Studi Karst Daerah Banyuwangi

8
  Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV “Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa” STUDI IDENTIFIKASI DAERAH KARS DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN STRUKTUR GEOLOGI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT-7 ETM+ STUDI KASUS : DAERAH KARS BANYUWANGI, PROPINSI JAWA TIMUR Suwarsono, Mawardi Nur, dan Heidy Ismaya Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Jalan LAPAN 70, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta 13710 Telp/Fax : +62 21 8710065/+62 21 8710274 email: [email protected]  Abstrak Daerah kars dicirikan oleh morfologi permukaan berupa bukit-bukit kerucut ( conical hills), depresi tertutup (dolin), lembah kering (dry valley) dan banyak dijumpai sungai-sungai bawah tanah. Daerah ini sangat dipengaruhi oleh struktur geologi berupa pengkekaran (  joint ) karena umumnya kars terbentuk pada daerah berbatuan karbonat (gamping, dolomit, atau gypsum). Daerah kars ini identik dengan lahan yang selama ini dianggap kering, gersang, tandus, kurang subur, dan kekurangan air. Meskipun demikian daerah ini mempunyai potensi sumberdaya alam yang tinggi terutama sumberdaya mineral batuan karbonat/gamping. D i Indonesia, daerah kars dijumpai pada semua pulau-pulau besar seperti Kalimantan, Sumatera, Irian Jaya, Sulawesi dan Jawa. Tujuan penelitian ini adalah melakukan identifikasi daerah kars dengan  pendekatan morfologi dan struktur geologi menggunakan data citra penginderaan jauh, yaitu citra Landsat-7 ETM+. Lokasi penelitian mengambil tempat di Kabupaten Banyuwangi Propinsi Jawa Timur. Metode penelitian meliputi  pengolahan citra Landsat-7 ET M+ dan analisa Sistem Infor masi Geografi (SIG). Pengolahan citra meli puti proses koreksi geometrik dan radiometrik, penghitungan nilai OIF, fusi kanal, pembuatan citra komposit warna, dan pemfilteran spasial. Analisa SIG yang dilakukan meliputi analisis overlay dan perhitungan kerapatan morfologi yaitu bukit kars ( conical hills), lembah kering (dry valley) dan kerapatan kekar (  joint ). Hasil analisis menunjukkan bahwa daerah kars di Kabupaten Banyuwangi Daerah kars di Kabupaten Banyuwangi terbagi dalam tiga daerah yang mempunyai tingkat  perkembangan berbeda-beda, yaitu 1) kars Tegaldlimo, termasuk daerah kars berkembang baik, 2) kars Kalipuro, termasuk daerah kars berkembang sedang dan 3) kars Purwoharjo, termasuk daerah kars tidak berkembang. Kata Kunci : Kars, morfologi, struktur geologi 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Pengertian kars Kars adalah suatu daerah yang mempunyai karakteristik relief dan drainase yang khas, terutama disebabkan oleh derajat pelarutan batu-batuannya yang intensif (Ford dan Williams, 1989). Daerah kars ini identik dengan lahan yang selama ini dianggap kering, gersang, tandus, kurang subur, dan kekurangan air. Meskipun demikian daerah ini mempunyai potensi sumberdaya alam yang tinggi terutama sumberdaya mineral batuan karbonat/gamping. Bentuklahan kars terbentuk akibat proses pelarutan pada daerah yang tersusun oleh batuan yang mudah larut, yaitu batu gamping kalsit, dolomit, aragonit dan gypsum. mengemukakan ada empat kondisi yang mendukung terbentuknya bentuklahan kars, yaitu  pertama kondisi litologi tersusun oleh batuan yang mudah larut. Kedua, batuan tersebut tebal dan masif serta memiliki retakan-retakan atau kekar yang akan meningkat permeabilitas dan porositas batuan sehingga mudah ditembus oleh air. Ketiga, daerah tersebut terletak pada posisi yang relatif lebih tinggi dari daerah sekitarnya sehingga air dapat mengalir dengan lancar sehingga mempercepat proses karsifikasi. Keempat, daerah tersebut mempunyai Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember  Surabaya, 14 – 15 September 2005 SDA - 125

Transcript of Studi Karst Daerah Banyuwangi

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

STUDI IDENTIFIKASI DAERAH KARS DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN STRUKTUR GEOLOGI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT-7 ETM+ STUDI KASUS : DAERAH KARS BANYUWANGI, PROPINSI JAWA TIMURSuwarsono, Mawardi Nur, dan Heidy IsmayaLembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Jalan LAPAN 70, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta 13710 Telp/Fax : +62 21 8710065/+62 21 8710274 email: [email protected]

AbstrakDaerah kars dicirikan oleh morfologi permukaan berupa bukit-bukit kerucut (conical hills), depresi tertutup (dolin), lembah kering (dry valley) dan banyak dijumpai sungai-sungai bawah tanah. Daerah ini sangat dipengaruhi oleh struktur geologi berupa pengkekaran (joint) karena umumnya kars terbentuk pada daerah berbatuan karbonat (gamping, dolomit, atau gypsum). Daerah kars ini identik dengan lahan yang selama ini dianggap kering, gersang, tandus, kurang subur, dan kekurangan air. Meskipun demikian daerah ini mempunyai potensi sumberdaya alam yang tinggi terutama sumberdaya mineral batuan karbonat/gamping. Di Indonesia, daerah kars dijumpai pada semua pulau-pulau besar seperti Kalimantan, Sumatera, Irian Jaya, Sulawesi dan Jawa. Tujuan penelitian ini adalah melakukan identifikasi daerah kars dengan pendekatan morfologi dan struktur geologi menggunakan data citra penginderaan jauh, yaitu citra Landsat-7 ETM+. Lokasi penelitian mengambil tempat di Kabupaten Banyuwangi Propinsi Jawa Timur. Metode penelitian meliputi pengolahan citra Landsat-7 ETM+ dan analisa Sistem Informasi Geografi (SIG). Pengolahan citra meliputi proses koreksi geometrik dan radiometrik, penghitungan nilai OIF, fusi kanal, pembuatan citra komposit warna, dan pemfilteran spasial. Analisa SIG yang dilakukan meliputi analisis overlay dan perhitungan kerapatan morfologi yaitu bukit kars (conical hills), lembah kering (dry valley) dan kerapatan kekar (joint). Hasil analisis menunjukkan bahwa daerah kars di Kabupaten Banyuwangi Daerah kars di Kabupaten Banyuwangi terbagi dalam tiga daerah yang mempunyai tingkat perkembangan berbeda-beda, yaitu 1) kars Tegaldlimo, termasuk daerah kars berkembang baik, 2) kars Kalipuro, termasuk daerah kars berkembang sedang dan 3) kars Purwoharjo, termasuk daerah kars tidak berkembang.

Kata Kunci : Kars, morfologi, struktur geologi

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Pengertian kars Kars adalah suatu daerah yang mempunyai karakteristik relief dan drainase yang khas, terutama disebabkan oleh derajat pelarutan batu-batuannya yang intensif (Ford dan Williams, 1989). Daerah kars ini identik dengan lahan yang selama ini dianggap kering, gersang, tandus, kurang subur, dan kekurangan air. Meskipun demikian daerah ini mempunyai potensi sumberdaya alam yang tinggi terutama sumberdaya mineral batuan

karbonat/gamping. Bentuklahan kars terbentuk akibat proses pelarutan pada daerah yang tersusun oleh batuan yang mudah larut, yaitu batu gamping kalsit, dolomit, aragonit dan gypsum. mengemukakan ada empat kondisi yang mendukung terbentuknya bentuklahan kars, yaitu pertama kondisi litologi tersusun oleh batuan yang mudah larut. Kedua, batuan tersebut tebal dan masif serta memiliki retakan-retakan atau kekar yang akan meningkat permeabilitas dan porositas batuan sehingga mudah ditembus oleh air. Ketiga, daerah tersebut terletak pada posisi yang relatif lebih tinggi dari daerah sekitarnya sehingga air dapat mengalir dengan lancar sehingga mempercepat proses karsifikasi. Keempat, daerah tersebut mempunyai

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 125

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

curah hujan yang cukup tinggi sehingga air cukup melimpah sebagai media pelarut Thornbury (1969). Daerah kars dengan mudah dapat dikenali dari morfologi permukaan berupa bukit-bukit kars kerucut (conical hills), depresi tertutup (dolin), lembah kering (dry valley) dan banyak dijumpai sungai-sungai bawah tanah. Daerah ini sangat dipengaruhi oleh struktur geologi berupa pengkekaran (joint) karena umumnya, kars terbentuk pada daerah berbatuan karbonat (gamping, dolomit, atau gypsum). 1.1.2. Daerah kars di Indonesia Daerah kars di Indonesia terdapat di setiap pulau besar, baik Sumatera, Jawa, Kalimantan, Irian, Sulawesi, dan juga di Kepulauan Nusa Tenggara. Balasz (1963) telah menginventarisir daerah-daerah kars di Kepulauan Indonesia meskipun masih dalam skala global. Dari tulisan Balasz (1963) disebutkan beberapa daerah kars yang terdapat di Pulau Jawa bagian timur, yaitu 1). Daerah kars antara Bojongore dan Lasun, 2). Daerah kars Pulau Madura, 3). Daerah kars Teluk Pacitan, yang merupakan rangkaian dari daerah kars Gunung Sewu, 4). Daerah kars Gunung Kidul bagian timur, 5). Daerah kars Pulau Nusa Barung, 6). Daerah kars Watangan, dan 7). Daerah kars Tegaldlimo. Daerah kars Tegaldlimo merupakan daerah kars yang masuk dalam wilayah Kabupaten Banyuwangi. 1.1.3. Potensi kars Daerah kars mempunyai beberapa nilai yang sifatnya strategis, yaitu; 1). nilai ekonomi, berkaitan dengan usaha pertanian, kehutanan, pertambangan, pengelolaan air dan pariwisata, 2). nilai ilmiah, berkaitan dengan ilmu-ilmu kebumian, speleologi, biologi, arkeologi dan paleontologi, 3). nilai kemanusiaan, berkaitan dengan keindahan, rekreasi, pendidikan, unsur-unsur spiritual dan agama atau kepercayaan. Pengelolaan daerah kars bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan daerah kars, guna menunjang pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pengelolaan daerah kars mempunyai sasaran yaitu; 1). meningkatkan upaya perlindungan daerah kars, dengan cara melestarikan fungsi hidrogeologi, flora, fauna, nilai sejarah serta budaya yang ada di dalamnya, 2). melestarikan keunikan dan kelengkapan bentukan alam di daerah kars, 3). meningkatkan kehidupan masyarakat di dalam dan sekitarnya, 4). meningkatkan

pengembangan ilmu pengetahuan (Kepmen Energi dan Sumberdaya Mineral No. 1456 K/20/MEM/2000). Upaya-upaya pengelolaan daerah ini yang meliputi kegiatan-kegiatan inventarisasi, penyelidikan, pemanfaatan dan perlindungan sumberdaya alam kars. Kemajuan sains dan teknologi penginderaan jauh diharapkan dapat bermanfaat dalam mendukung upaya-upaya tersebut. 1.2. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah melakukan identifikasi daerah kars dengan pendekatan morfologi dan struktur geologi menggunakan data citra penginderaan jauh, yaitu citra Landsat-7 ETM+. Lokasi penelitian mengambil tempat di Kabupaten Banyuwangi Propinsi Jawa Timur. 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan software Microsoft Office, Er-Mapper 6.4, Arc Info 3.5, dan Arcview 3.2 image analyst. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi; a. Data satelit LANDSAT-7 ETM+ path/row 117/066 tanggal 25 Mei 2002 b. Peta Geologi skala 1 : 100.000, lembar Banyuwangi, c. Peta Topografi (kontur) US ARMY Service, skala 1:50.000 2.3. Metode 2.3.1. Pengolahan citra dijital Pengolahan citra secara dijital meliputi 1) koreksi citra baik koreksi radiometric maupun koreksi geometric, 2) Penghitungan nilai OIF dan pembuatan citra komposit warna, 3) penajaman citra, dan 4) pemfilteran spasial. Pengolahan citra dilakukan dengan menerapkan operasi-operasi pada software ER Mapper versi 6.4.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 126

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

2.3.2. Interpretasi Citra Interpretasi citra dari hasil pengolahan diinterpretasi secara visual dengan menggunakan software ER Mapper versi 6.4 dan Arc View versi 3.2 image analyst, yaitu meliputi ; 1) interpretasi morfologi kars, meliputi; relief kars, bukit-bukit kars kerucut (conical hills), dolin, lembah kering (dry valley) dan 2) interpretasi struktur geologi daerah kars, difokuskan pada struktur geologi yang dominan di daerah kars yaitu struktur kekar. 2.3.3. Analisis kerapatan Analisis diarahkan pada kerapatan obyek-obyek kars yang telah diinterpretasi yaitu bukit-bukit kars kerucut (conical hills), lembah kering (dry valley) serta kerapatan kekar. Sebagai unit analisis adalah satuan relief-morfologi. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Daerah Kars Kabupaten

3.2. Pengolahan citra 3.2.1. Perhitungan Factor) OIF (Optimum Index

Perhitungan nilai OIF dilakukan terhadap 4 sampel berupa cropping data. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diperoleh nilai OIF tertinggi dari kombinasi kanal 457 (2 sampel), 347 (1 sampel) dan 247 (1 sampel). 3.2.2. Fusi Kanal Komposit Warna dan Pembuatan Citra

3.1. Litologi Banyuwangi

Persyaratan utama terbentuknya daerah kars adalah kondisi litologi yang oleh batuan yang mudah larut, yaitu batu gamping kalsit, dolomit, aragonit atau gipsum. Mengacu Peta Geologi skala 1:100.000 terbitan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G), geologi batuan karbonat penyusun Kabupaten Banyuwangi terdapat 2 (dua) formasi batuan yang penyusun utamanya adalah batuan gamping, yaitu Formasi Punung (Tmp) dan batugamping terumbu (Ql). Formasi Punung tersusun oleh batugamping terumbu, batugamping berlapis dan napal. Batu gamping terumbu berwarna putih kekelabuan, mengandung fosil ganggang, foraminifera besar dan moluska, umumnya pejal atau berlapis tebal, hanya sebagian kecil menunjukkan perlapisan yang baik dengan tebal sekitar 2-4 dm. Struktur lapisan silang-siur dan gelembur gelombang terdapat pada batu gamping biomikrit, biosparudit dan biosparit. Formasi ini berumur Miosen Awal-Miosen Tengah. Sedangkan formasi Batugamping terumbu (Ql) yang berumur lebih muda (Holosen) tersusun oleh batugamping terumbu, tuf dan aglomerat.

Fusi kanal dilakukan melalui penggabungan berbagai kanal yang terdapat pada Landsat-7 ETM+. Fusi kanal yang dilakukan meliputi yaitu kanal fusi multispektral dan fusi kanal muktispasial. Berdasarkan nilai OIF tertinggi diperoleh model fusi kanal multispektral terbaik yaitu 457 Dari hasil kombinasi tiga kanal tersebut kemudian dibuat citra komposit warna, yaitu dengan memasukkan masing-masing kanal ke dalam filter warna merah, hijau, dan biru (RGB). Fusi kanal multispasial dilakukan dengan menggabungkan kanal yang memiliki resolusi spasial berbeda. Untuk Landsat-7 ETM+ penggabungan dilakukan antara resolusi spasial 30 meter (kanal 1,2,3,4,5, dan 7) dengan kanal 15 meter (kanal 8). Pada penggabungan ini kanal 8 ditempatkan pada intensity, sehingga terjadi kombinasi Red Green Blue Intensity (RGBI). Hasil fusi ini akan diperoleh citra dengan resolusi spasial 15 meter. 3.2.3. Penajaman Kontras dan Pemfilteran Spasial Teknik penajaman kontras diterapkan untuk memperoleh kesan kontras citra yang lebih tinggi. Pada penajaman kontras dilakukan teknik perentangan kontras (contras stretching) dan ekualisasi histogram (histogram equalization). Hasil dari penerapan teknik ini menghasilkan citra baru yang memperlihatkan kenampakan kars lebih jelas. Pemfilteran spasial dilakukan dengan mengaplikasikan teknik-teknik pemfilteran pada paket software ER Mapper 6.4. Teknik-teknik pemfilteran tersebut meliputi pemfilteran highpass (filter sharpen2, filter sharpen11, dan filter sharpenedges) dan pemfilteran lowpass (lowpass avg3.ker dan lowpass avg5.ker). Selain itu juga dilakukan pemfilteran laplacian. Dari hasil teknik

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 127

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

(a)

(b)

Gambar 1. Citra Landsat RGBI 7548 (a) sebelum; dan (b) sesudah penajaman kontras

Bukit kars kerucut, lembah kering, dan kekar di daerah kars saling berasosiasi membentuk konfigurasi kenampakan daerah kars yang spesifik dan dengan mudah dapat dikenali dari citra. Bukit kars berbentuk kerucut individual maupun berkelompok, dipisahkan satu sama lain oleh kekar, kadang-kadang pada sisi-sisi lerengnya dijumpai lembah kering dan antara bukit kars satu dengan yang lainnya terbentuk dolin (berbentuk membulat cekung ke dalam). Bukit kars dan dolin merupakan satu kesatuan karena bukit kars merupakan bentukan positif (membulat cekung ke luar) sedangkan dolin merupakan bentukan negatif (membulat cekung ke dalam). Apabila terisi air, dolin akan berubah menjadi telaga kars. Adanya efek bayangan sangat membantu dalam interpretasi bukit kars, lembah kering dan kekar. Dolin yang terisi air (telaga kars) sangat mudah dikenali karena air akan memberikan efek warna hitam (air jernih) atau warna biru (air yang mengandung sedimen), selain dari bentuknya yang membulat, lonjong/ellips. Lembah kering berbentuk memanjang menyerupai saluran sungai, berkelok kelok, dapat merupakan saluran tunggal maupun bercabang. Hasil interpretasi lembah kering menunjukkan bahwa di daerah kars dengan morfologi humockly banyak dijumpai lembah kering. Lembah kering merupakan lembah sungai yang terhubungkan dengan mulut gua/ponor, apabila terjadi hujan air akan langsung diteruskan ke dalam mulut gua sehingga berubah menjadi aliran sungai bawah tanah. Sehingga lembah sungai ini akan selalu dalam keadaan kering. Ponor/mulut gua tidak dapat dikenali secara langsung dari citra karena umumnya hanya memiliki diameter satu hingga beberapa meter saja. Hasil interpretasi kekar juga menunjukkan bahwa pada daerah kars dengan morfologi humockly banyak dijumpai kekar-kekar dengan pola dan arah yang tidak beraturan. Lembah kering dan kekar saling beasosiasi (Pola-pola lembah kering sangat tidak beraturan mengikuti pola-pola kekar). Adanya fenomena bukit-bukit kars, dolin, telaga, lembah kering dan kekar mengindikasikan bahwa di bawahnya terbentuk sistem gua dan sungai bawah tanah sehingga daerah kars tersebut dapat dinyatakan sebagai daerah kars yang berkembang dengan baik.

