Lap Metil Ester
-
Upload
rizka-febrianti -
Category
Documents
-
view
46 -
download
5
description
Transcript of Lap Metil Ester
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Terjadinya krisis energi, khususnya bahan bakar minyak (BBM) yang
diinduksi olehmeningkatnya harga BBM dunia telahmembuat Indonesia perlu
mencarisumber-sumber bahan bakar alternatif yangmungkin dikembangkan.
Sumber dayaenergi yang berasal dari minyak bumi akansemakin menipis
persediannya seiringdengan bertambahnya industri yang mengakibatkan
peningkatan konsumsibahan bakar minyak. Indonesia memilikiberagam sumber
untuk dimanfaatkanmenjadi energi alternatif terbarukan. Salahsatu sumber energi
alternatif yangterbarukan adalah biodiesel. Biodiesel atau alkil ester dapat dibuat
dari minyak nabati atau minyak hewani. Umumnya, biodiesel dihasilkan melalui
reaksi transesterifikasi antara trigliserida (yang terdapat pada minyak nabati
maupun hewani) dan alkohol sederhana dengan katalis alkali dengan hasil
samping berupa gliserol. Biasanya, alkohol yang digunakan adalah metanol
sehingga esternya disebut metil ester. Teknologi ini banyak dikembangkan karena
proses ini relatif lebih murah. Namun, teknologi ini memiliki beberapa kelemahan
yang disebabkan oleh penggunaan katalis alkali. Katalis alkali akan bereaksi
dengan trigliserida sehingga terjadireaksi samping yaitu reaksi
saponifikasi(penyabunan). Reaksi saponifikasi ini akanmengakibatkan proses
pemisahan produksemakin sulit. Kelemahan lain dari teknologi ini adalah
perlunya sejumlah asam untukpenetralan katalis basa yang ikut dalamaliran
produk sehingga akan berdampakterhadap lingkungan.
1.2. Rumusan Masalah
1) Bagaimanakah proses dan tahap pembuatan metil ester melalui
transesterifikasi?
2) Reaksi apa sajakah yang terjadi dalam pembuatan metil ester?
3) Produk apa sajakah yang dihasilkan pada pembuatan metil ester?
1.3. Tujuan
1) Mengetahui proses dan tahap pembuatan metil ester
1
2
2) Mengetahui reaksi-reaksi yang terjadi dalam pembuatan metil ester
3) Mengetahui produk-produk yang terbentuk pada pembuatan metil ester
1.4. Manfaat
1) Dapat mengetahui proses dan tahap dalam pembuatan metil ester
2) Dapat mengetahui reaksi-reaksi yang terjadi dalam pembuatan metil ester
3) Dapat mengetahui produk-produk yang terbentuk pada pembuatan metil
ester
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar yang terbuat dari minyak tumbuh-tumbuhan
atau lemak hewan. Biodiesel merupakan nama yang diberikan untuk bahan bakar
yang terdiri dari alkil ester yang berasal dari asam lemak yang sumbernya
renewable limit, dikenal sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dan
menghasilkan emisi gas buang yang relatif lebih bersih dibandingkan bahan bakar
konvensional. Biodiesel tidak beracun, bebas dari belerang, aplikasinya sederhana
dan berbau harum.
Biodiesel dapat diperoleh melalui reaksi transesterikasi trigliserida atau
reaksi esterifikasi asam lemak bebas. Transesterifikasi adalah proses yang
mereaksikan trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol
rantai pendek seperti metanol atau etanol (pada saat ini sebagian besar produksi
biodiesel menggunakan metanol) menghasilkan metil ester asam lemak (Fatty
Acids Methyl Esters/ FAME) atau biodiesel dan gliserol (gliserin) sebagai produk
samping. Katalis yang digunakan pada proses transeterifikasi adalah basa/alkali,
biasanya digunakan natrium hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH).
Esterifikasi adalah proses yang mereaksikan asam lemak bebas (FFA) dengan
alkohol rantai pendek (metanol atau etanol) menghasilkan metil ester asam lemak
(FAME) dan air. Katalis yang digunakan untuk reaksi esterifikasi adalah asam,
biasanya asam sulfat (H2SO4) atau asam fosfat (H2PO4). Biodiesel dapat ditulis
sebagai B100 atau dapat diartikan bahwa biodiesel tersebut murni 100% terdiri
atas alkil ester.
Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel yang biasanya
menggunakan minyak solar (petrodiesel). seperti untuk pembangkit listrik, mesin-
mesin pabrik yang menggunakan diesel, juga alat transportasi termasuk mobil
yang bermesin diesel. Biodiesel dapat sebagai pengganti 100% minyak solar
maupun sebagai campuran minyak solar tanpa modifikasi mesin. Campuran
minyak solar dengan biodiesel ditandai dengan kode "BXX", dimana
4
"XX"menyatakan persentase komposisi biodiesel yang terdapat dalam campuran
tersebut, misalnya B20 adalah 20% biodiesel, 80% minyak solar (Fangrui,1996).
Penerapan peraturan emisi kendaraan mendorong diturunkannya kadar
belerang dalam minyak solar. Penurunan kadar belerang dapat menurunkan emisi
gas buang kendaraan berupa gas SOx dan SPM (Solid Particulate Matters) yang
mengotori udara. Akan tetapi solar yang berkadar belerang rendah memiliki daya
pelumasan rendah. Sementara itu, produksi solar Indonesia masih sangat tinggi
kadar belerangnya (1500-4100 ppm) Dengan demikian biodiesel sebagai
campuran minyak solar mempunyai dua keuntungan sekaligus. Pertama yaitu
biodiesel mempunyai kadar belerang yang jauh lebih kecil (sangat ramah
lingkungan karena kadar belerang kurang dari 15 ppm) dan yang kedua adalah
biodiesel dapat meningkatkan daya pelumasan.
Viskositas biodiesel lebih tinggi dibandingkan viskositas solar sehingga
biodiesel mempunyai daya pelumasan yang lebih baik daripada solar. Oleh karena
mampu melumasi mesin dan sistem bahan bakar maka dapat menurunkan keausan
piston sehingga mesin yang menggunakan bahan bakar biodiesel menjadi lebih
awet. Selain itu biodiesel sudah mengandung oksigen dalam senyawanya sehingga
pembakaran di dalam mesin nyaris sempurna dan hanya membutuhkan nisbah
udara/bahan bakar rendah. Dengan demikian emisi senyawa karbon non-CO2
dalam gas buang kendaraan sangat kecil dan penggunaan bahan bakar lebih
efisien.
2.2. Karakteristik Biodiesel
Biodiesel tidak mengandung nitrogen atau senyawa aromatik dan
hanya mengandung kurang dari 15 ppm (part per million) sulfur. Biodiesel
mengandung 11% oksigen dalam persen berat yang keberadannya
mengakibatkan berkurangnya kandungan energi, namun menurunkan
kadar emisi gas buang yang berupa karbon monoksida (CO), hidrokarbon
(HC), partikulat, dan jelaga. Kandungan energi biodiesel 10% lebih rendah
bila dibandingkan dengan solar. Sedangkan efisiensi bahan bakar biodiesel
lebih kurang dapat dikatakan sama dengan solar, yang berarti daya dan
torsi yang dihasilkan proporsional dengan kandungan nilai kalor
5
pembakarannya. Kandungan asam lemak dalam minyak nabati yang
merupakan bahan baku dari biodiesel menyebabkan bahan bakar biodiesel
sedikit kurang stabil dibandingkan dengan solar, keadaan yang tidak stabil
dapat meningkatkan kandungan asam lemak bebas, menaikkan viskositas,
terbentuknya gums, dan terbentuknya sedimen yang dapat menyumbat
saringan bahan bakar.
Biodiesel memiliki sifat melarutkan (solvency). Hal ini
menyebabkan suatu permasalahan dimana apabila digunakan pada mesin
diesel yang sebelumnya telah lama menggunakan solar dan di dalam
tankinya telah terbentuk kerak dan sedimen maka biodiesel akan
melarutkan kerak dan sedimen tersebut sehingga dapat menyumbat
saringan dan saluran bahan bakar. Oleh karena itu apabila kandungan
sedimen dan kerak didalam tangki bahan bakar cukup tinggi sebaiknya
diganti sebelum menggunakan biodiesel. Beberapa material seperti
kuningan, tembaga, timah, dan seng dapat mengoksidasi biodiesel dan
menghasilkan sedimen. Untuk mencegah hal ini maka sebaiknya tangki
biodiesel terbuat dari bahan stainless steel atau alumunium.
