Studpus- Fisiologi Miksi Dan Defekasi
-
Upload
ayu-wening -
Category
Documents
-
view
232 -
download
27
description
Transcript of Studpus- Fisiologi Miksi Dan Defekasi
A. Fisiologi Miksi dan Defekasi
1. Miksi
Proses miksi merupakan aktifitas dari proses neurofisiologi yang kompleks dan
terkoordinasi dengan sangat tepat dan melibatkan aktifitas neuronal mulai dari korteks
serebri, batang otak, medula spinalis dan saraf-saraf tepi baik otonom maupun
somatik.
Fungsi penyimpanan dan pengeluaran urine merupakan dua fungsi bulibuli yang
diatur oleh sistem refleks yang kompleks. Pengaturan ini menghasilkan koordinasi
antara kontraksi otot polos dan lurik yang berakhir dengan terjadinya miksi pada
tekanan intra uretra yang rendah dan fungsi kandung kemih yang terkontrol. Fisiologi
kandung kemih terdiri atas neurofisiologi mekanisme refleks miksi dan fisiologi
detrusor serta otot lurik periuretra.
Tekanan yang dihasilkan oleh otot polos dan lurik disekitar dan pada uretra
membuat jaringan penunjang dan pembuluh darah yang ada di bagian dalam dinding
uretra terjepit sehingga epitel uretra menjadi seperti tutup yang kedap air. Semua
faktor ini akan menjadi faktor penting terjadinya kontinensia. Tekanan intra uretra
dalam keadaan istirahat adalah antara 50-100 cm H2O, suatu tekanan yang cukup bila
diingat bahwa tekanan intravesika maksimal adalah 50 cm H2O.
Sfingter uretra disokong oleh otot, ligamen, dan fasia dasar panggul dan
pengalaman klinis menunjukkan bahwa hal ini penting untuk mekanisme kontinensia
yang efisien. Lebih dari itu kontraksi otot levator ani mengangkat, memanjangkan dan
menekan uretra sehingga berperan penting pada terjadinya kontinensia pada saat
kondisi stress misalnya pada peningkatan tekanan intraabdominal secara tiba-tiba.
Tekanan yang dihasilkan oleh mekanisme sfingter proksimal pada leher
kandung kemih jauh lebih rendah dibanding mekanisme sfingter distal. Tertutupnya
leher kandung kemih hanya tergantung fungsi detrusor. Selama detrusor tidak
berkonsentrasi leher kandung kemih akan tetap tertutup walaupun terjadinya
kenaikan tekanan intravesikal yang ekstrim seperti mengedan, batuk dan lain-lain.
Hanya dengan kontraksi detrusor terjadi pembukaan leher kandung kemih.
Kandung kemih dapat penyimpanan pertambahan jumlah urine tanpa diikuti
kenaikan tekanan intravesika. Hal ini dapat terjadi karena sifat elastisitas otot kandung
kemih yang dapat meregang. Selain itu kandung kemih dalam keadaan kosong
bukanlah berupa organ yang berkontraksi, tetapi lebih berupa kantong yang terlipat.
Oleh karenanya pengisian urine dalam jumlah yang sedikit hanya mengubah bentuk
kandung kemih yang terlipat tanpa perlu meregangkan dindingnya, begitu volume
urine bertambah banyak barulah kandung kemih akan meregang untuk menjamin
tertampungnya urinee tanpa mengakibatkan kenaikan tekanan intervesika. Diluar
kedua faktor, elastisitas dan kemampuan merubah bentuk kandung kemih, diduga
faktor persarafan juga berperan dalam menghambat terjadinya kontraksi detrusor atau
secara aktif membuat relaksasi detrusor selama fase pengisian urine.
Kandung kemih terisi dengan kecepatan 1 ml/menit dan pada awalnya tanpa
adanya sensasi apapun. Sesuai dengan bertambahnya jumlah urine dalam kandung
kemih akan timbul sensasi samar yang timbul di daerah perineum atau dalam rongga
pelvik. Lama kelamaan sensasi ini makin jelas dan sulit untuk diabaikan dan dalam
keadaan normal ini saat untuk miksi. Bila kandung kemih dibiarkan terisi terus maka
timbul sensasi regangan daerah abdomen bawah yang timbul dari saraf simpatis ke
kolum lateral dan mungkin berasal dari reseptor regangan di trigonum. Bila tidak juga
terjadi miksi akan terdapat sensasi miksi yang sulit tertahan. Sensasi ini berasal dari
uretra atau otot lurik periuretra. Serat aferen untuk sensasi ini berjalan bersama
nervus pudendus menuju kolum dorsal medula spinalis. Ketiga sensasi ini mempunyai
alur saraf berbeda dan dapat terjadi tanpa kenaikan tekanan intravesikal. Sensasi
pertama adalah yang terpenting. Rangsangan untuk ketiga sensasi adalah distensi
kandung kemih. Walaupun distensi saja sudah merupakan rangsangan yang cukup
tapi faktor pertambahan volume yang dihubungkan dengan frekuensi kontraksi ritmin
detrusor dengan amplitudo rendah juga memegang peranan.
a. Fase pengisisan
Persarafan menyebabkan kandung kemih mampu menahan urine di
kandung kemih sampai distensi kandung kemih mencapai titik batasnya.
Mekanisme saraf yang menjaga saraf parasimpatis postganglionik tetap tidak
aktif melibatkan tiga faktor. Pertama adanya inhibisi berulang terhadap saraf
postganglionik dengan menghambat hubungan antar saraf di intermediolateral
grey columns. Penghambatan ini terjadi pada volume kandung kemih kecil dan
akan hilang waktu terjadinya miksi. Faktor kedua adalah peranan ganglion
parasimpatik yang berfungsi sebagai filter, impuls preganglion yang rendah tidak
akan diteruskan. Faktor ini merupakan faktor terpenting yang juga akan hilang
waktu terjadinya miksi. Faktor ketiga adalah inhibisi oleh saraf simpatis terhadap
parasimpatis ganglioner.
Tekanan penutupan uretra meningkat pada beberapa keadaan seperti
pengisian buli-buli secara cepat, peningkatan tekanan intra abdomen, aktifitas
fisik dan kontraksi volunter otot dasar panggul. Kenaikan tekanan sebagai respon
terhadap pengisian buli-buli terjadi melalui refleks eferen dan nervus pelvikus.
Aktivitas neural mempertahankan tekanan intravesikal lebih rendah dari
tekanan uretral. Perbedaan tekanan intravesikal dengan tekanan uretral disebut
sebagai urethral closure pressure. Tekanan intra uretral dipertahankan tinggi pada
proses pengisian kandung kemih disebabkan elastisitas jaringan ikat mukosa
uretral, sedang yang aktif mempertahankan tekanan intra uretral adalah tonus
otot-otot polos dan otot lurik intra uretral.
Peninggian mendadak tekanan intra andomen akan ditransmisikan dan
didistribusikan secara sama ke arah kandung kemih dan ke uretral, sehingga
pengaruh terhadap urethral closure pressure tidak ada. Transmisi tekanan ini
tergantung pada komponen aktif yaitu kontraksi otot-otot lurik dan komponen
pasif yaitu posisi intra abdominal leher buli-buli dan uretra. Jika 6 otot-otot dan
fasia pada dasar pelvis melemah, penurunan posisi leher kandung kemih dan
uretral akan disertai dengan distribusi tekanan intra abdominal yang tidak sama
berakibat timbulnya stress inkontinensia.
b. Fase pengosongan
Pengosongan kandung kemih terjadi dengan adanya peningkatan tekanan
intravesika yang bertahan sampai kandung kemih kosong disertai penurunan
tekanan intra uretra. Miksi dimulai dengan penurunan tekanan intra uretra yang
mendahului kenaikan tekanan intravesika beberapa detik walaupun kadang –
kadang terjadi bersamaan. Bila tekanan intravesika sampai batas tertentu maka
leher buli-buli akan membuka dan miksi dimulai. Pada saat miksi selesai uretra
pada daerah sfingter distal akan menutup dan penutupan ini diikuti bagian yang
lebih proksimal dan terakhir tertutupnya leher kandung kemih.
2. Defekasi
Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup
untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari
sistem pencernaan.
Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyai
kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira pada waktu
yang sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika yang biasanya
bekerja sesudah makan pagi. Setelah makanan ini mencapai lambung dan setelah
pencernaan dimulai maka peristaltik di dalam usus terangsang, merambat ke kolon,
dan sisa makanan dari hari kemarinnya, yang waktu malam mencapai sekum mulai
bergerak. Isi kolon pelvis masuk ke dalam rektum, serentak peristaltik keras terjadi di
dalam kolon dan terjadi perasaan di daerah perineum. Tekanan intra-abdominal
bertambah dengan penutupan glottis dan kontraksi diafragma dan otot abdominal,
sfinkter anus mengendor dan kerjanya berakhir.
Jenis gelombang peristaltik yang terlihat dalam usus halus jarang timbul pada
sebagian kolon, sebaliknya hampir semua dorongan ditimbulkan oleh pergerakan
lambat kearah anus oleh kontraksi haustrae dan gerakan massa. Dorongan di dalam
sekum dan kolon asenden dihasilkan oleh kontraksi haustrae yang lambat tetapi
berlangsung persisten yang membutuhkan waktu 8 sampai 15 jam untuk
menggerakkan kimus hanya dari katup ileosekal ke kolon transversum, sementara
kimusnya sendiri menjadi berkualitas feses dan menjadi lumpur setengah padat bukan
setengah cair.
Pergerakan massa adalah jenis pristaltik yang termodifikasi yang ditandai
timbulnya sebuah cincin konstriksi pada titik yang teregang di kolon transversum,
kemudian dengan cepat kolon distal sepanjang 20 cm atau lebih hingga ke tempat
konstriksi tadi akan kehilangan haustrasinya dan berkontraksi sebagai satu unit,
mendorong materi feses dalam segmen itu untuk menuruni kolon.
Kontraksi secara progresif menimbulkan tekanan yang lebih besar selama kira-
kira 30 detik, kemudian terjadi relaksasi selama 2 sampai 3 menit berikutnya sebelum
terjadi pergerakan massa yang lain dan berjalan lebih jauh sepanjang kolon. Seluruh
rangkaian pergerakan massa biasanya menetap hanya selama 10 sampai 30 menit, dan
mungkin timbul kembali setengah hari lagi atau bahkan satu hari berikutnya. Bila
pergerakan sudah mendorong massa feses ke dalam rektum, akan timbul keinginan
untuk defekasi (Guyton, 1997).
Sumber :Guyton, Arthur C (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC