kuat tekan rata-rata yaitu sebesar 148, 927 kg/cm2 dibanding dengan
nilai kuat tekan batu bata limbah serat alami dengan temperatur 900oC yaitu 93, 0284
kg/cm2. Hal ini disebabkan karena batu bata tanpa campuran limbah serat alami dengan
100% lempung yang apabila dibakar dengan suhu yang tinggi semakin kuat sehingga
kehilangan sifat keplastisannya.
Menurut teori semakin besar nilai kuat tekan maka semakin kecil nilai
porositasnya. Hasil pengujian porositas batu bata limbah serat alami yang didapat dengan
komposisi 90 : 5 : 5, terlihat bahwa untuk temperatur 750oC, 800oC, 850oC, 900oC
diperoleh nilai porositas masing-masing 2,236%, 2,238%, 2,248%, 2,102%. Untuk hasil
pengujian porositas batu bata tanpa campuran limbah serat alami didapat pada temperatur
750oC, 800oC, 850oC, 900oC diperoleh nilai porositas masing-masing 2,24%, 2,28%,
2,24%, 2,19%. Ini terlihat bahwa nilai porositas minimum berada pada temperatur 900oC
menghasilkan porositas yang lebih baik dibandingkan porositas berada pada temperatur
750oC, 800oC, dan 850oC baik pada batu bata limbah serat alami maupun tanpa campuran
limbah serat alami.
Sedangkan berdasarkan data dari hasil penelitian Artha (2007) dengan komposisi
9 : 1 menghasilkan porositas 2,10% pada temperatur 850oC. Nilai porositas ini didapat
demikian karena dengan suhu yang tinggi, maka proses aglomerasi menjadi bahan padat
53
dan membuat permukaan butir menjadi lebih berdekatan dan menyatu. Pernyataan inilah
yang membuat semakin berkurangnya pori-pori atau porositas. (Van Flack, 1992).
Sesuai pertanyaan penelitian dapat disimpulkan bahwa pada batu bata limbah
serat alami dengan pembakaran selama 6 jam menghasilkan nilai kuat tekan tertinggi
sebesar 93,0284 kg/cm2 pada temperatur 900oC. Sedangkan nilai porositas terendah
didapat sebesar 2,102% pada temperatur 900oC.
Dari keadaan diatas dapat juga terlihat hubungan antara temperatur annealing
dengan kuat tekan dan hubungan antara temperatur annealing dengan porositas. Dimana
dengan temperatur yang tinggi didapatkan porositas yang rendah dan dengan porositas
yang rendah inilah dihasilkan kuat tekan yang tinggi.
54
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mengacu pada pencapaian tujuan penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Berdasarkan hasil penelitian, nilai kuat tekan maksimal batu bata limbah serat
alami dan dengan tambahan serat diperoleh pada temperatur 900oC yaitu sebesar
93,0284 kg/cm2 memenuhi SNI 15-2094-1991 (DSN, 1991).
2. Berdasarkan hasil penelitian, nilai porositas minimum batu bata limbah serat
alami diperoleh pada temperatur 900oC yaitu sebesar 2,102%.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan, maka dikemukakan saran sebagai berikut :
1. Dalam pencetakan sampel usahakan sampel benar-benar rata permukaannya,
sehingga tepat dalam penentuan karakterisasi.
2. Dalam pengeringan sampel batu bata limbah serat alami menggunakan Electric
Furnace usahakan benar-benar kering airnya, sehingga didapat hasil yang lebih
maksimal.
55
DAFTAR PUSTAKA
Akmam, 2000. Optimasi Peralatan Sonic Viewer dan Resistivitas Meter untuk Penelitian,
Jurusan Fisika, UNP.
Anshar. M, Anwar. M dan M. Idris,2001, Perilaku Suhu dan Waktu Pembakaran terhadap
Ciri Batu Bata Merah, http : // www.dikti.org / p3m/3.html. Diakses tanggal 12
Maret 2006.
Anwar, Syaiful. (2008). Ampas Tebu. (http://bioindustri.blogspot.com). Diakses tanggal
25 januari 2010.
Arma, Anita. 2004. Komposisi Material Penyusun dan Karakteristik Sifat Batu Bata
Merah. Tugas Akhir. UNP, Padang.
Artha Nesa Chandra. 2003. Pengaruh Temperatur Annealing terhadap Sifat Fisis Batu
Bata Limbah Serat Alami. Tugas Akhir. UNP, Padang.
Bowles, J.E (1991). Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. edisi. rev. ed. Jakarta :
Erlangga.
