Subak

88
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali secara historis sudah memiliki tradisi, budaya dan komitmen religius tersendiri dalam bentuk sebuah organisasi masyarakat yang bernama Subak. Subak merupakan kelompok masyarakat petani yang bernafaskan adat dan budaya Bali, dengan berlandaskan pada filosofi Agama Hindu yaitu Tri Hita Karana. Dalam fungsinya, Subak merupakan organisasi sosial masyarakat dalam bidang pengaturan air untuk persawahan dari suatu sumber air didalam suatu daerah. Subak merupakan suatu sub sistem dari sistem irigasi, dengan fungsi utamanya adalah mengatur pemanfaatan air irigasi, sehingga para petani mendapatkan air untuk mengairi sawahnya secara cukup, adil dan merata. Dalam eksistensinya, Subak memberikan peran yang sangat efektif dan strategis didalam pengelolaan sumber daya air khususnya dalam bidang irigasi, sehingga ketersediaan dan pemanfaatan air dapat dijamin pelaksanaannya di daerah Bali. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, pembangunan di bidang irigasi dilakukan lebih intensif oleh pemerintah. Pembinaan lembaga subak di Bali dilakukan oleh Sedahan Agung dibantu oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pertanian (Windia, 2008). Pada saat itu, perundang-undangan dalam bidang irigasi hanya terdapat di daerah Jawa dan Madura (algemene water reglemen, 1936). Pada awal Repelita I tahun 1969/1970, pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden No.1 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Pengelolaan Pengairan yang mengatur tentang pengaturan air dan pemeliharaan

description

Irdran

Transcript of Subak

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Bali secara historis sudah memiliki tradisi, budaya dan komitmen religius

    tersendiri dalam bentuk sebuah organisasi masyarakat yang bernama Subak.

    Subak merupakan kelompok masyarakat petani yang bernafaskan adat dan budaya

    Bali, dengan berlandaskan pada filosofi Agama Hindu yaitu Tri Hita Karana.

    Dalam fungsinya, Subak merupakan organisasi sosial masyarakat dalam bidang

    pengaturan air untuk persawahan dari suatu sumber air didalam suatu daerah.

    Subak merupakan suatu sub sistem dari sistem irigasi, dengan fungsi utamanya

    adalah mengatur pemanfaatan air irigasi, sehingga para petani mendapatkan air

    untuk mengairi sawahnya secara cukup, adil dan merata. Dalam eksistensinya,

    Subak memberikan peran yang sangat efektif dan strategis didalam pengelolaan

    sumber daya air khususnya dalam bidang irigasi, sehingga ketersediaan dan

    pemanfaatan air dapat dijamin pelaksanaannya di daerah Bali.

    Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945,

    pembangunan di bidang irigasi dilakukan lebih intensif oleh pemerintah.

    Pembinaan lembaga subak di Bali dilakukan oleh Sedahan Agung dibantu oleh

    Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pertanian (Windia, 2008). Pada saat itu,

    perundang-undangan dalam bidang irigasi hanya terdapat di daerah Jawa dan

    Madura (algemene water reglemen, 1936). Pada awal Repelita I tahun 1969/1970,

    pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden No.1 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan

    Pengelolaan Pengairan yang mengatur tentang pengaturan air dan pemeliharaan

  • 2

    jaringan irigasi. Untuk Daerah Bali, Inpres tersebut ditindaklanjuti dengan

    Keputusan Gubernur No.11/Perbang/61/II/C/1972 tentang panitian

    pengairan/irigasi. Semenjak saat itu, pembinaan subak ditangani oleh panitia

    irigasi dalam hal pengalokasian dan pengaturan air untuk irigasi, sedangkan yang

    berperan aktif dalam kordinasi langsung dilapangan adalah Sedahan Agung, Dinas

    Pekerjaan Umum (seksi pengairan), dan Dinas Pertanian.

    Keberadaan subak di Bali lebih dikukuhkan lagi eksistensinya dengan

    dikeluarkannya Peraturan Daerah No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi Daerah

    Provinsi Bali. Perda Irigasi Bali ini dibuat sebagai landasan hukum terhadap

    pembinaan subak yang dilakukan oleh pemerintah di daerah Provinsi Bali. Dalam

    Perda ini, kedudukan Sedahan Agung sangat menonjol mewakili Bupati/Walikota

    didalam memecahkan permasalahan yang terkait dengan pembinaan subak.

    Seiring dengan perubahan kondisi sumber daya air dan tuntutan akan penyediaan

    air yang terus meningkat, maka peraturan perundangan tentang pengelolaan

    sumberdaya air dan irigasi terus berkembang, seperti diterbitkannya UU No. 11

    tahun 1974 tentang Pengairan (telah diperbaharui dengan UU. No 7 Tahun 2004

    tentang Sumberdaya Air), Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1982 tentang Tata

    Pengaturan Air, Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1982 tentang Irigasi,

    kemudian diperbaharui dengan PP. No. 77 tahun 2001 tentang Irigasi, dan terakhir

    diperbaharui kembali dengan PP No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi. Adanya

    peraturan-peraturan tersebut lebih memperjelas pengelolaan sumber daya

    air/irigasi serta pembinaan lembaga petani lebih intensif dilakukan oleh

    pemerintah.

  • 3

    Peraturan Daerah No. 02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi di Daerah Provinsi

    Bali yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Bali, secara substansi mengatur

    tentang mekanisme koordinasi kelembagaan pengelola irigasi di Bali.

    Kelembagaan tersebut meliputi Subak, Sedahan, Sedahan Agung dan Pemerintah

    Daerah khususnya dalam hal pengaturan air sebagai fungsi sosial. Dari awal

    ditetapkannya hingga sampai saat ini, Perda Bali tentang Irigasi belum pernah

    sekalipun mengalami revisi. Sebaliknya, peraturan dan perundang-undangan

    tentang pengelolaan sumber daya air dan irigasi yang diberlakukan secara

    nasional terus mengalami penyesuaian dengan memperhatikan perubahan kondisi

    SDA dan tuntutan akan penyediaan air yang terus meningkat.

    Didalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi,

    menyebutkan bahwa pemerintah memberikan ruang formal bagi perseorangan

    maupun badan usaha dalam hal hak guna usaha air. Bila hal tersebut diterapkan di

    Bali khususnya, maka dapat menjadi ancaman bagi keberadaan subak dalam

    melakukan pengaturan dan pemanfaatan air di sepanjang daerah aliran sungai.

    Peraturan Daerah No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi yang selama ini mengatur

    kelembagaan pengelola irigasi di Bali, kurang mampu bersinergi dengan

    kebijakan nasional yang memiliki kekuatan hukum lebih tinggi. Didalam Perda

    Bali tentang irigasi, sama sekali tidak mengatur tentang adanya hak guna usaha

    air, sehingga hal ini tentu saja akan memberikan peluang kepada perorangan

    maupun badan usaha untuk memanfaatkan air seluas-luasnya untuk usaha.

    Kedepannya subak sebagai lembaga pengelola irigasi di Bali, kian dihadapkan

    dengan berbagai permasalahan dan tantangan khususnya dalam pemanfaatan air

  • 4

    irigasi. Dengan semakin berkurangnya potensi air dan semakin bertambahnya

    kebutuhan pemanfaatan air di sungai, maka akan mengakibatkan semakin

    meluasnya konflik yang terjadi.

    Didalam Peraturan Pemerintah No.20 tahun 2006 tentang Irigasi,

    mendiskripsikan bahwa yang dimaksud dengan sistem irigasi tidak hanya terbatas

    pada aspek kelembagaannya namun menyangkut berbagai aspek yang terkait

    dengan keirigasian yang meliputi aspek prasarana irigasi, air irigasi, manejemen

    irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia. Terbukanya

    peluang pengusahaan air irigasi oleh perseorangan atau badan usaha yang diatur

    dalam peraturan pemerintah tersebut, perlu disikapi secara arif dalam Peraturan

    Daerah Bali No.02/PD/DPRD/1972 agar kepentingan irigasi rakyat tidak

    termarginalkan demi menjaga kelestarian budaya pertanian yang berbasis pada

    sistem subak.

    Dimasa sekarang dan yang akan datang, peluang konflik sangat berpotensi

    untuk terjadi terutama dalam hal pemanfaatan sumber daya air di Bali.

    Penggunaan sumber air untuk kebutuhan air minum dan pemanfaatan air

    permukaan untuk usaha wisata seperti misalnya rafting, akan berdampak pada

    menurunnya pasokan air untuk irigasi. Ketika ketersediaan air untuk irigasi sangat

    terbatas, maka konflik internal subak akan mengawali terjadinya konflik antar

    pengguna air. Potensi konflik antar wilayah kabupaten juga berpeluang terjadi

    apabila potensi sumber daya air ini tidak dikelola dengan manajemen koordinasi

    yang baik antar wilayah administratif. Untuk itu, sangat diperlukan wadah

  • 5

    koordinasi pengelolaan sumber daya air di tingkat kabupaten untuk

    mengantisipasi terjadinya konflik antar pengguna air dan konflik antar wilayah.

    Didalam Peraturan Daerah Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi,

    wadah koordinasi pengelola irigasi yang sekaligus pembina lembaga subak

    disebut Sedahan Agung. Sedahan Agung adalah petugas Pemerintah Kabupaten

    yang mengatur/mengawasi tertib pengairan didalam kabupaten, menyelesaikan

    perselisihan irigasi, dan merupakan penasehat serta pelaksana dari Pemerintah

    Daerah Kabupaten didalam bidang irigasi. Didalam fungsinya, Sedahan Agung

    merupakan mediator antara subak dengan pemerintah sehingga segala keluhan

    ataupun permasalahan yang dihadapi subak dapat segera diketahui oleh

    pemerintah dan sesegera mungkin dicarikan solusinya. Namun, semenjak

    terjadinya penggabungan antara lembaga Sedahan Agung dengan Dispenda

    menjadi satu lembaga sejak tahun 1976 (Sutawan, 2008), fungsi dan peran

    Sedahan Agung terkait dengan masalah irigasi dan pembinaan subak semakin

    lama semakin berkurang, sedangkan peran yang lebih ditonjolkan adalah sebagai

    pemungut pajak. Hal ini mengindikasikan bahwa peran dan fungsi lembaga

    Sedahan Agung sebagaimana yang diamanatkan dalam Perda Irigasi Bali sudah

    tidak efektif dilaksanakan.

    Sejalan dengan perkembangan kebijakan Pemerintah Daerah dengan

    diterbitkannya UU. No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, keberadaan

    Sedahan Agung semakin tidak jelas bahkan dihapuskan sama sekali dalam

    struktur organisasinya. Hilangnya eksistensi lembaga Sedahan Agung di

    kabupaten menimbulkan berbagai permasalahan yang sangat pelik bagi subak

  • 6

    terutama untuk berkoordinasi dengan pemerintah. Kesulitan berkoordinasi dengan

    pemerintah berdampak pada melemahnya peran dan fungsi subak, serta

    berindikasi semakin tidak berdayanya subak karena tercerai-berai dari induk

    organisasi yang mengayomi.

    Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Tim Pengkajian Pengelolaan

    Sumber Daya Air Bappeda Bali pada tahun 2007 melalui Focus Group Discussion

    (FGD), memberikan gambaran bahwa peran dan fungsi subak saat ini semakin

    melemah bahkan sudah tidak berdaya lagi untuk mengatasi masalah yang

    dihadapinya. Melemahnya peran dan fungsi dari subak terutama karena tekanan

    dari eksternal berupa pembatasan hak petani dalam penggunaan air irigasi. Seperti

    yang terjadi di Kabupaten Gianyar konflik antara subak Kumpul-Bone dengan

    pengusaha tambak yang dikarenakan pembangunan tambak tanpa melalui

    kordinasi dan penggunaan air dilakukan secara terus menerus, sementara

    pengairan untuk irigasi terpaksa dilakukan secara rotasi dalam tiga periode rotasi.

    Tekanan seperti ini sangat melemahkan dan bahkan akan menghilangkan sama

    sekali keberadaan organisasi subak, sehingga keberadaannya dimasa yang akan

    datang dikhawatirkan akan punah sama sekali.

    Sehubungan dengan kepentingan koordinasi kedalam dan keluar antar

    lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengembangan dan pengelolaan irigasi

    khususnya di Bali, maka sudah seharusnya Peraturan Daerah mengakomodasi

    Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 31/PRT/M/2007 tentang Pedoman

    Mengenai Komisi Irigasi, sehingga ada kejelasan koordinasi kedalam dan keluar

    dari lembaga subak dan pemerintah. Kemudian pengembangan dan pengelolaan

  • 7

    secara berkelanjutan terhadap sistem irigasi yang meliputi prasarana irigasi, air

    irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumberdaya

    manusia harus dituangkan secara komprehensif dalam peraturan daerah yang

    mengacu kepada PP No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi, agar dapat dijadikan dasar

    kebijakan pengembangan dan pengelolaan irigasi kedepan yang relevan dengan

    kondisi dan situasi yang terus berkembang di daerah Bali.

    Peraturan Daerah Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi memegang

    peranan sangan penting didalam mengatur tertibnya pelaksanaan pengelolaan

    sumber daya air di Bali khususnya dalam bidang irigasi. Namun secara substansi,

    Perda Bali tentang Irigasi hanya mengatur kelembagaan pengelola irigasi dan

    memposisikan sumber daya air hanya sebagai fungsi sosial. Berbeda halnya

    dengan kebijakan pemerintah yang memposisikan irigasi tersebut secara

    komprehensif. Berbagai kebijakan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah, belum

    sepenuhnya bisa terakomodasi dengan baik didalam Perda. Sehingga hal ini

    kedepannya bisa menjadi ancaman bagi pengelolaan sumber daya air di Bali yang

    berbasis pada sistem Subak. Perda Irigasi Bali saat ini keberadaannya sudah tidak

    jelas lagi, hal ini didasarkan secara substansi Perda sudah tidak relevan lagi

    dengan kondisi yang berkembang saat ini. Disisi lain, sejauh pemerintah belum

    mencabut Perda tersebut maka keberadaannya masih diberlakukan hingga saat ini

    walaupun sudah tidak sejalan dengan situasi yang berkembang di Bali.

    Sejalan dengan kebijakan nasional yang terus berkembang, maka Bali

    sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menetapkan

    kebijakan dan/atau Peraturan Daerah, seyogyanya harus sejalan dengan peraturan

  • 8

    perundangan yang berlaku. Peraturan dan perundang-undangan tentang

    pengelolaan sumber daya air dan irigasi terus mengalami penyesuaian dengan

    memperhatikan perubahan-perubahan kondisi sumberdaya air dan tuntutan akan

    penyediaan air yang terus meningkat. Peraturan Daerah No.02/PD/DPRD/1972

    tentang Irigasi Daerah Propinsi Bali sudah seharusnya dikaji kembali agar sejalan

    dengan peraturan dan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum

    yang lebih tinggi serta bersinergi dengan nilai-nilai budaya yang berjalan dan

    berkembang di daerah provinsi Bali. Pengkajian terhadap isi Perda diharapkan

    mampu memposisikan wacana yang diusung pemerintah sedemikian rupa

    sehingga terakomodasi dengan baik dalam Peraturan Daerah.

    1.2 Rumusan Masalah

    Dari uraian tersebut diatas, maka dirumuskan pokok permasalahan dalam

    penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Bagaimanakah Efektivitas Implementasi Peraturan Daerah Bali

    No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi di Kabupaten Gianyar saat ini?

    2. Bagaimanakah pengelolaan irigasi yang berbasis pada sistem subak di

    Kabupaten Gianyar bila disinergikan dengan kebijakan nasional tentang

    irigasi saat ini?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Dengan melihat detail rumusan permasalahan penelitian seperti dituangkan

    diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah :

  • 9

    1. Untuk mengetahui Efektifitas Implementasi Peraturan Daerah Bali

    No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi di Kabupaten Gianyar.

    2. Untuk mengetahui pengelolaan irigasi yang berbasis pada sistem subak

    di Kabupaten Gianyar bila disinergikan dengan kebijakan nasional

    tentang irigasi saat ini.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi

    berbagai pihak antara lain :

    1. Revitalisasi subak untuk bisa berperan secara maksimal dalam

    pengembangan dan pengelolaan irigasi pada tingkat subak, daerah

    irigasi, daerah aliran sungai, daerah Kabupaten/ Kota, dan di tingkat

    Propinsi.

    2. Terwujudnya pola pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang

    terpadu dan berkelanjutan dalam menunjang kebijakan pembangunan

    daerah dan pembangunan nasional dalam bidang pertanian.

    3. Mempercepat implementasi Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006

    tentang Irigasi dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.

    31/PRT/M/2007 tentang Pedoman Mengenai Komisi Irigasi yang

    bersinergi dengan nilai dan Budaya Bali.

  • 10

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pengertian Irigasi

    Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.20 Tahun 2006

    tentang Irigasi, yang dimaksud dengan irigasi adalah usaha penyediaan,

    pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya

    meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa

    dan irigasi tambak. Sedangkan sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi,

    manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia.

    Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk

    pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian,

    pemberian dan penggunaannya. Mengingat komponen system irigasi seperti

    dituangkan dalam peraturan pemerintah juga dijumpai dalam komponen irigasi

    pada subak di Bali, maka system subak di Bali tidak bertentangan dengan system

    irigasi seperti yang dimaksud dalam peraturan pemerintah tersebut.

    Selanjutnya, dalam PP No.20 Tahun 2006 juga disebutkan bahwa

    perkumpulan petani pemakai air adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang

    menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasi yang

    dibentuk oleh petani pemakai air sendiri secara demokratis, termasuk lembaga

    local pengelola irigasi. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa subak

    merupakan bentuk kelembagaan pengelola irigasi di Bali yang secara resmi diakui

    keberadaannya oleh pemerintah.

  • 11

    2.2 Jaringan Irigasi

    2.2.1 Jaringan Irigasi Menurut Standar Perencanaan Irigasi

    Ketentuan yang mengatur tentang jaringan irigasi di Indonesia dituangkan

    dalam Standar Perencanaan Irigasi (KP.01) Depertemen Pekerjaan Umum

    Direktorat Jenderal Pengairan tahun 1986. Pada buku Standar Irigasi tersebut

    diuraikan bahwa suatu jaringan irigasi umumnya memiliki empat (4) unsur

    fungsional pokok yaitu :

    1. Bangunan-bangunan utama (headwork) dimana air diambil dari

    sumbernya yang umumnya dari sungai atau waduk.

    2. Jaringan pembawa berupa saluran dengan bangunan-bangunan yang

    mengalirkan air irigasi ke petak-petak tersier

    3. Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan

    kolektif dimana air irigasi dibagi dan dialirkan ke petak-petak sawah dan

    kelebihannya ditampung dalam suatu sistem pembuangan didalam petak

    tersier

    4. Sistem pembuangan yang ada di luar daerah irigasi untuk membuang

    kelebihan air irigasi ke sungai atau saluran-saluran alamiah lainnya

    Selanjutnya, bila ditinjau dari tingkat keandalan jaringannya, suatu jaringan

    irigasi dapat dikelompokkan kedalam 3 (tiga) klasifikasi yaitu jaringan irigasi

    teknis, jaringan irigasi semi teknis dan jaringan irigasi sederhana. Tabel 2.1.

    menunjukkan kriteria yang dijadikan dasar dalam menetapkan suatu jaringan

    irigasi kedalam klasifikasi tertentu.

  • 12

    Tabel 2.1. Klasifikasi Jaringan Irigasi

    NO ITEM KLASIFIKASI

    TEKNIS SEMI TEKNIS SEDERHANA

    1 Bangunan Utama Permanen Permanen atau Semi Permanen

    Sementara

    2 Keandalan bangunan ukur dan pengatur debit

    baik Sedang Jelek

    3 Jaringan Saluran Saluran irigasi dan pembuang terpisah

    Saluran irigasi dan pembuang tidak sepenuhnya terpisah

    Saluran irigasi dan pembuang jadi satu

    4 Petak Tersier Dikembangkan sepenuhnya

    Belum dikembangkan atau densitas bangunan tersier jarang

    Belum ada jaringan terpisah yang dikembangkan

    5 Efisiensi secara keseluruhan

    50 60 % 40 50 % < 40 %

    6 Luasan sawah Tidak terbatas 2000 ha 500 ha Sumber : Departemen PU (1986)

    Jaringan irigasi sederhana biasanya diusahakan secara mandiri oleh suatu

    kelompok petani pemakai air, sehingga kelengkapan maupun kemampuan dalam

    mengukur dan mengatur masih sangat terbatas. Ketersediaan air biasanya

    melimpah dan mempunyai kemiringan yang sedang sampai curam, sehingga

    mudah untuk mengalirkan dan membagi air. Jaringan irigasi sederhana mudah

    diorganisasikan karena menyangkut pemakai air dari latar belakang sosial yang

    sama. Namun jaringan ini masih memiliki beberapa kelemahan antara lain, terjadi

    pemborosan air karena banyak air yang terbuang, air yang terbuang tidak selalu

    mencapai lahan di sebelah bawah yang lebih subur, dan bangunan penyadap

    bersifat sementara, sehingga tidak mampu bertahan lama.

  • 13

    Jaringan irigasi semi teknis memiliki bangunan sadap yang permanen

    ataupun semi permanen. Bangunan sadap pada umumnya sudah dilengkapi

    dengan bangunan pengambil dan pengukur. Jaringan saluran sudah terdapat

    beberapa bangunan permanen, namun sistem pembagiannya belum sepenuhnya

    mampu mengatur dan mengukur. Karena belum mampu mengatur dan mengukur

    dengan baik, sistem pengorganisasian biasanya lebih rumit. Sedangkan pada

    jaringan irigasi teknis mempunyai bangunan sadap yang permanen. Bangunan

    sadap serta bangunan bagi mampu mengatur dan mengukur. Disamping itu,

    terdapat pemisahan antara saluran pemberi dan pembuang. Pengaturan dan

    pengukuran dilakukan dari bangunan penyadap sampai ke petak tersier. Untuk

    memudahkan sistem pelayanan irigasi kepada lahan pertanian, disusun suatu

    organisasi petak yang terdiri dari petak primer, petak sekunder, petak tersier,

    petak kuarter dan petak sawah sebagai satuan terkecil

    2.2.2 Jaringan Irigasi Subak

    Subak sebagai organisasi yang fungsi utamanya adalah mengatur air irigasi

    telah membangun sistem jaringan irigasi dengan keunggulan teknologi

    tradisionalnya, dimana konstruksi jaringan sangat disesuaikan oleh kondisi fisik

    alam dimana jaringan itu dikonstruksi. Kondisi alam Bali yang bergelombang dan

    dilalui oleh banyak sungai menjadikan luasan lahan sawah yang sempit. Oleh

    karena itu, dengan kearifan yang sangat tinggi, subak telah berupaya menekan

    pemanfaatan lahan agar sekecil mungkin dibebaskan untuk pembangunan jaringan

    irigasi. Atas dasar pertimbangan tersebut ketika subak membangunan jaringan

    irigasinya banyak memanfaatkan alur alam berupa lembah atau pangkung sebagai

  • 14

    saluran pembawa. Sedangkan untuk menghubungkan saluran alam dengan alur

    sungai, subak telah memiliki keterampilan yang sangat memadai untuk

    membangun aungan (trowongan) melalui tenaga terampil undagi pengarung

    (ahli trowongan).

