Subak
-
Upload
muhammad-nugraha -
Category
Documents
-
view
40 -
download
0
description
Transcript of Subak
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bali secara historis sudah memiliki tradisi, budaya dan komitmen religius
tersendiri dalam bentuk sebuah organisasi masyarakat yang bernama Subak.
Subak merupakan kelompok masyarakat petani yang bernafaskan adat dan budaya
Bali, dengan berlandaskan pada filosofi Agama Hindu yaitu Tri Hita Karana.
Dalam fungsinya, Subak merupakan organisasi sosial masyarakat dalam bidang
pengaturan air untuk persawahan dari suatu sumber air didalam suatu daerah.
Subak merupakan suatu sub sistem dari sistem irigasi, dengan fungsi utamanya
adalah mengatur pemanfaatan air irigasi, sehingga para petani mendapatkan air
untuk mengairi sawahnya secara cukup, adil dan merata. Dalam eksistensinya,
Subak memberikan peran yang sangat efektif dan strategis didalam pengelolaan
sumber daya air khususnya dalam bidang irigasi, sehingga ketersediaan dan
pemanfaatan air dapat dijamin pelaksanaannya di daerah Bali.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945,
pembangunan di bidang irigasi dilakukan lebih intensif oleh pemerintah.
Pembinaan lembaga subak di Bali dilakukan oleh Sedahan Agung dibantu oleh
Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pertanian (Windia, 2008). Pada saat itu,
perundang-undangan dalam bidang irigasi hanya terdapat di daerah Jawa dan
Madura (algemene water reglemen, 1936). Pada awal Repelita I tahun 1969/1970,
pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden No.1 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan
Pengelolaan Pengairan yang mengatur tentang pengaturan air dan pemeliharaan
-
2
jaringan irigasi. Untuk Daerah Bali, Inpres tersebut ditindaklanjuti dengan
Keputusan Gubernur No.11/Perbang/61/II/C/1972 tentang panitian
pengairan/irigasi. Semenjak saat itu, pembinaan subak ditangani oleh panitia
irigasi dalam hal pengalokasian dan pengaturan air untuk irigasi, sedangkan yang
berperan aktif dalam kordinasi langsung dilapangan adalah Sedahan Agung, Dinas
Pekerjaan Umum (seksi pengairan), dan Dinas Pertanian.
Keberadaan subak di Bali lebih dikukuhkan lagi eksistensinya dengan
dikeluarkannya Peraturan Daerah No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi Daerah
Provinsi Bali. Perda Irigasi Bali ini dibuat sebagai landasan hukum terhadap
pembinaan subak yang dilakukan oleh pemerintah di daerah Provinsi Bali. Dalam
Perda ini, kedudukan Sedahan Agung sangat menonjol mewakili Bupati/Walikota
didalam memecahkan permasalahan yang terkait dengan pembinaan subak.
Seiring dengan perubahan kondisi sumber daya air dan tuntutan akan penyediaan
air yang terus meningkat, maka peraturan perundangan tentang pengelolaan
sumberdaya air dan irigasi terus berkembang, seperti diterbitkannya UU No. 11
tahun 1974 tentang Pengairan (telah diperbaharui dengan UU. No 7 Tahun 2004
tentang Sumberdaya Air), Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1982 tentang Tata
Pengaturan Air, Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1982 tentang Irigasi,
kemudian diperbaharui dengan PP. No. 77 tahun 2001 tentang Irigasi, dan terakhir
diperbaharui kembali dengan PP No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi. Adanya
peraturan-peraturan tersebut lebih memperjelas pengelolaan sumber daya
air/irigasi serta pembinaan lembaga petani lebih intensif dilakukan oleh
pemerintah.
-
3
Peraturan Daerah No. 02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi di Daerah Provinsi
Bali yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Bali, secara substansi mengatur
tentang mekanisme koordinasi kelembagaan pengelola irigasi di Bali.
Kelembagaan tersebut meliputi Subak, Sedahan, Sedahan Agung dan Pemerintah
Daerah khususnya dalam hal pengaturan air sebagai fungsi sosial. Dari awal
ditetapkannya hingga sampai saat ini, Perda Bali tentang Irigasi belum pernah
sekalipun mengalami revisi. Sebaliknya, peraturan dan perundang-undangan
tentang pengelolaan sumber daya air dan irigasi yang diberlakukan secara
nasional terus mengalami penyesuaian dengan memperhatikan perubahan kondisi
SDA dan tuntutan akan penyediaan air yang terus meningkat.
Didalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi,
menyebutkan bahwa pemerintah memberikan ruang formal bagi perseorangan
maupun badan usaha dalam hal hak guna usaha air. Bila hal tersebut diterapkan di
Bali khususnya, maka dapat menjadi ancaman bagi keberadaan subak dalam
melakukan pengaturan dan pemanfaatan air di sepanjang daerah aliran sungai.
Peraturan Daerah No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi yang selama ini mengatur
kelembagaan pengelola irigasi di Bali, kurang mampu bersinergi dengan
kebijakan nasional yang memiliki kekuatan hukum lebih tinggi. Didalam Perda
Bali tentang irigasi, sama sekali tidak mengatur tentang adanya hak guna usaha
air, sehingga hal ini tentu saja akan memberikan peluang kepada perorangan
maupun badan usaha untuk memanfaatkan air seluas-luasnya untuk usaha.
Kedepannya subak sebagai lembaga pengelola irigasi di Bali, kian dihadapkan
dengan berbagai permasalahan dan tantangan khususnya dalam pemanfaatan air
-
4
irigasi. Dengan semakin berkurangnya potensi air dan semakin bertambahnya
kebutuhan pemanfaatan air di sungai, maka akan mengakibatkan semakin
meluasnya konflik yang terjadi.
Didalam Peraturan Pemerintah No.20 tahun 2006 tentang Irigasi,
mendiskripsikan bahwa yang dimaksud dengan sistem irigasi tidak hanya terbatas
pada aspek kelembagaannya namun menyangkut berbagai aspek yang terkait
dengan keirigasian yang meliputi aspek prasarana irigasi, air irigasi, manejemen
irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia. Terbukanya
peluang pengusahaan air irigasi oleh perseorangan atau badan usaha yang diatur
dalam peraturan pemerintah tersebut, perlu disikapi secara arif dalam Peraturan
Daerah Bali No.02/PD/DPRD/1972 agar kepentingan irigasi rakyat tidak
termarginalkan demi menjaga kelestarian budaya pertanian yang berbasis pada
sistem subak.
Dimasa sekarang dan yang akan datang, peluang konflik sangat berpotensi
untuk terjadi terutama dalam hal pemanfaatan sumber daya air di Bali.
Penggunaan sumber air untuk kebutuhan air minum dan pemanfaatan air
permukaan untuk usaha wisata seperti misalnya rafting, akan berdampak pada
menurunnya pasokan air untuk irigasi. Ketika ketersediaan air untuk irigasi sangat
terbatas, maka konflik internal subak akan mengawali terjadinya konflik antar
pengguna air. Potensi konflik antar wilayah kabupaten juga berpeluang terjadi
apabila potensi sumber daya air ini tidak dikelola dengan manajemen koordinasi
yang baik antar wilayah administratif. Untuk itu, sangat diperlukan wadah
-
5
koordinasi pengelolaan sumber daya air di tingkat kabupaten untuk
mengantisipasi terjadinya konflik antar pengguna air dan konflik antar wilayah.
Didalam Peraturan Daerah Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi,
wadah koordinasi pengelola irigasi yang sekaligus pembina lembaga subak
disebut Sedahan Agung. Sedahan Agung adalah petugas Pemerintah Kabupaten
yang mengatur/mengawasi tertib pengairan didalam kabupaten, menyelesaikan
perselisihan irigasi, dan merupakan penasehat serta pelaksana dari Pemerintah
Daerah Kabupaten didalam bidang irigasi. Didalam fungsinya, Sedahan Agung
merupakan mediator antara subak dengan pemerintah sehingga segala keluhan
ataupun permasalahan yang dihadapi subak dapat segera diketahui oleh
pemerintah dan sesegera mungkin dicarikan solusinya. Namun, semenjak
terjadinya penggabungan antara lembaga Sedahan Agung dengan Dispenda
menjadi satu lembaga sejak tahun 1976 (Sutawan, 2008), fungsi dan peran
Sedahan Agung terkait dengan masalah irigasi dan pembinaan subak semakin
lama semakin berkurang, sedangkan peran yang lebih ditonjolkan adalah sebagai
pemungut pajak. Hal ini mengindikasikan bahwa peran dan fungsi lembaga
Sedahan Agung sebagaimana yang diamanatkan dalam Perda Irigasi Bali sudah
tidak efektif dilaksanakan.
Sejalan dengan perkembangan kebijakan Pemerintah Daerah dengan
diterbitkannya UU. No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, keberadaan
Sedahan Agung semakin tidak jelas bahkan dihapuskan sama sekali dalam
struktur organisasinya. Hilangnya eksistensi lembaga Sedahan Agung di
kabupaten menimbulkan berbagai permasalahan yang sangat pelik bagi subak
-
6
terutama untuk berkoordinasi dengan pemerintah. Kesulitan berkoordinasi dengan
pemerintah berdampak pada melemahnya peran dan fungsi subak, serta
berindikasi semakin tidak berdayanya subak karena tercerai-berai dari induk
organisasi yang mengayomi.
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Tim Pengkajian Pengelolaan
Sumber Daya Air Bappeda Bali pada tahun 2007 melalui Focus Group Discussion
(FGD), memberikan gambaran bahwa peran dan fungsi subak saat ini semakin
melemah bahkan sudah tidak berdaya lagi untuk mengatasi masalah yang
dihadapinya. Melemahnya peran dan fungsi dari subak terutama karena tekanan
dari eksternal berupa pembatasan hak petani dalam penggunaan air irigasi. Seperti
yang terjadi di Kabupaten Gianyar konflik antara subak Kumpul-Bone dengan
pengusaha tambak yang dikarenakan pembangunan tambak tanpa melalui
kordinasi dan penggunaan air dilakukan secara terus menerus, sementara
pengairan untuk irigasi terpaksa dilakukan secara rotasi dalam tiga periode rotasi.
Tekanan seperti ini sangat melemahkan dan bahkan akan menghilangkan sama
sekali keberadaan organisasi subak, sehingga keberadaannya dimasa yang akan
datang dikhawatirkan akan punah sama sekali.
Sehubungan dengan kepentingan koordinasi kedalam dan keluar antar
lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengembangan dan pengelolaan irigasi
khususnya di Bali, maka sudah seharusnya Peraturan Daerah mengakomodasi
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 31/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Mengenai Komisi Irigasi, sehingga ada kejelasan koordinasi kedalam dan keluar
dari lembaga subak dan pemerintah. Kemudian pengembangan dan pengelolaan
-
7
secara berkelanjutan terhadap sistem irigasi yang meliputi prasarana irigasi, air
irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumberdaya
manusia harus dituangkan secara komprehensif dalam peraturan daerah yang
mengacu kepada PP No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi, agar dapat dijadikan dasar
kebijakan pengembangan dan pengelolaan irigasi kedepan yang relevan dengan
kondisi dan situasi yang terus berkembang di daerah Bali.
Peraturan Daerah Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi memegang
peranan sangan penting didalam mengatur tertibnya pelaksanaan pengelolaan
sumber daya air di Bali khususnya dalam bidang irigasi. Namun secara substansi,
Perda Bali tentang Irigasi hanya mengatur kelembagaan pengelola irigasi dan
memposisikan sumber daya air hanya sebagai fungsi sosial. Berbeda halnya
dengan kebijakan pemerintah yang memposisikan irigasi tersebut secara
komprehensif. Berbagai kebijakan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah, belum
sepenuhnya bisa terakomodasi dengan baik didalam Perda. Sehingga hal ini
kedepannya bisa menjadi ancaman bagi pengelolaan sumber daya air di Bali yang
berbasis pada sistem Subak. Perda Irigasi Bali saat ini keberadaannya sudah tidak
jelas lagi, hal ini didasarkan secara substansi Perda sudah tidak relevan lagi
dengan kondisi yang berkembang saat ini. Disisi lain, sejauh pemerintah belum
mencabut Perda tersebut maka keberadaannya masih diberlakukan hingga saat ini
walaupun sudah tidak sejalan dengan situasi yang berkembang di Bali.
Sejalan dengan kebijakan nasional yang terus berkembang, maka Bali
sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menetapkan
kebijakan dan/atau Peraturan Daerah, seyogyanya harus sejalan dengan peraturan
-
8
perundangan yang berlaku. Peraturan dan perundang-undangan tentang
pengelolaan sumber daya air dan irigasi terus mengalami penyesuaian dengan
memperhatikan perubahan-perubahan kondisi sumberdaya air dan tuntutan akan
penyediaan air yang terus meningkat. Peraturan Daerah No.02/PD/DPRD/1972
tentang Irigasi Daerah Propinsi Bali sudah seharusnya dikaji kembali agar sejalan
dengan peraturan dan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum
yang lebih tinggi serta bersinergi dengan nilai-nilai budaya yang berjalan dan
berkembang di daerah provinsi Bali. Pengkajian terhadap isi Perda diharapkan
mampu memposisikan wacana yang diusung pemerintah sedemikian rupa
sehingga terakomodasi dengan baik dalam Peraturan Daerah.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian tersebut diatas, maka dirumuskan pokok permasalahan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Efektivitas Implementasi Peraturan Daerah Bali
No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi di Kabupaten Gianyar saat ini?
2. Bagaimanakah pengelolaan irigasi yang berbasis pada sistem subak di
Kabupaten Gianyar bila disinergikan dengan kebijakan nasional tentang
irigasi saat ini?
1.3 Tujuan Penelitian
Dengan melihat detail rumusan permasalahan penelitian seperti dituangkan
diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah :
-
9
1. Untuk mengetahui Efektifitas Implementasi Peraturan Daerah Bali
No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi di Kabupaten Gianyar.
2. Untuk mengetahui pengelolaan irigasi yang berbasis pada sistem subak
di Kabupaten Gianyar bila disinergikan dengan kebijakan nasional
tentang irigasi saat ini.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi
berbagai pihak antara lain :
1. Revitalisasi subak untuk bisa berperan secara maksimal dalam
pengembangan dan pengelolaan irigasi pada tingkat subak, daerah
irigasi, daerah aliran sungai, daerah Kabupaten/ Kota, dan di tingkat
Propinsi.
2. Terwujudnya pola pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang
terpadu dan berkelanjutan dalam menunjang kebijakan pembangunan
daerah dan pembangunan nasional dalam bidang pertanian.
3. Mempercepat implementasi Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006
tentang Irigasi dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
31/PRT/M/2007 tentang Pedoman Mengenai Komisi Irigasi yang
bersinergi dengan nilai dan Budaya Bali.
-
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Irigasi
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.20 Tahun 2006
tentang Irigasi, yang dimaksud dengan irigasi adalah usaha penyediaan,
pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya
meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa
dan irigasi tambak. Sedangkan sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi,
manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia.
Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk
pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian,
pemberian dan penggunaannya. Mengingat komponen system irigasi seperti
dituangkan dalam peraturan pemerintah juga dijumpai dalam komponen irigasi
pada subak di Bali, maka system subak di Bali tidak bertentangan dengan system
irigasi seperti yang dimaksud dalam peraturan pemerintah tersebut.
Selanjutnya, dalam PP No.20 Tahun 2006 juga disebutkan bahwa
perkumpulan petani pemakai air adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang
menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasi yang
dibentuk oleh petani pemakai air sendiri secara demokratis, termasuk lembaga
local pengelola irigasi. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa subak
merupakan bentuk kelembagaan pengelola irigasi di Bali yang secara resmi diakui
keberadaannya oleh pemerintah.
-
11
2.2 Jaringan Irigasi
2.2.1 Jaringan Irigasi Menurut Standar Perencanaan Irigasi
Ketentuan yang mengatur tentang jaringan irigasi di Indonesia dituangkan
dalam Standar Perencanaan Irigasi (KP.01) Depertemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Pengairan tahun 1986. Pada buku Standar Irigasi tersebut
diuraikan bahwa suatu jaringan irigasi umumnya memiliki empat (4) unsur
fungsional pokok yaitu :
1. Bangunan-bangunan utama (headwork) dimana air diambil dari
sumbernya yang umumnya dari sungai atau waduk.
2. Jaringan pembawa berupa saluran dengan bangunan-bangunan yang
mengalirkan air irigasi ke petak-petak tersier
3. Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan
kolektif dimana air irigasi dibagi dan dialirkan ke petak-petak sawah dan
kelebihannya ditampung dalam suatu sistem pembuangan didalam petak
tersier
4. Sistem pembuangan yang ada di luar daerah irigasi untuk membuang
kelebihan air irigasi ke sungai atau saluran-saluran alamiah lainnya
Selanjutnya, bila ditinjau dari tingkat keandalan jaringannya, suatu jaringan
irigasi dapat dikelompokkan kedalam 3 (tiga) klasifikasi yaitu jaringan irigasi
teknis, jaringan irigasi semi teknis dan jaringan irigasi sederhana. Tabel 2.1.
menunjukkan kriteria yang dijadikan dasar dalam menetapkan suatu jaringan
irigasi kedalam klasifikasi tertentu.
-
12
Tabel 2.1. Klasifikasi Jaringan Irigasi
NO ITEM KLASIFIKASI
TEKNIS SEMI TEKNIS SEDERHANA
1 Bangunan Utama Permanen Permanen atau Semi Permanen
Sementara
2 Keandalan bangunan ukur dan pengatur debit
baik Sedang Jelek
3 Jaringan Saluran Saluran irigasi dan pembuang terpisah
Saluran irigasi dan pembuang tidak sepenuhnya terpisah
Saluran irigasi dan pembuang jadi satu
4 Petak Tersier Dikembangkan sepenuhnya
Belum dikembangkan atau densitas bangunan tersier jarang
Belum ada jaringan terpisah yang dikembangkan
5 Efisiensi secara keseluruhan
50 60 % 40 50 % < 40 %
6 Luasan sawah Tidak terbatas 2000 ha 500 ha Sumber : Departemen PU (1986)
Jaringan irigasi sederhana biasanya diusahakan secara mandiri oleh suatu
kelompok petani pemakai air, sehingga kelengkapan maupun kemampuan dalam
mengukur dan mengatur masih sangat terbatas. Ketersediaan air biasanya
melimpah dan mempunyai kemiringan yang sedang sampai curam, sehingga
mudah untuk mengalirkan dan membagi air. Jaringan irigasi sederhana mudah
diorganisasikan karena menyangkut pemakai air dari latar belakang sosial yang
sama. Namun jaringan ini masih memiliki beberapa kelemahan antara lain, terjadi
pemborosan air karena banyak air yang terbuang, air yang terbuang tidak selalu
mencapai lahan di sebelah bawah yang lebih subur, dan bangunan penyadap
bersifat sementara, sehingga tidak mampu bertahan lama.
-
13
Jaringan irigasi semi teknis memiliki bangunan sadap yang permanen
ataupun semi permanen. Bangunan sadap pada umumnya sudah dilengkapi
dengan bangunan pengambil dan pengukur. Jaringan saluran sudah terdapat
beberapa bangunan permanen, namun sistem pembagiannya belum sepenuhnya
mampu mengatur dan mengukur. Karena belum mampu mengatur dan mengukur
dengan baik, sistem pengorganisasian biasanya lebih rumit. Sedangkan pada
jaringan irigasi teknis mempunyai bangunan sadap yang permanen. Bangunan
sadap serta bangunan bagi mampu mengatur dan mengukur. Disamping itu,
terdapat pemisahan antara saluran pemberi dan pembuang. Pengaturan dan
pengukuran dilakukan dari bangunan penyadap sampai ke petak tersier. Untuk
memudahkan sistem pelayanan irigasi kepada lahan pertanian, disusun suatu
organisasi petak yang terdiri dari petak primer, petak sekunder, petak tersier,
petak kuarter dan petak sawah sebagai satuan terkecil
2.2.2 Jaringan Irigasi Subak
Subak sebagai organisasi yang fungsi utamanya adalah mengatur air irigasi
telah membangun sistem jaringan irigasi dengan keunggulan teknologi
tradisionalnya, dimana konstruksi jaringan sangat disesuaikan oleh kondisi fisik
alam dimana jaringan itu dikonstruksi. Kondisi alam Bali yang bergelombang dan
dilalui oleh banyak sungai menjadikan luasan lahan sawah yang sempit. Oleh
karena itu, dengan kearifan yang sangat tinggi, subak telah berupaya menekan
pemanfaatan lahan agar sekecil mungkin dibebaskan untuk pembangunan jaringan
irigasi. Atas dasar pertimbangan tersebut ketika subak membangunan jaringan
irigasinya banyak memanfaatkan alur alam berupa lembah atau pangkung sebagai
-
14
saluran pembawa. Sedangkan untuk menghubungkan saluran alam dengan alur
sungai, subak telah memiliki keterampilan yang sangat memadai untuk
membangun aungan (trowongan) melalui tenaga terampil undagi pengarung
(ahli trowongan).
Jaringan irigasi subak sudah dikonstruksi sedemikian lengkap mulai dari
bangunan pengambilan pada sumber air, bangunan pembagi dan pengambilan di
saluran sampai saluran distribusi di petak-petak sawah, seperti ditunjukkan dalam
gambar jaringan irigasi subak pada Gambar 2.1. dengan jenis dan fungsi bangunan
seperti diuraikan berikut ini:
-
15
Gambar 2.1. Jaringan Irigasi Subak
Sumber : Jelantik Susila,2006)
Pura Ulun Empelan
Pura Bedugul
Empelan (Bendung Subak)
Aungan (Trowongan)
Telabah (Saluran Pembawa)
Tembuku Aya (B.Bagi Utama)
Tembuku Pemaron (B.Bagi)
Telabah Pemaron (Saluran Kedua)
Tembuku Daanan (B. Sadap)
Telabah Daanan (Saluran Ketiga)
Telabah Pengutangan (Saluran Pembuang)
Tukad (Sungai)
-
16
1. Bangunan pengambilan utama (head work) di sumber airnya berupa
empelan (bendung) atau buka (free intake), dilengkapi dengan pembatas
aliran banjir yang disebut dengan langki atau tanjerig
2. Telabah (saluran terbuka) untuk mengalirakan air dari bangunan utama
empelan/buka yang dilengkapi dengan bangunan pelengkap seperti
abangan (talang), telepus (siphon), petaku (terjunan), pekiyuh (peluap
samping).
3. Aungan (terowongan) yang dilengkapi dengan lubang udara dan lubang
kontrol, dimana bila lubang tersebut ditempatkan mendatar disebut
dengan calung dan bila tegak disebut dengan bindu
4. Bangunan pembagi air dari pembagi utama sampai saluran pembawa di
petak sawah, yaitu tembuku aya (bangunan bagi utama), tembuku
pemaron (bangunan bagi), tembuku daanan (bangunan sadap), tembuku
pengalapan (bangunan pembagi di petak sawah).
5. Saluran irigasi dari tembuku pemaron disebut dengan telabah pemaron
(saluran skunder), sedangkan saluran irigasi yang membawa air dari
tembuku daanan ke petak sawah disebut dengan telabah daanan (saluran
tersier)
6. Telabah pengutangan (saluran pembuangan) yaitu saluran yang berfungsi
untuk membuang kelebihan air dari petak sawah yang dialirkan kembali
ke sungai atau pangkung (lembah alam)
-
17
Dari sistem saluran seperti diperlihatkan dalam gambar jaringan irigasi
subak di atas, maka saluran irigasi dapat melintasi beberapa wilayah administratif.
Oleh karena itu, keanggotaan subak tidak terbatas dalam satu wilayah
administratif. Satu lembaga subak keanggotaanya dapat berasal lebih dari satu
desa adat, kecamatan bahkan kabupaten yang berbeda, sesuai dengan wilayah
hidrologis dan topografinya. Maka dari itu, subak dapat dikatakan sebagai
lembaga yang otonom terlepas dari lembaga desa adat. Namun demikian,
hubungan antara desa adat dengan subak telah berjalan secara harmonis karena
masing-masing lembaga dipayungi oleh filosofi ajaran Agama Hindu yang sangat
mendalam yaitu Tri Hita Karana. Hubungan wilayah subak dengan wilayah desa
adat dapat dilihat seperti contoh ilustrasi pada gambar 2.2 berikut:
Gambar 2.2. Ilustrasi Wilayah Subak dalam Wilayah Desa Adat
Desa Adat - A Desa Adat - B
Desa Adat - C
Subak - X
Tembuku (B. Bagi)
Telabah (Saluran)
Aungan (Trowongan)
Empelan (Bendung)
Tukad (Sungai)
-
18
2.3 Pengelolaan dan Kelembagaan Irigasi
2.3.1 Pengelolaan dan Kelembagaan Irigasi Nasional
Peran masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem
irigasi sangat diharapkan oleh pemerintah baik yang dilakukan secara
perseorangan maupun melalui perkumpulan petani pemakai air. Partisipasi
masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi
diwujudkan mulai dari pemikiran awal, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan
rehabilitasi. Dengan partisipasi aktif masyarakat, petani diharapkan dapat
meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab guna keberlanjutan sistem
irigasi.
Kemudian, hal-hal yang terkait dengan upaya pemberdayaan perkumpulan
petanu pemakai air, sudah diatur dalam pasal 28 dan pasar 29 Peraturan
Pemerintah RI No.20 tahun 2006 tentang irigasi. Beberapa hal penting yang dapat
dipetik dari kedua pasal tersebut diantaranya :
1. Pemerintah kabupaten/kota melakukan pemberdayaan perkumpulan
petani pemakai air.
2. Pemerintah kabupaten/kota menetapkan strategi dan program
perberdayaan perkumpulan petani pemakai air berdasarkan kebijakan
kabupaten/kota dalam pengembangan dan pengelolaan system irigasi.
3. Pemerintah provinsi memberikan bantuan teknis kepada pemerintah
kabupaten/kota dalam pemberdayaan dinas atau instansi terkait di
bidang irigasi dan pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air, serta
-
19
dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi berdasarkan
kebutuhan pemerintah kabupaten/kota.
4. Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dapat
memberikan bantuan kepada perkumpulan petani pemakai air dalam
melaksanakan pemberdayaan.
5. Pemerintah, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sesuai
dengan kewenangannya yaitu melakukan penyuluhan dan
penyebarluasan teknologi bidang irigasi hasil penelitian dan
pengembangan kepada masyarakat petani, mendorong masyarakat petani
untuk menerapkan teknologi tepat guna sesuai dengan kebutuhan,
sumber daya, dan kearifan local, mamfasilitasi dan meningkatkan
pelaksanaan penelitian dan pengembangan teknologi di bidang irigasi
serta memfasilitasi perlindungan hak penemu dan temuan teknologi
dalam bidang isigasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka menjaga ketahanan pangan nasional, maka alih fungsi lahan
pertanian harus dikendalikan. Hal-hal yang terkait dengan upaya pengendalian
alih fungsi lahan juga sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006
pada pasal 82 dan 83. Adapun hal-hal penting yang diatur pada kedua pasal
tersebut diantaranya adalah:
1. Menteri, Gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangan
mengupayakan ketersediaan lahan beririgasi dan atau mengendalikan
alih fungsi lahan beririgasi di daerahnya.
-
20
2. Instansi yang berwenang dan bertanggung jawab di bidang irigasi
berperan mengendalikan alih fungsi lahan beririgasi untuk keperluan
non-irigasi.
3. Pemerintah, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sesuai
dengan kewenangannya mengupayakan penggantian lahan beririgasi
beserta jaringannya akibat oleh perubahan rencana tata ruang wilayah.
4. Pemerintah, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sesuai
dengan kewenangannya bertanggung jawab melakukan penataan ulang
system irigasi dalah hal sebagai jaringan irigasi beralih fungsi atau
sebagai lahan beririgasi beralih fungsi.
5. Badan usaha, badan nasional, atau instansi yang melakukan kegiatan
yang dapat mengakibatkan alih fungsi lahan beririgasi yang melanggar
rencana tata ruang wilayah wajib mengganti lahan beririgasi beserta
jaringannya.
2.3.2 Pengelolaan dan Kelembagaan Irigasi Menurut PP No.20 Tahun 2006
Untuk menjamin terwujudnya tertib pengelolaan jaringan irigasi yang
dibangun pemerintah, maka dibentuk kelembagaan pengelolaan irigasi yang
meliputi instansi pemerintah yang membidangi irigasi, perkumpulan petani
pemakai air dan komisi irigasi. Komisi irigasi merupakan wadah koordinasi dan
komunikasi baik yang dibentuk di tingkat kabupaten/kota, maupun di tingka
provinsi. Komisi irigasi kabupaten/koya adalah lembaga koordinasi dan
komunikasi antara wakil pemerintah kabupaten/kota, wakil perkumpulan petani
pemakai air di tingkat daerah irigasi, dan wakil pengguna jaringan irigasi pada
-
21
kabupaten/kota. Sedangkan, komisi irigasi provinsi merupakan lembaga
koordinasi dan komunikasi antara wakil pemerintah provinsi, wakil perkumpulan
petani pemakai air di tingkat daerah irigasi, wakil pengguna jaringan irigasi pada
provinsi dan wakil komisi irigasi kabupaten/kota yang terkait.
Komisi irigasi kabupaten/kota dibentuk oleh bupati/wali kota yang
keanggotaannya terdiri dari wakil pemerintah kabupaten/kota dan wakil non-
pemerintah yang meliputi wakil perkumpulan petani pemakai air dan atau wakil
kelompok pengguna jaringan irigasi dengan prinsip keanggotaan proposional
keterwakilan. Komisi irigasi kabupaten/kota membantu bupati/walikota dengan
tugas sebagai berikut:
1. Merumuskan kebijakan untuk memperthankan dan meningkatkan
kondisi dan fungsi irigasi.
2. Merumuskan pola dan rencana tata tanam pada daerah irigasi dalam
kabupaten/kota.
3. Merumuskan rencana tahunan penyediaan air irigasi.
4. Merumuskan rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi bagi
pertanian dan keperluan lainnya.
5. Merekomendasikan prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi.
6. Memberikan pertimbangan mengenai izin alih fungsi lahan.
Sedangkan, komisi irigasi provinsi dibentuk oleh gubernur yang
keanggotaannya terdiri dari wakil komisi irigasi kabupaten/kota yang terkait,
wakil perkumpulan petani pemakai air, wakil pemerintah dan wakil kelompok
-
22
pengguna jaringan irigasi dengan prinsip keanggotaannya proposional dan
keterwakilan. Komisi irigasi provinsi membantu gubernur dalam hal:
1. Merumuskan kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan
kindisi dan fungsi irigasi.
2. Merumuskan rencana tahunan penyediaan air irigasi.
3. Merumuskan rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi bagi
pertanian dan keperluan lainnya.
4. Merekomendasikan prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi.
Selanjutnya, untuk membangun koordinasi dan komunikasi di tingkat petani
pemakai air, maka PP No.20 tahun 2006 juga mensyaratkan terbentuknya wadah
koordinasi ditingkat petani pemakai air sebagai berikut:
1. Petani pemakai air wajib membentuk perkumpulan petani pemakai air
secara demokratis pada setiap daerah layanan/petak tersier atau desa.
2. Perkumpulan petani pemakai air dapat membentuk gabungan petani
pemakai air pada daerah layanan/blok sekunder, gabungan beberapa
blok sekunder, atau satu daerah irigasi.
3. Gabungan perkumpulan petani pemakai air dapat membentuk induk
perkumpulan petani pemakai air pada daerah layanan/blok primer,
gabungan beberapa blok primer atau satu daerah irigasi.
2.3.3 Pengelolaan dan Kelembagaan Irigasi Provinsi Bali
Peraturan Dearah No.02/PD/DPRD/1972 merupakan Peraturan Daerah yang
mengatur tentang Irigasi di Daerah Provinsi Bali, yang hingga saat ini masih
-
23
berlaku karena belum pernah dilakukan peninjauan ataupun perubahan. Dalam
pasal-pasalnya antara lain menyebutkan :
1. Subak merupakan kelompok masyarakat hukum adat yang bersifat
religius dan berkembang terus sebagai organisasi penguasa tanah dalam
bidang pengaturan air untuk persawahan dari suatu sumber air didalam
suatu daerah
2. Anggota subak disebut krama subak dipimpin oleh Kelian Subak atau
Pekaseh
3. Sedahan/Sedahan Yeh/Pengelurah adalah petugas pemerintah
Kabupaten yang mengatur dan mengawasi air irigasi untuk subak-subak
dalam wilayahnya
4. Sedahan Agung adalah Petugas Pemerintah Kabupaten yang mengatur
dan mengawasi tertib pengairan didalam wilayah kabupaten dan
merupakan penasehat serta pelaksana dari Pemerintah kabupaten
didalam bidang irigasi.
Adapun kewajiban dari unsur-unsur organisasi subak seperti disebutkan di
atas adalah sebagai berikut :
1. Kewajiban Subak.
a. Mengatur rumah tangga sendiri dalam mengusahakan dan mengatur
air untuk persawahan dengan tertib dan efektif dalam wilayahnya.
b. Memelihara dan menjaga prasarana irigasi sebaik-baiknya.
c. Dalam melaksanakan urusan rumah tangga diatur dalam awig-awig
(aturan tertulis) dan sima (kebiasaan) yang berlaku.
-
24
d. Menyelesaikan segala perselisihan yang timbul dalam rumah
tangganya.
e. Pelanggaran dan tindak pidana diselesaikan sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku.
2. Kewajiban Sedahan.
a. Mengatur pembagian air untuk masing-masing subak diwilayahnya
menurut waktu, volume dan tata tanam subak.
b. Mengawasi pemakaian dan penyaluran air irigasi dan pemeliharaan
prasarana irigasi di wilayahnya.
c. Menyelesaikan perselisihan dan pelanggaran sesuai dengan aturan
yang berlaku.
d. Sedahan meminta ijin Pemerintah Kabupaten melalui atasannya
untuk perluasan sawah dan pendirian subak baru.
e. Didalam melakukan tugasnya para sedahan dibantu oleh PU,
Pertanian, Badan-Badan dan Petugas yang ditentukan oleh
Pemerintah Kabupaten.
3. Kewajiban Sedahan Agung
b. Mengawasi pemakaian/penyaluran/pengaturan air irigasi dan
pemeliharaan prasarana irigasi dalam daerah persubakan dan
pasedahan di wilayahnya.
c. Mengatur pembagian air irigasi untuk masing-masing pasedahan
sesuai dengan waktu, volume dan tata tanam subak yang telah
ditentukan.
-
25
d. Menyelesaikan perselisihan diwilayahnya dan diluar wilayahnya
melalui Pemerintah kabupaten
e. Meminta persetujuan Pemerintah Kabupaten dalam hal pembukaan
dan pendirian subak baru, perluasan areal sawah/subak yang telah
ada, perubahan jaringan irigasi yang telah ada, dan pembuatan
prasarana irigasi baru.
f. Didalam melakukan tugasnya para sedahan dibantu oleh PU,
Pertanian, Badan-Badan dan Petugas yang ditentukan Oleh
Pemerintah Kabupaten.
Kemudian mengenai keterkaitan antara subak dengan pemerintah dimuat
dalam pasal 17, 18, dan pasal 19, yang antara lain menegaskan :
1. Pemerintah berkewajiban mengusahakan adanya air dan mengatur
untuk dimanfaatkan oleh subak untuk pengairan persawahan
2. Pemerintah Kabupaten menyelesaikan masalah-masalah pengairan yang
diajukan oleh Sedahan Agung dan lain-lain petugas dan mengajukan
masalah yang menyangkut kabupaten lain ke Pemerintah Provinsi
3. Dalam melaksanakan tugasnya Sedahan Agung dibantu oleh Dinas PU,
Pertanian, Badan-Badan atau petugas yang ditentukan oleh Pemerintah
4. Pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi mengawasi
pengaturan dan penggunaan air irigasi diseluruh Kabupaten di Bali.
5. Pasal 19 ayat 2 menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi menyelesaikan
masalah-masalah irigasi yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten
dan/atau Dinas-Dinas di Provinsi Bali.
-
26
6. Dalam melaksanakan tugasnya Pemerintah Provinsi dibantu oleh Dinas
PU, lain Dinas Daerah Provinsi yang dipandang perlu, Badan-Badan
atau petugas yang ditentukan oleh Pemerintah
Dalam perjalanannya kemudian terjadi pemilahan tugas dilapangan
khususnya yang terkait dengan pemunggutan pajak dimana Sedahan berkembang
menjadi Sedahan Yeh dan Sedahan Abian dengan tugasnya masing-masing.
Sedahan Yeh bertugas melakukan koordinasi dengan Pekaseh/Kelian Subak dalam
wilayahnya, dan menyelenggarakan pemunggutan pajak tanah lahan sawah.
Sedangkan Sedahan Abian menyelenggarakan pemungutan pajak tanah lahan
kering. Berdasarkan tugas pokok dan kewajiban dari masing-masing unsur
organisasi subak yang dikaitkan dengan fungsi pembinaan dari pemerintah
Kabupaten/Kota, Susila (2006) menggambarkan struktur organisasi subak seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.3.
-
27
2.4 Operasional dan Pemeliharaan Irigasi
Sesuai dengan peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 20 tahun 2006
tentang irigasi, operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi dilaksanakan sesuai
dengan normal, standar, pedoman dan manual yang ditetapkan oleh menteri dan
menurut Permen No. 32/PRT/M/2007 tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan
Jaringan Irigasi. Pengertian operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air
irigasi pada jaringan irigasi yang meliputi penyediaan, pembagian, pemberian,
penggunaan, pembuangan dan konservasi air irigasi termasuk kegiatan membuka
Bupati Kdh.Tingkat II
Sedahan Agung/Kadispenda Dinas Daerah Tk.II
Sedahan Yeh Sedahan Abian
Pekaseh/ Kelian Subak
Kelian Tempek/ Kelian Munduk
Camat
Kepala Desa/ Lurah
Kelihan Banjar/ Kepala Dusun
Kerama (anggota) Subak Kerama (anggota) Banjar/Dusun
Gambar 2.3. Struktur Organisasi Subak Dalam Kaitannya Dengan Pemerintah Daerah (Sumber : Susila, 2006)
-
28
dan menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam, sistem
golongan, menyusun rencana pembagian air, kalibrasi, pengumpulan data,
pemantauan dan evaluasi. Pengertian pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya
menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan
baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan
kelestariannya. Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder
menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Subak dapat berperan
serta dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuannya. Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi
tersier menjadi hak dan tanggung jawab subak. Dalam hal subak tidak mampu
melaksanakan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang menjadi hak dan
tanggung jawabnya, pemerintah, pemerintah provinsi atau pemerintah
kabupaten/kota dapat memberikan bantuan dan atau dukungan fasilitas
berdasarkan permintaan subak dengan memperhatikan prinsip keadilan.
Pasal 31 menjelaskan tentang kewenangan pengelolaan irigasi utama
(primer dan sekunder) menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah dan
pemerintah daerah dengan ketentuan daerah irigasi dengan luas diatas 3000 ha
menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat, daerah irigasi antara
1000 ha 3000 ha kewenangan pemerintah provinsi, dan daerah irigasi yang lebih
kecil dari 1000 ha sepenuhnya menjadi wewenang dan tanggung jawab
pemerintah kabupaten, sedangkan jika berada pada lintas kabupaten maka menjadi
-
29
wewenang pemerintah provinsi. Jaringan tersier sepenuhnya merupakan tanggung
jawab organisasi petani pemakai air dalam hal ini adalah subak.
2.5 Pengertian Efektivitas
Menurut Ravianto (1989:113), pengertian efektivitas adalah seberapa baik
pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana orang menghasilkan keluaran sesuai
dengan yang diharapkan. Ini berarti bahwa apabila suatu pekerjaan dapat
diselesaikan dengan perencanaan, baik dalam waktu, biaya maupun mutunya,
maka dapat dikatakan efektif. Suatu hal dapat dikatakan efektif apabila hal
tersebut sesuai dengan dengan yang dikehendaki. Artinya, pencapaian hal yang
dimaksud merupakan pencapaian tujuan dilakukannya tindak-tindakan untuk
mencapai hal tersebut. Efektivitas dapat diartikan sebagai suatu proses pencapaian
suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Suatu usaha atau kegiatan dapat
dikatakan efektif apabila usaha atau kegiatan tersebut telah mencapai tujuannya.
Apabila tujuan yang dimaksud adalah tujuan suatu instansi maka proses
pencapaian tujuan tersebut merupakan keberhasilan dalam melaksanakan program
atau kegiatan menurut wewenang, tugas dan fungsi instansi tersebut.
Untuk mengukur efektivitas implementasi Perda No.02/PD/DPRD/1972
Tentang Irigasi di Daerah Provinsi Bali, sesuai dengan teori yang digunakan
adalah Modifikasi Dantes (2001) yang menyatakan bahwa efektifitas adalah
hubungan antara output dan tujuan atau dapat juga dikatakan merupakan ukuran
seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi. Efektivitas
juga berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada sektor publik
sehingga kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh
-
30
besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakan yang merupakan
sasaran yang telah ditentukan. Pengukuran efektifitas merupakan salah satu
indikator kinerja bagi pelaksanaan suatu kegiatan yang telah ditetapkan untuk
menyajikan informasi tentang seberapa besar pencapaian sasaran atau target.
Dalam perhitungan efektifitas digunakan skor (skala likert), apabila skor semakin
besar dapat dikatakan bahwa pengelolaan semakin efektif, demikian pula
sebaliknya semakin kecil skor hasilnya menunjukan pengelolaan semakin tidak
efektif (Suranto,2003).
-
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan untuk memperoleh efektifitas implementasi dari
Peraturan Daerah No.02/PD/DPRD/1972 Tentang Irigasi di Kabupaten Gianyar
dan pengelolaan irigasi berbasis pada sistem subak di Kabupaten Gianyar apabila
disinergikan dengan kebijakan nasional yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif
yang bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran secara sistematik. Agar
penelitian yang dilakukan dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan, maka
hendaknya melalui suatu alur pemikiran yang logis dan sistematis. Kerangka
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian Kajian Ffektivitas Implementasi Peraturan Daerah Bali
No.02/PD/DPRD/1972 Tentang Irigasi dilakukan pada unsur subak dan unsur
pemerintah yang berada di wilayah administratif Kabupaten Gianyar. Berdasarkan
data Dinas Kebudayaan Kabupaten Gianyar (2009), jumlah subak dan subak gde
di Kabupaten Gianyar adalah 512 subak yang tersebar di tujuh kecamatan dengan
jumlah terbesar terdapat di Kecamatan Sukawati.
-
32
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006). Menurut
Handari (1995), populasi adalah totalitas dari seluruh nilai yang mungkin, baik
dari menghitung ataupun pengukuran kuantitatif dari karakteristik tertentu pada
sekumpulan objek yang lengkap.
Berdasarkan definisi yang telah diuraikan diatas, maka populasi sasaran
dalam penelitian ini terdiri atas unsur organisasi subak dan subak gde. Dari data
hasil rekapitulasi Dinas Kebudayaan Kabupaten Gianyar tahun 2009 mencatat
bahwa jumlah subak di Kabupaten Gianyar saat ini adalah 488 subak yang
tersebar di tujuh kecamatan yaitu Kecamatan Sukawati 108 subak, Kecamatan
Gianyar 96 subak, Kecamatan Ubud 85 subak, Kecamatan Tegalalang 60 subak,
Kecamatan Blahbatuh 54 subak, Kecamatan Tampaksiring 47 subak, serta
Kecamatan Payangan sebanyak 38 subak. Sedangkan dari unsur Subak Gde
Kecamatan Sukawati 4 subak gde, Kecamatan Gianyar 2 subak gde, Kecamatan
Ubud 3 subak gde, Kecamatan Tegalalang 4 subak gde, Kecamatan Blahbatuh 4
subak gde, Kecamatan Tampaksiring 4 subak gde, serta Kecamatan Payangan
sebanyak 3 subak gde. Masing-masing subak dan subak gde dipimpin oleh
seorang kepala subak atau pekaseh, sehingga jumlah pekaseh subak dan subak gde
di Kabupaten Gianyar adalah sama dengan jumlah subak dan subak gde di
Kabupaten Gianyar.
-
33
Tabel 3.1 Populasi Sasaran Penelitian
No Unsur Jumlah Orang
1 Pekaseh Subak Kecamatan Sukawati 108
2 Pekaseh Subak Kecamatan Gianyar 96
3 Pekaseh Subak Kecamatan Ubud 85
4 Pekaseh Subak Kecamatan Tegalalang 60
5 Pekaseh Subak Kecamatan Blahbatuh 54
6 Pekaseh Subak Kecamatan Tampaksiring 47
7 Pekaseh Subak Kecamatan Payangan 38
8 Pekaseh Subak Gde Kec. Sukawati 4
9 Pekaseh Subak Gde Kec. Gianyar 2
10 Pekaseh Subak Gde Kec. Ubud 3
11 Pekaseh Subak Gde Kec. Tegalalang 4
12 Pekaseh Subak Gde Kec. Blahbatuh 4
13 Pekaseh Subak Gde Kec. Tampaksiringi 4
14 Pekaseh Subak Gde Kec. Payangan 3
Jumlah Total Populasi 512
3.3.2 Sampel dan Teknik Sampling
Terkait dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengkaji efektivitas
implementasi Peraturan Daerah No.02/PD/DPRD/1972 Tentang Irigasi di
Kabupaten Gianyar, maka sampel diambil dari unsur organisasi subak dan unsur
pemerintah. Selain itu, untuk mengoptimalkan hasil kajian maka sampel akan
diperluas yaitu dengan melibatkan unsur akademisi/pakar/praktisi subak. Selain
data primer tersebut, data-data pendukung berupa data sekunder seperti data unsur
-
34
organisasi subak di Kabupaten Gianyar akan dikumpulkan dari instansi teknis
terkait dan kepustakaan.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menentukan ukuran besar
sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah yang
dikehendaki atau pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan tertentu. Penetapan jumlah sampel pada teknik kuota ini adalah
dengan menetapkan besar sampel yang diperlukan, kemudian menetapkan jumlah
(jatah yang diperlukan), maka jatah itulah yang dijadikan dasar untuk mengambil
unit sampel yang diperlukan. Besar jumlah sampel dihitung menurut rumus :
)1./( 2 dNNn (Rakhmat, 1998).
dimana :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi (512 orang)
d = presisi yang ditetapkan (5 %)
Sehingga berdasarkan persamaan diatas, didapat jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah n = 512/(512.0,052 + 1) = 225 sampel. Kemudian untuk
menentukan jumlah sampel untuk masing-masing unsur organisasi subak dihitung
secara bertingkat (berstrata) dengan rumusan alokasi proporsional dari Sugiyono
(2002) sebagai berikut : ni = (Ni/N).n
Dimana : ni = jumlah sampel menurut stratum
n = jumlah sampel seluruhnya
Ni = jumlah populasi menurut stratum
N = jumlah populasi seluruhnya
-
35
Sehingga didapat besarnya sampel untuk masing-masing unsur didalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2 Besar Sampel Penelitian
No Unsur Subak Jumlah Sampel
1 Pekaseh Subak Kecamatan Sukawati (108/512) x 225 = 48 orang
2 Pekaseh Subak Kecamatan Gianyar (96/512) x 225 = 42 orang
3 Pekaseh Subak Kecamatan Ubud (85/512) x 225 = 37 orang
4 Pekaseh Subak Kecamatan Tegalalang (60/512) x 225 = 26 orang
5 Pekaseh Subak Kecamatan Blahbatuh (54/512) x 225 = 24 orang
6 Pekaseh Subak Kecamatan Tampaksiring (47/512) x 225 = 20 orang
7 Pekaseh Subak Kecamatan Payangan (38/512) x 225 = 17 orang
8 Pekaseh Subak Gde Kec. Sukawati (4/512) x 225 = 2 orang
9 Pekaseh Subak Gde Kec. Gianyar (2/512) x 225 = 1 orang
10 Pekaseh Subak Gde Kec. Ubud (3/512) x 225 = 1 orang
11 Pekaseh Subak Gde Kec. Tegalalang (4/512) x 225 = 2 orang
12 Pekaseh Subak Gde Kec. Blahbatuh (4/512) x 225 = 2 orang
13 Pekaseh Subak Gde Kec. Tampaksiringi (4/512) x 225 = 2 orang
14 Pekaseh Subak Gde Kec. Payangan (3/512) x 225 = 1 orang
Jumlah 225
Sampel dari unsur pemerintah dan unsur akademisi, pakar, serta praktisi
dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik Purposive Sampling, yaitu teknik
sampling yang digunakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu dari
peneliti didalam pengambilan sampelnya. Jumlah sampel purposive sampling dari
unsur pemerintah adalah 15 orang, sedangkan untuk unsur akademisi, pakar, dan
praktisi adalah 10 orang. Jumlah keseluruhan sampel dalam penelitian Efektivitas
-
36
Implementasi Peraturan Daerah Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi di
Kabupaten Gianyar adalah 250 orang.
3.4 Jenis dan Sumber data
3.4.1 Jenis Data
Dalam penelitian kajian Efektivitas Implementasi Peraturan Daerah Bali
tentang Irigasi di Kabupaten Gianyar, jenis data yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Data kuantitatif, yaitu data dalam bentuk angka seperti jumlah subak di
Kabupaten Gianyar, nama subak serta nama pekaseh subak.
2. Data kualitatif, yaitu data yang berupa pernyataan jawaban dari
responden dari pertanyaan yang diberikan dalam bentuk kuisioner.
3.4.2 Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dengan teknik
wawancara, observasi dan diskusi dengan pihak yang terlibat langsung
dalam penelitian ini seperti unsur subak, unsur pemerintah serta unsur
praktisi dan akademisi. Selanjutnya diadakan penyebaran kuisioner
dengan dipandu pada saat pengisiannya.
2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak lain atau dari
laporan penelitian terdahulu yang telah ada yang ada relevansinya dengan
masalah yang dibahas dalam penelitian ini, serta data-data dari instansi
dinas terkait.
-
37
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Metode yang dipakai dalam pengumpulan data primer yaitu dengan
menyebarkan angket berupa daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden.
Tujuan dari penyebaran angket adalah untuk mencari informasi yang lengkap
mengenai suatu masalah dan responden tanpa merasa khawatir bila memberikan
jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam pengisian daftar pertanyaan.
Kemudian untuk memudahkan metode pengumpulan data dan agar lebih
sistematis maka data akan dikumpulkan dengan menggunakan alat bantu
pengumpul data (instrumen) berupa daftar cek (checklist). Checklist atau daftar
cek yaitu suatu daftar yang berisi subyek dan aspek-aspek yang akan diamati.
Bermacam-macam aspek yang akan dijadikan sumber informasi dalam penelitian
dicantumkan kedalam daftar cek sehingga responden tinggal memberikan cek
centang () pada tiap-tiap aspek tersebut sesuai dengan hasil pengamatannya.
3.6 Skala Pengukuran
Skala pengukuran yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah Skala
Likert, yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dengan
menggunakan skala Likert, maka variabel kemudian dijabarkan lagi menjadi
indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya indikator-indikator yang terukur
ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen penelitian yang
berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap
jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap dalam
kategori skala pengukuran sebagai berikut:
-
38
a. Sangat Efektif = 5
b. Efektif = 4
c. Cukup Efektif = 3
d. Tidak Efektif = 2
e. Sangat Tidak Efektif = 1
3.7 Identifikasi Variabel
Berdasarkan uraian hipotesis dan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka
dapat dilakukan identifikasi baik terhadap variabel terikat (dependen variable)
maupun variabel bebas (independen variabel) yaitu:
a. Variabel bebas (independen variabel) adalah variabel yang mempengaruhi
atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat.
b. Variabel terikat (dependen variable) adalah variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.
Berdasarkan pada Peraturan Daerah Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang
Irigasi, dituangkan tugas dan fungsi kelembagaan pengelola irigasi seperti Subak,
Sedahan, Sedahan Agung, Pemerintah Daerah Kabupaten, serta Pemerintah
Daerah Provinsi. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dilakukan identifikasi baik
terhadap dalam variabel terikat (dependen variable) yaitu efektivitas implementasi
Perda Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi, maupun terhadap variabel
bebas (independen variabel) yaitu 1) Organisasi, 2) Sarana dan Prasarana, 3)
Sumber Daya Manusia, 4) Manajemen, 5) Pendanaan. Identifikasi terhadap
variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
-
39
1. Organisasi
a. Kelengkapan unsur keorganisasian subak.
b. Kelengkapan unsur kelembagaan pemerintah.
c. Efektifitas koordinasi antar unsur organisasi subak.
d. Efektivitas koordinasi Sedahan dengan Sedahan Agung.
e. Efektivitas koordinasi sedahan dengan dinas-dinas terkait lainnya.
f. Efektivitas koordinasi Sedahan Agung dengan Pemerintah Daerah
Kabupaten.
g. Efektivitas koordinasi Sedahan Agung dengan dinas terkait lainnya.
h. Efektivitas koordinasi Pemerintah Daerah Kabupaten dengan Pemerintah
Daerah Provinsi.
i. Efektivitas koordinasi Pemerintah Daerah Kabupaten dengan dinas
terkait lainnya.
j. Efektivitas koordinasi Pemerintah Daerah Provinsi dengan dinas terkait
lainnya.
2. Sarana dan Prasarana
a. Keandalan fungsi jaringan irigasi subak.
b. Efektivitas Pemerintah Daerah dalam mengusahakan adanya air irigasi.
c. Efektivitas Subak didalam menjaga dan memelihara prasarana irigasi.
d. Efektivitas Pemerintah Daerah Kabupaten didalam pemeliharaan
prasarana irigasi.
e. Efektivitas Pemerintah Daerah Provinsi didalam pemeliharaan prasarana
irigasi.
-
40
3. Sumber Daya Manusia
a. Komitmen Subak didalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.
b. Komitmen Pemerintah Daerah didalam penyediaan prasarana irigasi.
4. Manajemen
a. Komitmen subak didalam pengelolaan sumber-sumber air irigasi.
b. Efektivitas subak didalam mengatur air dengan tertib.
c. Komitmen subak didalam menyelesaikan perselisihan irigasi.
d. Komitmen Sedahan didalam pengaturan air irigasi daerah persubakan.
e. Komitmen Sedahan didalam mengatasi perselisihan irigasi.
f. Komitmen Sedahan Agung didalam mengawasi pengaturan air irigasi
daerah persedahan.
g. Komitmen Sedahan Agung dalam menyelesaikan perselihan di
wilayahnya.
h. Komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten didalam menyelesaikan
masalah pengairan.
i. Komitmen Pemerintah Daerah Provinsi Bali didalam mengawasi
pengaturan air irigasi di seluruh kabupaten.
j. Komitmen Pemerintah Daerah Provinsi Bali dalam mengatasi
permasalahan irigasi.
5. Pendanaan
a. Komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten didalam menyediakan
anggaran rutin tahunan.
-
41
b. Komitmen Pemerintah Daerah Provinsi Bali didalam menyediakan
anggaran rutin tahunan
3.8 Definisi Operasional Variabel
Secara lebih jelas, variabel-variabel dalam penelitian ini dapat dirinci sesuai
dengan masalah yang dikaji sebagai berikut:
1. Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana
orang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini berarti
bahwa apabila suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan perencanaan, baik
dalam waktu, biaya maupun mutunya, maka dapat dikatakan efektif
(Rivianto, 1989).