Berikut ini beberapa analisa untuk mengetahui karakteristik
biodiesel:
2.2.1. Flash point
Flash pointuntuk biodiesel umumnya tinggi (yaitu lebih besar dari
150°C). Alkil ester ini tidak volatil. Batasannya yaitu 10-170 °C. Dari
batasan ini yang paling rendah yaitu 10°C. Hal ini bertujuan untuk
menghilangkan kelebihan alkohol yang ditambahkan selama proses.
Keberadaan alkohol dapat menyebabkan kerusakan pada pompa bahan
bakar, isian, elastomer, dan dapat menghasilkan daya pembakaran rendah.
2.2.2. Uji abu sulfat
Uji abu sulfat bertujuan untuk memastikan penghilangan semua katalis yang
dimasukan selama proses. Jika kandungan sisa katalis proses yang masih ada
dalam alkil ester tinggi dapat menyebabkan terbentuknya endapan pada injektor
atau penyumbatan pada saringan mesin.
6
2.2.3. Bilangan setana
Bilangan setana menunjukkan cepat tidaknya suatu bahan terbakar
dalam mesin. Alkil ester memiliki bilangan setana yang lebih tinggi bila
dibandingkan
dengan bahan bakar konvensional.
2.2.4. Bilangan gliserin
Gliserin bebas dan total gliserin diukur untuk menunjukan
sempurna tidaknya suatu trigliserida diubah menjadi alkil ester. Jika
bilangan ini tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada mesin.
2.2.5. Bilangan asam
Bilangan asam diukur untuk melihat tingkat keasaman suatu bahan
bakar diesel. Jika bilangan asam ini tinggi maka akan menyebabkan
pengurangan waktu pemakaian pompa bahan bakar dan juga dapat
mengurangi waktu pemakaian saringan pada mesin.
2.3. Bahan Baku Pembuatan Biodiesel
Berikut ini bahan baku pembuatan biodiesel secara umum:
2.3.1. Minyak nabati atau minyak hewani
Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati maupun minyak hewani.
Minyak nabati biasa disebut trigliserida, gliserol ester, atau asam lemak karena
bersifat asam. Minyak nabati berwarna kuning, tidak berbau, dan tidak
mempunyai rasa. Minyak nabati tidak dapat bercampur dengan air. Minyak nabati
yang telah digunakan untuk mengoreng akan menjadi lebih asam dan akan
menghasilkan asam lemak bebas. Asam lemak bebas akan dapat menempel pada
apapun yang bersifat basa. Ketika akan membuat biodiesel asam lemak bebas
harus dihilangkan terlebih dahulu. Untuk menghilangkan asam lemak bebas
digunakan katalis yang lebih banyak pada reaksi pembuatan biodiesel. Banyak
katalis yang digunakan bergantung dari seberapa banyak asam minyak nabati
tersebut. Minyak nabati memilk berat jenis 0,94 pada suhu 20°C.Minyak hewani
yang biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel, diantaranya yaitu
minyak ikan dan lemak sapi.
7
Selain menggunakan minyak nabati dan minyak hewani, biodiesel juga
dapat dibuat dari minyak jelantah. Minyak jelantah adalah minyak limbah yang
bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak
sayur, minyak samin, dan sebagainya. Minyak ini merupakan minyak bekas
pemakaian kebutuhan rumah tangga, restoran, maupun kantin. Umumnya masih
dapat digunakan kembali untuk keperluaran kuliner, akan tetapi bila ditinjau dari
komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang
bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Jadi jelas bahwa
pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia,
menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi
kecerdasan. Seperti halnya minyak kelapa sawit, minyak jelantah juga mempunyai
kandungan asam lemak diantaranya adalah asam stearat, asam palmitat, dan asam
linoleat.
2.3.2. Alkohol
Alkohol yang biasa digunakan pada pembuatan biodiesel adalah metanol
dan etanol. Metanol memiliki kelebihan lebih mudah bereaksi dan lebih stabil
dibandingkan dengan etanol. Kerugian metanol merupakan zat yang beracun dan
berbahaya, metanol sangat mudah terbakar, bahkan lebih mudah terbakar bila
dibandingkan bensin. Metanol berwarna bening seperti air, mudah menguap,
mudah terbakar, dan mudah bercampur dengan air.
Metanol dan etanol yang dapat digunakan hanya yang murni. Metanol
merupakan alkohol yang paling banyak digunakan dalam pembuatan biodiesel.
