Studi Perencanaan Jaringan Tata Air Di Desa Gaguntur Kecamatan Gunung Bintang Awai Kabupaten Barito...

10
STUDI PERENCANAAN JARINGAN TATA AIR DI DAERAH RAWA DESA GAGUNTUR KECAMATAN GUNUNG BINTANG AWAI KABUPATEN BARITO SELATAN PROPINSI KALIMANTAN TENGAH Wijayanto 1 ,Donny Harisuseno 2 ,Prima Hadi Wicaksono 2 1 Mahasiswa Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang 2 Dosen Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang e-mail: [email protected] ABSTRAK Permasalahan pangan yang ada di Indonesia diakibatkan oleh ketidakcukupan produksi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan semakin menyempitnya lahan pertanian produktif yang ada. Hal ini menjadikan kebutuhan pengembangan area lahan pertanian baru guna meningkatkan produksi bahan pangan. Salah satu alternatif yang menjanjikan untuk digunakan sebagai lahan sawah baru adalah daerah rawa. Hasil yang diperoleh dari studi ini berupa dimensi saluran drainasi dan saluran irigasi. Debit untuk saluran drainasi sebesar 1.110 m 3 /dt dan saluran irigasi sebesar 4.554 m 3 /dt. Saluran drainasi memiliki kemiringan dasar saluran 0.0003 dengan kemiringan talud 1 : 1 dan lebar dasar saluran 0.5 m 2.5 m. Untuk saluran irigasi memiliki kemiringan dasar saluran 0.0001 dengan kemiringan talud 1 : 1 dan lebar dasar saluran 0.5 m 4.0 m. Kata kunci: Saluran Irigasi, Rawa Lebak, HEC-RAS, Tata Air, Drainasi. ABSTRACT Food problems that exist in Indonesia caused by insufficient production of food to meet the needs of the population and the narrowing of existing productive agricultural land. This makes the need for the development of new agricultural land area in order to increase food production. One promising alternative to be used as the new wetland is a swamp area. The result obtained from this study in the form of dimensional drainage and irrigation channels. Discharge to drainage channel at 1.110 m 3 /sec and 4.554 m 3 /sec for irrigation. Drainage channel has a channel bottom slope 0.0003 with talud 1 : 1 and channel base width 0.5 m 2.5 m. For irrigation channel has a slope of 0.0001 with a slope channel basis talud 1 : 1 and channel base width 0.5 m -0,4 m. Keywords: Irrigation channels, Lebak Swawp, HEC-RAS, Water Management, Drainage. I. PENDAHULUAN Laju pertambahan jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan jumlah bayi yang lahir terhadap jumlah jiwa yang meninggal. Pertambahan jumlah penduduk ini akan mengakibatkan semakin mendesaknya pemukiman dan kebutuhan akan pangan. Masalah pangan merupakan masalah nasional yang sangat fundamental yang harus selalu diatasi setiap waktu. Pengalaman menunjukkan bahwa kekurangan pangan dapat berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi, politik, dan keamanan dalam negeri. Penambahan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu intensifikasi pertanian dan ekstensifikasi pertanian. Intensifikasi pertanian adalah usaha pengelohan lahan pertanian yang ada dengan sebaik-baiknya, untuk meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan berbagai macam sarana. Intensifikasi pertanian saat ini ditempuh dengan progam sapta usaha tani. Adapun sapta usaha tani dalam bidang pertanian adalah pengolahan tanah yang baik, pengairan yang teratur, pemilihan bibit unggul, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, serta pengolahan pasca panen. Intensifikasi pertanian

description

KAK Jalan Usaha Tani Kab. Poso)Yoppy Soleman

Transcript of Studi Perencanaan Jaringan Tata Air Di Desa Gaguntur Kecamatan Gunung Bintang Awai Kabupaten Barito...

  • STUDI PERENCANAAN JARINGAN TATA AIR DI DAERAH RAWA

    DESA GAGUNTUR KECAMATAN GUNUNG BINTANG AWAI

    KABUPATEN BARITO SELATAN PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

    Wijayanto

    1,Donny Harisuseno

    2,Prima Hadi Wicaksono

    2

    1 Mahasiswa Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang

    2Dosen Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang

    e-mail: [email protected]

    ABSTRAK

    Permasalahan pangan yang ada di Indonesia diakibatkan oleh ketidakcukupan produksi bahan

    pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan semakin menyempitnya lahan pertanian produktif yang

    ada. Hal ini menjadikan kebutuhan pengembangan area lahan pertanian baru guna meningkatkan produksi

    bahan pangan. Salah satu alternatif yang menjanjikan untuk digunakan sebagai lahan sawah baru adalah

    daerah rawa.

    Hasil yang diperoleh dari studi ini berupa dimensi saluran drainasi dan saluran irigasi. Debit untuk

    saluran drainasi sebesar 1.110 m3/dt dan saluran irigasi sebesar 4.554 m

    3/dt. Saluran drainasi memiliki

    kemiringan dasar saluran 0.0003 dengan kemiringan talud 1 : 1 dan lebar dasar saluran 0.5 m 2.5 m. Untuk saluran irigasi memiliki kemiringan dasar saluran 0.0001 dengan kemiringan talud 1 : 1 dan lebar dasar

    saluran 0.5 m 4.0 m.

    Kata kunci: Saluran Irigasi, Rawa Lebak, HEC-RAS, Tata Air, Drainasi.

    ABSTRACT

    Food problems that exist in Indonesia caused by insufficient production of food to meet the needs of

    the population and the narrowing of existing productive agricultural land. This makes the need for the

    development of new agricultural land area in order to increase food production. One promising alternative

    to be used as the new wetland is a swamp area.

    The result obtained from this study in the form of dimensional drainage and irrigation channels.

    Discharge to drainage channel at 1.110 m3/sec and 4.554 m

    3/sec for irrigation. Drainage channel has a

    channel bottom slope 0.0003 with talud 1 : 1 and channel base width 0.5 m 2.5 m. For irrigation channel has a slope of 0.0001 with a slope channel basis talud 1 : 1 and channel base width 0.5 m -0,4 m.

