STUDI KOMPARASI KEBIJAKAN BANK SYARIAH DALAM...
Transcript of STUDI KOMPARASI KEBIJAKAN BANK SYARIAH DALAM...
STUDI KOMPARASI KEBIJAKAN BANK SYARIAH
DALAM MENENTUKAN HAK OPSI ( JUAL BELI / HIBAH )
PADA AKAD IJARAH AL – MUNTAHIYYA BIT-TAMLIK
DI PERBANKAN SYARIAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar SarjanaEkonomi
Oleh:
ANA ZHAHRINA
NIM: 1113046000038
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018
i
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawahini,
Nama : Ana Zhahrina
NIM : 1113046000038
Jurusan : Ekonomi Syariah
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif HidayatullahJakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam skripsi ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan.
4. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa
izin pemilikkarya.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab ataskarya
ini.
Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan
telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 20 Mei 2018
Penulis
Ana Zhahrina
iii
iii
ABSTRAK
Ana Zhahrina. NIM 1113046000038.STUDI KOMPARASI KEBIJAKAN
BANK SYARIAH DALAM MENENTUKAN HAK OPSI ( JUAL BELI /
HIBAH ) PADA AKAD IJARAH AL – MUNTAHIYYA BIT-TAMLIK DI
PERBANKAN SYARIAH. Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi
dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1438 H/2017 M.
IX + 112halaman + 6 halaman lampiran.
Dalam permasalahan skripsi ini adalah bagaimana pertimbangan bank
syariah dalam menggunakan akad IMBT pada pembiayaan, kebijakan bank
syariah dalam mementukan hak opsi ( jual beli / hibah) , serta bagaimana dampak
dari kebijakan tersebut terhadap nasabah yang menggunakan akad IMBT pada
pembiayaan.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah dengan jenis penelitian
deskriptif kualitatif. Dengan menggunakan metode komparasi serta menggunakan
wawancara, studi studi dokumentasi sebagai teknik pengumpulan datanya
Hasil kesimpulan dari penulisan skripsi ini adalah Pada Bank Syariah yang
dijadikan subjek penelitian, kebijakan pengalihan hak opsi didasari pada
kemampuan nasabah membayar, Pengalihan Hak Opsi hibah lebih
menguntungkan bagi pihak bank, sedangkan kebijakan pengalihan hak opsi jual
beli lebih menguntungkan bagi pihak nasabah. Dampak dari kebijakan IMBT
sendiri terhadap nasabah ialah ketika bank menyampaikan informasi yang akurat
terkait kebijakan tersebut pada awal, saat berlangsung, maupun ketika akan ber
akhirnya pembiayaan menggunakan akad IMBT maka kebijakan terseubt tidak
berdampak merugikan bagi nasabah. kebijakan yang ditetapkan atas pengalihan
hak opsi baik menggunakan akad jual beli atau hibah tidak merugikan bagi pihak
nasabah, sesuai dengan peraturan yag telah ditetapkan nasabah tidak akan
dikenakan double tax (pengenaan pajak ganda) atas pengalihan yang dilakukan
setelah berakhirnya masa sewa.
iv
Kata kunci : Perbankan Syariah, Kebijakan Bank Syariah,, Ijarah Al Muntahiyya
Bit-Tamlik
Pembimbing 1 : Dr. M. Ali Hanafiah ,SH, MH
Pembimbing 2 : Ah. Azharuddin Lathif,M.Ag
DaftarPustaka : Tahun 1997 s.d. Tahun 2016
v
Kata Pengantar
الر حيم حمن بسم هلال الر
Alhamdulillahi Rabbil „Alamin, segala puji syukur penulis panjatkan
hanya kepada Allah Subhanahu Wata‟ala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam hanya
tercurah kepada baginda yang mulia Nabi besar Muhammad SAW.Atas
perjuangan beliaulah kita dapat saling kenal-mengenal menjalin tali ukhuwah
islamiyyah.
Selanjutnya, sehubungan dengan penyelesaian skripsi ini, secara pribadi
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada segenap civitas akademika
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta baik secara
kelembagaan maupun perorangan.
Ucapan terima kasih terutama penulis sampaikan kepada:
1. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc.,M.Si
2. Ketua Prodi Ekonomi Syariah, Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si dan
Sekretaris Jurusan Ekonomi Syariah, Endra Kasni Laila,M.Si
3. Bapak Dr. M .Ali Hanafiah Selian, SH, MH Selaku Dosen Pembimbing 1,
yang telah membimbing penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan
dengan baik.
4. Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., MH. Selaku Dosen Pembimbing
2, yang telah membimbing penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan
dengan baik.
5. Para dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis,serta para pengurus perpustakaan
utama maupun perpustakaan Fakultas, Bapak Mufti dan Hamdan selaku
staf Bank BJB Syariah Ibu Kurniati selaku staf Bank DKI Syariah,dan
Bapak Rizky selaku Team Leader Muamalat Institute yang telah
meluangkan waktu dan memberikan data-data yang penulis butuhkan.
6. Orang tuaku tercinta Bapak Makmur Tarigan, SH dan Mamah Srywati Br.
vi
Pinem atas do‟a restunya serta kasih sayang yang selalu dilimpahkan
sehingga saya dapat menyelsaikan skripsi ini .
7. Yang kusayangi Kakak Vita , Kakak Feby, Bang Syahrul, Kak Redy, Mas
Cahyo, Nadhif, dan Bilqis yang telah membantu memberikan motivasi
semangat, dukungan baik moril maupun materil serta kasih sayang yang
tiada henti selama proses pengerjaan skripsi ini.
8. Sahabat –Sahabatku Reka Ingartika, Anisa Vahira, Dara Andina yang
selalu menghiburku dan memberikan ku semangat dalam pengerjaan
skripsi ini.
9. Untuk teman-teman seperjuangan mahasiswa Muamalat Passing Out yang
sama-sama berjuang, terkhusus untuk ke 9 teman terspesialku yang sama
sama berjuang selama kurang lebih 4 tahun bersama yaitu Dara, Almas,
Aci, Keke, Nurul, Tata, Ikoh , Nina, Rahma yang selalu memberikan
semangat dan perhatiannya serta pihak-pihak terkait lainnya yang
mendukung penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya, hanya kepada Allah Subhanahu Wata‟ala jugalah penulis berdoa
semoga mereka mendapat balasan yang mulia. Dengan segala kelemahan dan
kelebihan yang ada semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi para pembaca umumnya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi setiap
langkah kita, Amiin Ya Rabbal-„Alamiin
Jakarta, 20 Mei 2018
Penulis
Ana Zhahrina
vii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ........................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 7
C. Batasan dan Rumusan Masalah Penelitian ..................................... 8
D. Tujuan Penelitian ........................................................................... 9
E. Manfaat Penelitian ......................................................................... 9
F. Review Studi Terdahulu ............................................................... 10
G. Kerangka Teori............................................................................. 18
H. Kerangka Konseptual ................................................................... 19
I. SistematikaPenulisan ................................................................... 20
BAB II LANDASAN TEORI
A. Ijarah ............................................................................................ 22
1. Pengertian Ijarah ................................................................ 22
2. Landasan Hukum Ijarah ..................................................... 23
3. Rukun dan Syarat Ijarah ..................................................... 25
4. Macam – Macam Ijarah ..................................................... 27
5. Hak dan Kewajiban Kedua Belah Pihak ............................. 28
6. Berakhirnya Akad Ijarah .................................................... 30
B. Ijarah Al Muntahiyya Bit-Tamlik ................................................. 31
viii
1. Pengertian Ijarah Al Muntahiyya Bit-Tamlik ..................... 31
2. Landasan Hukum Ijarah Al Muntahiyya Bit-Tamlik .......... 35
3. Rukun dan Syarat Ijarah Al Muntahiyya Bit-Tamlik .......... 37
4. Manfaat dan Resiko Yang Harus Diantisipasi .................... 38
C. Pembiayaan Akad IMBT di Bank Syariah ................................... 39
1. Pembiayaan IMBT menurut UU No.10 tahun 1998 ........... 39
2. Pembiayaan IMBT menurut UU No.21 Tahun 2008.......... 39
3. Pembiayaan IMBT menurut Peraturan Bank
IndonesiaNomor: 7/46/PBI/2005 ........................................ 39
4. Pembiayaan IMBT menurut Surat Keputusan Direksi
BankIndonesia No.32/34/KEP/DIR 12 Maret 1998 .......... 41
5. Pembiaayan IMBT berdasarkan Fatwa DSN No. 27/DSN-
MUI/III/2002 ..................................................................... 41
6. Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK)
No.59 ................................................................................. 42
7. Dalam tataran syariah ........................................................ 42
8. Dalam tataran hukum positif jual beli ............................... 42
9. Perjanjian IMBT ................................................................ 42
10. Perpajakan.......................................................................... 43
BAB III Metode Penelitian dan Impelementasi Akad IMBT di Perbankan
Syariah
A. Metode Penelitian......................................................................... 44
1. Pendekatan Penelitian ......................................................... 44
2. Jenis Penelitian ................................................................... 46
3. Teknik Pengumpulan Data ................................................. 47
4. Narasumber ......................................................................... 48
5. Penentuan Lokasi Penelitian ............................................... 49
6. Batasan Penelitian ............................................................... 49
7. Teknik Penulisan ................................................................ 49
ix
B. Implementasi Akad IMBT di Bank Syariah................................ 50
1. Pembiayaan Akad IMBT di Bank Syariah ........................ 50
2. Proses Pembiayaan Akad IMBT di Bank Syariah ............. 53
BAB IV Profil Lembaga & Kebijakan Pengalihan Hak Opsi Kepemilikan
Pada Akad IMBT
A. Profil Bank DKI Syariah ............................................................. 59
B. Profil Bank Muamalat Indonesia ................................................ 62
C. Profil Bank BJB Syariah ............................................................. 67
D. Komparasi Penggunaan Akad IMBT Pada Produk
Pembiayaan di Bank Syariah ...................................................... 75
E. Komparasi Kebijakan Pengalihan Hak Opsi
pada Akad IMBT......................................................................... 77
F. Dampak Dari Kebijakan Pengalihan Hak Opsi
Pada Akad IMBT Terhadap Nasabah .......................................101
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................103
B. Saran ..........................................................................................104
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................105
LAMPIRAN ......................................................................................................108
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
Gambar 3.1 Skema Pembiayaan IMBT ............................................................. 53
Gambar 4.1 Skema Pengalihan Hak Opsi Menggunakan Akad Jual Beli
di Bank DKI Syariah ...................................................................... 79
Gambar 4.2 Skema Pengalihan Hak Opsi Menggunakan Akad Hibah
di Bank DKI Syariah ...................................................................... 80
Gambar 4.3 Skema Pengalihan Hak Opsi Menggunakan Akad Jual Beli
di Bank Muamalat Indonesia ......................................................... 85
Gambar 4.4 Skema Pengalihan Hak Opsi Menggunakan Akad Hibah
di Bank Muamalat Indonesia ......................................................... 87
Gambar 4.5 Skema Pengalihan Hak Opsi Menggunakan Akad Jual Beli
di Bank BJB Syariah ...................................................................... 91
Gambar 4.6 Skema Pengalihan Hak Opsi Menggunakan Akad Hibah
di Bank BJB Syariah ...................................................................... 93
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
Tabel 1.1 Tabel Jumlah Pembiayaan Akad Ijarah ................................................. 3
Tabel 1.2 Ringkasan Penelitian Sebelumnya ....................................................... 10
Tabel 2.1 Perbedaan Ijarah Dengan Leasing ....................................................... 29
Tabel 3.1 Rasio Keuangan Bank DKI Syariah..................................................... 60
Tabel 3.2 Rasio Keuangan Bank Muamalat Indonesia ........................................ 65
Tabel 3.3 Rasio Keuagan Bank BJB Syariah ....................................................... 70
Tabel 4.1 Komparasi Kebijakan Pengalihan Hak Opsi Pada Akad IMBT .......... 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fenomena bank syariah yang tengah populer dikalangan masyarakat
menawarkan alternatif lain selain bank konvensional yang telah jelas
diketahui menggunakan riba berbentuk bunga menjadi beralih menggunakan
sistem bagi hasil. Bank Syariah muncul karena adanya dorongan dari
kebutuhan masyarakat atas perbankan syariah. Pengharaman riba
memunculkan kebutuhan kepada alternatif produk dan pelayanan perbankan
yang sesuai dengan syariah islam. Bank syariah menawarkan alternatif
produk dan jasa perbankan tanpa mengandung riba.Bank syariah
menghimpun dana dari masyarakat dan disalurkan kepada masyarakat untuk
kegiatan yang dapat meningkatkan taraf hidup.
Berkembangnya bank syariah melahirkan undang-undang No. 21
tahun 2008, tentang perbankan syariah, yang bertujuan yaitu : Pertama,
untuk memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak
dapat menerima konsep bunga. Kedua, dengan diterapkannya sistem
perbankan syariah yang berdampingan dengan sistem perbankan
konvensional, mobilisasi dana masyarakat dapat dilaksanakan lebih optimal
terutama dari segmen masyarakat yang selama ini belum dapat tersentuh
oleh sistem perbankan konvensional. Ketiga, peluang pembiayaan bagi
pengembangan usaha yang lebih berdasarkan syariah. Keempat, kebutuhan
akan produk-produk dan jasa perbankan yang memiliki keunggulan
yang unik dan berlandaskan nilai-nilai moral dan syariah.1 Sehubungan
dengan Undang-undang yang telah berlaku tersebut, Bank syariah semakin
meningkatkan pelayananan yang diberikan kepada masyarakat muslim di
1 Didik Hijrianto, “Pelaksanaan Akad Pembiayaan Ijarah Muntahiyya Bit Tamlik Pada
Bank Muamalat Indonesia Cabang Mataram”, (Skripsi Universitas Diponogoro, 2010), h. 16.
2
Indonesia yang membutuhkan jasa dan pelayanan Bank Syariah. Bank
syariah merupakan solusi bagi masyarakat Indonesia yang umumnya
beragama Islam yang menginginkan transaksi yang bebas dari riba, gharar,
dan maysir. Salah satu kelebihan yang dimiliki bank syariah selain terbebas
dari bunga adalah sistem yang dimiliki perbankan syariah yaitu
menggunakan sistem bagi hasil dan margin keuntungan. Sistem yang
dimiliki oleh bank syariah ini diyakini oleh para ulama sebagai solusi untuk
menghindari penerimaan dan pembayaran bunga (riba).2
Kegiatan usaha Bank Syariah yaitu menghimpun dana, penyalur
dana, melakukan pembiayaan, pinjaman, serta pendapatan dan jasa
banksyariah. Salah satu jasa perbankan syari‟ah yang ditawarkan adalah
jasa pembiayaan Ijarah, pembiayaan Ijarah ini mempunyai konsep yang
berbeda dengan konsep kredit pada bank konvesional. Pembiayaan Ijarah
merupakan pendorong bagi sektor usaha karena pembiayaan Ijarah
memiliki kelebihan dibandingkan dengan jenis pembiayaan syariah lainnya.
Kelebihan akad Ijarah adalah pada awal naabah memulai usahanya, nasabah
tidak perlu memiliki barang modal terlebih dahulu, melainkan dapat
melakukan penyewaan kepada bank syari‟ah, sehingga pengusaha tidak
dibebankan dengan kewajiban menyerahkan jaminan, maka dapat dikatakan
bahwa pembiayaan Ijarah lebih menarik dibandingkan jenis pembiayaan
lainnya seperti mudharabah.
Secara harfiah Ijarah berarti memberikan sesuatu dengan sewa,
dan secara teknis ia menyangkut penggunaan properti milik orang lain
berdasarkan ongkos sewa yang diminta. Konsekwensinya, suatu Ijarah
didasarkan pada perjanjian antara orang yang menyewakan dan penyewa
atas penggunaan aset tertentu. Orang yang menyewakan tetap sebagai
2 Fitria Sari Irawan, “Analisis Penerapan Transaksi Ijarah Muntahiyya BitTamlik
Berdasarkan Fatwa DSN-MUI No.27/DSN-MUI/III/2002 dan PSAK 107 serta PERATURAN
BAPEPAM- LK NO. PER- 04/BL/2007”, (Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, 2010),
h. 17.
3
pemilik aset dan penyewa menguasai serta menggunakan aset tersebut
dengan membayar uang sewa tertentu untuk suatu periode waktu
tertentu3.
Dalam pembiayaan Ijarah, objek transaksinya adalah jasa, baik
manfaat atas barang maupun manfaat atas tenaga kerja, sehingga dengan
skema Ijarah, bank syariah dapat melayani nasabah yang membutuhkan
jasa. Walaupun pada umumnya pembiaayaan yang mendominasi untuk
digunakan oleh nasabah adalah pembiaayaan menggunakan akad x
murabahah sesuai dengan data statistik OJK, hingga 2016 jumlah
pembiaayaan dengan akad murabahah sudah mencapai5.053.764 juta,
jumlah yang besar dibandingkan dengan pembiayaan menggunakan akad
lainnya seperti mudharabah dan musyakarah.4
Sumber : Publikasi Tahunan OJK.5
3 Latifa m. Algaud, & mervy k. Lewis. Perbankan Syariah Prinsip, Dan Prospek, (Jakarta :
PT.Serambi Ilmu Semesta 2003), hal. 87.
4 Publikasi OJK Statistik Pembiayaan Bank Syariah tahun 2016.
5 Diakses dari http:/www.ojk.go.id/kanal/data-dan-statistik/StatistikPerbankanSyariah pada
4November 2017.
Tabel 1.1
Tabel Jumlah Pembiayaan Akad Ijarah
4
Dari data diatas kita dapat melihat bahwa pembiayaan yang disalurkan
pada produk Ijarah semakin tahunnya mengalami peningkatan walau
sempat terjadi penurunan, hal ini dipengaruhi oleh minat nasabah terhadap
produk yang ditawarkan oleh Perbankan Syariah. Perbankan Syariah
menawarkan dua jenis produk pembiayaan Ijarah yaitu Ijarah dan Ijarah
Munthiyya Bit-Tamlik.
Sesuai dengan statistik pembiayaan bank syariah oleh OJK pada tahun
2012 pembiayaan menggunakan akad Ijarah cukup diminati dan
pembiayaan lalu pembiaayaan menggunakan akad Ijarah meningkat tiap
tahunnya walau sempat terjadinya penurunan pada tahun 2014. Hal ini
mendorong bank syariah untuk menggunakan akad IMBT sebagai alternatif
untuk pembiayaan selain menggunakan akad Murabahah. Perbedaan antara
Ijarah dan murabahah terletak pada objek transaksi yang diperjual belikan
yaitu dalam pembiayaan murabahah yang menjadi objek transaksi adalah
barang, seperti tanah, rumah, mobil, dan sebagainya. Sedangkan dalam
pembiayaan Ijarah, objek transaksinya adalah jasa, baik manfaat atas tenaga
kerja maupun manfaat atas tenaga kerja, sehingga dengan skema Ijarah
bank syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya dapat melayani nasabah
yang membutuhkan jasa.
Pembiayaan Ijarah dengan akad sewa-menyewa di bank syari‟ah
merupakan akad yang sangat flkesibel dalam penerapannya sangat
meringankan dan memberi kemudahan bagi para nasabahnya., nasabah yang
memerlukan suatu barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhannya baik
kebutuhan konsumtif atau produktif tetapi tidak harus memiliki barang
tersebut secara permanen.
Bentuk pembiayaan Ijarah merupakan salah satu teknik pembiayaan
ketika kebutuhan pembiayaan investor untuk membeli asset terpenuhi dan
investor hanya membayar sewa pemakaian tanpa harus mengeluarkan modal
yang cukup besar untuk membeli asset tersebut. Secara umum timbulnya
5
Ijarah disebabkan oleh adanya kebutuhan akan barang atau manfaat barang
oleh nasabah yang tidak memiliki kemampuan keuangan. Transaksi Ijarah
dilandasi adanya perpindahan manfaat hak guna bukan perpindahan
kepemilikan. Pada saat ini telah berkembang pembiayaan bank syariah
dengan prinsip Ijarah tapi diakhiri dengan kepemilikan barang yang disebut
dengan Ijarah Muntahiyya Bit-tamlik (IMBT) Dengan pembiayaan IMBT,
seseorang yang memerlukan barang dapat menyewa kepada bank syariah
dan diakhir periode sewa dapat memiliki barang tersebut, perpindahan
kepemilikan barang dapat dengan jual beli atau dengan hibah.
