Surfaktan Metil Ester Sulfonat

21
MAKALAH PENGETAHUAN BAHAN AGROINDUSTRI SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT (MES) Oleh : Nurhidayanti F34070048 Ika Kartika F34070092 Lutfi Setiyono F34070112 2009 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

description

Semoga bermanfaat....

Transcript of Surfaktan Metil Ester Sulfonat

Page 1: Surfaktan Metil Ester Sulfonat

MAKALAH

PENGETAHUAN BAHAN AGROINDUSTRI

SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT (MES)

Oleh :

Nurhidayanti F34070048

Ika Kartika F34070092

Lutfi Setiyono F34070112

2009

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: Surfaktan Metil Ester Sulfonat

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki areal perkebunan

kelapa sawit yang cukup luas. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun

2004 adalah 5 juta hektar dengan produksi 11,08 juta ton per tahun. Indonesia pun

menempati produsen minyak mentah (CPO dan PKO) kedua terbesar di dunia.

Konversi minyak kelapa sawit menjadi surfaktan yang merupakan

pengembangan produk ke arah hilir akan meningkatkan nilai tambah produk kelapa

sawit. Pengembangan agroindustri yang lebih berorientasi kea rah hilir merupakan

strategi yang harus dilaksanakan untuk beberapa jenis perkebunan yang berpotensi

untuk dikembangkan menjadi produk hilir yang berorientasi ekspor. Menurut

Hambali et al. (2004), surfaktan memiliki nilai tambah hampir delapan kali lipat bila

dibandingkan dengan minyak kelapa sawit mentah (CPO dan PKO).

Surfaktan adalah bahan aktif permukan yang dapat diproduksi secara sintesis

kimia maupun biokimia. Karakteristik utama surfaktan adalah pada aktifitas

permukaannya. Surfaktan mampu meningkatkan kemampuan menurunkan tegangan

permukaan dan antar muka suatu cairan, meningkatkan kemampuan pembentukan

emulsi minyak dalam air, mengubah kecepatan agregasi partikel terdispersi yaitu

dengan menghambat dan mereduksi flokulasi dan coalescence partikel yang

terdispersi sehingga kestabilan partikel yang terdispersi semakin meningkat.

Surfaktan juga mampu mempertahankan gelembung atau busa yang terbentuk lebih

lama (Bergenstahl, 1997).

Pada umumnya surfaktan disintesisi dari turunan minyak bumi dan gas alam.

Namun, proses pembuatan surfaktan dari minyak bumi dan gas alam ini dapat

menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Alternative yang dapat diambil

adalah penggunaan minyak nabati sebagai bahan baku pembuatan surfaktan.

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai salah satu surfaktan nabati, yaitu

Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES). Dimana surfaktan ini berbahan dasar dari

minyak kelapa sawit. Perlu diketahui bahwa MES adalah yang paling bersahabat

1

Page 3: Surfaktan Metil Ester Sulfonat

dengan lingkungan (ramah lingkungan) dari surfaktan anionik yang ada dalam

deterjen. MES mempunyai sifat detergensi yang baik bahkan pada jumlah yang

sedikit, dibanding dengan surfaktan anionik yang lain, seperti Linier Alkilbenzen

Sulfonat (LAS) dan Alkil Sulfat (AS).

B. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai surfaktan,

khususnya surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES). Informasi tersebut meliputi bahan

baku pembuatan MES, proses produksi, dan peluang pemasaran.

2

Page 4: Surfaktan Metil Ester Sulfonat

II. PEMBAHASAN

A. Karakteristik Bahan Baku

MES merupakan salah satu kelompok surfaktan anionik yang paling banyak

digunakan. Surfaktan ini dapat disintesis dari minyak nabati yaitu minyak sawit.

Tanaman Kelapa Sawit secara umum waktu tumbuh rata-rata 20 – 25 tahun. Pada

tiga tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda, hal ini dikarenakan kelapa

sawit tersebut belum menghasilkan buah. Kelapa sawit mulai berbuah pada usia

empat sampai enam tahun. Dan pada usia tujuh sampai sepuluh tahun disebut sebagai

periode matang , dimana pada periode tersebut mulai menghasilkan buah tandan

segar. Tanaman kelapa sawit pada usia 11-20 tahun mulai mengalami penurunan

produksi buah tandan segar. Dan terkadang pada usia 20-25 tahun tanaman kelapa

sawit mati. Semua komponen buah sawit dapat dimanfaatkan secara maksimal. Buah

sawit memiliki daging dan biji sawit (kernel), dimana daging sawit dapat diolah

menjadi CPO (crude palm oil) sedangkan buah sawit diolah menjadi PK (kernel

palm). Ekstraksi CPO rata-rata 20 % sedangkan PK 2.5%. Sementara itu serta dan

cangkang biji sawit dapat dipergunakan sebagai bahan bakar ketel uap.

Gambar Pohon Industri Kelapa Sawit

3

surfaktan

Page 5: Surfaktan Metil Ester Sulfonat

Minyak sawit dapat dipergunakan untuk bahan makanan dan industri melalui

proses penyulingan, penjernihan dan penghilangan bau atau RBDPO (Refined,

Bleached and Deodorized Palm Oil). Disamping itu CPO dapat diuraikan untuk

produksi minyak sawit padat (RBD Stearin) dan untuk produksi minyak sawit cair

(RBD Olein). RBD Olein terutama dipergunakan untuk pembuatan minyak goreng.

Sedangkan RBD Stearin terutama dipergunakan untuk margarin dan shortening,

disamping untuk bahan baku industri sabun dan deterjen.

Pemisahan CPO dan PK dapat menghasilkan oleokimia dasar yang terdiri dari

asam lemak dan gliserol. Secara keseluruhan proses penyulingan minyak sawit

tersebut dapat menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% PFAD ( Palm Fatty Acid

Distillate) dan 0.5% buangan.

Minyak sawit merupakan minyak nabati yang diproduksi terbanyak nomor

dua di dunia. Karena kandungan asam lemak jenuhnya yang tinggi (hampir 50

persen), maka minyak sawit kadang-kadang dianggap sama dengan lemak hewan

yang juga jenuh seperti mentega dan lard (lemak babi). Padahal, studi-studi pada

hewan percobaan dan juga pada manusia menunjukkan bahwa minyak sawit ini

berbeda dengan lemak yang bersifat hiperkolesterolemik (meningkatkan kolesterol)

seperti lard. Minyak sawit lebih tepat digolongkan sebagai minyak dengan kadar

lemak jenuh moderat karena perbandingan antara lemak jenuh dan tak jenuhnya

hampir seimbang. Dari segi ekonomi minyak sawit adalah yang termurah karena

memang Indonesia kaya akan perkebunan sawit.

Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari

gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan

dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh), dan asam oleat, C18:1 (tidak

jenuh). Umumnya, komposisi asam lemak minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 1 di

bawah ini.

4

Page 6: Surfaktan Metil Ester Sulfonat

Tabel 1 Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Sawit

Nama Asam Lemak Rumus Asam Lemak Komposisi

Laurat C12:0 0,2 %

Myristat C14:0 1,1 %

Palmitat C16:0 44,0 %

Stearat C18:0 4,5 %

Oleat C18:1 39,2 %

Linoleat C18:2 10,1 %

Lainnya - 0,9 %

[Sumber: Ketaren, 1986]

Selain asam lemak, minyak sawit memiliki kandungan lain seperti karoten dan

fosfolipid. Komposisi komponen-komponen tersebut di dalam minyak sawit dapat

dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2 Komponen dalam minyak kelapa sawit

No Komponen Kuantitas

1 Densitas, g/ml 50oC 0.8896 - 0.8910

2 Indeks refraksi, nD 50 1.4544 - 1.4550

3 Angka Penyabunan,mgKOH/g minyak

190 – 202

4 Komposisi asam lemak,(wt % metil ester)

C12:0 0.1 - 0.4

C14:0 1.0 - 1.4

C16:0 40.9 - 47.5

C16:1 0 - 0.6

C18:0 3.8 - 4.8

C18:1 36.4 - 41.2

C18:2 9.2 - 11.6

C18:3 0 - 0.5

C20:0 0 - 0.8

5 Angka Iodin(Wijs) 50.1 - 54.9

6 Titik leleh, oC 33.0 - 39.0

7 Karotenoid total ( βcarotene), mg/kg 500 – 1000

[Sumber: Ketaren,1986]

5

Page 7: Surfaktan Metil Ester Sulfonat

Keberadaan minyak kelapa sawit sebagai salah satu sumber minyak nabati

relatif cepat diterima oleh pasar domestik dan pasar dunia. Peningkatan konsumsi

minyak nabati dalam negeri terlihat dari tahun 1987 hingga tahun 1995, permintaan

lokal akan minyak nabati naik dengan laju rata-rata 5.6% per tahunnya. Peningkatan

ini sebagian disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk sebesar 1.98% dan

peningkatan konsumsi minyak nabati per kapita sebesar 2.27%. Sedangkan laju

peningkatan permintaan akan minyak kelapa sawit adalah 9% (hampir dua kali dari

laju peningkatan permintaan akan minyak nabati).