    Keywords: Irrigation channels, Lebak Swawp, HEC-RAS, Water Management, Drainage.

    I. PENDAHULUAN Laju pertambahan jumlah

    penduduk di Indonesia dari tahun ke

    tahun semakin meningkat. Hal ini dapat

    dilihat dari perbandingan jumlah bayi

    yang lahir terhadap jumlah jiwa yang

    meninggal. Pertambahan jumlah

    penduduk ini akan mengakibatkan

    semakin mendesaknya pemukiman dan

    kebutuhan akan pangan. Masalah pangan

    merupakan masalah nasional yang sangat

    fundamental yang harus selalu diatasi

    setiap waktu. Pengalaman menunjukkan

    bahwa kekurangan pangan dapat

    berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi,

    politik, dan keamanan dalam negeri.

    Penambahan kebutuhan pangan dapat

    dilakukan dengan dua cara yaitu

    intensifikasi pertanian dan ekstensifikasi

    pertanian. Intensifikasi pertanian adalah

    usaha pengelohan lahan pertanian yang

    ada dengan sebaik-baiknya, untuk

    meningkatkan hasil pertanian dengan

    menggunakan berbagai macam sarana.

    Intensifikasi pertanian saat ini ditempuh

    dengan progam sapta usaha tani. Adapun

    sapta usaha tani dalam bidang pertanian

    adalah pengolahan tanah yang baik,

    pengairan yang teratur, pemilihan bibit

    unggul, pemupukan, pemberantasan

    hama dan penyakit, serta pengolahan

    pasca panen. Intensifikasi pertanian

  • cocok digunakan di pulau Jawa yang

    wilayah pertaniannya semakin sempit.

    Ekstensifikasi pertanian dilakukan

    di wilayah yang masih memiliki area

    yang dapat dikembangkan sebagai lahan

    pertanian misalnya hutan maupun rawa.

    Pembukaan hutan sebagai area pertanian

    saat ini kurang dapat diterima mengingat

    keberadaan hutan sebagai cadangan air

    bersih, paru-paru dunia maupun cadangan

    devisa semakin sempit di Indonesia. Oleh

    karenanya lokasi rawa dapat dibuka dan

    digunakan sebagai lahan pertanian baru

    sebagai alternatif lain ketika hutan di

    Indonesia semakin sempit. Ekstensifikasi

    pertanian banyak dilakukan di daerah

    yang jarang penduduknya seperti di luar

    Pulau Jawa, seperti Sumatera,

    Kalimantan, dan Papua.

    Rawa adalah suatu lahan darat

    yang tergenang air secara periodic atau

    terus menerus secara alami dalam waktu

    lama karena drainasi yang terhambat.

    Meskipun dalam keadaan tergenang,

    lahan ini tetap ditumbuhi oleh tumbuhan.

    Lahan rawa lebak merupakan salah satu

    wiliyah pengembangan pertanian masa

    depan yang prespektif. Rawa merupakan

    suatu wilayah yang tergenang air dan

    biasanya terdapat tumbuhan air.

    Penggenangan air rawa bersifat musiman

    atau permanen. Rawa terdiri atas dua

    jenis yaitu :

    1. Rawa Pasang Surut 2. Rawa Non Pasang Surut (lebak) Kedua jenis rawa tersebut

    umumnya memiliki ciri khas, yaitu tanah

    gambut . Dalam lingkup lingkungan,

    gambut mempunyai peranan sebagai

    penyangga (buffer) lingkungan. Hal ini

    berhubungan dengan fungsi gambut

    dalam gatra hidrologis, biogeokimiawi,

    dan ekologis.

    Mengingat potensi lahan rawa

    yang tersedia di Indonesia khususnya

    Pulau Kalimantan cukup luas, maka

    sangat dimungkinkan perluasan areal

    tanaman pangan dengan menambah baku

    lahan, melalui perluasan areal sawah

    (reklamasi). Salah satu propinsi di

    Kalimantan yang memiliki lahan rawa

    cukup luas yaitu propinsi Kalimantan

    Tengah. Dari areal lahan yang cukup luas

    tersebut, salah satunya Kabupaten Barito

    Selatan yang cukup potensial untuk

    dijadikan areal persawahan. Salah satu

    rawa tersebut berlokasi di Desa

    Gaguntur, Kecamatan Gunung Bintang

    Awai, Kabupaten Barito Selatan. Lahan

    rawa non-pasang surut (lebak) ini belum

    dimanfaatkan untuk usaha pertanian

    sehingga potensi pengembangannya

    masih sangat besar.

    II. METODOLOGI PERENCANAAN A. Irigasi Rawa

    Daerah rawa adalah daerah yang

    secara permanen atau temporal tergenang

    air karena tidak adanya sistem drainasi

    alami atau drainasi yang terhambat.

    Menurut jenisnya lahan rawa dibagi

    menjadi dua, yaitu :

    Rawa Pasang Surut Rawa pasang surut merupakan

    lahan rawa yang genangannya

    dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut.

    Rawa Non Pasang Surut (Lebak) Rawa lebak merupakan daerah

    rawa yang tidak dipengaruhi oleh pasang

    surut sungai. Daerah rawa ini merupakan

    lahan tanah berbentuk cekungan dan

    dalam musim hujan seluruhnya digenangi

    air. Tetapi pada musim kemarau air

    berangsur-angsur kering bahkan kadang

    ada yang kering sama sekali selama masa

    yang relatif singkat (1-2 bulan). Untuk

    daerah yang berbeda didekat sungai, air

    yang menggenangi daerah rawa berasal

    dari luapan sungai disekitarnya, dan ada

    pula daerah rawa yang mudah tenggelam

    terus menerus akibat hujan sebelum

    melimpahkan airnya kedaerah sekitarnya.

    B. Jaringan Tata Air Pemilihan jenis sistem jaringan

    tata air yang akan digunakan nantinya

    bergantung pada karakteristik lokasi studi

    tersebut. Karakteristik tersebut terutama

    yang berkaitan dengan kondisi topografi

  • lokasi dan letak sungai sebagai hilir dari

    saluran drainasi rencana nantinya.

    Sistem Handil Sistem handil merupakan sistem

    tata air tradisional yang rancangannya

    sangat sederhana berupa saluran yang

    menjorok masuk dari muara sungai.

    (Noor,2001:100) Umumnya handil

    memiliki lebar 2-3 m, dalam 0,5-1 m dan

    panjang masuk dari muara sungai 2-3 km.

    Jarak antara handil satu dengan yang

    lainnya berkisar 200-300 m. Adakalanya

    panjang handil ditambah atau diperluas

    sehingga luas yang dikembangkan dapat

    mencapai 20-60 Hektar

    Gambar 1. Sistem Handil

    1. Handil utama (2-3km) 2. Handil kecil 3. Sungai

    Sistem Anjir Sistem anjir disebut juga dengan

    sistem kanal yaitu sistem air dengan

    pembuatan saluran besar yang dibuat

    untuk menghubungkan antara dua sungai

    besar. Saluran yang dibuat dimaksudkan

    untuk dapat mengaliri dan membagikan

    air yang masuk ari sungai untuk

    pengairan jika terjadi pasang dan

    sekaligus menampung air limpahan

    (drainasi) jika surut melalui handil-handil

    yang dibuat sepanjang anjir. Dengan

    demikian, air sungai dapat dimanfaatkan

    untuk pertanaman secara lebih luas dan

    leluasa.Dengan dibuatnya anjir, maka

    daerah yang berada dikiri dan kanan

    saluran dapat diairi dengan membangun

    handil-handil (saluran tersier) tegak lurus

    kanal, untuk lebih jelasnya dapat dilihat

    pada gambar 2.2. Perbedaan waktu

    pasang dari dua sungai yang dihubungkan

    oleh sistem anjir ini diharapkan akan

    diikut oleh perbedaan muka air sehingga

    dapat tercipta suatu aliran dari sungai

    yang muka airnya lebih tinggi ke sungai

    yang rendah.

    Gambar 2. Sistem Anjir

    1. Handil-handil 2. Anjir (28 km) 3. Sungai

    Sistem Garpu Sistem garpu adalah sistem tata

    air yang direncangdengan saluran-saluran

    yang dibuat dari pinggir sungai masuk

    menjorok ke pedalaman berupa saluran

    navigasi dan saluran primer., kemudian

    disusul dengan saluran sekunder yang

    dapat terdiri atas dua saluran bercabang

    sehingga jaringan berbentuk menyerupai

    garpu. Ukuran lebar saluran primer antar

    20 m dan dalam sebatas di bawah batas

    pasang minimal. Ukuran lebar saluran

    sekuder antara 5-10 m (Noor,2001 : 103).

    Pada setiap ujung saluran sekunder

    sistem garpu dibuat kolam uang

    berukuran luas sekitar 90.000 m2 (300 m

    x 300 m) sampai dengan 200.000 m2 (400

    m x 500 m) dengan kedalaman antara

    2,5-3 m. Pada setiap jarak 200-300 m

    sepanjang saluran primer/sekunder dibuat

    saluran tersier (Noor,2001 : 103).

    Gambar 3. Sistem Garpu

    1. Saluran primer 2. Saluran sekunder 3. Saluran tersier 4. Kolam 5. Sungai

    1

    2

    3

    1

    2 3

    3

    1 2

    3

    4

    5

  • Sistem Sisir Sistem sisir merupakan

    pengembangan sistem anjir yang

    dialihkan menjadi satu saluran utama atau

    dua saluran yang membentuk sejajar

    sungai. Pada sistem sisir tidak di buat

    kolam penampung pada ujung-ujung

    saluaran sekunder sebagaiman pada

    sistem garpu. Sistem saluran dipisahkan

    antara saluran pemberi air dan drainasi.

    Pada setiap saluran tersier dipasang pintu

    air yang bersifat otomatis

    (aeroflapegate). Pintu bekerja secara

    otomatis mengatur tinggi muka air sesuai

    dengan pasang dan surut (Noor,2001 :

    104)

    Gambar 4. Sistem Sisir

    1. Saluran primer 2. Saluran sekunder 3. Saluran tersier 4. Kolam C. Analisa Hidrologi

    Analisa hidrologi dilakukan untuk

    mendapatkan besarnya curah hujan

    rancangan 3 harian dan dengan kala

    ulang yang telah ditetapkan yaitu 5 tahun

    yang selanjutnya akan digunakan untuk

    menghitung debit drainasi. Sebelum

    melakukan perhitungan debit drainasi dan

    kebutuhan air irigasi, perlu adanya

    pengecekan kualitas data dengan

    menggunakan uji konsistensi data yang

    kemudian dilanjutkan dengan pengecekan

    homogenitas data dengan menggunakan

    uji inlier-outlier.

    Analisa Klimatologi Klimatologi adalah ilmu yang

    membahas dan menerangkan tentang

    iklim, bagaimana iklim itu dapat berbeda

    pada suatu tempat dengan tempat yang

    lainnya. Iklim sendiri adalah rata-rata

    keadaan cuaca dalam jangka waktu yang

    cukup lama, minimal 30 tahun yang

    sifatnya tetap. Sedangkan cuaca adalah

    keadaan atau kelakuan atmosfer pada

    waktu tertentu yang sifanya berubah-

    ubah dari waktu ke waktu. Dalam analisa

    klimatologi tentu memerlukan data

    klimatologi. Data klimatologi merupakan

    data-data dasar yang diperlukan untuk

    menentukan kebutuhan pokok tanaman

    akan air yang didasarkan pada keadaaan

    pola tanam yang ada. Data klimatologi

    yang diperlukan yaitu curah hujan (r),

    temperatur (t), kelembaban udara (Rh),

    penyinaran matahari (n) dan kecepatan

    angin (u). Untuk perhitungannya

    menggunakan metode Penmann

    Modifikasi.

    Eto = c . ET*

    ET*

    = w (0,75 Rs - Rn1) + (1 - w) f(u)

    (ea- ed)

    Analisa Kebutuhan Air Pengaturan pola tata tanam

    diperlukan untuk memudahkan

    pengelolahan air agar air tanaman yang

    dibutuhkan tidak melebihi air yang

    tersedia. Pola tata tanam memberikan

    gambaran tentang waktu dan jenis

    tanaman yang akan diusahakan dalam

    satu tahun.

    Pola tata tanam yang

    direncanakan untuk suatu daerah

    persawahan merupakan jadwal tanam

    yang disesuaikan dengan ketersediaan air.

    Secara umum pola tata tanam

    dimaksudkan untuk :

    1. Menghindari ketidakseragaman

    tanaman.

    2. Melaksanakan waktu tanam sesuai

    dengan jadwal yang telah ditentukan.

    Menurut Hartoyo (Suhardjono,

    1994:108), pola pengelolaan air didukung

    dengan dua macam kegiatan, yaitu :

    a) Pada musim hujan (saat tanam padi)

    air digunakan untuk pencucian guna

    meningkatkan kualitas air dan tanah.

    Diadakan bangunan-bangunan pintu

    air di saluran sekunder untuk

    mengurangi hilangnya air dari lahan

    sawah dan bila diperlukan disertai

  • dengan pembuatan pematang dan

    pemerataan muka tanah.

    b) Dimusim kemarau (saat tanam

    palawija) air tanah dijaga dengan

    pengoperasian bangunan pintu di

    tersier untuk mengendalikan muka air

    tanah.

    Cu = k x Eto x Luas rasio tanam

    Dalam hal ini :

    Cu = Kebutuhan air tanaman (mm/hari)

    k = Koefisien tanaman

    Eto = Evaporasi potensial ( mm/hari)

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Perhitungan

    Data hujan harian untuk

    pengolahan hidrologi diperoleh dari

    stasiun hujan Buntok dan stasiun hujan

    Tabak Kanilan yang terletak di

    Kabupaten Barito Selatan dimana data

    hujan 2 stasiun dan analisa curah hujan

    ditampilkan pada lampiran

    Tabel 1. Data hujan maksimum rerata

    1 1999 56.75 56.75 60.00

    2 2000 84.25 130.60 130.60

    3 2001 126.90 126.90 162.65

    4 2002 89.25 112.50 112.50

    5 2003 75.40 123.05 145.80

    6 2004 75.00 114.90 126.20

    7 2005 87.50 203.80 203.80

    8 2006 60.00 100.60 113.35

    9 2007 55.00 57.55 73.70

    10 2008 55.55 108.25 118.50

    11 2009 65.25 84.10 89.10

    12 2010 62.50 96.75 99.25

    13 2011 45.00 57.75 57.75

    No. TahunCurah Hujan (mm) 1

    Harian

    Curah Hujan (mm) 2

    Harian

    Curah Hujan (mm) 3

    Harian

    Sumber : Hasil Perhitungan

    Sedangkan data hujan sepuluh

    harian nantinya akan digunakan untuk

    menghitung curah hujan andalan (R80)

    yang akan digunakan untuk menghitung

    besarnya curah hujan efektif.

    Tabel 2. Satu harian maksimum tahunan

    1 2011 45

    2 2007 55

    3 2008 55.55

    4 1999 56.75

    5 2006 60

    6 2010 62.5

    7 2009 65.25

    8 2004 75

    9 2003 75.4

    10 2000 84.25

    11 2005 87.5

    12 2002 89.25

    13 2001 126.9

    No TahunCurah Hujan

    (mm)

    Sumber : Hasil Perhitungan

    Tabel 3. Dua harian maksimum tahunan

    1 1999 56.75

    2 2007 57.55

    3 2011 57.75

    4 2009 84.1

    5 2010 96.75

    6 2006 100.6

    7 2008 108.25

    8 2002 112.5

    9 2004 114.9

    10 2003 123.05

    11 2001 126.9

    12 2000 130.6

    13 2005 203.8

    No TahunCurah Hujan

    (mm)

    Sumber : Hasil Perhitungan

    Tabel 4. Tiga harian maksimum tahunan

    1 2011 57.75

    2 1999 60

    3 2007 73.7

    4 2009 89.1

    5 2010 99.25

    6 2002 112.5

    7 2006 113.35

    8 2008 118.5

    9 2004 126.2

    10 2000 130.6

    11 2003 145.8

    12 2001 162.65

    13 2005 203.8

    No TahunCurah Hujan

    (mm)

    Sumber : Hasil Perhitungan

    Dari hasil analisa pada tabel di

    atas nantinya akan digunakan dalam

    perhitungan curah hujan rancangan

    dengan menggunakan metode Log

    Pearson Tipe III. Tabel dibawah ini

    merupakan hasil perhitungan curah hujan

    rancangan dengan menggunakan metode

    Log Pearson Tipe III.

    Tabel 5. Log Pearson Tipe III satu harian

    Log X mm

    1 2 50 -0.104 1.83 67.664

    2 5 20 0.797 1.94 86.591

    3 10 10 1.329 2.00 100.171

    4 20 5 1.844 2.06 115.320

    5 50 2 2.372 2.12 133.269

    6 100 1 2.774 2.17 148.764

    K (tabel)Xt (mm)

    No Tr P(%)

    Sumber : Hasil Perhitungan

    Tabel 6. Log Pearson Tipe III dua harian

    Log X mm

    1 2 50 0.023 2.00 100.025

    2 5 20 0.847 2.13 136.119

    3 10 10 1.266 2.20 159.136

    4 20 5 1.630 2.26 182.343

    5 50 2 1.980 2.32 207.811

    6 100 1 2.225 2.36 227.736

    K (tabel)Xt (mm)

    No Tr P(%)

    Sumber : Hasil Perhitungan

    Tabel 7. Log Pearson Tipe III tiga harian

    Log X mm

    1 2 50 0.047 2.04 109.910

    2 5 20 0.853 2.17 148.311

    3 10 10 1.247 2.23 171.768

    4 20 5 1.582 2.29 194.567

    5 50 2 1.899 2.34 218.920

    6 100 1 2.116 2.38 237.340

    K (tabel)Xt (mm)

    No Tr P(%)

    Sumber : Hasil Perhitungan

  • LEGENDA

    +36.0

    0

    +35.0

    0

    Sal. S

    ekunder 1

    .2

    Sal. Pri

    mer 2Sa

    l. Te

    rsier 2

    .1

    Drain

    2.1

    19.3

    1 ha

    21.3

    6 ha

    25.8

    3 ha

    31.0

    1 ha

    33.7

    6 ha

    49.9

    9 ha

    Drain 1.1

    Sal. S

    ekunder 1

    .3

    Sal. S

    ekunder 1

    .4

    Sal. S

    ekunder 1

    .5

    Drain 1.2

    Drain 1.3

    Drain 1.4

    Drain 1.5

    Drain 1.6

    17.19 ha

    Dra

    in 1

    .8

    Dra

    in 1

    .9

    Dra

    in 1

    .10

    16.57 ha

    16.88 ha

    16.83 ha

    13.16 ha

    10.13 ha

    Sal. S

    ekunder 2

    .3

    Sal. Sekunder 2.6

    Sal.

    Ters

    ier 2

    .2

    Sal.

    Ters

    ier 2

    .3

    Sal.

    Ters

    ier 2

    .5

    Sal.

    Ters

    ier 2

    .6

    Sal.

    Ters

    ier 2

    .7

    Drain

    2.2

    Drain

    2.3

    Drain

    2.4

    Drain

    2.5

    Drain

    2.6

    Drain

    2.7

    Dra

    in 2

    .9

    Drain 2

    .10

    Dra

    in 2

    .11

    Dra

    in 2

    .12

    KONTUR

    SUNGAI

    BATAS LAHAN POTENSI

    ALIRAN SUNGAI

    SALURAN PRIMER

    SALURAN SEKUNDER

    SALURAN TERSIER

    SALURAN DRAINASI

    PINTU AIR

    0 120 240 360 480 600 900 1200 m

    SKALA 1 : 12000

    FAKULTAS TEKNIK

    JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    DIGAMBAR OLEH :

    WIJAYANTO

    NIM :

    0710640025

    DIPERIKSA OLEH :

    1. Ir. HARI PRASETIJO, MT.

    2. PRIMA HADI WICAKSONO, ST., MT.

    JUDUL GAMBAR:

    LAYOUT JARINGAN TATA AIR

    +35.5

    0

    BENDUNG BRONJONG

    Gambar 5. Layout Jaringan Tata Air

    LEGENDA

    +36.0

    0

    +35.0

    0

    Sal. S

    ekunder 1

    .2

    Sal. Pri

    mer 2Sa

    l. Te

    rsier 2

    .1

    19.3

    1 ha

    21.3

    6 ha

    25.8

    3 ha

    31.0

    1 ha

    33.7

    6 ha

    49.9

    9 ha

    Sal. S

    ekunder 1

    .3

    Sal. S

    ekunder 1

    .4

    Sal. S

    ekunder 1

    .5

    17.19 ha

    16.57 ha

    16.88 ha

    16.83 ha

    13.16 ha

    10.13 ha

    Sal. S

    ekunder 2

    .3

    Sal. Sekunder 2.6

    Sal.

    Ters

    ier 2

    .2

    Sal.

    Ters

    ier 2

    .3

    Sal.

    Ters

    ier 2

    .5

    Sal.

    Ters

    ier 2

    .6

    Sal.

    Ters

    ier 2

    .7

    KONTUR

    SUNGAI

    BATAS LAHAN POTENSI

    ALIRAN SUNGAI

    SALURAN PRIMER

    SALURAN SEKUNDER

    SALURAN TERSIER

    PINTU AIR

    0 120 240 360 480 600 900 1200 m

    SKALA 1 : 12000

    FAKULTAS TEKNIK

    JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    DIGAMBAR OLEH :

    WIJAYANTO

    NIM :

    0710640025

    DIPERIKSA OLEH :

    1. Ir. HARI PRASETIJO, MT.

    2. PRIMA HADI WICAKSONO, ST., MT.

    JUDUL GAMBAR:

    LAYOUT JARINGAN IRIGASI

    +35.5

    0

    BENDUNG BRONJONG

    Gambar 6. Layout Jaringan Irigasi

    LEGENDA

    +36.0

    0

    +35.0

    0 KONTUR

    SUNGAI

    BATAS LAHAN POTENSI

    ALIRAN SUNGAI

    SALURAN DRAINASI

    PINTU AIR

    0 120 240 360 480 600 900 1200 m

    SKALA 1 : 12000

    FAKULTAS TEKNIK

    JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    DIGAMBAR OLEH :

    WIJAYANTO

    NIM :

    0710640025

    DIPERIKSA OLEH :

    1. Ir. HARI PRASETIJO, MT.

    2. PRIMA HADI WICAKSONO, ST., MT.

    JUDUL GAMBAR:

    LAYOUT JARINGAN DRAINASI

    +35.5

    0

    Drain

    2.1

    Drain

    2.2

    Drain

    2.3

    Drain

    2.4

    Drain

    2.5

    Drain

    2.6

    Drain

    2.7

    Dra

    in 2

    .9

    Drain

    2.10

    Dra

    in 2

    .11

    Dra

    in 2

    .12

    Drain 1.1

    Drain 1.2

    Drain 1.3

    Drain 1.4

    Drain 1.5

    Drain 1.6

    Dra

    in 1

    .8

    Dra

    in 1

    .9

    Dra

    in 1

    .10

    Gambar 7. Layout Jaringan Drainasi

    Modulus Drainasi Analisa modulus drainasi

    dilakukan untuk memperoleh besarnya

    debit buangan dari lahan. Dalam studi

    akhir ini debit buangan yang terjadi

    hanya diakibatkan oleh besarnya curah

    hujan yang turun. Curah hujan yang turun

    dipilih pada periode 3 harian, sehingga

    besarnya curah hujan yang dimaksud =

    148,311 mm dan kala ulang = 5 tahun.

    Dalam studi ini menggunakan Metode

    Analitis.