Secara sederhana Ijarah Al-Muntahiyya Bit-Tamlik adalah
pengembangan dari akad Ijarah dengan terjadinya perpindahan kepemilikan
diakhir masa sewa. Dengan pembiayaan Ijarah Al-Muntahiyya Bit-Tamlik,
seseorang yang memerlukan suatu barang bisa menyewa kepada bank
syariah dan diakhir periode sewa dia bisa memiliki barang tersebut.atau
akad tersebut merupakan kombinasi antara akad sewa menyewa (Ijarah) dan
akad jual beli atau hibah di akhir masa sewa atauakad tersebut merupakan
kombinasi antara akad sewa menyewa (Ijarah) dan akad jual beli atau hibah
di akhir masa sewa.6
Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Ali Syukron pada tahun 2012,
Ijarah merupakan salah satu bentuk pembiayaan barang modal jangka
menengah dan panjang yang telah menjangkau berbagai objek seperti
apartemen, perkantoran, pertokoan, perumahan, telepon, mobil, komputer
dan bahkan bangunan dan peralatan pabrik. Namun pada kenyataannya
Bank syariah selama ini memfasilitasi kebutuhan pembiayaan jangka
menengah dan panjang dengan skim Murabahah (jual beli). Penggunaan
skim Murabahah dengan karakteristik harga jual tidak dapat berubah selama
6 Dzakkiyah Rusydatul Umam, Rachmi Sulistyarini, S.H. M.H, Siti Hamidah, S.H.M.M,
Analisis Yuridis Akad Ijarah Muntahiyya Bit-tamlik (IMBT) dalam Persepektif Hukum Islam dan
Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, (Malang:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,
2012), h. 3.
6
masa akad berimplikasi bank syariah harus menanggung rate of return risk
yang sangat tinggi. Selain itu, dengan pola perhitungan margin secara
proporsional, semakin panjang jangka waktu pembiayaan Murabahah
semakin besar pula margin loss opportunity bank syariah.
Untuk menjawab hal di atas, maka pembiayaan dengan skim al-Ijārah
al- Muntahiya bit al-Tamlik (IMBT) merupakan salah satu alternatif skim
syariah untuk memfasilitasi pembiayaan jangka panjang yang sesuai dengan
jenis usaha nasabah sekaligus mengamankan kepentingan bank. Dengan
skim IMBT, bank syariah dapat menetapkan harga sewa yang lebih fleksibel
dan kompetitif kepada nasabah, Namun sewa yang berlaku dalam akad
IMBT harus berdasarkan harga barang dan besarnya cicilan barang tersebut,
sehingga dapat diketahui berapaharga dijual diakhir masa menyewakan atau
apakah dapat langsung dihibahkan.7
Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Ali Syukron pada tahun 2012
pula, dalam hal pengalihan hak opsi kepada nasabah salah satu kebijakan
yang dilakukan oleh Bank Syariah dalam menentukan hak membayar sewa
relatif kecil dinilai dari kemampuan nasabah untuk membayar harga sewa.
Apabila sewa yang dibayar relatif kecil, maka kebijakan Bank Syariah pada
akhir masa sewa ialah pilihan untuk menjual barang dikarenakan
kemampuan finansial penyewa untuk membayar nilai sewa yang sudah
dibayarkan sampai akhir periode sewa belum mencukupi harga beli barang
tersebut dan margin laba yang ditetapkan oleh bank.
Karena itu untuk menutupi kekurangan tersebut apabila pihak
penyewa ingin memiliki barang tersebut, maka ia harus membeli barang
tersebut diakhir periode. Sedangkan pilihan untuk menghibahkan barang
diakhir masa sewa biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa
untuk membayar sewa relatif lebih besar sehingga kemampuan finansial
7 Adiwarman A. Karim, Bank Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2016), h. 165.
7
penyewa untuk membayar nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir
periode sewa sudah mencukupi harga beli barang tersebut dan margin laba
yang ditetapkan oleh bank, maka pihak bank akan mengibahkan barang
tersebut kepada penyewa.8
Dengan adanya pengalihan hak opsi pada akad IMBT maka bank
syariah juga mempunyai kebijakan yang berbeda terhadap pengalihan hak
opsi tersebut, baik pada pengalihan hak opsi jual beli atau dengan
pengalihan hak opsi hibah. Dari latar belakang masalah diatas, penulis ingin
mengetahui lebih lanjut bagaimanakah Implementasi akad Ijarah
Muntahiyya Bit-Tamlik di Perbankan syariah serta Kebijakan bank syariah
dalam menentukan hak opsi (jual beli / hibah) di perbankan syariah yang
diketahui telah memiliki serta menggunakan akad Ijarah Al Muntahiyya Bit-
Tamlik untuk produk pembiayaan . Oleh karena hal itu, penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul :
“Studi Komparasi Kebijakan Bank Syariah Dalam Menentukan Hak
Opsi (Jual Beli & Hibah) Pada Akad Ijarah Al Muntahiyya Bit- Tamlik di
Perbankan Syariah”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka diidentifikasi
masalah pada penelitian ini sebagai berikut :
1. Apakah akad IMBT merupakan akad yang tepat untuk digunakan pada
pambiayaan di Bank Syariah ?
2. Bagaimana penerapan akad IMBT di bank syariah ?
3. Apakah dasar kebijakan bank syariah dalam menentukan hak opsi jual
beli / hibah pada akhir pembiayaan IMBT ?
4. Pengalihan hak opsi apakah yang lebih menguntungkan bagi pihak
8 Ali Syukron, S.E.I., M.A.Ek, “Implementasi Al-Ijarah Al- Muntahiyya Bit-Tamlik di
Perbankan Syariah,” Jurnal Ekonomi Islam.Vol.2 no.2 (2012): h. 7
8
bank ?
5. Pengalihan hak opsi apakah yang lebih menguntungkan bagi pihak
nasabah ?
6. Bagaimanakah dampak pengalihan hak opsi terhadap nasabah?
C. Rumusan Masalah dan Batasan MasalahPenelitian
Berdasarkan uraian diatas, maka masalah dalam penelitian dibatasi
hanya terkait mengenai :
1. Bank yang akan dijadikan subjek pada penelitian adalah Bank DKI
Syariah, Bank BJB Syariah,dan Bank Muamalat Indonesia Indonesia,
Bank yang dijadikan subjek penelitian merupakan bank yang telah
menggunakan akad IMBT pada produknya.
2. Penelitian ini hanya dilakukan pada IMBT murni. Dikarenakan hanya
pada IMBT murni saja terdapat hak opsi antara hibah atau jual beli
pada akhir pembiayaan IMBT di perbankansyariah. IMBT murni
bukan merupakan IMBT refinancing, dimana IMBT refinancing
adalah pembiayaan baru bagi nasabah yang belum melunasi
pembiayaan sebelumnya dengan menggunakan akad IMBT,
refinancing dapat mencakup dua keadaan yaitu pembiayaan yang
diberikan kepada calon nasabah yang telah memiliki asset
sepenuhnya, dan pembiayaan yang diberikan kepada calon nasabah
yang telah menerima pembiayaan yang belum dilunasinya.
Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah yang akan diangkat
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah kebijakan yang dilakukan oleh Bank Syariah dalam
menentukan hak opsi jual beli dan hak opsi hibah pada akhir
pembiayaan IMBT?
2. Bagaimanakah perbandingan kebijakan yang dilakukan oleh ketiga
Bank Syariah yang dijadikan subjek penelitiam atas pengalihan hak
9
opsi (jual beli/ hibah) pada pembiayaan IMBT ?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah
dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis dasar dari kebijakan Bank Syariah dalam menentukan
hak opsi (jual beli / hibah) pada pembiayaan IMBT.
2. Menganalisis serta melakukan perbandingan terhadap kebijakan bank
syariah dalam penentuan hak opsi jual beli dan hak opsi hibah pada
akhir pembiayaan akad IMBT.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperdalam pengetahuan dalam
bidang Perbankan Syariah, serta menjadi tambahan pengetahuan dan
referensi bagi pihak akademisi dalam mengkaji kebijakan – kebijakan
yang ditetapkan oleh Perbankan Syariah pada pembiayaan nya.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan informasi bagi
pihak terkait seperti Bank Syariah agar dapat menentukan kebijakan
yang paling tepat pada pembiayaannya, serta diharapkan dapat
memberikan manfaat dan sumber informasi bagi masyarakat apabila
ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kebijakan atas
pembiayaan yang dilakukan oleh Bank Syariah.
10
F. Review Studi Terdahulu
Tabel 1.2
Ringkasan Penelitian Sebelumnya
No. JUDUL IDENTITAS KESIMPULAN PEMBEDA
1 Implementasi
Al-Ijarah Al-
Muntahiyya
Bit-Tamlik di
Perbankan
Syariah
ALI
SYUKRON,
S.E.I.,
M.A.Ek,
Jurnal
Ekonomi
danHukum
Islam,
Vol.2, No.2,
2012
Dibandingkan
dengan akad
mudharabah,
akad IMBT ini
lebih fleksibel
dan
kompetitifbagi
nasabah dalam
penetapan harga
sewa, walaupun
ada beberapa
risiko yang
mungkin terjadi
yang harus
diantisipasi
seperti risiko
default yaitu
nasabah tidak
membayar cicilan
dengan sengaja,
aset Ijarah rusak
sehingga
menyebabkan
biaya
Penelitian yang
dilakukan oleh Ali
Syukron merupakan
penelitian
pengimplementasia n
akad IMBT di Bank
Syariah dimana Akad
IMBT, Akad IMBT
dianggap lebih
fleksibel dan kompetitf
dibandingkan dengan
murabahah.
Sedangkanpenulis
melakukan penelitian
mengenai pilihan
nasabah dalam
pengalihan hak
opsisetelah
berakhirnya masa sewa
IMBT ditinjau dari
kebijakan yang
ditetapkan oleh bank
terhadap pengalihan
hak opsi.
11
pemeliharaan
bertambah,
terutamabila
disebutkan dalam
kontrak bahwa
pemeliharaan
harus dilakukan
oleh si pemberi
sewa (muajjir),
dan nasabah
berhenti di
tengah kontrak
dan tidak mau
membeli asset
tersebut. Al-
Ijarah al-
Muntahiya bit al-
Tamlik (IMBT)
merupakan salah
satu alternatif
skim Syariah
untuk
memfasilitasi
pembiayaan
jangka menengah
dan jangka
panjang yang
sesuai dengan
jenis usaha
12
nasabah sekaligus
mengamankan
kepentingan
bank.
2
Analisis
penerapan
transaksi
Ijarah
Muntahiyya
Bit-tamlik
berdasarkan
Fatwa DSN-
MUI
No.27/DSN-
MUI/III/200
2
dan
PSA K 107
serta
Peraturan
BAPEPAM
LK No.Per-
04/BL/2007
Fitria Sari
Irawan,
Skripsi
Universitas
Indonesia
Fakultas
Ekonomi,
2012
Penelitian ini
bertujuan
menjelaskan
penerapan
pembiayaan Ijarah
Muntahiyya-Bit
Tamlik pada PT
ALIF sebagai salah
satu lembaga
keuangan Syariah
(LKS) yang
memiliki produk
berdasarkan akad
IMBT.
Ketidaksesuaian
yang terjadi pada
penerapan
transaksi IMBT
berada pada
pengakuan beban
pemeliharaan
yang dilakukan
oleh penyewa
(musta‟jir)
Fitria melakukan
penelitian terhadap
transaksi IMBT di
PT ALIF
yang bukan
Lembaga
perbankan Syariah.
Lalu penelitian
mengacu kepada
Fatwa dan PSAK
sedangkan penulis
Sedangkan penulis
Melakukan penelitian
mengenai pilihan
nasabah dalam
pengalihan hak opsi
setelah berakhirnya
masa sewa pada akad
IMBT ditinjau dari
kebijakan yang
ditetapkan oleh bank
terhadap pengalihan
hak opsi.
13
dimana
seharusnya beban
tersebut
merupakan
tanggung jawab
pemberi sewa.
3
Analisis
YuridisAkad
Ijarah
Muntahiyya
Bit-Tamlik
dalam
perspektif
hukum Islam
dan Kitab
Undang-
Undang
Hukum
perdata
Dzakkiyah
Rusydatul
Umam,
Rachmi
Sulistyarini
,S.H, M.A,
Siti Hamidah
S.H,M.M,
Jurnal
Fakultas
Hukum
Universitas
Brawijaya,
2014
Dalam perspektif
hukum islam akad
IMBT sudah sesuai
dengan asas – asas,
rukun, dan sebagian
syarat akad.Dalam
perspektif Kitab
Undang- Undang
Hukum Perdata,
perjanjian IMBT
merupakan
perjanjian tidak
bernama yang
timbul dari adanya
asas kebebasan
berkontrak, IMBT
sudah sesuai dengan
syarat dan unsur –
unsur perjanjian.
Akad IMBT
menghasilkan
Penelitian yang
dilakukan oleh
Dzakiyyah, dkk
mengacu kepada aspek
yuridis akad Ijarah
Muntahiyah Bit-tamlik
dalam perspektif hukum
islam dan Kitab
Undang-Undang
Hukum. Perdata
sedangkan penulis
menganalisisaspek
pertimbangan ekonomi
terhadap pilihan
pengalihan hak opsi
pajak pada akadIMBT
14
Hukum Akibat Hak
dan Kewajib
4 Pelaksanaan
Akad
Pembiayaan
Ijarah
Muntahiyya
Bit-Tamlik
pada Bank
Muamalat
Indonesia
Indonesia
Cabang
Mataram
Didik
Hijrianto,
Skripsi
Universitas
Diponogoro
Semarang,
2010
Prosedur
pelaksanaan Ijarah
Muntahiyya Bit-
tamlik di Bank
Muamalat Indonesia
meliputi pengajuan
permohonan, analisa
pembiayaan,
persetujuan komite
pembiayaan (DPRP)
penandatanganan
pembiayaan,
pembayaran jarah
muntahiyyah bit-
tamlik, pada akhir
periode nasabah
diperbolehkan
memilih untuk
membeli atau
tidak barang yang
telah disewa.
Faktor – Faktor
yang
mempengaruhi
diberikannya
pembiayaan
Didik Hijirianto
melakukan penelitian
mengenai kesesuaian
dan faktor yang
berpengaruh terhadap
pelaksanaan
pembiayaan akad
Ijarah dimana penulis
meneliti pemilihan
hakopsi yang
dilakukanbai sisi
nasabah mau bank
dalam menetukan akad
yang dipilih setelah
berakhirnya masa sewa.
15
IMBT
meliputi aspek
yuridis, aspek
keuangan, aspek
manajemen, aspek
Sosial Ekonomi,
dan AMDAL Sea
identifikasi
mitigasi resiko.
5 Perlakuan Pajak
Penghasilan atas
Kegiatan Ijarah
Muntahiyya
Bit-Tamlik
(Financial
Lease) pada
Perbankan
Syariah (STUDI
KASUS BANK
SYARIAH
MANDIRI)
Aprilya
Mirnawa,
Tafsir
Nurchamid.
Skripsi
Administrasi
Fiskal, Ilmu
Sosial dan
Ilmu Politik,
Universitas
Indonesia,
2013.
1. Dasar
pertimbangan
pemerintah
menyamakan
perlakuan
pajak
penghasilan
atas kegiatan
Ijarahpada
perbankan
syariah dengan
sewa guna
usaha pada
industri
leasing atas
dasar
kesepadanan
yaitu Mutatis
Mutandis,
dengan
Aprilyadan Tafsir
melakukan penelitian
mengacu kepada
perlakuan pajak
penghasilan atas
kegiatan Ijarah dan
Ijarah Muntahiyya Bit-
tamlik pada Bank syariah
mandiri dimana
perlakuan pajak
perbankan syariah
dipersamakan dengan
industri leasinglainnya.
Sedangkan penulis
melakukan penelitian
mengenai pilihan
nasabah dalam
pengalihan hak
opsi setelah
berakhirnya masa
16
tujuannya agar
perlakuan
pajak
penghasilan
bersifat tax
neutrality,
dengan tidak
membedakan
perlakuan
pajak
penghasilan
dalam suatu
industri yang
sama dalam
hal ini industry
leasing,
sehingga pajak
tidak bersifat
distorsi
2. Ijarah
Muntahiyyah
Bit- Tamlik
dengan sewa
guna usaha
dengan Hak
opsi (Financial
Lease)
keduanya
memiliki
sewa pada akad
IMBT ditinjau dari
pertimbangan
ekonomi di 3 Bank
Syariah yang
memiliki akad
IMBT.
17
kesamaan
dalam
mekanisme
maupun skema
yang
diterapkan
oleh
Perbankan
Syariah
maupun
industry
Leasing, yaitu
terdapat
perjanjian saat
akhir masa
berakhir
terdapat
perpindahan
kepemilikan
barang sewa
tersebut
menjadi milik
nasabah/lessee.
Penyamaan
kegiatan Ijarah
IMBT dengan
sewa guna
usaha sudah
sesuai.
18
G. Kerangka Teori dan Konseptual
Kerangka pemikiran ini dibangun untuk mengetahui bagaimana
penerapan akad IMBT pada pembiaayaan di Bank syariah serta bagaimana
kebijakan bank syariah dalam menentukan pengalihan hak opsi pada
pembiayaan IMBT, IMBT merupakan akad sewa menyewa dengan
perpindahan kepemilikan diakhir masa sewa. Pengalihan hak opsi dapat
dilakukan dengan menggunakan akad jual beli atau akad hibah. Dimana
kebijakan bank tersebut kemungkinan besar didasari oleh kemampuan
membayar pihak nasabah.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis kualitatif deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan
suatu keadaan berdasarkan fakta yang terjadi. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Studi Komparasi. Dimana peneliti akan
mengkomparasikan kebijakan atas pengalihan hak opsi pada pembiayaan
IMBT oleh Bank Syariah yang dijadikan objek penelitian serta menganalisis
dampak dari kebijakan tersebut terhadap nasabah.
19
H. Kerangka Konsep
Pengajuan Pembiayaan IMBT oleh nasabah kepada
Bank Syariah
Pembiayaan IMBT kepada nasabah oleh
Bank Syariah
Percepatan pelunasan
pembiayaan
Berakhirnya masa sewa
pada pembiayaan
IMBT
Pengalihan Hak Opsi
menggunakan akad hibah
Akad yang dipilih untuk
pengalihan hak opsi
(jual beli atau hibah )
Kelebihan dan
Kekurangan Hak Opsi
Jual beli
Pengalihan Hak Opsi
Pembiayaan IMBT
menggunakan jual beli
Pengalihan Hak Opsi
menggunakan akad jual beli
Kelebihan dan
Kekurangan Hak Opsi
HIbah
Nasabah Bank Nasabah Bank
20
I. Sistematika Penulisan
Sistematika penuisan peneitian yang berjudul “Studi Komparasi
Kebijakan Bank Syariah Dalam Menentukan Hak Opsi (Jual Beli & Hibah)
Pada Akad Ijarah Al Muntahiyya Bit- Tamlik di Perbankan Syariah” adalah
sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Pada Bab pertama ini dijabarkan mengenai latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, review studi terdahulu, serta sistematika penulisan
sebagai alur dan koridor penulisan.
BAB II Teori Ijarah , Ijarah Al Muntahiyya Bit Tamlik, dan
Pembiayaan Ijarah Al Muntahiyya Bit Tamlik di Perbankan Syariah
Bab ini akan dibagi dalam beberapa sub-bab. Sub-bab pertama akan
membahas mengenai definisi Ijarah yang terdiri dari pengertian Ijarah,
dasar hukum Ijarah, Rukun dan Syarat Ijarah, dan Macam – macam Ijarah.
Pada sub- bab kedua akan dipaparkan mengenai Ijarah Al Muntahiyya Bit
Tamlik yang terdiri dari pengertian IMBT, dasar hukum IMBT, syarat-syarat
IMBT, rukun IMBT, Hak dan Kewaiban kedua belah pihak, Manfaat dan
Resiko yang harus diantisipasi, Pada sub- bab ketiga akan di jelaskan
mengenai pembiayaan Ijarah Al Muntahiyya Bit Tamlik di
PerbankanSyariah.
BAB III Metode Penelitian dan Implementasi Akad IMBT di
Perbankan Syariah
Dalam bab ini penulis menjelaskan tentang metode penelitian yang
digyunakan pada penelitian ini serta gambaran umum tentang
pengeimplementasian Akad Ijarah Al Muntahiyya Bit Tamlik di Bank
21
Syariah yang dijadikan subjek oleh penulis.
BAB IV Hasil Penelitian dan Analisis
Dalam bab ini penulis menjelaskan hasil temuan data dan analisa
dalam kebijakan bank syariah dalam menentukan hak opsi pada Akad Ijarah
Al Muntahiyya Bit Tamlik di Bank Syariah yang dijadikan subjek oleh
penulis.Setelah menganalisis dasar dari bank menentukan kebijakan atas
pengalihan hak opsi pada akad IMBT, kemudian dari data tersebut
kebijakan yang telah ditetapkan atas pengalihan hak opsi akad IMBT atas
bank yang dijadikan subjek penelitian akan dikomparasikan serta dianalisis
dampaknya bagi nasabah.
BAB V Penutup
Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan dan jawaban atas pokok
permasalahan yang telah diajukan serta memberikan saran mengenai
kebijakan yang dilakukan oleh bank syariah dalam menentukan hak opsi
jual beli / hibah pada akad Ijarah Al Muntahiyya Bit Tamlik.
22
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Sewa (Ijarah)
1. Pengertian Ijarah
Dalam pengertian akad – akad diperbankan syariah, akad Ijarah
lebih banyak dijelaskan oleh pendapat ahli-ahli ekonomi syariah di
Indonesia, antara lain berikut ini:
a. Menurut Sayyid Sabiq, Ijarah adalah suatu jenis akad untuk
mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Jadi, hakikatnya
Ijarah adalah penjualan manfaat.Dalam fiqh Islam brarti
memberikan sesuatu untuk disewakan. Ada dua jenis Ijarah
dalam hukum Islam , yaitu :9
1) Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu
memperkerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai
imbalan jasa yang disewa. Pihak yang
memperkerjakan disebut musta‟jir, pihak pekerja
disebut ajir, upah yang dibayarkan disebut ujrah.
2) Ijarah yang berhubungan dengan sewa asset atau
propoerti , yaitu memindahkan hak untuk memakai
dari asset atau properti tertentu kepada orang lain
dengan imbalan biaya sewa. Bentuk Ijarah ini mirip
dengan leasing (sewa) di bisnis konvensional. Pihak
yang menyewa (lesse) disebut musta‟jir, pihak yang
menyewakan (lessor) disebut mu‟jir, sedangkan biaya
sewa disebut ujrah.
b. Menurut Muhammad Syafi‟I Antonio, al-Ijarah adalah
pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran
9Drs. Helmi Karim,M.A,Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993, Cet.1),
h.303.
23
upah sewa, tanpa diikiti dengan pemindahan kepemilikan
(ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri.10
c. Menurut Adiwarman Karim, al-Ijarah adalah akad yang
mengatur pemanfaatan hak guna tanpa terjadi pemindahan
kepemilikan yang dilandasi dengan perpindahan manfaat bukan
perpindahan kepemilikan.11
d. Menurut Sutan Remy Sjahdeni, al-Ijarah dalam konteks
perbankan Islam adalah suatu lease contract di bawah mana
suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan peralatan
(equipment), sebuah bangunan atau barang-barang, seprti mesin-
mesin, pesawat terbang, dan lain-lain, kepada salah satu
nasabahnyaberdasarkan pembebanan biaya yang sudah
ditentukan secara pasti sebelumnya (fixed charge).12
Ijarah sering diserupakan dengan leasing dalam transaksi
konvensional,menyerupakan Ijarah dengan leasing tidak sepenuhnya
salah, tapi tidak sepenuhnya benar pula. Dari beberapa pendapat ahli
diatas dapat dipahami bahwa Akad Ijarah merupakan akad sewa
menyewa yang mengatur pemindahan hak guna tanpa melalui
pembayaran upah tanpa adanya perpindahan kepemilikan.
2. Landasan Hukum Ijarah
Ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam
memenuhi kebutuhan hidup manusia. Adapun landasan hukum Ijarah
adalah sebagai berikut:
10
Muhammad Syafi‟I Antonio, Bank Syariah Bagi Bankir & Praktisi Keuangan, (Jakarta:
Tazkiya Institute, 2009), h.181. 11
Adiwarman A. Karim, Bank Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2016), h.137 12
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta : PT. Temprint, 1999) cet ke-1 h. 70.
24
a. Firman Allah QS. al-Zukhruf [43]:32
“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu?
Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka
dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian
mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain.
Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan.
b. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]:233
“…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurutyang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamukerjakan.
25
c. Hadis riwayat „Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa‟id
al-Khudri, Nabi s.a.w.bersabda:
“Barang siapa mempekerjakan pekerjaan, beritahukanlah
upahnya”(HR. „Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abi
Sa‟idal-Khudri).
d. Ketentuan Perundang-undangan
Dasar hukum Ijarah di Indonesia diatu rdalam beberapa
ketentuan perundang-undangan dan Fatwa DSN:
1) Undang-undang No.10/1998 tentang Perbankan,
2) UU No.21/2008 tentang Perbankan Syariah
3) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No.32/34/KEP/DIR 12 Maret 1998 tentang Bank Umum.
4) Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional nomor No.09/DSN-
MUI/VI/2000tentang Pembiayaan Ijarah.
5) Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional nomor 44/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa.
3. Rukun dan Syarat Ijarah
Ulama Mazhab Hanafi mengatakan bahwa rukun Ijarah hanya satu,
yaitu ijab dan qabul saja (ungkapan menyerahkan dan persetujuan
sewa menyewa).13
Jumhur Ulama mngemukakan bahwa Ijarah
mempunyai tiga rukun umum dan enam rukun khusus.14
Pertama
adalah sighat (ucapan) yaitu pernyataan niat dari dua pihak yang
berkontrak, baik secara verbal maupun secara tulisan. Pernyataan
tersebut berupa tawaran (ijab) dari pemilik asset dan penerimaan
(qabul) yang dinyatakan oleh penyewa. Kedua adalah pihak yang
berakad atau berkontrak yang terdiri dari pemberi sewa (lessor-
pemilik asset) serta penyewa (lessee-pihak yang mengambil manfaat
13
Dewan Sya‟riah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syari‟ah
Nasional, (Jakarta : PT. Intermasa) Edisi ke-2. 14
Muhammad Syafi‟I Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan, (Jakarta :
Tazkiya Institute, 1999), h. 156.
26
dari penggunaan asset). Dimana orang yang boleh melakukan kontrak
Ijarah adalah yang baligh dan berakal sehat, serta orang yang
berkompeten. Yaitu, orang-orang yang mempunyai kualifikasi dalam
menggunakan uang.15
Ketiga adalah objek kontrak yang terdiri dari
pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan asset, bukan asset
itu sendiri. Manfaat harus bisa dinilai dan memang dimungkinkan
untuk dilaksanakan dalam kontrak. Penyewaan mobil mogok atau
rusak permanen untuk dipakai sebagai kendaraan, jelas tidak
dibenarkan.
Rukun dan syarat Ijarah menurut fatwa DSN : 09/DSN-
MUI/IV/2000 yaitu,sebagai berikut :
a. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua
belah pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau
dalam bentuk lain.
b. Pihak-pihak yang berakad: terdiri atas pemberi sewa/pemberi
jasa dan penyewa/pengguna jasa.
c. Obyek akad Ijarah adalah:
1) manfaat barang dan sewa;atau
2) manfaat jasa dan upah.
d. Ketentuan Obyek Ijarah menurut fatwa DSN : 09/DSN-
MUI/IV/2000 yaitu, sebagai berikut :
1) Obyek Ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang
dan/atau jasa.
2) Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat
dilaksanakan dalam kontrak.
3) Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan
(tidak diharamkan).
4) Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai
dengan syari‟ah.
15
Ibid., h.157.
27
5) Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa
untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan
mengakibatkan sengketa.
6) Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan
jelas,termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali
dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7) Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan
dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran
manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual
beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.
4. Macam-macam Ijarah
Berdasarkan objeknya Ijarah terdiri dari dua macam, yaitu :16
a. Ijarah dimana objeknya manfaat dari barang, seperti sewa
mobil, sewa rumah dan lain-lain. Apabila manfaat itu manfaat
yang dibolehkan syara‟ untuk dipergunakan, maka boleh
dijadikan objek sewa menyewa.
b. Ijarah dimana objeknya adalah manfaat dari tenaga seseorang.
Ijarah semacam ini dibolehkan apabila jenis pekerjaan itu jelas
seperti buruh bangunan, tukang jahit, tukang sepatu, supir taksi,
jasa guru dan lain-lain. Ijarah seperti ini ada yang bersifat
pribadi, seperti menggaji seorang pembantu rumah tangga. Ada
juga yang bersifat serikat, yaitu seseorang atau sekelompok yang
menjual jasanya untuk kepentingan orang banyak, seperti buruh
pabrik, tukang jahit dan lain-lain. Kedua bentuk Ijarah terhadap
pekerjaan ini menurut ulama fiqh hukumnya boleh.17
Pendapatan yang diterima dari transaksi Ijarah ini disebut ujrah,
yaitu imbalan yang diperjanjikan dan dibayar oleh pengguna
16
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta : Zikrul
Hakim, 2007) cet ke-3, h. 44. 17
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2004) ed, ke-1, cet ke-2, h. 236.
28
manfaat sebagai imbalan atas manfaat yang diterimanya. Dari
Abu Said, Rasulullah SAW bersabda, “ Bila kamu menyewa
seseorang pekerja harus memberitahu upahnya.” (HR.an-
Nasa‟i).18
5. Hak dan Kewajiban Kedua-belah Pihak
Pihak yang menyewakan wajib mempersiapkan barang yang
disewakan untuk dapat digunakan secara optimal oleh penyewa.
Seandainya mobil yang disewa tidak dapat digunakan karena ada
kerusakan, seperti aki lemah, maka yang menyewa wajib
menggantinya. Bila yang menyewakan tidak dapat memperbaikinya,
penyewa mempunyai pilihan untuk membatalkan akad atau memerima
manfaat yang rusak. Sebagian ulama berpendapat bila demikian
keadaannya dan pihak penyewa tidak membatalkan akad, harga sewa
harus dibayar penuh dan sebagian ulama lain berpendapat harga sewa
dapat dikurangkan terlebih dahulu dengan biaya untuk perbaikan
kerusakan19
. Penyewa wajib menggunakan barang yang disewakan
menurut syarat- syarat akad atau menurut kelaziman pengguna.
Penyewa juga wajib menjaga barang yang disewakan agar tetap utuh
karena Ijarah merupakan akad yang mengatur pemanfaatan hak guna
tanpa terjadi pemindahan kepemilikan, banyak orang yang
menyamakan Ijarah dengan leasing.20
Meskipun terdapat persamaan
antara Ijarah dan leasing, tetapi ada beberapa karakteristik yang
membedakannya yaitu:21
18
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim,
2007) cet ke-3, h. 45. 19
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syari`ah. (Yogyakarta: Akademi
Manajemen Perusahaan YKPN, 2005), h.148. 20
Ibid, h.148.
21
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), Cet 1, hlm.43
29
Tabel2.1
Perbedaan Ijarah dengan Leasing
No. Keterangan Ijarah Leasing
1. Objek Manfaat barang atau
jasa
Manfaat barang
saja.
2. Metode Pembayaran a. Tergantung atau
tidak tergantung pada
kondisi barang / jasa
yang dijadikan objek
sewa.
Tidak tergantung
pada kondisi
barang yang
dijadikan objek
sewa.
3. Perpindahan Kepemilikan a. . Ijarah : Tidak ada
perpindahan
kepemilikan
b. IMBT : Janji untuk
menjual /
menghibahkan diakhir
masa sewa.
4. Jenis Leasing lainnya a. Lease Purchase
Tidak dibolehkan
karena akadnya gharar
yakni antara sewa dan
beli
b. Sale and Lease
Back
dibolehkan
a. Lease Purchase
Dibolehkan
b. Sale and Lease
Back
dibolehkan
30
6. Berakhirnya Akad Ijarah
Para ulama fiqh menyatakan bahwa akad al-Ijarah akan berakhir
apabila:
a. Objek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar atau baju
yang dijahitkan hilang.
b. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad al-Ijarah telah
berakhir. apabila yang disewakan itu rumah, maka rumah itu
dikembalikan kepada pemiliknya, dan apabila yang disewa itu
adalah jasa seseorang, maka ia berhak menerima upahnya.
Kedua hal ini disepakati oleh seluruh ulama fiqh22
Menurut ulama Hanafiyah, wafatnya salah seorang yang
berakad, karena akad al-Ijarah, menurut mereka, tidak boleh
diwariskan. Sedangkan menurut jumhur ulama, akad al- Ijarah tidak
batal dengan wafatnya salah seorang yang berakad, karena manfaat,
menurut mereka, boleh diwariskan dan al-Ijarah sama dengan jual
beli, yaitu mengikat kedua belah pihak yang berakad. Apabila ada
uzur dari salah satu pihak, seperti rumah yang disewakan disita negara
karena terkait utang yang banyak, maka akad al-Ijarah batal. Uzur-
uzur yang dapat membatalkan akad al-Ijarah itu, menurut ulama
Hanafiyah adalah salah satu pihak jatuh muflis, dan berpindah
tempatnya penyewa, misalnya, seseorang digaji untuk menggali
sumurdisuatu desa, sebelum sumur itu selesai, penduduk desa itu pindah
ke desa lain. Akan tetapi, menurut jumhur ulama, uzur yang boleh
membatalkan akad al-Ijarah itu hanyalah apabila objeknya
mengandung cacat atau manfaat yang dituju dalam akad itu hilang,
seperti kebakaran dan dilanda banjir.
22
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2006)
jilid 7, h. 663.
31
B. Ijarah Al- Muntahiya Bit-Tamlik
1. Pengertian Ijarah Al- Muntahiya Bit-Tamlik
Dalam pengertian akad – akad diperbankan syariah, akad Ijarah Al-
Muntahiyya Bit - Tamlik lebih banyak dijelaskan oleh pendapat ahli-
ahli ekonomi syariah di Indonesia, antara lain berikut ini :
a. Adiwarman A. Karim : Al- Bai‟ wal Ijarah Muntahiyah Bittamlik
(IMBT) merupakan rangkaian dua buah akad, yakni akad al-Bai‟
dan akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMBT). Al Bai‟
merupakanakan jual beli, sedangkan IMBT merupakan kombinasi
antara sewa menyewa (Ijarah) dan jual beli atau hibah di akhir
masa sewa.23
b. Ijarah wa Iqtina (Ijarah Muntahiyah Bittamlik) adalah akad sewa-
menyewa atas barang tertentu antara bank sebagai pemilik barang
(mu‟jir) dan nasabah selaku penyewa (musta‟jir) untuk suatu
jangka waktu dan dengan harapan yang disepakati. Pada akhir
masa sewa, bank memberikan opsi kepada nasabah untuk membeli
barang tersebut dengan harga yang disepakati pula.24
c. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008
tentang Perbankan Syariah, dalam penjelasan Pasal 19 huruf f,
akad Ijarah Muntahiyya Bit Tamlik adalah akad penyediaan dana
dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu
barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi
pemindahan kepemilikan barang.
d. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 02 tahun
2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, berdasarkan
Pasal 279, yaitu : “dalam akad Ijarah Muntahiyya Bit Tamlik” ,
suatu benda antara mu‟jir / pihak yang menyewakan dengan
musta‟jir / pihak penyewa diakhiri dengan pembelian ma‟jur /
23
Adiwarman A. Karim, Bank Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2016), h.149. 24
Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer ,(Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,2016), h.123.
32
objek Ijarah oleh musta‟jir / pihak penyewa.25
e. Peraturan Bank Indonesia nomor : 9/19/PBI/2007 tentang
Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan
Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah,
dalam penjelasanPasal 3 adalah sebagai berikut : “Ijarah
Muntahiyah Bit Tamlik adalah transaksi sewa – menyewa antara
pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas
objek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik
objek sewa.”26
f. Pada buku Manajemen Pembiayaan Bank Syariah karangan
Muhammad dikatakan bahwa Al-bai‟ Wal Ijarah Muntahiya
Bittamlik (IMBT) merupakan rangkaian dua buah akad, yakni akad
Al-bai‟ dan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT). Al-Bai‟
merupakan akad jual beli, sedangkan IMBT merupakan kombinasi
antara sewa menyewa (Ijarah) dan jual beli atau hibah diakhir
masa sewa. Dalam Ijarah Muntahiya Bittamlik, pemindahan hak
milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut27
:
1) Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang
yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa. Dalam
IMBT ini bank syariah menawarkan skim Ijarah with
promise to sell (dengan janji untuk menjual barang). Pada
skim ini, bank membeli terlebih dahulu objek pembiayaan
kepada pemasok (suplier) secara tunai. Bank kemudian
menyewakan objek tersebut kepada nasabah untuk jangka
waktu tertentu dengan menggunakan akad Ijarah. Pada
akhir masa sewa, nasabah akan diberikan opsi (pilihan)
25
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 02 Tahun 2008 tentang
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Penjelasan Pasal 3. 26
Peraturan Bank Indonesia nomor 9/19/PBI/2007, tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah
Dalam Kegiatan Penghimpun Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah,
Penjelasan Pasal 3. 27
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syari‟ah, (Yogyakarta: Unit Penerbit dan
Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2005), Cet.1, h.156.
33
untuk membeli atau mengakhiri sewa begitu saja. Apabila
nasabah memilih untujk membeli objek dimaksud, bank
dapat menjualnya senilai harga buku ataupun nilai tertentu
sesuai perhitungan bank. Dengan demikian, harga objek
dimaksud dengan harga penjualan menjadi jauh lebih
rendah dibandingkan dengan harga pasar. Penentuan harga
bank sesuai dengan kebijakan bank. Namun, sebagai
acuan bank dapat menentukan harga sewa dengan
rumus28
;
HargaSewa = HBO – RV+ KYD , Dimana;
HBO = Harga Beli Objek
RV = Residuel Value (Nilai Sisa)
KYD = Keuntungan yang Diharapkan
2) Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan
barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
Pada skim ini bank membeli terlebih dahulu objek yang
diinginkan oleh nasabah dari suplier. Objek tersebut
kemudian di Ijarahkan kepada nasabah dengan
menggunakan skim IMBT. Pada akhir masa sewa, bank
akan menghibahkan barang dimaksud kepada nasabah
sehingga terjadi proses perpindahan kepemilikan dari bank
kepada nasabah. Pada skim ini, angsuran dipastikan telah
meliputi seluruh harga pokok barang dimaksud.
Pada pendapat lain Adiwarman Karim mengemukakan
IMBT juga dapat dibagi menjadi beberapa kategori menurut
skema akadnya , yaitu29
:
Al-Bai‟ wal Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik (IMBT) merupakan
rangkaian dua buah akad, yakni akad Al Bai‟ akad Ijarah
Muntahiyah Bit Tamlik(IMBT). Al Bai‟merupakan akad jual
28
Adiwarman A. Karim, Bank Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2016), h.156. 29
Adiwarman A. Karim, Bank Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2016), h.156.
34
beli, sedangkan IMBT merupakan kombinasi antara sewa
menyewa (Ijarah) dan jual beli atau hibah di akhir masa sewa.
Dalam Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik, pemindahan hak milik
barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini.
1) Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang
yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
2) Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan
barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
Pilihan untuk menjual barang di akhir sewa (alternatif 1)
biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk
membayar sewa relatif kecil. Karena sewa yang dibayarkan
relatif kecil, akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan
sampai akhir periode sewa belum mencukupi harga beli barang
tersebut dan margin laba yang ditetapkan oleh bank. Karena itu,
untuk menutupi kekurangan tersebut, bila pihak penyewa ingin
memiliki barang tersebut, ia harus membeli barang itu di akhir
periode.
Pilihan untuk menghibahkan barang di akhir masa sewa
(alternatif 2) biasanya diambil bila kemampuan finansial
penyewa untuk membayar sewa relatif lebih besar. Karena sewa
yang dibayarkan relatif besar, akumulasi sewa di akhir periode
sewa sudah mencukupi untuk menutup harga beli barang dan
margin laba yang ditetapkan oleh bank. Dengan demikian, bank
dapat menghibahkan barang tersebut di akhir masa periode sewa
kepada pihak penyewa.
Dari beberapa pengertian IMBT menurut para ahli diatas
di atas, dapat dipahami bahwa Ijarah Muntahiya Bittamlik
adalah akad kombinasi dari akad sewa menyewa dengan akad
jual beli atau hibah, dengan mengambil manfaat dari suatu
barang dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa yang
diikuti dengan pemindahan kepemilikan. Pada akhir masa sewa,
35
bank akan menghibahkan barang atau menjual barang yang
dimaksud kepada nasabah sehingga terjadi proses perpindahan
kepemilikan dari bank kepada nasabah.
2. Landasan Hukum Ijarah Al Muntahiyya Bit Tamlik(IMBT)
a. Al Qur‟an Surat Al Baqarah (2) ayat 233
Artinya : " Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya
selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan
karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika
kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
36
37
b. Al-Qur‟an Surat Az-Zukhruf ayat 32
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami
telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam
kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian
mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian
mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat
Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
c. Hadis riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:
“Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering”
(Riwayat Ibnu Majah).
d. Ketentuan Perundang-undangan
Dasar hukum Ijarah Al-Muntahiyah Bit Tamlik di Indonesia
diatur dalam beberapa ketentuan perundang-undangan dan
Fatwa DSN:
1) Undang-undang No.10/1998 tentang Perbankan,
2) UU No.21/2008 tentang Perbankan Syariah
3) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No.32/34/KEP/DIR 12 Maret 1998 tentang Bank Umum.
4) Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional nomor No.27/DSN-
MUI/III/2002 tentang Al- Ijarah Al-MuntahiyyaBit-
Tamlik.
5) Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional nomor 90/DSN-
MUI/IV/2013 tentang Pengalihan Pembiayaan Murabahah
37
Lembaga Keuangan Syariah.
6) Rukun dan Syarat Ijarah Muntahiyyah Bittamlik.
3. Rukun dan Syarat Ijarah A Muntahiyya Bit -Tamlik
Semua Rukun dan Syarat yang berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa
DSN nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula .dalam akad al-
Ijarah al-Muntahiyah bi al- Tamlik. Rukun dan syarat Ijarah menurut
fatwa DSN : 09/DSN- MUI/IV/2000 yaitu, sebagai berikut :
e. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua
belah pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau
dalam bentuk lain.
f. Pihak-pihak yang berakad: terdiri atas pemberi sewa/pemberi
jasa dan penyewa/pengguna jasa.
g. Obyek akad Ijarah adalah :
1) manfaat barang dan sewa;atau
2) manfaat jasa dan upah
h. Ketentuan Obyek Ijarah menurut fatwa DSN : 09/DSN-
MUI/IV/2000 yaitu, sebagai berikut :
1) Obyek Ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang
dan/atau jasa.
2) Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat
dilaksanakan dalam kontrak.
3) Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan
(tidak diharamkan).
4) Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai
dengan syari‟ah.
5) Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa
untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan
mengakibatkan sengketa.
6) Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas,
38
termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan
spesifikasi atau identifikasi fisik.
7) Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan
dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran
manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual
beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.
4. Manfaat dan Resiko yang harus diantisipasi
Manfaat dan transaksi al-Ijarah untuk bank adalah keuntungan sewa
dan kembalinya uang pokok. Adapun risiko yang munkin terjadi
dalam al- Ijarah adalah sebagai berikut30
:
a. Default; nasabah tidak membayar cicilan dengan sengaja.
b. Rusak; aset Ijarah rusak sehingga menyebabkan biaya
pemeliharaan bertambah, terutama bila disebutkan dalam
kontrak bahwa pemeliharaan harus dilakukan oleh bank.
c. Berhenti; nasabah berhenti ditengah kontrak dan tidak dan tidak
mau membeli aset tersebut. Akibatnya, bank harus menghitung
kembali keuntungan dan mengembalikan sebagian kepada
nasabah.
Adapun manfaat dari transaksi al-Ijarah al muntahiyah bittamlik
yang diterima pihak nasabah adalah31
:
a. Nasabah dapat memperoleh barang-barang yang dibutuhkan.
b. Nasabah dapat terbantu dalam menjalankan usahanya (sektor
produktif) atau terbantu untuk pengadaan barang yang
diinginkannya (sektor konsumtif).
Adapun risiko yang mungkin dihadapi nasabah dalam al-Ijarah
30
Abdul Manan, Ekonomi Islam teori dan praktek, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima
Yasa, 1997), h.145. 31
Muhammad. Manajemen Pembiayaan Bank Syari`ah. (Yogyakarta: Akademi
Manajemen Perusahaan YKPN, 2005), h.19.
39
al muntahiyah bittamlik ini adalah tidak berbeda dengan yang di alami
oleh bank. Karena nasabah kerap memiliki masalah dalam hidupnya.
Maka nasabah harus memanajemen keuangan yang ia miliki agar
tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
C. Pembiayaan Ijarah Muntahiyya Bit Tamlik di Bank Syariah
Dalam sektor keuangan, pembiayaan menggunakan akad IMBT di
Bank Syariah telah diatur dalam perundang-undangan di Indonesia, salah
satunya ketentuan-ketentuan yang mengatur pembiayaan menggunakan
akad IMBT dalam dunia perbankan, yaitu32
:
1. Pembiayaan IMBT menurut UU No.10 tahun 1998
a. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah wajib dikembalikan
disertai imbalan (prinsip Ijarah) (pasal 1.12)
b. Prinsip syariah dalam pembiayaan barang modal dapat
dilakukan dengan pilihan pemindahan kepemilikan atas barang
yang disewa dari Bank oleh Nasabah (pasal 1.13).
2. Pembiayaan IMBT menurut UU No.21 tahun 2008
a. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk Ijarah atau sewa beli
dalam bentuk Ijarah muntahiya bittamlik. (pasal1.25)
b. menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau
tidak Bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad Ijarah
dan/atau sewa beli dalam bentuk Ijarah muntahiya bittamlik
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.
(pasal 19 ayat 1 (f))
3. Pembiayaan IMBT menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor:
7/46/PBI/2005 kegiatan penyaluran dana dalam bentuk
pembiayaan berdasarkan Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT)
berlaku pula persyaratan sebagai berikut:
a. IMBT harus disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani dan
32
Iswahjudi, Adiwarman A Karim, Pembiayaan Ijarah Muntahiyya BitTamlik,
Jakarta,2015
40
kesepakatan tersebut wajib dituangkan dalam Ijarah yang
dimaksud.
b. Pelaksanaan Ijarah Muntahiya Bittamlik atau pengalihan
kepemilikan kepada penyewa hanya dapat dilakukan setelah
akad Ijarah dipenuhi.
c. Bank wajib mengalihkan kepemilikan barang sewa kepada
nasabah berdasarkan bai‟ / hibah pada akhir periode
perjanjiansewa.
d. Pengalihan kepemilikan barang sewa kepada penyewa
dituangkan dalam akad tersendiri setelah masa Ijarah selesai.
Selain itu ketentuan Ijarah berlaku pula pada akad IMBT
sebagai berikut:
1. Bank dapat membiayai pengadaan objek sewa berupa
barang yang telah dimiliki bank.
2. Objek dan manfaat barang sewa harus dapat dinilai dan
diidentifikasikan secara spesifik dan dinyatakan dengan
jelas termasuk pembayaran sewa dan jangka waktunya.
3. Bank wajib menyediakan barang sewa, menjamin
pemenuhan kualitas maupun kuantitas barang sewa serta
ketepatan waktu penyediaan barang sewa sesuai
kesepakatan.
4. Bank wajib menanggung biaya pemeliharaan barang/asset
sewa yang sifatnya materiil dan struktural sesuai
kesepakatan.
5. Bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk
mencarikan barang yang akan disewakan oleh nasabah.
6. Nasabah wajib membayar sewa secara tunai dan menjaga
keutuhan barang sewa, dan menanggung biaya
pemeliharaan barang sewa sesuai kesepakatan.
7. Nasabah tidak bertanggung jawab atas kerusakan barang
41
sewa yang terjadi bukan karena pelanggaran perjanjian
atau kelalaian nasabah.
4. Pembiayaan IMBT menurut Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia No.32/34/KEP/DIR 12 Maret 1998 tentang Bank Umum
Berdasarkan Prinsip Syariah
a. Bank wajib menerapkan prinsip syariah dalam menyalurkan
dana antara lain melalui transaksi jual beli berdasarkan
prinsip Ijarah (pasal28).
b. Fatwa Dewan Syariah NasionalNo.27/DSN-MUI/III/2002
c. Harus lakukan akad Ijarah dulu
d. Akad pemindahan kepemilikan (jual beli / hibah) hanya dapat
dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
5. Pembiayaan IMBT berdasarkan Fatwa DSN No. 27/DSN-
MUI/III/2002 tentang pembiayaan Al Ijarah Muntahiya Bittamlik,
tanggal 28 Maret 2002 adalah sebagai berikut, Ketentuan umum
yang berlaku dalam akad Ijarah Al Muntahiyyah Bittamlik
adalah:
a. Perjanjian untuk melakukan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik
harus disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani.
b. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.
c. Syarat-syarat ketentuan yang berlaku tentang Ijarah Muntahiya
Bittamlik:
d. Pihak yang melakukan Ijarah Muntahiya Bittamlik harus
melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu, akad pemindahan
kepemilikan baik dengan jual beli atau pemberian hanya dapat
dilakukan setelah masa Ijarah selesai. Janji pemindahan
kepemilikan yang disepakati diawal akad Ijarah adalah wa‟d,
yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin
dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan
yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
42
6. Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) No.59
a. Objek sewa dikeluarkan dari aktiva pemilik objek sewa pada
saat terjadinya perpindahan hak milik objek sewa.
b. Perpindahan hak milik objek sewa diakui jika seluruh
pembayaran sewa telah diselesaikan dan penyewa
membeli/menerima hibah dari pemilik objek sewa.
7. Dalam tataran syariah
a. Bank adalah pemilik aset selama masa sewa;
b. Bank tetap menjadi pemilik aset setelah masa sewa berakhir,
jika Nasabah tidak bersedia membuat akad pemindahan
kepemilikan (dengan jual beli/hibah);
c. Nasabah menjadi pemilik aset setelah akad pemindahan
kepemilikan dilakukan.
d. Akad pemindahan kepemilikan ditanda tangani sesudah masa
sewa berakhir.
8. Dalam tataran hukum positif jual beli
Sama seperti dalam financial lease, Nasabah membeli aset dari suplier
dengan dana pembiayaan dari Bank dan aset langsung dicatatkan atas
nama Nasabah (BPKB atau sertipikat tanah langsung atas nama
Nasabah);aset kemudian dikonstruksikan sebagai milik Bank (karena
dibeli dengan uang Bank) dan Bank menyewakannya kepada
Nasabah.
9. Perjanjian IMBT
a. Prinsip syariah melarang 2 akad dalam 1 perjanjian. Dengan
demikian, berbeda dengan perjanjian leasing, tidak
diperkenankan mengatur akad Ijarah dan akad jual beli/hibah
dalam 1 perjanjian. Namun tidak ada larangan untuk mengatur 1
akad dan 1 wa‟ad dalam 1perjanjian.
b. Dengan demikian di Perjanjian IMBT akadnya adalah Ijarah
dengan wa‟ad jual beli/hibah yang akan ditanda tangani setelah
Ijarah berakhir (jika Nasabah menghendakinya). Oleh karena itu
43
perlu dilampirkan konsep perjanjian jual beli/hibah.
c. juga dilampirkan konsep kuasa kepada Bank untuk menjual aset
jika pada akhir masa Ijarah, Nasabah tidak ingin memiliki aset.
Kuasa jual diperlukan karena aset sejak masa Ijarah sudah
dicatatkan atas nama Nasabah. Konsep kuasa jual
ditandatangani setelah masa ijarah berakhir.
10. Perpajakan
a. Nasabah langsung membeli barang modal dari suplier dalam hal
barang modal bukan tanah/ bangunan, Nasabah membayar Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) kepada suplier, yang menjadi WAPU
(wajib pungut), yang menyetorkan PPN tersebut ke negara
(kantor pajak); dalam hal barang modal berupa tanah/ bangunan,
Nasabah membayar Bea Balik Nama ke Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) yang wajib menyetorkannya ke negara (kantor
pajak) dan penjual tanah/bangunan membayar Pajak
Penghasilan final 5% ke negara (kantor pajak)
b. Ujroh yang dibayarkan oleh Nasabah kepada Bank tidak kena
withholding tax pasal 23 UU PPh
c. Bank Syariah, sebagaimana Bank Konvensional, hanya
membayar pajak atas segala keuntungan yang diterimanya
berdasarkan tarif progresif secara bulanan (PPh pasal 25) dan
tahunan (PPh pasal 29)
d. Bank Syariah, sebagaimana Bank Konvensional, hanya
membayar pajak atas segala keuntungan yang diterimanya
berdasarkan tarif progresif secara bulanan (PPh pasal 25) dan
tahunan (PPh pasal 29).
44
BAB III
METODE PENELITIAN & IMPLEMENTASI AKAD IMBT
DIPERBANKAN SYARIAH
A. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian yaitu
termasuk jenis penelitian melalui pendekatan kualitatif. Peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif karena permasalahan penelitian
perlu untuk diteliti lebih dalam. Peneliti ingin menggambarkan serta
menjelaskan secara mendalam mengenai kebijakan Bank Syariah
dalam menentukan pengalihan hak opsi pada pembiayaan IMBT pada
Perbankan Syariah ( Studi Komparasi pada Bank BJB Syariah, Bank
Muamalat Indonesia, Bank DKI Syariah ). Peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif untuk mengembangkan suatu teori yang dapat
mendukung penelitian ini. Selain itu, peneiti memilih untuk
menggunakan pendekatan kualitatif berdasarkan penafsiran
pendekatan kualitatif oleh Creswell, yaitu :33
a. Pendekatan kualitatif lebih mengutamakan proses daripada hasil
penelitian atau produk penelitian. Bagi peneliti, suatu proses
lebih penting daripada hasil penelitian. Peneliti mengemukakan
hal tersebut didasarkan pada saat peneliti melakukan penelitian
banyak mendapat banyak pelajaran dan pengetahuan lebih yang
dialami dari prosesnya bukan sekedar mendapatkan hasil dari
penelitian saja.
b. Pendekatan kualitatif sangat tertarik pada fenomena atau gejala
sosial. Bagi peneliti, kebijakan bank syariah dalam menentukan
pengalihan hak opsi antara jual beli atau hibah pada pembiayaan
33
J.W. Cresswell, Research design : Pendekatan kualitatif, kuantitatif , dan mixed,
(Yogyakarta : Pt. Pustaka Pelajar, 2010), Hal.143-145
45
IMBT di perbankan syariah menarik untuk dibahas. Peneliti
tertarik untuk mengetahui bagaimana kebijakan bank syariah
dalam menentukan hak opsi (jual beli atau hibah) pada
pembiayaan IMBT serta kesesuaian implementasi akad IMBT di
Bank Syariah pada pembiayaannya.
c. Peneliti merupakan alat utama untuk memperoleh pengumpulan
dan analisi data, dimana data tersebut diperoleh dari wawancara
dan bukan merupakan data dari kuesioner atau olah data
statistik. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena
pada penelitian ini peneliti memiliki peran yang sangat penting
dalam penyelesaian penelitian ini. Peneliti memiliki tanggung
jawab besar terhadap proses maupun hasilnya.
d. Pendekatan kualitatif melibatkan lapangan, sehingga peneliti
terjun secara langsung ke individu atau instansi untuk
melakukan observasi. Peneliti langsung ke lapangan untuk
melakukan observasi, peneliti akan lebih memahami
permasalahan yang sebenarnya terjadi. Selain itu pada saat
proses penelitian, peneliti bisa menempatkan diri sebagai pihak
– pihak yang terkait, yaitu perbankan syariah yang menawarkan
produk pembiayaan IMBT, khususnya pada Bank BJB Syariah,
Bank Muamalat Indonesia, dan Bank DKI Syariah.
e. Pendekatan kualitatif menggambarkan bahwa peneliti tertarik
dengan proses, pengalaman dan memperoleh manfaat dari
wawancara dan bukti. Peneliti menggunakan pendekatan
kualitatif dikarenakan peneliti harus terjun langsung kelapangan
pada proses penelitian dengan menggunakan menggunakan
pendekatan kualitatif. Pada saat terjun langsung ke lapangan
peneliti akan banyak mendapat pelajaran serta tantangan baru
yaitu harus tahu bagaimana bersikap dan menempatkan diri pada
saat melakukan wawancara dengan narasumber hal itu
diharuskan agar narasumber tertarik, tidak tersinggung, serta
46
merasa nyaman dengan tema yang ditanyakan pada saat
wawancara.
f. Proses dari pendekatan kualitatif bersifat induksi, sehingga
peneliti membangun abstraksi, konsep, hipotesa, teori dan
kenyataan. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, agar
dapat membuat sebuah jawaban dari dasar kebijakan bank
syariah dalam menentukan pengalihan hak opsi (jual beli atau
hibah) pada pambiayaan IMBT dari hasil wawancara yang
dilakukan saat terjun langsung kelapangan bukan hanya dari
studi buku - buku, artikel, atau data-data pendukung lainnya
yang didapatkan secara tidak langsung.
2. Jenis Penelitian
Peneliti dalam penelitiannya menggunakan jenis penelitian yang
berdasarkan tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan dimensi waktu.
a. Jenis penelitian berdasarkan tujuan penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Menurut
Nazir, metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti
status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu
pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.
Peneliti dalam penelitiannya mendeskriptifkan dan
menggambarkan kebijakan Bank Syariah yang dijadikan subjek
penelitian ats pengalihan hak opsi pada pembiayaan IMBT serta
menkomparasikan kebijakan tersebut.
b. Jenis penelitian berdasarkan manfaat penelitian
Berdasarkan manfaatnya penelitian ini merupakan penelitian
murni. Penelitian dasar atau penelitian murni adalah “pencarian
terhadap sesuatu karena ada perhatian dan keingintahuan
terhadap hasil suatu aktivitas”.34
34
Mohammad, Metode Penelitian, Jakarta ; Ghalia Indonesia, hal 44.
47
Peneliti dalam melakukan penelitiannya menggunakan
penelitian murni tujuan unuk mengembangkan teori mengenai
kebijakan bank syariah dalam menentukan pengalihan hak opsi
pada pembiayaan IMBT. Penelitian murni digunakan pada
lingkungan akademik dan penelitian ini digunakan untuk tujuan
akademis untuk menyumbangkan ilmu pengetahuan murni.
c. Berdasarkan dimensi waktu
Penelitian ini dilakukan secara cross sectional, yaitu penelitian
dilakukan dalam satu waktu tertentu, pada saat melaksanakan
praktek dilapangan dalam mencari informasi mengenai
kebijakan bank syariah atas pengalihan hak opsi pada
pembiayaan IMBT.
Berdasarkan penjelasan tersebut, penelitian dengan dimensi
waktu cross sectional hanya dilakukan dalam satu waktu saja, akan
tetapi pada prakteknya penelitian ini berlangsung selama kurang lebih
satu tahun untuk menyelesaikan penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Terkait dengan pengumpulan data sebagai
kelengkapan penulisan skripsi ini, peneliti memperoleh informasi
dengan menggunakan beberapa sumber data, yaitu :
a. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan mencari data yang pernah
ditulis peneliti sebelumnya yang berhubungan dengan masalah
yang ingin dipecahkan. Kerja mencari bahan untuk penelitian di
perpustakaan merupakan hal yang tak dapat dihindarkan oleh
seorang peneliti. Ada kalanya, perumusan masalah dan
pengambilan keputusan dapat dikerjakan bersamaan.35
35Nazir Mohammad, Metode Penelitian, Jakarta ; Ghalia Indonesia, hal 47.
48
b. Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan dengan wawancara mendalam dengan
menggunakan pedoman wawancara dengan beberapa informan
yang terkait. Metode wawancara adalah sebuah cara yang dapat
dipergunakan seseorang untuk tujuan suatu tugas tertentu,
dengan berusaha mendapatkan keterangan dan informasi atau
pendirian secara lisan dari seorang responden. Dalam penelitian
ini, wawancara dengan informan dilakukan secara langsung
(bertatap muka) dan menggunakan alat perekam. Pedoman
wawancara berupa daftar pertanyaan terbuka yang tidak
membatasi jawaban dari informan sehingga informan dapat
memberikan jawaban sesuai dengan pendapat mereka.
Wawancara ini menggunakan pedoman wawancara yang
memuat hal – hal yang ingin diketahui dan dapat dikembangkan
untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh. Data yang
diperoleh dari hasil wawancara merupakan data primer yang
akan diolah sesuai kebutuhan penelitian. Data tersebut akan
dinyatakan dalam bentuk tulisan deskripitif yang
menggambarkan mengaai kebijakan bank syariah dalam
menentukan pengalihan hak opsi pada pembiayaan IMBT.
4. Narasumber / Informan
Pemilihan informan pada penelitian difokuskan pada masalah
yang diteliti. Oleh karena hal tersebut wawancara yang dilakukan
kepada beberapa informan harus memiliki beberapa kriteria yang
mengacu pada apa yang telah ditetapkan oleh Neuman dalam bukunya
yaitu :
a. The informan is totally familiar with the culture and is in
position witness significant make a good informant.
b. The individual is currently involved in the field.
c. The person can speed time with the researcher.
49
d. Non analitic individuals make better informants. A non analytic
informant is familiar with and use native folk theory a pragmatic
common sense.36
Berdasarkan kriteria tersebut diatas dan mengacu pada judul
penelitian ini, maka wawancara dilakukan kepada pihak – pihak yang
terkait dengan permasalahan penelitian. Adapun narasumber informan
yang peneliti wawancara adalah :
1) Hamdan & Arif, Legal & Financial Support Bank BJBSyariah.
2) Kurniati Budiasih, Bagian Pembiayaan Bank DKI Syariah.
3) Ahmad Nuryadi & Rizky Yusif, Sharia Compliance Bank
Muamalat & Research Development Team Leader Muamalat
Institute.
5. Penetuan Lokasi Penelitian
Dalam proses penelitian ini, peneliti menggunakan lokasi
penelitian di Bank BJB Syariah Cabang Dr. Supomo, Muamalat
Institute Cabang Tanjung Duren, Bank Dki Syariah Cabang Kebon
Kacang.
6. Batasan Penelitian
Penelitian ini terbatas hanya pada kebijakan bank syariah atas
pengalihan hak opsi (jual beli / hibah) pada IMBT murni. Pembatasan
penelitian ini dilakukan untuk mempersempit dan memfokuskan
wilayah penelitian.
7. Teknik penulisan
Penulisan skripsi ini mengacu pada Buku Pedoman Penulisan
Skripsi yang disusun oleh Tim Penulis Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.
36
W.L Neuman , Social Research Methods : qualitative and quantitative approaches, 5th
edition, (boston : Allyn and Bacon) hal 394-395.
50
B. Implementasi Akad Ijarah Al-Muntahiyya Bit-Tamlik di Perbankan
Syariah
1. Pembiayaan Akad Ijarah Muntahiyya Bit Tamlik di Bank Syariah
Pembiayaan merupakan salah satu fungsi bank syariah, dimana bank
syariah menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan
dana tersebut. Pembiayaan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
pembiayaan produktif dan pembiayaan konsumtif. Pembiayaan
konsumtif yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam
arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi,
perdagangan, maupun investasi. Menurut keperluannya, pembiayaan
produktif dapat dibagi menjadi 2, yaitu: (1) Pembiayaan modal kerja,
yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: (a). Peningkatan
produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun
secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi,
dan (b) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of
place dari suatu barang; dan (2) Pembiayaan investasi, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta
fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
Sedangkan pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis
digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Pembiayaan konsumtif
diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan primer (pokok
atau dasar) dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah
kebutuhan pokok, baik berupa barang, seperti37
makanan, minuman,
pakaian, dan tempat tinggal maupun berupa jasa, seperti pendidikan
dasar dan pengobatan. Adapun kebutuhan sekunder adalah kebutuhan
tambahan, yang secara kuantitatif maupun kualitatif lebih tinggi atau
37
Sutan Remy sjahdeini. Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia, (Jakarta : Pustak Grapiti, 2005), hal. 70.
51
lebih mewah dari kebutuhan primer, baik berupa barang, seperti
makanan dan minuman, pakaian/perhiasan, bangunan rumah,
kendaraan dan sebagainya, maupun berupa jasa, seperti pendidikan,
pelayanan kesehatan, pariwisata, hiburan, dan sebagainya.38
Dalam
menyalurkan pembiayaan bank syariah dapat menggunakan
menggunakan akad mudharabah, musyarakah, murabahah, dan
Ijarah muntahiyyabit-tamlik.
Pembiayaan Ijarah dan leasing tidak lain adalah kegiatan
leasing yang dikenal dalam sistem keuangan yang tradisional.
Dalam transaksi Ijarah, bank menyewakan suatu aset yang
sebelumnya telah dibeli oleh bank kepada nasabahnya untuk
jangka waktu tertentu dengan jumlah sewa yang telah disepakati
dimuka. Dalam pelaksanaaannya, bank dapat membeli barang dari
pemasok barang dengan pemberian fasilitas bai‟salam kepada
pemasok barang.
Pada perjanjian Ijarah, seperti halnya pada leasing yang
diberikan oleh lembaga pembiayaan tradisional, pada akhir
perjanjian Ijarah barang yang disewa itu kembali pada pihak yang
menyewakan barang, yaiitu bank. Pada perjanjian Ijarah sepanjang
masa perjanjian Ijarah tersebut kepemilikan atas barang tetap
berada pada bank. Setelah barang kembali pada akhirmasa Ijarah,
bank dapat menyewakannya kembali kepada pihak lain yang
berminat atau menjual barang tersebut dengan memperoleh harga
atas penjualan barang bekas tersebut.
Pembiayaan Ijarah dan Ijarah mumtahiyah bittamlik (IMBT)
memiliki persamaan perlakuan dengan pembiayaan murabahah.
Kesamaan keduanya adlah bahwa pembiayaan tersebut termasuk
dalam kategori natural certainty contract, dan pada dasarnya
adalah kontrak jual beli. Perbedaan kedua jenis pembiayaan ini
38
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik , (Jakarta : Gema
Insani) h. 168.
52
(Ijarah/IMBT dengan murabahah) hanyalah objek transaksi yang
diperjual belikan tersebut. Dalam pembiayaan murabahah, yang
menjadi objek transaksi adalah barang, misalnya rumah, mobil dan
sebagainya. Sedangkan yang menjadim objek transaksi Ijarah
adalah jasa, baik manfaat atas barang maupun manfaat atas tenaga
kerja.
Pada pembiayaan Ijarah Muntahiyah Bittamlik di perbankan
syariah , akad tersebut dapat dijadikan pembiayaan produktif dan
juga pembiayaan konsumtif. Nasabah yang ingin melakukan
pembiayaan menggunakan akad IMBT terlebih dahulu harus
mengikuti prosedur untuk pelaksanaan pembiaayaan yang telah
ditetapkan oleh Bank Syariah serta melengkapi dokumen –
dokumen yang diperlukan untuk melakukan pembiayaan dengan
menggunakan akad IMBT. Persyaratan serta proses proses yang
ada pada pembiayaan merupakan prosedur pelaksanaan yang
ditujukan untuk mengenali calon nasabah yang akan melakukan
pembiayaan beritikad baik dan layak untuk menerima pembiayaan
dari bank syariah.
Itikad baik dalam diri nasabah bank dapat dinilai dengan
menggunakan prinsip kehati – hatian Bank yaitu, 5C (Character,
Capacity, Capital, Collateral, dan, Condition) serta 7P (Personality,
Party, Purpose, Prospect, Payment, Profitability, Protection).
Dalam hal ini pihak bank syariah akan mengumpulkan keterangan
dan meminta pendapat dari rekan-rekan nasabah mengenai
reputasi, kebiasaan, pribadi dan lainya serta dari dokumen –
dokumen yang telah diberikan nasabah kepada bank. Setelah
mengetahui kelayakan usaha calon nasabah, pihak bank
menganalisa aspek yuridis, keuangan, aspek manajemen, aspek
teknis dan produksi, aspek pemasaran, aspek jaminan, aspek sosial
ekonomi, dan AMDAL dan identifikasi mitigasi risiko. Penilaian
ini berdasarkan kebijakan serta kriteria Bank Syariah yang akan
53
memberikan pembiayaan yang dilakukan oleh Analis serta Komite
Syariah.
2. Proses Pembiayaan IMBT di BankSyariah
Adapun proses pembiayaan yang dilakukan oleh Bank Syariah dalam
pembiayaan menggunakan Akad IMBT ialah 39
:
Gambar 3.1
Skema Pembiayaan IMBT
a. Calon nasabah datang ke bank syariah dengan membawa
surat permohonan untuk pembiayaan Ijarah. Dalam surat
permohonan tersebut nasabah menyampaikan kepada bank
syariah untuk melakukan pembiayaan menggunakan akad
IMBT diawali dengan Ijarah terlebih dahulu. Calon nasabah
menyampaikan maksud serta tujuannya untuk menyewa
barang / alat produksi / mesin / kendaraan yang dibutuhkan
dalam usaha bisnisnya atau rumah tempat tinggal untuk
disewa terlebih dahulu, serta menyampaikan sumber dana
untuk membayar sewa tersebut. Selain surat permohonan
39
Wawancara dengan Hamdan dan Putra selaku Legal dan Account Officer pada PT. Bank
BJB Syariah Cabang Supomo pada tanggal 13 Juni 2017.
54
Ijarah nasabah juga menyertakan data-data perusahaan atau
data-data calon nasabah sesuai prosedur yang dibutuhkan
oleh bank dan sesuai dengan kebijakan bank,diantaranya:
1) Surat permohonan pembiayaan dari (calon) nasabah
2) Foto copy KTP pemohon dan Suami/Istri
3) Foto copy Kartu Keluarga
4) Foto copy Akta Nikah/Cerai/Pisah Harta.
5) Foto copy dokumen agunan pembiayaan, yaitu SHM/
SHGB/ SHPTU/ SHP Strata title di atas SHGB/ SHM
6) Foto copy NPWP (Pembiayaan diatas Rp. 50 juta)
7) Foto copy rekening koran atau tabungan selama 3 bulan
terakhir.
8) Nasabah wajib melampirkan informasi barang/ mesin/
peralatan/ rumah tempat tinggal juga yaitu, jumlah objek
sewa, tipe objek sewa, warna dan ukuran objek sewa, serta
penjual/ supplier yang menjual objek sewa tersebut.
b. Data supplier adalah informasi tentang nama, alamat, nomor
telepon, fax, serta e-mail yang dimiliki supplier. Kontak yang
berhubungan dengan nasabah dan keterangan lain yang
menyatakan status supplier.
c. Analis kelayakan pembiayaan di bank syariah akan
menganalisa kelayakan bisnis nasabah, historis usaha
nasabah. Demikian pula halnya dengan account officer
diwajibkan untuk menganalisa kelayakan usaha supplier yang
diajukan oleh nasabah. Apabaila nasabah tidak mempunyai
calon supplier, maka account officer berhak untuk
mencarikan supplier yang telah berkerjasama dengan bank
syariah maupun supplier baru. Pada tahapan ini Account
officer akan bertanya pada supplier apakah barang yang
dijadikan objek sewa sudah ready stock atau harus dipesan
terlebih dahulu.
55
d. Bagian Legal di bank syariah akan mengadakan pengecekan
kelengkapan dokumentasi perusahaan dalam bidang hukum,
dan kelayakan jaminan yang diajukan oleh nasabah, bila bank
meminta adanya jaminan pada pembiayaan. Bagian
administrasi pembiayaan juga akan melakukan BI checking
atas nasabah dan BI checking atas supplier. Hasil
pemeriksaan (checking) akan disampaikan kepada kepala
cabang atau komite pembiayaan untuk memperoleh
persetujuan atas pengajuan pembiayaan oleh calon nasabah.
e. Bila permohonan calon nasabah dianggap tidak layak atau
suppliernya diragukan untuk diberikan pembiayaan, maka
permohonan pembiayaan dapat dianggap tidak layak untuk
mendapat fasilitas pembiayaan Ijarah. Maka seluruh
dokumen harus dikembalikan kepada nasabah, dan account
officer menyampaikan penolakan untuk melakukan
pembiayaan Ijarah kepada calon nasabah. Bila permohonan
calon nasabah dan supplier dianggap layak dan memenuhi
kriteria untuk diberikan pembiayaan, komite atau kepala
cabang akan memberikan persetujuan untuk memberikan
pembiayaan, disertai dengan kejelasan beberapa hal berikut, :
1) Harga beli barang/ mesin/ kendaraan/ rumah tinggal
dari supplier
2) Harga sewa barang/mesin/kendaraan pada nasabah
3) Jangka waktu penyewaan barang
4) Besarnya jaminan yang diberikan untuk menyewa
5) Persetujuan penunjukan supplier/penjual barang
6) Persetujuan untuk peindahan kepemilikan di akhir masa
sewa
7) Besarnya harga beli pada akhir priode sewa, apabila
menggunakan opsi pemindahan kepemilikan jual beli
8) Jaminan bila diperlukan dan Persyaratan lain yang
56
harus dipenuhi oleh supplier dari bank syariah.
9) Berdasarkan persetujuan komite, kepala cabang,
account officer akan surat persetujuan permohonan
pembiayaan Ijarah kepada nasabah. Surat yang berisi
mengenai bank menyetujui permintaan nasabah untuk
membelikan barang. Dalam surat persetujuan
permohonan pembiayaan Ijarah perlu dinyatakan:
(a) spesifikasi barang yang akan disewa
(b) harga beli bank pada supplier
(c) biaya sewa
(d) jangka waktu sewa
(e) harga jual bank pada nasabah di akhir periode, jika
menggunakan opsi jual beli pada pemindahan
kepemilikan besarnya nilai jaminan untuk
menyewa, jaminan sebagai tanda keseriusan
nasabah untuk menyewa barang/peralatan
tersebut dari bank serta pemindahan kepemilikan
di akhir priode penyewaan.
f. Setelah menerima surat persetujuan permohonan pembiayaan
Ijarah dari bank, nasabah menyatakan persetujuannya atas
seluruh persyaratan yang diajukan bank termasuk melengkapi
seluruh dokumen yang diminta oleh bank dan memberikan
jaminan.
g. Nasabah memberikan jaminan dan bank memberikan Tanda
Terima Jaminan Sewa (TTJS) yang akan di tanda tangani
oleh nasabah sebagai bentuk persetujuan. setelah menerima
tanda terima jaminan sewa bagian administrasi pembiayaan
dapat mengeluarkan Surat Pemesanan Barang pada Supplier
(SPBPS) atau Purchase Order. Supplier menerima purchase
order atau SPBPS dari bagian administrasi dan menyatakan
barang tersedia serta siap untuk dikirimkan kepada nasabah.
57
Bila bank telah menerima konfirmasi bahwa barang telah
tersedia dan siap untuk dikirmkan ke nasabah, bagian
administrasi pembayaran sudah dapat mempersiapkan akad
Ijarah, dimana bank syariah dan nasabah melakukan
perjanjian secara tertulis antara bank dan nasabah untuk
menyewakan barang objek Ijarah dalam jangka waktu
tertentu dan diakhir periode sewa nasabah akan melakukan
pemindahan kepemilikan terhadap
h. Selanjutnya antara bank dan supplier akan dilangsungkan
akad murabahah untuk jual beli barang/mesin/kendaraan
yang akan disewakan kepada nasabah. Pada saat ini terhadap
objek sewa tersebut dapat sekaligus dilakukan pengikatan
jaminan (bila perlu) yaitu jaminan yang lazim digunakan
seperti tanah, rumah, deposito, ataupun barang/mesin itu
sendiri, setelah akad murabahah antara bank dengan supplier,
otomatis proses pembelian barang telah terlaksana dan
barang menjadi milik bank.
i. Supplier mengeluarkan Surat Permohonan Realisasi
Murabahah (SPRM) kepada bank yang meminta pelunasan
harga beli barang. Dalam SPRM dirinci harga jual, uang
muka, sisa yang belum dilunasi agar dapat dibayarkan oleh
bank kepada supplier.
j. Bagian administrasi pembayaran dapat melakukan instruksi
pembayaran sejumlah harga beli barang langsung pada
rekening supplier atau melakukan cek atau instrumen lainnya
sesuai pernyataan supplier dalam Surat Permohonan
Realisasi Murabahah. Setelah menerima pembayaran supplier
akan menyerahkan Tanda Terima Uang Oleh Supplier
(TTUOS) dan mengirimkan barang pada nasabah dengan
melampirkan Surat Pengiriman Barang Pada Nasabah
(SPBPN). SPBPN sekurang-kurangnya rangkap 3 (tiga)
58
yaitu:
1) Satu untuk supplier
2) Satu untuk nasabah
3) Satu wajib disimpan pada bank
k. Setelah barang diterima oleh nasabah, maka nasabah wajib
untuk menyerahkan pada bank Tanda Terima Barang Oleh
Nasabah (TTBON). TTBON sekurang-kurangnya rangkap 2
(dua) yaitu:
1) Satu untuk supplier
2) satu wajib disampaikan pada bank
l. Setelah nasabah menerima barang sewa yang sesuai dengan
spesifikasi yang diminta, selanjutnya nasabah mulai
melakukan pembayaran sewa sesuai dengan ketentuan pada
akad Ijarah.
m. Pada akhir periode masa sewa tersebut nasabah membeli
barang tersebut sesuai harga yang telah disepakati di akad
Ijarah atau pihak bank menghibahkan objek sewa tersebut
setelah nasabah melunasi sewa. Bagian pembiayaan akan
menerima pembayaran dari nasabah dan melakukan
pemindahan kepemilikan atas barang tersebut melalui akad
jual beli atau hibah.
n. Apabila saat berjalannya sewa nasabah tidak mampu membayar,
atau pembiayaan macet pada saat berjalannya sewa maka pihak
bank akan melakukan rescheduling, restructuring, atau
refinancing. Jika pihak nasabah tidak dapat melanjutkan
pembayaran sewa makan pihak bank akan melelang jaminan
atau dengan asuransi yang telah dibayarkan nasabah.
59
BAB IV
PROFIL LEMBAGA &KOMPARASI KEBIJAKAN PENGALIHAN HAK
OPSI KEPEMILIKAN PADA AKAD IJARAH AL- MUNTAHIYYA BIT-
TAMLIK
A. Profil Bank DKI Syariah
Bank DKI Syariah merupakan Unit Usaha Syariah (UUS) dari PT.
Bank DKI berdasarkan Surat Izin Bank Indonesia No.6/371/DPbS tanggal 8
Maret 2004, diresmikan operasional usahanya pada tanggal 16 Maret 2004
oleh Gubernur DKI Jakarta Bpk. H. Sutiyoso bertempat di Gedung Cabang
Syariah Wahid Hasyim Jl. KH. Wahid Hasyim no, 153, JakartaPusat.40
Modal awal Bank DKI Syariah diperoleh dari Bank DKI Kantor Pusat
sebesar Rp. 2 miliar. Kedudukan Bank DKI Syariah merupakan unit usaha
dari Bank DKI. Bank DKI dimiliki oleh Pemda DKI Jakarta dengan
kepemilikan saham 99.81% dan PD Pasar Jaya 0.19%. Sampai dengan akhir
tahun 2016 Bank DKI Syariah berhasil mencapai aset sebesar Rp.40,567
milyar dengan Dana Pihak Ketiga yang berhasil dihimpun sebesar
Rp.28,452 milyar dan penyaluran pembiayaan sebesar Rp.24,000 milyar dan
mampu menghasilkan laba sebesar Rp.163 milyar.41
Produk dan Jasa Bank DKI Syariah terdiri dari; produk penghimpunan dana,
produk pembiayaan, dan produk jasa. Produk penghimpunan dana terdiri
dari giro wadiah, deposito mudharabah, tabungan iB simpeda dengan
prinsip mudharabah, tabungan iB simpeda syariah dengan prinsip wadiah,
dan tabungan Taharoh (haji dan umrah) dengan prinsip mudharabah dan
wadi‟ah, serta Wakaf uang yang terdiri dari wakaf uang abadi dan wakaf
uang berjangka. Sementara produk pembiayaan terdiri dari; Kpr iB
(murabahah, Ijarah muntahiyya bittamlik), pembiayaan iB Investasi (skim
murabahah, Ijarah muntahiya bittamlik, Ijarah, istishna, dan salam),
pembiayaan modal kerja (skim mudharabah, murabahah, salam, dan
istishna), pembiayaan iB mikro syariah, pembiayaan iB beragunan tunai,
40
Company profile Bank DKI Syariah. 41
Diolah dari Informasi Bank DKI Segmen Unit Syariah Per Desember 2016.
60
serta Gadai Emas iB. Sedangkan produk jasa yang saat ini telah dilakukan
adalah Kiriman uang, Pembayaran Air Minum (PAM), RTGS, Kliring,
Inkaso dsb.42
Kondisi kinerja keuangan Bank DKI Syariah hingga Desember 2007
dapat dilihat melalui tabel sebagai berikut43
:
Tabel 3.1
Rasio Keuangan Bank DKI Syariah
No. Rasio Keuangan 2016 2015 2014 2013
1. ROA 2,29% 0,89% 2,10% 3,15%
2. NIM 6,78% 6,61% 6,56% 7,32%
3. FDR 87,41% 91,14% 92,57% 95,20%
4. NPF 2,92% 4,23% 4,38% 1,47%
5. BOPO 75,14% 90,99% 84,26% 74,99%
1. ROA (Return On Asset)
Return On Asset (ROA) secara umum daribulan Desember 2013 –
Desember 2016, mengalami fluktuasi. Pada tahun 2013, rata- rata
ROA sebesar 3,15%. Kemudian pada tahun 2014, rata-rata ROA turun
menjadi 2,10% yang menunjukkan bahwa pada tahun 2014 tingkat
keuntungan yang dihasilkan lebih sedikit dibanding tahun 2013. Pada
tahun 2015 rata-rata ROA kembali mengalami penurunan menjadi
0,89%. Hal ini menunjukkan kinerja bank menurun dibandingkan
pada tahun sebelumnya sehingga keuntungan yang diterima bank lebih
sedikit dari tahun sebelumnya. Kemudian pada tahun 2016 rata-rata
ROA mengalami peningkatan dibanding tahun 2015yaitu sebesar
2,29%. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2016 tingkat
42
Company profile Bank DKI Syariah Tahun 2016. 43
Diolah dari Informasi Bank DKI Segmen Unit Syariah Per Desember 2013, 2014,2015
dan 2016.
61
profitabilitas dalam bank tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun
2015. Hal ini disebabkan pada tahun 2016 kinerja bank lebih baik
serta peningkatan aktiva produktif dapat diimbangi oleh peningkatan
laba. Walaupun terjadi fluktuasi terhadap rasio ROA, rasio ROA
tersebut masih diatas nilai minimum dari ketentuan Bank Indonesia
yaitu > 1,22%.
2. Rasio NIM (Net Income Margin)
NIM (Net Income Margin) secara umum dari bulan Desember 2013
sampai Desember 2016 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2013, rata-
rata NIM sebesar 7,32%. Kemudian pada tahun 2014, rata-rata NIM
turun menjadi 6,56% yang berarti pada tahun 2014 pengendalian biaya
kurang baik dibandingkan pada tahun 2013. Pada tahun 2015 rata-rata
NIM naik menjadi 6,61%. Hal ini berarti bahwa pada tahun 2015
manajemen berhasil menggerakkan aktiva produktif, seiring dengan
bertambahnya modal. Pada tahun 2016 rata-rata NIM kembali
meningkat menjadi 6,78%, hal ini menunjukkan bahwa peningkatan
aktiva produktif dapat diikuti oleh peningkatan laba yang signifikan
sehingga dapat terjadinya peningkatan kembali rasio NIM pada tahun
2016.
3. FDR (Financing to Deposit Ratio)
Financing to Deposit Ratio (FDR) secara umum dari Desember 2013
sampai dengan Desember 2016 mengalami penurunan yang signifikan
dan rasio FDR berada < 100%. Pada tahun 2013, rata-rata FDR
sebesar 95,20%. Kemudian pada tahun 2014 turun menjadi 92,57%..
Pada tahun 2015 rata-rata FDR turun menjadi 91,14%, dan turun
kembali pada tahun 2016 menjadi 87,41%, hal ini menunjukkan
bahwa Bank DKI Syaiah dapat mengefisiensikan DPK yang diterima
untuk penyaluran pembiayaan dalam arti kata lain DPK yang diterima
dapat diimbangi dengan penyaluran pembiayaan.
4. NPF (Non Performing Financing)
NPF (Non Performing Financing) atau jumlah pembiayaan
62
bermasalah Bank DKI Syariah juga mengalami fluktuasi. Pada tahun
2013 dan 2014 masing- masing 1,47 % dan 4,38%. Pada Tahun 2014
NPF mengalami peningkatan dari tahun 2013 dikarenakan oleh dana
yang dikeluarkan oleh Bank Muamalat Indonesia untuk pembiayaan
tidak diimbangi dengan pengembalian dana pembiaayan oleh para
debitur. Sementara pada tahun 2015, NPF bank DKI Syariah
mengalami kenaikan sebesar 4,23 %, dan turun kembali pada posisi
2,92% di tahun 2016.
5. Rasio BOPO (Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional)
Rasio BOPO secara umum dari Desember 2013 sampai Desember
2016 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2013 , rata-rata BOPO sebesar
74,99%, kemudian rata–rata BOPO meningkat pada tahun 2014
menjadi 84,26%. Hal ini disebabkan oleh kurang efeisiennya Bank
Muamalat Indonesia dalam pengendalian biaya – biaya yang dapat
disebabkan oleh penambahan tenaga kerja dan meningkatnya biaya
administrasi dan umum. Kemudian pada tahun 2015 dan 2016
terjadinya penurunan rata-rata BOPO yaitu dari 90,99% menjadi
75,14, yang berarti pada tahun 2015 dan 2016 tingkat efisiensi
pengendalian biaya – biaya Bank DKI Syariah meningkat dibanding
tahun sebelumnya. Walaupun terjadi fluktuasi terhadap rasio BOPO
tersebut masih berada dibawah nilai maksimum ketentuan Bank
Indonesia yaitu sebesar 93,5%.
B. Profil Bank Muamalat Indonesia
Bank Muamalat Indonesia merupakan merupakan bank syariah
pertama di Indonesia yang berdiri pada 1 November 1991 atau 24 Rabi‟us
Tsani 1412. Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi pada 1 Mei 1992
atau 27 Syawal 1412 H dan menjadi pelopor bisnis keuangan syariah
lainnya.44
44
Company profile Bank Muamalat Tahun 2016.
63
Pendirian Bank Muamalat Indonesia Indonesia digagas oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
(ICMI) dan pengusaha muslim yang kemudian mendapat dukungan dari
Pemerintah Republik Indonesia.
Sejak resmi beroperasi pada 1 Mei 1992 atau 27 Syawal 1412 H,
Bank Muamalat Indonesia Indonesia terus berinovasi dan mengeluarkan
produk- produk keuangan syariah seperti Asuransi Syariah (Asuransi
Takaful), Dana Pensiun Lembaga Keuangan Muamalat (DPLK
Muamalat) dan multifinance syariah (Al-Ijarah Indonesia Finance) yang
seluruhnya menjadi terobosan di Indonesia. Selain itu produk Bank yaitu
Shar-e yang diluncurkan pada tahun2004 juga merupakan tabungan
instan pertama di Indonesia. Produk Shar-e Gold Debit Visa yang
diluncurkan pada tahun 2011 tersebut mendapatkan penghargaan dari
Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai Kartu Debit Syariah dengan
teknologi chip pertama di Indonesia serta layanan e-channel seperti
internet banking, mobile banking, ATM, dan cash management. Seluruh
produk-produk tersebut menjadi pionir produk syariah di Indonesia dan
menjadi tonggak sejarah penting di industri perbankan syariah.
Pada tahun 2009, Bank mendapatkan izin untuk membuka kantor
cabang di Kuala Lumpur, Malaysia dan menjadi bank pertama di
Indonesia serta satu-satunya yang mewujudkan ekspansi bisnis di
Malaysia. Hingga saat ini, Bank telah memiliki 363 kantor layanan
termasuk 1 (satu) kantor cabang di Malaysia. Operasional Bank juga
didukung oleh jaringan layanan yang luas berupa 1.337 unit ATM
Muamalat, 120.000 jaringan ATM Bersama dan ATM Prima, 103 Mobil
Kas Keliling (mobile branch) serta lebih dari 11.000 jaringan ATM di
Malaysia melalui Malaysia Electronic Payment (MEPS).
Menginjak usianya yang ke-20 pada tahun 2012, Bank Muamalat
Indonesia Indonesia melakukan rebranding pada logo Bank untuk
semakin meningkatkan awareness terhadap image sebagai Bank syariah
Islami, Modern dan Profesional. Bank pun terus mewujudkan berbagai
64
pencapaian serta prestasi yang diakui baik secara nasional maupun
internasional. Hingga saat ini, Bank beroperasi bersama beberapa entitas
anaknya dalam memberikan layanan terbaik yaitu Al-Ijarah Indonesia
Finance (ALIF) yang memberikan layanan pembiayaan syariah, (DPLK
Muamalat) yang memberikan layanan dana pensiun melalui Dana
Pensiun Lembaga Keuangan, dan Baitulmaal Muamalat yang
memberikan layanan untuk menyalurkan dana Zakat, Infak dan Sedekah
(ZIS).45
Bank Muamalat Indonesia memiliki layanan pengimpunan dana,
penyaluran dana, serta layanan jasa. Produk penghimpunan dana yang
disediakan oleh Bank Muamalat Indonesia adalah Tabungan yang terdiri
dari Tabungan IB Muamalat Haji dan Umrah, Tabungan IB Muamalat,
Tabungan IB Muamalat Dollar, dan Tabunganku. Giro yang terdiri Giro
IB Muamalat Attijary dan Giro IB Muamalat Ultima, Deposito yang
terdiri Deposito IB Mundharabah Muamalat.
Produk Pembiayaan dana yang disediakan oleh Bank Muamalat
Indonesia adalah KPR IB Muamalat yaitu KPR Muamalat iB adalah produk
pembiayaan yang akan membantu Anda untuk memiliki rumah tinggal,
rumah susun, apartemen dan condotel termasuk renovasi dan pembangunan
serta pengalihan (take- over) KPR dari bank lain dengan Dua pilihan akad
yaitu akad murabahah (jual-beli) atau musyarakah mutanaqishah (kerjasama
sewa, Pembiayaan IB Muamalat Pensiun yaitu produk pembiayaan yang
membantu anda untuk memenuhi kebutuhan di hari tua dengan sederet
keuntungan dan memenuhi prinsip syariah yang menenangkan. Produk ini
memfasilitasi pensiunan untuk kepemilikandan renovasi rumah tinggal,
pembelian kendaraan, biaya pendidikan anak, biaya pernikahan anak dan
umroh. Termasuk take over pembiayaan pensiun dari bank lain. Dua pilihan
yaitu akad murabahah (jual-beli) atau Ijarah multijasa, serta Pembiayaan IB
Muamalat Multiguna yaitu produk pembiayaan yang membantu anda untuk
45
Company profile Bank Muamalat Tahun 2016.
65
memenuhi kebutuhan barang jasa konsumtif seperti bahan bangunan untuk
renovasi rumah, kepemilikan sepeda motor, biaya pendidikan, biaya
pernikahan dan perlengkapan rumah.
Bank Muamalat Indonesia juga menyediakan Layanan Kartu Share-E
Debit yang dapat digunakan nasabah untuk melakukan transaksi di ATM
dan toko/merchant di dalam negeri dan dapat digunakan untuk melakukan
berbagai transaksi di ATM Bank Muamalat Indonesia dan ATM Bersama.
Selain itu, transaksi pembayaran belanja dapat dilakukan diseluruh
toko/merchant yang berlogo Prima di dalam negeri.
Kondisi kinerja keuangan Bank Muamalat Indonesia hingga Desember 2016
dapat digambarkan sebagai berikut46
:
Tabel 3.2
Rasio Keuangan Bank Muamalat Indonesia
Rasio Keuangan 2016 2015 2014 2013
ROA 0,22% 0,20% 0,17% 0,50%
NIM 3,21% 4,09% 3,36% 4,64%
FDR 95,13% 90,30% 84,14% 99,90%
NPF 1,40% 4,20% 4,85% 1,56%
BOPO 93,50% 97,76% 97,36% 97,33%
1. ROA (Return On Asset)
Return On Asset (ROA) secara umum dari bulan Desember 2013 –
Desember 2016, mengalami fluktuasi. Pada tahun 2013, rata-rata
ROA sebesar 0,50%. Kemudian pada tahun 2014, rata-rata ROA turun
menjadi 0,17% yang menunjukkan bahwa pada tahun 2014 tingkat
keuntungan yang dihasilkan lebih sedikit dibanding tahun 2013. Pada
tahun 2015 rata-rata ROA kembali naik menjadi 0,20%. Hal ini
46
Diolah dari Informasi Annual Report Bank Muamalat Per Desember 2013, 2014, 2015,
dan 2016.
66
menunjukkan kinerja bank yang lebih baik dibandingpada
sebelumnya. Kemudian pada tahun 2016 rata-rata ROA mengalami
peningkatan kembali dibanding tahun 2015 yaitu sebesar 0,22%. Hal
ini menunjukkan bahwa pada tahun 2016 tingkat profitabilitas dalam
bank tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun 2015. Hal ini
disebabkan pada tahun 2016 kinerja bank lebih baik serta peningkatan
aktiva produktif dapat dimbangi oleh peningkatan laba. Namun sangat
disayangkan, rasio ROA tersebut masih dibawah nilai minimum dari
ketentuan Bank Indonesia yaitu > 1,22%.
2. Rasio NIM (Net Income Margin)
NIM (Net Income Margin) secara umum dari bulan Desember 2013
sampai Desember 2016 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2013, rata-
rata NIM sebesar 4,64%. Kemudian pada tahun 2014, rata-rata NIM
turun menjadi 3,36% yang berarti pada tahun 2014 pengendalian biaya
kurang baik dibandingkan pada tahun 2013. Pada tahun 2015 rata-rata
NIM naik menjadi 4,09%. Hal ini berarti bahwa pada tahun 2015
manajemen berhasil menggerakkan aktiva produktif, seiring dengan
bertambahnya modal. Pada tahun 2016 rata-rata NIM kembali
menurun menjadi 3,21%, hal ini menunjukkan bahwa peningkatan
aktiva produktif yang tidak diikuti oleh peningkatan laba yang
signifikan.
3. FDR (Financing to Deposit Ratio)
Financing to Deposit Ratio (FDR) secara umum dari Desember 2013
sampai Desember 2016 selalu mengalami fluktuasi dan rasio FDR
berada < 100%. Pada tahun 2013, rata-rata FDR sebesar 99,99%.
Kemudian pada tahun 2014 turun menjadi 84,14%. Hal ini disebabkan
pada tahun 2014 peningkatan DPK tidak disertai oleh peningkatan
penyaluran pembiaayan. Pada tahun 2015 rata-rata FDR naik menjadi
90,30%, hal ini dikarenakan Bank Muamalat Indonesia sudah
mengimbangi kembali DPK yang diterima dengan pembiayaan yang
disalurkan. Kemudian pada tahun 2016 rata-rata FDR meningkat
67
kembali menjadi 95,13%, hal ini menunjukkan bahwa Bank Muamalat
Indonesia dapat mengefisiensikan DPK yang diterima untuk
penyaluran pembiayaan.
4. Rasio BOPO (Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional)
Rasio BOPO secara umum dari Desember 2013 sampai Desember
2016 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2013, rata-rata BOPO sebesar
93,86%, kemudian rata – rata BOPO meningkat pada tahun 2014
menjadi 97,33%. Hal ini disebabkan oleh kurang efeisien nya Bank
Muamalat Indonesia dalam pengendalian biaya – biaya yang dapat
disebabkan oleh penambahan tenaga kerja dan meningkatnya biaya
administrasi dan umum. Kemudian pada tahun 2015 dan 2016 kembali
terjadinya peningkatan rata-rata BOPO yaitu dari 97,36% menjadi
97,76 , yang berarti pada tahun 2015 dan 2016 tingkat efisiensi
pengendalian biaya – biaya Bank Muamalat Indonesia kembali
menurun dibanding tahun sebelumnya. Sangat disayangkan rasio
tersebut berada diatas nilai maksimum ketentuan Bank Indonesia yaitu
sebesar 93,5%.
5. NPF (Non Performing Financing)
NPF (Non Performing Financing) atau jumlah pembiayaan
bermasalah Bank Muamalat Indonesia juga mengalami fluktuasi. Pada
tahun 2013 dan 2014 masing- masing 1,56 % dan 4,85%. Pada Tahun
2014 NPF mengalami peningkatan dari tahun 2013 dikarenakan oleh
dana yang dikeluarkan oleh Bank Muamalat Indonesia untuk
pembiayaan tidak diimbangi dengan pengembalian dana pembiaayan
oleh para debitur. Sementara pada tahun 2015, NPF Bank Muamalat
Indonesia mengalami penurunan sebesar 4,20 %, dan turun kembali
pada posisi 1,40% di tahun 2016.
C. Profil Bank BJB Syariah
Pendirian bank bjb syariah diawali dengan pembentukan Divisi/Unit
Usaha Syariah oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten
68
Tbk. pada tanggal 20 Mei 2000, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Jawa Barat yang mulai tumbuh keinginannya untuk
menggunakan jasa perbankan syariah pada saat itu. Setelah 10 (sepuluh)
tahun operasional Divisi/Unit Usaha syariah, manajemen PT Bank
Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. berpandangan bahwa
untuk mempercepat pertumbuhan usaha syariah serta mendukung program
Bank Indonesia yang menghendaki peningkatan share perbankan syariah,
maka dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham PT Bank
Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. diputuskan untuk
menjadikan Divisi/Unit Usaha Syariah menjadi Bank Umum Syariah.
Sebagai tindak lanjut keputusan Rapat Umum Pemegang Saham PT
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. maka pada tanggal
15 Januari 2010 didirikan bank bjb syariah berdasarkan Akta Pendirian
Nomor 4 yang dibuat oleh Notaris Fathiah Helmi dan telah mendapat
pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
AHU.04317.AH.01.01 Tahun 2010 tanggal 26 Januari 2010.
Pada saat pendirian bank bjb syariah memiliki modal disetor sebesar
Rp.500.000.000.000 (lima ratus milyar rupiah), kepemilikan saham bank bjb
syariah dimiliki oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten
Tbk. dan PT Global Banten Development, dengan komposisi PT Bank
Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. sebesar
Rp.495.000.000.000 (empat ratus sembilan puluh lima milyar rupiah) dan
PT Banten Global Development sebesar Rp.5.000.000.000 (lima milyar
rupiah).
Pada tanggal 6 Mei 2010 bank bjb syariah memulai usahanya, setelah
diperoleh Surat Ijin Usaha dari Bank Indonesia Nomor 12/629/DPbS
tertanggal 30 April 2010, dengan terlebih dahulu dilaksanakan cut off dari
Divisi/Unit Usaha Syariah PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan
Banten Tbk. yang menjadi cikal bakal bank bjb syariah.
Kemudian, pada tanggal 21 juni 2011, berdasarkan akta No 10
tentang penambahan modal disetor yang dibuat oleh Notaris Popy Kuntari
69
Sutresna dan telah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia nomor AHU-AH.01.10-23713 Tahun 2011 tanggal 25 Juli
2011, PT Banten Global Development menambahkan modal disetor sebesar
Rp. 7.000.000.000 (tujuh milyar rupiah), sehingga saham total seluruhnya
menjadi Rp. 507.000.000.000 (lima ratus tujuh milyar rupiah), dengan
komposisi PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk.
sebesar Rp.495.000.000.000 (empat ratus Sembilan puluh lima milyar
rupiah) dan PT Banten Global Development sebesar Rp.12.000.000.000
(dua belas milyar rupiah).
Pada tanggal 31 Juli 2012, berdasarkan akta nomor 27 perihal
Pelaksanaan Putusan RUPS Lainnya Tahun 2012, PT Bank Pembangunan
Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk dan PT Banten Global Development
menambahkan model disetor sehingga total modal PT Bank Jabar Banten
Syariah menjadi sebesar Rp 609.000.000.000,- (enam ratus sembilan milyar
rupiah), dengan komposisi PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan
Banten,Tbk sebesar Rp 595.000.000.000,- (lima ratus sembilan puluh lima
milyar rupiah) dan PT Banten Global Development sebesar Rp
14.000.000.000,- (empat belas milyar rupiah).47
Produk dan Jasa Bank BJB Syariah terdiri dari; produk penghimpunan
dana, produk pembiayaan, dan produk jasa. Produk penghimpunan dana
terdiri dari giro iB maslahah dengan prinsip wadiah yadh dhamanah,
deposito iB maslahah dengan prinsip mudharabah mutlaqah, tabungan iB
maslahah Tabungan iB maslahah merupakan produk simpanan yang
menggunakan prinsip wadiah yadh dhamanah dan mudharabah mutlaqah ,
dan tabungan iB Haji maslahah, serta simpel iB (simpanan pelajar) denga
prinsip mudharabah mutlaqah. Sementara produk pembiayaan terdiri
pembiayaan produktif dan konsumtif. Pembiayaan produktif teridiri dari
pembiayaan modal kerja dan investasi. Sementara pembiayaan konsumtif
terdiri dari Dana talangan haji iB maslahah, pembiayaan kepemilikan
kendaraan bermotor iB maslahah, pembiayaan pemilikan rumah iB
47
Company profile Bank BJB Syariah.
