Survei Basepoint
-
Upload
irwansyahadam -
Category
Documents
-
view
425 -
download
58
description
Transcript of Survei Basepoint
Survei Basepoint :
Pengalaman Indonesia
Eka Djunarsjah
Bidang Kajian Batas-Batas Perairan
KK Sains dan Sistem Kerekayasaan Wilayah Pesisir dan Laut
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB2015
Eka Djunarsjah, 2015
• Latar Belakang
• Maksud dan Tujuan
• Landasan Hukum
• Ketentuan Teknis
• Survei dan Pemetaan Titik Dasar
• Penetapan Garis Pangkal
Pokok Bahasan
Eka Djunarsjah, 2015
Latar Belakang
• Deklarasi Djuanda (13 Desember 1957) dan Perpu No.4/1960
– Status Indonesia sebagai Negara Kepulauan
• Konvensi PBB tentang Hukum Laut (10 Desember 1982)
– Berlaku efektif sejak 16 November 1994– Konvensi internasional untuk mengatur masalah kelautan
• Implementasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 di Indonesia
– Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut dengan UU No.17/1985, sehingga status Indonesia sebagai Negara Kepulauan diakui secara Internasional
– Indonesia harus melaksanakan kewajiban yang berkaitan dengan wilayah kepulauan
Eka Djunarsjah, 2015
Maksud dan Tujuan
• Penentuan Garis Pangkal Kepulauan
• Pembuatan Peta Garis Pangkal
• Pembuatan Peta Wilayah Perairan Laut lainnya,
dan mendepositkannya kepada Sekjen PBB .......
Eka Djunarsjah, 2015
Landasan Hukum
• Hukum Laut Nasional :
– Perpu No.4/1960 tentang Perairan Indonesia
– UU No.1/1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
– UU No.5/1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
– UU No.17/1985 tentang Pengesahan Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982
• Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 :– Pasal 5 : Garis Pangkal Normal– Pasal 6 : Karang– Pasal 7 : Garis Pangkal Lurus– Pasal 9 : Garis Penutup Sungai– Pasal 10 :Garis Penutup Teluk
– Pasal 11 : Garis Penutup Pelabuhan– Pasal 13 : Elevasi Surut– Pasal 14 : Kombinasi Cara Penetapan Garis
Pangkal– Pasal 47 : Garis Pangkal Kepulauan
Eka Djunarsjah, 2015
Garis Pangkal Normal
Pengertian :
Garis air rendah sepanjang pantai sebagaimana terlihat pada peta laut skala
besar yang
diakui resmi
Digunakan pada :
1. Pantai yang memanjang (Pasal 5)
2. Sekeliling pulau yang terletak pada atol atau pulau yang mempunyai
karang-karang di sekitarnya (Pasal 6)
3. Instalasi pelabuhan permanen terluar, yang merupakan bagian integral
dari sistem pelabuhan (Pasal 11)
4. Suatu elevasi surut yang terletak seluruhnya atau sebagian pada suatu
jarak yang tidak melebihi lebar laut teritorial (12 mil) dari daratan utama
atau suatu pulau (Pasal 13)
Eka Djunarsjah, 2015
Garis Pangkal Lurus - Garis Penutup Sungai dan Teluk
Pengertian :
Garis lurus yang menghubungkan dua Titik Dasar
Digunakan pada :
1. Tempat-tempat dimana garis pantai menjorok jauh ke dalam dan menikung
ke dalam (Pasal 7 Ayat 1)
2. Terdapat deretan pulau sepanjang pantai di dekatnya (Pasal 7 Ayat 1)
3. Terdapat suatu delta dan kondisi alam lainnya dimana garis pantai sangat
tidak tetap (Pasal 7 Ayat 2)
4. Suatu elevasi surut dimana padanya terdapat bangunan permanen seperti
Mercusuar (Pasal 7 Ayat 4)
5. Mulut sungai (Pasal 9)
6. Mulut teluk (jarak mulut teluk 24 mil laut) (Pasal 10)
Eka Djunarsjah, 2015
Garis Pangkal Kepulauan
Pengertian :
Garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pulau-pulau atau karang-
karang kering
terluar kepulauan tersebut
Digunakan pada :
1. Negara Kepulauan (perbandingan antara luas lautan dan luas daratan
adalah lebih besar dari 1 : 1 dan lebih kecil dari 9 : 1) (Pasal 47 Ayat 1)
2. Panjang garis pangkal kepulauan 100 mil laut, kecuali 3 % dari jumlah
seluruh garis pangkal yang mengelilingi kepulauan tersebut boleh berjarak
antara 100 – 125 mil laut (Pasal 47 Ayat 2)
3. Suatu elevasi surut dimana padanya terdapat bangunan permanen seperti
Mercusuar, atau berjarak tidak melebihi lebar Laut Teritorial (12 mil laut)
dari daratan utama atau suatu pulau (Pasal 47 Ayat 4)
Eka Djunarsjah, 2015
• Kewajiban Indonesia sebagai Negara Kepulauan :
Pasal 47 Ayat 3
Penarikan Garis Pangkal tidak boleh menyimpang jauh dari konfigurasi
umum kepulauan
Pasal 47 Ayat 8
Garis Pangkal harus dicantumkan pada peta dengan skala yang memadai
atau berupa daftar koordinat geografis dari titik-titik terluar
Pasal 47 Ayat 9
Peta Garis Pangkal atau Daftar Koordinat diumumkan secara resmi dan
salinan setiap Peta atau Daftar Koordinat didepositkan ke Sekjen PBB
Kewajiban Negara Kepulauan
Eka Djunarsjah, 2015
• Special Publication IHO No.44 (Standar Ketelitian Survei
Hidrografi)
• Special Publication IHO No.51 (Panduan Aspek Teknis
Konvensi Hukum Laut, Bab II tentang Pemakaian Praktis) :
– Bagian 1 : Peta Laut
– Bagian 2 : Faktor-Faktor Geodetik
– Bagian 3 : Datum-Datum Peta Laut
– Bagian 4 : Garis-Garis Pangkal
– Bagian 5 : Batas-Batas Terluar
Ketentuan Teknis
Eka Djunarsjah, 2015
Ketentuan Dasar
• Penentuan daerah survei dan lokasi Titik Dasar bereferensi pada posisi titik-
titik dari Garis-garis Pangkal Perairan Indonesia
• Metode, spesifikasi, dan standar ketelitian survei mengacu pada ketetapan
IHO dalam SP-44
Ruang Lingkup Kegiatan Survei
• Pembuatan Pilar Titik Referensi
• Pengukuran Geodetik
• Survei Batimetrik
Survei dan Pemetaan Titik Dasar di Indonesia (1)
• Penggambaran Lembar Lukis
Teliti
• Pengamatan Meteorologi
• Pengumpulan Data Geografi
Maritim
Eka Djunarsjah, 2015
Pembuatan Pilar Titik Referensi• Titik Referensi merupakan titik yang digunakan sebagai acuan untuk menetapkan
Titik Dasar• Di atas Titik Referensi dibuat sebuah pilar dengan ukuran (40 x 40 x 100) cm
pada tempat yang aman dan tidak tergenang air pasang, agar dapat bertahan lama
• Pada bagian tengah atas pilar dipasang sebuah kuningan berbentuk bulat berdiameter 10 cm dengan tulisan Pemetaan Nasional Survei Geodesi Indonesia TR Hidros TNI-AL
Pengukuran Geodetik• Pengukuran seluruh Titik Referensi (hasil survei Dishidros sebelumnya, Titik
Topografi Dittop, dan titik Bakosurtanal) dengan Doppler (1989-1990) dan GPS (1991-1995) yang diikatkan terhadap Titik Tetap yang ada atau Titik Referensi hasil survei Titik Dasar sebelumnya
• Lembar Lukis Teliti menggunakan elipsoid World Geodetic System (WGS) 72 dengan proyeksi Mercator skala 1 : 5.000
• Berdasarkan Titik Referensi yang ada ditentukan Titik-titik Bantu Kontrol Horisontal (untuk keperluan Survei Batimetrik) dengan metode poligon dan atau triangulasi serta metode lain sesuai kondisi daerah survei
Survei dan Pemetaan Titik Dasar di Indonesia (2)
Eka Djunarsjah, 2015
Survei Batimetrik• Dilaksanakan di sekitar Titik Referensi untuk memperoleh kontur kedalaman
nol, yang merupakan kedudukan Titik Dasar, yang terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu :
Pemeruman– Dilaksanakan menggunakan sekoci motor dan alat ukur kedalaman