    Tabel 8. Perhitungan Modulus Drainasi Hari R(n)5 IR Et P Sn D(n)5 DM

    n (mm/hari) (mm/hari) (mm) (mm/hari) (mm) (mm/hari) (lt/dt/ha)

    1 2 3 4 5 6 7 8

    1 86.591 11.106 5.205 0 50 42.492 4.918

    2 136.119 11.106 5.205 0 50 97.920 5.667

    3 148.311 11.106 5.205 0 50 116.013 4.476

    15.061Total Sumber : Hasil Perhitungan

    Dari perhitungan didapatkan

    modulus drainasi sebesar 5.010 lt/dt/ha.

    Analisa Dimensi Saluran Drainasi Dimensi saluran direncanakan

    untuk menampung atau membuang

    kelebihan air yang diakibatkan oleh

    tingginya intensitas hujan sehingga tidak

    mengganggu pertumbuhan tanaman.

    Dimensi ini direncanakan berdasarkan

    besarnya debit drainasi untuk tiap

    saluran. Di bawah ini merupakan contoh

    perhitungan dari perencanaan dimensi

    Saluran Drainasi Ka 1.1

    Q (debit drainasi)

    1,62 . Dm . A0,92

    = 1,62 . 5,020 . 17,190,92

    = 111,345 lt/dt

    = 0,111 m3/dt

    Qrencana = Qaktual 0,111 = V x A

    0,111 = (n

    1 x R

    2/3 x S

    1/2) x A

    0,111 = (025.0

    1 x (

    2250

    5050 2

    h,

    h,h,)2/3

    x

    0.00031/2

    ) x (0,5h +0,5h2)

    Dengan cara coba-coba (trial and error)

    didapat nilai h = 0.4 m

    Analisa Dimensi Saluran Irigasi Dimensi saluran direncanakan

    untuk menampung air yang akan

    digunakan untuk kebutuhan irigasi. Di

    bawah ini merupakan contoh perhitungan

    dari perencanaan dimensi Saluran Irigasi

    Tersier 1.1.

    Q (debit irigasi) = qxA

    = 65,0

    19,17001285,0 x

    = 0,034 m3/dt

    Qrencana = Qaktual 0,034 = V x A

    0,034 = (n

    1 x R

    2/3 x S

    1/2) x A

  • S. Primer 1

    54

    32

    10

    S . Pr

    i mer

    S. Sekunder 1.1

    3

    2

    1

    0

    S.

    Seku

    nder

    S. Sekunder 1.2

    3

    2

    1

    0

    S.

    Seku

    nder

    S. Sekunder 1.3

    3

    2

    1

    0

    S.

    Seku

    nder

    S. Sekunder 1.4

    3

    2

    1

    0

    S.

    Seku

    nder

    S. Sekunder 1.5

    3

    2

    1

    0

    S. S

    ekun

    derS. Sekunder 1.6

    S. Tersier 1.6

    210

    S. Tersier 1.5

    3210

    S. Tersier 1.4

    43210

    S. Tersier

    S. Tersier 1.3

    43210

    S. Tersier

    S. Tersier 1.2

    43210

    S. Tersier

    S. Tersier 1.1

    543210

    S. Tersier

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    None of the XS's are Geo-Referenced ( Geo-Ref user entered XS Geo-Ref interpolated XS Non Geo-Ref user entered XS Non Geo-Ref interpolated XS)

    0 100 200 300 400 500 60035.6

    35.8

    36.0

    36.2

    36.4

    irigasi 1 Plan: Plan 01 8/2/2013

    Main Channel Distance (m)

    Ele

    vation (m

    )

    Legend

    EG Debit

    WS Debit

    Crit Debit

    Ground

    S. Primer S. Primer 1

    S. Primer 243210

    S. Sekunder 2.13

    2

    1

    0

    S. Sekunder 2.23

    21

    0

    S. Sekunder 2.33

    21

    0

    S. Sekunder 2.432

    10S. Sekunder 2.5

    32

    10S. Sekunder 2.6

    32

    10S. Sekunder 2.7

    S. Ters ier 2.1

    43

    21

    0

    S. Ters ier 2.2

    54

    32

    10

    S. Ters ier 2.3

    65

    43

    21

    0

    S. Ters ier 2.4

    76

    54

    32

    10

    S. Ters ier 2.5

    87

    65

    43

    21

    0

    S. T

    e rs

    i er

    S. Ters ier 2.6

    1110

    98

    76

    54

    32

    10

    S. T

    e rs i

    er

    S. Ters ier 2.7

    1312

    1110

    98

    76

    54

    32

    10

    S . T

    e rs i

    e r

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    None of the XS's are Geo-Referenced ( Geo-Ref user entered XS Geo-Ref interpolated XS Non Geo-Ref user entered XS Non Geo-Ref interpolated XS)

    S. Drainasi 1.254321

    S. Drainasi 1.3

    54321

    S. Drainasi 1.4

    4321

    S. Drainasi 1.54321

    S. Drainasi 1.1

    8765

    4

    3

    2

    1

    S. Dr ain

    as

    i

    S. Drainasi 1.7

    4

    3

    2

    1

    S. Drainasi 1.8

    4

    3

    2

    1

    S. Drainasi 1.9

    4

    3

    2

    1

    S. Drainasi 1.10 2

    1 S. Drainasi 1.6321S. Drainasi 1.11

    1

    2

    3

    4

    5

    None of the XS's are Geo-Referenced ( Geo-Ref user entered XS Geo-Ref interpolated XS Non Geo-Ref user entered XS Non Geo-Ref interpolated XS)

    0,034 = (025.0

    1 x (

    225,0

    5,05,0 2

    h

    hh)2/3

    x

    0.00011/2

    ) x (0,5h +0,5h2)

    Dengan cara coba-coba (trial and error)

    didapat nilai h = 0.3 m

    Analisa Hidrolika Analisa hidrolika diperlukan

    untuk mengetahui karakteristik maupun

    profil muka air yang terjadi di saluran

    rencana pada daerah studi dan daerah

    genangan yang terjadi. Selain itu, juga

    berfungsi untuk memperkirakan

    kemampuan saluran drainasi untuk

    menampung debit buangan dan saluran

    irigasi untuk kebutuhan air dilahan.

    Dari hasil pemrosesan data, dapat

    diketahui bahwa saluran rencana untuk

    drainasi dapat menampung debit buangan

    dan saluran rencana untuk irigasi juga

    dapat menampung debit kebutuhan yang

    digunakan untuk lahan.

    Beberapa contoh hasil dari

    pemrosesan dengan menggunakan

    progam HECRAS pada saluran irigasi

    dan saluran drainasi sebagai berikut.

    Gambar 8. Skema Saluran Irigasi 1

    Gambar 9. Output Hec-Ras 3D Saluran

    Primer 1

    Gambar 10. Output HEC-RAS 3D

    Potongan Memanjang Saluran Primer 1

    Gambar 11. Skema Saluran Irigasi 2

    Gambar 12. Output Hec-Ras 3D Saluran

    Primer 2

    Gambar 13. Output HEC-RAS 3D

    Potongan Memanjang Saluran Primer 2

    Gambar 14. Skema Saluran Drainasi 1

    0 100 200 300 400 50035.6

    35.8

    36.0

    36.2

    36.4

    36.6

    36.8

    irigasi 2 Plan: Plan 01 8/2/2013

    Main Channel Distance (m)

    Ele

    vation (m

    )

    Legend

    EG Debit

    WS Debit

    Crit Debit

    Ground

    S. Primer S. Primer 2

  • 0 100 200 300 400 50034.4

    34.5

    34.6

    34.7

    34.8

    34.9

    drainasi 1 Plan: Plan 01 8/2/2013

    Main Channel Distance (m)

    Ele

    vation (m

    )

    Legend

    EG Debit

    WS Debit

    Crit Debit

    Ground

    S. Drainasi S. Drainasi 1.2

    0 100 200 300 400 500 60034.1

    34.2

    34.3

    34.4

    34.5

    34.6

    34.7

    drainasi 2 Plan: Plan 01 8/2/2013

    Main Channel Distance (m)

    Ele

    vation (m

    )

    Legend

    EG Debit

    Crit Debit

    WS Debit

    Ground

    S. Drainasi S. Drainasi 2.2

    Gambar 15. Output Hec-Ras 3D Saluran

    Drainasi 1.2

    Gambar 16. Output HEC-RAS 3D

    Potongan Memanjang Saluran Drainasi

    1.2

    Gambar 17. Skema Saluran Drainasi 2

    Gambar 18. Output Hec-Ras 3D Saluran

    Drainasi 2.2

    Gambar 19. Output HEC-RAS 3D

    Potongan Memanjang Saluran Drainasi

    2.2

    IV. KESIMPULAN Dari analisis data dan

    perencanaan yang telah dilakukan di studi

    akhir ini dengan mengambil lokasi studi

    di Desa Gaguntur Kecamatan Gunung

    Bintang Awai Kabupaten Barito Selatan

    Propinsi Kalimantan Tengah diperoleh

    kesimpulan sebagai berikut :

    1. Sistem tata air di lokasi studi direncanakan terpisah antara saluran

    irigasi dengan saluran drainasi.

    2. Bentuk dan dimensi saluran yang direncanakan :

    a. Bentuk saluran yang direncanakan adalah trapesium biasa dengan

    kemiringan talud 1:1.

    b. Dimensi saluran yang direncanakan untuk :

    Saluran Irigasi (kanan) Tabel 9. Dimensi Irigasi Kanan

    Q rencana b A h

    (m3/dt) (m) (m

    2) (m)

    Primer 1 0.928 2 3.13 1 1.0

    Sekunder 1.1 0.569 1.5 2.16 1 0.9

    Sekunder 1.2 0.337 1.0 1.45 1 0.8

    Sekunder 1.3 0.186 1.0 0.94 1 0.6

    Sekunder 1.4 0.087 1.0 0.54 1 0.4

    Sekunder 1.5 0.031 0.5 0.24 1 0.3

    Tersier 1.1 0.034 0.5 0.26 1 0.3

    Tersier 1.2 0.033 0.5 0.26 1 0.3

    Tersier 1.3 0.033 0.5 0.26 1 0.3

    Tersier 1.4 0.033 0.5 0.26 1 0.3

    Tersier 1.5 0.026 0.5 0.21 1 0.3

    Tersier 1.6 0.020 0.5 0.18 1 0.2

    Saluran z

    Sumber : Hasil Perhitungan

    S. Drainasi 2.26

    54

    32

    1

    S. Drainasi 2.110

    98

    76

    4

    3

    21

    S. D

    r a

    in

    as

    i

    S. Drainasi 2.8

    4

    3

    2

    1

    S. Drainasi 2.37

    65

    43

    21

    S. Drainasi 2.9

    4

    3

    2

    1

    S. Drainasi 2.49

    87

    65

    43

    21

    S. Drainasi 2.10

    43

    2

    1

    S. Drainasi 2.512

    1110

    98

    76

    54

    32

    1

    S.

    Dra

    i nas

    i

    S. Drainasi 2.11

    4

    3

    2

    1

    S. Drainasi 2.6

    1514

    1312

    1110

    98

    76

    54

    32

    1

    S . D

    r ain

    asi

    S. Drainasi 2.123

    2

    1

    S. Drainasi 2.7

    1312

    1110

    98

    76

    54

    32

    1

    S . D

    rain

    asi

    S. Drainasi 2.13

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    None of the XS's are Geo-Referenced ( Geo-Ref user entered XS Geo-Ref interpolated XS Non Geo-Ref user entered XS Non Geo-Ref interpolated XS)

  • Saluran Irigasi (kiri) Tabel 10. Dimensi Irigasi Kiri

    Q rencana b A h

    (m3/dt) (m) (m

    2) (m)

    Primer 2 4.554 4.0 7.01 1 1.3

    Sekunder 2.1 2.922 3.0 4.97 1 1.2

    Sekunder 2.2 1.857 2.5 3.53 1 1.0

    Sekunder 2.3 1.156 2.0 2.47 1 0.9

    Sekunder 2.4 0.690 1.5 1.93 1 0.8

    Sekunder 2.5 0.382 1.0 1.23 1 0.7

    Sekunder 2.6 0.152 0.5 0.61 1 0.6

    Tersier 2.1 0.038 0.5 0.28 1 0.3

    Tersier 2.2 0.042 0.5 0.31 1 0.4

    Tersier 2.3 0.051 0.5 0.35 1 0.4

    Tersier 2.4 0.061 0.5 0.40 1 0.4

    Tersier 2.5 0.067 0.5 0.43 1 0.5

    Tersier 2.6 0.096 0.5 0.57 1 0.5

    Tersier 2.7 0.099 0.5 0.58 1 0.6

    Saluran z

    Sumber : Hasil Perhitungan

    Saluran Drainasi (kanan) Tabel 11. Dimensi Drainasi Kanan

    Q rencana b A h

    (m3/dt) (m) (m

    2) (m)

    Drainasi Ka 1.1 0.111 0.5 0.42 1 0.4

    Drainasi Ka 1.2 0.108 0.5 0.41 1 0.4

    Drainasi Ka 1.3 0.109 0.5 0.41 1 0.4

    Drainasi Ka 1.4 0.109 0.5 0.41 1 0.4

    Drainasi Ka 1.5 0.087 0.5 0.35 1 0.4

    Drainasi Ka 1.6 0.068 0.5 0.29 1 0.3

    Drainasi Ka 1.7 0.219 1 0.71 1 0.5

    Drainasi Ka 1.8 0.328 1 0.95 1 0.6

    Drainasi Ka 1.9 0.438 1 1.17 1 0.7

    Drainasi Ka 1.10 0.525 1 1.34 1 0.8

    Saluran z

    Sumber : Hasil Perhitungan

    Saluran Drainasi (kiri) Tabel 12. Dimensi Drainasi Kiri

    Q rencana b A h

    (m3/dt) (m) (m

    2) (m)

    Drainasi Ki 2.1 0.124 0.5 0.45 1 0.5

    Drainasi Ki 2.2 0.136 0.5 0.49 1 0.5

    Drainasi Ki 2.3 0.162 0.5 0.55 1 0.5

    Drainasi Ki 2.4 0.192 0.5 0.63 1 0.6

    Drainasi Ki 2.5 0.207 0.5 0.66 1 0.6

    Drainasi Ki 2.6 0.289 0.5 0.85 1 0.7

    Drainasi Ki 2.7 0.297 0.5 0.87 1 0.7

    Drainasi Ki 2.8 0.260 1 0.80 1 0.5

    Drainasi Ki 2.9 0.422 1.5 1.17 1 0.6

    Drainasi Ki 2.10 0.613 2 1.57 1 0.6

    Drainasi Ki 2.11 0.821 2 1.93 1 0.7

    Drainasi Ki 2.12 1.110 2.5 2.45 1 0.8

    Saluran z

    Sumber : Hasil Perhitungan 3. Dari hasil analisa hidrolika dapat

    diketahui bahwa saluran rencana untuk

    drainasi dapat menampung debit

    buangan dan saluran rencana untuk

    irigasi juga dapat menampung debit

    kebutuhan yang digunakan untuk

    lahan.

    Dari kesimpulan yang diperoleh

    berdasarkan analisa perhitungan yang

    dilakukan, maka saran berikut diberikan

    sebagai bahan pertimbangan yang lebih

    baik, antara lain:

    1. Dari studi ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam

    perencanaan cetak sawah selanjutnya.

    2. Untuk mengoptimalkan curah hujan yang ada untuk air irigasi, maka

    dimanfaatkan bangunan pengatur

    tinggi muka air. Dalam

    pengoperasiannya diperlukan juru

    pintu untuk mengendalikan tinggi

    muka air di saluran rencana. Dengan

    alasan tersebut diatas, maka perlu

    dibentuk suatu himpunan petani

    pemakai air. Bimbingan Dinas

    Pengairan dalam pengoperasian pintu

    diperlukan untuk memaksimalkan

    curah hujan yang ada untuk irigasi.

    V. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1986a. Standar Perencanaan

    Irigasi Bagian Jaringan Irigasi

    (KP-01). Jakarta : Direktorat

    Jenderal Pengairan Departemen

    Pekerjaan Umum.

    Anonim. 1986b. Standar Perencanaan

    Irigasi Bagian Saluran (KP-03).

    Jakarta : Direktorat Jenderal

    Pengairan Departemen

    Pekerjaan Umum.

    Anonim.1999. Panduan Perencanaan

    Bendungan Urugan Volume II.

    Jakarta : Departemen Pekerjaan

    Umum.

    Chow, Van Te. 1992. Hidrolika Saluran

    Terbuka. Jakarta : Erlangga.

    Harto, Sri Br. 1993. Analisis Hidrologi.

    Jakarta : PT. Gramedia Pustaka

    Utama.

    Noor, Muhammad. 2001. Pertanian

    Lahan Gambut Potensi dan

    Kendala. Yogyakarta :

    Kanisius.

  • Soemarto, CD.1986. Hidrologi Teknik.

    Surabaya : Usaha Nasional.

    Soetopo, Widandi. Diktat Perkuliahan,

    Malang : Teknik Pengairan

    Universitas Brawijaya.

    Soewarno. 1995.Hidrologi Aplikasi

    Metode Statistik Untuk Analisa

    Data Jilid 1. Bandung : Nova.

    Sosrodarsono, S. Dan K. Takeda. 1980.

    Hidrologi Untuk Pengairan.

    Jakarta : PT. Pradnya Paramita.

    Sudjito dkk. 2000. Panduan Penulisan

    Skripsi. Malang : UPT Fakultas

    Teknik Universitas Brawijaya

    Malang.

    Suhardjono. 1984. Drainasi. Malang :

    Universitas Brawijaya.

    Suhardjono. 1994a. Kebutuhan air

    Tanaman. Malang : ITN

    Malang Press.

    Suhardjono. 1994b. Diktat Penunjang

    Perkuliahan Reklamasi Rawa.

    Malang : Universitas Brawijaya.

    Suhardjono. 1994. Rancangan Saluran

    dan Bangunan Drainasi

    Persawahan Pasang Surut.

    Malang : Universitas Brawijaya.