Dalam rangka mengantisipasi melimpahnya produksi CPO, maka diperlukan

usaha untuk mengolah CPO menjadi produk hilir. Pengolahan CPO menjadi produk

hilir memberikan nilai tambah tinggi. Produk olahan dari CPO dapat dikelompokkan

menjadi dua yaitu produk pangan dan non pangan. Produk pangan terutama minyak

goreng dan margarin. Produk non pangan terutama oleokimia yaitu ester, asam

lemak, surfaktan, gliserin dan turunan-turunannya.

Industri penghasil oleokimia termasuk industri kimia agro (agrobased

chemical industry) yaitu industri yang mengolah bahan baku yang dapat diperbaharui

(renewable), merupakan industri yang bersifat resources-based industries dan

mempunyai peranan penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat

luas (basic needs) seperti kosmetika, produk farmasi dan produk konsumsi lainnya.

Selain itu industri tersebut berperan pula dalam pemerataan dan pertumbuhan

ekonomi (economic growth with equality) serta pemberdayaan ekonomi rakyat.

Sampai saat ini beberapa produk industri bahan kimia khusus yang berbasis

CPO sepenuhnya masih tergantung impor, seperti produk isopropyl palmitat,

isopropyl miristat, asam palmitat dan asam oleat. Pengembangan industri bahan kimia

khusus di dalam negeri yang menghasilkan produk-produk tersebut mempunyai

prospek yang baik. Hal ini didukung potensi pasar dalam negeri cukup besar seperti

industri kosmetika yang berjumlah sekitar 600 perusahaan besar dan kecil serta

industri farmasi, yang sebagian besar membutuhkan produk-produk kimia khusus

yang berbasis CPO.

6

Page 8: Surfaktan Metil Ester Sulfonat

Produk olahan CPO yang merupakan non pangan diantaranya adalah

oleokimia. Salah satu produk turunan oleokimia adalah ester, contohnya adalah metil

ester yang sekarang menjadi salah satu bahan dalam membuat surfaktan MES (Metil

Ester Sulfonat). Asam lemak metil ester mempunyai peranan utama dalam industri

oleokimia. Metil ester digunakan sebagai senyawa intermediate untuk sejumlah

oleokimia yaitu seperti fatty alcohol, alkanolamida, metil ester-sulfonat, gliserol

monostearat, surfaktan (salah satunya surfaktan Metil Ester Sulfonat), gliserin, dan

asam lemak lainnya. Perusahaan Lion of Japan bahkan telah menggunakan metal

ester untuk memproduksi sabun mandi yang berkualitas, selain itu metil ester saat ini

telah digunakan untuk membuat minyak diesel sebagai bahan bakar alternatif.

Metil ester mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan asam lemak,

diantaranya yaitu: 1) Pemakaian energi sedikit karena membutuhkan suhu dan

tekanan lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak; 2) Peralatan yang digunakan

murah. Metil ester bersifat non korosif dan metil ester dihasilkan pada suhu dan

tekanan lebih rendah, oleh karena itu proses pembuatan metil ester menggunakan

peralatan yang terbuat dari karbon steel, sedangkan asam lemak bersifat korosif

sehingga membutuhkan peralatan stainless steel yang kuat; 3) lebih banyak

menghasilkan hasil samping gliserin yaitu konsentrat gliserin melalui reaksi

transesterifikasi kering sehingga menghasilkan konsentrat gliserin, sedangkan asam

lemak, proses pemecahan lemak menghasilkan gliserin yang masih mengandung air

lebih dari 80%, sehingga membutuhkan energi yang lebih banyak; 4) metil ester lebih

mudah didistilasi karena titik didihnya lebih rendah dan lebih stabil terhadap panas;

5) dalam memproduksi alkanolamida, ester dapat menghasilkan superamida dengan

kemurnian lebih dari 90% dibandingkan dengan asam lemak yang menghasilkan

amida dengan kemurnian hanya 65-70%; 6). Metil ester mudah dipindahkan

dibandingkan asam lemak karena sifat kimianya lebih stabil dan non korosif. Metil

ester dihasilkan melalui reaksi kimia esterifikasi dan transesterifikasi.

B. Teknologi Proses

1. Sifat Fisik Kimia Produk

7

Page 9: Surfaktan Metil Ester Sulfonat

Surfaktan Metil Ester Sulfonat termasuk golongan surfaktan anionik, yaitu

surfaktan yang bermuatan negatif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif

permukaan. Struktur kimianya dapat terlihat pada gambar berikut,

Menurut Hui (1996), surfaktan anionik adalah bahan aktif permukaan yang

bagian hidrifobiknya berhubungan dengan gugus anion (ion negatif). Gugus anion

merupakan pembawa sifat aktif permukaan pada surfaktan anionik. Oleh karena itu,

Metil Ester Sulfona lebih baik terhadap keberadaan kalsium dan kandungan garam

alkali lebih rendah.

Menurut Watkins (2001), jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan

baku pembuatan MES adalah kelompok minyak nabati seperti minyak kelapa, sawit,

inti sawit, stearin sawit, kedelai, atau tallow. Menurut Matheson (1996) dalam

Hapsari (2003), MES ini memperlihatkan karakteristik disperse yang baik, sifat

penyabunan yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi,

bersifat mudah didegradasi. Kelebihan dari MES ini yaitu pada konsentrasi MES

yang lebih rendah daya penyabunannya sama dengan petroleum sulfonat, dapat

mempertahankan aktifitas enzim.

MES dari minyak nabati dengan ikatan atom karbon C10, C12, C14 biasa

digunakan untuk light duty diwashing detergent, sedangkan MES yang mempunyai

ikatan atom karbon C16-C18 biasa digunakan untuk detergen bubuk dan cair

(Watkins,2001).

2. Teknologi Proses Produksi

Proses produksi surfaktan Metil Ester Sulfonat dilakukan dengan mereaksikan

metil ester dengan pereaksi sulfonasi. Menurut Ghazali (2002), pereaksi tersebut

antara lain oleum (larutan S03 di dalam H2S04) dan sulfur trioksida (S03). Untuk

8

Page 10: Surfaktan Metil Ester Sulfonat

menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting yang harus

dipertimbangkan adalah rasio mol, waktu netralisasi, suhu reaksi, konsentrasi gugus

sulfat yang ditambahkan , jenis dan konsentrasi katalis, serta pH dan suhu netralisasi.

Gambar Diagram Alir Produksi MES

Proses pertama dilakukan dengan proses sulfonasi metil ester. Proses

sulfonasi dilakukan pada skala laboraturium (500 ml), dengan reaktor untuk mereaksi

metil ester minyak inti sawit sebagai bahan baku utama dengan reaktan natrium

bisulfit. Selanjutnya proses produksi dilakukan secara batch, dengan rasio mol metil

ester dan natrium bisulfit 1:1,5, suhu reaksi 100°C dan lama reaksi 4,5 jam. Proses

dilanjutkan dengan pemurnian menggunakan methanol 30% pada suhu 50°C dengan

lama reaksi 1,5 jam. Proses yang terakhir adalah netralisasi menggunakan NaOH 20%

(Pore, 1976) dan modifikasi (Hidayat, 2005). Namun, yang harus diperhatikan setelah

proses netralisasi dengan NaOH adalah terbentuknya produk samping reaksi

9

Page 11: Surfaktan Metil Ester Sulfonat

sulfonasinya yang akan menghasilkan garam alkali sehingga dapat menurunkan

biodegradabilitas dari surfaktan MES ini.

3. Teknologi Proses Produk Turunan

Hasil turunan dari surfaktan Metil Ester Sulfonat ini salah satunya adalah

sebagai Oil Well Stimulation Agent. Komposisi Oil Well Stimulation Agent ini

terdiri dari bahan aktif Surfaktan MES, pelarut, Surfaktan nonionic (DEA), dan

buthyl cellosolve. Pembuatan Oil Well Stimulation Agent ini berdasarkan perbedaan

jenis pelarut dan konsentrasi MES. Formulasinya merujuk pada komposisi Oil Well

Stimulation Agent yang telah ada yaitu Stimsol, Tiorco, dan EOR 2095 yang

diproduksi oleh Witco Coorporation yaitu 50% surfaktan (bahan aktif), 40% pelarut,

dan 10% bahan aditif (7% surfaktan nonionic, 3% buthyl cellosolve).

Pelarut Oil Well Stimulation Agent ini merupakan suatu bahan yang

melarutkan bahan lain untuk membentuk suatu larutan. Zat yang dilarutkan dalam

pelarut disebut zat terlarut. Sebagian besar pelarut membentuk larutan yang berupa

cairan, namun ada juga yang berupa gas atau padatan. Dalam pembuatan Oil Well

Stimulation Agent digunakan pelarut nonpolar untuk melarutkan bahan aktif dan

bahan aditif. Menurut Allen dan Roberts (1993), pelarut yang digunakan sebagai

campuran Oil Well Stimulation Agent ini adalah minyak tanah, solar, bensin, dan

minyak mentah.

C. Peluang Pasar dan Pemasaran

Pengembangan produk turunan minyak sawit penting untuk dilakukan

mengingat peningkatan nilai tambah yang dapat diperoleh. Produk hilir sawit lanjutan

yang dapat dihasilkan melalui penerapan proses lanjutan terhadap produk-produk

oleokimia yang telah berkembang di Indonesia akan memberikan tambahan nilai

tambah yang cukup besar. Nilai tambah produk hilir sawit tersebut akan lebih besar

dibandingkan nilai tambah produk-produk oleokimia. Peluang pengembangan produk

turunan (hilir) minyak sawit mengingat lembaga-lembaga riset di Indonesia telah

melakukan riset-riset mengenai produk hilir sawit. Riset-riset produk hilir sawit yang

10

Page 12: Surfaktan Metil Ester Sulfonat

telah dikembangkan hingga skala produksi pilot plant oleh lembaga riset di Indonesia

sangat baik untuk diaplikasikan ke skala industri.

Produk oleokimia sangat prospektif untuk dikembangkan sebagai salah satu

jawaban kurang prospektusnya harga CPO dan PKO karena berlawanan dengan

kondisi supply-demand minyak mentah nabati yang saat ini dan di masa yang akan

datang berada dalam posisi excess supply, kesetimbangan produk oleokimia dunia

justru diperkirakan masih akan berada dalam kondisi excess demand hingga beberapa

tahun mendatang. Kondisi excess demand pada produk oleokimia ini tentu

merupakan sebuah indikasi akan prospektifnya harga komoditi tersebut. Menurut

FAO, di pasar dunia saat ini terjadi pertumbuhan demand yang stabil atas produk-

produk oleokimia dengan pertumbuhan 3% per tahunnya. Diramalkan pertumbuhan

industri oleokimia yang terbesar akan terjadi di kawasan Asia. Pertumbuhan industri

oleokimia yang diperkirakan terjadi sangat pesat di kawasan Asia sebenarnya tidak

terlepas dari pertumbuhan produksi minyak nabati (bahan baku industri oleokimia)

yang sangat tinggi di kawasan tersebut.

Di Jepang, perusahaan Lion telah menggunakan MES dalam bentuk bubuk

deterjen sejak awal 1990-an. Dalam beberapa tahun ini, Stephan Inc. (Amerika) telah

mengkomersialkan MES dengan Carbon 12-14, dan Huish Inc. (Amerika) akan

segera memulai menproduksi MES 82.000 ton per tahun dengan harga yang murah

dari persediaan oleokimia. Jika dibandingkan dengan alkilbenzen, persediaan dari

LAS berperan dalam penggunaan MES. Dalam keadaan ini, MES lebih ekonomis

daripada LAS. Pemakai-pemakai dengan ide produk yang ramah lingkungan tapi

tidak berkeinginan untuk membayar murah dengan produk seperti itu (Itsuo and

Kazuo, 2002).

MES mungkin menawarkan kemungkinan dari dua sisi tersebut, yaitu efisien

dan ramah lingkungan. Seperti pada surfaktan-surfaktan non-ionik, sementara AE

(Alkil Etoksilat) umumnya lebih mahal dari surfaktan anionik lainnya, MEE dapat

diproduksi cukup murah karena tidak butuh banyak fatty alkohol, seperti yang tadi

disebutkan. Jadi kesimpulannya, MES dan MEE berpotensi dalam deterjen untuk

menggantikan LAS dan AE (Itsuo and Kazuo, 2002).