Das, B.M. (1985). Principles of Geoteknik Engineering. Boston : PWS Publisher.
Dewan Standardisasi Nasional, 1991, SNI 15-2094-1991 ; Mutu dan Cara Uji Bata Merah
Pejal, Jakarta.
Disurya, W. Suseno, R. (2002). Pengunaan Abu Ampas tebu untuk pembuatan beton
dengan analisis faktorial desain. Universitas Kristen Petra: Surabaya.
56
Hardiyatmo. (1991). Mekanika Tanah I. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum.
Hardi Santoso. Perbaikan Tanah Ekspansif Dengan Menggunakan Quicklime dan Abu
Ampas Tebu. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, Surabaya. http : // deway petra.ac.id / Spektra / module / catalog /
docs / digital thesis / directory subdir. Php ? kode= 625 &&&&& npage= 5.
diakses tanggal 12 Februari 2007.
Harsono, Heru, 2002. Pembuatan Silikon Amorf dari limbah sekam padi, Jurnal ILMU
DASAR, Vol. 3, No. 2, 2002 hal 98-103.
Kemino, 1995, Penelitian Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu sebagai Bahan
Baku Pembuatan Bata Cetak, Jurnal Penelitian Pemukiman, Vol. 11-7/1995
http : // www.kimpraswil.go.id diakses tanggal 12 Maret 2006.
Marlina. 2000. Analisis Sifat Fisis Bata Merah Komposit dari Limbah Ampas Tebu
(Baggase).
Manggasa. A, 1996, Pengembangan Teknologi Pengolahan Serbuk Gergaji sebagai
Bahan Pengisi Pada Pembuatan Bata Cetak, laporan Proyek, Balai Industri
Ujung Pandang.
Munandar. M, 2001, Ketentuan Dinding Tembok Wilayah Gempa, Buletin Pengawasan
No. 30 & 31 Th 2001.
SII/DP/BPPI/BBK/73/78 Mutu Dan Cara Uji Lempung. Bandung.
SII No. 0021-78 Mutu Dan Cara Uji Batu Bata Merah Pejal. Padang.
57
Pathan, N, 2005, Rice Husk Ash Enhances Concrete, Gulf Construction Online. Com,
Volume XX VI No. 3, http : // www.Ricehuskash.com / Gulf % 20
Construction % 20 Worldwide % 20 March, 2005 % 20 Edition. Pdf, diakses
tanggal 12 Maret 2006.
Peneng, I.N. Sumantera, I.W. (2005). Pemanfaatan Tebu dalam Upacara Adat di
Kabupaten Tabanan, Bali. (http://www.unsjournals.com/D/D0602.pdf).
Diakses tanggal 25 januari 2010.
Reynold , Jhon. M, 1997. An Introduction to Aplied and environmental Geopysic, Jhon
Willey & Sons, Chicester.
Suryaningsih, 2005, Karakterisasi Fisis Lempung yang terdapat didaerah Payakumbuh
dan Padang Sibusuk untuk Body Keramik, Skripsi. Universitas Negeri
Padang.
Sutopo.1987. Ilmu Bangunan. Bumi Aksara. Jakarta.
Van. Flack Lawrence. 1992. Ilmu dan Teknologi Bahan. Erlangga. Jakarta.
Yuliati.2005. Pengaruh Optimasi Temperatur dan Lama Waktu Penahanan Pembakaran
Limbah Ampas Tebu (Sugar Cane Baggase) Terhadap Kadar Silika (SiO2).
58
LAMPIRAN I.
Tabel 11. Nilai gaya tekan, luas permukaan bidang tekan pada temperatur annealing
750oC batu bata limbah serat alami.
No
Temperatur
Annealing
(oC)
Luas Permukaan
Bidang Tekan
(cm2)
Gaya Tekan
KN Kg
1 750 29, 2 17, 8 ± 10, 2 1784, 493 ± 10, 2
2 750 28, 7 18, 4 ± 10, 2 1835, 478 ± 10, 2
3 750 28, 3 16, 3 ± 10, 2 1631, 536 ± 10, 2
4 750 27, 5 17, 8 ± 10, 2 1784, 493 ± 10, 2
5 750 28, 0 15, 3 ± 10, 2 1529, 565 ± 10, 2
Rata – rata 28, 34 17, 12 ± 10,2 1713, 113 ± 10, 2
Tabel 12. Nilai gaya tekan, luas permukaan bidang tekan pada temperatur annealing
800oC batu bata limbah serat alami.
