STUDI MODEL KELEMBAGAAN KREDIT USAHA AGRIBISNIS · PDF fileSTUDI MODEL KELEMBAGAAN KREDIT...

3
Ringkasan Eksekutif Hasil-hasil Penelitian Tahun 2011 Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian Dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) 82 STUDI MODEL KELEMBAGAAN KREDIT USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN Dr. Ir. Setia Hadi, MS 1) , dan Rudi Hartono, SP, MP 2) , Kelembagaan (aturan main) skim pembiayaan bagi usaha pertanian yang rigid menyebabkan rnasyarakat pedesaan (petani dan pelaku usaha pertanian lainnya) tidak dapat akses secara mudah pada sumber pembiayaan yang ada saat ini. Kebijakan pembiayaan untuk mendukung sektor pertanian dirasakan masih sangat lemah dan cenderung mengabaikan sektor pertanian. Sistem perbankan konvensional yang berjalan saat ini terkesan tidak ramah terhadap sektor pertanian. Alokasi kredit yang timpang tidak semata-mata disebabkan oleh rendahnya kemampuan sektor ini untuk mengembalikan kredit, tetapi (lebih) disebabkan juga keberpihakan yang sangat rendah pada sektor ini dan aturan main (kelembagaan) kredit yang sangat kaku. Sisi lain yang dapat diamati di lapangan adalah bahwa arah kebijakan otoritas moneter tentang penyediaan modal (kredit) bagi sektor pertanian akan mengikuti mekanisme pasar. Persoalannya adalah sejauhmana skim dan kelembagaan pembiayaan yang ada saat ini telah memberikan kemudahan yang cukup pada sektor ini, dalam hal mekanisme penyaluran dan sejauhmana pelaku usaha pertanian dapat memenuhi dan akses pada mekanisme tersebut. Selain itu juga perlu dikaji sejauhmana kekuatan dan kelemahan dari skim dan kelembagaan pembiayaan yang diakses oleh pelaku usaha pertanian. Dengan pemahaman kritis terhadap eksistensi lembaga pembiayaan, utamanya akses pelaku usaha pertanian, mekanisme penyaluran, biaya transaksi, kekuatan dan kelemahan skim-skim pembiayaan yang diakses petani diharapkan dapat dirumuskan skim dan kelembagaan pembiayaan yang sesuai untuk mendorong pengembangan usaha pertanian di pedesaan. Bertitik tolak dari permasalahan yang telah dikemukakan di atas, tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah : (1) menganalisis akses pelaku usaha pertanian terhadap sumber pembiayaan, (2) menganalisis biaya transaksi untuk akses pada sumber- sumber pembiayaan, (3) menganalisis mekanisme delivery, kekuatan dan kelemahan skim pembiayaan yang diakses oleh pelaku usaha pertanian, dan (4) merumuskan rekomendasi model kelembagaan pembiayaan untuk mendukung pengembangan usaha pertanian di pedesaan. Untuk menjawab tujuan penelitian di atas, dikumpulkan data primer dan sekunder. Pengumpulan data dan informasi primer digunakan metoda survei. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) terstruktur terhadap pelaku usaha pertanian dan lembaga pembiayaan. Metoda Pemahaman Pedesaan dalam Waktu Singkat juga digunakan untuk menambah pemahaman tentang bekerjanya kelembagaan pembiayaan usaha pertanian di lokasi penelitian. Penelitian dilaksanakan di tiga propinsi, yakni Bali, Yogyakarta dan Bengkulu Kabupaten terpilih masing- masing propinsi merupakan sentra produksi padi. Selain pertimbangan teknis

Transcript of STUDI MODEL KELEMBAGAAN KREDIT USAHA AGRIBISNIS · PDF fileSTUDI MODEL KELEMBAGAAN KREDIT...