    Jaringan irigasi subak sudah dikonstruksi sedemikian lengkap mulai dari

    bangunan pengambilan pada sumber air, bangunan pembagi dan pengambilan di

    saluran sampai saluran distribusi di petak-petak sawah, seperti ditunjukkan dalam

    gambar jaringan irigasi subak pada Gambar 2.1. dengan jenis dan fungsi bangunan

    seperti diuraikan berikut ini:

  • 15

    Gambar 2.1. Jaringan Irigasi Subak

    Sumber : Jelantik Susila,2006)

    Pura Ulun Empelan

    Pura Bedugul

    Empelan (Bendung Subak)

    Aungan (Trowongan)

    Telabah (Saluran Pembawa)

    Tembuku Aya (B.Bagi Utama)

    Tembuku Pemaron (B.Bagi)

    Telabah Pemaron (Saluran Kedua)

    Tembuku Daanan (B. Sadap)

    Telabah Daanan (Saluran Ketiga)

    Telabah Pengutangan (Saluran Pembuang)

    Tukad (Sungai)

  • 16

    1. Bangunan pengambilan utama (head work) di sumber airnya berupa

    empelan (bendung) atau buka (free intake), dilengkapi dengan pembatas

    aliran banjir yang disebut dengan langki atau tanjerig

    2. Telabah (saluran terbuka) untuk mengalirakan air dari bangunan utama

    empelan/buka yang dilengkapi dengan bangunan pelengkap seperti

    abangan (talang), telepus (siphon), petaku (terjunan), pekiyuh (peluap

    samping).

    3. Aungan (terowongan) yang dilengkapi dengan lubang udara dan lubang

    kontrol, dimana bila lubang tersebut ditempatkan mendatar disebut

    dengan calung dan bila tegak disebut dengan bindu

    4. Bangunan pembagi air dari pembagi utama sampai saluran pembawa di

    petak sawah, yaitu tembuku aya (bangunan bagi utama), tembuku

    pemaron (bangunan bagi), tembuku daanan (bangunan sadap), tembuku

    pengalapan (bangunan pembagi di petak sawah).

    5. Saluran irigasi dari tembuku pemaron disebut dengan telabah pemaron

    (saluran skunder), sedangkan saluran irigasi yang membawa air dari

    tembuku daanan ke petak sawah disebut dengan telabah daanan (saluran

    tersier)

    6. Telabah pengutangan (saluran pembuangan) yaitu saluran yang berfungsi

    untuk membuang kelebihan air dari petak sawah yang dialirkan kembali

    ke sungai atau pangkung (lembah alam)

  • 17

    Dari sistem saluran seperti diperlihatkan dalam gambar jaringan irigasi

    subak di atas, maka saluran irigasi dapat melintasi beberapa wilayah administratif.

    Oleh karena itu, keanggotaan subak tidak terbatas dalam satu wilayah

    administratif. Satu lembaga subak keanggotaanya dapat berasal lebih dari satu

    desa adat, kecamatan bahkan kabupaten yang berbeda, sesuai dengan wilayah

    hidrologis dan topografinya. Maka dari itu, subak dapat dikatakan sebagai

    lembaga yang otonom terlepas dari lembaga desa adat. Namun demikian,

    hubungan antara desa adat dengan subak telah berjalan secara harmonis karena

    masing-masing lembaga dipayungi oleh filosofi ajaran Agama Hindu yang sangat

    mendalam yaitu Tri Hita Karana. Hubungan wilayah subak dengan wilayah desa

    adat dapat dilihat seperti contoh ilustrasi pada gambar 2.2 berikut:

    Gambar 2.2. Ilustrasi Wilayah Subak dalam Wilayah Desa Adat

    Desa Adat - A Desa Adat - B

    Desa Adat - C

    Subak - X

    Tembuku (B. Bagi)

    Telabah (Saluran)

    Aungan (Trowongan)

    Empelan (Bendung)

    Tukad (Sungai)

  • 18

    2.3 Pengelolaan dan Kelembagaan Irigasi

    2.3.1 Pengelolaan dan Kelembagaan Irigasi Nasional

    Peran masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem

    irigasi sangat diharapkan oleh pemerintah baik yang dilakukan secara

    perseorangan maupun melalui perkumpulan petani pemakai air. Partisipasi

    masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi

    diwujudkan mulai dari pemikiran awal, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan

    rehabilitasi. Dengan partisipasi aktif masyarakat, petani diharapkan dapat

    meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab guna keberlanjutan sistem

    irigasi.

    Kemudian, hal-hal yang terkait dengan upaya pemberdayaan perkumpulan

    petanu pemakai air, sudah diatur dalam pasal 28 dan pasar 29 Peraturan

    Pemerintah RI No.20 tahun 2006 tentang irigasi. Beberapa hal penting yang dapat

    dipetik dari kedua pasal tersebut diantaranya :

    1. Pemerintah kabupaten/kota melakukan pemberdayaan perkumpulan

    petani pemakai air.

    2. Pemerintah kabupaten/kota menetapkan strategi dan program

    perberdayaan perkumpulan petani pemakai air berdasarkan kebijakan

    kabupaten/kota dalam pengembangan dan pengelolaan system irigasi.

    3. Pemerintah provinsi memberikan bantuan teknis kepada pemerintah

    kabupaten/kota dalam pemberdayaan dinas atau instansi terkait di

    bidang irigasi dan pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air, serta

  • 19

    dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi berdasarkan

    kebutuhan pemerintah kabupaten/kota.

    4. Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dapat

    memberikan bantuan kepada perkumpulan petani pemakai air dalam

    melaksanakan pemberdayaan.

    5. Pemerintah, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sesuai

    dengan kewenangannya yaitu melakukan penyuluhan dan

    penyebarluasan teknologi bidang irigasi hasil penelitian dan

    pengembangan kepada masyarakat petani, mendorong masyarakat petani

    untuk menerapkan teknologi tepat guna sesuai dengan kebutuhan,

    sumber daya, dan kearifan local, mamfasilitasi dan meningkatkan

    pelaksanaan penelitian dan pengembangan teknologi di bidang irigasi

    serta memfasilitasi perlindungan hak penemu dan temuan teknologi

    dalam bidang isigasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    Dalam rangka menjaga ketahanan pangan nasional, maka alih fungsi lahan

    pertanian harus dikendalikan. Hal-hal yang terkait dengan upaya pengendalian

    alih fungsi lahan juga sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006

    pada pasal 82 dan 83. Adapun hal-hal penting yang diatur pada kedua pasal

    tersebut diantaranya adalah:

    1. Menteri, Gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangan

    mengupayakan ketersediaan lahan beririgasi dan atau mengendalikan

    alih fungsi lahan beririgasi di daerahnya.

  • 20

    2. Instansi yang berwenang dan bertanggung jawab di bidang irigasi

    berperan mengendalikan alih fungsi lahan beririgasi untuk keperluan

    non-irigasi.

    3. Pemerintah, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sesuai

    dengan kewenangannya mengupayakan penggantian lahan beririgasi

    beserta jaringannya akibat oleh perubahan rencana tata ruang wilayah.

    4. Pemerintah, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sesuai

    dengan kewenangannya bertanggung jawab melakukan penataan ulang

    system irigasi dalah hal sebagai jaringan irigasi beralih fungsi atau

    sebagai lahan beririgasi beralih fungsi.

    5. Badan usaha, badan nasional, atau instansi yang melakukan kegiatan

    yang dapat mengakibatkan alih fungsi lahan beririgasi yang melanggar

    rencana tata ruang wilayah wajib mengganti lahan beririgasi beserta

    jaringannya.

    2.3.2 Pengelolaan dan Kelembagaan Irigasi Menurut PP No.20 Tahun 2006

    Untuk menjamin terwujudnya tertib pengelolaan jaringan irigasi yang

    dibangun pemerintah, maka dibentuk kelembagaan pengelolaan irigasi yang

    meliputi instansi pemerintah yang membidangi irigasi, perkumpulan petani

    pemakai air dan komisi irigasi. Komisi irigasi merupakan wadah koordinasi dan

    komunikasi baik yang dibentuk di tingkat kabupaten/kota, maupun di tingka

    provinsi. Komisi irigasi kabupaten/koya adalah lembaga koordinasi dan

    komunikasi antara wakil pemerintah kabupaten/kota, wakil perkumpulan petani

    pemakai air di tingkat daerah irigasi, dan wakil pengguna jaringan irigasi pada

  • 21

    kabupaten/kota. Sedangkan, komisi irigasi provinsi merupakan lembaga

    koordinasi dan komunikasi antara wakil pemerintah provinsi, wakil perkumpulan

    petani pemakai air di tingkat daerah irigasi, wakil pengguna jaringan irigasi pada

    provinsi dan wakil komisi irigasi kabupaten/kota yang terkait.

    Komisi irigasi kabupaten/kota dibentuk oleh bupati/wali kota yang

    keanggotaannya terdiri dari wakil pemerintah kabupaten/kota dan wakil non-

    pemerintah yang meliputi wakil perkumpulan petani pemakai air dan atau wakil

    kelompok pengguna jaringan irigasi dengan prinsip keanggotaan proposional

    keterwakilan. Komisi irigasi kabupaten/kota membantu bupati/walikota dengan

    tugas sebagai berikut:

    1. Merumuskan kebijakan untuk memperthankan dan meningkatkan

    kondisi dan fungsi irigasi.

    2. Merumuskan pola dan rencana tata tanam pada daerah irigasi dalam

    kabupaten/kota.

    3. Merumuskan rencana tahunan penyediaan air irigasi.

    4. Merumuskan rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi bagi

    pertanian dan keperluan lainnya.

    5. Merekomendasikan prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi.

    6. Memberikan pertimbangan mengenai izin alih fungsi lahan.

    Sedangkan, komisi irigasi provinsi dibentuk oleh gubernur yang

    keanggotaannya terdiri dari wakil komisi irigasi kabupaten/kota yang terkait,

    wakil perkumpulan petani pemakai air, wakil pemerintah dan wakil kelompok

  • 22

    pengguna jaringan irigasi dengan prinsip keanggotaannya proposional dan

    keterwakilan. Komisi irigasi provinsi membantu gubernur dalam hal:

    1. Merumuskan kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan

    kindisi dan fungsi irigasi.

    2. Merumuskan rencana tahunan penyediaan air irigasi.

    3. Merumuskan rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi bagi

    pertanian dan keperluan lainnya.

    4. Merekomendasikan prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi.

    Selanjutnya, untuk membangun koordinasi dan komunikasi di tingkat petani

    pemakai air, maka PP No.20 tahun 2006 juga mensyaratkan terbentuknya wadah

    koordinasi ditingkat petani pemakai air sebagai berikut:

    1. Petani pemakai air wajib membentuk perkumpulan petani pemakai air

    secara demokratis pada setiap daerah layanan/petak tersier atau desa.

    2. Perkumpulan petani pemakai air dapat membentuk gabungan petani

    pemakai air pada daerah layanan/blok sekunder, gabungan beberapa

    blok sekunder, atau satu daerah irigasi.

    3. Gabungan perkumpulan petani pemakai air dapat membentuk induk

    perkumpulan petani pemakai air pada daerah layanan/blok primer,

    gabungan beberapa blok primer atau satu daerah irigasi.

    2.3.3 Pengelolaan dan Kelembagaan Irigasi Provinsi Bali

    Peraturan Dearah No.02/PD/DPRD/1972 merupakan Peraturan Daerah yang

    mengatur tentang Irigasi di Daerah Provinsi Bali, yang hingga saat ini masih

  • 23

    berlaku karena belum pernah dilakukan peninjauan ataupun perubahan. Dalam

    pasal-pasalnya antara lain menyebutkan :

    1. Subak merupakan kelompok masyarakat hukum adat yang bersifat

    religius dan berkembang terus sebagai organisasi penguasa tanah dalam

    bidang pengaturan air untuk persawahan dari suatu sumber air didalam

    suatu daerah

    2. Anggota subak disebut krama subak dipimpin oleh Kelian Subak atau

    Pekaseh

    3. Sedahan/Sedahan Yeh/Pengelurah adalah petugas pemerintah

    Kabupaten yang mengatur dan mengawasi air irigasi untuk subak-subak

    dalam wilayahnya

    4. Sedahan Agung adalah Petugas Pemerintah Kabupaten yang mengatur

    dan mengawasi tertib pengairan didalam wilayah kabupaten dan

    merupakan penasehat serta pelaksana dari Pemerintah kabupaten

    didalam bidang irigasi.

    Adapun kewajiban dari unsur-unsur organisasi subak seperti disebutkan di

    atas adalah sebagai berikut :

    1. Kewajiban Subak.

    a. Mengatur rumah tangga sendiri dalam mengusahakan dan mengatur

    air untuk persawahan dengan tertib dan efektif dalam wilayahnya.

    b. Memelihara dan menjaga prasarana irigasi sebaik-baiknya.

    c. Dalam melaksanakan urusan rumah tangga diatur dalam awig-awig

    (aturan tertulis) dan sima (kebiasaan) yang berlaku.

  • 24

    d. Menyelesaikan segala perselisihan yang timbul dalam rumah

    tangganya.

    e. Pelanggaran dan tindak pidana diselesaikan sesuai dengan ketentuan

    hukum yang berlaku.

    2. Kewajiban Sedahan.

    a. Mengatur pembagian air untuk masing-masing subak diwilayahnya

    menurut waktu, volume dan tata tanam subak.

    b. Mengawasi pemakaian dan penyaluran air irigasi dan pemeliharaan

    prasarana irigasi di wilayahnya.

    c. Menyelesaikan perselisihan dan pelanggaran sesuai dengan aturan

    yang berlaku.

    d. Sedahan meminta ijin Pemerintah Kabupaten melalui atasannya

    untuk perluasan sawah dan pendirian subak baru.

    e. Didalam melakukan tugasnya para sedahan dibantu oleh PU,

    Pertanian, Badan-Badan dan Petugas yang ditentukan oleh

    Pemerintah Kabupaten.

    3. Kewajiban Sedahan Agung

    b. Mengawasi pemakaian/penyaluran/pengaturan air irigasi dan

    pemeliharaan prasarana irigasi dalam daerah persubakan dan

    pasedahan di wilayahnya.

    c. Mengatur pembagian air irigasi untuk masing-masing pasedahan

    sesuai dengan waktu, volume dan tata tanam subak yang telah

    ditentukan.

  • 25

    d. Menyelesaikan perselisihan diwilayahnya dan diluar wilayahnya

    melalui Pemerintah kabupaten

    e. Meminta persetujuan Pemerintah Kabupaten dalam hal pembukaan

    dan pendirian subak baru, perluasan areal sawah/subak yang telah

    ada, perubahan jaringan irigasi yang telah ada, dan pembuatan

    prasarana irigasi baru.

    f. Didalam melakukan tugasnya para sedahan dibantu oleh PU,

    Pertanian, Badan-Badan dan Petugas yang ditentukan Oleh

    Pemerintah Kabupaten.

    Kemudian mengenai keterkaitan antara subak dengan pemerintah dimuat

    dalam pasal 17, 18, dan pasal 19, yang antara lain menegaskan :

    1. Pemerintah berkewajiban mengusahakan adanya air dan mengatur

    untuk dimanfaatkan oleh subak untuk pengairan persawahan

    2. Pemerintah Kabupaten menyelesaikan masalah-masalah pengairan yang

    diajukan oleh Sedahan Agung dan lain-lain petugas dan mengajukan

    masalah yang menyangkut kabupaten lain ke Pemerintah Provinsi

    3. Dalam melaksanakan tugasnya Sedahan Agung dibantu oleh Dinas PU,

    Pertanian, Badan-Badan atau petugas yang ditentukan oleh Pemerintah

    4. Pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi mengawasi

    pengaturan dan penggunaan air irigasi diseluruh Kabupaten di Bali.

    5. Pasal 19 ayat 2 menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi menyelesaikan

    masalah-masalah irigasi yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten

    dan/atau Dinas-Dinas di Provinsi Bali.

  • 26

    6. Dalam melaksanakan tugasnya Pemerintah Provinsi dibantu oleh Dinas

    PU, lain Dinas Daerah Provinsi yang dipandang perlu, Badan-Badan

    atau petugas yang ditentukan oleh Pemerintah

    Dalam perjalanannya kemudian terjadi pemilahan tugas dilapangan

    khususnya yang terkait dengan pemunggutan pajak dimana Sedahan berkembang

    menjadi Sedahan Yeh dan Sedahan Abian dengan tugasnya masing-masing.

    Sedahan Yeh bertugas melakukan koordinasi dengan Pekaseh/Kelian Subak dalam

    wilayahnya, dan menyelenggarakan pemunggutan pajak tanah lahan sawah.

    Sedangkan Sedahan Abian menyelenggarakan pemungutan pajak tanah lahan

    kering. Berdasarkan tugas pokok dan kewajiban dari masing-masing unsur

    organisasi subak yang dikaitkan dengan fungsi pembinaan dari pemerintah

    Kabupaten/Kota, Susila (2006) menggambarkan struktur organisasi subak seperti

    ditunjukkan pada Gambar 2.3.

  • 27

    2.4 Operasional dan Pemeliharaan Irigasi

    Sesuai dengan peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 20 tahun 2006

    tentang irigasi, operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi dilaksanakan sesuai

    dengan normal, standar, pedoman dan manual yang ditetapkan oleh menteri dan

    menurut Permen No. 32/PRT/M/2007 tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan

    Jaringan Irigasi. Pengertian operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air

    irigasi pada jaringan irigasi yang meliputi penyediaan, pembagian, pemberian,

    penggunaan, pembuangan dan konservasi air irigasi termasuk kegiatan membuka

    Bupati Kdh.Tingkat II

    Sedahan Agung/Kadispenda Dinas Daerah Tk.II

    Sedahan Yeh Sedahan Abian

    Pekaseh/ Kelian Subak

    Kelian Tempek/ Kelian Munduk

    Camat

    Kepala Desa/ Lurah

    Kelihan Banjar/ Kepala Dusun

    Kerama (anggota) Subak Kerama (anggota) Banjar/Dusun

    Gambar 2.3. Struktur Organisasi Subak Dalam Kaitannya Dengan Pemerintah Daerah (Sumber : Susila, 2006)

  • 28

    dan menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam, sistem

    golongan, menyusun rencana pembagian air, kalibrasi, pengumpulan data,

    pemantauan dan evaluasi. Pengertian pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya

    menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan

    baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan

    kelestariannya. Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder

    menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah, pemerintah provinsi, dan

    pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Subak dapat berperan

    serta dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder sesuai

    dengan kebutuhan dan kemampuannya. Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi

    tersier menjadi hak dan tanggung jawab subak. Dalam hal subak tidak mampu

    melaksanakan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang menjadi hak dan

    tanggung jawabnya, pemerintah, pemerintah provinsi atau pemerintah

    kabupaten/kota dapat memberikan bantuan dan atau dukungan fasilitas

    berdasarkan permintaan subak dengan memperhatikan prinsip keadilan.

    Pasal 31 menjelaskan tentang kewenangan pengelolaan irigasi utama

    (primer dan sekunder) menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah dan

    pemerintah daerah dengan ketentuan daerah irigasi dengan luas diatas 3000 ha

    menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat, daerah irigasi antara

    1000 ha 3000 ha kewenangan pemerintah provinsi, dan daerah irigasi yang lebih

    kecil dari 1000 ha sepenuhnya menjadi wewenang dan tanggung jawab

    pemerintah kabupaten, sedangkan jika berada pada lintas kabupaten maka menjadi

  • 29

    wewenang pemerintah provinsi. Jaringan tersier sepenuhnya merupakan tanggung

    jawab organisasi petani pemakai air dalam hal ini adalah subak.

    2.5 Pengertian Efektivitas

    Menurut Ravianto (1989:113), pengertian efektivitas adalah seberapa baik

    pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana orang menghasilkan keluaran sesuai

    dengan yang diharapkan. Ini berarti bahwa apabila suatu pekerjaan dapat

    diselesaikan dengan perencanaan, baik dalam waktu, biaya maupun mutunya,

    maka dapat dikatakan efektif. Suatu hal dapat dikatakan efektif apabila hal

    tersebut sesuai dengan dengan yang dikehendaki. Artinya, pencapaian hal yang

    dimaksud merupakan pencapaian tujuan dilakukannya tindak-tindakan untuk

    mencapai hal tersebut. Efektivitas dapat diartikan sebagai suatu proses pencapaian

    suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Suatu usaha atau kegiatan dapat

    dikatakan efektif apabila usaha atau kegiatan tersebut telah mencapai tujuannya.

    Apabila tujuan yang dimaksud adalah tujuan suatu instansi maka proses

    pencapaian tujuan tersebut merupakan keberhasilan dalam melaksanakan program

    atau kegiatan menurut wewenang, tugas dan fungsi instansi tersebut.

    Untuk mengukur efektivitas implementasi Perda No.02/PD/DPRD/1972

    Tentang Irigasi di Daerah Provinsi Bali, sesuai dengan teori yang digunakan

    adalah Modifikasi Dantes (2001) yang menyatakan bahwa efektifitas adalah

    hubungan antara output dan tujuan atau dapat juga dikatakan merupakan ukuran

    seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi. Efektivitas

    juga berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada sektor publik

    sehingga kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh

  • 30

    besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakan yang merupakan

    sasaran yang telah ditentukan. Pengukuran efektifitas merupakan salah satu

    indikator kinerja bagi pelaksanaan suatu kegiatan yang telah ditetapkan untuk

    menyajikan informasi tentang seberapa besar pencapaian sasaran atau target.

    Dalam perhitungan efektifitas digunakan skor (skala likert), apabila skor semakin

    besar dapat dikatakan bahwa pengelolaan semakin efektif, demikian pula

    sebaliknya semakin kecil skor hasilnya menunjukan pengelolaan semakin tidak

    efektif (Suranto,2003).

  • 31

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Rancangan Penelitian

    Penelitian dilakukan untuk memperoleh efektifitas implementasi dari

    Peraturan Daerah No.02/PD/DPRD/1972 Tentang Irigasi di Kabupaten Gianyar

    dan pengelolaan irigasi berbasis pada sistem subak di Kabupaten Gianyar apabila

    disinergikan dengan kebijakan nasional yang dikeluarkan oleh pemerintah.

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif

    yang bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran secara sistematik. Agar

    penelitian yang dilakukan dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan, maka

    hendaknya melalui suatu alur pemikiran yang logis dan sistematis. Kerangka

    penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.

    3.2 Lokasi Penelitian

    Lokasi penelitian Kajian Ffektivitas Implementasi Peraturan Daerah Bali

    No.02/PD/DPRD/1972 Tentang Irigasi dilakukan pada unsur subak dan unsur

    pemerintah yang berada di wilayah administratif Kabupaten Gianyar. Berdasarkan

    data Dinas Kebudayaan Kabupaten Gianyar (2009), jumlah subak dan subak gde

    di Kabupaten Gianyar adalah 512 subak yang tersebar di tujuh kecamatan dengan

    jumlah terbesar terdapat di Kecamatan Sukawati.

  • 32

    3.3 Populasi dan Sampel

    3.3.1 Populasi

    Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang

    mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

    dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006). Menurut

    Handari (1995), populasi adalah totalitas dari seluruh nilai yang mungkin, baik

    dari menghitung ataupun pengukuran kuantitatif dari karakteristik tertentu pada

    sekumpulan objek yang lengkap.

    Berdasarkan definisi yang telah diuraikan diatas, maka populasi sasaran

    dalam penelitian ini terdiri atas unsur organisasi subak dan subak gde. Dari data

    hasil rekapitulasi Dinas Kebudayaan Kabupaten Gianyar tahun 2009 mencatat

    bahwa jumlah subak di Kabupaten Gianyar saat ini adalah 488 subak yang

    tersebar di tujuh kecamatan yaitu Kecamatan Sukawati 108 subak, Kecamatan

    Gianyar 96 subak, Kecamatan Ubud 85 subak, Kecamatan Tegalalang 60 subak,

    Kecamatan Blahbatuh 54 subak, Kecamatan Tampaksiring 47 subak, serta

    Kecamatan Payangan sebanyak 38 subak. Sedangkan dari unsur Subak Gde

    Kecamatan Sukawati 4 subak gde, Kecamatan Gianyar 2 subak gde, Kecamatan

    Ubud 3 subak gde, Kecamatan Tegalalang 4 subak gde, Kecamatan Blahbatuh 4

    subak gde, Kecamatan Tampaksiring 4 subak gde, serta Kecamatan Payangan

    sebanyak 3 subak gde. Masing-masing subak dan subak gde dipimpin oleh

    seorang kepala subak atau pekaseh, sehingga jumlah pekaseh subak dan subak gde

    di Kabupaten Gianyar adalah sama dengan jumlah subak dan subak gde di

    Kabupaten Gianyar.

  • 33

    Tabel 3.1 Populasi Sasaran Penelitian

    No Unsur Jumlah Orang

    1 Pekaseh Subak Kecamatan Sukawati 108

    2 Pekaseh Subak Kecamatan Gianyar 96

    3 Pekaseh Subak Kecamatan Ubud 85

    4 Pekaseh Subak Kecamatan Tegalalang 60

    5 Pekaseh Subak Kecamatan Blahbatuh 54

    6 Pekaseh Subak Kecamatan Tampaksiring 47

    7 Pekaseh Subak Kecamatan Payangan 38

    8 Pekaseh Subak Gde Kec. Sukawati 4

    9 Pekaseh Subak Gde Kec. Gianyar 2

    10 Pekaseh Subak Gde Kec. Ubud 3

    11 Pekaseh Subak Gde Kec. Tegalalang 4

    12 Pekaseh Subak Gde Kec. Blahbatuh 4

    13 Pekaseh Subak Gde Kec. Tampaksiringi 4

    14 Pekaseh Subak Gde Kec. Payangan 3

    Jumlah Total Populasi 512

    3.3.2 Sampel dan Teknik Sampling

    Terkait dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengkaji efektivitas

    implementasi Peraturan Daerah No.02/PD/DPRD/1972 Tentang Irigasi di

    Kabupaten Gianyar, maka sampel diambil dari unsur organisasi subak dan unsur

    pemerintah. Selain itu, untuk mengoptimalkan hasil kajian maka sampel akan

    diperluas yaitu dengan melibatkan unsur akademisi/pakar/praktisi subak. Selain

    data primer tersebut, data-data pendukung berupa data sekunder seperti data unsur

  • 34

    organisasi subak di Kabupaten Gianyar akan dikumpulkan dari instansi teknis

    terkait dan kepustakaan.

    Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menentukan ukuran besar

    sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah yang

    dikehendaki atau pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan-

    pertimbangan tertentu. Penetapan jumlah sampel pada teknik kuota ini adalah

    dengan menetapkan besar sampel yang diperlukan, kemudian menetapkan jumlah

    (jatah yang diperlukan), maka jatah itulah yang dijadikan dasar untuk mengambil

    unit sampel yang diperlukan. Besar jumlah sampel dihitung menurut rumus :

    )1./( 2 dNNn (Rakhmat, 1998).

    dimana :

    n = jumlah sampel

    N = jumlah populasi (512 orang)

    d = presisi yang ditetapkan (5 %)

    Sehingga berdasarkan persamaan diatas, didapat jumlah sampel dalam

    penelitian ini adalah n = 512/(512.0,052 + 1) = 225 sampel. Kemudian untuk

    menentukan jumlah sampel untuk masing-masing unsur organisasi subak dihitung

    secara bertingkat (berstrata) dengan rumusan alokasi proporsional dari Sugiyono

    (2002) sebagai berikut : ni = (Ni/N).n

    Dimana : ni = jumlah sampel menurut stratum

    n = jumlah sampel seluruhnya

    Ni = jumlah populasi menurut stratum

    N = jumlah populasi seluruhnya

  • 35

    Sehingga didapat besarnya sampel untuk masing-masing unsur didalam

    penelitian ini adalah sebagai berikut:

    Tabel 3.2 Besar Sampel Penelitian

    No Unsur Subak Jumlah Sampel

    1 Pekaseh Subak Kecamatan Sukawati (108/512) x 225 = 48 orang

    2 Pekaseh Subak Kecamatan Gianyar (96/512) x 225 = 42 orang

    3 Pekaseh Subak Kecamatan Ubud (85/512) x 225 = 37 orang

    4 Pekaseh Subak Kecamatan Tegalalang (60/512) x 225 = 26 orang

    5 Pekaseh Subak Kecamatan Blahbatuh (54/512) x 225 = 24 orang

    6 Pekaseh Subak Kecamatan Tampaksiring (47/512) x 225 = 20 orang

    7 Pekaseh Subak Kecamatan Payangan (38/512) x 225 = 17 orang

    8 Pekaseh Subak Gde Kec. Sukawati (4/512) x 225 = 2 orang

    9 Pekaseh Subak Gde Kec. Gianyar (2/512) x 225 = 1 orang

    10 Pekaseh Subak Gde Kec. Ubud (3/512) x 225 = 1 orang

    11 Pekaseh Subak Gde Kec. Tegalalang (4/512) x 225 = 2 orang

    12 Pekaseh Subak Gde Kec. Blahbatuh (4/512) x 225 = 2 orang

    13 Pekaseh Subak Gde Kec. Tampaksiringi (4/512) x 225 = 2 orang

    14 Pekaseh Subak Gde Kec. Payangan (3/512) x 225 = 1 orang

    Jumlah 225

    Sampel dari unsur pemerintah dan unsur akademisi, pakar, serta praktisi

    dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik Purposive Sampling, yaitu teknik

    sampling yang digunakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu dari

    peneliti didalam pengambilan sampelnya. Jumlah sampel purposive sampling dari

    unsur pemerintah adalah 15 orang, sedangkan untuk unsur akademisi, pakar, dan

    praktisi adalah 10 orang. Jumlah keseluruhan sampel dalam penelitian Efektivitas

  • 36

    Implementasi Peraturan Daerah Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi di

    Kabupaten Gianyar adalah 250 orang.

    3.4 Jenis dan Sumber data

    3.4.1 Jenis Data

    Dalam penelitian kajian Efektivitas Implementasi Peraturan Daerah Bali

    tentang Irigasi di Kabupaten Gianyar, jenis data yang digunakan adalah sebagai

    berikut:

    1. Data kuantitatif, yaitu data dalam bentuk angka seperti jumlah subak di

    Kabupaten Gianyar, nama subak serta nama pekaseh subak.

    2. Data kualitatif, yaitu data yang berupa pernyataan jawaban dari

    responden dari pertanyaan yang diberikan dalam bentuk kuisioner.

    3.4.2 Sumber Data

    Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

    1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dengan teknik

    wawancara, observasi dan diskusi dengan pihak yang terlibat langsung

    dalam penelitian ini seperti unsur subak, unsur pemerintah serta unsur

    praktisi dan akademisi. Selanjutnya diadakan penyebaran kuisioner

    dengan dipandu pada saat pengisiannya.

    2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak lain atau dari

    laporan penelitian terdahulu yang telah ada yang ada relevansinya dengan

    masalah yang dibahas dalam penelitian ini, serta data-data dari instansi

    dinas terkait.

  • 37

    3.5 Teknik Pengumpulan Data

    Metode yang dipakai dalam pengumpulan data primer yaitu dengan

    menyebarkan angket berupa daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden.

    Tujuan dari penyebaran angket adalah untuk mencari informasi yang lengkap

    mengenai suatu masalah dan responden tanpa merasa khawatir bila memberikan

    jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam pengisian daftar pertanyaan.

    Kemudian untuk memudahkan metode pengumpulan data dan agar lebih

    sistematis maka data akan dikumpulkan dengan menggunakan alat bantu

    pengumpul data (instrumen) berupa daftar cek (checklist). Checklist atau daftar

    cek yaitu suatu daftar yang berisi subyek dan aspek-aspek yang akan diamati.

    Bermacam-macam aspek yang akan dijadikan sumber informasi dalam penelitian

    dicantumkan kedalam daftar cek sehingga responden tinggal memberikan cek

    centang () pada tiap-tiap aspek tersebut sesuai dengan hasil pengamatannya.

    3.6 Skala Pengukuran

    Skala pengukuran yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah Skala

    Likert, yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi

    seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dengan

    menggunakan skala Likert, maka variabel kemudian dijabarkan lagi menjadi

    indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya indikator-indikator yang terukur

    ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen penelitian yang

    berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap

    jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap dalam

    kategori skala pengukuran sebagai berikut:

  • 38

    a. Sangat Efektif = 5

    b. Efektif = 4

    c. Cukup Efektif = 3

    d. Tidak Efektif = 2

    e. Sangat Tidak Efektif = 1

    3.7 Identifikasi Variabel

    Berdasarkan uraian hipotesis dan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka

    dapat dilakukan identifikasi baik terhadap variabel terikat (dependen variable)

    maupun variabel bebas (independen variabel) yaitu:

    a. Variabel bebas (independen variabel) adalah variabel yang mempengaruhi

    atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat.

    b. Variabel terikat (dependen variable) adalah variabel yang dipengaruhi atau

    yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.

    Berdasarkan pada Peraturan Daerah Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang

    Irigasi, dituangkan tugas dan fungsi kelembagaan pengelola irigasi seperti Subak,

    Sedahan, Sedahan Agung, Pemerintah Daerah Kabupaten, serta Pemerintah

    Daerah Provinsi. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dilakukan identifikasi baik

    terhadap dalam variabel terikat (dependen variable) yaitu efektivitas implementasi

    Perda Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi, maupun terhadap variabel

    bebas (independen variabel) yaitu 1) Organisasi, 2) Sarana dan Prasarana, 3)

    Sumber Daya Manusia, 4) Manajemen, 5) Pendanaan. Identifikasi terhadap

    variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

  • 39

    1. Organisasi

    a. Kelengkapan unsur keorganisasian subak.

    b. Kelengkapan unsur kelembagaan pemerintah.

    c. Efektifitas koordinasi antar unsur organisasi subak.

    d. Efektivitas koordinasi Sedahan dengan Sedahan Agung.

    e. Efektivitas koordinasi sedahan dengan dinas-dinas terkait lainnya.

    f. Efektivitas koordinasi Sedahan Agung dengan Pemerintah Daerah

    Kabupaten.

    g. Efektivitas koordinasi Sedahan Agung dengan dinas terkait lainnya.

    h. Efektivitas koordinasi Pemerintah Daerah Kabupaten dengan Pemerintah

    Daerah Provinsi.

    i. Efektivitas koordinasi Pemerintah Daerah Kabupaten dengan dinas

    terkait lainnya.

    j. Efektivitas koordinasi Pemerintah Daerah Provinsi dengan dinas terkait

    lainnya.

    2. Sarana dan Prasarana

    a. Keandalan fungsi jaringan irigasi subak.

    b. Efektivitas Pemerintah Daerah dalam mengusahakan adanya air irigasi.

    c. Efektivitas Subak didalam menjaga dan memelihara prasarana irigasi.

    d. Efektivitas Pemerintah Daerah Kabupaten didalam pemeliharaan

    prasarana irigasi.

    e. Efektivitas Pemerintah Daerah Provinsi didalam pemeliharaan prasarana

    irigasi.

  • 40

    3. Sumber Daya Manusia

    a. Komitmen Subak didalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.

    b. Komitmen Pemerintah Daerah didalam penyediaan prasarana irigasi.

    4. Manajemen

    a. Komitmen subak didalam pengelolaan sumber-sumber air irigasi.

    b. Efektivitas subak didalam mengatur air dengan tertib.

    c. Komitmen subak didalam menyelesaikan perselisihan irigasi.

    d. Komitmen Sedahan didalam pengaturan air irigasi daerah persubakan.

    e. Komitmen Sedahan didalam mengatasi perselisihan irigasi.

    f. Komitmen Sedahan Agung didalam mengawasi pengaturan air irigasi

    daerah persedahan.

    g. Komitmen Sedahan Agung dalam menyelesaikan perselihan di

    wilayahnya.

    h. Komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten didalam menyelesaikan

    masalah pengairan.

    i. Komitmen Pemerintah Daerah Provinsi Bali didalam mengawasi

    pengaturan air irigasi di seluruh kabupaten.

    j. Komitmen Pemerintah Daerah Provinsi Bali dalam mengatasi

    permasalahan irigasi.

    5. Pendanaan

    a. Komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten didalam menyediakan

    anggaran rutin tahunan.

  • 41

    b. Komitmen Pemerintah Daerah Provinsi Bali didalam menyediakan

    anggaran rutin tahunan

    3.8 Definisi Operasional Variabel

    Secara lebih jelas, variabel-variabel dalam penelitian ini dapat dirinci sesuai

    dengan masalah yang dikaji sebagai berikut:

    1. Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana

    orang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini berarti

    bahwa apabila suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan perencanaan, baik

    dalam waktu, biaya maupun mutunya, maka dapat dikatakan efektif

    (Rivianto, 1989).

    2. Suatu hal dapat dikatakan efektif apabila hal tersebut sesuai dengan dengan

    yang dikehendaki. Artinya, pencapaian hal yang dimaksud merupakan

    pencapaian tujuan dilakukannya tindak-tindakan untuk mencapai hal

    tersebut. Efektivitas dapat diartikan sebagai suatu proses pencapaian suatu

    tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

    Pengkajian terhadap Perda Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi

    bertujuan untuk mengetahui efektifitas ketercapaian tujuan yang ditetapkan oleh

    pemerintah provinsi Bali didalam mengatur pemanfaatan air khususnya air untuk

    irigasi di Bali. Variabel dalam penelitian ini akan dikaji dan dikembangkan dari

    beberapa hasil penelitian yang relevan dengan tujuan penelitian ini.

    Sutawan (2005) mengidentifikasi bahwa dalam upaya menjaga kelestraian

    subak, maka ada lima elemen saling terkait yang harus dilestarikan yaitu (1)

    Organisasi petani pengelola air irigasi; (2) Jaringan/sarana-prasarana irigasi; (3)

  • 42

    produksi pangan; (4) ekosistem lahan sawah beririgasi dan (5) ritual keagamaan

    yang terkait dengan budidaya padi. Namun, Sutawan juga mengungkapkan bahwa

    kelestarian subak juga sangat dipengaruhi oleh kondisi DAS (Daerah Aliran

    Sungai) dan kualitas air sungai/saluran di bagian hulu. Lingkungan alam ini

    merupakan lingkungan eksternal terhadap sistem subak, tetapi sangat berpengaruh

    terhadap kinerja subak yang bersangkutan. Lingkungan eksternal lainnya juga

    diidentifikasi oleh Sutawan dalam artikel yang sama antara lain (1) minat bertani

    (2) alih fungsi lahan (3) persediaan air (4) pencemaran air.

    Sedana (2005) juga mengidentifikasi beberapa permasalahan subak dalam

    faktor lingkungan internal diantaranya (1) struktur permodalan; (2)

    keorganisasian; (3) keterampilan teknis petani; (4) keterampilan manajemen; (5)

    kemampuan agribisnis. Selain itu Sedana juga menyampaikan tantangan utama

    yang akan dihadapi subak di masa mendatang yaitu (1) Hama dan penyakit

    tanaman; (2) fluktuasi harga; (3) minat bertani generasi muda.

    Kerta Arsana (2005) juga mengidentifikasi variabel lingkungan internal

    dalam pengelolaan sumberdaya air di DAS Sungai Ayung yaitu (1) Organisasi

    subak; (2) Irigasi subak; (3) Air permukaan; (4) Pemanfaatan air DAS; (5)

    Pengembangan integrasi; (6) Lembaga penggunaan air di luar subak. Selain

    variabel lingkungan internal Kerta Arsana juga mengidentifikasi variabel

    lingkungan eksternal yaitu (1) Ekonomi; (2) Sosial Budaya; (3) Pemerintah; (4)

    Pembangunan; (5) Pengguna Air ; (6) Ekologi; dan (7) Teknologi.

    Mudhina (2009) dalam penelitiannya Strategi Pemberdayaan Subak di

    Daerah Pengaliran Sungai Tukad Unda juga mengidentifikasi variable lingkungan

  • 43

    internal subak yaitu (1) Organisasi; (2) Sumber Daya Manusia; (3) Manajemen;

    (4) Pendanaan; (5) Sarana dan Prasarana. Selain itu Mudhina juga

    mengidentifikasikan variable lingkungan external yaitu (1) Pemerintah; (2)

    Lingkungan; (3) Ekonomi; (4) Sosial Budaya; (5) Teknologi.

    Nunuk (2010) dalam penelitiannya Partisipasi Subak Dalam Operasi dan

    Pemeliharaan Jaringan Irigasi Pada Daerah Irigasi Mambal juga mengidentifikasi

    variable lingkungan internal subak yaitu (1) Sumber Daya Manusia; (2)

    Organisasi; (3) Pendanaan; (4) Sarana dan Prasarana; (5) Teknologi.

    Mengacu pada definisi operasional variabel dan mencermati hasil kajian

    dari beberapa penelitian sebelumnya di atas, maka variabel penelitian dapat

    didifinisikan sebagai berikut:

    1. Organisasi

    Peraturan daerah bali tentang irigasi, secara substansi mengatur tentang

    mekanisme koordinasi kelembagaan atau organisasi pengelola irigasi di

    Bali. Kelembagaan tersebut meliputi Subak, Sedahan, Sedahan Agung dan

    Pemerintah Daerah khususnya dalam hal pengaturan air untuk irigasi.

    Efektifitas dan koordinasi kelembagaan tersebut sangat diperlukan untuk

    menjamin terselenggaranya pengelolaan irigasi yang baik di daerah Provinsi

    Bali.

    2. Sarana dan Prasarana

    Didalam menunjang pelaksanaa pengelolaan irigasi, maka salah satu faktor

    yang sangat penting untuk diperhatikan adalah keandalan fungsi jaringan

    irigasi subak dan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai. Subak

  • 44

    sebagai pengelola irigasi di Bali, tidak dapat berdiri sendiri dan sangat

    membutuhakan peran aktif pemerintah didalam menunjang pelaksanaan

    irigasi seperti penyediaan air irigasi, pengaturan air irigasi dan pemeliharaan

    prasarana irigasi.

    3. Sumber Daya Manusia

    Didalam menunjang pelaksanaan kegiatan pengelolaan irigasi, keandalan

    fungsi sarana dan prasarana irigasi merupakan faktor yang sangat penting

    untuk diperhatikan. Komitmen subak didalam operasi dan pemeliharaan

    sarana dan prasarana irigasi sangat diperlukan demi menunjang

    keberlangsungan sistem irigasi subak. Disamping itu, peran serta pemerintah

    didalam penyediaan sarana dan prasarana irigasi juga sangat menentukan

    keberlangsungan pengelolaan irigasi subak.

    4. Manajemen

    Secara substansi, Perda Irigasi Bali mengatur tentang mekanisme koordinasi

    kelembagaan pengelola irigasi di Bali. Selain subak, kelembagaan pengelola

    irigasi juga terdapat dari unsur pemerintah seperti Sedahan, Sedahan Agung,

    Pemerintah Daerah Kabupaten serta Pemerintah Daerah Provinsi.

    Diperlukan suatu pengaturan atau manajemen yang baik antar lembaga

    pengelola irigasi tersebut, sehingga kedepannya pengelolaan sumber daya

    air khususnya irigasi di Bali terjamin pelaksanaannya dengan baik.

    Disamping itu, Pemerintah Daerah Provinsi sebagai instansi tertinggi, harus

    mampu menyelesaikan segala perselisihan atau sengketa yang timbul dalam

    bidang pengairan.

  • 45

    5. Pendanaan

    Didalam mendukung keberlangsungan operasional organisasi subak,

    pendanaan merupakan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan

    sangat penting. Pemerintah daerah selaku pembina subak, diharapkan

    mampu mengalokasikan sumber-sumber dana didalam pembangunan dan

    pemeliharaan bangunan prasarana dan sarana pengairan di Bali. Sehingga

    kedepannya pelaksanaan irigasi yang berbasis pada sistem subak di Bali

    terjamin pelaksanaannya.

    Mengacu pada definisi operasional variabel dan mencermati hasil kajian

    dari beberapa penelitian sebelumnya, maka variabel dan indikator didalam

    penelitian ini secara lebih jelas akan disajikan dalam tabel 3.2 berikut.

  • 46

    Tabel 3.3. Identifikasi Variabel Penelitian

    VARIABEL INDIKATOR

    1. Organisasi

    a. Kelengkapan unsur keorganisasian subak. b. Kelengkapan unsur kelembagaan pemerintah. c. Efektifitas koordinasi antar unsur organisasi

    subak. d. Efektivitas koordinasi Sedahan dengan Sedahan

    Agung e. Efektivitas koordinasi sedahan dengan dinas-

    dinas terkait lainnya. f. Efektivitas koordinasi Sedahan Agung dengan

    Pemerintah Daerah Kabupaten. g. Efektivitas koordinasi Sedahan Agung dengan

    dinas terkait lainnya. h. Efektivitas koordinasi Pemerintah Daerah

    Kabupaten dengan Pemerintah Daerah Provinsi. i. Efektivitas koordinasi Pemerintah Daerah

    Kabupaten dengan dinas terkait lainnya. j. Efektivitas koordinasi Pemerintah Daerah

    Provinsi dengan dinas terkait lainnya.

    2. Sarana dan Prasarana

    a. Keandalan fungsi jaringan irigasi subak. b. Efektivitas Pemerintah Daerah dalam

    mengusahakan adanya air irigasi. c. Efektivitas Subak didalam menjaga dan

    memelihara prasarana irigasi. d. Efektivitas Pemerintah Daerah Kabupaten

    didalam pemeliharaan prasarana irigasi. e. Efektivitas Pemerintah Daerah Provinsi

    didalam pemeliharaan prasarana irigasi.

    3. Sumber Daya Manusia

    a. Komitmen Subak didalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.

    b. Komitmen Pemerintah Daerah didalam penyediaan prasarana irigasi.

    4. Manajemen

    a. Komitmen subak didalam pengelolaan sumber-sumber air irigasi.

    b. Efektivitas subak didalam mengatur air dengan tertib.

    c. Komitmen subak didalam menyelesaikan perselisihan irigasi.

    d. Komitmen Sedahan didalam pengaturan air irigasi daerah persubakan.

  • 47

    e. Komitmen Sedahan didalam mengatasi perselisihan irigasi yang terjadi.

    f. Komitmen Sedahan Agung didalam mengawasi pengaturan air irigasi daerah persedahan.

    g. Komitmen Sedahan Agung dalam menyelesaikan perselihan di wilayahnya.

    h. Komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten didalam menyelesaikan masalah pengairan.

    i. Komitmen Pemerintah Daerah Provinsi Bali didalam mengawasi pengaturan air irigasi di seluruh kabupaten.

    j. Komitmen Pemerintah Daerah Provinsi Bali dalam mengatasi permasalahan irigasi.

    5. Pendanaan

    a. Komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten didalam menyediakan anggaran rutin tahunan.

    b. Komitmen Pemerintah Daerah Provinsi Bali didalam menyediakan anggaran rutin tahunan.

    3.9 Pengujian Validitas dan Reliabelitas Instrumen Penelitian

    Tingkat kebenaran dari hasil suatu penelitian selain tergantung kepada

    kesesuaian kajian teori yang dijadikan dasar analisis, juga sangat tergantung

    kepada tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur yang digunakan. Oleh

    karena itu, sebelum hasil pengukuran dipergunakan sebagai data, maka alat ukur

    atau instrumen penelitian perlu diuji tingkat validitas maupun reliabilitasnya.

