T1 672005089 BAB II.unlocked

download T1 672005089 BAB II.unlocked

of 30

Transcript of T1 672005089 BAB II.unlocked

  • 9

    Bab 2

    Tinjauan Pustaka

    2.1 Penelitian Sebelumnya

    Penelitian yang di lakukan ( Mustika,2011 ) mengenai

    hubungan pengaruh PDB dan Jumlah Penduduk Terhadap

    Kemisikinan Di indonesia dengan menggunakan metode regresi

    linear berganda menjadia acuan dalam menentukan indikator

    kemiskinan. Pada penelitian yang di lakukan oleh peneliti

    sebelumnya dapat di tarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan

    bermakna antara pertumbuhan penduduk , jumlah penduduk, dan

    tingkat pengangguran terhadap Kemiskinan dan yang paling

    dominan memiliki keterkaitan dengan kemiskinan adalah PDB dan

    variabel jumlah penduduk.

    Spatial Correlation and demography. Exploring Indias

    demographic patterns oleh (Oliveau, 1995). Penelitian terdahulu ini

    memiliki persamaan pada perhitungan guna pencarian pola dan

    ditampilkan dalam pemetaan. Pada penelitian terdahulu

    menggunakan Fungsi Morans I, fungsi tersebut berguna pula dalam

    pencarian Hotspot dengan angka autokorelasi spasial dari +1 dan -1.

    Berbeda dengan metode perhitungan pada penelitian ini

    menggunakan fungsi Gi* statistik dari Getis dan Ord, nilai

    autokorelasi spasial Gi* statistik rentang +2 dan -2. Untuk mengolah

    nilai pola wilayah dengan Indikator autokorelasi spasial, penelitian

    terdahulu menggunakan tools khusus untuk pengolahan data

    geografi seperti ArcGIS dari ESRI, GeoDa, sedangkan pada

  • 10

    pemodelan yang sedang dirancang melakukan proses perhitungan

    menggunakan tools statistik R studio yang bersifat Open Source.

    2.2 Kemiskinan

    Menurut Sen dalam Bloom dan Canning, (2001) bahwa

    seseorang dikatakan miskin bila mengalami "capability deprivation"

    dimana seseorang tersebut mengalami kekurangan kebebasan yang

    substantif. Menurut Bloom dan Canning, kebebasan substantif ini

    memiliki dua sisi: kesempatan dan rasa aman. Kesempatan

    membutuhkan pendidikan dan keamanan membutuhkan

    kesehatan.Menurut World Bank, dalam definisi kemiskinan adalah:

    "The denial of choice and opportunities most basic for human

    development to lead a long healthy, creative life and enjoy a decent

    standard ofliving freedom, self esteem and the respect of other".

    Dari definisi tersebut diperoleh pengertian bahwa kemiskinan itu

    merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat menikmati segala

    macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan

    dasarnya seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup

    layak, kebebasan, harga diri, dan rasadihormati seperti orang lain.

    Pengertian kemiskinan dalam arti luas adalah keterbatasan

    yang disandang oleh seseorang, sebuah keluarga, sebuah komunitas,

    atau bahkan sebuah negara yang menyebabkan ketidaknyamanan

    dalam kehidupan, terancamnya penegakan hak dan keadilan,

    terancamnya posisi tawar (bargaining) dalam pergaulan dunia,

    hilangnya generasi, serta suramnya masa depan bangsa dan negara.

    Negara-negara maju yang lebih menekankan pada kualitas hidup

    yang dinyatakan dengan perubahan lingkungan hidup melihat bahwa

  • 11

    laju pertumbuhan industri tidak mengurangi bahkan justru

    menambah tingkat polusi udara dan air, mempercepat penyusutan

    sumber daya alam, dan mengurangi kualitas lingkungan. Sementara

    untuk negara-negara yang sedang berkembang, pertumbuhan

    ekonomi yang relatif tinggi pada tahun 1960 sedikit sekali

    pengaruhnya dalam mengurangi tingkat kemiskinan.

    Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat mencerminkan

    keberhasilan pembangunan pada wilayah tersebut. Apabila suatu

    wilayah dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya maka

    wilayah tersebut dapat dikatakan sudah mampu melaksanankan

    pembangunan ekonomi dengan baik. Akan tetapi yang masih

    menjadi masalah dalam pembangunan ekonomi ini adalah apakah

    pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu wilayah sudah merata

    diseluruh lapisan masyarakat. Harapan pertumbuhan ekonomi yang

    tinggi akan dapat meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat

    Ketika pendapatan perkapita meningkat dan merata maka

    kesejahteraan masyarakat akan tercipta dan ketimpangan akan

    berkurang. Ada teori yang mengatakan bahwa ada trade off antara

    ketidakmeratan dan pertumbuhan. Namun kenyataan membuktikan

    ketidakmerataan di Negara Sedang Berkembang (NSB) dalam

    dekade belakangan ini ternyata berkaitan dengan pertumbuhan

    rendah, sehingga di banyak NSB tidak ada trade off antara

    pertumbuhan dan ketidakmerataan (Kuncoro, 2006).

    Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi

    oleh seluruh negara, terutama di negara berkembang seperti

    Indonesia. Hal ini dikarenakan kemiskinan itu bersifat

    multidimensional artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-

  • 12

    macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek primer yang

    berupa miskin akan aset, organisasi sosial politik, pengetahuan, dan

    keterampilan serta aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan

    sosial, sumber-sumber keuangan, dan informasi. Dimensi-dimensi

    kemiskinan tersebut termanifestasikan dalam bentuk kekurangan

    gizi, air, perumahan yang sehat, perawatan kesehatan yang kurang

    baik, dan tingkat pendidikan yang rendah. Selain itu,

    dimensidimensi kemiskinan saling berkaitan baik secara langsung

    maupun tidak langsung. Hal ini berarti kemajuan atau kemunduran

    pada salah satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau

    kemunduran aspek lainnya. Dan aspek lain dari kemiskinan ini

    adalah bahwa yang miskin itu manusianya baik secara individual

    maupun kolektif (Simatupang dan Dermoredjo, 2003).

    Pola kemiskinan ada empat yaitu, Pertama adalah persistent

    poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun. Pola

    kedua adalah cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti

    pola siklus ekonomi secara keseluruhan. Pola ketiga adalah seasonal

    poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti dijumpai pada kasus

    nelayan dan petani tanaman pangan. Pola keempat adalah accidental

    poverty, yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau

    dampak dari suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan

    menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.

    Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat

    kekurangan sumber daya yang dapat digunakan memenuhi

    kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan sekelompok

    orang. Secara politik, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses

    terhadap kekuasaan yang mempunyai pengertian tentang sistem

  • 13

    politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang

    dalam menjangkau dan menggunakan sumber daya. Secara sosial

    psikologi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan jaringan

    dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan

    kesempatan peningkatan produktivitas.

    Ukuran kemiskinan menurut Nurkse,1953 dalam

    Kuncoro,(1997) secara sederhana dan yang umum digunakan dapat

    dibedakan menjadi tiga,yaitu:

    1. Kemiskinan Absolut

    Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil

    pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup

    untuk menentukan kebutuhan dasar hidupnya. Konsep ini

    dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang

    cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian,

    dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup. Kesulitan

    utama dalam konsep kemiskinan absolut adalah menentukan

    komposisi dan tingkat kebutuhan minimum karena kedua hal

    tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh adat kebiasaan saja, tetapi

    juga iklim, tingkat kemajuan suatu negara, dan faktor-faktor

    ekonomi lainnya. Walaupun demikian, untuk dapat hidup layak,

    seseorang membutuhkan barang-barang dan jasa untuk memenuhi

    kebutuhan fisik dan sosialnya.

    2. Kemiskinan Relatif

    Seseorang termasuk golongan miskin relatif apabila telah

    dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih

    rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya.

    Berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan mengalami

  • 14

    perubahan bila tingkat hidup masyarakat berubah sehingga konsep

    kemiskinan ini bersifat dinamis atau akan selalu ada. Oleh karena

    itu, kemiskinan dapat dari aspek ketimpangan sosial yang berarti

    semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan

    atas dan golongan bawah, maka akan semakin besar pula jumlah

    penduduk yang dapat dikategorikan selalu miskin.

    3. Kemiskinan Kultural

    Seseorang termasuk golongan miskin kultural apabila sikap

    orang atau sekelompok masyarakat tersebut tidak mau berusaha

    memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak

    lain yang membantunya atau dengan kata lain seseorang tersebut

    miskin karena sikapnya sendiri yaitu pemalas dan tidak mau

    memperbaiki kondisinya.

    Penyebab kemiskinan jika dipandang dari sisi ekonomi,

    Pertama, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola

    kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan

    yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya yang

    terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua kemiskinan muncul akibat

    perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas

    sumberdaya manusia yang rendah berarti produktifitanya rendah,

    yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas

    sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang

    kurang beruntung, adanya diskriminasi atau keturunan.ketiga

    kemiskinan muncul karena perbedaan akses dalam modal muncul

    akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas

    sumberdaya manusia yang rendah berarti produktifitanya rendah,

    yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas

  • 15

    sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang

    kurang beruntung, adanya diskriminasi atau keturunan.ketiga

    kemiskinan muncul karena perbedaan akses dalam modal.(menurut

    sharp dalam Kuncoro,2001).

    2.3 Tolak Ukur Kemiskinan

    Garis kemiskinan adalah suatu ukuran yang menyatakan

    besarnya pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum

    makanan dan kebutuhan non makanan, atau standar yang

    menyatakan batas seseorang dikatakan miskin bila dipandang dari

    sudut konsumsi. Garis kemiskinan yang digunakan setiap negara

    berbeda-beda, sehingga tidak ada satu garis kemiskinan yang

    berlaku umum. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi

    dan standar kebutuhan hidup.

    Menurut Badan Pusat Statistik ( 2010 ), penduduk miskin

    adalah penduduk yang memiliki rata rata pengeluaran per kapita

    per bulan di bawah garis kemiskinan. Penetapan perhitungan garis

    kemiskinan dalam masyrakat yang berpenghasilan di bawah Rp.

    7.057 per orang per hari. Penetapan Rp. 7.057 per orang per hari

    tersebut berasal dari perhitungan garis kemiskinan yang mencakup

    kebutuhan makanan dan non makanan. Untuk kebutuhan minuman

    makanan di setarakan dengan 2.100 kilokalori per kapita per hari.

    Garis kemiskinan non makanan adalah kebutuhan minuman untuk

    perumahan (luas lantai bangunan, penggunaan air bersih, dan

    fasilitas tempat pembuangan air besar); pendidikan (angka melek

    huruf, wajib belajar 9 tahun, dan angka putus sekolah); dan

    kesehatan (rendahnya konsumsi makanan bergizi, kurangnya sarana

  • 16

    kesehatan serta keadaan sanitasi dan lingkungan yang tidak

    memadai).

    Menurut World Bank menetapkan standar kemiskinan

    berdasarkan pendapatan per kapita. Penduduk yang pendapatan per

    kapitanya kurang dari sepertiga rata-rata pendapatan perkapita

    nasional. Dalam konteks tersebut, maka ukuran kemiskinan menurut

    World Bank adalah USD $2 per orang per hari.

    Ukuran kemiskinan dipertimbangkan berdasarkan pada

    norma pilihan dimana norma tersebut sangat penting terutama dalam

    hal pengukuran didasarkan konsumsi (consumption based poverty

    line). Oleh sebab itu, menurut Kuncoro (1997) garis kemiskinan

    yang didasarkan pada konsumsi terdiri dari dua elemen, yaitu:

    1. Pengeluaran yang diperlukan untuk memberi standar gizi

    minimum dan kebutuhan mendasar lainnya.

    2. Jumlah kebutuhan yang sangat bervariasi yang

    mencerminkan biaya partisipasi dalam kehidupan sehari-hari.

    Garis kemiskinan dibedakan menurut tempat dan waktu, jadi

    setiap daerah baik di desa maupun di kota mamiliki nilai yang

    berbeda-beda dan biasanya nilai ini bertambah pada norma tertentu,

    pilihan norma tersebut sangat penting terutama dalam hal

    pengukuran kemiskinan. Batas garis kemiskinan dibedakan antara

    desa dan kota. Perbedaan ini sangat signifikan antara di desa dan di

    kota, hal ini disebabkan pada perbedaan dan kompleksitas di desa

    dan di kota. terutama dalam hal pengukuran kemiskinan. Batas garis

    kemiskinan dibedakan antara desa dan kota. Perbedaan ini sangat

    signifikan antara di desa dan di kota, hal ini disebabkan pada

    perbedaan dan kompleksitas di desa dan di kota.

  • 17

    2.4 Faktor Faktor Penyebab Kemiskinan

    Sharp (1966) mencoba mengidentifikasi penyebab

    kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi :

    1. Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya

    ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang

    menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk

    miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas

    dan kualitasnya rendah.

    2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas

    sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang

    rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya

    upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia

    ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang

    beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan.

    3. Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.

    2.5 Teori Lingkaran Kemiskinan

    Ketiga penyebab kemiskinan diatas bermuara pada teori

    lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty). Yang dimaksud

    lingkaran kemiskinan adalah suatu lingkaran suatu rangkaian yang

    saling mempengaruhi satu sama lain secara sedemikian rupa,

    sehingga menimbulkan suatu keadaan dimana suatu negara akan

    tetap miskin dan akan banyak mengalami kesukaran untuk mencapai

    tingkat pembangunan yang lebih baik. Adanya keterbelakangan,

    ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan

    rendahnya produktifitas. Rendahnya produktifitas mengakibatkan

    rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan

  • 18

    akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi, baik

    invetasi manusia maupun investasi kapital. Rendahnya investasi

    berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya. Logika berpikir ini

    dikemukakan oleh (Nurkse 1953), yang mengatakan a poor

    country is a poor because it is poor (negara miskin itu miskin

    karena dia miskin).

    Menurut Nurkse ada dua lingkaran perangkap kemiskinan,

    yaitu dari segi penawaran (supply) dimana tingkat pendapatan

    masyarakat yang rendah yang diakibatkan oleh tingkat produktivitas

    yang rendah menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung

    rendah. Kemampuan untuk menabung rendah, menyebabkan tingkat

    pembentukan modal yang rendah, tingkat pembentukan modal

    (investasi) yang rendah menyebabkan kekurangan modal, dan

    dengan demikian tingkat produktivitasnya juga rendah dan

    seterusnya. Dari segi permintaan (demand), di negara-negara yang

    miskin perangsang untuk menanamkan modal adalah sangat rendah,

    karena luas pasar untuk berbagai jenis barang adanya terbatas, hal

    ini disebabkan oleh karena pendapatan masyarakat sangat rendah.

    Pendapatan masyarakat sangat rendah karena tingkat produktivitas

    yang rendah, sebagai wujud dari tingkatan pembentukan modal yang

    terbatas di masa lalu. Pembentukan modal yang terbatas disebabkan

    kekurangan perangsang untuk menanamkan modal dan seterusnya.

    Gambar Lingkaran Kemiskinan yang Tidak Berujung

    Pangkal dari Nurske

  • 19

    Gambar 2. 1 Lingkaran Kemiskinan (suryana, 2000)

    2.6 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

    PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang

    dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam

    periode (Sasana, 2006).

    PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah

    mengelola sumber saya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu

    besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing daerah sangat

    bergantung kepada potensi sumber daya alam dan faktor produksi

    Daerah tersebut. Adanya keterbatasan dalam penyediaan faktor-

    faktor tersebut menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar daerah.

    Di dalam perekonomian suatu negara, masing-masing sektor

    tergantung pada sektor yang lain, satu dengan yang lain saling

    memerlukan baik dalam tenaga, bahan mentah maupun hasil

    akhirnya. Sektor industri memerlukan bahan mentah dari sektor

    pertanian dan pertambangan, hasil sektor industri dibutuhkan oleh

    sektor pertanian dan jasa-jasa.

    Menurut Badan Pusat Statistik (2008) angka PDRB dapat

    diperoleh melalui tiga pendekatan yaitu pendekatan produksi,

  • 20

    pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran yang

    selanjutnya dijelaskan sebagai berikut :

    1. Menurut Pendekatan Produksi

    PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang

    dihasilkan oleh berbagai unit produksi yang berada di suatu

    wilayah/provinsi dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).

    Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya

    dikelompokkan menjadi 9 sektor atau lapangan usaha yaitu;

    Pertanian, Pertambangan dan Penggalian, Industri

    Pengolahan, Listrik, Gas dan Air Bersih, Bangunan,

    Perdagangan, Hotel dan Restoran, Pengangkutan dan

    Komunikasi, Jasa Keuangan, Persewaan dan Jasa

    Perusahaan, Jasa-jasa.

    2. Menurut Pendekatan Pendapatan

    PDRB merupakan balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor

    produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu

    wilayah dalam waktu tertentu. Balas jasa faktor produksi

    adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan

    keuntungan; sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak

    langsung lainnya. Dalam definisi ini PDRB mencangkup

    juga penyusutan neto. Jumlah semua komponen pendapatan

    per sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Oleh

    karena itu PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto

    seluruh sektor.

    3. Menurut Pendekatan Pengeluaran

    PDRB adalah penjumlahan semua komponen permintaan

    akhir yaitu:

  • 21

    a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta

    yang tidak mencari untung.

    b. Konsumsi pemerintah

    c. Pembentukan modal tetap domestik bruto

    d. Perubahan Stok

    e. Exspor neto

    2.7 Indeks Pembangunan Manusia ( IPM )

    Ukuran pembangunan yang digunakan selama ini, yaitu

    PDB-dalam konteks nasional dan PDRB-dalam konteks regional,

    hanya mampu memotret pembangunan ekonomi saja. Untuk itu

    dibutuhkan suatu indikator yang lebih komprehensif, yang mampu

    menangkap tidak saja perkembangan ekonomi akan tetapi juga

    perkembangan aspek sosial dan kesejahteraan manusia.

    Pembangunan manusia memiliki banyak dimensi. Menurut Badan

    Pusat Statistik (2007), Indeks pembangunan manusia (IPM)

    merupakan ukuran capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah

    komponen dasar kualitas hidup. IPM menggambarkan beberapa

    komponen, yaitu capaian umur panjang dan sehat yang mewakili

    bidang kesehatan; angka melek huruf, partisipasi sekolah dan rata-

    rata lamanya bersekolah mengukur kinerja pembangunan bidang

    pendidikan; dan kemampuan daya beli masyarakat terhadap

    sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya

    pengeluaran per kapita.

    Penghitungan IPM sebagai indikator pembangunan manusia

    memiliki tujuan penting, diantaranya:

  • 22

    - Membangun indikator yang mengukur dimensi dasar

    pembangunan manusia dan perluasan kebebasan

    memilih.

    - Memanfaatkan sejumlah indikator untuk menjaga ukuran

    tersebut sederhana.

    - Membentuk satu indeks komposit dari pada

    menggunakan sejumlah indeks dasar.

    - Menciptakan suatu ukuran yang mencakup aspek sosial

    dan ekonomi.

    Indeks tersebut merupakan indeks dasar yang tersusun dari

    dimensi berikut ini :

    - Umur panjang dan kehidupan yang sehat, dengan

    indikator angka harapan hidup;

    - Pengetahuan, yang diukur dengan angka melek huruf dan

    kombinasi dari angka partisipasi sekolah untuk tingkat

    dasar, menengah dan tinggi; dan

    - Standar hidup yang layak, dengan indikator PDRB per

    kapita dalam bentuk Purchasing Power Parity (PPP).

    Beberapa tahapan dalam penghitungan IPM dapat dijelaskan

    sebagai berikut (IPM Jateng 2007):

    Tahap pertama penghitungan IPM adalah menghitung indeks

    masing-masing komponen IPM (harapan hidup, pengetahuan

    dan standar hidup layak)

    Indeks (Xi) = (Xi Xmin) / (Xmaks Xmin) (2.1)

    Dimana :

    Xi : indikator komponen pembangunan manusia ke-i, i =

    1,2,3

  • 23

    Xmin : nilai minimum

    Xi Xmaks : nilai maksimum Xi

    Tahap kedua penghitungan IPM adalah menghitung rata-rata

    dari masing-masing indeks Xi.

    IPM = (indeks X1 + indeks X2 + indeks X3) / 3 (2.2)

    Dimana :

    X1 : indeks angka harapan hidup

    X2 : indeks tingkat pendidikan

    X3 : indeks standar hidup layak.