70
maslahah, pembiayaan serbaguna iB maslahah, mitra emas iB maslahah dan,
pembiayaan kepemilikan iB maslahah. Sedangkan produk jasa yang saat ini
telah dilakukan adalah Kiriman uang, Layanan jemput maslahah, Layanan
PPOB , RTGS, Kliring, Inkaso dsb.48
Kondisi kinerja keuangan Bank BJB Syariah hingga Desember 2016 dapat
digambarkan sebagai berikut49
:
Tabel 3.3
Rasio Keuagan Bank BJB Syariah
Rasio Keuangan 2016 2015 2014 2013
ROA -8,19% 0,25 0,72% 0,91%
NIM 5,16% 5,68 4,88% 6,65%
FDR 98,73% 104,75% 84,02% 97,40%
NPF 17,93% 6,93% 5,84% 1,16%
BOPO 122,74% 98,78% 91,01% 85,76%
1. ROA (Return On Asset)
Return On Asset (ROA) secara umum dari bulan Desember 2013–
Desember 2016, mengalami fluktuasi. Pada tahun 2013 ROA
sebesar 0,91% mengalami penurunan di tahun 2014, yaitu rata-rata
ROA sebesar 0,72% dan pada tahun 2015 rata-rata ROA mengalami
penurunan kembali menjadi 0,25%. Hal ini menunjukkan kinerja
bank menurun dibandingkan pada tahun sebelumnya sehingga
keuntungan yang diterima bank lebih sedikit dari tahun sebelumnya.
Kemudian pada tahun 2016 rata-rata ROA mengalami penurunan
kembali dibanding tahun 2015 yaitu sebesar -8,19 %. Hal ini
menunjukkan bahwa pada tahun 2016 tingkat profitabilitas dalam
48
Company profile Bank BJB Syariah Tahun 2016. 49
Diolah dari Informasi Annual Report BJB Segmen Unit Syariah Per Desember 2013,
2014,2015 dan 2016 .
71
bank tersebut semakin menurun dibandingkan tahun 2015. Hal ini
disebabkan pada tahun 2016 kinerja bank semakin menurun
dikarenakan aktiva produktif tidak dapat dimbangi oleh peningkatan
laba. Sangat disayangkan terjadi penurunan terhadap rasio ROA,
sehingga rasio ROA tersebut berada dibawah nilai minimum dari
ketentuan Bank Indonesia yaitu > 1,22%.
2. Rasio NIM (Net Income Margin)
NIM (Net Income Margin) secara umum dari bulan Desember 2013
sampai Desember 2016 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2013, rata-
rata NIM sebesar 6,65%. Kemudian pada tahun 2014, rata-rata NIM
turun menjadi 4,88% yang berarti pada tahun 2014 pengendalian biaya
kurang baik dibandingkan pada tahun 2013. Pada tahun 2015 rata-rata
NIM naik menjadi 5,86%. Hal ini berarti bahwa pada tahun 2015
manajemen berhasil menggerakkan aktiva produktif, seiring dengan
bertambahnya modal. Pada tahun 2016 rata-rata NIM kembali
menurun menjadi 5,16%, hal ini menunjukkan bahwa peningkatan
aktiva produktif yang tidak diikuti oleh peningkatan laba yang
signifikan.
3. FDR (Financing to Deposit Ratio)
Financing to Deposit Ratio (FDR) secara umum dari Desember 2013
sampai dengan Desember 2016 mengalami fluktuasi dan rasio FDR.
Pada tahun 2013 97,40 mengalami penurunan di tahun 2014,yaitu
rata-rata FDR menjadi sebesar 84,02%. Hal tersebut menunjukkan
bawa jumlah DPK yang diterima dapat diimbangi dengan jumlah
pembiayaan yang disalurkan. Kemudian pada tahun 2015 meningkat
menjadi 104,75 % hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah DPK
yang diterima tidak diimbangi oleh penyaluran yang diberikan untuk
pembiayaan.. Pada tahun 2016 rata-rata FDR turun menjadi 98,73
hal ini menunjukkan bahwa ditahun selanjutnya Bank BJB Syariah
sudah kembali dapat mengefisiensikan DPK yang diterima untuk
penyaluran pembiayaan dalam arti kata lain DPK yang diterima
72
sudah mulai dapat diimbangi dengan penyaluran pembiayaan..
4. Rasio BOPO (Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional)
Rasio BOPO secara umum dari Desember 2014 sampai Desember
2016 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2013 Rasio BOPO sebesar
85,76% kemudian meningkat pada tahun 2014 ,yaitu rata-rata BOPO
sebesar 91,01%, kemudian rata – rata BOPO meningkat kembali
pada tahun 2015 menjadi 98,78%. Hal ini disebabkan oleh kurang
efeisiennya Bank BJB Syariah dalam pengendalian biaya – biaya
yang dapat disebabkan oleh penambahan tenaga kerja dan
meningkatnya biaya administrasi dan umum. Kemudian pada tahun
2015 dan 2016 terjadinya kenaikan kembali rata-rata BOPO yaitu
dari 98,78% menjadi 122,74%, yang berarti pada tahun 2015 dan
2016 meningkatnya biaya beban operasional Bank BJB Syariah
sehingga menimbulkan terjadinya peningkatan pula pada rasio BOPO
ditahun 2016.Sangat disayangkan meningkatnya beban operasional
berpengaruh terhadap rasio BOPO tersebut sehinga rasio BOPO
berada diatas nilai maksimum ketentuan Bank Indonesia yaitu
sebesar 93,5%.
5. NPF (Non Performing Financing)
NPF (Non Performing Financing) atau jumlah pembiayaan
bermasalah Bank BJB Syariah juga mengalami fluktuasi. Pada tahun
2013 jumlah rasio NPF sebesar 1,16% kemudian meningkat pada
tahun 2014 dan 2015 masing-masing sebesar 5,84 % dan 6,93%.
Pada Tahun 2015 NPF mengalami peningkatan dari tahun 2014
dikarenakan oleh dana yang dikeluarkan oleh Bank BJB Syariah
untuk pembiayaan tidak diimbangi dengan pengembalian dana
pembiaayan oleh para debitur. Sementara pada tahun 2016, NPF
bank DKI Syariah mengalami kenaikan kembali sebesar 17,93 yang
disebabkan oleh penyaluran dana untuk pembiayaan tidak diimbangi
pengembalian dana oleh para debitur atau terjadinya kenaikan jumlah
kredit macet oleh para nasabah yang melakukan pembiayaan.
73
D. Komparasi Penggunaan Akad IMBT Pada Produk Pembiayaan di
Bank Syariah
Pada umumnya bank syariah memiliki beragam akad yang dapat
ditawarkan kepada nasabah untuk melakukan penyaluran pembiayaan.
Penyaluran pembiayaan dapat dilakukan dengan menggunakan akad
murabahah, mudharabah, musyarakah, Ijarah, serta Ijarah al –muntahiiya
bit tamlik. Pada saat nasabah ingin mengajukan pembiayaan nasabah dapat
memilih akad yang sesuai dengan kebutuhannya. Apabila nasabah ingin
menyewa sebuah barang terlebih dahulu, namun pada akhir masa sewa
nasabah ingin memiliki barang tersebut maka akad IMBT menjadi pilihan
yang tepat untuk nasabah pada saat akan mengajukan pembiayaan.
Secara teoritik akad IMBT dapat digunakan baik untuk pembiayaan
produktif maupun pembiayaan konsumtif, selama barang yang dijadikan
objek sewa pada pembiayaan tersebut dengan menggunakan akad IMBT
tergolong barang yang halal, tidak bertentangan dengan prinsip syariah,
serta manfaat pada barang tersebut dapat dinilai. Barang yang dijadikan
objek sewa pada akad IMBT dapat berupa alat berat, mesin, rumah tinggal,
dll. Sesuai dengan Fatwa DSN 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Ijarah objek Ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau
jasa.Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan
dalam kontrak barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak
diharamkan). Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai
dengan syari'ah. Selama barang yang akan dijadikan objek sewa sesuai dan
tidak melanggar prinsip syariah maka Bank Syariah dapat menggunakan
akad IMBT pada pembiayaannya.
Menurut data diatas dapat disimpulkan bahwa, Bank syariah yang
telah dijadikan objek peneliian dalam penelitian ini memiliki perbedaan
dalam menggunakan akad IMBT terhadap produk pembiayaannya.
Dikarenakan oleh pertimbangan tersendiri terhadap penentuan penggunaan
akad IMBT pada produknya.
74
Tabel 4.1
Pembiayaan dengan Akad IMBT
NO. Bank
Syariah Pembiayaan dengan Akad IMBT
Bank
Muamalat
Indonesia
Pembiayaan Investasi yaitu pembiayaan yang dapat
digunakan untuk pembelian atau penyewaan tempat
usaha, peralatan investasi (mesin, kendaraan, alat
berat, dll), dan pembangunan.
Bank BJB
Syariah
KPR yaitu pembiayaan yang diberikan kepada
perorangan untuk membeli, membangun dan atau
renovasi (termasuk ruko, rukan, apartemen dan
sejenisnya dan Pembiayaan Multiguna, yaitu
pembiayaan yang diberikan Bank kepadaNasabah
untuk tujuan membiayai kebutuhan nasabah dalam
rangka memperoleh benda/barang seperti kendaraan
bermotor, mobil, tanah dan/atau bangunan, dan logam
mulia.
Bank DKI
Syariah
KPR yaitu pembiayaan kepemilikan rumah
diperuntukkan bagi para pegawai PNS,
BUMN/BUMD, Swasta, Wirausaha maupun
Professional dengan jangka waktu maksimal 15 tahun
dan Pembiayaan Investasi yaitu pembiayaan Investasi
untuk keperluan menyewa, membangun gedung,
memiliki kendaraan dll, dengan mengangsur dimana
diakhir periode angsuran nasabah dapat memiliki
aktiva tersebut atau hanya sewa saja.
75
Bank Muamalat Indonesia menggunakan akad IMBT pada produk
pembiayaanya sejak tahun 2002. Pada Bank Muamalat Indonesia,
pembiayaan investasi dikhususkan kepada nasabah yang ingin melakukan
pembelian atau penyewaan tempat usaha, peralatan investasi (mesin,
kendaraan, alat berat, dll) sehingga akad IMBT tepat digunakan untuk
pembiayaan investasi ini, nasabah dapat melakukan pembelian atau sewa
saja. Pertimbangan Bank Muamalat Indonesia tidak menggunakan akad
IMBT pada produk KPRnya dikarenakan produk KPR didominasi oleh akad
murabahah sehingga belum dimungkinkannya pembiayaan KPR dengan
menggunakan akad IMBT, hal ini juga dilakukan untuk meminimalisir
risiko mengingat pada akad IMBT nasabah bisa saja tidak melakukan
perpindahan kepemillikan terhadap barang tersebut diakhir tersebut, tidak
seperti akad murabahah dimana kepemilikan rumah tersebut langsung
menjadi milik nasabah.50
Selanjutnya pada Bank DKI Syariah, Bank DKI Syariah
menggunakan akad IMBT pada produknya pembiayaannya sejak tahun
2004. Akad IMBT digunakan untuk pembiayaan KPR dikarenakan oleh
pertimbangan bank dimana rumah dapat dijadikan objek sewa pada akad
IMBT, serta pada akad IMBT harga sewa dapat dinaikkan sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak, sehingga hal ini dapat menguntungkan bank
ketika terjadinya penurunan ekonomi atau terjadi sesuatu yang
menyebabkan terjadinya overhead cost terhadap barang sewa tersebut.
Walau akad murabahah tetap mendominasi pada pembiayaan KPR, namun
Bank DKI syariah tetap menggunakan akad IMBT pada produk KPR nya.
Lalu pertimbangan bank syariah menggunakan akad IMBT untuk
pembiayaan investasi dikarenakan oleh pembiayaan investasi dikhususkan
kepada nasabah yang memiliki atau menyewa saja alat berat, mesin,
bangunan, atau kendaraan bermotor, sehingga akad IMBT sangat tepat
50
Wawancara dengan Ahmad Nuryadi & Rizky Yusif, Sharia Compliance Bank
Muamalat & Research Development Team Leader Muamalat Institute.
76
untuk digunakan pada produk pembiayaan ini.51
Bank BJB Syariah menggunakan akad IMBT pada produk
pembiayannya sejak tahun 2010. Bank BJB Syariah menggunakan akad
IMBT sebagai salah satu pilihan pada produk pembiayaan KPR dan
Pembiayaan multiguna. Akad IMBT digunakan pada KPR dikarenakan
pembiayaan ini dikhususkan kepada nasabah perorangan untuk membeli,
membangun dan atau renovasi (termasuk ruko, rukan, apartemen dan
sejenisnya) sehingga akad IMBT tepat untuk dijadikan alternatif untuk
pembiayaan KPR selain menggunakan akad murabaha, perbedaannya
adalah jika menggunakan akad IMBT nasabah akan terlebih dahulu
melakukan sewa terhadap rumah tersebut, lalu melakukan perpindahan
kepemilikan pada akhir masa sewa tersebut. Namun sangat disayangkan,
Bank BJB Syariah hingga kurun waktu 2010 – 2017 belum pernah
melakukan pembiayaan KPR dengan menggunakan akad IMBT.
Selanjutnya, pertimbangan bank syariah menggunakan akad IMBT sebagai
salah satu alternatif akad pada produk pembiayaan multiguna dikarenakan
oleh pembiayaan multiguna dikhusukan kepada nasabah yang ingin
memperoleh benda/barang seperti kendaraan bermotor, mobil, tanah
dan/atau bangunan, dan logam mulia sehingga benda/barang tersebut dapat
dijadikan objek sewa dengan menggunakan akad IMBT, akan tetapi
sebelum nasabah dapat memperoleh barang tersebut nasabah harus terlebih
dahulu menyewa lalu pada akhir masa sewa melakukan perpindahan
kepemilikan terhadap benda/barang tersebut. Namun sangat disayangkan
hingga kurun waktu 7 tahun sejak bank BJB Syariah menggunakan akad
tersebut terhitung hanya satu nasabah yang melakukan pembiayaan
multiguna (alat berat) dengan menggunakan akad IMBT.52
51Wawancara dengan dengan Kurniati Budiasih, Pembiayaan Bank DKI Syariah.
52
Wawancara dengan Hamdan & Arif, Legal & Financial Support Bank BJBSyariah.
77
E. Komparasi Kebijakan Pengalihan Hak Opsi Pada AkadIMBT
Al-Ijārah al-Muntahiya bit Al-Tamlik adalah perpaduan antara
kontrak jual beli dan sewa, lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan
kepemilikan barang di tangan si penyewa.53
Fatwa Dewan Syariah Nasional
tentang Al-IjarahAl-Muntahiyah bit Al- tamlik sebagaimana tertuang dalam
fatwanya Nomor: 27/DSN- MUI/III/2002 mendefinisikan akad ini adalah
akad penyediaan dan dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat
dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi
pemindahan kepemilikan barang kepada pihak penyewa. Pilihan untuk
menjual barang diakhir masa sewa biasanya diambil apabila kemampuan
finansial penyewa untuk membayar sewa relatif kecil. Karena sewa yang
dibayar relatif kecil, akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai
akhir periode sewa belum mencukupi harga beli barang tersebut dan margin
laba yang ditetapkan oleh bank. Karena itu untuk menutupi kekurangan
tersebut apabila pihak penyewa ingin memiliki barang tersebut, maka ia
harus membeli barang tersebut diakhir periode. Sedangkan pilihan untuk
menghibahkan barang diakhir masa sewa biasanya diambil bila kemampuan
finansial penyewa untuk membayar sewa relatif lebih besar. Karena sewa
yang dibayarkan relatif besar jumlahnya, edangkan akumulasi sewa diakhir
periode sewa sudah mencukupi untuk menutup harga beli barang dan
margin laba yang telah ditetapkan oleh bank. Dengan demikian penyewa
dapat menghibahkan barang tersebut diakhir masa periode sewa kepada
pihak penyewa.54
53
MuhammadSyafi‟iAntonio,BankSyariahDariTeorikePraktek,(Jakarta:Gema
Insani,2001),117.
54 Didik Hijrianto, “Pelaksanaan Akad Pembiayaan Ijarah Muntahiyah Bittamlik Pada
Bank Muamalat Indonesia Cabang Mataram”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan
Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2010.
78
1. Kebijakan atas pengalihan hak opsi akad IMBT di Bank DKI
Syariah
Dari data yang telah didapat, setiap bank yang dijadikan objek
penelitian memiliki kebijakan yang berbeda atas pengalihan
kepemilikan, baik kepemilikan melalui hak opsi jual beli atau melalui
hak opsi hibah. Kebijakan atas pengalihan hak opsi pada akad IMBT
(jual beli / hibah) di Bank DKI Syariah didasari olehbagaimana cara
nasabah melakukan pembayaran pada saat berlangsungnya
pembiayaan. Nasabah diberikan hak opsi jual beli ketika nasabah
melakukan pelunasan dipercepat pada saat berlangsungnya masa
sewa. Pada saat pelunasan dipercepat nasabah hanya membayar harga
pokok dari barang tersebut, dan dua kali masa biaya sewa serta
margin. Sedangkan Bank DKI Syariah memberikan nasabah hak opsi
hibah yaitu ketika nasabah melakukan pembayaran sewa secara
periodik berikut margin sampai dengan akhir masa sewa, ketika
jumlah uang sewa yang dibayarkan sudah mencukupi harga pokok
beserta margin yang telah ditentukan oleh bank syariah pada awal
akad maka pada akhir sewa tersebut bank syariah akan melakukan
perpindahan kepemilihan dengan opsi hibah. Didalam perjanjian
IMBT terkait pengalilhan hak kepemilikan selama nasabah belum
melunasi uang sewa objek IMBT adalah milik bank, surat-surat yang
terkait bukti kepemilikan objek tersebut juga disimpan oleh pihak
bank. Dalam perjanjian IMBT juga dinyatakan bahwa objek sewa
akan dihibahkan pada akhir masa sewa setelah menyelsaikan
kewajibannya, Jika nasabah mengakhiri sewa sebelum masa sewa
berakhir, maka akan dilakukan jual beli terhadap objek tersebut
dengan besaran menurut bank.
79
Gambar 4.1
Skema Pengalihan Hak Opsi Menggunakan Akad Jual Beli di
Bank DKI Syariah
Keterangan :
a) Nasabah melakukan indentifikasi serta memilih barang yang
ingin dibeli dari supplier.
b) Nasabah melakukan pengajuan IMBT ke Bank Syariah.
c) Setelah Bank Syariah menyetujui pengajuan pembiayaan
nasabah, Bank Syariah melakukan jual beli dengan supplier
dengan spesifikasi barang yang telah disebutkan oleh nasabah.
d) Bank Syariah mulai melakukan sewa menyewa / Ijarah dengan
nasabah, dimana nasabah melakukan pembayaran sewa secara
periodik.
e) Pada saat berlangsungnya masa sewa, Nasabah ingin melakukan
pelunasan dipercepat.
f) Nasabah melunasi dengan membayar sisa harga pokok
pembelian + 2 kali harga sewa dan margin.
g) Bank syariah melakukan perpindahan hak kepemilikan dengan
memberikan hak opsi jual beli kepada nasabah yang telah
melakukan pelunasan dipercepat.
80
Berdasarkan PSAK No.107 disebutkan bahwa pada penjualan
objek Ijarah sebelum berakhirnya masa sewa, sebesar sisa cicilan
sewa atau jumlah yang disepakati, maka selisih antara harga jual dan
jumlah tercatat objek Ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
Dalam hal ini bank sebagai pemilik objek sewa mengakui keuntungan
atau kerugian atas penjualan tersebut sebesar selisih antara harga jual
dan nilai bersih objek sewa.55
Sesuai dengan kebijakan bank BJB
syariah pengalihan kepemilikan dilakukan dengan akad jual apabila
nasabah melakukan pelunasan sebelum berakhirnya masa sewa,
jumlah yang disepakati adalah sisa harga pokok objek sewa beserta
dua kali margin.
Gambar 4.2
Skema Pengalihan Hak Opsi Menggunakan Akad Hibah di Bank
DKI Syariah
Keterangan :
a) Nasabah melakukan indentifikasi serta memilih barang yang
ingin dibeli dari supplier.
b) Nasabah melakukan pengajuan IMBT ke Bank Syariah.
55
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.107 Akuntansi Ijarah
81
c) Setelah Bank Syariah menyetujui pengajuan pembiayaan
nasabah, Bank Syariah melakukan jual beli dengan supplier
dengan spesifikasi barang yang telah disebutkan oleh nasabah.
d) Bank Syariah mulai melakukan sewa menyewa / Ijarah denngan
nasabah, dimana nasabah melakukan pembayaran sewa/Ijarah
secara periodik.
e) Nasabah melakukan pembayaran sewa/Ijarah kepada Bank
Syariah hingga akhir masasewa.
f) Bank syariah melakukan perpindahan hak kepemilikan dengan
memberikan opsi hibah kepada nasabah yang telah melakukan
pembayaran sewa hingga akhir masa sewa, karena jumlah
sewa/Ijarah yang dibayarkan sudah mencukupi harga pokok
beserta margin.