Echosounder– Penentuan posisi titik fiks perum menggunakan Trisponder dan gabungan
antara Teodolit Wild T-2 dengan Trisponder– Spasi lajur perum utama 40 meter dan spasi lajur perum silang 400 meter– Echosounder dikalibrasi dengan Barcheck dan dilaksanakan setiap hari sebelum
dan sesudah pemeruman– Kedalaman disurutkan terhadap Chart Datum yang diperoleh dari hasil
pengamatan pasut selama 29 piantan (hari) secara terus-menerus
Penentuan Garis Pantai– Garis Pantai ditentukan dengan cara Tacimetrik menggunakan Teodolit Wild T-0
dan rambu ukur
Survei dan Pemetaan Titik Dasar di Indonesia (3)
Eka Djunarsjah, 2015
Sarana Bantu Navigasi
– Sarana Bantu Navigasi di daerah survei ditentukan kembali posisi dan
karakteristiknya
Pengamatan Pasut
– Pengamatan pasut minimum dilakukan pada dua lokasi selama 29 piantan
untuk mendapatkan konstanta pasut dengan metode British Admiralty
– Pengukuran sipat datar dari palem pasut ke Titik Referensi untuk
mendapatkan titik kontrol vertikal
– Chart Datum dihitung dari konstanta pasut dan dipergunakan sebagai acuan
kedalaman hasil pemeruman
Penggambaran Lembar Lukis Teliti
– Hasil pengukuran geodetik dan pemeruman digambarkan pada Lembar Lukis
Teliti skala 1 : 5.000 dan kedalaman dinyatakan dalam meter dan desimeter
Survei dan Pemetaan Titik Dasar di Indonesia (4)
Eka Djunarsjah, 2015
Pengamatan Meteorologi
• Dilaksanakan selama survei berlangsung yang meliputi kegiatan pengamatan
arah dan kecepatan angin, suhu udara, kelembaban nisbi, tekanan udara,
curah hujan, awan, dan gelombang
• Dilaksanakan pada dua lokasi pengamatan setiap kali operasi dan metode
pengamatan sesuai ketentuan World Meteorological Organization (WMO)
• Pengumpulan data meteorologi dari Stasiun Meteorologi terdekat
Pengumpulan Data Geografi Maritim
• Pengumpulan data geografi fisik dan sosial guna perbaikan Buku Kepanduan
Bahari
• Pengarahan kepada masyarakat dan pemberitahuan kepada Pejabat setempat
tentang maksud dan tujuan survei titik dasar, agar masyarakat setempat
dapat ikut serta menjaga dan merawat pilar titik referensi
Survei dan Pemetaan Titik Dasar di Indonesia (5)
Eka Djunarsjah, 2015
Penetapan Garis Pangkal (1)
Cara Penentuan Titik Dasar
• Berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982 dan SP IHO No.51• Secara grafis posisi Titik Dasar ditentukan dari hasil pengukuran geodetik
Titik Referensi dan hasil survei batimetrik, dengan ketelitian yang sesuai dengan skala survei 1 : 5.000
• Selanjutnya dari posisi Titik Dasar tersebut dihitung arah/azimut dan jaraknya terhadap Titik Referensi, untuk mengetahui lokasi Titik Dasar di lapangan
Kemungkinan Letak Titik Dasar di Indonesia
• Terletak pada kontur kedalaman nol (garis air rendah sepanjang pantai)• Terletak pada bentukan alamiah (misalnya : batu, karang, dan gosong) yang
tampak di permukaan laut pada waktu air surut (low water)• Terletak di tepi pantai yang terjal/curam, sehingga tidak mungkin diperoleh
kontur kedalaman nol
Eka Djunarsjah, 2015
Jumlah Titik Dasar dan Garis Pangkal berdasarkan Survei Dishidros (1989-1995)
• Jumlah Titik Dasar : 233• Jumlah Garis Pangkal : 231 , terdiri dari :
– Garis Pangkal Lurus Kepulauan : 166– Garis Pangkal Lurus : 52– Garis Pangkal Normal : 13
Perbedaan Jumlah Titik Dasar dan Garis Pangkal antara Perpu No.4/1960 dan
Hasil Survei Dishidros