(a)

(b)

Gambar 2. Citra Landsat hasil pemfilteran spasial (a) filter highpass filter sharpen11; dan (b) filter lowpass lowpass avg3.ker

ini diperoleh citra yang secara visual menunjukkan kenampakan yang bervariasi. Hasil pemfilteran highpass sharpen11 menunjukkan kenampakan bukit-bukit kars, lembah kering, dan kekar yang lebih jelas apabila dibandingkan dengan teknik pemfilteran yang lain. 3.3. Interpretasi citra Interpretasi citra meliputi interpretasi 1) interpretasi morfologi kars, meliputi; bukit-bukit kars kerucut (conical hills), lembah kering (dry valley), dan relief kars, dan 2) interpretasi struktur geologi daerah kars, difokuskan pada struktur geologi yang dominan di daerah kars yaitu struktur kekar. Proses interpretasi dibantu dengan peta geologi. Morfologi kars mencerminkan konfigurasi relief kars secara umum. Pada interpretasi, kelas relief dibedakan menjadi 5 (lima), yang meliputi 1) kars datar-landai, 2) berombak, 3) bergelombang, 4) berbukit, dan 5) berbukit humockly , yaitu morfologi kars berbukit dengan bukit-bukit individual berbentuk kerucut.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 128

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

Analisis kerapatan dari hasil interpretasi citra meliputi kerapatan bukit kars (bk), kerapatan lembah kering (lk), dan kerapatan kekar (k). Perhitungan kerapatan ditentukan didasarkan pada tiap-tiap satuan morfologinya (Suwarsono, 2004). Berdasarkan analisis dapat diketahui bahwa nilainilai tertinggi kerapatan kekar, lembah kering dan bukit kars tertinggi terdapat pada relief kars berbukit humockly, yaitu morfologi kars berbukit dengan bukit-bukit individual berbentuk kerucut. 3.4. Zonasi Kars Daerah kars di Kabupaten Banyuwangi terbagi dalam tiga daerah, yaitu 1). Kars Tegaldlimo; 2). Kars Kalipuro; dan 3) Kars Purwoharjo. Masingmasing mempunyai karakteristik morfologi dan struktur geologi yang berlainan.Tabel 1. Analisis kerapatan kekar, lembah kering dan bukit kars KERAPATAN () Lembah Kering Kekar (km/km2) (km/km2) 0.17 0.49 0.10 0.61 1.53 1.64

(a)

(b)

Gambar 4. Morfologi lembah kering/dry valley (a) dan struktur kekar (b) daerah kars Kalipuro

Gambar 5. Struktur kekar daerah kars tidak berkembang Purwoharjo Bukit Kars (per km2) 0.63 0.12 4.45

Relief 1 2 3 4 5

Daerah kars Tegaldlimo terbentuk pada Formasi Punung (Tmp), yaitu tersusun oleh batu gamping terumbu, batu gamping berlapis dan napal. Formasi ini tersebar meluas pada keseluruhan Semenanjung Blambangan. Pada daerah ini, bentuk-bentuk morfologi kars, seperti bukit-bukit kars kerucut (conical hills), dolin, lembah kering (dry valley), dan relief kars mudah dikenali dari citra, demikian juga dengan struktur kekar yang sangat dominan di daerah ini. Kondisi tersebut menyebabkan nilai kerapatan obyek-obyek kars dan struktur kekar menjadi paling tinggi. Sebagian besar daerah kars ini dikelompokkan menjadi daerah kars berkembang baik. Daerah kars Kalipuro terbentuk pada formasi batugamping terumbu (Ql), yaitu tersusun oleh batugamping terumbu, tuf dan aglomerat. Pada daerah kars ini sudah mulai jarang dijumpai bukitbukit kars dan lembah kering. Demikian juga kerapatan kekar lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah kars Tegaldlimo. Aliran sungai permukaan masih dapat dijumpai yang mencerminkan fase awal perkembangan kars. Sebagian besar daerah kars ini dikelompokkan menjadi daerah kars berkembang sedang. Daerah kars Purwoharjo terbentuk pada Formasi Punung (Tmp), sama seperti pada daerah karsSDA - 129

(a)

(b)

Gambar 3. Morfologi bukit-bukit kars kerucut/conical hills dan lembah kering/dry valley (a) dan struktur kekar (b) daerah kars Tegaldlimo

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

intensity, teknik perentangan kontras (contras stretching) dan ekualisasi histogram (histogram equalization) serta penggunaan filter highpass sharpen11 mampu memperlihatkan morfologi kars dan obyek-obyek kars dengan lebih baik. Daerah kars di Kabupaten Banyuwangi terbagi dalam tiga daerah yang mempunyai tingkat perkembangan berbeda-beda, yaitu: 1). Kars Tegaldlimo, termasuk daerah kars berkembang baik; 2). Kars Kalipuro, termasuk daerah kars berkembang sedang; dan 3). Kars Purwoharjo, termasuk daerah kars tidak berkembang.Gambar 6. Pembagian daerah kars di Kabupaten Banyuwangi

DAFTAR PUSTAKA W, Asriningrum, 2002. Studi Kemampuan Landsat ETM+ Untuk Identifikasi Bentuklahan (Landforms) Di Daerah Jakarta-Bogor. Tesis S-2, Program Pascasarjana IPB, Bogor Balazs, 1968. Karst Region in Indonesia, Karszt-es Barlangkutatas (Budapest) 5 A, Burrough P, 1986. Principle of Geographical Information Systems for Land Resources Assesment. New York: Oxford University Press U, Cooke U, and C, Doornkamp J, 1990. Geomorphology in Environmental Management. Oxford: Clarendon Press

Gambar 7. Tingkat perkembangan kars berdasarkan morfologi dan struktur geologi

Tegaldlimo, namun penyebarannya lebih terbatas pada lokasi yang relatif sempit. Kondisi tersebut menjadi penyebab utama terhadap tidak berkembangnya kars di daerah tersebut daerah ini karena tidak dijumpainya obyek-obyek kars. Daerah kars ini dikelompokkan menjadi daerah kars tidak berkembang. 4. KESIMPULAN Daerah kars dapat diidentifikasi dari Citra Landsat7 ETM+ berdasarkan morfologi dan struktur geologi. Morfologi kars yang dapat diidentifikasi meliputi bukit-bukit kars kerucut (conical hills), dolin, lembah kering (dry valley), dan relief kars, sedangkan struktur geologi yang dapat diidentifikasi adalah struktur kekar. Kombinasi kanal terbaik untuk menampilkan kenampakan kars adalah 457. Penambahan kanal 8 pada layer

Danoedoro, Projo, 1996. Pengolahan Citra Dijital, Teori dan Aplikasinya dalam Bidang Penginderaan Jauh. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM ER Mapper. 1997. Level One Training Workbook. Western Australia: Earth Survey Mapping C, Ford D, and W, Williams P, 1996. Karst Geomorphology and Hydrology. London: Chapman and Hall Haryono, Eko, 2000. Kajian Mintakat Epikarst Untuk Penyediaan Air Bersih di Daerah Gunung Kidul DIY, Laporan Penelitian HB VIII/1 Perguruan Tinggi TA 1999/2000, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta Haryono, E, dkk, 2002. Zonasi Kawasan Karst Kabupaten Wonogiri. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 130

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

Hung, L. Q; Dinh, N. Q; Batelaan, O; Tam, V. T; and Langrou, D, 2002. Remote Sensing and GISBased Analysis of Cave Development in The Suoimuoi Catchment (Son La NW Vietnam). Journal of Cave and Karst Studies 64(1) : 23 33 F, Ritter D, 1979. Process Geomorphology, Southern Illnuois University at Carbondale. Iowa: Brown Co. Publishers Duque Lukito, Erwin, 2003. Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Kajian Fenomena Eksokarst dan Keberadaan Sungai Bawah Tanah di Daerah Karst (Studi Kasus di Pegunungan Seribu). Tesis S-2, Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Sutanto, 1999. Penginderaan Jauh, Jilid Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

1.

Thornbury, W.D. 1954. Principles of Geomorphology 2nd ed. New York: John Wiley & Sons, Inc Zuidam, R.A van, 1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping. ITC Enschede. The Netherlands H, Zuidam, 2000. Outline of The Geomorphology of Indonesia. ITC, Enschede. The Netherlands

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 131

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 132