    Tahap ketiga adalah menghitung Reduksi Shortfall, yang

    digunakan untuk mengukur kecepatan perkembangan nilai

    IPM dalam suatu kurun waktu tertentu.

    r = { (IPMt+n IPMt) / (IPM ideal IPMt) }1/n (2.3)

    Dimana :

    IPMt : IPM pada tahun t

    IPMt+n : IPM pada tahun t+n

    IPM ideal : 100

    Konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menetapkan peringkat

    kinerja pembangunan manusia pada skala 0,0 100,0 dengan

    katagori sebagai berikut :

    - Tinggi : IPM lebih dari 80,0

    - Menengah Atas : IPM antara 66,0 79,9

    - Menengah Bawah : IPM antara 50,0 65.9

    - Rendah : IPM kurang dari 50,0

  • 24

    2.8 Pengangguran

    Dalam standar pengertian yang sudah ditentukan secara

    internasional, yang dimaksudkan dengan pengangguran adalah

    seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja yang

    secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah

    tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang

    diinginkannya (Sadono Sukirno, 2000).

    Oleh sebab itu, menurut Sadono Sukirno (2000)

    pengangguran biasanya dibedakan atas 3 jenis berdasarkan keadaan

    yang menyebabkannya, antara lain:

    1. Pengangguran friksional, yaitu pengangguran yang

    disebabkan oleh tindakan seseorang pekerja untuk

    meninggalkan kerjanya dan mencari kerja yang lebih

    baik atau sesuai dengan keinginannya.

    2. Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang

    disebabkan oleh adanya perubahan struktur dalam

    perekonomian.

    3. Pengangguran konjungtur, yaitu pengangguran yang

    disebabkan oleh kelebihan pengangguran alamiah dan

    berlaku sebagai akibat pengurangan dalam permintaan

    agregat.

    Menurut Edgar O. Edwards (dalam Lincolin Arsyad, 1999),

    untuk mengelompokkan masing-masing pengangguran perlu

    diperhatikan dimensi-dimensi sebagai berikut:

    1. Waktu (banyak diantara mereka yang bekerja ingin

    bekerja lebih lama, misal jam kerjanya per hari, per

    minggu, atau per bulan).

  • 25

    2. Intensitas pekerjaan (yang berkaitan dengan kesehatan

    dan gizi makanan).

    3. Produktivitas (kurangnya produktivitas seringkali

    disebabkan oleh kurangnya sumberdaya-sumberdaya

    komplementer untuk melakukan pekerjaan).

    Berdasarkan hal-hal diatas Edwards memberikan bentuk-

    bentuk pengangguran adalah:

    1. Pengangguran terbuka (open unemployment), adalah

    mereka yang mampu dan seringkali sangat ingin bekerja

    tetapi tidak tersedia pekerjaan yang cocok untuk mereka.

    2. Setengah pengangguran (under unemployment), adalah

    mereka yang secara nominal bekerja penuh namun

    produktivitasnya rendah sehingga pengurangan dalam

    jam kerjanya tidak mempunyai arti atas produksi secara

    keseluruhan.

    3. Tenaga kerja yang lemah (impaired), adalah mereka yang

    mungkin bekerja penuh tetapi intensitasnya lemah karena

    kurang gizi atau penyakitan.

    4. Tenaga kerja yang tidak produktif, adalah mereka yang

    mampu bekerja secara produktif tetapi tidak bisa

    menghasilkan sesuatu yang baik.

    Salah satu faktor penting yang menentukan kemakmuran

    masyarakat adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat

    mencapai maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh

    dapat terwujudkan, sehingga apabila tidak bekerja atau menganggur

    maka akan mengurangi pendapatan dan hal ini akan mengurangi

  • 26

    tingkat kemakmuran yang mereka capai dan dapat menimbulkan

    buruknya kesejahteraan masyarakat (Sadono Sukirno, 2004).

    Jumlah pengangguran menurut BPS (2008) adalah jumlah

    orang yang masuk dalam angkatan kerja (usia 15 tahun ke atas) yang

    sedang mencari pekaerjaan dan belum mendapatkannya. Orang yang

    tidak sedang mencari kerja cantohnya, seperti ibu rumah tangga,

    siswa sekolah SMP, SMA, mahasiswa perguruan tinggi, dan lain

    sebagainya yang karena sesuatu hal tidak/belum membutuhkan

    pekerjaan.

    2.9 Jumlah Penduduk

    Menurut Maier (di kutip dari Kuncoro,1997) jumlah

    penduduk dalam pembangunan ekonomi suatu daerah merupakan

    permasalahan mendasar. Karena pertumbuhan penduduk yang tidak

    terkendali dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan

    pembangunan ekonomi yaitu kesejahteraan rakyat serta menekan

    angka kemiskinan. Ada dua pandangan yang berbeda mengenai

    pengaruh penduduk pada pembangunan. Pertama, adalah pandangan

    pesimistis yang berpendapat bahwa penduduk (pertumbuhan

    penduduk yang pesat) dapat menghantarkan dan mendorong

    pengurasan sumberdaya, kekurangan tabungan, kerusakan

    lingkungan, kehancuran ekologis, yang kemudian dapat

    memunculkan masalah-masalah sosial, seperti kemiskinan,

    keterbelakangan dan kelaparan (Ehrlich, 1981).

    Kedua adalah pandangan optimis yang berpendapat bahwa

    penduduk adalah asset yang memungkinkan untuk mendorong

    pengembangan ekonomi dan prolosi inovasi teknologi dan

    institusional (Simon dikutip dalam Thomas,et al.,2001: 1985-1986).

  • 27

    Sehingga dapat mendorong perbaikan kondisi sosial. Di kalangan

    para pakar pembangunan telah ada konsensus bahwa laju

    pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak hanya berdampak buruk

    terhadap supply bahan pangan, namun juga semakin membuat

    kendala bagi pengembangan tabungan, cadangan devisa, dan

    sumberdaya manusia.

    Menurut Todaro (2000) bahwa besarnya jumlah penduduk

    berpengaruh positif terhadap kemiskinan. Hal itu dibuktikan dalam

    perhitungan indek Foster Greer Thorbecke (FGT), yang mana

    apabila jumlah penduduk bertambah maka kemiskinan juga akan

    semakin meningkat.

    Menurut Hermanto dan Dwi (2007) dalam penelitiannya

    tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan

    dengan metode panel data mengimplikasikan bahwa jumlah

    penduduk berhubungan positif dengan kemiskinan.

    2.10 Pemodelan

    Pemodelan matematis digunakan untuk mempelajari

    dinamika suatu sistem yang memiliki kompleksitas tinggi dalam

    berbagai bidang seperti biologi, kimia, fisika, kedokteran, ekonomi

    dan sebagainya. Dalam bidang epidemiologi, pemodelan digunakan

    untuk mengetahui pola persebaran penyakit yang diidentifikasi

    melalui kontak fisik di sepanjang mobilitas individu antar lokasi

    spesifik. Secara kuantitas, individu yang telah terinfeksi dapat

    disimulasikan secara grafis menggunakan data sensus, data pola

    perubahan tata guna lahan dan data mobilitas penduduk (Eubank,

    2004). Bentuk penerapan lainnya adalah simulasi penularan penyakit

  • 28

    yang disebarkan oleh hewan, seperti penyakit tangan, kaki dan mulut

    (Harvey dkk, 2007). Saat ini pemanfaatan model matematis dan

    analisis statistik dalam epidemiologi difokuskan untuk membuat

    prediksi faktor faktor yang menjadi parameter terhadap transmisi

    penyakit dalam populasi (vektor maupun manusia)(Maiti dkk, 2004).

    Model matematis persebaran penyakit yang memiliki

    validitas dan akurasi tinggi merupakan konsep dasar untuk

    memahami dampak penyakit dan menyusun strategi

    pengendaliannya. Dalam perumusan strategi pengendalian, model

    harus sudah memiliki parameter kunci seperti struktur

    sosiodemografi dalam populasi, konektivitas individu dalam

    populasi dan struktur geografi dimana populasi berada(Barthelemy,

    2005). Pemodelan epidemiologi terdiri dari tiga kategori, pertama

    berbasis persamaan (model analisis), kedua berbasis agen (populasi

    direpresentasikan sebagai suatu sistem yang dapat berinteraksi) dan

    ketiga berbasis jaringan (interaksi sosial didasarkan pada teori

    jaringan)( Skvortsov,2007).

    Pemodelan epidemiologi berbasis persamaan (model

    analisis) diawali dengan munculnya model SIR (Susceptible,

    Infectious, Recovered). Model ini digunakan untuk menentukan

    apakah seseorang dalam suatu populasi berada dalam fase rentan,

    terinfeksi atau penyembuhan/mortalitas. Model SIR digunakan

    untuk menghitung jumlah teoritis individu yang terinfeksi dan

    seberapa cepat terjadi penularan dalam suatu populasi yang tertutup

    (Johnson,2009).

  • 29

    2.11 Data Spasial

    Data spasial mempunyai pengertian sebagai suatu data yang

    mengacu pada posisi, obyek dan hubungan di antaranya dalam ruang

    bumi. Data spasial merupakan salah satu item dari informasi, dimana

    di dalamnya terdapat informasi mengenai bumi termasuk permukaan

    bumi, di bawah permukaan bumi, perairan, kelautan dan bawah

    atmosfir (Rajabidfard, 2000).

    Karakteristik utama dari data spasial adalah bagaimana

    mengumpulkan data dan memeliharanya untuk kepentingan. Selain

    itu juga ditujukan sebagai salah satu elemen yang kritis dalam

    melaksanakan pembangunan sosial ekonomi secara berkelanjutan

    dan pengelolaan lingkungan. Berdasarkan perkiraan hampir lebih

    dari 80% informasi mengenai bumi berhubungan dengan informasi

    spasial (Wulan, 2002).

    2.12 Analisis Data Spasial

    Konsep statistikal banyak didiskusikan untuk

    mengaplikasikan data spasial dengan teknik lebih utama yang sudah

    dikembangkan untuk mengeksplorasi hubungan spasial. Analisis

    data spasial dimulai dengan melihat pada titik pola dan dua teknik

    yang digunakan untuk memeriksa yaitu analisis kuadrat (quadrat

    analysis) dan analisis tetangga terdekat (nearest neighbor analysis)

    (Moran, 1950).

    Tetangga terdekat (nearest neighbor analysis) menyediakan

    teknik analisis pola titik. Analisis tetangga terdekat difokuskan pada

    jarak antara titik-titik daripada kepadatan titik-titik pada wilayah

    studi untuk menentukan apakah titik yang diobservasi mengelompok

  • 30

    (clustered), acak (random) atau menyebar (dispersed). Jarak dij

    antara tiap pasang dari titik i dan j pada sebuah pola titik dihitung

    menggunakan teori Pitagoras. Tiap point i = 1,2,3,, n, titik

    tetangga paling dekat ditentukan yaitu min j dij. Mean atau rata-rata

    dari observasi tetangga terdekat, . Statistik ini tidak dapat

    digunakan untuk menggabungkan pola titik peta karena pengukuran

    di unit sama dengan peta. Sebuah pengujian statitstik bernilai negatif

    mengindikasikan sebuah mean jarak tetangga terdekat lebih kecil

    dari yang diharapkan pada distribusi acak dan berisi dengan sebuah

    pengelompokan titik-titik (Clark dan Evans, 1954).

    2.13Peta

    Peta adalah salah satu bentuk dokumen yang memuat

    informasi tentang hubungan spasial unsur-unsur yang ada di muka

    bumi, yang menggambarkan dunia nyata di atas suatu bidang datar

    dalam bentuk symbol-simbol dan skala-skala tertentu yang dapat

    dipertanggungjawabkan kebenarannya secara matematis (Kaneko,

    1995).

    Peta digital adalah suatu peta tematik yang disimpan dalam

    format digital. Berbeda dengan format analog (hardcopy), peta

    digital dapat diproses lebih lanjut dengan cepat, misalnya

    penambahan dan koreksi data, dan kompilasi peta.

    Adapun persyaratan-persyaratan geometrik yang harus

    dipenuhi oleh suatu peta sehingga menjadi peta yang ideal adalah:

    1. Jarak antara titik-titik

  • 31

    Jarak antara titik-titik yang terletak di atas peta harus sesuai

    dengan jarak aslinya di permukaan bumi (dengan

    memperhatikan faktor skala tertentu).

    2. Luas

    Luas suatu unsur yang direpresentasikan di atas peta harus

    sesuai dengan luas sebenarnya (juga dengan

    mempertimbangkan skalanya).

    3. Sudut atau arah

    Sudut atau arah suatu garis yang direpresentasikan di atas

    peta harus sesuai dengan arah yang sebenarnya (seperti di

    permukaan bumi).

    4. Bentuk

    Bentuk suatu unsur yang direpresentasikan di atas peta harus

    sesuai dengan bentuk yang sebenarnya (juga dengan

    mempertimbangkan faktor skalanya).

    Pada kenyataannya di lapangan merupakan hal yang tidak

    mungkin menggambarkan sebuah peta yang dapat memenuhi semua

    kriteria di atas, karena permukaan bumi itu sebenarnya melengkung.

    Sehingga pada saat melakukan proyeksi dari bentuk permukaan

    bumi yang melengkung tersebut ke dalam bidang datar (kertas) akan

    terjadi distorsi. Oleh karena itu maka akan ada kriteria yang tidak

    terpenuhi, prioritas kriteria dalam melakukan proyeksi peta

    tergantung dari penggunaan peta tersebut di lapangan, misalnya

    untuk peta yang digunakan untuk perencanaan jaringan

    telekomunikasi maka yang akan jadi prioritas peta ideal adalah

    kriteria jarak dan titik, sedangkan pada peta lokasi sarana pelayanan

  • 32

    kesehatan yang akan digunakan adalah kriteria sudut dan arah

    (Kurnianto, 2009).

    2.14 Gi * statistik

    Data spasial yang berkembang secara besar dan modern

    dengan kemampuan untuk visualisasi dan manipulasi di Sistem

    Informasi Geografis (SIG), menciptakan permintaan sebuah teknik

    baru untuk analisis data spasial pada eksplorasi dan sebuah

    penerimaan (Anselin & Getis, 1992). Statistik lokal yang berpusat

    pada asosiasi pola spasial local (hotspot), untuk mendeteksi hotspot

    pengukuran dengan statistik lokal memiliki kuantitas variasi pada

    autokorelasi spasial daripada global (Tobler, 1965).

    Hotspot (titik panas) adalah suatu kondisi yang mengindikasi

    suatu wilayah membentuk clustering atau pengelompokan di sebuah

    distribusi spasial. Hotspot secara sederhana dideteksi dengan cara

    mengamati suatu lokasi dengan fenomena melimpah/besar. Dalam

    ekologi, hotspot sering dideteksi di puncak global secara spasial,

    dimana sebuah nilai pada observasi disatukan dengan semua nilai-

    nilai data set. Hubungan data spasial penting dan arti dari lokal

    spasial yaitu, menggabungkan nilai observasi dengan lokasi-lokasi

    sekitar/tetangga dari letak yang diobservasi. Mendeteksi hotspot

    adalah langkah awal untuk mengetahui proses untuk membangkitkan

    kejadian dari pola spasial (Getis & Boots, 1978).

    Hotspot diberikan pada lokasi dengan banyak atau beragam

    kasus dalam daerah observasi, sebut saja wilayah yang paling

    beragam. Umumnya, metode lokal spasial lebih efektif untuk

    mendeteksi hotspot ketika area studinya luas dan proses

  • 33

    membangunnya tidak berubah-rubah atau tetap. Sedangkan

    autokorelasi spasial adalah sebuah gagasan yang membuat semua

    berkaitan dan segala yang dekat lebih banyak daripada yang jauh

    (Tobler, 1965).

    Pengukuran asosiasi spasial berdasarkan definisi dari sebuah

    tetangga tiap lokasi dari observasi dari sebuah jarak. Metode Gi*

    statistik z(Gi) dari Getis dan Ord merupakan metode yang

    membantu mencari lokasi panas (hotspot), titik panas ini berguna

    dalam menentukan nilai dari tetangga-tetangga yang berdekatan

    dengan titik panas tersebut. Penentuan indikator suatu wilayah

    dikatakan ekstrim tinggi hingga sangat rendah bergantung dari nilai

    z(Gi), dimana z(Gi) > 2 artinya ada hubungan lokal nilai positif

    signifikan, sedangkan apabila z(Gi) < -2 mengindikasikan bahwa

    nilai keterkaitan sangat kecil/rendah (Getis dan Ord, 1992).

    Penggunaan metode Gi * Statistik ini di pilih karena dengan metode

    ini user atau pemakai dapat menentukan daerah rawan kemiskinanan

    yang paling tinggi di bandingkan dengan daerah lainya dengan

    mudah karena telah di kelompokkan per wilayah data.

    Pada penelitian ini yang di jadikan titik awal adalah

    Sukoharjo (xi), dimana daerah ini memiliki keragaman dan jumlah

    data yang tinggi. Selain itu di hitung dengan metode queen move

    didapat hasil Sukoharjo memiliki nilai rata rata yang mendekati

    dari keragaman kasus Indeks pembangunanan manusia tahun 2005.

  • 34

    Gambar 2. 2 Metode Queen Move

    Dimana ,

    X : Titik awal yang kita tentukan

    A,B,C : Tetangga di sekitar titik X

    Rumus Metode Queen Move

    n

    WijQ

    Dimana :

    Q : Rata rata dari Queen Move

    Wij : Jumlah data pada titik awal dan daerah sekitarnya

    n : Jumlah daerah titik awal dan daerah sekitarnya

    Tetangga pada Gi*Statistik adalah daerah-daerah yang

    dikelompokkan berdasarkan titik awal sebagai titik pusatnya. Ada 2

    jenis tetangga pada Gi*Statistik yaitu tetangga per region dari titik

    awal dan tetangga dari luar daerah perhitungan atau tetangga

    berdasarkan letak geografis (xj). Tetangga yang digunakan pada

    perhitungan kali ini menggunakan jumlah kabupaten yang ada di

    Provinsi Jawa Tengah.

    Sedangkan tetangga (xj) yang berada diantara wilayah studi

    yang di hitung berdasarkan letak geografis yang berdekatan dengan

    titik awal yang telah di tentukan. Provinsi Jawa Tengah di kelilingi

    oleh Provinsi Jawa Barat (26 kabupaten dan kota), Provinsi Jawa

    X

    A

    C B

  • 35

    Timur (38 kabupaten dan kota) dan Daerah Istemewa Jogjakarta ( 5

    kabupaten dan kota), sehingga jumlah kabupaten yang mengelilingi

    Provinsi Jawa Tengah 69 kabupaten dan kota. Jika menggunakan

    peritungan menggunakan Gi * stat menjadi 104 kabupaten dan kota

    karena titik wilayah atau titik awal dihitung untuk menentukan nilai

    n ( jumlah wilayah studi keseluruhan berdasarkan letak geografis).

    Tetangga yang berdekatan dengan Klego dibagi menjadi 6

    bagian terdekat yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.

    Tabel 2.1 Penentuan Tetangga di Provinsi Jawa Tengah

    No Tetangga

    Terdekat

    Meliputi

    Kelurahan

    Jumlah

    Tetangga

    Jumlah

    Tetangga

    Dari

    Tetangga

    1. I Sukoharjo,wonogir

    i,

    klaten,karanganyar

    , surakarta (kota)

    6 6

    2. II Sragen, magelang,

    semarang, salatiga

    (kota), grobogan

    11 17

    3. III Blora,pati,kudus,d

    emak,semarang

    (kota),kendal,tema

    nggung,purworejo,

    wonosobo,

    magelang (kota)

    21 38

    4. IV Rembang,jepara, 26 64

  • 36

    batang,banjarnegar

    a, kebumen

    5. V Cilacap,

    banyumas,purbalin

    gga,pekalongan,pe

    kalongan (kota)

    31 95

    6. VI Pemalang,brebes 33 128

    7. VII Tegal , tegal ( kota

    )

    35 163

    Jumlah tetangga pertama di dapat dari jumlah tetangga dari

    Sukoharjo sebagai titik awal yang memiliki jumlah tetangga

    termasuk klego yakni ada 6 kabupaten dan kota. Kemudian pada

    jumlah tetangga kedua adalah 11 kabupaten dan kota dengan jumlah

    tetangga dari tetangga 17 kabupaten dan kota ( Jumlah tetangga

    pertama ditambahkan dengan jumlah tetangga kedua ). Begitu

    dengan jumlah tetangga dengan tetangga tetangga selanjutnya.

    Adapun Rumus fungsi Gi * statistik dari Getis dan Ord,

    j iji ww nx

    x ii

    n

    xxs i

    i

    2

    2

    ( sumber : Scrucca, Luca, 2005 )

  • 37

    Dimana,

    z(Gi) :nilai Gi*statistik

    jij xdw )( :Jumlah data per region atau tetangga dari tetangga

    X :Rata-rata seluruh kasus pada wilayah studi.

    iw :Jumlah tetangga antara wilayah studi dengan tetangga

    terdekatnya

    s2 :variance / .perbedaan antar i (sites)

    n :Jumlah tetangga yang berdekatan dengan studi area

    (letak geografis)

  • 38