2. Suatu hal dapat dikatakan efektif apabila hal tersebut sesuai dengan dengan
yang dikehendaki. Artinya, pencapaian hal yang dimaksud merupakan
pencapaian tujuan dilakukannya tindak-tindakan untuk mencapai hal
tersebut. Efektivitas dapat diartikan sebagai suatu proses pencapaian suatu
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pengkajian terhadap Perda Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi
bertujuan untuk mengetahui efektifitas ketercapaian tujuan yang ditetapkan oleh
pemerintah provinsi Bali didalam mengatur pemanfaatan air khususnya air untuk
irigasi di Bali. Variabel dalam penelitian ini akan dikaji dan dikembangkan dari
beberapa hasil penelitian yang relevan dengan tujuan penelitian ini.
Sutawan (2005) mengidentifikasi bahwa dalam upaya menjaga kelestraian
subak, maka ada lima elemen saling terkait yang harus dilestarikan yaitu (1)
Organisasi petani pengelola air irigasi; (2) Jaringan/sarana-prasarana irigasi; (3)
-
42
produksi pangan; (4) ekosistem lahan sawah beririgasi dan (5) ritual keagamaan
yang terkait dengan budidaya padi. Namun, Sutawan juga mengungkapkan bahwa
kelestarian subak juga sangat dipengaruhi oleh kondisi DAS (Daerah Aliran
Sungai) dan kualitas air sungai/saluran di bagian hulu. Lingkungan alam ini
merupakan lingkungan eksternal terhadap sistem subak, tetapi sangat berpengaruh
terhadap kinerja subak yang bersangkutan. Lingkungan eksternal lainnya juga
diidentifikasi oleh Sutawan dalam artikel yang sama antara lain (1) minat bertani
(2) alih fungsi lahan (3) persediaan air (4) pencemaran air.
Sedana (2005) juga mengidentifikasi beberapa permasalahan subak dalam
faktor lingkungan internal diantaranya (1) struktur permodalan; (2)
keorganisasian; (3) keterampilan teknis petani; (4) keterampilan manajemen; (5)
kemampuan agribisnis. Selain itu Sedana juga menyampaikan tantangan utama
yang akan dihadapi subak di masa mendatang yaitu (1) Hama dan penyakit
tanaman; (2) fluktuasi harga; (3) minat bertani generasi muda.
Kerta Arsana (2005) juga mengidentifikasi variabel lingkungan internal
dalam pengelolaan sumberdaya air di DAS Sungai Ayung yaitu (1) Organisasi
subak; (2) Irigasi subak; (3) Air permukaan; (4) Pemanfaatan air DAS; (5)
Pengembangan integrasi; (6) Lembaga penggunaan air di luar subak. Selain
variabel lingkungan internal Kerta Arsana juga mengidentifikasi variabel
lingkungan eksternal yaitu (1) Ekonomi; (2) Sosial Budaya; (3) Pemerintah; (4)
Pembangunan; (5) Pengguna Air ; (6) Ekologi; dan (7) Teknologi.
Mudhina (2009) dalam penelitiannya Strategi Pemberdayaan Subak di
Daerah Pengaliran Sungai Tukad Unda juga mengidentifikasi variable lingkungan
-
43
internal subak yaitu (1) Organisasi; (2) Sumber Daya Manusia; (3) Manajemen;
(4) Pendanaan; (5) Sarana dan Prasarana. Selain itu Mudhina juga
mengidentifikasikan variable lingkungan external yaitu (1) Pemerintah; (2)
Lingkungan; (3) Ekonomi; (4) Sosial Budaya; (5) Teknologi.
Nunuk (2010) dalam penelitiannya Partisipasi Subak Dalam Operasi dan
Pemeliharaan Jaringan Irigasi Pada Daerah Irigasi Mambal juga mengidentifikasi
variable lingkungan internal subak yaitu (1) Sumber Daya Manusia; (2)
Organisasi; (3) Pendanaan; (4) Sarana dan Prasarana; (5) Teknologi.
Mengacu pada definisi operasional variabel dan mencermati hasil kajian
dari beberapa penelitian sebelumnya di atas, maka variabel penelitian dapat
didifinisikan sebagai berikut:
1. Organisasi
Peraturan daerah bali tentang irigasi, secara substansi mengatur tentang
mekanisme koordinasi kelembagaan atau organisasi pengelola irigasi di
Bali. Kelembagaan tersebut meliputi Subak, Sedahan, Sedahan Agung dan
Pemerintah Daerah khususnya dalam hal pengaturan air untuk irigasi.
Efektifitas dan koordinasi kelembagaan tersebut sangat diperlukan untuk
menjamin terselenggaranya pengelolaan irigasi yang baik di daerah Provinsi
Bali.
2. Sarana dan Prasarana
Didalam menunjang pelaksanaa pengelolaan irigasi, maka salah satu faktor
yang sangat penting untuk diperhatikan adalah keandalan fungsi jaringan
irigasi subak dan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai. Subak
-
44
sebagai pengelola irigasi di Bali, tidak dapat berdiri sendiri dan sangat
membutuhakan peran aktif pemerintah didalam menunjang pelaksanaan
irigasi seperti penyediaan air irigasi, pengaturan air irigasi dan pemeliharaan
prasarana irigasi.
3. Sumber Daya Manusia
Didalam menunjang pelaksanaan kegiatan pengelolaan irigasi, keandalan
fungsi sarana dan prasarana irigasi merupakan faktor yang sangat penting
untuk diperhatikan. Komitmen subak didalam operasi dan pemeliharaan
sarana dan prasarana irigasi sangat diperlukan demi menunjang
keberlangsungan sistem irigasi subak. Disamping itu, peran serta pemerintah
didalam penyediaan sarana dan prasarana irigasi juga sangat menentukan
keberlangsungan pengelolaan irigasi subak.
4. Manajemen
Secara substansi, Perda Irigasi Bali mengatur tentang mekanisme koordinasi
kelembagaan pengelola irigasi di Bali. Selain subak, kelembagaan pengelola
irigasi juga terdapat dari unsur pemerintah seperti Sedahan, Sedahan Agung,
Pemerintah Daerah Kabupaten serta Pemerintah Daerah Provinsi.
Diperlukan suatu pengaturan atau manajemen yang baik antar lembaga
pengelola irigasi tersebut, sehingga kedepannya pengelolaan sumber daya
air khususnya irigasi di Bali terjamin pelaksanaannya dengan baik.
Disamping itu, Pemerintah Daerah Provinsi sebagai instansi tertinggi, harus
mampu menyelesaikan segala perselisihan atau sengketa yang timbul dalam
bidang pengairan.
-
45
5. Pendanaan
Didalam mendukung keberlangsungan operasional organisasi subak,
pendanaan merupakan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan
sangat penting. Pemerintah daerah selaku pembina subak, diharapkan
mampu mengalokasikan sumber-sumber dana didalam pembangunan dan
pemeliharaan bangunan prasarana dan sarana pengairan di Bali. Sehingga
kedepannya pelaksanaan irigasi yang berbasis pada sistem subak di Bali
terjamin pelaksanaannya.
Mengacu pada definisi operasional variabel dan mencermati hasil kajian
dari beberapa penelitian sebelumnya, maka variabel dan indikator didalam
penelitian ini secara lebih jelas akan disajikan dalam tabel 3.2 berikut.
-
46
Tabel 3.3. Identifikasi Variabel Penelitian
VARIABEL INDIKATOR
1. Organisasi
a. Kelengkapan unsur keorganisasian subak. b. Kelengkapan unsur kelembagaan pemerintah. c. Efektifitas koordinasi antar unsur organisasi
subak. d. Efektivitas koordinasi Sedahan dengan Sedahan
Agung e. Efektivitas koordinasi sedahan dengan dinas-
dinas terkait lainnya. f. Efektivitas koordinasi Sedahan Agung dengan
Pemerintah Daerah Kabupaten. g. Efektivitas koordinasi Sedahan Agung dengan
dinas terkait lainnya. h. Efektivitas koordinasi Pemerintah Daerah
Kabupaten dengan Pemerintah Daerah Provinsi. i. Efektivitas koordinasi Pemerintah Daerah
Kabupaten dengan dinas terkait lainnya. j. Efektivitas koordinasi Pemerintah Daerah
Provinsi dengan dinas terkait lainnya.
2. Sarana dan Prasarana
a. Keandalan fungsi jaringan irigasi subak. b. Efektivitas Pemerintah Daerah dalam
mengusahakan adanya air irigasi. c. Efektivitas Subak didalam menjaga dan
memelihara prasarana irigasi. d. Efektivitas Pemerintah Daerah Kabupaten
didalam pemeliharaan prasarana irigasi. e. Efektivitas Pemerintah Daerah Provinsi
didalam pemeliharaan prasarana irigasi.
3. Sumber Daya Manusia
a. Komitmen Subak didalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.
b. Komitmen Pemerintah Daerah didalam penyediaan prasarana irigasi.
4. Manajemen
a. Komitmen subak didalam pengelolaan sumber-sumber air irigasi.
b. Efektivitas subak didalam mengatur air dengan tertib.
c. Komitmen subak didalam menyelesaikan perselisihan irigasi.
d. Komitmen Sedahan didalam pengaturan air irigasi daerah persubakan.
-
47
e. Komitmen Sedahan didalam mengatasi perselisihan irigasi yang terjadi.
f. Komitmen Sedahan Agung didalam mengawasi pengaturan air irigasi daerah persedahan.
g. Komitmen Sedahan Agung dalam menyelesaikan perselihan di wilayahnya.
h. Komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten didalam menyelesaikan masalah pengairan.
i. Komitmen Pemerintah Daerah Provinsi Bali didalam mengawasi pengaturan air irigasi di seluruh kabupaten.
j. Komitmen Pemerintah Daerah Provinsi Bali dalam mengatasi permasalahan irigasi.
5. Pendanaan
a. Komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten didalam menyediakan anggaran rutin tahunan.
b. Komitmen Pemerintah Daerah Provinsi Bali didalam menyediakan anggaran rutin tahunan.
3.9 Pengujian Validitas dan Reliabelitas Instrumen Penelitian
Tingkat kebenaran dari hasil suatu penelitian selain tergantung kepada
kesesuaian kajian teori yang dijadikan dasar analisis, juga sangat tergantung
kepada tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur yang digunakan. Oleh
karena itu, sebelum hasil pengukuran dipergunakan sebagai data, maka alat ukur
atau instrumen penelitian perlu diuji tingkat validitas maupun reliabilitasnya.