    3.8.1 Pengujian Validitas Instrumen Penelitian

    Berkaitan dengan pengujian validitas instrumen, Arikunto (1995:63-69)

    menjelaskan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat

    keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Alat ukur yang kurang valid berarti

    memiliki validitas rendah. Untuk menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu

    dicari harga korelasi antara bagian-bagian dari alat ukur secara keseluruhan

  • 48

    dengan cara mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang

    merupakan jumlah tiap skor butir dengan rumus Pearson Product Moment sebagai

    berikut:

    })(}.{)(.{

    )).(()(2222 YYnXXn

    YXXYnrhitung

    Dimana :

    hitungr koefisien korelasi

    X = jumlah skor item Y = jumlah skor total (seluruh item) n = jumlah responden

    Untuk menghitung tingkat validitasnya, dilakukan dengan menggunakan

    alat bantu program Statistical Package for Social Science (SPSS) for windows,

    sehingga dapat diketahui nilai dari kuisioner pada setiap variabel. Suatu

    instrument dikatakan valid apabila memiliki korelasi antara butir dengan skor total

    dalam instrumen tersebut lebih besar dari 0.300 dengan tingkat kesalahan 5%.

    3.8.2 Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian

    Selanjutnya terhadap skor jawaban setiap item dilakukan uji reliabilitas

    dengan tujuan menunjukan sejauhmana pengukuran tersebut memberikan hasil

    yang relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek

    yang sama mengenai kemantapan, keandalan, stabilitas dan keadaan tidak berubah

    dalam waktu pengamatan pertama dan selanjutnya. Menurut Sugiyono (2006),

  • 49

    instrument reliable adalah instrument yang bila digunakan beberapa kali untuk

    mengukur objek yang sama akan memberikan atau menghasilkan data yang sama.

    Uji reliable dilakukan secara internal consistensi dengan menggunakan

    persamaa nilai alfa cronbach. Pengukuran reliabilitas instrument dalam penelitian

    ini menggunakan SPSS for windows dilihat dari koefisien Alfa Cronbach. Nilai

    batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yang dapat

    diterima adalah 0.600, hal ini dapat dikatakan reliable.

    3.10 Teknik Analisis Data

    3.10.1 Analisis Deskriptif

    Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik

    responden dan mendeskripsikan mesing-masing variabel penelitian yaitu

    organisasi, sarana & prasarana, sumber daya manusia, manajemen dan pendanaan,

    serta menganalisis efektivitas implementasi Perda No.02/PD/DPRD/1972 Tentang

    Irigasi di Daerah Provinsi Bali.

    3.10.2 Analisis Efektivitas

    Pengukuran efektifitas merupakan salah satu indikator mengukur tingkat

    ketercapaian suatu tujuan yang ingin dicapai atau suatu indikator kinerja bagi

    pelaksanaan suatu kegiatan yang telah ditetapkan untuk menyajikan informasi

    tentang seberapa besar pencapaian sasaran atas target. Dalam perhitungan

    efektivitas, dikategorikan efektif apabila mencapai minimal satu atau seratus

    persen. Untuk efektivitas implementasi Perda No.02/PD/DPRD/1972, apabila

    hasilnya menunjukan persentase yang semakin besar maka dapat dikatakan bahwa

  • 50

    semakin efektif, demikian sebaliknya semakin kecil persentase hasilnya maka

    menunjukan implementasi Perda semakin tidak efektif.

    Untuk mengetahui klasifikasi kecenderungan dan tingkat efektifitas dari

    skor kuisioner dengan pedoman sebagai berikut (Modifikasi Dantes,2001).

    1. (Mi + 2 Sdi) x (Mi + 3 Sdi) = Sangat efektif 2. (Mi + 1 Sdi) x (Mi + 2 Sdi) = Efektif 3. (Mi - 1 Sdi) x (Mi + 1 Sdi) = Cukup efektif 4. (Mi - 2 Sdi) x (Mi - 1 Sdi) = Tidak efektif 5. (Mi - 3 Sdi) x (Mi - 2 Sdi) = Sangat tidak efektif Dimana :

    Mi = Mean ideal = (1/2 x (skor max ideal + skor min ideal))

    Sdi = Standar deviasi ideal = (1/6 x (skor max ideal skor min ideal)

    Menurut Sugiyono (2010), dalam perhitungan efektivitas digunakan skor

    (skala likert). Apabila skor semakin besar, maka dapat dikatakan bahwa

    efektivitas implementasi semakin efektif, demikian pula sebaliknya semakin kecil

    skor yang dihasilkan, maka menujukkan efektivitas implementasi yang semakin

    tidak efektif.

  • 51

    Gambar 3.1. Diagram Alur Kerangka Penelitian

    Ide

    Latar Belakang dan Prmasalahan

    Kajian Pustaka

    Pengumpulan Data

    Rekomendasi Pengelolaan Irigasi Berbasis Subak

    Penyebaran Kuisioner

    Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

    Analisis Deskriptif Kualitatif

    Tabulasi Data

    Penyusunan Kuisioner

    Data Primer - Hasil Kuisioner Tertutup - Hasil Kuisioner Terbuka

    Data Sekunder - Jumlah Pekaseh Subak - Jumlah Pekaseh Gde

    Analisis Efektivitas Implementasi Perda No.02/PD/DPRD/1972

    Simpulan dan Saran

  • 52

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian

    Kabupaten Gianyar merupakan salah satu dari sembilan kabupaten atau kota

    yang ada di Provinsi Bali. Secara astronomis, Kabupaten Gianyar terletak diantara

    81848 dan 83858 Lintang Selatan (LS) dan 1152223 Bujur Timur (BT).

    Wilayah Kabupaten Gianyar bagian utara dibatasi oleh Kabupaten Bangli, sebelah

    Timur Kabupaten Klungkung, sedangkan bagian selatan dibatasi oleh Kota

    Denpasar dan bagian baratnya berbatasan dengan Kabupaten Badung.

    Berdasarkan data Gianyar Dalam Angka Tahun 2008, luas wilayah

    Kabupaten Gianyar adalah 36.800 ha atau 6.62% dari luas Bali secara keseluruhan

    yang tersebar pada 7 tujuh kecamatan yaitu Sukawati, Gianyar, Ubud, Tegalalang,

    Blahbatuh, Tampaksiring dan Payangan. Pada dasarnya, luas wilayah Kabupaten

    Gianyar tidak mengalami perubahan, akan tetapi kenyataan yang terjadi adalah

    peralihan fungsi penggunaan lahan sebagai konsekwensi dari pesatnya

    pembangunanan saat ini. Peralihan fungsi lahan terjadi dari lahan sawah menjadi

    lahan kering seperti bangunan tempat tinggal, art shop, toko, jalan maupun

    pembangunan sarana dan prasarana fisik lainnya. Luas lahan

    menurut penggunaannya terdiri dari 14.856 Ha atau 40,37 % tanah sawah dan

    sisanya (59,63 %) bukan tanah sawah. Luas keseluruhan bukan tanah sawah

    21.944 Ha sebagian besar merupakan lahan pertanian kering. Kecamatan yang

  • 53

    terluas lahan sawahnya adalah Kecamatan Sukawati (2.844 Ha), sedangkan yang

    terkecil adalah Kecamatan Tampaksiring (1.478Ha).

    Dari 247 buah sungai yang terdapat di Provinsi Bali, tiga belas diantaranya

    mengalir di Kabupaten Gianyar. Masyarakat memanfaatkan aliran sungai untuk

    berbagai kepentingan, utamanya adalah untuk kepentingan irigasi subak. Dalam

    eksistensinya sebagai pengelola irigasi, Subak telah memberikan peran yang

    sangat efektif dan sangat strategis untuk menjamin ketersediaan air bagi para

    petani melalui asas pemerataan dan keadilan, sehingga pemanfaatan air dapat

    dijamin pelaksanaannya di Kabupaten Gianyar pada khususnya. Sungai-sungai

    yang penting di Gianyar adalah Sungai Wos dengan panjang 45,5km, Sungai

    Petanu (37 km), Sungai Sangsang (36 km), Sungai Yeh Hoo (22 km) Sungai

    Ayung, Sungai Yeh Embang, Sungai Yeh Mumbul dan Sungai Balian.

    4.2 Subak-Subak Di Daerah Penelitian

    Pada umumnya seperti nama subak di daerah lainnya, nama subak di

    Kabupaten Gianyar juga mempunyai karakteristik tertentu, seperti disesuaikan

    dengan nama wilayah lokasi subak yang bersangkutan (desa atau banjar), nama

    sumber air (mata air atau sungai), kombinasi nama wilayah dengan sumber air,

    atau nama-nama yang tidak berdasarkan wilayah atau sumber air. Dari data hasil

    rekapitulasi Dinas Kebudayaan Kabupaten Gianyar tahun 2009 mencatat, bahwa

    jumlah subak di Kabupaten Gianyar saat ini adalah 488 subak yang tersebar di

    tujuh kecamatan yaitu Kecamatan Sukawati 108 subak, Kecamatan Gianyar 96

    subak, Kecamatan Ubud 85 subak, Kecamatan Tegalalang 60 subak, Kecamatan

    Blahbatuh 54 subak, Kecamatan Tampaksiring 47 subak, serta Kecamatan

  • 54

    Payangan sebanyak 38 subak. Sedangkan dari unsur subak gde, di Kecamatan

    Sukawati terdapat 4 subak gde, Kecamatan Payangan 3 subak gde, Kecamatan

    Ubud 3 subak gde, Kecamatan Tegalalang 4 subak gde, Kecamatan Tampaksiring

    4 subak gde, Kecamatan Gianyar 2 subak gde dan Kecamatan Blahbatuh 4 subak

    gde. Nama-nama subak dan subak gde di Kabupaten Gianyar secara lebih detail

    dapat dilihat dalam lampiran 1.

    4.3 Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

    Kuisioner merupakan instrumen utama yang dipergunakan mengumpulkan

    data-data dan informasi yang diperlukan untuk mengetahui dan menjawab pokok

    permasalahan yang menjadi fokus penelitian, yaitu untuk mengetahui Efektivitas

    Implementasi Peraturan Daerah No.02/PD/DPRD/1972 Tentang Irigasi di Daerah

    Provinsi Bali dengan studi kasus di Kabupaten Gianyar. Suatu instrumen dalam

    penelitian dikatakan valid apabila memiliki koefisien korelasi antara butir dengan

    skor total dalam instrument tersebut lebih besar dari 0.300 dengan tingkat

    kesalahan alfa 0.05. Sedangkan instrument reliable apabila memberikan hasil yang

    relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek yang

    sama mengenai kemantapan, keandalan, stabilitas dan keadaan tidak berubah

    dalam waktu pengamatan pertama dan selanjutnya. Suatu instrument dikatakan

    reliable apabila memiliki koefisien alfa cronbach minimal 0.600.