Metanol disukai karena hanya memilki satu rantai ikatan karbon, sedangkan
etanol memilki dua ikatan karbon. Metanol lebih murah dan lebih mudah pada
proses pemisahan gliserin dibandingkan dengan etanol. Etanol lebih aman, tidak
beracun, dan dibuat dari hasil pertanian, sedangkan metanol mengandung uap
yang berbahaya bagi makhluk hidup dan terbuat dari batubara. Etanol memiliki
sifat yang sama dengan metanol yaitu memilki warna yang bening seperti air,
mudah menguap, mudah terbakar, dan mudah tercampus dengan air. Pemisahan
gliserin dengan mengunakan etanol lebih sulit dibandingkan dengan metanol, dan
8
apabila tidak berhati-hati akan menimbulkan emulsi. Metanol memilki densitas
0,7915 sedangkan etanol memilki densitas sebesar 0,79.
Metanol disebut juga metil alkohol merupakan senyawa paling sederhana
dari gugus alkohol. Rumus kimianya adalah CH3OH. Metanol berwujud cairan
yang tidak berwarna dan mudah menguap. Metanol merupakan alkohol yang
agresif sehingga bisa berakibat fatal apabila terminum dan memerlukan
kewaspadaan yang tinggi dalam penangannya. Jika uapnya atau jika terkena mata
dapat menyebabkan kebutaan sedangkan jika tertelan dapat menyebabkan
kematian. Sebagian besar produksi metanol dikonversi menjadi formaldehid yang
selanjutnya digunakan untuk membuat polimer, juga digunakan sebagai pelarut.
Metanol memiliki bobot molekul 32, 042, titik leleh -98oC, dan titik didih 64oC.
Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau
alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak
berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada
minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat
rekreasi yang paling tua.
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia
C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari
dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan
singkatan dari gugus etil (C2H5).Etanol banyak digunakan sebagai pelarut
berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan
manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-
obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok
umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama
digunakan sebagai bahan bakar.
Biaya untuk memproduksi etanol absolut cukup tinggi. Bahan bakar
biodiesel berbasis etanol tidak berdaya saing secara ekonomis jika dibandingkan
dengan bahan bakar biodiesel berbasis metanol. Umumnya, proses pemisahan sisa
etanol dari produk biodiesel tidak terjadi secara sempurna, keberadaan etanol di
dalam biodiesel akan menurunkan efisiensi pembakaran.
9
2.3.3. Katalis
Untuk memisahkan minyak nabati perlu ditambahkan katalis. Katalis
adalah zat yang digunakan untuk mempercepat reaksi antara zat-zat lain. Katalis
yang mungkin digunakan adalah natrium hidroksida (NaOH) atau kalium
hidroksida (KOH). Katalis akan memecahkan minyak nabati dan melepaskan
ester, begitu ester bebas, mereka akan menempel pada alkohol. Sedangkan katalis
dan gliserol akan mengendap. Jumlah katalis yang digunakan harus tepat.
Pemakaian katalis yang terlalu sedikit akan menyebabkan minyak dan alkohol
tidak bereaksi, apabila jumlah katalis yang digunakan terlalu banyak akan
menyebabkan campuran teremulsi.
Untuk feedstock yang mengandung FFA tinggi, biasanya dilakukan proses
esterifikasi terlebih dahulu sebagai bentuk treatment bahan baku sebelum
dilanjutkan ke proses transesterifikasi (alkoholisis) menggunakan katalis basa.
Pada esterifikasi digunakan katalis asam untuk mengubah asam lemak bebas
menjadi metil ester. Katalis asam yang biasa digunakan adalah asam sulfat
(H2SO4) dan asam klorida (HCl).
2.4.Reaksi Pembentukan Biodiesel
Alkil ester dikenal dengan biodiesel dapat diproduksi dengan
berbagai macam cara, antara lain:
2.4.1. Esterifikasi
Jika bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang memiliki
kadar FFA tinggi (>5%). Seperti minyak jelantah, PFAD, CPO low grade, dan
minyak jarak, menggunakan proses transesterifikasi untuk mengkonversi minyak
menjadi biodiesel tidaklah efisien. Bahan-bahan di atas perlu melalui proses
esterifikasi sebagai bentuk treatment untuk menurunkan kadar FFA hingga kurang
dari 5%.
Umumnya, proses esterifikasi menggunakan katalis asam. Asam-asam
pekat seperti asam sulfat (sulphuric acid) dan asam klorida (chloric acid) adalah
jenis asam yang sekarang ini banyak digunakan sebagai katalis. Pada tahap ini
akan diperoleh minyak dengan campuran metil ester kasar dan metanol yang
kemudian dipisahkan. Proses esterifikasi dilanjutkan dengan proses esterifikasi
10
dilanjutkan dengan transesterifikasi terhadap produk tahap pertama dengan
menggunakan katalis basa (alkali). Reaksi esterifikasi suatu asam lemak dengan
katalis asam dapat terjadi dengan mengikuti mekanisme Fischer.
Reaksi esterifikasi dengan katalis asam tidak menghasilkan sabun karena
tidak melibatkan logam alkali. Laju reaksi esterifikasi asam lemak bebas menjadi
alkil ester relatif cepat dan reaksi berjalan sempurna dalam waktu satu jam pada
suhu 70oC. Reaksi transesterifikasi trigliserida berlangsung lambat dan
membutuhkan beberapa hari untuk sempurnanya reaksi. Pemanasan sampai 130oC
dapat mempercepat reaksi dengan waktu reaksi 30-45 menit. Permasalahan yang
ditimbulkan dengan penggunaan katalis asam adalah terbentuknya air di dalam
campuran dan pada akhirnya menyebabkan berhentinya reaksi sebelum reaksi
berlangsung sempurna.
2.4.2. Transesterifikasi
Proses transesterifikasi adalah cara yang paling banyak dilakukan karena
tidak membutuhkan energi dan suhuyang tinggi. Reaksi ini akan menghasilkan
metil atau etilester, tergantung dengan jenis alkohol yang direaksikan.Metanol
lebih banyak digunakan sebagai sumber alkoholkarena rantainya lebih pendek,
lebih polar dan harganyalebih murah dari alkohol lainnya.
Reaksi transesterifikasi untuk memproduksi biodiesel adalah reaksi
alkoholisis. Reaksi ini hampir sama denganreaksi hidrolisis tetapi menggunakan
alkohol. Reaksi inibersifat reversible dan menghasilkan alkil ester dangliserol.
Alkohol berlebih digunakan untuk memicu reaksipembentukan produk.Jumlah
alkohol yang dianjurkan sekitar 1,6 kali jumlah yang dibutuhkan secara teoritis.
Jumlah alkohol yang lebih dari1,75 kali jumlah teoritis tidak mempercepat reaksi
bahkanmempersulit pemisahan gliserol selanjutnya.
Katalis yang banyak digunakan adalah katalis basa, namun katalis asam
juga dapat digunakan terutama padaminyak nabati yang kadar asam lemak
bebasnya tinggi.Katalis basa dinilai lebih baik dari katalis asam karenadengan
katalis basa reaksi dapat berjalan pada suhu lebihrendah dan bahkan pada suhu
kamar. Namun demikianpada reaksi dengan menggunakan katalis basa,
11
minyakyang digunakan harus netral. Kadar asam lemak bebasyang lebih dari 0,5
% dapat menurunkan rendementrasesterifikasi minyak.
Reaksi transesterifikasi terkatalisis basa akan berhasil apabila kandungan
asam lemak bebas kurang dari 0,5% dan alkohol rantai pendek harus murni. Asam
lemak bebas merupakan asam karboksilat yang belum teresterifikasi. Jika asam
lemak bebas dalam minyak berlebih, katalis basa ditambahkan lebih banyak untuk
mengimbangi kenaikan keasaman, tetapi cara ini dapat mengakibatkan
terbentuknya sabun yang menyebabkan viskositas meningkat atau pembentukan
gel yang mengganggu pemisahan alkil ester dan gliserol.
Transesterifikasi dengan katalis basa menggunakan katalis logam alkali
alkoksida dari alkohol. Di dalam reaksinya, gugus alkoksida (:OR) berperan
sebagai nukleofil. Reaksi pembentukan ester pada kondisi basa dari suatu ester
dengan ion alkoksida adalah reaksi substitusi nukleofilik melalui pemebentukan
intermediet tetrahedral.
Reaksi transesterifikasi trigliserida dalam minyak jelantah dilakukan
dengan rasio mol minyak terhadap metanol 1:6 pada suhu konstan 70oC selama
dua jam. Transesterifikasi minyak nabati menggunakan katalis basa berjalan lebih
cepat dibandingkan dengan katalis asam karena dalam larutan basa karbonil dapat
diserang oleh nukleofilik tanpa protonasi sebelumnya.
2.5. Tahap Proses Pembuatan Biodiesel (Metil Ester)
Berikut ini tahap-tahap dalam pembuatan biodiesel secara umum:
2.5.1. Pencampuran katalis dengan alkohol
Pencampuran katalis, umumnya sodium hidroksida atau kalium
hidroksida, dengan alkohol (metanol).
2.5.2. Pencampuran campuran katalis-alkohol dengan minyak nabati
Pencampuran dilakukan didalam wadah yang dijaga pada
temperatur 40-60°C yang dilengkapi pengaduk dengan kecepatan konstan.
2.5.3. Pemisahan
Setelah reaksi metanolisis selesai, campuran didiamkan dan
perbedaan densitas senyawa di dalam campuran akan mengakibatkan
separasi antara metil ester dan gliserol.
12
2.5.4. Pembilasan
Biodiesel kemudian dibersihkan menggunakan air distilat untuk
memisahkan zat-zat pengotor seperti metanol, sisa-sisa katalis, gliserol. Air
memiliki densitas yang lebih tinggi dari biodiesel. Lebih tingginya densitas air
dibandingkan biodiesel menyebabkan pemisahan secara gravitasi pada keduanya.
Reaksi biodiesel ditunjukkan dalam katalis kombinasi antara minyak sayuran
ataulemak hewan (100 lbs) dan metanol atau etanol (10 lbs) menghasilkan
biodiesel
(100 lbs) dan gliserin (10 lbs).
2.6. Keunggulan Biodiesel Dibandingkan Solar
Biodiesel dipilih sebagai bahan bakar alternatif pengganti solar, disamping
mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan solar, biodiesel
mempunyaibeberapa keunggulan dibandingkan dengan solar. Beberapa
keunggulan yang dimiliki biodiesel dibandingkan dengan solar antara lain:
2.6.1. Tingkat emisi gas buang
Untuk biodisel murni, emisi karbon dioksida (CO2) nya dapat ditekan
hingga 73%, emisi metana dapat dikurangi hingga 51%, hidrokarbon (HC) yang
tidak terbakar dapat berkurang sebesar 67%, emisi karbon monoksida (CO) turun
48%, dan sulfur oksida (SO) dapat ditekan hingga 100%, PAH (Polycyclic
Aromatic Hydrocarbons) turun 80%, nPAH (nitrasi PAH's) turun 90%, potensi
ozon khusus HC turun 50%, serta penurunan limbah dan potensi polusi
lingkungan lainnya dibanding dengan solar. Dampak emisi rata-rata biodiesel
pada emisi gas buang (PM, CO, HC dan NOx) dibandingkan dengan emisi solar.
Menurut standar ASTM D975, biodiesel mempunyai 11% massa oksigen
dari massa biodiesel yang akan memperbesar kemungkinan terjadinya
pembakaran sempurna. Perbandingan antara kandungan karbon dan hidrogen pada
biodiesel juga jauh lebih kecil daripada solar, hal ini berpengaruh pada emisi
pembakaran dikarenakan perbandingan kandungan karbon terhadap hidrogen pada
bahan bakar yang lebih kecil, kemungkinan atom karbon akan mengikat dua atom
oksigen akan semakin besar. Biodiesel akan lebih berkesempatan
membentukmolekul CO2 daripada CO, dan menghasilkan kandungan emisi SO2
13
yang rendah mendekati nol. SO2 yang biasanya dikenal dengan sulfur dioksida
adalah molekul penyebab terjadinya hujan asam atau smog. Biodiesel memiliki
kandungan sulfur 0,0024% dari massa bahan bakar, dibandingkan solar yang
memiliki kandungan sulfur 0,05-0,5% dari massa bahan bakar maka biodiesel
memiliki kandungan sulfur yang lebih sedikit.
2.6.2. Angka setana (CN) yang lebih tinggi
Jika kandungan CN terlalu tinggi, pembakaran bisa terjadi sebelum bahan
bakar dan udara bercampur dengan baik sehingga terjadi pembakaran tidak
sempurna/ lengkap dan asap. Jika kandungan CN terlalu rendah, suara mesin
kasar, salah pengapian, suhu udara yang tinggi, pemanasan mesin lebih lambat,
dan juga terjadi pembakaran tidak sempurna. Biodiesel memiliki angka setana
yang lebih tinggi daripada solar.
Angka setana menunjukkan seberapa cepat bahan bakar mesin diesel yang
diinjeksikan ke ruang bakar bisa terbakar secara spontan (setelah bercampur
dengan udara). Pengertian dari angka setana pada bahan bakar mesin diesel adalah
kebalikan dari angka oktan pada bahan bakar mesin bensin, dimana angka oktan
menunjukkan kemampuan campuran udara-bensin dalam menunggu pembakaran
dari busi (spark ignition). Semakin cepat suatu bahan bakar mesin diesel terbakar
setelah diinjeksikan ke dalam ruang bakar, semakin baik/ tinggi angka setana
bahan bakar tersebut.
2.6.3. Efek pelumasan tinggi
Berkurangnya efek pelumasan pada bahan bakar bisa menimbulkan
permasalahan pada sistem penyaluran bahan bakar, seperti pada pompa bahan
bakar dan injektor. Pengurangan efek pelumasan mengakibatkan terjadinya proses
desulfurisasi yang biasanya dilakukan pada bahan bakar solar akibat tuntutan
standart solar di berbagai negara. Biodiesel mempunyai kemampuan pelumasan
yang lebih baik dibandingkan dengan solar karena biodiesel memiliki kandungan
sulfur yang lebih rendah dibandingkan dengan solar,dimana kandungan sulfur dari
bahan bakar solar yang lebih tinggi akan menurunkan kemampuan pelumasannya.
2.6.4. Flash point
14
Flash point adalah titik terbakarnya bahan bakar setelah mencapai tekanan
tertentu dalam mesin sehingga terbakar. Biodisel mempunyai titik bakar yang
lebih tinggi dibanding dengan solar sehingga relatif lebih aman, karena biodiesel
tidak mudah terbakar.
2.7. Kekurangan Biodiesel Dibandingkan Solar
Sebelumnya telah kita ketahui kelebihan biodiesel dibandingkan solar.
Namun, disamping memiliki beberapa kelebihan, biodiesel juga memiliki
beberapa kekurangan antara lain:
2.7.1. Viskositas yang relatif tinggi pada suhu rendah
Viskositas yang tinggi akan sangat berpengaruh terhadap performa dari
mesin, dimana viskositas biodiesel dengan bahan baku minyak kelapa sawit
cenderung naik secara signifikan, jika suhunya diturunkan sampai sekitar 10-
15oC.
2.7.2. Menghasilkan emisi NOx yang lebih besar
Kenaikan maupun penurunan emisi NOx dari biodiesel tergantung pada
jenis mesin diesel dan prosedur pengujiannya. Emisi NOx menyebabkan
terbentuknya kabut asap dan ozon lokal. Pada biodiesel murni (100%), emisi NOx
rata-rata naik sebesar 10 %.
2.7.3. Mengalami degradasi pada penyimpanan
Biodiesel bisa mengalami degradasi bila disimpan dalam waktu yang lama
pada dengan kondisi tertentu. Degradasi biodiesel pada umumnya disebabkan oleh
proses oksidasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi degradasi biodiesel antara
lain keberadaan asam lemak tak jenuh, kondisi penyimpanan (tertutup/ terbuka,
dan suhu), kandungan unsur logam, dan peroksida. Harga viskositas biodiesel
juga dapat dijadikan sebagai ukuran terjadi atau tidaknya proses degradasi pada
biodiesel.
2.7.4. Cloud point dan pour point
Cloud point adalah temperatur pada saat bahan bakar mulai tampak
“berawan” (cloudy). Hal ini timbul karena munculnya kristal-kristal di dalam
bahan bakar. Meskipun bahan bakar masih bisa mengalir pada titik awan ini,
terbentuknya kristal/ gel di dalam bahan bakar dapat menghambat aliran bahan
15
bakar di dalam filter, pompa, dan injektor. Sedangkan pour point adalah
temperatur terendah yang masih memungkinkan terjadinya aliran bahan bakar; di
bawah pour point, bahan bakar sudah tidak dapat mengalir karena terbentuknya
kristal/ gel yang menyumbat aliran bahan bakar. Dilihat dari definisinya, cloud
point terjadi pada temperatur yang lebih tinggi dibandingkan dengan pour point.
Pada umumnya permasalahan pada aliran bahan bakar terjadi pada temperatur
diantara cloud dan pour point, dimana dengan terbentuknya kristal bahan bakar
akan menghambat aliran bahan bakar melalui filter. Pada umumnya, cloud point
dan pour point biodiesel lebih tinggi dibandingkan dengan solar. Hal ini dapat
menimbulkan masalah, jika biodiesel digunakan sebagai bahan bakar mesin
diesel, terutama di negara-negara yang mengalami musim dingin. Untuk
mengatasi hal ini, biasanya ditambahkan aditif tertentu pada biodiesel untuk
mencegah aglomerasi kristal-kristal yang terbentuk dalam biodiesel pada suhu
rendah. Selain penggunaan aditif sebagai campuran biodiesel, dapat juga
dilakukan pencampuran antara biodiesel dan solar. Pencampuran antara biodiesel
dan solar terbukti dapat menurunkan cloud point dan pour point bahan bakar.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat:
1) Heating mantle
2) Magnetic stirrer
3) Labu leher tiga
4) Termometer
5) Kondenser
6) Pipet hisap
7) Pompa
8) Ember
3.1.2. Bahan:
1) Minyak Jelantah
2) Metanol
3) Katalis NaOH
3.2. Prosedur Percobaan
3.2.1. Reaksi esterifikasi
1) Cairkan bahan baku terlebih dahulu bila bahan baku berwujud padat
hingga mencapai ukuran 100 ml
2) Setelah minyak berbentuk likuid, masukkan minyak ke dalam labu leher
tiga yang telah dilengkapi dengan termometer, pemanas, dan kondenser.
Kemudian dipanaskan sampai suhu 70oC. Reaksi ini berlangsung secara
batch
3) Campurkan metanol dan katalis dalam jumlah tertentu ke dalam minyak
yang telah dipanaskan
4) Reaksikan campuran tersebut selama 1 jam
5) Setelah 1 jam minyak diangkat dan didinginkan
3.2.2. Reaksi transesterifikasi
17
Setelah minyak didinginkan dan dihilangkan alkoholnya, kemudian
dilan-
jutkan dengan reaksi transesterifikasi dengan prosedur sebagai berikut:
1) Minyak yang telah terbentuk pada reaksi esterifikasi dipanaskan kembali
pada suhu 65oC
2) Setelah mencapai temperatur 65oC, minyak tersebut ditambahkan dengan
campuran metanol dan katalis NaOH dalam jumlah tertentu
3) Reaksikan campuran minyak, alkohol, dan katalis NaOH selama 1 jam,
reaksi ini berlangsung pada kondisi batch
4) Setelah 1 jam minyak tersebut diangkat dan didinginan serta dihilangkan
alkoholnya
5) Diamkan selama 24 jam agar terlihat dua lapisan yaitu lapisan atas metil
ester dan lapisan bawah berupa gliserol, kemudian pisahkan dengan
corong pemisah
6) Metil ester yang telah dipisahkan kemudian dicuci dengan cara
mencampurkan air yang telah dipanaskan pada suhu 50oC
7) Diamkan sampai terbentuk 2 lapisan kembali, kemudian dua lapisan
tersebut dipisahkan dengan corong pemisah. Lakukan hal ini beberapa kali
hingga hasil cucian terakhir terlihat bersih
8) Terakhir lakukan pemanasan pada metil ester (biodiesel) sampai suhu
100oC untuk menghilangkan kadar alkohol yang masih ada pada biodiesel
9) Produk metil ester adalah biodiesel yang dapat dianalisa
18
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Rizwan. Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Jelantah Dengan
Menggunakan Metil Asetat Sebagai Pensuplai Gugus Metil.
(http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15905-4207100091 Paper.
pdf), diakses 30 Agustus 2014
Anonim. 2014.Etanol. (http://id.wikipedia.org/wiki/Etanol), diakses 09 September
2014
Hidayat, Tatang dan Djajeng Sumangat. 2008. Karakteristik Metil Ester Minyak
Jarak Pagar Hasil Proses Transesterifikasi Satu Dan Dua Tahap.
(http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/assets/media/publikasi/jurnal/
j.Pascapanen.2008_2_3.pdf), diakses 30 Agustus 2014
Sukarno. 2012. Studi Pengaruh Pencampuran Aditif Terhadap Viskositas
Biodiesel Pada Suhu Rendah. (http://eprints.undip.ac.id/42161/1/Bab_I-
III.pdf), diakses 28 Agustus 2014
Zahriyah, Syifauz. 2009. Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dalam Minyak Jelantah
Dengan Katalis TiO2/Montmorillonit Dan Pengaruhnya Terhadap Biodiesel
Yang Dihasilkan. (http://eprints.uns.ac.id/2193/1/73220807200 906011.pdf),
diakses 09 September 2014