No
Temperatur
Annealing
(oC)
Luas Permukaan
Bidang Tekan
(cm2)
Gaya Tekan
KN Kg
1 800 27, 6 20, 3 ± 10, 2 2029, 406 ±10, 2
2 800 29, 9 19, 9 ± 10, 2 1988, 435 ± 10, 2
3 800 30, 5 20, 4 ± 10, 2 2039, 420 ± 10, 2
4 800 29, 4 18, 9 ± 10, 2 1886, 464 ± 10, 2
5 800 29, 3 15, 3 ± 10, 2 1529, 565 ± 10, 2
Rata – rata 29, 34 18, 96 ± 10,2 1894, 658 ± 10,2
59
Tabel 13. Nilai gaya tekan, luas permukaan bidang tekan pada temperatur annealing
850oC batu bata limbah serat alami.
No
Temperatur
Annealing
(oC)
Luas Permukaan
Bidang Tekan
(cm2)
Gaya Tekan
KN Kg
1 850 28, 5 26, 5 ± 10, 2 2651, 246 ± 10, 2
2 850 30, 5 21, 4 ± 10, 2 2141, 391 ± 10, 2
3 850 27, 7 17, 8 ± 10, 2 1784, 493 ± 10, 2
4 850 28, 8 20, 4 ± 10, 2 2039, 406 ± 10, 2
5 850 27, 9 20, 9 ± 10, 2 2090, 406 ± 10, 2
Rata - rata 28, 68 21, 4 ± 10, 2 2141, 1884 ± 10,2
Tabel 14. Nilai gaya tekan, luas permukaan bidang tekan pada temperatur annealing
900oC batu bata limbah serat alami.
No
Temperatur
Annealing
(oC)
Luas Permukaan
Bidang Tekan
(cm2)
Gaya Tekan
KN Kg
1 900 29, 8 24, 9 ± 10, 2 2498, 290 ± 10, 2
2 900 27, 8 26, 5 ± 10, 2 2651, 246 ± 10, 2
3 900 27, 9 22, 9 ± 10, 2 2294, 348 ± 10, 2
4 900 26, 5 28, 0 ± 10, 2 2804, 203 ± 10, 2
5 900 29, 2 23, 5 ± 10, 2 2345, 333 ± 10, 2
Rata – rata 28, 24 25, 16 ± 10,2 2518, 684 ± 10, 2
60
Tabel 15. Nilai gaya tekan, luas permukaan bidang tekan pada temperatur annealing
750oC, 800oC, 850oC, 900oC batu bata tanpa campuran limbah serat alami.
No
Suhu
(oC)
Luas Permukaan
Bidang Tekan
(cm2)
Gaya Tekan
KN Kg
1 750 28, 5 39, 8 ± 10, 2 3976, 87 ± 10, 2
2 800 31, 6 41, 7 ± 10, 2 4165, 77 ± 10, 2
3 850 29, 1 43, 3 ± 10, 2 4333, 77 ± 10, 2
4 900 31, 6 39, 8 ± 10, 2 3976, 87 ± 10, 2
Rata – rata 30, 2 41, 15 ± 10, 2 4113, 32 ± 10,2
LAMPIRAN 2.
Tabel 16. Data nilai delay time, panjang sampel, dan kecepatan gelombang p pada
temperatur annealing 750oC batu bata limbah serat alami
No Suhu (oC) Panjang (m) Delay Time (s) Vp (m/s)
1 750 9, 2 x 10-2 5, 6 x 10-3 16, 43
2 750 9, 2 x 10-2 5, 8 x 10-3 15, 86
3 750 9, 2 x 10-2 5, 6 x 10-3 16, 43
4 750 9, 2 x 10-2 5, 8 x 10-3 15, 86
5 750 9, 2 x 10-2 5, 7 x 10-3 16, 14
Rata – rata 9, 2 x 10-2 5, 7 x 10-3 16, 144
61
Tabel 17. Data nilai delay time, panjang sampel, dan kecepatan gelombang p pada
temperatur annealing 800oC batu bata limbah serat alami.
No Suhu (oC) Panjang (m) Delay Time (s) Vp (m/s)
1 800 9, 2 x 10-2 5, 8 x 10-3 15, 86
2 800 9, 2 x 10-2 5, 7 x 10-3 16, 14
3 800 9, 2 x 10-2 5, 7 x 10-3 16, 14
4 800 9, 2 x 10-2 5, 6 x 10-3 16, 43
5 800 9, 2 x 10-2 5, 7 x 10-3 16, 14
Rata – rata 9, 2 x 10-2 5, 7 x 10-3 16, 142
Tabel 18. Data nilai delay time, panjang sampel, dan kecepatan gelombang p pada
temperatur annealing 850oC batu bata limbah serat alami.
