Studpus- Fisiologi Miksi Dan Defekasi

7
A. Fisiologi Miksi dan Defekasi 1. Miksi Proses miksi merupakan aktifitas dari proses neurofisiologi yang kompleks dan terkoordinasi dengan sangat tepat dan melibatkan aktifitas neuronal mulai dari korteks serebri, batang otak, medula spinalis dan saraf- saraf tepi baik otonom maupun somatik. Fungsi penyimpanan dan pengeluaran urine merupakan dua fungsi bulibuli yang diatur oleh sistem refleks yang kompleks. Pengaturan ini menghasilkan koordinasi antara kontraksi otot polos dan lurik yang berakhir dengan terjadinya miksi pada tekanan intra uretra yang rendah dan fungsi kandung kemih yang terkontrol. Fisiologi kandung kemih terdiri atas neurofisiologi mekanisme refleks miksi dan fisiologi detrusor serta otot lurik periuretra. Tekanan yang dihasilkan oleh otot polos dan lurik disekitar dan pada uretra membuat jaringan penunjang dan pembuluh darah yang ada di bagian dalam dinding uretra terjepit sehingga epitel uretra menjadi seperti tutup yang kedap air. Semua faktor ini akan menjadi faktor penting terjadinya kontinensia. Tekanan intra uretra dalam keadaan istirahat adalah antara 50-100 cm H2O, suatu tekanan yang cukup bila diingat bahwa tekanan intravesika maksimal adalah 50 cm H2O. Sfingter uretra disokong oleh otot, ligamen, dan fasia dasar panggul dan pengalaman klinis menunjukkan bahwa hal ini penting untuk mekanisme kontinensia yang

description

Studpus- Fisiologi Miksi Dan Defekasi

Transcript of Studpus- Fisiologi Miksi Dan Defekasi

Page 1: Studpus- Fisiologi Miksi Dan Defekasi

A. Fisiologi Miksi dan Defekasi

1. Miksi

Proses miksi merupakan aktifitas dari proses neurofisiologi yang kompleks dan

terkoordinasi dengan sangat tepat dan melibatkan aktifitas neuronal mulai dari korteks

serebri, batang otak, medula spinalis dan saraf-saraf tepi baik otonom maupun

somatik.

Fungsi penyimpanan dan pengeluaran urine merupakan dua fungsi bulibuli yang

diatur oleh sistem refleks yang kompleks. Pengaturan ini menghasilkan koordinasi

antara kontraksi otot polos dan lurik yang berakhir dengan terjadinya miksi pada

tekanan intra uretra yang rendah dan fungsi kandung kemih yang terkontrol. Fisiologi

kandung kemih terdiri atas neurofisiologi mekanisme refleks miksi dan fisiologi

detrusor serta otot lurik periuretra.

Tekanan yang dihasilkan oleh otot polos dan lurik disekitar dan pada uretra

membuat jaringan penunjang dan pembuluh darah yang ada di bagian dalam dinding

uretra terjepit sehingga epitel uretra menjadi seperti tutup yang kedap air. Semua

faktor ini akan menjadi faktor penting terjadinya kontinensia. Tekanan intra uretra

dalam keadaan istirahat adalah antara 50-100 cm H2O, suatu tekanan yang cukup bila

diingat bahwa tekanan intravesika maksimal adalah 50 cm H2O.

Sfingter uretra disokong oleh otot, ligamen, dan fasia dasar panggul dan

pengalaman klinis menunjukkan bahwa hal ini penting untuk mekanisme kontinensia

yang efisien. Lebih dari itu kontraksi otot levator ani mengangkat, memanjangkan dan

menekan uretra sehingga berperan penting pada terjadinya kontinensia pada saat

kondisi stress misalnya pada peningkatan tekanan intraabdominal secara tiba-tiba.

Tekanan yang dihasilkan oleh mekanisme sfingter proksimal pada leher

kandung kemih jauh lebih rendah dibanding mekanisme sfingter distal. Tertutupnya

leher kandung kemih hanya tergantung fungsi detrusor. Selama detrusor tidak

berkonsentrasi leher kandung kemih akan tetap tertutup walaupun terjadinya

kenaikan tekanan intravesikal yang ekstrim seperti mengedan, batuk dan lain-lain.

Hanya dengan kontraksi detrusor terjadi pembukaan leher kandung kemih.

Kandung kemih dapat penyimpanan pertambahan jumlah urine tanpa diikuti

kenaikan tekanan intravesika. Hal ini dapat terjadi karena sifat elastisitas otot kandung

kemih yang dapat meregang. Selain itu kandung kemih dalam keadaan kosong

bukanlah berupa organ yang berkontraksi, tetapi lebih berupa kantong yang terlipat.

Oleh karenanya pengisian urine dalam jumlah yang sedikit hanya mengubah bentuk

Page 2: Studpus- Fisiologi Miksi Dan Defekasi

kandung kemih yang terlipat tanpa perlu meregangkan dindingnya, begitu volume

urine bertambah banyak barulah kandung kemih akan meregang untuk menjamin

tertampungnya urinee tanpa mengakibatkan kenaikan tekanan intervesika. Diluar

kedua faktor, elastisitas dan kemampuan merubah bentuk kandung kemih, diduga

faktor persarafan juga berperan dalam menghambat terjadinya kontraksi detrusor atau

secara aktif membuat relaksasi detrusor selama fase pengisian urine.

Kandung kemih terisi dengan kecepatan 1 ml/menit dan pada awalnya tanpa

adanya sensasi apapun. Sesuai dengan bertambahnya jumlah urine dalam kandung

kemih akan timbul sensasi samar yang timbul di daerah perineum atau dalam rongga

pelvik. Lama kelamaan sensasi ini makin jelas dan sulit untuk diabaikan dan dalam

keadaan normal ini saat untuk miksi. Bila kandung kemih dibiarkan terisi terus maka

timbul sensasi regangan daerah abdomen bawah yang timbul dari saraf simpatis ke

kolum lateral dan mungkin berasal dari reseptor regangan di trigonum. Bila tidak juga

terjadi miksi akan terdapat sensasi miksi yang sulit tertahan. Sensasi ini berasal dari

uretra atau otot lurik periuretra. Serat aferen untuk sensasi ini berjalan bersama

nervus pudendus menuju kolum dorsal medula spinalis. Ketiga sensasi ini mempunyai

alur saraf berbeda dan dapat terjadi tanpa kenaikan tekanan intravesikal. Sensasi

pertama adalah yang terpenting. Rangsangan untuk ketiga sensasi adalah distensi

kandung kemih. Walaupun distensi saja sudah merupakan rangsangan yang cukup

tapi faktor pertambahan volume yang dihubungkan dengan frekuensi kontraksi ritmin

detrusor dengan amplitudo rendah juga memegang peranan.

a. Fase pengisisan

Persarafan menyebabkan kandung kemih mampu menahan urine di

kandung kemih sampai distensi kandung kemih mencapai titik batasnya.

Mekanisme saraf yang menjaga saraf parasimpatis postganglionik tetap tidak

aktif melibatkan tiga faktor. Pertama adanya inhibisi berulang terhadap saraf

postganglionik dengan menghambat hubungan antar saraf di intermediolateral

grey columns. Penghambatan ini terjadi pada volume kandung kemih kecil dan

akan hilang waktu terjadinya miksi. Faktor kedua adalah peranan ganglion

parasimpatik yang berfungsi sebagai filter, impuls preganglion yang rendah tidak

akan diteruskan. Faktor ini merupakan faktor terpenting yang juga akan hilang

waktu terjadinya miksi. Faktor ketiga adalah inhibisi oleh saraf simpatis terhadap

parasimpatis ganglioner.

Page 3: Studpus- Fisiologi Miksi Dan Defekasi

Tekanan penutupan uretra meningkat pada beberapa keadaan seperti

pengisian buli-buli secara cepat, peningkatan tekanan intra abdomen, aktifitas

fisik dan kontraksi volunter otot dasar panggul. Kenaikan tekanan sebagai respon

terhadap pengisian buli-buli terjadi melalui refleks eferen dan nervus pelvikus.