11

Page 13: Surfaktan Metil Ester Sulfonat

III. KESIMPULAN

Minyak sawit merupakan minyak nabati yang diproduksi terbanyak nomor

dua di dunia. Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari

gliserol dan asam lemak rantai panjang. Produk non pangan dari oleokimia yang

berasal dari minyak sawit salah satunya adalah Metil Ester. Metil Ester Sulfonat

(MES) merupakan salah satu kelompok surfaktan anionik yang paling banyak

digunakan dan dapat disintesis dari minyak nabati yaitu minyak sawit.

MES dari minyak nabati dengan ikatan atom karbon C10, C12, C14 biasa

digunakan untuk light duty diwashing detergent, sedangkan MES yang mempunyai

ikatan atom karbon C16-C18 biasa digunakan untuk detergen bubuk dan cair. Proses

produksi surfaktan Metil Ester Sulfonat dilakukan dengan mereaksikan metil ester

dengan pereaksi sulfonasi.

Proses pertama dilakukan dengan proses sulfonasi metil ester, proses produksi

yang kedua dilakukan secara batch, dan proses yang terakhir adalah netralisasi.

Namun, yang harus diperhatikan setelah proses netralisasi dengan NaOH adalah

terbentuknya produk samping reaksi sulfonasinya yang akan menghasilkan garam

alkali sehingga dapat menurunkan biodegradabilitas dari surfaktan MES ini.

Hasil turunan dari surfaktan Metil Ester Sulfonat ini salah satunya adalah

sebagai Oil Well Stimulation Agent. Dalam pembuatan Oil Well Stimulation Agent

digunakan pelarut nonpolar untuk melarutkan bahan aktif dan bahan aditif. Pelarut

yang digunakan sebagai campuran Oil Well Stimulation Agent ini adalah minyak

tanah, solar, bensin, dan minyak mentah.

Pengembangan produk turunan minyak sawit penting untuk dilakukan

mengingat peningkatan nilai tambah yang dapat diperoleh. Nilai tambah produk hilir

sawit tersebut akan lebih besar dibandingkan nilai tambah produk-produk oleokimia

salah satunya surfaktan MES. Surfaktan MES lebih ekonomis daripada LAS. MES

menawarkan dua kelebihan, yaitu efisien dan ramah lingkungan.

12

Page 14: Surfaktan Metil Ester Sulfonat

DAFTAR PUSTAKA

Allen T.O. dan A.P. Roberts. 1993. Production Operation 2: Well Completions,

Worker, and Simulation. Oil & Gas Consultants International (OGCI),

Inc., Tulsa, Oklahoma, USA.

Ghazali R. 2002. The Effect of Disalt on The Biodegradability of Methyl Ester

Sulphonates (MES). Journal of Oil Palm Research 14(1):45-50.

Hambali, et.al. 2004. Pemanfaatan Surfaktan Ramah Lingkungan dari Minyak

Sawit sebagai Oil Well Stimulant Agent untuk Meningkatkan Produksi

Sumur Minyak Bumi. Proposal Hibah Kompetisi Pengembangan

Masyarakat. Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB. Bogor.

Hapsari M. 2003. Kajian Pengaruh Suhu dan Kecepatan Pengadukan pada

Proses Produksi Surfaktan dari Metil Ester Minyak Inti KElapa Sawit

dengan Metode Sulfonasi. [Skripsi]. Bogor : FATETA IPB.

Hidayat, Sri. 2005. Proses pembuatan MES dari Palm kernel oil Menggunakan

Natrium Bisulfit. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, FATETA, IPB.

Hui. 1996. Mechanistic Approach to The Thermal Degradation of α-Olefin

Sulfonates. Ethyl Coorporation. Baton Rouge, L.A. USA.

Itsuo, H and Kazuo, O. 2002. New Technology and Development on the Use of

Palm Oil in Oleochemical Industries. Bali:International Oil Palm

Conference.

Ketaren, S. 1986. Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.

Pore J. 1976. Sulfated and Sulfonated Oils. Di dalam : Karlenskind, A. (Ed.). Oil

and Fats. Manual Intercept Ltd., New York.

Watkins C. 2001. All Eyes are on Texas. Inform 12:1152-1159.

13