No Suhu (oC) Panjang (m) Delay Time (s) Vp (m/s)
1 850 9, 2 x 10-2 5, 8 x 10-3 15, 86
2 850 9, 2 x 10-2 5, 4 x 10-3 17, 04
3 850 9, 2 x 10-2 5, 8 x 10-3 15, 86
4 850 9, 2 x 10-2 5, 8 x 10-3 15, 86
5 850 9, 2 x 10-2 5, 8 x 10-3 15, 86
Rata – rata 9, 2 x 10-2 5, 72 x 10-3 16, 096
62
Tabel 19. Data nilai delay time, panjang sampel, dan kecepatan gelombang p pada
temperatur annealing 900oC batu bata limbah serat alami.
No Suhu (oC) Panjang (m) Delay Time (s) Vp (m/s)
1 900 9, 2 x 10-2 5, 6 x 10-3 16, 43
2 900 9, 2 x 10-2 5, 4 x 10-3 17, 04
3 900 9, 2 x 10-2 5, 2 x 10-3 17, 69
4 900 9, 2 x 10-2 5, 2 x 10-3 17, 69
5 900 9, 2 x 10-2 5, 4 x 10-3 17, 04
Rata – rata 9, 2 x 10-2 5, 36 x 10-3 17, 178
Tabel 20. Data nilai delay time, panjang sampel, dan kecepatan gelombang p pada
temperatur annealing 750oC, 800oC, 850oC, 900oC batu bata tanpa campuran
limbah serat alami.
No Suhu (oC) Panjang (m) Delay Time (s) Vp (m/s)
1 750 9, 2 x 10-2 5, 7 x 10-3 16, 14
2 800 9, 2 x 10-2 5, 8 x 10-3 15, 86
3 850 9, 2 x 10-2 5, 7 x 10-3 16, 14
4 900 9, 2 x 10-2 5, 6 x 10-3 16, 43
Rata – rata 9, 2 x 10-2 5, 7 x 10-3 16, 1425
63
LAMPIRAN 3.
1. Batu bata limbah serat alami
a. Suhu 750oC
1) Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 61, 113 kg/cm2
2) Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 63, 954 kg/cm2
3) Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 57, 651 kg/cm2
4) Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 64, 891 kg/cm2
5) Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 52, 798 kg/cm2
b. Suhu 800oC
1) Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 73, 529 kg/cm2
2) Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 66, 503 kg/cm2
3) Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 66, 866 kg/cm2
4) Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 64, 165 kg/cm2
5) Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 52, 203 kg/cm2
64
c. Suhu 850oC
1) Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 93, 026 kg/cm2
2) Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 70, 209 kg/cm2
3) Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 64, 422 kg/cm2
4) Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 70, 813 kg/cm2
5) Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 74, 925 kg/cm2
d. Suhu 900oC
1) Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 83, 835 kg/cm2
2) Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 95, 368 kg/cm2
3) Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 82, 235 kg/cm2
4) Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 105, 819 kg/cm2
5) Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 97, 885 kg/cm2
65
2. Batu bata tanpa campuran limbah serat alami
a. Suhu 750oC
Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,
, = 125, 850 kg/cm2
b. Suhu 800oC
Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 131, 828 kg/cm2
c. Suhu 850oC
Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 139, 539 kg/cm2
d. Suhu 900oC
Kuat tekan (P) = FA
kg/cm2 = ,,
= 148, 927 kg/cm2
66
LAMPIRAN 4. POROSITAS
1. Batu bata limbah serat alami
