SURAT PERINTAH KERJA KONSULTASI - dkp.acehprov.go.id Kelaikan Kapal Pantai... · SURAT PERINTAH...

76
PEMERINTAH ACEH DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN Jalan Tgk. Malem No. 7 Telp. (0651) 22951 22836 - 23181 Fax. 22951 Kotak Pos. 124 Kode Pos, 23121 BANDA ACEH SURAT PERINTAH KERJA KONSULTASI Nomor : 602/0727/IV/2015 Tanggal : 10 APRIL 2015 PEKERJAAN STUDI KELAYAKAN KAPAL PERIKANAN PANTAI BARAT PROVINSI ACEH DPA NOMOR : 2.05.2.05.01.25.01.5.2 Tanggal : 02 MARET 2015 TAHUN ANGGARAN : 2015 BIAYA : Rp. 49.819.000,- SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN ACEH TAHUN ANGGARAN 2015 PELAKSANA CV. PORTALINDO KARYA UTAMA Komplek Perumnas Tiara Indah Lestari II. No. 20, Desa Ilie Ulee Kareng Banda Aceh

Transcript of SURAT PERINTAH KERJA KONSULTASI - dkp.acehprov.go.id Kelaikan Kapal Pantai... · SURAT PERINTAH...

PEMERINTAH ACEH

DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN Jalan Tgk. Malem No. 7 Telp. (0651) 22951 – 22836 - 23181

Fax. 22951 Kotak Pos. 124 Kode Pos, 23121

BANDA ACEH

SURAT PERINTAH KERJA KONSULTASI

Nomor : 602/0727/IV/2015 Tanggal : 10 APRIL 2015

PEKERJAAN

STUDI KELAYAKAN KAPAL PERIKANAN PANTAI BARAT PROVINSI ACEH

DPA NOMOR : 2.05.2.05.01.25.01.5.2

Tanggal : 02 MARET 2015

TAHUN ANGGARAN : 2015

BIAYA : Rp. 49.819.000,-

SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH

DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN ACEH

TAHUN ANGGARAN 2015

PELAKSANA

CV. PORTALINDO KARYA UTAMA Komplek Perumnas Tiara Indah Lestari II. No. 20, Desa Ilie

Ulee Kareng – Banda Aceh

P a g e | ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………… i

DAFTAR TABEL……………………………………………………………….……. iv

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….…….. v

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………… 1

1.1. Latar Belakang …………………………………………………………............ 1

1.2. Tujuan ……………………………………………………………................... 3

1.3. Manfaat .............................................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………................................................. 4

2.1 Karakteristik Kapal Ikan ………………………………………….................... 4

2.2 Proses Pembangunan Kapal Kayu ..................................................................... 4

2.3 Karakteristik Kayu untuk Kapal ........................................................................ 8

2.4 Bentuk Lambung Kapal ………………………………………………............. 13

2.5 Stabilitas Kapal ....………………………………………………...................... 14

2.6 Perhitungan Ruang Muat Kapal ……………………………………………..... 17

2.7 Tahanan Kapal ……………………………………………………................... 18

2.8 Bahan Bakar Kapal …………………………………………………………..... 20

2.9 Jenis Jenis Kapal Penangkap Ikan dan Perlengkapannya .................................. 22

2.10 Kondisi Laut Aceh ............................................................................................. 36

BAB III METODE PENELITIAN …………………................................................. 38

3.1 Lokasi dan Waktu ……………………………….............................................. 38

3.2 Alat dan Bahan ………………………………………….................................. 38

3.3 Metode Pelaksanaan …………………………………………………………... 38

3.4 Tahap Pelaksanaan ............................................................................................ 40

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ……………………………………….... 41

4.1 Analisa Data ………………………………………………………………….. 41

4.1.1 Zonasi 1 …………………………………………………...................... 41

4.1.2 Zonasi 2 ……………………………………………………………….. 43

4.2 Estimasi Kebutuhan Kayu Wilayah Barat …………………………………….. 46

4.3 Perhitungan Tahanan Kapal ............................................................................... 50

4.4 Perhitungan Volume Displacement .................................................................... 51

4.5 Perhitungan Tahanan .......................................................................................... 52

4.6 Perhitungan Daya ............................................................................................... 57

4.7 Pembahasan ....................................................................................................... 59

4.7.1 Kebutuhan Material Kayu ...................................................................... 59

4.7.2 Tahanan Kapal ....................................................................................... 60

4.5.4 Kecepatan Dinas .................................................................................... 60

P a g e | iii

4.5.5 Jenis Meterial Kayu ............................................................................... 61

BAB V KESIMPULAN ...................................................................................……… 62

5.1. Kesimpulan ………………………………………............................................ 62

5.2. Saran …………………………………….......................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA ….…………………………………………………………… 64

LAMPIRAN

P a g e | iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Hasil Analisis Jumlah Kayu Produksi Kapal Baru Wilayah

Pantai Barat ....................................................................................... 47

Tabel 2 Hasil Analisis Pemakaian Kayu Untuk Perbaikan Kapal Kayu ......... 49

Tabel 3 Data Sampel Kapal di Lapangan ........................................................ 50

P a g e | v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Bagian-bagian dari Kayu Glondongan ....................................... 8

Gambar 2 Bentuk Lambung V ..................................................................... 13

Gambar 3 Denah Lokasi Penelitian ............................................................ 38

Gambar 4 Model Kapal Perikanan dengan type Alat Tangkap Gill Net

dan Rawai ( 5 GT) ....................................................................... 41

Gambar 5 Model Kapal Perikanan dengan type Alat Tangkap Gill Net

dan Rawai (10 GT) ...................................................................... 34

Gambar 6 Model Kapal Perikanan dengan type Mini Purse Seini (15 GT) 42

Gambar 7 Model Kapal Perikanan dengan type Mini Purse Seini (30 GT) 43

Gambar 8 Model Kapal Perikanan dengan type Jukung .............................. 43

Gambar 9 Model Kapal Perikanan dengan type Gill Net (5 GT) ................ 44

Gambar 10 Model Kapal Perikanan dengan type Alat Tangkap Gill Net

dan Rawai (5GT). ....................................................................... 44

Gambar 11 Model Kapal Perikanan dengan type Alat Tangkap Gill Net

dan Rawai (10GT) ....................................................................... 45

Gambar 12 Model Kapal Perikanan dengan type Alat Tangkap Purse

Seini (30GT) ............................................................................... 45

Gambar 13 Grafik Perbandingan Ukuran Armada dengan Kebutuhan Kayu

Wilayah Pantai Timur ................................................................. 48

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Provinsi Aceh yang terletak di ujung barat Indonesia, secara geografis di

kelilingi oleh laut yaitu Selat Malaka, Samudera Hindia dan pantai utaranya

berbatasan dengan Selat Benggala. Wilayah pesisirnya memiliki panjang garis pantai

1.660 km dengan luas wilayah perairan laut seluas 295.370 km² terdiri dari laut

wilayah (perairan teritorial dan perairan kepulauan) 56.563 km² dan Zona Ekonomi

Eksklusif (ZEE) 238.807 km² (Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, 2011).

Provinsi Aceh memiliki 3 bentuk karekteristik zonasi dalam pengembangan

sektor perikanan, yaitu: (1) pesisir dan pantai Aceh bagian barat, (2) pesisir dan pantai

Aceh bagian timur, dan (3) kawasan pedalaman Aceh bagian tengah. Kawasan pesisir

dan pantai Aceh bagian barat berpotensi besar untuk pengembangan perikanan

tangkap skala besar dan modern (industri perikanan tangkap) guna menjangkau

fishing ground perairan ZEE (200 mil) Samudera Hindia, disamping perikanan

budidaya laut (keramba jarring apung) dan budidaya air tawar (Dinas Kelautan dan

Perikanan Aceh, 2011).

Perikanan merupakan salah satu bidang yang diharapkan mampu menjadi

penopang peningkatan kesejahteraan rakyat. Sektor perikanan dapat berperan dalam

pemulihan dan pertumbuhan perekonomian karena potensi sumberdaya ikan yang

besar dalam jumlah dan keragamannya. Selain itu, sumberdaya ikan termasuk

sumberdaya yang dapat diperbaharui sehingga dengan pegelolaan yang bijaksana,

dapat terus dinikmati manfaatnya.

2

Proses penangkapan ikan memerlukan sarana, diantaranya kapal. Kapal

Perikanan adalah sarana yang membawa nelayan untuk melakukan proses

penangkapan ikan. Kapal Perikanan memiliki sebuah motor penggerak dan atau tanpa

adanya motor penggerak. Motor penggerak memerlukan bahan bakar untuk

menggerakkan kapal. Bentuk rancangan kapal sangat mempengaruhi nilai efisiensi

bahan bakar terhadap gaya gesek yang diakibatkan oleh laju kapal. Oleh karena itu,

bentuk lambung kapal menjadi nilai yang paling berpengaruh terhadap efisiensinya

bahan bakar terhadap laju kapal tersebut. Bentuk lebar lambung yang semakin besar

di medan area penangkapan, akan mengakibatkan gaya gesek yang besar antara

lambung kapal terhadap air sehingga laju kapal menjadi terhambat. Motor penggerak

pada kapal akan bekerja keras untuk menghasilkan tenaga yang tidak sewajarnya,

akibatnya konsumsi bahan bakarpun semakin besar (Yudistira, 1997).

Dewasa ini terdapat banyak kemajuan yang dicapai di bidang perkapalan dan

salah satunya adalah di bidang kapal kayu yang sebagian besar adalah armada kapal

penangkap ikan. Beberapa kemajuan yang telah dicapai dalam bidang kapal kayu

adalah digunakannya metode dan bahan dalam proses pembangunan kapal kayu agar

kapal kayu yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan atau sesuai dengan

segmentasi pasar dari kapal kayu tersebut.

Mengingat persaingan global yang semakin ketat, terlebih dengan adanya

kemajuan teknologi-teknologi baru, maka menjadi suatu keharusan bagi pihak-pihak

yang terlibat dalam banyak di bidang kapal kayu atau stakeholder untuk

1). Memperbaiki teknologi pembuatan kapal kayu dan 2). Meningkatkan efektifitas

dan efisiensi biaya produksi agar sesuai dengan kualitas yang diharapkan oleh

stakeholder kapal kayu. Sehingga sampai dengan saat ini masih sangat dibutuhkan

3

kajian tentang pengembangan teknologi pembuatan armada kapal kayu yang mampu

untuk menjawab tantangan-tantangan diatas.

Disamping permasalahan yang sering dihadapi seperti di atas, ada

permasalahan yang berpengaruh besar dan sangat signifikan yaitu sering didapati

biaya yang harus dialokasikan untuk pembangunan kapal kayu tidak sesuai karena

jumlah yang dianggarkan belum bisa memberikan kontribusi yang tepat terhadap

kualitas yang diharapkan stakeholder dari kapal kayu pada segmen pasar tertentu.

Dari permasalahan di atas, maka dibutuhkan suatu metode yang mampu

mengakomodir kainginan stakeholder pada segmen tersebut, penerjemahan dalam

teknis proses pembuatan kapal kayu atau technical respons dengan biaya

pembangunan kapal kayu tersebut.sehingga terdapat suatu kesamaan persepsi antara

stakeholder dan builder terhadap kualitas dan biaya yang harus dianggarkan untuk

proses pembangunan kapal kayu pada segmen tersebut.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui kelayakan kapal

perikanan kelas menegah yang berada di kawasan pantai barat Provinsi Aceh.

