Sumberdaya Air Karst Taman Nasional Manupeu Tanahdaru
-
Upload
sheilakharismadewisilitonga -
Category
Documents
-
view
28 -
download
0
description
Transcript of Sumberdaya Air Karst Taman Nasional Manupeu Tanahdaru
4 SUMBERDAYA AIR KARST TAMAN NASIONAL
MANUPEU TANAHDARU
4.1 Identifikasi Wilayah Karst di TNMT
Kawasan karst menutupi 7-12% permukaan benua yang ada di dunia (Drew
1999 dalam Escolero et al 2002, diacu dalam Kurniawan 2010) dan karst tropis
adalah yang paling berbeda serta tersebar luas di seluruh Asia Tenggara (Sweeting
1972, diacu dalam Sunkar 2007). Kawasan karst Indonesia merupakan yang
terluas di Asia Tenggara dengan luas wilayah karstnya adalah ±154.000 km² dan
15 persennya (sekitar 22.000 km²) termasuk ke dalam kawasan yang dilindungi,
sehingga Indonesia memiliki jumlah kawasan karst dilindungi terbesar di Asia
Tenggara sebanyak 44 kawasan (Day dan Urich 2000, diacu dalam Sunkar 2006).
Peran ini menjadi sangat penting terlebih setelah dikukuhkannya kawasan karst
oleh IUCN sebagai salah satu kawasan dilindungi (Watson et al 1997).
Taman Nasional Manupeu Tanahdaru (TNMT) merupakan salah satu
kawasan yang dilindungi dan memiliki bentangan alam karst. Keberadaan wilayah
karst ditunjukkan dengan adanya ciri-ciri suatu wilayah karst seperti goa, sungai
bawah tanah dan morfologi karst, namun tidak diketahui luas dan penyebarannya.
Untuk itu, kawasan karst TNMT diidentifikasi dengan melihat indikator
keberadaan kawasan karst berupa batuan penyusun (batuan karbonat) dan ciri-ciri
kawasan karst (komponen lingkungan karst). Kawasan karst memiliki dua
komponen lingkungan, yaitu eksokarst dan endokarst. Eksokarst ditunjukkan oleh
morfologi kawasan, sedangkan endokarst merupakan ekosistem di bawah
permukaan seperti goa dan aliran bawah tanah. Oleh karena itu, wilayah yang
dikategorikan sebagai kawasan karst harus tersusun atas batuan karbonat dan
memiliki minimal salah satu ciri-ciri kawasan karst.
4.1.1 Batuan penyusun
Kawasan karst terbentuk melalui proses karstifikasi dalam jangka waktu
yang lama pada batuan karbonat. Menurut Field (2002), karstifikasi adalah proses
pelarutan dan peresapan air pada batuan karbonat sehingga membentuk bentang
alam yang khas di permukaan dan sistem drainase di bawah permukaan tanah.
24
Pelarutan yang terjadi akan berada pada tingkat karstifikasi yang berbeda
tergantung jenis batuan karbonatnya.
Batu gamping merupakan salah satu jenis batuan karbonat yang dapat
berkembang menjadi karst. Komponen utama penyusun batu gamping adalah
mineral karbonat yang paling umum, yaitu kalsit (CaCO3). Batu gamping
umumnya berwarna putih keabuan hingga kelabu kekuningan, bersifat keras dan
masif di bagian permukaan (antara 10 hingga 50 cm) sedang di bagian bawah
umumnya bersifat lunak dan mudah diresapi air (Zulfikar 2004). Penyebaran
gamping di Indonesia merata di seluruh pulau (Gambar 9), dimana beberapa telah
berkembang menjadi kawasan karst yang sangat terkenal seperti Maros dan
Gunung Sewu.
Menurut Djumsari dan Ramli (2002), Pulau Sumba memiliki struktur
geologi yang hampir seluruhnya dikuasai oleh batuan sedimen dengan penyusun
utama adalah batu gamping atau bersifat gampingan. Kawasan TNMT termasuk
ke dalam wilayah dengan struktur geologi yang didominasi batu gamping karena
lokasinya yang berada di Pulau Sumba. Hasil identifikasi menunjukkan hampir
setengah dari formasi geologi yang terdapat di kawasan TNMT mengandung
gamping (Tabel 4 dan Gambar 10).
Tabel 4 Jenis batuan penyusun kawasan TNMT
Jenis batuan Formasi Geologi Luas (ha)* Persentase (%)*
Gamping Formasi Waikabubak 25.617,87 35,08
Formasi Pamalar 617,76 0,85
Formasi Watopata 1.386,18 1,90
Formasi Paumbapa 788,18 1,08
Formasi Kananggar 4.719,19 6,46
Aluvium 306,64 0,42
Bukan gamping Batu Lempung 1.289,05 1,77
Batuan Terobosan 7.522,61 10,30
Formasi Jawila 748,49 1,03
Formasi Masu 4.667,12 6,39
Formasi Praikajelu 25.358,32 34,73
Sumber: * hasil identifikasi peta geologi kawasan TNMT.
Sumber : modifikasi dari Gunn (2004).
Gambar 9 Sebaran gamping di Indonesia.
Sumber: hasil overlay peta geologi dan administrasi kawasan TNMT.
Gambar 10 Peta sebaran gamping di kawasan TNMT
27
Penyebaran terluas terdapat pada Formasi Waikabubak. Formasi
Waikabubak tersusun dari batu gamping, batu gamping lempungan, sisipan napal
pasiran dan napal tufan (Zulfikar et al. 2002). Keberadaan batu gamping
mengindikasikan bahwa TNMT merupakan daerah yang dapat berkembang
menjadi kawasan karst. Luas Formasi Waikabubak mencapai 35,08 % dari
wilayah TNMT dan menutupi sebagian besar Desa Kambatawundut,
Umbulanggang, Manurara, Kalembukuni, Beradolu, Malinjak dan Watumbelar.
Potensi gamping juga dapat dilihat dari penyebarannya di seluruh desa yang
terdapat di sekitar kawasan TNMT. Gambar 10 menunjukkan desa yang
wilayahnya didominasi oleh batu gamping adalah Desa Kalembukuni,
Umbulanggang, Kambatawundut, Laihau, Kangeli, Watumbelar, Padiratana,
Praikaroku Jangga dan Umbupabal.
4.1.2 Sungai bawah tanah
Sungai bawah tanah dapat diartikan sebagai aliran sungai yang terdapat pada
lorong-lorong yang terbentuk di bawah permukaan. Sungai bawah permukaan
yang membentuk jaringan adalah salah satu indikator utama keberadaan kawasan
karst (Haryono 2011), yaitu dicirikan dengan berkembangnya sistem lorong yang
disuplai oleh ponor atau sungai permukaan. Identifikasi terhadap sungai bawah
tanah seringkali sulit dilakukan karena air bergerak melewati celah dan rekahan
batuan. Menurut Samodra (2001), sistem hidrologi kawasan karst berbeda dengan
kawasan lainnya sehingga dalam mengkaji aliran sungai bawah tanahnya
memerlukan alat khusus berupa bahan pelacak air. Untuk itu, penentuan aliran
bawah tanah dalam penelitian ini hanya dilakukan melalui pendekatan terhadap
kondisi hidrologi kawasan. Berdasarkan peta hidrologi Pulau Sumba, sebagian
wilayah yang terdapat di kawasan TNMT memiliki aliran sungai bawah tanah
(Gambar 11).
Berdasarkan gambar 11 wilayah yang diduga memiliki sungai bawah tanah
meliputi desa di bagian timur kawasan. Dugaan ini didasarkan pada keberadaan
beberapa lokasi yang memiliki ciri-ciri keberadaan sungai bawah tanah karena
terdapatnya sungai permukaan yang hilang (Gambar 12). Sungai hilang (stream
sink) merupakan salah satu gejala eksokarst yang memberikan suplai air bagi
sungai bawah tanah (Samodra 2001). Keberadaan sungai bawah tanah pada peta
Sumber: hasil overlay peta hidrologi dan batas kawasan.
Gambar 11 Peta kondisi sungai bawah tanah di TNMT.
29
hidrologi dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
kawasan karst di TNMT.
Gambar 12 Sungai hilang di sekitar Goa Kanabubulang.
4.1.3 Goa
Keberadaan goa sangat penting dalam identifikasi wilayah gamping yang
telah menjadi karst. Menurut Veni et al. (2001), goa merupakan celah rekah
batuan karbonat yang dapat dimasuki manusia, terbentuk melalui pelarutan oleh
asam air. Data Balai TNMT menunjukkan sebanyak 37 goa telah dapat
diidentifikasi keberadaannya di dalam kawasan (Tabel 5). Pembentukan goa
mengindikasikan terjadinya karstifikasi sehingga daerah gamping yang memiliki
goa dapat dipastikan sebagai kawasan karst. Wilayah karst tersebut hanya berada
di Desa Watumbelar, Manurara, Umbulanggang, Mbilurpangadu, Kondamaloba
dan Kambatawundut (Gambar 13).
4.1.4 Morfologi
Identifikasi morfologi merupakan tahap akhir dalam penentuan wilayah
karst. Menurut Samodra (2001), morfologi karst diwujudkan dalam bentuk bukit-
bukit tunggal, pematang bukit, ukiran dipermukaan batuan (struktur lapies atau
karren), lekuk-lekuk lembah (dolina, polje, uvala), mata air, mulut goa dan sungai
hilang. Identifikasi morfologi dilakukan melalui dua tahapan, yaitu identifikasi
melalui peta atau citra satelit dan pengecekan langsung ke lapangan. Pada
penelitian ini, identifikasi lebih banyak dilakukan melalui peta atau citra satelit
sedangkan kondisi dilapangan tidak secara detail dilakukan di seluruh kawasan.
Hasil identifikasi morfologi karst menunjukkan bahwa daerah karst di TNMT
hampir merata di seluruh kawasan (Gambar 14).
Sumber: hasil overlay sebaran goa dan peta gamping.
Gambar 13 Peta sebaran goa di TNMT.
Sumber: hasil identifikasi menggunakan google earth.
Gambar 14 Wilayah TNMT yang diduga sebagai kawasan karst.
32
Tabel 5 Goa yang terdapat di kawasan TNMT
Desa Nama Goa
Watumbelar Ramandu
Wakapadua
Takandunu 1
Takandunu 2
Takandunu 3
Air Es
Padamu
Leipaku
Kamenlabani 2
Kamenlabani 1
Kanarujangga
Kandilu
Hawambu Paraku
Mucurunggu
Leramu
Nangga
Manurara Kaduadang
Matayangu
Ngaduredu
Binawiruk
Laimapidu
Mbilurpangadu Kalimbu Bakul
Kato'nga
Wangga
Panda'dang
Unjung
Kambatawundut Kanabubulang 1 Kanabubulang 2
Kondamaloba Marabi
Milipahuruk
Way Liang
Jaga
Tamiyang
Winu Hakapanggung
Bakul
Umbulanggang Pattamawai Kapukka
Sumber: ASC (2008) dan KPG (2009).
4.1.5 Luas kawasan karst TNMT
Keberadaan karst di TNMT menjadi salah satu bukti bahwa sebagian
wilayah karst telah menjadi kawasan yang dilindungi. Luas wilayah karst di
kawasan TNMT ditentukan dengan menggabungkan data karst dari hasil
identifikasi dan peta sistem lahan (landsystem). Hasil identifikasi menunjukkan
luas wilayah karst yang terdapat di kawasan TNMT adalah seluas 5.316,18 ha
sedangkan luasan karst dari peta sistem lahan adalah 25.632,59 ha.
Kedua data karst tersebut dioverlay dengan data sebaran batuan karbonat di
TNMT. Tujuannya agar wilayah karst yang ditetapkan tidak berada di luar
wilayah batuan karbonat. Berdasarkan hasil overlay, wilayah karst yang terdapat
di kawasan TNMT memiliki luasan luasan sebesar 23.609,25 ha dan menutupi
sekitar 32,33 % dari kawasan TNMT (Gambar 15).
Sumber: hasil overlay peta sistem lahan dan peta karst hasil identifikasi.
Gambar 15 Wilayah karst TNMT.
34
4.2 Kawasan Karst TNMT sebagai Penyedia Sumberdaya Air
Perbedaan antara kawasan karst dengan kawasan bukan karst adalah
terjadinya proses pelarutan pada kawasan karst yang mengakibatkan adanya
sistem pergoaan dan aliran bawah tanah. Menurut Gillieson (1996), diacu dalam
Adji (2006) lorong goa dan sungai bawah tanah disebut sebagai porositas lorong
atau secara hidrogeologis dikenal dengan porositas sekunder. Lorong goa yang
terisi air akan membentuk sungai bawah tanah dan keberadaannya tidak
terdistribusi merata sedangkan porositas pada kawasan bukan karst dapat
dikatakan seragam kesegala arah (Gambar 16) (Adji 2006).
Sumber: modifikasi dari Adji (2006).
Gambar 16 Perbedaan porositas di daerah non-karst (kiri) dan karst (kanan).
Kondisi ini berpengaruh terhadap keluarnya air, dimana sumber air akan
muncul dibanyak tempat dengan debit yang bervariasi. Porositas sekunder ini
menyebabkan penduduk di daerah karst pada umumnya terkesan kesulitan untuk
menemukan sumber air untuk mencukupi kehidupan mereka sehari-hari, padahal
di bawah mereka sebenarnya terdapat sungai bawah tanah yang kadang kala
debitnya bisa mencapai ribuan liter/detik (Adji 2006).
Debit sungai bawah tanah sangat ditentukan oleh proses aliran masukan dan
keluaran air di daerah karst. Menurut Domenico dan Schwartz (1990), diacu
dalam Adji (2006) sifat aliran pada kawasan karst terbagi menjadi komponen
aliran diffuse dan aliran conduit. Jenis aliran air pada kawasan karst sangat
ditentukan oleh karakteristik perkembangan lorong, kondisi topografi permukaan
dan simpanan air di dalam akuifer karst (Tabel 6).
35
Tabel 6 Karakteristik aliran akuifer karst
Tipe aliran Karakteristik Kondisi daerah tangkapan Simpanan
Saluran
(Conduit)
1. Perpipaan
(streamsink)
2. Sangat cepat dan
sensitif terhadap
hujan
Banyak luweng dengan
sinkhole dan ponor
Rendah dan
hanya pada saat
musim hujan
Dasar
(Diffuse)
1. Menyebar
2. Respon lambat
terhadap hujan
1. Rekahan (Fracture)
2. Intergranular
Besar dan
sepanjang tahun
Sumber: Adji (2006)
Aliran conduit mengimbuh sungai bawah tanah melalui ponor yang ada di
permukaan, melewati ronga-rongga besar dan mengalir cepat. Aliran diffuse
masuk ke sungai bawah tanah melalui proses infiltrasi yang terjadi secara
perlahan-lahan melewati epikarst dan kemudian mengimbuh sungai bawah tanah
berupa tetesan atau rembesan kecil. Contohnya adalah tetesan air pada ornamen
goa yang mengisi sungai bawah tanah. Keberadaan aliran air bawah tanah di
kawasan TNMT dapat terlihat pada beberapa goa (Gambar 17). Hasil survey ASC
(2008) dan KPG-HIMAKOVA (2009) menunjukkan terdapat sebanyak 12 goa
yang memiliki aliran air bawah tanah (Tabel 7).
Tabel 7 Goa dengan aliran air bawah tanah di kawasan TNMT
No Nama Goa Lokasi (Desa)
1 Padamu Watumbelar
2 Air es Watumbelar
3 Kanabubulang 2 Kambatawundut
4 Pattamawai Umbulanggang
5 Way liang Kondamaloba
6 Marabi Kondamaloba
7 Bakul Kondamaloba
8 Matayangu Manurara
9
10
11
12
Wacupadano
Milipahuruk
Laimapidu
Wangga
Umbulanggang
Kondamaloba
Manurara
Mbilur Pangadu
Sumber: ASC (2008) dan KPG (2009)
36
Gambar 17 Aliran bawah tanah di goa.
Air yang berasal dari akuifer karst akan mengalir melewati lorong goa dan
keluar sebagai mata air. Mata air di TNMT merupakan salah satu sumber air
utama yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat (Gambar 18). Data TNMT
menunjukkan penyebaran mata air mencakup daerah yang luas, namun lokasi
mata air belum teridentifikasi pada beberapa desa. Jumlah mata air yang telah
diketahui lokasinya ada 249 buah. Mata air tersebut dapat ditemukan di Desa
Baliloku, Hupumada, Kambatawundut, Katikoloku, Kondamaloba, Laihau,
Malinjak, Mbilurpangadu, Padiratana, Watumbelar, Waimanu, Umbulanggang
dan Umbupabal.
Potensi lain sumberdaya karst adalah pengimbuh sungai permukaan. Air
yang keluar dari celah rekah batuan akan menjadi bagian dari sungai yang
melewati kawasan karst. Secara tidak langsung, sungai yang dimanfaatkan
masyarakat mendapat pengaruh dari sumberdaya air karst. Kondisi sungai dan
besarnya air dipengaruhi oleh musim. Pada musim penghujan (overflow) debit
airnya besar dan pada musim kemarau (underflow) debit air akan mengalami
penurunan (Haryono 2011). Beberapa sungai di TNMT memiliki debit yang besar
seperti sungai dari sumber air Lapopu dan Matayangu (Gambar 19). Berdasarkan
data dari Balai TNMT, pada musim hujan sumber air Lapopu memiliki debit
sebesar 1.600 liter/detik sedangkan sumber air Matayangu debitnya mencapai
Sumber: hasil overlay mata air, peta tutupan lahan dan batas kawasan TNMT.
Gambar 18 Peta sebaran mata air TNMT.
38
2.700 liter/detik. Selain itu, pada beberapa tempat terdapat sungai bawah tanah
seperti di Lapopu dan Wangga.
(a) (b)
Gambar 19 Sumber air TNMT (a) air terjun Matayangu (b) air terjun Lapopu.
Sungai yang terdapat di TNMT termasuk kedalam 12 daerah aliran sungai
(Gambar 20). Pada daerah aliran sungai tersebut terdapat anak-anak sungai yang
mengalir ke sungai utama. Aliran sungai utama bermuara ke Laut Sawu (utara)
dan Samudera Hindia (selatan) serta dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sungai
utama mengalir melewati daerah pemukiman dan pedesaan di sekitar TNMT
sebagai pemasok kebutuhan air masyarakat (Tabel 8) (Purnama 2005).
Tabel 8 Beberapa sungai di kawasan TNMT
No Nama Sungai Melintasi/Hilir/Muara Arah Aliran
1 Wanokaka Desa Katikuloku Selatan
2 Waekelo Kecamatan Wejewa Utara Selatan
3 Praikajelu Desa Konda Maloba Selatan
4 Sendi Desa Konda Maloba Selatan
5 Prainga - Selatan
6 Nanga Mamboro Utara
7 Paponggu Desa Praikarokujangga dan Desa Soru Utara
8 Prainglala - Timur
9 Pungulamba - Barat Laut
10 Kadassa Kadahang (pantai Utara) Timur Laut
11 Tidas Desa Mondulambi Timur
12 Kangeli Desa Kangeli Timur
13 Laikahabar Desa Laihau Timur
14 Palawandut Desa Kambatawundut Timur
15 Palamedo Desa Lenang Utara
Sumber : BKSDA (2004).
Sumber: hasil overlay peta sungai, administrasi dan batas kawasan TNMT.
Gambar 20 Peta daerah aliran sungai TNMT.