  • 55

    4.3.1 Validitas Instrumen Penelitian

    Hasil uji tingkat validitas instrumen penelitian yang berupa kuisioner

    dengan lima parameter (lima skala likert), dilakukan dengan mempergunakan

    bantuan software SPSS (Statistical Package for Social Science). Hasil analisis

    kuisioner diperoleh hasil seperti tabel 4.1 berikut:

    Tabel 4.1 Analisis Validitas Kuesioner

    Variabel Butir Kuesioner r p Keterangan

    A. Organisasi

    Butir ke 1 0,409 0,003 valid Butir ke 2 0,557 0,000 valid Butir ke 3 0,423 0,002 valid Butir ke 4 0,669 0,000 valid Butir ke 5 0,754 0,000 valid Butir ke 6 0,459 0,001 valid Butir ke 7 0,523 0,000 valid Butir ke 8 0,325 0,021 valid Butir ke 9 0,356 0,011 valid

    Butir ke 10 0,500 0,000 valid

    B. Sarana dan Prasarana

    Butir ke 1 0,519 0,000 valid Butir ke 2 0,658 0,000 valid Butir ke 3 0,520 0,000 valid Butir ke 4 0,393 0,004 valid Butir ke 5 0,338 0,015 valid

    C. SDM Butir ke 1 0,891 0,000 valid Butir ke 2 0,881 0,000 valid

    D. Manajemen

    Butir ke 1 0,672 0,000 valid Butir ke 2 0,398 0,004 valid Butir ke 3 0,506 0,000 valid Butir ke 4 0,318 0,024 valid Butir ke 5 0,706 0,000 valid Butir ke 6 0,647 0,000 valid Butir ke 7 0,698 0,000 valid Butir ke 8 0,409 0,000 valid Butir ke 9 0,400 0,004 valid

    Butir ke 10 0,348 0,013 valid E. Pendanaan Butir ke 1 0,849 0,000 valid

    Butir ke 2 0,828 0,000 valid Sumber : Hasil Perhitungan

  • 56

    4.3.2 Reliabilitas Instrumen Penelitian

    Hasil analisis reliabilitas kuesioner terhadap lima variabel menunjukan

    bahwa semua variabel memiliki tingkat reliabilitas yang sama yaitu bersifat

    reliable seperti yang disajikan dalam tabel 4.2 berikut:

    Tabel 4.2 Analisis Reliabilitas Kuesioner

    Kuesioner Banyaknya Butir Cronbachs

    Alpha Keterangan

    A. Organisasi 10 0,825 Reliabel B. Sarana dan Prasarana 5 0,803 Reliabel C. SDM 2 0,726 Reliabel D. Manajemen 10 0,851 Reliabel E. Pendanaan 2 0,763 Reliabel

    Sumber : Hasil Perhitungan

    Berdasarkan analisis validitas dan reliabilitas kusioner di atas, diperoleh

    bahwa semua item kuesioner adalah valid dan reliabel, sehingga bisa dinyatakan

    layak untuk dijadikan instrumen dalam penelitian ini. Hasil analisis juga

    menunjukan bahwa hasil yang valid dan reliable berarti bahwa item pertanyaan

    pada setiap parameter yang diukur dengan menggunakan kuisioner bersifat saling

    mendukung dan memiliki relevansi yang saling memberikan pengaruh. Dengan

    demikian, data hasil analisis dengan mempergunakan SPSS tingkat akurasinya

    layak untuk dipergunakan sebagai pokok bahasan dalam penelitian ini. Sehingga,

    permasalahan secara umum dapat tergambarkan mengenai Efektivitas

    Implementasi Perda No.02/PD/DPRD/1972 Tentang Irigasi di Daerah Provinsi

    Bali dengan studi kasus di Kabupaten Gianyar.

  • 57

    4.4 Analisis Efektivitas Implementasi Variabel Penelitian

    Untuk mengetahui efektivitas implementasi dari Peraturan Daerah Bali

    No.02/DPRD/1972 Tentang Irigasi di Kabupaten Gianyar, maka analisis

    dilakukan dengan cara menghitung efektivitas dari masing-masing variabel yang

    sudah ditetapkan dalam penelitian ini yang meliputi variabel organisasi, sarana

    dan prasarana, sumber daya manusia, manajemen dan pendanaan. Perhitungan

    efektivitas dilakukan dengan menggunakan rumus Dantes (2001).

    4.4.1 Variabel Organisasi

    Berdasarkan hasil analisis penelitian terhadap Efektivitas Implementasi

    Perda No. 02/PD/DPRD/1972 Tentang Irigasi di Provinsi Bali dengan studi kasus

    di Kabupaten Gianyar, berdasarkan variabel organisasi diperoleh hasil seperti

    tabel 4.3 yaitu termasuk dalam kategori tidak efektif.

    Tabel 4.3 Efektivitas Variabel Organisasi

    Rumusan Nilai Skor Kategori Mi + 2 Sdi x Mi + 3 Sdi 10833.3 x 12500 Sangat Efektif Mi + 1 Sdi x Mi + 2 Sdi 9166 x 10833.3 Efektif Mi 1 Sdi x Mi + 1 Sdi 5833.3 x 9166.7 Cukup Efektif Mi 2 Sdi x Mi -1 Sdi 4166.7 x 5833.3 Tidak Efektif Mi 3 Sdi x Mi - 2 Sdi 2500 x 4166.7 Sangat Tidak Efektif

    Dari hasil skor kuesioner pada variabel organisasi dengan jumlah sampel

    250 adalah sebesar 5764 sebagaimana terlihat pada Lampiran IIa. Jika dilihat pada

    Tabel 4.3 diatas, maka variabel organisasi dengan jumlah skor 5764 tersebut

    termasuk dalam kategori tidak efektif. Hasil tersebut didasarkan pada kurang

  • 58

    efektifnya kordinasi yang dilakukan oleh lembaga pengelola irigasi sesuai yang

    tercantum dalam Peraturan daerah No.02/PD/DPRD/1972 seperti Subak, Sedahan,

    Sedahan Agung, Pemerintah Daerah Kabupaten dan Pemerintah Daerah Provinsi

    di Kabupaten Gianyar.

    Semenjak pemberlakuan Undang-Undang Otonomi Daerah, eksistensi

    lembaga Sedahan dan Sedahan Agung di Kabupaten Gianyar mulai hilang.

    Lembaga Sedahan Agung yang awalnya berfungsi sebagai mediator dalam

    penyampaian informasi lapangan sudah tidak lagi difungsikan oleh Pemerintah

    Daerah, sedangkan alternatif solusi yang menjembatani komunikasi belum

    ditetapkan secara efektif sehingga berbagai kordinasi kelembagaan pengelola

    irigasi menjadi terputus. Sedahan Agung seperti disebutkan dalam Perda

    No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi adalah lembaga yang dibentuk oleh

    Pemerintah Kabupaten yang bertugas untuk mengawasi pemakaian dan

    pemeliharaan prasarana irigasi, mengatur pembagian air, menyelesaikan

    perselisihan, mengajukan usulan kepada Pemerintah Daerah dalam hal pembukaan

    sawah dan pendirian subak baru, perluasan areal sawah, perubahan jaringan irigasi

    dan pembuatan prasarana irigasi baru.

    Dilihat dari tugas dan kedudukannya, lembaga Sedahan Agung mempunyai

    peranan yang sangat penting dalam upaya pemberdayaan lembaga subak, karena

    lewat lembaga Sedahan Agung pemerintah dalam hal ini Pemerintah Daerah

    Kabupaten dan Pemerintah Daerah Provinsi akan secara mudah dapat memetakan

    dan mengkoordinasikan berbagai permasalahan subak dilapangan untuk kemudian

    merumuskan program secara komprehensif bagi pemberdayaan subak. Hilangnya

  • 59

    eksistensi lembaga Sedahan Agung berdampak terhadap tidak efektifnya jalur

    kordinasi vertikal kelembagaan pengelola irigasi sebagaimana yang disebutkan

    dalam Peraturan Daerah Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi.

    Munculnya Undang-Undang RI No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

    Daerah yang memberikan kewenangan kepada daerah kabupaten/kota untuk

    mengatur daerahnya sendiri, berdampak pada tidak efektifnya jalur koordinasi

    antara Pemerintah Daerah Kabupaten dengan Pemerintah Daerah Provinsi di

    Kabupaten Gianyar. Didalam substansi Peraturan Daerah No.02/PD/DPRD/1972

    tentang Irigasi Pasal 18 ayat 2 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten

    meminta persetujuan Pemerintah Daerah Provinsi Bali dalam hal pembukaan

    sawah dan pendirian subak baru, perluasan sawah subak yang sudah ada dan

    menyelesaian perselisihan irigasi antar kabupaten. Namun semenjak

    pemberlakuan undang-undang otonomi daerah tersebut, jalur koordinasi antara

    Pemerintah Daerah Kabupaten dengan Pemerintah Daerah Provinsi menjadi

    terputus. Segala permasalahan irigasi dan subak yang terjadi didaerah

    kabupaten/kota, menjadi wewenang Pemerintah Daerah Kabupaten dan hanya

    diselesaikan pada tingkat kabupaten/kota saja. Dengan demikian, di Kabupaten

    Gianyar jalur koordinasi baik dari Pemerintah Daerah Kabupaten maupun dari

    Pemerintah Daerah Provinsi menjadi tidak efektif saat ini.

  • 60

    4.4.2 Variabel Sarana dan Prasarana

    Berdasarkan hasil analisis penelitian terhadap Efektivitas Implementasi

    Perda No. 02/PD/DPRD/1972 Tentang Irigasi di Provinsi Bali dengan studi kasus

    di Kabupaten Gianyar, berdasarkan variabel sarana dan prasarana diperoleh hasil

    seperti tabel 4.4 yaitu termasuk dalam kategori tidak efektif.

    Tabel 4.4 Efektivitas Variabel Sarana dan Prasarana

    Rumusan Nilai Skor Kategori Mi + 2 Sdi x Mi + 3 Sdi 5416 x 6250 Sangat Efektif Mi + 1 Sdi x Mi + 2 Sdi 4583 x 5416.7 Efektif Mi 1 Sdi x Mi + 1 Sdi 2916 x 4583.3 Cukup Efektif Mi 2 Sdi x Mi -1 Sdi 2083.3 x 2916.7 Tidak Efektif Mi 3 Sdi x Mi - 2 Sdi 1250 x 2083.3 Sangat Tidak Efektif

    Dari hasil skor kuesioner pada variabel sarana dan prasarana dengan jumlah

    sampel 250 adalah sebesar 2894 sebagaimana terlihat pada Lampiran IIa. Jika di

    lihat pada Tabel 4.4, maka variabel sarana dan prasarana dengan jumlah skor 2894

    tersebut termasuk dalam kategori tidak efektif. Hasil tersebut didasarkan pada

    tidak efektifnya pemeliharaan sarana dan prasarana irigasi yang dilakukan oleh

    pemerintah, dalam hal ini sedahan dan sedahan agung. Menurut Peraturan Menteri

    PU No.33/PRT/M2007 yang dimaksud dengan sarana dan prasarana irigasi pada

    jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkap yang

    merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian,

    pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi. Didalam substansi Peraturan

    Daerah No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi disebutkan bahwa Sedahan dan

    Sedahan Agung berkewajiban memelihara prasarana irigasi di daerah persubakan

  • 61

    dan persedahan diwilayahnya. Namun saat ini, hilangnya eksistensi lembaga

    Sedahan dan Sedahan Agung di Kabupaten Gianyar berdampak terhadap tidak

    efektifnya pemeliharaan prasarana irigasi subak oleh Sedahan dan Sedahan Agung

    sebagaimana yang tertuang didalam substansi Peraturan Daerah tentang Irigasi. Di

    Kabupaten Gianyar yang merupakan daerah studi, pemeliharaan prasarana irigasi

    dilakukan swadaya oleh subak sendiri. Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar

    yang dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum, melalui proyek Rehabilitasi dan

    Peningkatan jaringan Irigasi dirasa kurang mampu memberikan kontribusi

    menyuluruh terhadap peningkatan dan pemeliharaan prasarana irigasi subak saat

    ini karena belum mampu mengcover semua permasalahan irigasi subak saat ini.

    Disamping itu, efektivitas Pemerintah Daerah didalam mengusahakan atau

    menyediakan adanya air irigasi subak juga dirasakan kurang efektif. Hal ini

    didasarkan pada masih banyaknya sawah-sawah petani yang dilanda kekeringan

    karena kekurangan air. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada saat

    pengumpulan data lapangan, banyak pekaseh yang mengeluhkan kurangnya

    perhatian pemerintah terhadap subak khususnya dalam hal penyediaan air irigasi.

    Munculnya pengguna air diluar sektor pertanian, semakin membuat subak tidak

    berdaya ditengah himpitan berbagai kepentingan. Didalam Peraturan Daerah

    tentang Irigasi, pasal 17 disebutkan dalam substansinya Pemerintah Da