a. Suhu 750oC
1) Vp = , ,
= 16,43 m/s
= , - ,
, = 2, 19 %
2) Vp = , ,
= 15, 86 m/s
= , - ,
, = 2, 28 %
3) Vp = , ,
= 16,43 m/s
= , - ,
, = 2, 19 %
4) Vp = , ,
= 15, 86 m/s
= , - ,
, = 2, 28 %
5) Vp = , ,
= 16, 14 m/s
= , - ,
, = 2, 24
67
b. Suhu 800oC
1) Vp = , ,
= 15, 86 m/s
= , - ,
, = 2, 28 %
2) Vp = , ,
= 16, 14 m/s
= , - ,
, = 2, 24 %
3) Vp = , ,
= 16, 14 m/s
= , - ,
, = 2, 24 %
4) Vp = , ,
= 16,43 m/s
= , - ,
, = 2, 19 %
5) Vp = , ,
= 16, 14 m/s
= , - ,
, = 2, 24 %
68
c. Suhu 850oC
1) Vp = , ,
= 15, 86 m/s
= , - ,
, = 2, 28 %
2) Vp = , ,
= 17, 04 m/s
= , - ,
, = 2, 12 %
3) Vp = , ,
= 15, 86 m/s
= , - ,
, = 2, 28 %
4) Vp = , ,
= 15, 86 m/s
= , - ,
, = 2, 28 %
5) Vp = , ,
= 15, 86 m/s
= , - ,
, = 2, 28 %
69
d. Suhu 900oC
1) Vp = , ,
= 16,43 m/s
= , - ,
, = 2, 19 %
2) Vp = , ,
= 17, 04 m/s
= , - ,
, = 2, 12 %
3) Vp = , ,
= 17, 69 m/s
= , - ,
, = 2, 04 %
4) Vp = , ,
= 17, 69 m/s
= , - ,
, = 2, 04 %
5) Vp = , ,
= 17, 04 m/s
= , - ,
, = 2, 12 %
70
2. Batu bata tanpa campuran limbah serat alami
a. Suhu 750oC
Vp = , ,
= 16, 14 m/s
= , - ,
, = 2, 24 %
b. Suhu 800oC
Vp = , ,
= 15, 86 m/s
= , - ,
, = 2, 28 %
c. Suhu 850oC
Vp = , ,
= 16, 14 m/s
= , - ,
, = 2, 24 %
d. Suhu 900oC
Vp = , ,
= 16,43 m/s
=
, ,
, = 2,19 %
71
LAMPIRAN 5.
1. Batu bata limbah serat alami
Tabel 21. Nilai kuat tekan batu bata limbah serat alami untuk suhu 750oC
No Suhu (oC) Kuat Tekan (kg/cm2)
1 750 61, 113
2 750 63, 954
3 750 57, 651
4 750 64, 891
5 750 52, 798
Tabel 22. Nilai kuat tekan batu bata limbah serat alami untuk suhu 800oC
No Suhu (oC) Kuat Tekan (kg/cm2)
1 800 73, 529
2 800 66, 503
3 800 66, 866
4 800 64, 165
5 800 52, 203
Tabel 23. Nilai kuat tekan batu bata limbah serat alami untuk suhu 850oC
No Suhu (oC) Kuat Tekan (kg/cm2)
1 850 93, 026
2 850 70, 209
3 850 64, 422
4 850 70, 813
5 850 74, 925
72
Tabel 24. Nilai kuat tekan batu bata limbah serat alami untuk suhu 900oC
No Suhu (oC) Kuat Tekan (kg/cm2)
1 900 83, 835
2 900 95, 368
3 900 82, 235
4 900 105, 819
5 900 97, 885
2. Batu bata tanpa campuran limbah serat alami
Tabel 25. Nilai kuat tekan batu bata tanpa campuran limbah serat alami
No Suhu (oC) Kuat Tekan (kg/cm2)
1 750 125, 850
2 800 131, 828
3 850 139, 539
4 900 148, 927
LAMPIRAN 6
1. Batu bata limbah serat alami
Tabel 26. Nilai porositas batu bata limbah serat alami untuk suhu 750oC
No Suhu (oC) Porositas (%)
1 750 2, 19
2 750 2, 28
3 750 2, 19
4 750 2, 28
5 750 2, 24
73
Tabel 27. Nilai porositas batu bata limbah serat alami untuk suhu 800oC
No Suhu (oC) Porositas (%)
1 800 2, 28
2 800 2, 24
3 800 2, 24
4 800 2, 19
5 800 2, 24
Tabel 28. Nilai porositas batu bata limbah serat alami untuk suhu 850oC
No Suhu (oC) Porositas (%)
1 850 2, 28
2 850 2, 12
3 850 2, 28
4 850 2, 28
5 850 2, 28
Tabel 29. Nilai porositas batu bata limbah serat alami untuk suhu 900oC
No Suhu (oC) Porositas (%)
1 900 2, 19
2 900 2, 12
3 900 2, 04
4 900 2, 04
5 900 2, 12
74
2. Batu bata tanpa campuran limbah serat alami
Tabel 30. Nilai porositas batu bata tanpa campuran limbah serat alami
No Suhu (oC) Porositas (%)
1 750 2, 24
2 800 2, 28
3 850 2, 24
4 900 2, 19
75