• Penetapan Titik Dasar berdasarkan Perpu No.4/1960 menggunakan peta skala kecil dan bukan dari hasil survei lapangan, sehingga dari hasil survei ditemukan beberapa Garis Pangkal memotong daratan, karang, dan pulau
• Posisi Titik Dasar dalam Perpu No.4/1960 ditentukan berdasarkan garis air rendah dari pulau-pulau, sedangkan menurut Konvensi 1982 memperkenankan penarikan Garis Pangkal secara kombinasi dari macam-macam Garis Pangkal
Penetapan Garis Pangkal (2)
Eka Djunarsjah, 2015
Perbedaan Jumlah Titik Dasar dan Garis Pangkal antara Perpu No.4/1960 dan
Hasil Survei Dishidros (Lanjutan)
• Masuknya wilayah Timor Timur ke dalam wilayah RI• Ditemukan sejumlah 33 Titik Dasar baru di lapangan, antara lain : Pulau
Tokongboro, Pulau Pengibu, dan Pulau Sekapul di Kepulauan Natuna, Batu Mandi di Selat Malaka, Pulau Bangkil di Sulawesi Utara, dan Pulau Heruwanga di Kepulauan Nias
• Jumlah Titik Dasar sesuai Perpu No.4/1960 adalah 200 titik, sedangkan hasil survei Titik Dasar Dishidros adalah 233 titik
Produk Akhir
• Peta Garis Pangkal/Laut Teritorial Wilayah Negara Kepulauan Indonesia :– Di samping menyajikan informasi untuk keperluan navigasi laut, juga
menampilkan posisi Titik-titik Dasar, Garis Pangkal, dan Garis Batas Laut Teritorial Indonesia
– Secara teknis setiap lembar peta memuat informasi minimal dua buah Titik Dasar
Penetapan Garis Pangkal (3)
Eka Djunarsjah, 2015
Produk Akhir (Lanjutan)
– Peta dibuat berdasarkan standar IHO, dengan karakteristik :
(1) Proyeksi : Mercator
(2) Elipsoid : WGS 1984
(3) Skala : 1 : 200.000
(4) Ukuran : (100,12 x 75,57) cm atau (109 x 82) menit
(5) Warna : Empat warna
– Peta Wilayah Negara Kepulauan Indonesia diproduksi dalam 71 nomor
peta, yang diawali dari No. 420 s.d. No. 489 dengan menggunakan Peta
Dasar dari peta dengan penomoran sesuai Katalog Peta Laut Indonesia
Penetapan Garis Pangkal (4)
Eka Djunarsjah, 2015
Indeks Peta Garis Pangkal/Laut Teritorial
Eka Djunarsjah, 2015
Produk Akhir (Lanjutan)
• Peta Zona Ekonomi Eksklusif/Landas Kontinen
– 15 lembar peta skala 1 : 1.000.000
• Peta Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)
– 7 lembar peta skala 1 : 100.000 meliputi ALKI I, II, dan III
– 26 lembar peta skala 1 : 300.000
Penetapan Garis Pangkal (5)
Eka Djunarsjah, 2015
Indeks Peta ZEE Indonesia
Eka Djunarsjah, 2015
Indeks Peta ALKI
Eka Djunarsjah, 2015
Indeks Peta ALKI
Eka Djunarsjah, 2015
Kesimpulan
• Penetapan Garis Pangkal Kepulauan Indonesia– Penarikan Garis Pangkal baru di Perairan Timor Timur– Penutupan Kantong Natuna (PP No. 61/1998)– Penarikan Garis Pangkal baru sehingga mengurangi beberapa Titik Dasar dari
Perpu No.4/1960– Penarikan Garis Pangkal yang panjangnya antara 100 s.d. 125 mil laut– Penarikan Garis Pangkal melalui Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan
• Survei dan Pemetaan Titik Dasar oleh Dishidros– Penelitian kembali posisi Titik-titik Dasar dalam Perpu No.4/1960 tentang
Perairan Indonesia dan disesuaikan dengan Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982
– Dasar penarikan Garis Pangkal mengacu pada kombinasi antara Garis Pangkal Lurus Kepulauan, Garis Pangkal Lurus, dan Garis Pangkal Normal
– Survei Titik Dasar tahun 1989 hingga 1995 telah berhasil menetapkan 233 Titik Dasar dan 231 Garis Pangkal, dan berdasarkan Konvensi 1982 masih memungkinkan dikurangi sebanyak 44 Titik Dasar dan 44 Garis Pangkal (temasuk penutupan Kantong Natuna)
Penetapan Garis Pangkal (6)