3.8.1 Pengujian Validitas Instrumen Penelitian
Berkaitan dengan pengujian validitas instrumen, Arikunto (1995:63-69)
menjelaskan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat
keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Alat ukur yang kurang valid berarti
memiliki validitas rendah. Untuk menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu
dicari harga korelasi antara bagian-bagian dari alat ukur secara keseluruhan
-
48
dengan cara mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang
merupakan jumlah tiap skor butir dengan rumus Pearson Product Moment sebagai
berikut:
})(}.{)(.{
)).(()(2222 YYnXXn
YXXYnrhitung
Dimana :
hitungr koefisien korelasi
X = jumlah skor item Y = jumlah skor total (seluruh item) n = jumlah responden
Untuk menghitung tingkat validitasnya, dilakukan dengan menggunakan
alat bantu program Statistical Package for Social Science (SPSS) for windows,
sehingga dapat diketahui nilai dari kuisioner pada setiap variabel. Suatu
instrument dikatakan valid apabila memiliki korelasi antara butir dengan skor total
dalam instrumen tersebut lebih besar dari 0.300 dengan tingkat kesalahan 5%.
3.8.2 Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian
Selanjutnya terhadap skor jawaban setiap item dilakukan uji reliabilitas
dengan tujuan menunjukan sejauhmana pengukuran tersebut memberikan hasil
yang relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek
yang sama mengenai kemantapan, keandalan, stabilitas dan keadaan tidak berubah
dalam waktu pengamatan pertama dan selanjutnya. Menurut Sugiyono (2006),
-
49
instrument reliable adalah instrument yang bila digunakan beberapa kali untuk
mengukur objek yang sama akan memberikan atau menghasilkan data yang sama.
Uji reliable dilakukan secara internal consistensi dengan menggunakan
persamaa nilai alfa cronbach. Pengukuran reliabilitas instrument dalam penelitian
ini menggunakan SPSS for windows dilihat dari koefisien Alfa Cronbach. Nilai
batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yang dapat
diterima adalah 0.600, hal ini dapat dikatakan reliable.
3.10 Teknik Analisis Data
3.10.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik
responden dan mendeskripsikan mesing-masing variabel penelitian yaitu
organisasi, sarana & prasarana, sumber daya manusia, manajemen dan pendanaan,
serta menganalisis efektivitas implementasi Perda No.02/PD/DPRD/1972 Tentang
Irigasi di Daerah Provinsi Bali.
3.10.2 Analisis Efektivitas
Pengukuran efektifitas merupakan salah satu indikator mengukur tingkat
ketercapaian suatu tujuan yang ingin dicapai atau suatu indikator kinerja bagi
pelaksanaan suatu kegiatan yang telah ditetapkan untuk menyajikan informasi
tentang seberapa besar pencapaian sasaran atas target. Dalam perhitungan
efektivitas, dikategorikan efektif apabila mencapai minimal satu atau seratus
persen. Untuk efektivitas implementasi Perda No.02/PD/DPRD/1972, apabila
hasilnya menunjukan persentase yang semakin besar maka dapat dikatakan bahwa
-
50
semakin efektif, demikian sebaliknya semakin kecil persentase hasilnya maka
menunjukan implementasi Perda semakin tidak efektif.
Untuk mengetahui klasifikasi kecenderungan dan tingkat efektifitas dari
skor kuisioner dengan pedoman sebagai berikut (Modifikasi Dantes,2001).
1. (Mi + 2 Sdi) x (Mi + 3 Sdi) = Sangat efektif 2. (Mi + 1 Sdi) x (Mi + 2 Sdi) = Efektif 3. (Mi - 1 Sdi) x (Mi + 1 Sdi) = Cukup efektif 4. (Mi - 2 Sdi) x (Mi - 1 Sdi) = Tidak efektif 5. (Mi - 3 Sdi) x (Mi - 2 Sdi) = Sangat tidak efektif Dimana :
Mi = Mean ideal = (1/2 x (skor max ideal + skor min ideal))
Sdi = Standar deviasi ideal = (1/6 x (skor max ideal skor min ideal)
Menurut Sugiyono (2010), dalam perhitungan efektivitas digunakan skor
(skala likert). Apabila skor semakin besar, maka dapat dikatakan bahwa
efektivitas implementasi semakin efektif, demikian pula sebaliknya semakin kecil
skor yang dihasilkan, maka menujukkan efektivitas implementasi yang semakin
tidak efektif.
-
51
Gambar 3.1. Diagram Alur Kerangka Penelitian
Ide
Latar Belakang dan Prmasalahan
Kajian Pustaka
Pengumpulan Data
Rekomendasi Pengelolaan Irigasi Berbasis Subak
Penyebaran Kuisioner
Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Analisis Deskriptif Kualitatif
Tabulasi Data
Penyusunan Kuisioner
Data Primer - Hasil Kuisioner Tertutup - Hasil Kuisioner Terbuka
Data Sekunder - Jumlah Pekaseh Subak - Jumlah Pekaseh Gde
Analisis Efektivitas Implementasi Perda No.02/PD/DPRD/1972
Simpulan dan Saran
-
52
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian
Kabupaten Gianyar merupakan salah satu dari sembilan kabupaten atau kota
yang ada di Provinsi Bali. Secara astronomis, Kabupaten Gianyar terletak diantara
81848 dan 83858 Lintang Selatan (LS) dan 1152223 Bujur Timur (BT).
Wilayah Kabupaten Gianyar bagian utara dibatasi oleh Kabupaten Bangli, sebelah
Timur Kabupaten Klungkung, sedangkan bagian selatan dibatasi oleh Kota
Denpasar dan bagian baratnya berbatasan dengan Kabupaten Badung.
Berdasarkan data Gianyar Dalam Angka Tahun 2008, luas wilayah
Kabupaten Gianyar adalah 36.800 ha atau 6.62% dari luas Bali secara keseluruhan
yang tersebar pada 7 tujuh kecamatan yaitu Sukawati, Gianyar, Ubud, Tegalalang,
Blahbatuh, Tampaksiring dan Payangan. Pada dasarnya, luas wilayah Kabupaten
Gianyar tidak mengalami perubahan, akan tetapi kenyataan yang terjadi adalah
peralihan fungsi penggunaan lahan sebagai konsekwensi dari pesatnya
pembangunanan saat ini. Peralihan fungsi lahan terjadi dari lahan sawah menjadi
lahan kering seperti bangunan tempat tinggal, art shop, toko, jalan maupun
pembangunan sarana dan prasarana fisik lainnya. Luas lahan
menurut penggunaannya terdiri dari 14.856 Ha atau 40,37 % tanah sawah dan
sisanya (59,63 %) bukan tanah sawah. Luas keseluruhan bukan tanah sawah
21.944 Ha sebagian besar merupakan lahan pertanian kering. Kecamatan yang
-
53
terluas lahan sawahnya adalah Kecamatan Sukawati (2.844 Ha), sedangkan yang
terkecil adalah Kecamatan Tampaksiring (1.478Ha).
Dari 247 buah sungai yang terdapat di Provinsi Bali, tiga belas diantaranya
mengalir di Kabupaten Gianyar. Masyarakat memanfaatkan aliran sungai untuk
berbagai kepentingan, utamanya adalah untuk kepentingan irigasi subak. Dalam
eksistensinya sebagai pengelola irigasi, Subak telah memberikan peran yang
sangat efektif dan sangat strategis untuk menjamin ketersediaan air bagi para
petani melalui asas pemerataan dan keadilan, sehingga pemanfaatan air dapat
dijamin pelaksanaannya di Kabupaten Gianyar pada khususnya. Sungai-sungai
yang penting di Gianyar adalah Sungai Wos dengan panjang 45,5km, Sungai
Petanu (37 km), Sungai Sangsang (36 km), Sungai Yeh Hoo (22 km) Sungai
Ayung, Sungai Yeh Embang, Sungai Yeh Mumbul dan Sungai Balian.
4.2 Subak-Subak Di Daerah Penelitian
Pada umumnya seperti nama subak di daerah lainnya, nama subak di
Kabupaten Gianyar juga mempunyai karakteristik tertentu, seperti disesuaikan
dengan nama wilayah lokasi subak yang bersangkutan (desa atau banjar), nama
sumber air (mata air atau sungai), kombinasi nama wilayah dengan sumber air,
atau nama-nama yang tidak berdasarkan wilayah atau sumber air. Dari data hasil
rekapitulasi Dinas Kebudayaan Kabupaten Gianyar tahun 2009 mencatat, bahwa
jumlah subak di Kabupaten Gianyar saat ini adalah 488 subak yang tersebar di
tujuh kecamatan yaitu Kecamatan Sukawati 108 subak, Kecamatan Gianyar 96
subak, Kecamatan Ubud 85 subak, Kecamatan Tegalalang 60 subak, Kecamatan
Blahbatuh 54 subak, Kecamatan Tampaksiring 47 subak, serta Kecamatan
-
54
Payangan sebanyak 38 subak. Sedangkan dari unsur subak gde, di Kecamatan
Sukawati terdapat 4 subak gde, Kecamatan Payangan 3 subak gde, Kecamatan
Ubud 3 subak gde, Kecamatan Tegalalang 4 subak gde, Kecamatan Tampaksiring
4 subak gde, Kecamatan Gianyar 2 subak gde dan Kecamatan Blahbatuh 4 subak
gde. Nama-nama subak dan subak gde di Kabupaten Gianyar secara lebih detail
dapat dilihat dalam lampiran 1.
4.3 Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Kuisioner merupakan instrumen utama yang dipergunakan mengumpulkan
data-data dan informasi yang diperlukan untuk mengetahui dan menjawab pokok
permasalahan yang menjadi fokus penelitian, yaitu untuk mengetahui Efektivitas
Implementasi Peraturan Daerah No.02/PD/DPRD/1972 Tentang Irigasi di Daerah
Provinsi Bali dengan studi kasus di Kabupaten Gianyar. Suatu instrumen dalam
penelitian dikatakan valid apabila memiliki koefisien korelasi antara butir dengan
skor total dalam instrument tersebut lebih besar dari 0.300 dengan tingkat
kesalahan alfa 0.05. Sedangkan instrument reliable apabila memberikan hasil yang
relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek yang
sama mengenai kemantapan, keandalan, stabilitas dan keadaan tidak berubah
dalam waktu pengamatan pertama dan selanjutnya. Suatu instrument dikatakan
reliable apabila memiliki koefisien alfa cronbach minimal 0.600.