Page 1: STUDI MODEL KELEMBAGAAN KREDIT USAHA AGRIBISNIS · PDF fileSTUDI MODEL KELEMBAGAAN KREDIT USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN Dr. Ir. Setia Hadi, MS1), dan Rudi Hartono, SP, MP2), ... yang ada

Ringkasan Eksekutif Hasil-hasil Penelitian Tahun 2011

Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian Dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) 82

STUDI MODEL KELEMBAGAAN KREDIT USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN

Dr. Ir. Setia Hadi, MS1), dan Rudi Hartono, SP, MP2),

Kelembagaan (aturan main) skim pembiayaan bagi usaha pertanian yang rigid menyebabkan rnasyarakat pedesaan (petani dan pelaku usaha pertanian lainnya) tidak dapat akses secara mudah pada sumber pembiayaan yang ada saat ini. Kebijakan pembiayaan untuk mendukung sektor pertanian dirasakan masih sangat lemah dan cenderung mengabaikan sektor pertanian. Sistem perbankan konvensional yang berjalan saat ini terkesan tidak ramah terhadap sektor pertanian. Alokasi kredit yang timpang tidak semata-mata disebabkan oleh rendahnya kemampuan sektor ini untuk mengembalikan kredit, tetapi (lebih) disebabkan juga keberpihakan yang sangat rendah pada sektor ini dan aturan main (kelembagaan) kredit yang sangat kaku.

Sisi lain yang dapat diamati di lapangan adalah bahwa arah kebijakan otoritas moneter tentang penyediaan modal (kredit) bagi sektor pertanian akan mengikuti mekanisme pasar. Persoalannya adalah sejauhmana skim dan kelembagaan pembiayaan yang ada saat ini telah memberikan kemudahan yang cukup pada sektor ini, dalam hal mekanisme penyaluran dan sejauhmana pelaku usaha pertanian dapat memenuhi dan akses pada mekanisme tersebut. Selain itu juga perlu dikaji sejauhmana kekuatan dan kelemahan dari skim dan kelembagaan pembiayaan yang diakses oleh pelaku usaha pertanian.

Dengan pemahaman kritis terhadap eksistensi lembaga pembiayaan, utamanya akses pelaku usaha pertanian, mekanisme penyaluran,

biaya transaksi, kekuatan dan kelemahan skim-skim pembiayaan yang diakses petani diharapkan dapat dirumuskan skim dan kelembagaan pembiayaan yang sesuai untuk mendorong pengembangan usaha pertanian di pedesaan.

Bertitik tolak dari permasalahan yang telah dikemukakan di atas, tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah : (1) menganalisis akses pelaku usaha pertanian terhadap sumber pembiayaan, (2) menganalisis biaya transaksi untuk akses pada sumber-sumber pembiayaan, (3) menganalisis mekanisme delivery, kekuatan dan kelemahan skim pembiayaan yang diakses oleh pelaku usaha pertanian, dan (4) merumuskan rekomendasi model kelembagaan pembiayaan untuk mendukung pengembangan usaha pertanian di pedesaan.

Untuk menjawab tujuan penelitian di atas, dikumpulkan data primer dan sekunder. Pengumpulan data dan informasi primer digunakan metoda survei. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) terstruktur terhadap pelaku usaha pertanian dan lembaga pembiayaan. Metoda Pemahaman Pedesaan dalam Waktu Singkat juga digunakan untuk menambah pemahaman tentang bekerjanya kelembagaan pembiayaan usaha pertanian di lokasi penelitian.

Penelitian dilaksanakan di tiga propinsi, yakni Bali, Yogyakarta dan Bengkulu Kabupaten terpilih masing-masing propinsi merupakan sentra produksi padi. Selain pertimbangan teknis

Page 2: STUDI MODEL KELEMBAGAAN KREDIT USAHA AGRIBISNIS · PDF fileSTUDI MODEL KELEMBAGAAN KREDIT USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN Dr. Ir. Setia Hadi, MS1), dan Rudi Hartono, SP, MP2), ... yang ada

Ringkasan Eksekutif Hasil-hasil Penelitian Tahun 2011

Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian Dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) 83

aspek produksi, pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan banyaknya skim kredit baik program maupun non program yang diintroduksi untuk wilayah tersebut. Responden yang menjadi sampel adalah sebanyak 90 orang yang terdiri dari 75 petani petani 15 pedagang sebagai pemanfaat kredit, baik perbankan maupun non perbankan.

Untuk menjawab tujuan penelitian ini, digunakan metoda anaiisis deskriptif-analitik dengan menampilkan tabulasi tunggal dan silang terhadap setiap persoalan yang dianalisis. Sedangkan untuk model perkreditan dilakukan dengan pendekatan system dinamik. Dalam metodologi system dinamik yang dimodelkan adalah struktur informasi system yang di dalamnya terdapat aktor-aktor, sumber-sumber informasi dan jaringan aliran informasi yang menghubungkan keduanya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase biaya transaksi kredit terhadap jumlah kredit yang diambil petani relatif kecil. Persentase biaya biaya transaksi berkisar antara 0.12 % hingga 8.7 %. Biaya transaksi tertinggi terdapat pada kelompok petani di Bengkulu. Sementara biaya transaksi terendah terdapat di kelompok petani di Bali.

Mencermati aspek seleksi yang menampilkan sejumlah besar persyaratan aplikasi, tampak bahwa praktek-praktek perbankan konvensional sangat "tidak ramah" terhadap sektor pertanian secara umum. Hal ini berdampak pada rendahnya akses pelaku usaha sektor ini terhadap sumber pembiayaan perbankan, relatif terhadap sumber non-perbankan.

Dilihat dari aspek mekanisme delivery, tampaknya praktek-praktek lembaga perbankan konvensional tidak kompatibel dengan kemampuan sumberdaya yang dimiliki pelaku usaha pertanian, dalam hal ini adalah petani dan pedagang. Inkompahbilitas ini terutama

pada sisi prosedur dan syarat aplikasi pinjaman/kredit yang dirasakan terlalu banyak. Dilihat dari aspek mekanisme delivery, tampak bahwa sumber pembiayaan perbankan memiliki kekuatan, utamanya dalam menyeleksi calon peminjam untuk mendapatkan calon peminjam prospektif. Kekuatan ini sebenarnya juga sekaligus merupakan kelemahan skim perbankan manakala dikaitkan dengan kemampuan SDM petani untuk dapat menyediakan persyaratan aplikasi tersebut.

Sumber pembiayaan non-perbankan, seperti koperasi, memiliki banyak kekuatan, yang utamanya terletak pada kesederhanaan prosedur, yang tercermin dari jumlah syarat aplikasi yang lebih sedikit dan kualitas syarat aplikasi pinjaman yang lebih terjangkau oleh pelaku usaha pertanian. Pada kredit program (PUAP) persyaratan untuk mendapatkan modal lebih mudah lagi, tapi ketersediaan dana yang terbatas untuk jumlah anggota gapoktan yang besar dan waktu pencairan yang sering tidak tepat sesuai kebutuhan usahatani menjadi permasalahan tersendiri yang masih menjadi kendala selama ini.

Berdasarkan kondisi nyata akses pelaku usaha pertanian terhadap sumber pembiayaan, inkompatibilitas praktek-praktek lembaga pembiayaan perbankan dengan kemampuan sumberdaya pelaku usaha pertanian, dan dikaitkan dengan aspirasi yang dikemukakan, maka diperlukan model kelembagaan kredit yang lebih sesuai dengan kondisi spesifik masyarakat petani di perdesaan.

Model dimaksud adalah 1) Dapat menjangkau daerah yang tidak terjangkau oleh bank konvensional dan lembaga keuangan lainnya, sehingga akan lebih memudahkan kunjungan petani pada lembaga perkreditan sehingga dapat menekan biaya transaksi, Mengenal potensi dan aspirasi masyarakat setempat sehingga mempermudah

Page 3: STUDI MODEL KELEMBAGAAN KREDIT USAHA AGRIBISNIS · PDF fileSTUDI MODEL KELEMBAGAAN KREDIT USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN Dr. Ir. Setia Hadi, MS1), dan Rudi Hartono, SP, MP2), ... yang ada

Ringkasan Eksekutif Hasil-hasil Penelitian Tahun 2011

Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian Dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) 84

proses seleksi dan lebih sesuai dengan kondisi dan keinginan petani, 3) Monitoring personal melalui pembinaan pada petani dari penyiapan sebelum dan sesudah menerima kredit, Penerapan konsep simpan pinjam, selain sebagai tabungan juga berfungsi sebagai kontrol

sesama anggota terhadap peminjam karena anggota yang menabung merasa memiliki uang yang masuk dalam modal kelompok, dan 5) Penerapan sangsi kelembagaan/sosial sesuai adat/agama setempat pada angggota yang menunggak/tidak membayar pinjaman.

1. Pengajar Institut Pertanian Bogor 2. Peneliti Badan Litbang Pertanian