1.3 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

mengenai pengaruh Kalaikan kapal Perikanan Kelas menengah yang ada di pantai

Barat provinsi Aceh.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Karakteristik Kapal Ikan

Dalam pengoperasian kapal, kapal ikan melakukan kegiatan pelayaran dan

penangkapan ikan yang berarti kapal ikan mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai

sarana perhubungan dan penagkapan ikan. Mengingat akan fungsi operasional yang

lebih rumit dan berat, maka diperlukan persyaratan khusus yang merupakan

keistimewaan dan karakteristik kapal ikan, diantaranya adalah sebagai berikut :

struktur konstruksi yang handal, kalaik lautan kapal, olah gerak kapal, area pelayaran,

kecepatan kapal, penggerak kapal, perlengkapan kapal dan peralatan penangkap ikan.

Dalam penelitian ini karakteristik kapal ikan lebih ditekankan pada kelayakan ukuran

kapal yang layak untuk dibangun sesuai dengan kemajuan ketersediaan kayu dan

pengalihan alternatif material pengganti, lebih lanjut ini akan berpengaruh terhadap

kapal mana yang sudah seharusnya dialihkan dengan menggunakan material

pengganti kayu.

2.2 Proses pembangunan kapal kayu

roses pembuatan konstruksi kapal kayu konvensional meliputi tahap-tahap

sebagai berikut.

2.2.1 Pembuatan Lunas

Lunas merupakan komponen konstruksi memanjang yang terletak paling

dasar. Lunas juga merupakan tumpuan konstruksi lainnya dan berperan penting pada

kekuatan memanjang kapal. Karena lunas merupakan bagian konstruksi yang penting

, maka dalam pembuatannya perlu kecermatan. Lunas balok kayu dapat dibedakan

5

menjadi 2 macam sesuai letak dari lunas. Kedua macam lunas balok kayu tersebut

adalah :

Lunas luar (outer keel) dan lunas dalam (inner keel) dibuat menjadi satu.

Outer keel dan inner keel dibuat secara terpisah.

2.2.2 Pembuatan Gading (Frame)

Gading merupakan komponen konstruksi yang dipasang secara melintang.

Gading terdiri atas gading kiri dan gading kanan. Yang berfungsi sebagai kerangka

penguat badan kapal dan sebagai tempat menempelkan lajur kulit kapal. Gading pada

lambung, dalam proses pembutannya dibagi menjadi dua bagian, yaitu gading bagian

atas dan gading bagian bawah. Kedua bagian bagian gading tersebut dapat disambung

dengan sambungan lurus, sambungan lurus dengan bracket. Sambungan yang

bertumpang (over laps). Konstruksi gading lainya berupa gading tunggal, yaitu

kostruksi gading yang terbuat dari satu balok tunggal.

Langkah langkah pembuatan gading adalah:

2.2.1 Membuat rambu gading

2.2.2 Memebuat rambu simpul

2.2.3 Membuat komponen gading

2.2.4 Pembentukan gading

o Pembentukan alami

o Pembentukan panas

2.2.5 Pembentukan bevel gading.

6

2.2.3 Pembuatan wrang

Wrang adalah komponen konstruksi yang dipakai untuk mnggabungkan

gading sisi kiri dan sisi kanan. Wrang ini merupakan bagian konstruksi yang dapat

menambah kekeuatan melintang kapal. Adapun tahapan pembuatannya adalah

sebagai berikut:

a. Membuat rambu wrang berdasarkan (gambar desain) yang ada.

b. Memebuat wrang sesuai rambu.

2.2.4 Pembuatan balok geladak

Balok geladak merupakan penguat melintang dan dipakai sebagai tumpuan

dari papan geladak. Selain itu , balok geladak merupakan satu rangkaian dengan

gading dan wrang.

2.2.5 Pembuatan papan geladak.

Secara umum geladak merupakan bentuk permukaan datar atau hampir datar

dan tar yang merupakan penutup sisi ruangan bagian atas dari kapal. Dari segi

konstruksi, geladak kapal kayu terdiri atas kumpulan beberapa bilah papan

memanjang dan sekelinglingnya dibatasi papan lambung. Fungsi adalah melindungi

ruangan muat dan biasanya harus kedap, sekaligus juag memebantu kekuatan

memanjang dan melintang.

Langkah pengerjaan adalah sebagai berikut:

- pemilihan bahan kayu yang sesuai

- Perataan dan pelurusan permuakaan bahan (kayu).

- Penyerongan/pembuatan kampuh.

7

2.2.6 Papan Kulit lambung.

Kulit lambung kapal kayu merupakan kontruksi yan terdiri dari susunan lajur-

lajur papan yang melekat satu dengan lainya, dan sekaligus melekat dengan gading.

Langkah pembuatannya sama dengan pembuatan papan geladak, yang perlu dan

penting dihindari adalah kebocoran.

2.2.7 Pembuatan Sekat

Ditinjau dari konstruksinya, sekat untukl kapal kayu tradisional terdiri atas

papan-papan kayu dan balok-balok penegar yang berfungsi sebagai pengikat. Gading

sekat merupakan gading untuk melekatnya papan sekat. Sebenarnya fading sekat

secara konstruksi tidak ada bedanya dengan yang lain namun ukuranya lebih kecil

saja.

Perakitan untuk pembutan kapal kayu tradisional adalah dengan urutan

sebagai berikut:

a. Lunas

b. Linggi haluan dan buritan

c. Papan kulit lambung

d. Gading

e. Galar balok dan galar kim.

f. Papan dan penegar sekat

g. Balok geladak

h. Papan geldak

8

2.3 Karakteristik Kayu Untuk Kapal

Kayu adalah bagian dari suatu pohon yang dibentuk oleh kulit kayu yang

terdiri dari susunan dindign sel dan rongga sel serta zat-zat pengikat antara dinding

sel sehingga bagian tersebut merupakan kekuatan penyangga dari berat pohon dan

pengaruh-pegaruh dari luar.

Sifat-sifat dari kayu sangat ditentukan oleh dimensi dari susunan sel serta

strukturnya utntuk mengetahui sifat-sifat kayu dari sekian ribu jenis yang tumbuh di

atas daratan, maanusia berupaya mengelompokan dari berbagai jenis kayu seperti

nama botani dan familinya serta melalui beberapa pengetesan secara kimiawi dan

mekanis

Setelah penebangan suatu jenis pohon dengan umur yang cukup, maka mulai

pada saat itu sampai dengan pengeringan akan mengalami perubahan sifat kayu

karena penyusutan dinding sel dan rong ga sel.

Secara melintang, kayu glondongan dapat dipisahkan menjadi empat bagian

yaitu : inti / hati kayu (pith), kayu teras / galih (hearthwood), kayu gubal (sapwood)

dan kulit kayu (bark), serta dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 1

9

Bagian-bagian dari kayu glondongan

I. Inti / hati kayu (pith)

Bagian ini tidak diperkenankan berada pada potongan balok, papan atau

bilah papan yang merupakan kelemahan dalam kekuatan konstruksi

II. Kayu teras / galih (heart wood)

Bagian dari kayu yang biasa dipakai dalam konstruksi pembuatan kapal

III. Kayu gubal (sap wood)

Bagian ini tidak digunakan atau dipakai, karena bagian tersebut mempunyai

sel-sel kayu yang masih muda sehingga tidak digunakan dalam kekuatan konstruksi

IV. Kulit kayu (bark)

Bagian ini dalam pertubuhannya digunakan untuk mengirim cairan keseluruh

pohon, sedangkan untuk konstruksi kulit kayu ini tidak digunakan.

Disamping itu ada beberapa istilah yang harus diketahui sehubungan dengan

keadaan kayu dengan air:

Kandungan Air

Kandungan air dalam kayu adalah perbandingan berat kayu basah (saat

penebangan) dengan berat kayu setelah mengalami proses pengeringan dalam

prosentase

%100XKeringkayuBerat

KeringkayuberatbasahkayuBerat

Kelembaban Udara

%100XterkandungdapatmaksyangairdanudaraBerat

udaraberatterkandungairdanudaraBerat

10

Catatan :

Pengukuran dilakukan pada tekanan dan temperatur yang sama pada saat itu.

Perubahan Dimensi atau Penyusutan

Adalah perbandingan ukuran kayu basah (saat penebangan dengan ukuran

kayu setelah mengalami proses pengeringan dalam prosentase

%100ker

XbasahkayuUkuran

ingkayuukuranbasahkayuUkuran

2.3.1 Jenis dan klasifikasi kayu

Pemilihan jenis kayu untuk perkapalan saat ini masih didasarkan pada

pengalaman praktek dan tradisi umum dalam penggunaan. Para pembuat kapal

biasanya tidak berani menggunakan jenis kayu baru walaupun jenis kayu tersebut

memiliki sifat yang sama, bahkan mungkin lebih baik dari pada jenis kayu yang biasa

digunakan untuk pembangunan konstruksi kapal.

Adanya masalah semakin terbatasnya persediaa kayu yang biasa dipergunakan

pada perkapalan untuk jenis yang umum misalnya ; jati, ulin, merbau dan lain-lain,

serta menjadikan harga baru terus semakin tinggi, menyebabkan para pembuat kapal

baru cenderung untuk mengenal sifat-sifat kayu secara luas agar mendapatkan jenis

kayu yang setara, sehingga masalah terbatasnya persediaan dan harga semakin tinggi

ini dapat diatasi.

Hal-hal penting pada persyaratan jenis kayu yang dapat dipergunakan sebagai

bahan pertimbangan pemilihan, antara lain :

Nama botaninya atau daerahnya dari jenis kayu beserta penyebarannya.

11

Hal ini perlu untuk mengetahui tempat dan nama kayu yang dihasilkannya,

sehingga mempermudah untuk mengambil pertimbangan dalam pemilihan yang

dalam hal ini berhubungnan dengan beaya transportasi untuk pengangkutannya.

Ciri-ciri kayu

Dengan pengamatan makrokopis yang meliputi warna kayu teras, warna kayu

gubal, tekstur arah serat, kondisi permukaan, rasa, bau dan ciri-ciri lain dari

makrokopis.

Sifat kayu

Dengan menggunakan alat eksperimen dan metode penetrasi yang meliputi

sifat makanis yang peninjauannya kearah radial dan tangensial antar lain :

- Keteguhan lentur statis (static bending strength)

- Keteguhan pukul (impac bending strenght)

- Keteguhan geser (shearing strenght)

- Keteguhan tarik arah serat (tensioan to grain)

- Keteguhan tekan (compression strenght)

- Modulus elastisitas (modulus of elasticity)

- keteguhan belah (cleavability)

Sifat fisis kayu, antara lain meliputi :

- Kekerasan (hardness) pada ujung dan sisi

- Berat jenis (spesific of gravity)

- Kadar air (kelembaban)

Ketahanan terhadap jenis organisme perusak kayu

Berdasarkan keempat hal tersebut di atas pembuatan kapal kayu dapat memilih

dan mentranspormasikan jenis-jenis kayu yang setara untuk berbagai macam

12

penggunaan konstruksi yang dipersyaratkan sesuai dengan peraturan biro klasifikasi

mengenai kekuatannya. Denga kata lain adanya perbedaan ciri sifat mekanis, fisis,

ketahanan terhadap organisme perusak kayu pada berbagai jenis kayu, menjadikan

timbulnya klasifikasi mutu kayu yang disesuaika terhadap kegunaana atas dasar

kekuatan dan keawetan dari masing-masing jenis kayu.

Hal penting dalam usaha menambah keawetan kayu terhadap serangan

organisme perusak adalah mempergunakan pengawetan metode vakum dan tekan

pada tekanan maksimum 10 Atm selama 4 jam dalam larutan tanalith CT. 106 yang

ternyata merupakan bahan-bahan pengawet type CCA berupa campuran garam

tembaga chrom-arsen pada konsentrasi 3 % dengan kadar air kayu sebelum proses

sekitar 20 - 25 %. Hasil pengawetan ditunjukan oleh retensi bahan pengawet yang

masuk dalam kayu dihitung dengan berdasarkan selisih berat kayu pada konsentrasi

kadar airtertentu, sebelum dan sesudah proses di awetkan dan di nyatakan dalam

kg/m3 garam kering.

Semakin tinggi retansi akan menyebabkan semakin tahan terhadap serangan

organisme perusak sehingga keawetan kayu semakin tingggi, retensi minimum yang

disyaratkan untuk bahan baku kayu perkapalan hasil anlisa lembaga penelitian hasil

hutan perihal kayu untuk industri di Indonesia adalah sebesar 24 kg/m3.

Dan untuk lebih mengenal dan mempermudah para pembuat kapal kayu

memilih jenis kayu yang ekonomis, kuat dan sesuai terhadap ketentuan persyaratan

kekuatan kayu perkapalan oleh Biro Klasifikasi Indonesia untuk kostruksi kapal kayu

tahun 1971, maka kayu tersebut dikelompokan dari bebagai jenis pohon yang tumbuh

di dunia melalui pengujian kimiawi dan mekanis serta ketahanannya terhadap

pengaruh organisme atau binatang-binatang perusak lainnya.

13

Sehingga lembaga pusat penyelidikan kehutanan memberikan daftar

penggolongan kayu dalam kelas awet dan kuat, dengan penyesuaian dalam

pemakaian bahan kayu untuk perkapalan seperti hal-hal yang mempengaruhi kekuatan

adalah kelas awet.

Di Indonesia telah diproduksi jenis multiplek untuk bidang perkapalan atau

sejenisnya yang dikenal dengan nama kayu lapis kelautan (marine playwood) yang

telah mempunyai atau diakui oleh standart internasional mengenai ketahanannya dan

kerusakan terhadap media-media yang ada dalam kapal maupun diluar kapal.

Lambung kapal atau dalam bahasa Inggris disebut hull adalah bagian dari

perahu atau kapal. Lambung kapal menyediakan daya apung (buoyancy) yang

mencegah kapal dari tenggelam dan dirancang agar sekecil mungkin menimbulkan

gesekan dengan air, khususnya untuk kapal dengan kecepatan tinggi (Attwood dan

Pengelly, 2001).

2.4 Bentuk Lambung Kapal

Pada umumnya, bentuk lambung kapal penangkap ikan di Aceh adalah

berbentuk V. Kapal lambung V merupakan kapal dengan lambung lancip seperti huruf

V yang mempunyai hambatan yang kecil sehingga lebih hemat dalam penggunaan

bahan bakar. Kapal yang demikian biasanya digunakan pada kapal berkecepatan

tinggi. Lambung V dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini:

Gambar 2 Bentuk lambung V

Sumber: Hovgaard, 1996

14

2.5 Stabilitas Kapal (Intact stability)

Menghitung besar lengan stabilitas (righting arm) kapal, baik lengan stabilitas

statis maupun dinamis, untuk menentukan keadaan stabilitas kapal. Perhitungan

stabilitas utuh untuk sebuah kapal akan diuraikan. Langkah-langkah ini meliputi

perhitungan besar KG, GZ, lengan stabilitas statis dan dinamis. Contoh yang

digunakan adalah untuk tipe kapal tertentu. Namun demikian, langkah-langkah

perhitungannya ini bersifat generic, artinya secara umum dapat digunakan untuk

berbagai macam tipe kapal. (Manning, Giorgi, 1956).

2.6.1. Langkah-langkah perhitungan

Untuk keperluan perhitungan stabilitas statis dan dinamis, data awal tentang

ukuran-ukuran berikut diperlukan:

1. L = waterline length

2. B = maximum breadth

3. BM = maximum waterline breadth

4. H = mean draft at designed waterline

5. DH = minimum depth

6. SF = forward sheer

7. SA = after sheer

8. 0 = displacement at designed waterline

9. Ld = length of superstructure which extends to sides of ship

10. d = height of superstructure which extends to sides of ship

11. CB = block coefficient

12. CW = waterline coefficient at draft H

13. CX = midship section coefficient at draft H

14. CPV = vertical prismatic coefficient at draft H

15. AO = area of waterline plane at designed draft

16. AM = area of immersed midship section

15

17. A2 = area of vertical centerline plane to depth D

18. S = mean sheer = area of centerline plane above minimum depth divided

by length

19. D = mean depth

20. F = mean freeboard

21. A1= area of waterline plane at depth D may be estimated from A0 and

nature of stations above waterline

Adapun langkah-langkah perhitungan untuk parameter-parameter dari

stabilitas statis dan dinamis diuraikan dibawah ini.

1. Menentukan besar . dengan rumus sebagai berikut:

. 0+ (((A0+A1)/2) F/35)

2. Menentukan besar dengan rumus sebagai berikut:

= 2

T - 0

3. Menentukan besar CW' dengan rumus sebagai berikut:

CW' = D L

A2

4. Menentukan besar CW” dengan rumus sebagai berikut:

CW” = CW’-BDL

140.(1- CPV”)

5. Menentukan besar CX' dengan rumus sebagai berikut:

CX' = BD

BF AM

6. Menentukan besar CPV’ dengan rumus sebagai berikut:

CPV’ = DA

35

1

T

7. Menentukan besar CPV’’ dengan rumus sebagai berikut:

CPV’’ = BA

35

2

T

8. Menentukan besar GG’. dengan rumus sebagai berikut:

16

GG' - KG

9. Menentukan besar KG dengan rumus sebagai berikut:

KG = CKG.DM

10. Menentukan besar f1 dengan rumus sebagai berikut:

f1 = )'C2F(1

AA

1D

PV

1

0

11. Menentukan besar G’B0 dengan rumus sebagai berikut:

G’B0 = KG’- KB0

12. Menentukan besar KB0 dengan rumus sebagai berikut:

KB0 = (1-ho)H

13. Menentukan besar f0 dengan rumus sebagai berikut:

f0 = )C2F(1

1A

AH

PV

0

1

14. Menentukan besar G’B90 dengan rumus sebagai berikut:

G’B90 = 0

2

4

BhT -))1)((70(

.5,17

"20

2

PVCB

A

15. Menentukan besar f2 dengan rumus sebagai berikut:

f2 = 9,1(CX’-0,89)

16. Menentukan besar G’M0 dengan rumus sebagai berikut:

G’M0 = KB0 + BM0 – KG’

17. Menentukan besar BM0 dengan rumus sebagai berikut:

BM0 =

0

3

Wl

35Δ

LBC

18. Menentukan besar G’M90 dengan rumus sebagai berikut:

G’M90 = BM90 – G’B90

19. Menentukan besar BM90 dengan rumus sebagai berikut:

BM90 = 0

3

l

35Δ

LD'C+

0

2

d

140Δ

dDL

20. Menentukan besar GM0 dengan rumus sebagai berikut:

17

GM0 = KB0 + B0M0 - KG

21. Menentukan besar GZ dengan rumus sebagai berikut:

GZ = G’Z’ + GG’sin

22. Menentukan besar G’Z’ dengan rumus sebagai berikut:

G’Z’ = b1sin2 + b2sin4 + b3sin6

23. Menentukan besar b1 dengan rumus sebagai berikut

b1 =

32

MG'MG'

8

)BG'B9(G' 900090

24. Menentukan besar b2 dengan rumus sebagai berikut

b2 =

8

MG'MG' 900

25. Menentukan besar b3 dengan rumus sebagai berikut

b3 =

8

)BG'B3(G'

32

)MG'M3(G' 090900

2.6 Kapasitas Ruang Muat Kapal

Perhitungan GT dan NT kapal akan diuraikan, tahap perhitungan ini dilakukan

setelah perhitungan-perhitungan ukuran utama, hambatan dan propulsi, serta berat dan

titik berat kapal telah selesai dilakukan. Referensi dari perhitungan GT dan NT.

(Robert Taggart. 1980)

2.6.1 Perhitungan Gross Tonnage

Rumus dasar perhitungan GROSS TONNAGE (GT) adalah sebagai berikut:

GT = K1 x V total

Dimana:

K1 = 0.2 + 0.02 log10Vtotal

Vtotal = Vu + VH

Vtotal = Volume total dari kapal yang diasumsikan kedap

atau tertutup

18

Vu = Volume ruang dibawah upper deck (m3)

VH = Volume dari bangunan atas (m3)

2.6.2. Perhitungan Net Tonnage

Rumus dasar perhitungan NET TONNAGE (NT) adalah sebagai berikut:

NT = K2Vc

2

3

4

D

d+ K3

1

1N +

10

2N

Dimana :

Vc = total volume dari ruang muat dalam m3

K2 = 0,2 + 0,02 log10Vtotal

K3 = 1,25 (GT + 10.000) / 10.000

D = Tinggi kapal diukur dari a midship

d = Sarat kapal diukur dari amidship

N1 = Jumlah penumpang di kabin tidak lebih dari 8

penumpang

N2 = Jumlah dari penumpang lainnya

N1 + N2 = Jumlah penumpang kapal yang diizinkan untuk

diangkut

2.7 Tahanan Kapal

Kapal yang berlayar diibaratkan seperti sebuah benda yang bergerak melalui media

air dan udara, ini berarti bahwa benda itu mengalami gaya hambat (Resistance force) dari

media yang dilaluinya. Menurut Telfer (1953) tahanan-tahanan yang di alami sebuah kapal

yang bergerak melalui air dan udara dapat di uraikan atas :

- Tahanan Gesek (Frictional Resistance)

- Tahanan Gelombang (Wave Making Resistance)

- Tahanan Tekanan (Pressure Resistance)

- Tahanan Udara (Air Resistance)

- Tahanan Tambahan (Appendage Resistance)

19

Secara teori dapat diurai menjadi beberapa tahanan dan biasanya dipilih menjadi 4

tahanan sbb :

a. Tahanan Gesek ( Frictional Resistance )

Hambatan gesek ini terjadi karena adanya suatu lapisan atau volume air yang melekat

pada bagian kapal yang terbentuk pada permukaan bidang basah kapal yang sedang bergerak

dan biasa disebut lapisan batas (Boundary Layer). Pada lapisan batas tersebut kecepatan gerak

dari partikel-partikel zat cair (dalam hal ini air laut), bervariasi dari 0 (nol) pada permukaan

kulit kapal hingga maksimum sama dengan besarnya kecepatan gerak aliran zat cair pada tepi

dari lintasan batas tersebut. Perubahan atau variasi kecepatan partikel-partikel zat cair inilah

yang mencerminkan adanya pengaruh gaya-gaya viskositas pada lapisan batas yang

menyebabkan timbulnya tahanan gesek pada kapal tersebut.

b. Tahanan Gelombang ( Wave Making Resistance )

Kapal yang bergerak dalam air akan mengalami hambatan sehingga menimbulkan

gelombang yang terbentuk akibat terjadinya variasi tekanan air terhadap lambung kapal pada

saat kapal bergerak dengan suatu kecepatan tertentu. Ada tiga jenis gelombang yang biasanya

terbentuk pada saat kapal bergerak, yaitu gelombang haluan ( gelombang yang berasal dari

haluan depan), gelombang melintang pada kiri dan kanan lambung kapal serta gelombang

buritan (gelombang yang berasal dari buritan kapal).

c. Tahanan Tekanan ( Pressure Resistance )

Partikel-partikel air yang bergerak melintasi lambung kapal akan terpecah dan

membentuk volume air tertentu dimana partikel-partikel air tadi bergerak dalam satuan

pusaran. Karena terjadinya pusaran ini, tekanan air pada buritan kapal akan berkurang dan

timbullah satu gaya yang melawan arah gerak maju dari kapal. Gaya hambatan inilah yang

merupakan hambatan tekanan yang dialami oleh gerak maju kapal (Harvald, 1992).

20

d. Tahanan Udara ( Air Resistance )

Kapal yang sedang berlayar, pada bagian atasnya (sebagian lambung dan bangunan

atasnya) akan mengalami gaya hambatan dari udara. Hambatan udara ini juga terdiri atas

komponen-komponen gesek dan komponen bentuk. Tekanan udara yang dialami kapal

berkisar antara 2 s/d 4 % dari tahanan total yang dialaminya. Untuk menghitung besarnya

tahanan-tahanan kapal tersebut, dapat digunakan percobaan memakai model Towing Tank

atau dengan cara pendekatan lainnya. Cara pendekatan adalah cara perhitungan dengan

menggunakan rumus pendekatan (Sutomo, 1992) .

2.8 Bahan Bakar Kapal

Bahan bakar merupakan komponen biaya operasional terbesar pada kapal

ikan. Konsumsi bahan bakar yang tinggi disebabkan oleh kurang efisiennya lebar

lambung kapal penangkap ikan yang dipergunakan. Kapal perikanan umumnya

memakai bahan bakar solar. Solar memiliki massa jenis sebesar 0,85 gr/cm 3 (Hadi,

1996).

2.8.1 Perhitungan Bahan Bakar

Menurut Pienpao (1991), ada beberapa faktor penghitungan bahan bakar kapal

yang dihabiskan untuk melakukan proses penangkapan ikan mulai dari pelabuhan ke

fishing ground (lokasi penangkapan ikan) hingga kembali ke pelabuhan, diantaranya

sebagai berikut :

Jenis mesin yang digunakan,

Kapasitas tangki kapal,

Jarak jelajah kapal,

Daya mesin,

Kecepatan kapal.

21

Menurut Lewis (1989), Perhitungan bahan bakar dapat dirumuskan sebagai

berikut :

Wfo = BHP x SFC x ( t x 10-6 ) x (1,3 ~ 1,5 ) ton

Dimana :

Wfo = berat bahan bakar

BHP = daya mesin

SFC = Spesific Fuel Consumption dari motor induk

t = lamanya pelayaran / waktu pelayaran x 610 ,= S/Vs

Dimana :

S = jarak jelajah kapal

Vs = kecepatan kapal

Faktor 1,3 ~ 1,5 adalah cadangan untuk :

- fuel rest in tanks.

- Seaway.

- Wind.

Volume/jumlah bahan bakar (Vfo)

Vfo = Wfo / fo

Dimana :

fo = Massa jenis bahan bakar solar

22

2.9 Jenis-Jenis Kapal Penangkap Ikan Dan Perlengkapannya

Jenis kapal penangkap ikan dan metode penangkapan serta alat tangkapnya

sangat bervariasi. Namun secara garis besar alat tangkap tersebut dapat digolongkan

sebagai berikut :

2.9.1 Kapal penangkap ikan jenis Purse Seining

Purse seine atau sering disebut pukat/jaring kantong, karena bentuk jaring tersebut

waktu dioperasikan menyerupai kantong. Purse seine juga disebut jaring kolor karena

pada bagian bawah jaring (tali ris bawah) dilengkapi dengan tali kolor yang gunanya

untuk menyatukan bagian bawah jaring sewaktu operasi.

Purse seine digunakan untuk menangkap ikan yang bergerombol dipermukaan laut.

Oleh karena itu, jenis-jenis ikan yang tertangkap dengan alat penangkapan purse seine

adalah jenis-jenis ikan pelagis yang hidupnya bergerombol seperti : layang, lemuru,

kembung, sardinella, tuna, dan lain-lain.

A. Macam-Macam Purse Seine

Berbagai macam purse seine dibuat disesuaikan dengan keperluan dan

penggunaanya. Pada umumnya macam purse seine dapat dikelompokkan

berdasarkan:

Bentuk dasar jaring utama.

Bentuk segi empat

Bentuk trapezium

Bentuk lekuk

23

Spesies ikan yang akan ditangkap.

Purse seine sardine

Purse seine tuna

Purse seine laying, dll

Jumlah kapal yang digunakan dalam operasional

Purse seine jenis satu kapal (one boats system)

Purse seine jenis dua kapal (two boats system)

Waktu operasi yang digunakan.

Purse seine siang

Purse seine malam

Berbagai macam bahan dapat digunakan untuk membuat purse seine. Secara umum

berbagai macam bahan yang digunakan untuk pembuatan purse seine dapat dirinci

sebagai berikut :

a) Jaring Utama

Bahan utama yang digunakan untuk pembuatan jaring utama biasanya menggunakan

nilon atau vinilon. Adapun ukuran mata jaring disesuaikan dengan jenis ikan yang

akan ditangkap Dimana semakin besar jenis ikan yang akan ditangkap maka semakin

besar pula ukuran mata jaring yang digunakan.

b) Srampat (Selvedge)

Srampat berfungsi untuk melindungi bagian tepi/pinggiran jaring utama yang

diikatkan pada tali ris agar bagian pinggir jaring utama tidak cepat rusak atau sobek.

Bahan srampat biasanya lebih kaku dari bahan jaring utama seperti polyethylene (PE),

akan tetapi kadang-kadang juga dipergunakan bahan yang sama dengan bahan jaring

utama yaitu nilon.

24

c) Tali Ris

Macam-macam tali yang termasuk dalam kelompok tali ris yaitu : tali ris atas, tali

pelampung, tali ris bawah, tali pemberat, tali penguat ris atas dan tali penguat ris

bawah. Tali ris biasanya menggunakan bahan kuralon (PVA) atau kadang-kadang

menggunakan polyethylene dengan ukuran diameter 8 s/d 10 mm

d) Tali Ring (Tali Kang)

Yang dimaksud tali ring adalah tali yang digunakan untuk menggantungkan

ring/cincin pada tali ris bawah. Tali ring ini kadang-kadang juga disebut tali kang

yang terdiri dari tiga bentuk yaitu : bentuk kaki tunggal, kaki ganda, dan bentuk dasi.

Tali kang dibuat dengan menggunakan bahan kuralon atau polyethylene.

e) Tali Ekor

Untuk mengumpulkan ring atau jaring bagian bawah pada waktu operasi digunakan

tali kolor yang ditarik setelah jarring selesai dilingkarkan. Karena dengan

terkumpulnya ring maka bagian bawah jaring akan terkumpul menjadi satu sehingga

berbentuk seperti kantong. Bahan tali kolor umumnya menggunakan polyethylene

(PE), akan tetapi kadang-kadang ada juga yang menggunakan kuralon (PVA).

f) Pelampung

Pelampung berfungsi untuk mengapungkan seluruh alat keatas permukaan air

ditambah dengan kelebihan daya apung yang disebut extra buoyancy. Bahan yang

digunakan untuk pelampung adalah bahan yang berat jenisnya lebih kecil dari berat

jenis air laut. Bahan pelampung dari busa plastik yang keras.

g) Pemberat (Sinker)

Agar jaring bagian bawah cepat tenggelam waktu dioperasikan, pada tali ris bawah

perlu diberi pemberat, akan tetapi tidak boleh berlebihan karena dapat mengurangi

25

daya apung dan membuat jaring terlalu tegang. Bahan pemberat umumnya

menggunakan timah atau timbal (timah hitam).

h) Cincin (Ring)

Fungsi cincin untuk tempat lewatnya tali kolor waktu ditarik agar bagian bawah jaring

dapat berkumpul. Bahan cincin biasanya dari kuningan atau tembaga, kadang-kadang

digunakan bahan besi yang dilapis kuningan.

B. Daerah Penangkapan

Beberapa persyaratan penangkapan yang dianggap baik untuk alat

penangkapan purse seine adalah :

Perairan yang terdapat ikan yang hidup bergerombol (schooling).

Jenis ikan tersebut dapat dikumpulkan dengan alat pengumpul (lampu atau

rumpon).

Pada perairan yang lebih dalam dari alat yang akan digunakan.

Untuk operasi penangkapan yang menggunakan rumpon kapal penangkap

dapat langsung menuju ketempat rumpon, pada beberapa hari sebelumnya. Sedangkan

yang menggunakan lampu pencarian fishing ground bebas dengan menuruti kebiasaan

berkumpulnya ikan-ikan. Adapun cara mencari gerombolan ikan dapat dibantu

dengan memperhatikan perubahan warna air laut, lompatan ikan-ikan kepermukaan

laut, riak-riak kecil dan buih-buih diatas permukaan laut dan burung-burung yang

menukik menyambar ikan dipermukaan laut.

C. Operasi Penangkapan

Pada umumya operasi penangkapan ikan dilakukan pada malam hari (antara

matahari terbenam sampai matahari terbit), akan tetapi ada juga purse seine yang

26

dioperasikan siang hari. Pengumpulan ikan ada yang menggunakan rumpon, ada juga

yang menggunakan lampu, bahkan ada juga yang hanya mencari dimana gerombolan

ikan yang menurut istilah nelayan didaerah muncar disebut dengan gadangan. Di

antara berbagai macam persiapan yang berhubungan erat dengan masalah operasi

penangkapan adalah persiapan pengaturan alat tangkap diatas kapal agar operasi dapat

berjalan dengan lancar.

Arah pelingkaran alat merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan pada

waktu kapal ikan beroperasi. Adapun pelingkaran jaring dapat kekiri dan kekanan

yang disesuaikan dengan arah putaran baling-baling kapal dan tatanan jaring diatas

kapal. Untuk kapal dengan baling putar kiri maka pelingkaran alat dilakukan kearah

kiri dan demikian juga sebaliknya.

Pada waktu melingkarkan alat untuk mengurung gerombolan ikan banyak

faktor yang harus diperhatikan agar operasi dapat berhasil dengan baik. Adapun

faktor-faktor tersebut adalah arah datangnya angin, arah arus, arah gerombolan ikan,

dan arah datangnya sinar matahari.

2.9.2 Kapal penangkap ikan jenis gillnet

Penangkapan ikan dengan alat tangkap gillnet merupakan metode utama

penangkapan ikan secara pasif dan dilakukan dengan kapal-kapal ikan tipe troller dan

tipe gillnetter. Sasaran utama penangkapan adalah jenis-jenis ikan pelagis. Bentuk

gillnet empat persegi panjang dimana dibagian atas dan bawah jarring dipasang tali

ris sebagai tempat meletakkan beberapa buah pelampung dan pemberat, serta

berfungsi sebagai penguat jaring agar tidak mudah robek dan rusak.

27

Metode penangkapan dengan gillnet, tidak dengan jalan menarik jarring seperti

halnya kapal penangkap ikan tipe trawler. Jaring ditempatkan pada lokasi yang telah

ditentukan ( gillnet dasar) pada malam hari dan diambil pada pagi hari, ikan-ikan yang

berenang menurut arus akan tertangkap oleh gillnet yang telah ditempatkan pada arah

berlawanan. Adapun syarat-syarat daerah penangkapan (fishing ground) adalah bukan

alur daerah pelayaran umum, dimana dasar perairan tidak berkarang dan arus

beraturan yaitu sekitar 4 knot.

A. Macam-macam gillnet

Berdasarkan bentuk alat, pada waktu dioperasikan gillnet dikelompokkan menjadi

2 jenis, yaitu :

Gillnet melingkar (incircling gillnet).

Gillnet mendatar (drift gillnet).

Berdasarkan letak alat penangkapan ikan dalam perairan gillnet dikelompokkan

menjadi :

Gillnet permukaan (surface gillnet).

Gillnet pertengahan (midwatwer gillnet).

Gillnet dasar (bottom gillnet).

Berdasarkan kedudukan alat penangkap ikan pada waktu dipasang gillnet

dikelompokkan menjadi :

a) Gillnet hanyut.

Gillnet hanyut maksudnya adalah gillnet yang telah dipasang pada suatu perairan,

dibiarkan saja hanyut terbawa oleh arus. Dalam hal ini biasanya gillnet dikaitkan juga

pada kapal yang tidak dijangkar (tidak berlabuh)

28

b) Gillnet tetap.

Yang dimaksud gillnet tetap adalah setelah dipasang disuatu perairan dibiarkan

menetap pada tempat gillnet tersebut dipasang. Dalam hal ini kadang-kadang jarring

diberi jangkar atau diikatkan pada suatu tempat yang tetap. Gillnet tetap pada

umumnya adalah jenis gillnet dasar (bottom gillnet)

Berbagai macam bahan dapat digunakan untuk membuat gillnet. Secara umum

berbagai macam bahan yang digunakan untuk pembuatan gillnet dapat dirinci sebagai

berikut :

Jaring Utama

Merupakan sebuah lembaran jarring yang tergantung pada tali ris atas.

Tali ris atas

Tempat untuk menggantungkan jarring utama dan tali pelampung. Untuk

menghindarkan agar gillnet tidak terbelit sewaktu dioperasikan (terutama pada bagian

tali ris atasnya) biasanya tali ris atas dibuat rangkap dua dengan arah pintalan yang

berlawanan. Dalam hal demikian, tali ris atas yang satu merupakan tali tempat

diikatkannya jarring utama sedangkan tali yang lain untuk melekatkan pelampung.

Tali ris bawah

Pada gillnet permukaan jarang menggunakan tali ris bawah, sedangkan pada gillnet

pertengahan dan gillnet dasar kadang-kadang dipergunakan tali ris bawah. Tali ris

bawah ini fungsinya untuk tempat melekatnya pemberat.

Tali pelampung

Tali pelampung ini terentang panjangnya dari tempat pemasangan alat itu, kedudukan

alat dipasang sampai permukaan laut. Biasanya pelampung bentuknya bulat besar dan

diberi bendera.

29

Pelampung

Pada gillnet permukaan, pelampung berfungsi untuk mengapungkan seluruh alat,

sedangkan pada gillnet pertengahan fungsi pelampung adalah untuk mengangkat tali

ris atas dan menempatkan gillnet dilapisan perairan yang dikehendaki. Pada gillnet

dasar pelampung hanya berfungsi untuk mengangkat tali ris atas saja, agar gillnet

dapat berdiri tegak terhadap permukaan laut.

Pemberat (Sinker)

Pemberat gunanya untuk menenggelamkan alat atau bagian dari alat. Pada gillnet

permukaan pemberat berfungsi untuk menenggelamkan bagian bawah jarring. Pada

gillnet pertengahan pemberat disamping untuk menenggelamkan bagian bawah

jarring, juga berfungsi untuk menenggelamkan seluruh jarring sampai kedalaman

yang ditentukan. Pada gillnet dasar pemberat bersama dengan berat jarring dan

seluruh alat dalam air berfungsi untuk menenggelamkan seluruh alat sampai kedasar

perairan.

Tali slambar

Pada ujung gillnet (yang pertama diturunkan sewaktu operasi) dipasang tali slambar,

Yang disebut tali slambar depan dan gunanya untuk mengikatkan ujung gillnet dengan

pelampung tanda. Demikian juga pada ujung gillnet yang lain diikatkan tali slambar

yang disebut tali slambar belakang. Fungsi tali slambar belakang disamping untuk

mengikatkan ujung gillnet dengan pelampung tanda kadang-kadang juga untuk

mengikatkan gillnet tersebut dengan kapal.

30

B. Daerah penangkapan (fishing ground)

Setelah semua peralatan tersusun rapi maka kapal dapat dilayarkan menuju kedaerah

penangkapan (fishing ground). Syarat-syarat daerah penangkapan yang baik untuk

penangkapan ikan dengan menggunakan gillnet adalah :

Bukan daerah alur pelayaran umum.

Untuk gillnet dasar, dasar perairan tidak berkarang.

Arus arahnya beraturan, dan paling kuat sekitar 4 knot.

Untuk gillnet permukaan dalam perairan sekitar 20-30 meter.

Untuk gillnet pertengahan (midwater gillnet) dalam perairan dapat lebih dari

50 meter.

C. Operasi Penangkapan

Sebelum operasi dimulai semua peralatan dan perbekalan harus dipersiapkan dengan

teliti. Jaring harus disusun diatas kapal dengan memisahkan antara pemberat dan

pelampung supaya mudah menurunkannya dan tidak kusut. Penyususunan gillnet

diatas kapal disesuaikan dengan susunan peralatan diatas kapal atau tipe kapal yang

dipergunakan sehingga dengan demikian gillnet dapat dususun diatas kapal pada :

Buritan kapal.

Samping kiri kapal

Samping kanan kapal

Bila kapal telah sampai didaerah penangkapan maka persiapan penurunan alat dimulai

yaitu :

Mula-mula posisi kapal ditempatkan sedemikian rupa agar arah angin

datangnya dari tempat penurunan alat.

31

Setelah kedudukan/posisi kapal sesuai dengan yang dikehendaki jarring dapat

diturunkan. Penurunan jarring dimulai dari penurunan pelampung tanda ujung

jarring atau lampu kemudian tali slambar depan, lalu jarring dan terakhir tali

slambar pada ujung akhir jarring atau tali slambar belakang yang biasanya

terus diikatkan pada kapal.

Pada waktu penurunan jarring yang harus diperhatikan adalah arah arus laut.

Karena kedudukan jarring yang paling baik adlah memotong arus antara 450

- 900.

Setelah jarring dibiarkan didalam perairan sekitar 3-5 jam, jarring dapat

diangkat (dinaikkan) keatas kapal untuk diambil ikannya. Bila hasil tangkapan

baik, jarring dapat didiamkan selama kira-kira 3 jam, sedangkan bila hasil

penangkapan sangat kurang, maka jaring dapat lebih lama didiamkan didalam

perairan yaitu sekitar 5 jam.

2.9.3 Kapal penangkap ikan jenis longline

Kapal penangkap ikan jenis longline merupakan kapal ikan dengan alat

tangkap pasif, karena pancing yang berjumlah banyak dan bergantung pada tali yang

panjang serta ditebarkan secara horizontal pada daerah yang sangat luas sekali, serta

dapat dioperasikan siang maupun malam hari. Sasaran penangkapannya adalah ikan-

ikan jenis demersal yang bernilai ekonomis tinggi, seperti : kakap, manyung, cucut,

botol, tuna, dan lain-lain.

Ciri khas kapal penangkap ikan ini adalah mempunyai tangki-tangki kedap air

yang besar, yang digunakan untuk menyimpan umpan ikan tuna, yang berupa ikan-

ikan kecil yang hidup. Alat tangkap yang digunakan pada kapal tuna berupa pancing

32

yang terdiri dari bagian-bagian yang dihubungkan satu sama lain, panjangnya berkisar

antar 500 meter hingga 100 meter dan tiap bagian dinamakan satu basket. Tiap-tiap

basket ditempatkan kawat-kawat pancing dimana masing-masing ujungnya terdapat

sebuah mata pancing dengan jarak tertentu.

Kedua ujung longline dihubungkan satu sama lain dengan dua buah buoy yang

ada dipermukaan laut dan sebagai pengikat pada dasar laut digunakan jangkar yang

berhubungan dengan buoy-buoy. Panjang sebuah longline pada umumnya antara 1

sampai 2 meter dan jarak antar kawat-kawat pancing yang terdapat pada tiap-tiap

basket antara 1 sampai 2,5 meter.

Pada longline yang dilengkapi dengan kawat-kawat pancing yang mempunyai

umpan hidup, jaraknya lebih besar pada longline yang hanya dilengkapi dengan

kawat-kawat pancing dengan umpan-umpan tiruan. Sebagai umpan hidup biasanya

ikan-ikan kecil dan sebagai umpan tiruan digunakan umpan yang memantulkan

cahaya. Sasaran penangkapan yang utama adalah ikan-ikan demersal yang buas.

Penangkapan ikan dengan pancing ini pada umumnya dapat dibedakan dalam

dua cara yaitu memancing biasa dan memancing dengan dngan menggunakan

tambang panjang seperti yang telah diuraikan diatas. Memancing biasa alatnya terdiri

atas sebuah tangkai benang atau kawat pancing yang pada ujungnya terdapat satu atau

beberapa mata pancing.

A. Macam-macam longline

Ada berbagai macam bentuk longline yang secara keseluruhan dapat dikelompokkan

dalam berbagai kelompok antara lain :

a) Berdasarkan letak pemasangannya diperairan, longline dapat dibagi menjadi :

33

Rawai permukaan (surface longline).

Rawai pertengahan (midwater longline).

Rawai dasar (bottom longline).

b) Berdasarkan susunan mata pancing pada tali utama dapat dibagi menjadi :

Rawai tegak (vertical longline).

Pancing ladung.

Rawai mendatar (horizontal longline).

c) Berdasarkan jenis-jenis ikan yang banyak tertangkap dapat dibagi menjadi :

rawai tuna (tuna longline).

Rawai albacore (albacore longline).

Rawai cucut.

Bagian-bagian dari alat dan bahan alat penangkap longline secara umum terdiri atas:

Tali utama

Tali tempat bergantungnya tali cabang. Bahan tali utama harus dibuat sari bahan yang

kuat dan biasanya dipergunakan kuralon atau kremona dengan ukuran diameter = 8

mm.

Tali cabang (branch line)

Panjang tali cabang tidak boleh lebih ari setengah kali panjang tali uatama atau jarak

antara tali cabang tersebut yang menggantung pada tali utama. Hal ini tujuannya

adalah agar tidak terjadi saling mengait (kekusutan) antara tali cabang. Tali cabang

biasanya terdiri atas dua atau tiga jenis tali yaitu : tali cabang utama (bahannya dari

kuralon atau kremona), sekiyama (bahannya dari pintalan tali baja yang dibungkus

benang), wire leader (bahannya dari pintalan kawat baja).

34

Pancing (hook)

Ukuran pancing yang digunakan adalah pancing no 4, 5, 6 yang terbuat dari baja dan

dilapis timah putih.

Tali pelampung

Panjang tali pelampung disesuaikan dengan kedalaman yang diinginkan selama

operasi.

Pelampung

Pelampung yang baik bahannya dari bola kaca. Oleh karena itu, biasanya disebut

dengan glass buoy dengan ukuran diameter 30 – 35 cm dan tebal kaca 5 – 7 mm.

pelampung kaca ini dibalut dengan anyaman tali yang tujuannya disamping sebagai

pelindung, juga digunakan untuk tempat penyambungan atau pengikatan pelampung

tersebut dengan tiang bendera dan tali pelampung.

Tiang bendera (bamboo pole)

Untuk mengetahui adanya pelampung diperairan setelah rawai dioperasikan, pada

pelampung biasanya diikatkan bendera dengan warna yang kontras dengan keadaan

dilaut. Untuk mengikatkan bendera tersebut diperlukan tiang bendera. Panjang taiang

bendera sekitar 5 – 7 meter dengan ukuran diameter pada pangkal 3-3,5 cm.

B. Daerah penangkapan (fishing ground)

Ada empat syarat yang harus dipenuhi dalam menentukan daerah

penangkapan bagi longline yaitu :

Adanya ikan yang akan ditangkap.

Ikan-ikan tersebut dapat ditangkap.

Penangkapan dapat dilakukan secara terus-menerus.

35

Hasil penangkapan menguntungkan.

Atau dengan kata lain dapat disebutkan bahwa daerah penangkapan longline

adalah daerah dimana terdapat ikan yang dapat ditangkap secara terus-menerus dan

hasilnya menguntungkan.

Daerah penangkapan untuk longline sangat luas karena umumnya ikan-ikan

yang tertangkap longline adalah ikan-ikan yang besar sehingga daerah penyebarannya

(migrasinya) sangat jauh.

Untuk longline kecil yang dioperasikan didasar perairan, daerah operasinya di sekitar

5 mil dari pantai pada kedalaman 50 – 100 depa. Dasar perairan yang baik adalah pasir

campur Lumpur dan didekat muara-muara sungai.

C. Operasi penangkapan

Sebelum penangkapan dimulai, perlu diperhatikan adanya umpan. Umpan

yang biasanya digunakan adalah ikan-ikan berukuran 10 – 20 cm seperti : laying,

kembung, terbang dan cumi. Cara pemasangannya adalah dengan mengaitkan umpan

dibagian kepala diantara dua matanya. Waktu yang diperlukan untuk pesangan 5

umpan adalah 1 (satu) menit.

Setelah kapal sampai didaerah penangkapan yang dituju, tali pelampung

disambung dengan pelampung dan tiang bendera, kemudian pada ujung lain

disambung dengan tali utama, pancing diberi umpan kemudian dilepas. Penurunan

alat mula-mula dilakukan dengan penurunan pelampung beserta tiang bendera,

kemudian tali pelampung, tali utama dan tali cabang yang telah diberi umpan, tali

utama lagi, tali cabang dan seterusnya. Pada ujung basket ujungnya disambung

36

dengan tali pelampung dan pelampungnya serta tali utama basket berikutnya sehingga

pada setiap basket terdapat satu pelampung.

Penurunan alat dalam perairan harus diusahakan agar rawai memotong arus .

hal ini karena ikan-ikan mempunyai kebiasaan berenang menentang arus sehingga

dengan posisi alat memotong arus berarti akan memperluas area penangkapan. Dalam

penarikan alat, mula-mula pelampung pada ujung tali utama yang dipasang pertama

diangkat keatas kapal, kemudian tali pelampung dan tali utama ditarik dengan line

hauler.

2.10 Kondisi Laut Aceh.

Aceh merupakan daerah penghujung Sumatera yang pada tahun 2004 lalu

merupakan salah satu daerah paling parah mengalami bencana tsunami. Ketinggian

rata-rata permukaan laut Aceh mencapai 1-2 meter. Perairan Aceh sendiri terletak

pada dua sisi yang berbeda, yakni sisi barat-selatan serta sisi utara-timur Aceh. Kedua

sisi perairan Aceh ini terdapat perbedaan yang signifikan, mulai dari tinggi

gelombang, batimetri dan topografi perairan itu sendiri. Perbedaan tersebutlah yang

menyebabkan adanya kebiasaan dan jenis alat aktifitas penangkapan masyarakat

nelayan Aceh yang berbeda (Anonim, 2006).

Kondisi perairan barat-selatan Aceh tergolong dalam kategori ketinggian

ombak di atas rata-rata (>2 m). Daerah Calang misalnya, jenis kapal di daerah ini

memiliki bentuk lambung V yang relatif lebih kecil dan ukuran kapal yang lebih

memanjang. Hal ini dimaksudkan agar kapal dapat melaju lebih stabil pada kondisi

perairan yang berarus dan bergelombang besar sehingga meminimalisir terjadinya

goncangan di laut tersebut. Sedangkan di perairan laut timur Aceh, seperti di Idi, dapat

37

dengan mudah ditemukan jenis-jenis kapal dengan bentuk lambung V yang memiliki

bentuk lebar lambung lebih besar. Aceh Timur merupakan lokasi perairan yang

produktif di perairan timur Aceh. Perairan laut Aceh di sisi ini dianggap aman karena

berada di Selat Malaka yang tertutup dengan Semenanjung Malaysia dan Pulau

Sumatera sehingga ombak di perairan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan sisi

barat yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Hal inilah yang

menyebabkan terjadinya variasi bentuk lebar lambung kapal penangkap ikan yang ada

di perairan Aceh (Philip dan Budhiman, 2005).

38

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini telah dilakukan di Pantai Barat Provinsi Aceh. Waktu penelitian

dilaksanakan pada tanggal 25 April-25 Mei 2015. Peta penelitian ini dapat dilihat pada

gambar 3.1 di bawah ini.

Gambar 3. Denah Lokasi Penelitian

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu alat tulis, kamera

digital, recorder, dan fishfinder.

3.3 Metode Pelaksanaan

Metode yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah metode

partisipatif yaitu dengan melakukan turun langsung kelapangan. Data yang didapat

5034’0,09”U 95017’55,43”T

PETA LOKASI PENELITIAN

PANTAI TIMUR PROVINSI ACEH

Legenda

Lokasi Penelitian

Skala 1 : 5.000.000

39

berupa model kapal perikanan kelas menengah kapal penangkap ikan yang ada di

lapangan, meliputi:

1. Model Kapal perikanan, Jarak jelajah kapal, data ini diperlukan untuk

mengetahui model kapal perikanan dsan berapa jarak jelajah tiap kapal pada saat

beroperasi di wilayah perairan Timur Provinsi Aceh. Untuk memudahkan

pengambilan data, maka dilakukan pembagian zona (wilayah) yang akan

memudahkan dalam pengambilan data.

a. Zona 1

Zona 1 adalah kapal- kapal kelas menengah yang ada di Kabupaten Aceh Jaya,

Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Barat Daya,

Kabupaten Aceh Selatan dan Kabupaten Singkil , diamati dan dicatat model kapal

perikanan yang ada di zona 1. Dan dilakukan pengamatan juga jarak jelajah kapal dari

pelabuhan ke daerah fishing ground 1, kemudian jarak dari fishing ground 1 ke fishing

ground 2, dan jarak dari fishing ground 2 kembali ke pelabuhan melalui fishfinder.

Dicatat jarak jelajah yang ditempuh.

b. Zona 2

Zona 2 adalah kapal-kapal kelas menengah yang ada di Kabupaten Simeuleu,

diamati dan dicatat model kapal perikanan yang ada di zona 2. Dan dilakukan

pengamatan juga jarak jelajah kapal dari pelabuhan ke daerah fishing ground 1,

kemudian jarak dari fishing ground 1 ke fishing ground 2, dan jarak dari fishing

ground 2 kembali ke pelabuhan melalui fishfinder. Dicatat jarak jelajah yang

ditempuh.

40

3.4 Tahap Pelaksanaan

Model-model kapal perikanan kelas menengah di ukuran keseluruhan kapal

penangkap ikan yang terdapat di lapangan dicatat mencakup ukuran lebar lambung

dari sampel kapal penangkap ikan tersebut. Gambar dari masing-masing lambung

penangkap ikan di gambar, dan jenis alat tangkap yang digunakan , Jenis mesin yang

digunakan, kapasitas bahan bakar kapal, kelengkapan alat navigasi seperti fishfinder,

waktu keberangkatan dan kepulangan kapal ke tempat semula juga dicatat dan diambil

datanya.

41

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Data

Hasil pengamatan bebarapa sampel kapal penangkap ikan di bagian Perairan

Barat Provinsi Aceh yaitu kapal Aceh Jaya,Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat

daya, Aceh selatan dan Aceh Singkil (zonasi 1), kapal Simeuleu, berlambung (V) serta

bermuatan > 30 GT (Gross Tonnage) di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Masing-

masing Daerah, yang dipaparkan pada di bawah ini.

4.1.1. Zonasi 1

Zonasi 1 yang meliputi daerah perairan Aceh Jaya,Aceh Barat, Nagan Raya,

Aceh Barat daya, Aceh selatan dan Aceh Singkil yang memiliki model kapal

perikanan yang sama, sehingga daerah perairan ini di sebut dengan kawasan satu

didalam melakukan penelitian ini. Adapun model – model kapal penangkapan ikan di

kawasaan ini sebagai berikut :

Gambar 4. Model Kapal Perikanan dengan

type Alat Tangkap Gill Net dan Rawai (5 GT)

42

Gambar 5. Model Kapal Perikanan dengan

type Alat Tangkap Giil Net dan Rawai (10 GT)

Gambar 6. Model Kapal Perikanan dengan type Mini Purse Seine (15 GT)

43

Gambar 7. Model Kapal Perikanan dengan type Purse Seine (30 GT)

4.1.2. Zonasi 2

Zonasi 2 yang meliputi daerah perairan Kabupaten Simelue yang memiliki

model kapal perikanan yang sama, sehingga daerah perairan ini di sebut dengan

kawasan satu didalam melakukan penelitian ini. Adapun model – model kapal

penangkapan ikan di kawasaan ini sebagai berikut :

Gambar 8. Model Kapal Perikanan dengan type Jukung

44

Gambar 9. Model Kapal Perikanan dengan type Gill Net (5 GT)

Gambar 10. Model Kapal Perikanan dengan type

Alat tangkap Gillnet dan Rawai (5 GT)

45

Gambar 11. Model Kapal Perikanan dengan type

Alat Tangkap Gill Net dan Rawai (10 GT)

Gambar 12. Model Kapal Perikanan dengan type

Alat Tangkap Purse Seine (30 GT)

46

4.2 Estimasi Kebutuhan Kayu Kapal Wilayah Barat

Estimasi kebutuhan kayu untuk masing-masing jenis kapal ikan yang

beroperasi di pesisir pantai Barat Aceh dimaksud untuk dapat memperkirakan

kebutuhan kayu yang sudah digunakan untuk pembangunan kapal yang ada termasuk

dengan perkiraan kebutuhan material kayu untuk pengerjaan perbaikan kapal.

Adapun perhitungan jumlah material kayu dalam penelitian ini dibagi dalam

dua bagian, yaitu :

a) Jumlah Kayu Produksi Kapal Baru

b) Jumlah Kayu Reparasi Kapal

4.2.1 Jumlah Kayu Produksi Kapal Baru

Perhitungan kebutuhan material untuk kapal kayu dinyatakan dalam satuan

volume m3 dan dihitung dengan menggunakan perkiraan berat LWT Kapal kayu

memakai formula CUNO dengan pendekatan yang ada dalam Fyson (1985) :

Hull :

Wout = 72 kg/m3 x CUNO, dimana:

CUNO = Loa x B x H (m3)

Outfitting

WOut = 50 kg/m3 x CUNO

Equipmant

Wequipment = 8 kg/m3 x CUNO

Machinery

WMach = 15 kg/m3 x CUNO

47

Dalam perhitungan tersebut berat jenis kayu diperkirakan rata-rata 800 gr/m3

dan perhitungan kebutuhan kayu tersebut tidak dapat dijadikan sebagai acuan utama

dalam menghitung biaya produksi kapal baru, hanya dijadikan sebagai pendekatakan

awal dalam memperkirakan kebutuhan kayu awal, dan untuk mengetahui jenis kapal

dengan type mana yang telah menggunakan kayu terbanyak. Untuk mendapatkan

kebutuhakan kayu dalam setiap pembangunan kapal kayu harus dihitung lebih

terperinci sesuai dengan ukuran kontruksi yang sesuai dengan standart yang ada dan

kearifan lokal nelayan setempat.

Adapun kebutuhan kayu yang sudah dipergunakan untuk pembangunan kapal

baru di kawasan pantai barat Aceh dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini :

Tabel 1. Hasil Analisis Jumlah Kayu Produksi Kapal Baru Wilayah Pantai Barat

Kapal Motor, In dan Out

Board TOTAL Vol

Kayu (m3)

Total Jumlah

Armada

TOTAL Kayu

(m3)

< 5 1,11 3849 4261,47

5 - 10 5,41 435 2354,56

10 - 20 12,11 40 484,386

20 - 30 25,03 15 375,512

30 - 50 42,91 0 0

50 - 100 56,94 0 0

Jumlah total kayu 7475,93

Dapat dilihat pada tabel 4.1 diatas bahwa jumlah kayu yang sudah

dipergunakan untuk membangun kapal ikan diwilayah pantai barat dengan kontruksi

kayu diperkirakan mencapai 7475,93 m3, dimana jenis kayu yang digunakan terdiri

dari jenis kayu dengan kriteria kelas Awet I-II, kuat I-II untuk bagian terpasang

didalam air. Dan untuk jenis kayu kelas Awet II-III, kuat II-III untuk bagian kapal

yang tidak terlalu membutuhkan kekuatan dan terdapat diatas air, sehingga dalam

pergantian material kayu lebih mudah apabila mengalami kerusakan.

48

Gambar 13. Grafik Perbandingan Ukuran Armada dengan Kebutuhan Kayu

Wilayah Pantai Barat

Pada gambar 4.10 diatas dapat diperhatikan bahwa kebutuhan kayu paling

banyak masih didominasi oleh armada kapal dengan ukuran < 5 GT yaitu jumlah

kebutuhan kayu yang sudah digunakan untuk pembangunan armada tersebut lebih

kurang mencapai 4261,47 m3. Sementara untuk kapal diatas 30 GT hampir tidak

terdapat pembangunan di wilayah pantai Barat Aceh.

4.2.2 Jumlah Kayu Reparasi Kapal

Untuk dapat memperkirakan jumlah kayu yang dibutuhkan dalam tahap

reparasi kapal peneliti dalam hal ini membagi proses reparasi kapal berdasarkan jenis

kayu yang digunakan dan perkiraan persentase kerusakan berdasarkan waktu

ekonomis pengoperasian setiap jenis armada tersebut. Adapun nilai asumsi waktu

pekerjaan dan persentase kerusakan dari armada tersebut dapat diasumsi sebagai

berikut :

a) Nilai maksimal waktu ekonomis kapal diasumsikan selama 20 tahun

dengan syarat jenis kayu yang digunakan adalah kayu kelas awet I dan

kuat I

b) Nilai waktu ekonomis diasumsi selama 15 tahun untuk kapal ikan yang

menggunakan kayu kualitas kelas Awet II dan Kuat II

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

< 5 5 - 10 10 - 20 20 - 30 30 - 50 50 - 100

49

c) Namun dalam kenyataannya masyarakat nelayan setiap 1 tahun sekali

melakukan pengecekan dan pergantian kayu yang lapuk pada bagian

kapal.

d) Persentase pergantian jumlah kayu pada bagian kapal dapat diasumsikan,

apabila umur ekonomis kapal mencapai 15 tahun maka diperkirakan akan

mengganti kayu mencapai 70% dari Jumlah kayu yang terpasang pada

kapal tersebut.

e) Kapal dalam kurun waktu nilai ekonomis umur kapal 5 tahun terjadi

pergantian kayu mencapai 20%.

f) Asumsi penggunaan kayu untuk kapal yang melakukan reparasi dalam

satu tahun waktu ekonomis kapal diasumsikan sebesar 10%.

Hasil perhitungan jumlah penggunakan kayu dalam proses reparasi kapal

sesuai dengan asumsi diatas dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 2. Hasil Analisis Pemakaian Kayu Untuk Perbaikan Kapal Kayu

Dapat diperhatikan pada tabel 4.2 bahwa untuk proses reparasi kapal perkiraan

kebutuhan kayu sesaui dengan jenis kapal ikan yang ada dipesisir timur aceh secara

keseluruhan dan dengan asumsi bahwa dalam setiap umur ekonomis tersebut kapal

diasumsikan akan melakukan proses reparasi dengan tahapan yang telah disebutkan

Kapal Motor, In dan Out Board< 5 5 - 10 10 - 20 20 - 30 30 - 50 50 - 100

TOTAl Kayu

(m3)

Jumlah Kayu Produksi Baru (m3)4261,47 2354,56 484,39 375,51 0,00 0,00 7475,93

Asumsi Umur Ekonomis 15

Thn(70%)2983 1648,195 339,07 262,859 0 0 5233,15

Asumsi Umur Ekonomis 5

Thn(20%)852,29 470,9129 96,8773 75,1025 0 0 1495,19

Asumsi Umur Ekonomis 1

Thn(10%)426,15 235,4565 48,4386 37,5512 0 0 747,59

50

diatas. Sehingga kebutuhan kayu untuk kapal < 5 GT masih mendominasi lebih

banyak dibandingkan dengan kapal ikan jenis lainnya, hal ini disebabkan jumlah kapal

< 5 GT lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kapal ikan lainnya. Untuk umur

ekonomis kapal mencapai 15 tahun total kebutuhakan kayu yang dibutuhkan dengan

perkiraan dari jumlah armada yang ada dan dilakukan serentak adalah sebanyak

5233,15 m3, dalam artian yang sama untuk tahapan reparasi dengan umur ekonomis

mencapai 5 tahun kebutuhan kayu yang dibutuhkan sebanyak 1495,19 m3, tahapan

perbaikan kapal yang mencapai umur 1 tahun pengoperasian membutuhkan kayu

sebanyak 747,59 m3.

4.3 Perhitungan Tahanan Kapal

Perhitungan untuk sampel kapal hanya dilakukan untuk kapal dengan bobot

menengah atau sekitar 30 GT, adapun data yang telah di dapat dilapangan di hitung

secara metode matematis.

Tabel 3. Data Sampel Kapal di Lapangan

NO URAIAN DATA LAPANGAN

Zonasi 1 dan 2

1 Panjang keseluruhan (LoA) 21 m

2 Panjang garis air (LWL) 16 m

3 Panjang antara garis tegak (LPP) 17 m

4 Tinggi geladak kapal (H) 1,8 m

5 Lebar kapal (B) 5,15 m

6 Sarat kapal (T) 0,8 m

7 Koefisien blok (Cb) 0,47

8 Kecepatan dinas (Vs) 13 knot

9 Kapasitas bahan bakar kapal 200 liter

Tabel 4.2 menunjukkan data-data ukuran utama pada kapal kapal perikanan

tangkap > 30 GT.

51

4.4 Perhitungan Volume Displacement ( )

Volume displacement adalah volume air yang dipindahkan dan merupakan

salah satu variabel penting dalam perhitungan tahanan kapal. Volume ini meliputi

volume dari badan kapal yang ada di bawah permukaan air namun tidak termasuk

tebal kulit, tebal lunas, tebal daun kemudi, propeller, dan segala perlengkapan kapal

yang terendam di bawah air (Manning, 2003).

Kapal yang berada di zonasi 1 dan 2

LoA = 20 m

LWL = 15 m

Lpp = 16 m

H = 1,80 m

B = 5 m

T = 0,8

Cb = 0,47

Vs = 13 knot

Jumlah bahan bakar = 2000 liter

Radius pelayaran = 200 mil

- Jarak dari pelabuhan - Fishing Ground 1 = 70 mil

- Jarak dari Fishing Ground 1- Fishing Ground 2 = 50 mil

- Jarak dari Fishing Ground 2 kembali ke pelabuhan = 80 mil

SFC = 223 g/kWh , Mitsubishi 6D15 tipe 4-cycle, in-

line, water- cooled, diesel engine. Direct Injection.

Maka volume displacement dapat dihitung :

1. CbTBLWL

52

= 28,20 3m

4.4.1 Perhitungan Displacement ( )

airlaut

= 28,81 ton

4.5 Perhitungan Tahanan

a. Menentukan Wetted surface area off the hull (S)

Cb

ACb

T

BCmCbCmBTLS BT38,2)3696,0

003467,02862,04425,04530,0()2(

= 84,44 2m

b. Menentukan wetted surface area off appendage (SAPP)

100

75,1321

TLppCCCS APP

1C = faktor dari tipe kapal

1.0 = Umum

0,9 = Bulk carrier dan tanker dengan displacement 50000

ton

1,7 = Tugs dan trawlers

2C = Faktor dari tipe rudder

1,0 = Umum

0,9 = semi spade rudder

0,8 = Double rudders

3C = Faktor dari profil rudder

53

1 = NACA

0,8 = Nollow profil and mixed profil

APPS = 0,22

c. Menentukan total off wetted surface area (STot)

APPTot SWSAS

= 86,47

d. Menentukan faktor off the hull yang menggambarkan tahanan viscous

(1+k)

Tot

APP

S

Skkkk )11(21111

604,0

3649,031216,04681,00681,1

)1(4871,093,011

Cp

L

Lr

L

L

T

L

BCk

Dimana, C = koefisien bentuk belakang

C = 1+0,01 Cstern

C = 1,0

0681,1)/( LB = 0,288702

Afterbody form Cstern

Pram with gondola -25

V-shaped section -10

Normal shaped 0

U-shaped section

with Hogner stern

+10

54

4681,0)/( LT = 0,24603

1406,01

Cp

LCpCpLWLLr CB

LwlTBCm

VCp

(

Cp = 0,4748863

Lr = 11,44966

1216,0)/( LrL = 1,04153

3649,03 )/( L = 6,151120648

604,0)1( Cp = 1,475594

Jadi, 1+k1 = 1,257076

Nilai 1+k2 untuk effective form factor values k2 for different

appendages

(Lewis, 1989)

Type of appendages Value of 1+k2

Rudder of single-screw ship 1,3 to 1,5

Spade-type rudders of twin 2,8

Skeg-rudder of twin-screw 1,5 to 2,0

Shafts brackets 3

Bossings 2

Bilge keels 1,4

Stabilizer fins 2,8

Shafts 2

Sonar dome 2,7

Dari tabel diatas, nilai 1+k2= 1,3 diperoleh

Jadi, 1+k = 1,257189

e. Menentukan the wave resistance )( WR

55

Menurut Taylor (1996), perhitungan wave resistance dapat dihitung

menggunakan persamaan berikut :

)cos(exp 2

21321

FnmFmgCCCR d

nW

Dimana, 37565,107961,17861,3

41 )90()/(2223105 ElBTCC

BLC /0625,05,04 dimana, B/L > 0,25

= 0,3

16302,0334574,06367,030484,0

80856,0

)/100(/0225,011exp891 LBLrlcbCpCwpB

LlE

2,5612/80856,0

BL

Cwp = 1,219

30484,0)1( Cwp = 0,8483

34574,0)/( BLr = 1,331696

16302,03)/100( L = 0,5459

Jadi, El = 6,07385

1C = 7,26841

2C = 1 (tidak ada bulbous bow)

3C = 1 (Transom tidak tercelup air, saat kecepatan 0)

5

3

1

1 7932,47525,1.01404,0 CL

B

LT

Lm

32

5 9844,68673,130789,8 PPP CCCC untuk Cp 0,8

= 1,457668

56

1m = -3,00444

)29,3034,0exp(4,062 FnCm

6C = -1,6939 untuk 512/3 L

2m = -0,024988

d = -0,9

BLCP /03,0446,1 untuk L/B 12

= 0,590686

Jadi WR = 0,404303 N = 0,0004 KN

f. Menentukan tahanan gesek )( fR

SVsCFRF

25,0

Berdasarkan ITTC 1957, besarnya coefficient fritional diperoleh

menggunakan persamaan

2

10 )2/(log075,0 RnCf

Bilangan Reynold (Rn)

/LwlVsRn

= 9E+07 log Rn = 8,0013693

Cf = 0,002082

Maka, Rf = 4,028294

g. Menentukan Tahanan Appendage APPR

CFkSVsR APPAPP )1(5,0 2

57

= 0,013399

h. Menentukan Model Ship Corelation resistance AR

AA CSVsR 25,0

Dimana,

)04,0(5,7

003,000205,0)100(006,0 42

4016 ccCL

LC BA

4c = 0,04 untuk T/L 0,04

AC = 0,0007543

Maka AR = 1,459335

i. Menghitung tahanan total )( TR

AWAPPfT RRRkRR )1( 1

= 6,54885 KN

Dalam hal ini, untuk kondisi rata-rata pelayaran dinas harus diberikan

kelonggaran tambahan pada tahanan dan daya efektif. Kelonggaran rata-rata untuk

pelayaran dinas disebut sea margin/service margin. Sea marginnya adalah sebesar 15-

30%. Diambil sea margin sebesar 15%, sehingga:

%)151()( RTdinasRT

= 7,5311 KN

4.6 Perhitungan Daya (PE)

a. Menghitung Effective Horse Power (EHP)

VsdinasREHP T )(

58

= 97,9054 KW

= 131,193 HP

b. Calculating Wake Friction (w)

05,0)5,0( Cbw

= 0,185

c. Perhitungan Thrust Deduction Fraction (t)

wkt dimana k = 0,9-1,05

= 0,19425

d. Perhitungan Speed of Advance (Va)

VswVa )1(

= 5,450 m/s = 10,595 knot

e. Perhitungan Efisiensi Lambung )( H

)1/()1( wtH

= 1,0227

f. Perhitungan Gaya dorong (T)

)1/( tRTT

= 7,8570

g. Perhitungan Thrust Horse Power (THP)

HEHPTHP /

= 128,28 HP

59

4.7 Pembahasan

4.7.1 Kebutuhan Material Kayu

Armada kapal penangkap ikan di aceh khususnya di wilayah pantai Barat Aceh

dan wilayah WPP 572 masih didominasi dengan menggunakan bahan konstruksi

pembangunan kapal dari Kayu. Jenis kayu yang digunakan untuk pembangunan kapal

ikan adalah jenis kayu dengan kulitas yang bagus yaitu kelas kuat I-II dan Kelas Awet

I-II untuk bagian kapal yang berada dibawah garis air dan bagian kapal yang

membutuhkan kekuatan pada konstruksinya.

Kebutuhan kayu untuk kapal ikan tersebut jumlahnya berbeda-beda

berdasarkan ukuran kapal yang akan dibangun, untuk jumlah kebutuhan kayu dalam

tahapan produksi kapal baru dapat dilihat pada pembahasan 4.2 diatas. Dimana jumlah

kayu paling banyak dihabiskan untuk membangun kapal dengan ukuran dibawah < 5

GT, dikarenakan jumlah armada kapal ikan < 5GT jauh lebih banyak dibandingkan

dengan armada yang lebih besar. Sedangkan jumlah armada diatas > 30 GT masih

sangat kurang.

Berdasarkan jumlah armada kapal ikan yang terbuat dari kayu dan yang sudah

beroperasi saat ini sesuai dengan pembahasan 4.2 diatas, dimana jumlah kayu yang

sudah digunakan untuk pembangunan kapal < 5 GT diperkirakan sesuai dengan

asumsi pada pembahasan 4.2 sebanyak 4261,47 m3, sedangkan jumlah kayu yang

sudah digunakan untuk kapal > 20 GT diperkirakan sebanyak 375,512 m3. Dengan

jumlah kayu total yang sudah dihabiskan untuk pembangunan seluruh armada yang

berada di wiliyah perairan pantai Barat Aceh atau kawasan WPP 572 diperkirakan

sudah mencapai 7475,93 m3.

60

4.7.2 Tahanan Kapal

Tahanan total meliputi wetted surface area off the hull (WSA) yaitu luasan

area bawah lambung kapal yang dibasahi oleh air. Dari sampel yang diteliti, kapal

zona 1 dan 2 adalah kapal yang mempunyai luasan area yang dibasahi air paling besar

yaitu 103,74 m2. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai luasan permukaan

bawah lambung kapal yang didapat maka semakin besar gaya gesekan yang terjadi

dengan air. Hal ini dapat menyebabkan kapal lebih banyak menggunakan bahan bakar.

Faktor selanjutnya yaitu wetted surface area off appendages (SAAp) atau luas

permukaan basah badan kapal. Kapal zona 1 da 2 juga memiliki jumlah luasan basah

terbesar yaitu 0,28 m2, Kemudian di total luasan bagian kapal yang dibasahi air, kapal

zona 1 dan 2 memiliki luasan basah yang besar yaitu sebesar 104,3 m2. Semakin besar

jumlah area yang dibasahi air, maka semakin besar jumlah gesekan yang akan

dihasilkan oleh kapal tersebut. Hal ini dapat dilihat dari besar tahanan gesekan yang

dihasilkan kapal zona 1 dan 2 sebesar 4,86.. Maka tahanan total terbesar dihasilkan

oleh kapal zona 1 dan 2 sebesar 7,61 kilo newton (KN), Bentuk lambung kapal yang

lebih lebar dari kapal yang ada di wilayah menjadi faktor penentu mengapa jumlah

tahanan pada kapal ini lebih besar dari kapal-kapal yang lain.

4.7.3. Kecepatan Dinas

Kecepatan dinas adalah kecepatan rata-rata yang dicapai dalam serangkaian

dinas pelayaran yang telah dilakukan suatu kapal. Kecepatan ini juga dapat diukur

pada saat badan kapal dibawah permukaan air dalam keadaan bersih, dimuati sampai

61

dengan sarat penuh, motor penggerak bekerja pada keadaan daya rata-rata dan cuaca

normal.

4.7.4 Jenis Material Kayu

Untuk setiap bagian konstruksi kapal perikanan lengkap 5 GT s/d 20 GT

diperlukan jenis kayu tertentu, karena setiap kayu punya sifat dan karakteristik yang

berbeda, misalnya; untuk konstruksi lunas, linggi haluan, linggi buritan, wrang gading

dan balok dibutuhkan kayu dengan berat jenis minimal 700 kg/m3 ; untuk gading

berlapis, lapisan tengah, geladak dan galar bilga dibutuhkan kayu dengan berat

minimal 450 kg/m3 ; untuk bagian kulit luar, balok geladak, lutut balok dan dudukan

mesin dibutuhkan kayu dengan berat minimal 560 kg/m3 , semua ketentuan seperti

diatas berlaku pada kandungan kelembaban air kurang dari 25 % ( Biro Klasifikasi

Indonesia, Kapal Kayu,1996). Bila digunakan jenis kayu lebih ringan dari apa yang

tertera di Biro Klasifikasi Indonesia tentang kapal kayu, maka luas penampang profil

harus diperbesar sedangkan untuk konstruksi gading dan balok diperbesar sesuai

perbandingan berat minimal kayu menurut Biro Klasifikasi Indonesia terhadap berat

konstruksi kayu yang sebenarnya. Untuk 1 GT sama dengan 1,3 m3 kayu terpasang

pada kapal (M, Bakri. Dikta Kapal Kayu, ITS,1996)

62

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi kalayakan kapal perikanan pada kapal penangkap

ikan dengan konstruksi kayu dengan berlambung V terhadap, beberapa kesimpulan

dapat diambil, yaitu :

a. Setiap perairan di pantai barat mempunyai perbedaan model kapal

perikanan, perbedaan yang paling signifikan terdapat pada bangunan atas

kapal perikanan masing-masing daerah.

b. Jumlah Kapal < 5 GT sanga mendominasi kawasan Pantai Barat Aceh

c. Untuk kebutuhan jumlah kayu yang sudah digunakan untuk pembangunan

kapal ikan dari bahan kayu sebanyak 7475,93 m3.

d. Jumlah Kebutuhan Kayu untuk reparasi kapal setiap tahunnya

membutuhkan material kayu sebanyak 747,59 m3. Dana kebutuhan kayu

paling banyak digunakan untuk kapal < 5 GT

e. Penggunaan bentuk lebar lambung yang semakin kecil dapat membantu

mengurangi gaya gesekan terhadap lambung, juga dapat membantu mesin

agar lebih efisien dalam mengkonsumsi bahan bakar.

5.2. Saran

63

Dari hasil pembahasan dalam penelitian ini, dapat diberikan beberapa saran

untuk dapat ditindak lanjuti oleh pemerintah Aceh, dalam hal ini Dinas Kelautan dan

Perikanan Aceh :

1. Kapal dengan ukuran kecil seharusnya sudah dialihkan dengan

menggunakan material kontruksi selain kayu, sebagai alternatif dapat

diganti dengan material Fiberglass dan Alumanium.

2. Agar Pemerintah berupaya untuk memberikan informasi dan juga

melakukan pembangunan untuk kapal dibawah < 10 GT tidak lagi

menggunakan material kayu, mengingat akan dapat merusak lingkungan.

3. Harus dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efektifitas bahan pengganti

kayu dalam pembangunan kapal ikan di wilayah WPP 572.

64

DAFTAR PUSTAKA

Lewis, Edward V, Principles of Naval Architecture, Second Revision, Volume II

Resistance, Propulsion and Vibration, The Society of Naval Architects and

Marine Engineers, Jersey City, 1988

Fyson, J. (1985), Design of small fishing vessels, Fishing News Books Ltd., England.

Lunel T, Dispersant Effectiveness at Sea, In 1995 International Oil Spill Conference

Proceedings, American Petrolium Institute Publication, Washington,DC,

1995

Manning, George C, The Theory and Technique of Ship Design, the Technology Press

of the Massachusetts of Technology and Jhon Willey & Son Inc, New

York, 1956

Schneekluth, H & Bertram, V, Ship Design for Eficiency and Economy, Jhon Willey

& Son Inc, New York, 1998

Tedeschi, Edward, Booms, IUPAC, Cohasset, USA, 1999

Taggart, Robert, Ship Design and Construction, the Society of Naval Architects and

Engineers One Word Trade Center, Suite 1369, New York, N.Y.10048,

1980

Watson, David, Practical Ship Design, Volume 1, Elsevier Science Ltd, Kidlington,

Oxford, UK, 1998

Biro Klasifikasi Indonesia, 1996.Peraturan konstruksi kapal kayu.Jakarta:BKI

Steward,M,Robert.1993. Boatbuilding manual.Camden –Maine:McGraw Hill.

DOKUMENTASI KEGIATAN STUDI KELAYAKAN KAPAL PERIKANAN

PANTAI BARAT PROVINSI ACEH