-
55
4.3.1 Validitas Instrumen Penelitian
Hasil uji tingkat validitas instrumen penelitian yang berupa kuisioner
dengan lima parameter (lima skala likert), dilakukan dengan mempergunakan
bantuan software SPSS (Statistical Package for Social Science). Hasil analisis
kuisioner diperoleh hasil seperti tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1 Analisis Validitas Kuesioner
Variabel Butir Kuesioner r p Keterangan
A. Organisasi
Butir ke 1 0,409 0,003 valid Butir ke 2 0,557 0,000 valid Butir ke 3 0,423 0,002 valid Butir ke 4 0,669 0,000 valid Butir ke 5 0,754 0,000 valid Butir ke 6 0,459 0,001 valid Butir ke 7 0,523 0,000 valid Butir ke 8 0,325 0,021 valid Butir ke 9 0,356 0,011 valid
Butir ke 10 0,500 0,000 valid
B. Sarana dan Prasarana
Butir ke 1 0,519 0,000 valid Butir ke 2 0,658 0,000 valid Butir ke 3 0,520 0,000 valid Butir ke 4 0,393 0,004 valid Butir ke 5 0,338 0,015 valid
C. SDM Butir ke 1 0,891 0,000 valid Butir ke 2 0,881 0,000 valid
D. Manajemen
Butir ke 1 0,672 0,000 valid Butir ke 2 0,398 0,004 valid Butir ke 3 0,506 0,000 valid Butir ke 4 0,318 0,024 valid Butir ke 5 0,706 0,000 valid Butir ke 6 0,647 0,000 valid Butir ke 7 0,698 0,000 valid Butir ke 8 0,409 0,000 valid Butir ke 9 0,400 0,004 valid
Butir ke 10 0,348 0,013 valid E. Pendanaan Butir ke 1 0,849 0,000 valid
Butir ke 2 0,828 0,000 valid Sumber : Hasil Perhitungan
-
56
4.3.2 Reliabilitas Instrumen Penelitian
Hasil analisis reliabilitas kuesioner terhadap lima variabel menunjukan
bahwa semua variabel memiliki tingkat reliabilitas yang sama yaitu bersifat
reliable seperti yang disajikan dalam tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2 Analisis Reliabilitas Kuesioner
Kuesioner Banyaknya Butir Cronbachs
Alpha Keterangan
A. Organisasi 10 0,825 Reliabel B. Sarana dan Prasarana 5 0,803 Reliabel C. SDM 2 0,726 Reliabel D. Manajemen 10 0,851 Reliabel E. Pendanaan 2 0,763 Reliabel
Sumber : Hasil Perhitungan
Berdasarkan analisis validitas dan reliabilitas kusioner di atas, diperoleh
bahwa semua item kuesioner adalah valid dan reliabel, sehingga bisa dinyatakan
layak untuk dijadikan instrumen dalam penelitian ini. Hasil analisis juga
menunjukan bahwa hasil yang valid dan reliable berarti bahwa item pertanyaan
pada setiap parameter yang diukur dengan menggunakan kuisioner bersifat saling
mendukung dan memiliki relevansi yang saling memberikan pengaruh. Dengan
demikian, data hasil analisis dengan mempergunakan SPSS tingkat akurasinya
layak untuk dipergunakan sebagai pokok bahasan dalam penelitian ini. Sehingga,
permasalahan secara umum dapat tergambarkan mengenai Efektivitas
Implementasi Perda No.02/PD/DPRD/1972 Tentang Irigasi di Daerah Provinsi
Bali dengan studi kasus di Kabupaten Gianyar.
-
57
4.4 Analisis Efektivitas Implementasi Variabel Penelitian
Untuk mengetahui efektivitas implementasi dari Peraturan Daerah Bali
No.02/DPRD/1972 Tentang Irigasi di Kabupaten Gianyar, maka analisis
dilakukan dengan cara menghitung efektivitas dari masing-masing variabel yang
sudah ditetapkan dalam penelitian ini yang meliputi variabel organisasi, sarana
dan prasarana, sumber daya manusia, manajemen dan pendanaan. Perhitungan
efektivitas dilakukan dengan menggunakan rumus Dantes (2001).
4.4.1 Variabel Organisasi
Berdasarkan hasil analisis penelitian terhadap Efektivitas Implementasi
Perda No. 02/PD/DPRD/1972 Tentang Irigasi di Provinsi Bali dengan studi kasus
di Kabupaten Gianyar, berdasarkan variabel organisasi diperoleh hasil seperti
tabel 4.3 yaitu termasuk dalam kategori tidak efektif.
Tabel 4.3 Efektivitas Variabel Organisasi
Rumusan Nilai Skor Kategori Mi + 2 Sdi x Mi + 3 Sdi 10833.3 x 12500 Sangat Efektif Mi + 1 Sdi x Mi + 2 Sdi 9166 x 10833.3 Efektif Mi 1 Sdi x Mi + 1 Sdi 5833.3 x 9166.7 Cukup Efektif Mi 2 Sdi x Mi -1 Sdi 4166.7 x 5833.3 Tidak Efektif Mi 3 Sdi x Mi - 2 Sdi 2500 x 4166.7 Sangat Tidak Efektif
Dari hasil skor kuesioner pada variabel organisasi dengan jumlah sampel
250 adalah sebesar 5764 sebagaimana terlihat pada Lampiran IIa. Jika dilihat pada
Tabel 4.3 diatas, maka variabel organisasi dengan jumlah skor 5764 tersebut
termasuk dalam kategori tidak efektif. Hasil tersebut didasarkan pada kurang
-
58
efektifnya kordinasi yang dilakukan oleh lembaga pengelola irigasi sesuai yang
tercantum dalam Peraturan daerah No.02/PD/DPRD/1972 seperti Subak, Sedahan,
Sedahan Agung, Pemerintah Daerah Kabupaten dan Pemerintah Daerah Provinsi
di Kabupaten Gianyar.
Semenjak pemberlakuan Undang-Undang Otonomi Daerah, eksistensi
lembaga Sedahan dan Sedahan Agung di Kabupaten Gianyar mulai hilang.
Lembaga Sedahan Agung yang awalnya berfungsi sebagai mediator dalam
penyampaian informasi lapangan sudah tidak lagi difungsikan oleh Pemerintah
Daerah, sedangkan alternatif solusi yang menjembatani komunikasi belum
ditetapkan secara efektif sehingga berbagai kordinasi kelembagaan pengelola
irigasi menjadi terputus. Sedahan Agung seperti disebutkan dalam Perda
No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi adalah lembaga yang dibentuk oleh
Pemerintah Kabupaten yang bertugas untuk mengawasi pemakaian dan
pemeliharaan prasarana irigasi, mengatur pembagian air, menyelesaikan
perselisihan, mengajukan usulan kepada Pemerintah Daerah dalam hal pembukaan
sawah dan pendirian subak baru, perluasan areal sawah, perubahan jaringan irigasi
dan pembuatan prasarana irigasi baru.
Dilihat dari tugas dan kedudukannya, lembaga Sedahan Agung mempunyai
peranan yang sangat penting dalam upaya pemberdayaan lembaga subak, karena
lewat lembaga Sedahan Agung pemerintah dalam hal ini Pemerintah Daerah
Kabupaten dan Pemerintah Daerah Provinsi akan secara mudah dapat memetakan
dan mengkoordinasikan berbagai permasalahan subak dilapangan untuk kemudian
merumuskan program secara komprehensif bagi pemberdayaan subak. Hilangnya
-
59
eksistensi lembaga Sedahan Agung berdampak terhadap tidak efektifnya jalur
kordinasi vertikal kelembagaan pengelola irigasi sebagaimana yang disebutkan
dalam Peraturan Daerah Bali No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi.
Munculnya Undang-Undang RI No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah yang memberikan kewenangan kepada daerah kabupaten/kota untuk
mengatur daerahnya sendiri, berdampak pada tidak efektifnya jalur koordinasi
antara Pemerintah Daerah Kabupaten dengan Pemerintah Daerah Provinsi di
Kabupaten Gianyar. Didalam substansi Peraturan Daerah No.02/PD/DPRD/1972
tentang Irigasi Pasal 18 ayat 2 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten
meminta persetujuan Pemerintah Daerah Provinsi Bali dalam hal pembukaan
sawah dan pendirian subak baru, perluasan sawah subak yang sudah ada dan
menyelesaian perselisihan irigasi antar kabupaten. Namun semenjak
pemberlakuan undang-undang otonomi daerah tersebut, jalur koordinasi antara
Pemerintah Daerah Kabupaten dengan Pemerintah Daerah Provinsi menjadi
terputus. Segala permasalahan irigasi dan subak yang terjadi didaerah
kabupaten/kota, menjadi wewenang Pemerintah Daerah Kabupaten dan hanya
diselesaikan pada tingkat kabupaten/kota saja. Dengan demikian, di Kabupaten
Gianyar jalur koordinasi baik dari Pemerintah Daerah Kabupaten maupun dari
Pemerintah Daerah Provinsi menjadi tidak efektif saat ini.
-
60
4.4.2 Variabel Sarana dan Prasarana
Berdasarkan hasil analisis penelitian terhadap Efektivitas Implementasi
Perda No. 02/PD/DPRD/1972 Tentang Irigasi di Provinsi Bali dengan studi kasus
di Kabupaten Gianyar, berdasarkan variabel sarana dan prasarana diperoleh hasil
seperti tabel 4.4 yaitu termasuk dalam kategori tidak efektif.
Tabel 4.4 Efektivitas Variabel Sarana dan Prasarana
Rumusan Nilai Skor Kategori Mi + 2 Sdi x Mi + 3 Sdi 5416 x 6250 Sangat Efektif Mi + 1 Sdi x Mi + 2 Sdi 4583 x 5416.7 Efektif Mi 1 Sdi x Mi + 1 Sdi 2916 x 4583.3 Cukup Efektif Mi 2 Sdi x Mi -1 Sdi 2083.3 x 2916.7 Tidak Efektif Mi 3 Sdi x Mi - 2 Sdi 1250 x 2083.3 Sangat Tidak Efektif
Dari hasil skor kuesioner pada variabel sarana dan prasarana dengan jumlah
sampel 250 adalah sebesar 2894 sebagaimana terlihat pada Lampiran IIa. Jika di
lihat pada Tabel 4.4, maka variabel sarana dan prasarana dengan jumlah skor 2894
tersebut termasuk dalam kategori tidak efektif. Hasil tersebut didasarkan pada
tidak efektifnya pemeliharaan sarana dan prasarana irigasi yang dilakukan oleh
pemerintah, dalam hal ini sedahan dan sedahan agung. Menurut Peraturan Menteri
PU No.33/PRT/M2007 yang dimaksud dengan sarana dan prasarana irigasi pada
jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkap yang
merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian,
pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi. Didalam substansi Peraturan
Daerah No.02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi disebutkan bahwa Sedahan dan
Sedahan Agung berkewajiban memelihara prasarana irigasi di daerah persubakan
-
61
dan persedahan diwilayahnya. Namun saat ini, hilangnya eksistensi lembaga
Sedahan dan Sedahan Agung di Kabupaten Gianyar berdampak terhadap tidak
efektifnya pemeliharaan prasarana irigasi subak oleh Sedahan dan Sedahan Agung
sebagaimana yang tertuang didalam substansi Peraturan Daerah tentang Irigasi. Di
Kabupaten Gianyar yang merupakan daerah studi, pemeliharaan prasarana irigasi
dilakukan swadaya oleh subak sendiri. Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar
yang dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum, melalui proyek Rehabilitasi dan
Peningkatan jaringan Irigasi dirasa kurang mampu memberikan kontribusi
menyuluruh terhadap peningkatan dan pemeliharaan prasarana irigasi subak saat
ini karena belum mampu mengcover semua permasalahan irigasi subak saat ini.
Disamping itu, efektivitas Pemerintah Daerah didalam mengusahakan atau
menyediakan adanya air irigasi subak juga dirasakan kurang efektif. Hal ini
didasarkan pada masih banyaknya sawah-sawah petani yang dilanda kekeringan
karena kekurangan air. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada saat
pengumpulan data lapangan, banyak pekaseh yang mengeluhkan kurangnya
perhatian pemerintah terhadap subak khususnya dalam hal penyediaan air irigasi.
Munculnya pengguna air diluar sektor pertanian, semakin membuat subak tidak
berdaya ditengah himpitan berbagai kepentingan. Didalam Peraturan Daerah
tentang Irigasi, pasal 17 disebutkan dalam substansinya Pemerintah Da