Aktivitas neural mempertahankan tekanan intravesikal lebih rendah dari

tekanan uretral. Perbedaan tekanan intravesikal dengan tekanan uretral disebut

sebagai urethral closure pressure. Tekanan intra uretral dipertahankan tinggi pada

proses pengisian kandung kemih disebabkan elastisitas jaringan ikat mukosa

uretral, sedang yang aktif mempertahankan tekanan intra uretral adalah tonus

otot-otot polos dan otot lurik intra uretral.

Peninggian mendadak tekanan intra andomen akan ditransmisikan dan

didistribusikan secara sama ke arah kandung kemih dan ke uretral, sehingga

pengaruh terhadap urethral closure pressure tidak ada. Transmisi tekanan ini

tergantung pada komponen aktif yaitu kontraksi otot-otot lurik dan komponen

pasif yaitu posisi intra abdominal leher buli-buli dan uretra. Jika 6 otot-otot dan

fasia pada dasar pelvis melemah, penurunan posisi leher kandung kemih dan

uretral akan disertai dengan distribusi tekanan intra abdominal yang tidak sama

berakibat timbulnya stress inkontinensia.

b. Fase pengosongan

Pengosongan kandung kemih terjadi dengan adanya peningkatan tekanan

intravesika yang bertahan sampai kandung kemih kosong disertai penurunan

tekanan intra uretra. Miksi dimulai dengan penurunan tekanan intra uretra yang

mendahului kenaikan tekanan intravesika beberapa detik walaupun kadang –

kadang terjadi bersamaan. Bila tekanan intravesika sampai batas tertentu maka

leher buli-buli akan membuka dan miksi dimulai. Pada saat miksi selesai uretra

pada daerah sfingter distal akan menutup dan penutupan ini diikuti bagian yang

lebih proksimal dan terakhir tertutupnya leher kandung kemih.

2. Defekasi

Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup

untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari

sistem pencernaan.

Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyai

kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira pada waktu

Page 4: Studpus- Fisiologi Miksi Dan Defekasi

yang sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika yang biasanya

bekerja sesudah makan pagi. Setelah makanan ini mencapai lambung dan setelah

pencernaan dimulai maka peristaltik di dalam usus terangsang, merambat ke kolon,

dan sisa makanan dari hari kemarinnya, yang waktu malam mencapai sekum mulai

bergerak. Isi kolon pelvis masuk ke dalam rektum, serentak peristaltik keras terjadi di

dalam kolon dan terjadi perasaan di daerah perineum. Tekanan intra-abdominal

bertambah dengan penutupan glottis dan kontraksi diafragma dan otot abdominal,

sfinkter anus mengendor dan kerjanya berakhir.

Jenis gelombang peristaltik yang terlihat dalam usus halus jarang timbul pada

sebagian kolon, sebaliknya hampir semua dorongan ditimbulkan oleh pergerakan

lambat kearah anus oleh kontraksi haustrae dan gerakan massa. Dorongan di dalam

sekum dan kolon asenden dihasilkan oleh kontraksi haustrae yang lambat tetapi

berlangsung persisten yang membutuhkan waktu 8 sampai 15 jam untuk

menggerakkan kimus hanya dari katup ileosekal ke kolon transversum, sementara

kimusnya sendiri menjadi berkualitas feses dan menjadi lumpur setengah padat bukan

setengah cair.

Pergerakan massa adalah jenis pristaltik yang termodifikasi yang ditandai

timbulnya sebuah cincin konstriksi pada titik yang teregang di kolon transversum,

kemudian dengan cepat kolon distal sepanjang 20 cm atau lebih hingga ke tempat

konstriksi tadi akan kehilangan haustrasinya dan berkontraksi sebagai satu unit,

mendorong materi feses dalam segmen itu untuk menuruni kolon.

Kontraksi secara progresif menimbulkan tekanan yang lebih besar selama kira-

kira 30 detik, kemudian terjadi relaksasi selama 2 sampai 3 menit berikutnya sebelum

terjadi pergerakan massa yang lain dan berjalan lebih jauh sepanjang kolon. Seluruh

rangkaian pergerakan massa biasanya menetap hanya selama 10 sampai 30 menit, dan

mungkin timbul kembali setengah hari lagi atau bahkan satu hari berikutnya. Bila

pergerakan sudah mendorong massa feses ke dalam rektum, akan timbul keinginan

untuk defekasi (Guyton, 1997).

Sumber :Guyton, Arthur C (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC