Dasar Teori Bentang Alam Karst

14
BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Bentang Alam Karst Karst adalah istilah dalam bahasa Jerman yang diambil dari istilah Slovenian kuno yang berarti topografi hasil pelarutan (solution topography) (Blomm,1979). Menurut Jenning (1971, dalam Blomm 197), topografi karst didefinisikan sebagai lahan dengan relief dan pola penyaluran yang aneh, berkembang pada batuan yang mudah larut (memiliki derajat kelarutan yang tinggi) pada air alam dan dijumpai pada semua tempat pada lahan tersebut. Flint dan Skinner (1977) mendefinisikan topography karst sebagai daerah yang berbatuan yang mudah larut dengan surupan (sink) dan gua yang berkombinasi membentukk topografi yang aneh (peculiar topography) dan dicirikan oleh adanya lembah kecil, penyaluran tidak teratur, aliran sungai secara tiba-tiba masuk kedalam tanah meninggalkan lembah kering dan muncul sebagai mata air yang besar. Berdasarkan kedua definisi diatas maka dapat ditetapkan suatu pengertian tentang topografi karst yaitu : “Suatu topografi yang terbentuk pada daerah dengan litologi berupa batuan yang mudah larut, menunjukkan relief yang khas, penyaluran yang tidak

description

dasar teori bentang alam karst

Transcript of Dasar Teori Bentang Alam Karst

BAB II DASAR TEORI

2.1 Pengertian Bentang Alam KarstKarst adalah istilah dalam bahasa Jerman yang diambil dari istilah Slovenian kuno yang berarti topografi hasil pelarutan (solution topography) (Blomm,1979). Menurut Jenning (1971, dalam Blomm 197), topografi karst didefinisikan sebagai lahan dengan relief dan pola penyaluran yang aneh, berkembang pada batuan yang mudah larut (memiliki derajat kelarutan yang tinggi) pada air alam dan dijumpai pada semua tempat pada lahan tersebut. Flint dan Skinner (1977) mendefinisikan topography karst sebagai daerah yang berbatuan yang mudah larut dengan surupan (sink) dan gua yang berkombinasi membentukk topografi yang aneh (peculiar topography) dan dicirikan oleh adanya lembah kecil, penyaluran tidak teratur, aliran sungai secara tiba-tiba masuk kedalam tanah meninggalkan lembah kering dan muncul sebagai mata air yang besar.Berdasarkan kedua definisi diatas maka dapat ditetapkan suatu pengertian tentang topografi karst yaitu : Suatu topografi yang terbentuk pada daerah dengan litologi berupa batuan yang mudah larut, menunjukkan relief yang khas, penyaluran yang tidak teratur, aliran sungainya secara tiba-tiba masuk kedalam tanah dan meninggalkan lembah kering untuk kemudian keluar ditempat lain sebagai mata air yang besar.2.2 . Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bentang Alam Karst1) Faktor FisikFaktor fisik yang mempengaruhi pembentukan topografi karst meliputi ketebalan batugamping, porositas dan permeabilitas batugamping serta intensitas struktur (kekar) yang mengenai batuan tersebut.

Ketebalan BatugampingMenurut Von Engeln, batuan mudah larut (dalam hal ini batugamping) yang baik untuk perkembangan topografi karst harus tebal. Batugamping tersebut da[at masif atau terdiri dari beberapa lapisan yang membentuk satu unit batuan yang tebal, sehingga mampu menampilkan topografi karst sebelum batuan tersebut habis terlarutkan dan tererosi. Ritter (1978) mengemukakan bahwa batugamping yang berlapis (meskipun membentuk satu unit yang tebal), tidak sebaik batugamping yang massif dan tebal dalam pembentukan topografi karst ini. Hal ini dikarenakan material sukar larut dan lempung yang terkonsentrasi pada bidang perlapisan akan mengurangi kebebasan sirkulasi air untuk menmbus seluruh lapisan. Sebaliknya pada batugamping yang massif, sirkulasi air akan berjalan lancer sehingga mempermudah terjadinya proses karstifikasi. Porositas dan PermeabilitasKedua hal ini berpengaruh terhadap sirkulasi air dalam batuan. Menurut Ritter (1978), porositas primer ditentukan oleh tekstur batuan dan berkurang oleh proses sementasi, rekristaslisasi dan penggantian mineral (missal dolomitisasi) sehingga porositas primer tidak begitu berpengaruh terhadap proses karstifikasi. Sebaliknya dengan porositas sekunder yang biasanya terbentuk oleh adanya retakan atau pelarutan dalam batuan. Porositas (baik primer maupun sekunder) biasanya mempengaruhi permeabilitas yaitu kemampuan batuan batuan untuk melalukan air. Disamping itu permeabilitas juga dipengaruhi oleh adanya kekar yang saling berhubungan dalam batuan. Semakin besar permeabilitas suatu batuan maka sirkulasi air akan berjalan semakin lancer sehingga proses karstifikasi akan semakin intensif. Intesitas Struktur Terhadap BatuanIntersitas struktur terutama kekar sangat berpengaruh terhadap proses karstifikasi. Disamping kekar dapat mempertinggi permeabilitas batuan, zona kekar merupakan zona yang lemah yang mudah mengalami pelarutan dan erosi sehingga dengan adanya kekar dalam batuan proses pelarutan dan erosi berjalan intensif. Ritter (1978) mengemukakan bahwa kekar biasanya terbentuk dengan pola tertentu dan berpasangan (kekar gerus), tiap pasang membentuk sudut antara 70 sampai 90 dan mereka saling berhubungan. Hal inilah yang menyebabkan kekar dapat mempertinggi porositas dan permeabilitas sekaligus sebagai zona lemah yang menyebabakan proses pelarutan dan erosi berjalan lebih intensif. Apabila intensitas pengkekaran sangat tinggi maka batuan menjadi mudah hancur atau tidak memiliki kekauatan yang cukup. Disamping itu permeabilitas mejadi sangat tingi sehingga waktu sentuh batuan dan air sangat cepat. Hal ini menghambat proses kartifikasi (Ritter, 1978). Adanya control struktur dalam pembentukan topografi karst ini diberikan contoh pada pembentukan gua

Gambar 2.1 Sketsa Gua oleh Kekar2) Faktor KimiaFaktor kimiawi yang berpengaruh dalam proses karstifikasi adalah kondisi kimia batuan dan kondisi kimia media pelarut. Kondisi Kimia BatuanKondisi kimia batuan yang dimaksud adalah komposisi dan sifat kimia (kelarutannya).Secara umum berdasarkan komposisinya batugamping dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, tetapi sesuai dengan namanya, batugamping sedikitnya mengnadung 50% mineral karbonat ynag umumnya berupa kalsit (CaCO3). Dua jenis mineral karbonat yang umum ada pada batugamping adalah kalsit dan dolomite (Sweeting, 1973 dalam Ritter, 1978). Menurut Leigton dan Pendextel (1962 dalam Ritter, 1978), bila batuan mengandung mineral dolomite lebih dari 50% maka batuannya disebut dolomite dan bila batuannya mengandung mineral kalsit lebih dari 50% maka batuannya disebut batugamping. Batugamping inilah yang mempunyai kecenderungan untuk membentuk topografi karst. Kondisi Kimia Media PelarutMedia pelarut dalam proses karstifikasi adalah air alam (natural water) (Jehning, 1971 Vide Bloom, 1979). Kondisi kimiawi media pelarut ini sangat berpangaruh pada proses karstifikasi.Flint dan Skinner (1979) mengemukakan bahwa kalsit sangat sulit lartu dalam air murni, akan tetapi ia akan larut dalam air yang mengandung asam. Dialam, air hujan akan mengikat karbondioksida (CO2) dari udara dan dari tanah disekitarnya membentuk air /larutan yang bersifat asam yaitu asam karbonat (H2CO3). Larutan inilah yang akan melarutkan batugamping. Dengan demikian bahwa sifat kimiawi media pelarut sangat dipengaruhi oleh banyaknya karbondioksida yang diikatnya.Disamping membentuk larutan asam, karbondioksida didalam air akan meningkatkan tekanan parsial CO2 dalam larutan tersebut. Tekanan parsial CO2 yang tinggi dalam larutan akan mempertinggi kemampuan larutan untuk melarutkan kalsit.bloom (1979) menyebutkan bahwa tekanan parsial CO2 pada air yang mengandung udara (aerated aqueous) hanya 30 pa dan CaCO3 yang dapat dilarutkannya kurang lebih hanya 63 mg/lt, tetapi pada kondisi tidak ada udara (anaerobic) tekanan parsial CO2 meningkat sampai 30 Kpa dan CaCO3 yang dapat dilarutkannya mencapai 700 mg/lt.2.3 Bentang Alam Hasil Proses KarstifikasiNama Kars menurut Thornbury (1964) dipakai pertama kali untuk menamakan sebuah daerah di Italia yaitu Carso. Daerah Carso merupakan dareah seluas kurang lebih 38.500 km2 dengan ketinggian mencapai 2.500 m yang litologinya berupa batugamping dimana gejala topografi kars berkembang baik didaerah ini. Daerah kars yang dimaksud tepatnya berada disebelah timur laut Laut Adriatic.Bentuk morfologi yang menyusun suatu bentang alam kars dapat dibedakan menjadi dua macam (Srijono, 1984, dalam Widagdo, 1984), yaitu bentuk-bentuk konstruksional dan bentuk-bentuk sisa pelarutan.

Gambar 2.2 Daerah Topografi Karst1. Bentuk-bentuk KonstruksionalBentuk konstruksional adalah bentuk topogrfi yang dibentuk oleh proses pelarutan batugamping atau pengendapan material karbonat yang dibawa oleh air. Berdasarkan ukurannya, topografi konstruksional dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu bentuk-bentuk minor dan bentuk-bentuk mayor. Menurut Bloom (1979), yang dimaksud dengan bentang alam kars minor adalah bentang alam yang tak dapat diamati pada foto udara atau peta topografi, sedang bentang alam kars mayo adalah bentang alam yang dapat diamati baik didalam foto udara atau peta topografi.Bentuk-bentuk topografi kars minor adalah : Lapies, Merupakan bentuk tak rata pada permukaan batugamping akibat adanya proses pelarutan, penggerusan atau karena proses lain. Kars Split, Adalah celah pelarutan yang terbentuk dipermukaan. Kars split sebenarnya merupakan perkembangan dari kars-runnel (solution runnel). Bila jumlah kars runnel banyak dan saling berpotongan maka akan membentuk kars split. Parit Karst, Adalah alur pada permukaan yang memanjang membentuk parit. Srijono (1984), mengemukakan bahwa parit kars ini merupakan kars split yang memajang sehingga membentuk parit kars. Palung Karst, Adalah alur pada permukaan batuan yang besar dan lebar, dibentuk oleh proses pelarutan. Kedalamannya dapat mencapai lebih dari 50 cm. biasanya terbentuk pada permukaan batuan yang datar atau miring rendah dan dikontrol oleh struktur yang memanjang. Speleothem, Adalah hiasan yang terdapat didalam gua yang dihasilkan oleh endapan berwarna putih, bentuknya seperti tetesan air, mengkilat dan menonjol. Hiasan ini merupakan endapan CaCO3 yang mengalami presipitasi pada saat air tanah yang membawanya masuk kedalam gua.

Gambar 2.3 Stalaktit dan stalakmitBentuk-bentuk topografi kars mayor adalah : Surupan, Yaitu depresi tertutup hasil pelarutan denagn diameter mulai dari beberapa meter sampai beberapa kilometer, kedalamannya mencapai ratusan meter dan bentuknya dapat bundar atau lonjong (oval),

Gambar 2.4 SurupanGambar 2.4 UVala Uvala, Adalah depresi tertutup yang besar, terdiri dari gabungan beberapa doline, lantai dasarnya tidak rata. Polje, Depresi tertutup yang besar dengan lantai dasar dan dinding yang curam, bentuknya tidak teratur dan biasanya memanjang searah jurus perlapisan atau zona lemah structural. Pembentukannya dikontrol oleh litologi dan struktur dan mengalami pelebaran oleh proses korosi lateral pada saat ia terisi air. Jendela Karst, Adalah lubang pada atap gua yang menghubungkan antara ruang dalam gua dengan udara diluar yang terbentuk karena atap gua tersebut runtuh, (Twidale, 1976). Disamping itu jendela kars dapat pula terbentuk pada atap sungai bawah tanah. Lembah Karst, Adalah lembah atau alur yang besar yang terdapat pada lahan kars. Lembah ini terbentuk oleh aliran air permukaan yang mengerosi batuan yang dilaluinya. Gua (Cave), yaitu serambi tau ruangan bawah tanah yang dapat dicapai dari permukaan dan cukup besar bila dimasuki oleh manusia (Sanders, 1981). Gua seringkali teridir dari rangkaian ruangan sehingga kedalamannya dapat mencapai ratusan meter. Terowongan dan Jembatan Alam, yaitu lorong bawah tanah yang terbentuk oleh pelarutan dan penggerusan air tanah atau oleh aliran bawah tanah (Von Engeln, 1942). Terowongan alam memiliki ukuran yang bervariasi artinya dapat berukuran besar atau kecil. Sebagai contoh, terowongan di Virginia dapat berukuran mencapai 275 meter, tingginya 23 meter dan lebarnya 40 meter.2. Bentuk-bentuk Sisa PelarutanYang dimaksud dengan bentuk morfologi sisa pelarutan adalah morfologi yang terbentuk karena pelarutan dan erosi sudah berjalan sangatlanjut sehingga meninggalkan sisa yang khas untuk lahan kars. Morfologi sisa dapat berkembang baik terutama pada daerah yang beriklim tropis basah (Bloom, 1979). Macam-macam bentuk morfologi sisa yaitu : Kerucut Kars, yaitu bukit kars yang berbentuk kerucut, berlereng terjal dan dikelilingi oleh depresi yang biasanya disebut sebagai bintang (Ritter, 1978).Kerucut kars sering disebut sebagai kegelkars (bahasa Jerman). Pada kenyataannya kerucut kars sering kali lebih mirip setengah bola dibanding dengan bentuk kerucut.

Gambar 2.5 Kerucut Karst Menara Kars, adalah bukit sisa pelarutan dan erosi berbentuk menara dengan lereng yang terjal, tegak atau menggantung, terpisah satu dengan yng lain dan dikelilingi oleh dataran alluvial (Ritter, 1978). Menurut Jenning (1971) dalam Ritter (1978) menara kars dan kerucut kars dibedakan dalam hal keterjalan lereng dan adanya rawa / dataran alluvial yang mengelilinginya.

Gambar 2.6 Menara karst Mogote, adalah bukit terjal yang merupakan sisa pelarutan dan erosi, umumnya dikelilingi oleh dataran alluvial yang hampir rata (flat). Bentuknya kadang-kadang tidak simetri antara sisi yang mengarah kearah datangnya angin dengan sisi sebaliknya.

Gambar 2.6 Mogote