Berdasarkan PSAK No.107 disebutkan bahwa pada akhir masa
sewa, setelah bulan terakhir pada masa sewa bank melakukan
pelepasan aset Ijarah dengan menghadiahkan atau menghibahkan aset
Ijarah tersebut kepada nasabah.56
Sesuai dengan kebijakan bank DKI
syariah pengalihan kepemilikan dilakukan dengan akad hibah apabila
nasabah telah melakukan pembayaran hingga akhir masa sewa, dan
pembayaran sewa yang dilakukan telah mencukupi harga yang telah
ditentukan oleh bank. Berikut akan disimulasikan perhitungan
transaksi akad IMBT di bank DKI Syariah
Teknis Perhitungan Transaksi IMBT bagi Bank DKI Syariah
Teknis Perhitungan Transaksi IMBT di Bank DKI Syariah diawali
dengan melakukan akad Ijarah terlebih dahulu. Ketentuan untuk
transaksi Ijarah diatur dalam PSAK no.107 yang berlaku untuk
penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Standar ini memuat
tentang mekanisme transaksi dan ketentuan mengenai pengakuan dan
56
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.107 Akuntansi Ijarah
82
pengukuran transaksi yang terdapat dalam skema Ijarah baik untuk
pemberi sewa maupun penyewa.
Pembahasan teknis perhitungan transaksi Ijarah akan mengacu pada
contoh kasus berikut.
Nasabah Bank DKI Syariah membutuhkan sebuah rumah tinggal.
Pada bulan Agustus 2015, Nasabah tersebut mengajukan permohonan
KPR menggunakan akad Ijarah kepada Bank DKI Syariah. Adapun
informasi mengenai rincian pengajuan pembiayaan tersebut adalah
sebagai berikut.
Biaya perolehan barang : Rp 500.000.000
Umur ekonomis barang : 10 tahun (120 bulan)
Masa Sewa : 120 bulan
Nilai sisa umur ekonomis : 0
Pendapatan Fee Ijarah : 20%
Uang Muka Sewa : Rp 75.000.000
Biaya Administrasi : Rp 6.375.600
Sewa per bulan : Rp 4.250.400
Waktu Pengalihan Kepemilikan : setelah bulan ke-120
a. Perhitungan penyusutan dan pendapatan fee Ijarah
Disimulasikan Bank BJB Syariah inign memperoleh keuntungan 15%
dari modal penyewaan (beban penyusutan).
Penyusutan per bulan = Harga Perolehan – Nilai sisa : Jumlah bulan
umur ekonomis
= Rp 425.000.000 – 0 : 120
= Rp 3.542.000
Pendapatan fee Ijarah Per bulan = modal penyewaan + n% modal
penyewaan.
Perhitungan sewa per bulan = Rp 3.542.000 + ( 20% x 3.542.000 )
= Rp 3.542.000 + 708.400
= Rp 4.250.400
Total pendapatan IMBT selama masa sewa = Rp 120 x 4.250.400
83
= Rp 510.048.000
b. Perhitungan Biaya administrasi Ijarah
Biaya administrasi dapat diterapkan dengan menggunakan presentase
tertentu dari modal yang digunakan untuk persewaan. Pada contoh
kasus diatas Bank DKI Syariah menggunakan kebijakan 1% dari
model persewaan. Maka biaya administrasi adalah sebagai berikut.
Biaya administrasi Ijarah = n % x modal persewaan per bulan
x jumlah bulan
= 1% x (3.542.000 x 120)
= 1.5% x 425.040.000
= Rp 6.375.600
Perpindahan Aset Ijarah dilakukan Melalui Jual – Beli sebelum
berakhirnya masa sewa. Berdasarkan PSAK 107, disebutkan bahwa
pada penjualan objek Ijarah sebelum berakhirnya masa sewa, sebesar
sisa cicilan sewa atau jumlah yang disepakati, maka selisih antara
harga jual dan jumlah tercatat objek Ijarah diakui sebagai keuntungan
dan kerugian.
Nasabah ingin melakukan pelunasan pada sewa bulan ke-84, maka
transaksi penjualan aset Ijarah tersebut adalah sebagai berikut.
Harga jual aset Ijarah = Sisa cicilan sewa + 2 kali keuntungan
= (36 x 3.542.000) + ( 2 x 708.400 )
= Rp 127.512.000 + 1.416.800
= Rp 128.928.800
Jadi Bank DKI Syariah akan menjual aset Ijarah setelah pembayaran
sewa pada bulan ke – 84 sejumlah Rp 128.928.800 kepada nasabah.
Menurut Ibu Kurniati Budi Asih selaku bagian pembiayaan
dari Bank DKI Syariah, antara pengalihan hak opsi dengan hibah atau
jual beli, yang lebih menguntungkan dari sisi bank adalah perpindahan
kepemilikan dengan menggunakan hak opsi hibah. Pada opsi hibah
bank syariah telah menerima pembayaran sewa full beserta margin
dari nasabah sedangkan pada opsi jual beli bank hanya tidak
84
menerima margin secara full melainkan hanya dua kali margin ketika
akan dilakukan pelunasan dipercepat oleh nasabah. Pada pada
pembiayaan menggunakan akad IMBT di Bank DKI Syariah ketika
nasabah tidak dapat membayar atau terjadinya pembiayaan macet saat
berlangsungnya masa sewa, Sisa dari jumlah sewa akan di bayar
melalui dana claim dari pihak asuransi yag telah dibayarkan nasabah
pada saat awal akad Ijarah, apabila asuransi belum cukup untuk
membayar sisa uang sewa makan Bank DKI Syariah akan melelang
jaminan yang dijaminkan oleh nasabah.
2. Kebijakan Pengalihan Hak Opsi Akad IMBT di Bank Muamalat
Indonesia
Kebijakan atas pengalihan hak opsi pada akad IMBT (jual beli /
hibah) di Bank Muamalat Indonesia didasari oleh bagaimana cara
nasabah melakukan pembayaran pada saat berlangsungnya
pembiayaan. Kebijakan Bank Muamalat Indonesia memberikan hak
opsi jual beli didasari hanya sebatas untuk memenuhi legal formal,
yaitu pada saat akhir masa sewa, perpindahan kepemilikan akan
disebutkan sisa pembayarannya sewanya sehingga menjadi jual beli.
Sedangkan Bank Muamalat Indonesia memberikan nasabah hak opsi
hibah yaitu apabila bank telah mendapatkan keuntungan selama masa
sewa, atau semua sewa yang dibayarkan telah diakui oleh bank
sebagai keuntungan. Hal tersebut dikarenakan oleh pada saat
berlangsungnya sewa, Bank Muamalat Indonesia belum mengakui
margin uang sewa tersebut secara langsung sebagai keuntungan,
karena keuntungan uang sewa tersebut sebagian diperuntukkan bagi
dana maintenance objek sewa tersebut, karena jika terjadi kerusakan
pada objek sewa tersebut pihak bank yang harus menanggung biaya
tersebut. Didalam perjanjian IMBT terkait pengalilhan hak
kepemilikan selama nasabah belum melunasi uang sewa objek IMBT
adalah milik bank, surat-surat yang terkait bukti kepemilikan objek
85
tersebut juga disimpan oleh pihak bank. Dalam perjanjian IMBT juga
dinyatakan bahwa objek sewa akan dihibahkan pada akhir masa sewa
setelah menyelsaikan kewajibannya, Jika nasabah mengakhiri sewa
sebelum masa sewa berakhir, maka akan dilakukan jual beli terhadap
objek tersebut dengan besaran menurut bank. Didalam perjanjian
IMBT terkait pengalilhan hak kepemilikan selama nasabah belum
melunasi uang sewa objek IMBT adalah milik bank, surat-surat yang
terkait bukti kepemilikan objek tersebut juga disimpan oleh pihak
bank. Dalam perjanjian IMBT juga dinyatakan bahwa objek sewa
akan dihibahkan pada akhir masa sewa setelah menyelsaikan
kewajibannya dan pihak bank sudah mengakui segala keuntungan atas
penyewaan objek sewa tersebut. Dilakukan perpindahan kepemilikan
menggunakan akad jual beli sebagai formalitas dengan besaran yang
akan ditentukan pihak bank.
Gambar 4.3
Skema Pengalihan Hak Opsi Menggunakan Akad Jual Beli di
Bank Muamalat Indonesia
Keterangan :
a) Nasabah melakukan indentifikasi serta memilih barang yang
ingin dibeli dari supplier.
86
b) Nasabah melakukan pengajuan IMBT ke Bank Syariah.
c) Setelah Bank Syariah menyetujui pengajuan pembiayaan
nasabah, Bank Syariah melakukan jual beli dengan supplier
dengan spesifikasi barang yang telah disebutkan oleh nasabah.
Apabila nasabah tidak memiliki calon supplier maka pihak bank
berhak untuk menentukan calon supplier.
d) Bank Syariah mulai melakukan sewa menyewa / Ijarah denngan
nasabah, dimana nasabah melakukan pembayaran sewa/Ijarah
secara periodik.
e) Nasabah mengembalikan barang yang disewa pada akhir masa
sewa atau melakukan perpindahan kepemilikan terhadap objek
sewa tersebut.
f) Nasabah melakukan perpindahan kepemilikan dengan opsi jual
beli, dimana jumlah sisa uang sewa yang disebutkan pada saat
terjadinya jual beli dengan pihak bank dilakukan untuk
memenuhi legal formal saja.
Berdasarkan PSAK No.107 disebutkan bahwa pada penjualan
objek Ijarah setelah berakhirnya masa sewa, maka selisih antara harga
jual dan jumlah tercatat objek Ijarah diakui sebagai keuntungan atau
kerugian. Dalam hal ini bank sebagai pemilik objek sewa mengakui
keuntungan atau kerugian atas penjualan tersebut sebesar selisih
antara harga jual dan nilai bersih objek sewa.57
Sesuai dengan
kebijakan Bank Muamalat Indonesia pengalihan kepemilikan
dilakukan dengan akad jual sebagai bentuk dari formalitas setelah
berakhirnya masa sewa maka Bank Muamalat Indonesia akan menjual
objek tersebut dengan jumlah yang dientukan oleh bank dan
disepakati oleh nasabah.
57
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.107 Akuntansi Ijarah
87
Gambar 4.4
Skema Pengalihan Hak Opsi Menggunakan Akad Hibah di Bank
Muamalat Indonesia
Keterangan :
a) Nasabah melakukan indentifikasi serta memilih barang yang
ingin dibeli dari supplier.
b) Nasabah melakukan pengajuan IMBT ke BankSyariah.
c) Setelah Bank Syariah menyetujui pengajuan pembiayaan
nasabah, Bank Syariah melakukan jual beli dengan supplier
dengan spesifikasi barang yang telah disebutkan oleh nasabah.
Apabila nasabah tidak memiliki calon supplier maka pihak bank
berhak untuk menentukan calon supplier.
d) Bank Syariah mulai melakukan sewa menyewa / Ijarah dengan
nasabah, dimana nasabah melakukan pembayaran sewa/Ijarah
secara periodik.
e) Nasabah mengembalikan barang yang disewa pada akhir masa
sewa atau melakukan perpindahan kepemilikan terhadap objek
sewa tersebut.
f) Nasabah melakukan perpindahan kepemilikan dengan opsi
hibah. Opsi hibah diberikan apabila Margin yang didapat pada
88
saat berlangsungnya sewa sudah dapat diakui seluruhnya
sebagai keuntungan bagi bank.
Berdasarkan PSAK No.107 disebutkan bahwa pada akhir masa
sewa, setelah bulan terakhir pada masa sewa bank melakukan
pelepasan aset Ijarah dengan menghadiahkan atau menghibahkan aset
Ijarah tersebut kepada nasabah.58
Sesuai dengan kebijakan Bank
Muamalat Indonesia pengalihan kepemilikan dilakukan dengan akad
hibah apabila nasabah telah melakukan pembayaran hingga akhir
masa sewa, pembayaran sewa yang dilakukan telah mencukupi harga
yang telah ditentukan oleh bank, dan bank telah mengakui segala
keuntungan yang didapatkan dari pembiayaan tersebut.
Teknis Perhitungan Transaksi IMBT bagi Bank Muamalat
Indonesia
Teknis Perhitungan Transaksi IMBT di Bank Muamalat Indonesia
diawali dengan melakukan akad Ijarah terlebih dahulu. Ketentuan
untuk transaksi Ijarah diatur dalam PSAK no.107 yang berlaku untuk
penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Standar ini memuat
tentang mekanisme transaksi dan ketentuan mengenai pengakuan dan
pengukuran transaksi yang terdapat dalam skema Ijarah baik untuk
pemberi sewa maupun penyewa.
Pembahasan teknis perhitungan transaksi Ijarah akan mengacu pada
contoh kasus berikut.
Nasabah Bank Muamalat Indonesia membutuhkan sebuah mesin
untuk produksinya. Pada bulan Januari 2013, Nasabah tersebut
mengajukan permohonan Ijarah kepada Bank Muamalat Indonesia.
Adapun informasi mengenai rincian pengajuan pembiayaan tersebut
adalah sebagai berikut.
Biaya perolehan barang : Rp 150.000.000
58
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.107 Akuntansi Ijarah
89
Umur ekonomis barang : 5 tahun (60 bulan)
Masa Sewa : 24 bulan
Nilai sisa umur ekonomis : 0
Pendapatan Fee Ijarah : 20%
Uang Muka Sewa : Rp 30.000.000
Sewa per bulan : Rp 6.000.000
Biaya Administrasi : Rp 1.800.000
Waktu Pengalihan Kepemilikan : setelah bulan ke-24
a. Perhitungan penyusutan dan pendapatan fee Ijarah
Di simulasikan Bank BJB Syariah inign memperoleh keuntungan 15%
dari modal penyewaan (beban penyusutan).
Penyusutan per bulan = Harga Perolehan – Nilai sisa : Jumlah
bulan umur ekonomis
= Rp 120.000.000 – 0 : 24
= Rp 6.250.000
Pendapatan fee Ijarah Per bulan = modal penyewaan + n% modal
penyewaan
Perhitungan sewa per bulan = Rp 5.000.000 + ( 20% x 5.000.000)
= Rp 5.000.000 + 1.000.000
= Rp 6.000.0000
Total pendapatan IMBT selama masa sewa = Rp 24 x 6.000.000
= Rp 144.000.000
b. Perhitungan Biaya administrasi Ijarah
Biaya administrasi dapat diterapkan dengan menggunakan presentase
tertentu dari modal yang digunakan untuk persewaan. Pada contoh
kasus diatas Bank Muamalat Indonesia menggunakan kebijakan 1.5%
dari model persewaan. Maka biaya administrasi adalah sebagai
berikut.
Biaya administrasi Ijarah = n % x modal persewaan per
bulan x jumlah bulan
90
= 1.5% x 5.000.0000 x 24
= 1.5% x
= Rp 1.800.000
Perpindahan Aset Ijarah dilakukan Melalui Jual – Beli setelah
berakhirnya masa sewa Setelah bulan ke – 24, Bank Muamalat
Indonesia melakukan pelepasan melalui penjualan objek setelah
berakhirnya masa sewa. Berdasarkan PSAK 107, disebutkan bahwa
pada penjualan setelah selesai masa akad, maka selisih antara harga
jual dan jumlah tercatat objek Ijarah diakui sebagai keuntungan atau
kerugian. Setelah berakhirnya masa sewa, Bank Muamalat Indonesia
menjual mesin yang menjadi aset Ijarah senilai Rp 1.000.000 , namun
pada praktiknya jumlah tersebut hanya sebatas formalitas bagi bank
Muamalat Indonesia pada saat terjadinya perpindahan kepemilikan
atas aset Ijarah tersebut.
Menurut Bapak Rizky Yusuf selaku Team Leader and
Researcher Development dari Muamalat Institute, antara pengalihan
hak opsi dengan hibah atau jual beli dari sisi keuntungan yaitu
menggunakan opsi hibah, karena pada opsi jual beli pada akhir masa
sewa pihak bank harus membayar pajak untuk harga jual beli dari
objek sewa tersebut , serta pada opsi jual beli keuntungan dari sewa
tersebut tidak sepenuhnya menjadi keuntungan untuk pihak bank
karena pada saat sewa berlangsung objek sewa mengalami kerusakan
atau objek sewa memerlukan maintenance sehingga keuntungan yang
didapat harus digunakan sehingga tidak dapat diakui sebagai
keuntungan.
Apabila pada saat pembiayaan berlangsung nasabah mengalami
pembiayaan macet maka akan diadakannya rescheduling,
restructuring, atau refinancing. Namun apabila nasabah tetap tidak
dapat melanjutkan pembiayaan maka nasabah dianggap wanprestasi
dan akan dihentikan.
91
3. Kebijakan Pengalihan Hak Opsi Akad IMBT di Bank BJB
Syariah
Kebijakan atas pengalihan hak opsi pada akad IMBT (jual beli /
hibah) di Bank BJB Syariah didasari oleh kemampuan nasabah dalam
membayar. Nasabah diberikan hak opsi jual beli ketika kemampuan
nasabah membayar relatif kecil sehingga pada saat masa sewa
berakhir jumlah uang sewa yang dibayarkan belum cukup untuk
dilakukan perpindahan kepemilikan apabila nasabah ingin memiliki
barang tersebut maka nasabah harus membeli sisa dari kekurangan
tersebut sehingga bisa dilakukannya perpindahan kepemilikan antara
bank dengan nasabah. Sedangkan Bank BJB Syariah memberikan
nasabah hak opsi hibah yaitu ketika kemampuan nasabah membayar
sewa relatif lebih besar sehingga pada saat berakhinya masa sewa
jumlah sewa yang dibayarkan sudah cukup untuk dilakukannya
perpindahan kepemilikan. Akan tetapi pada praktiknya di Bank BJB
Syariah dilakukannya perjanjian tidak tertulis antara bank dengan
nasabah, bahwa pada saat akhir masa sewa nasabah akan melakukan
perpindahan kepemelikan pada barang tersebut, baik dengan akad jual
beli atau hibah.
Gambar 4.5
Skema Pengalihan Hak Opsi Menggunakan Akad Jual Beli di
Bank BJB Syariah
92
Keterangan:
a) Nasabah melakukan identifikasi serta memilih barang yang
ingin dibeli dari supplier.
b) Nasabah melakukan pengajuan IMBT ke Bank BJB Syariah.
c) Setelah Bank BJB Syariah menyetujui pengajuan pembiayaan
nasabah, Bank BJB Syariah melakukan jual beli dengan supplier
dengan spesifikasi barang yang telah disebutkan oleh nasabah.
Apabila nasabah tidak memiliki calon supplier maka pihak bank
berhak untuk menentukan calon supplier.
d) Bank BJB Syariah mulai melakukan sewa menyewa / Ijarah
denngan nasabah, dimana nasabah melakukan pembayaran
sewa/Ijarah secara periodik.
e) Nasabah mengembalikan barang yang disewa pada akhir masa
sewa atau melakukan perpindahan kepemilikan terhadap objek
sewa tersebut.
f) Nasabah melakukan perpindahan kepemilikan dengan opsi jual
beli, dimana jumlah sisa uang sewa yang disebutkan pada saat
terjadinya jual beli dengan pihak bank dilakukan untuk
memenuhi legal formal saja.
Berdasarkan PSAK No.107 disebutkan bahwa pada penjualan
objek Ijarah setelah berakhirnya masa sewa, maka selisih antara harga
jual dan jumlah tercatat objek Ijarah diakui sebagai keuntungan atau
kerugian. Dalam hal ini bank sebagai pemilik objek sewa mengakui
keuntungan atau kerugian atas penjualan tersebut sebesar selisih
antara harga jual dan nilai bersih objek sewa.59
Sesuai dengan
kebijakan Bank BJB Syariah pengalihan kepemilikan dilakukan
dengan akad jual setelah berakhirnya masa sewa maka Bank BJB
Syariah akan menjual objek tersebut dengan jumlah yang ditentukan
oleh bank dan disepakati oleh nasabah sebesar kekurangan dari jumlah
59
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.107 Akuntansi Ijarah
93
masa sewa yang telah dibayarkan.
Gambar 4.6
Skema Pengalihan Hak Opsi Menggunakan Akad Hibah di Bank
BJB Syariah
Keterangan :
a) Nasabah melakukan identifikasi serta memilih barang yang
ingin dibeli dari supplier.
b) Nasabah melakukan pengajuan IMBT ke Bank BJB Syariah.
c) Setelah Bank BJB Syariah menyetujui pengajuan pembiayaan
nasabah, Bank BJB Syariah melakukan jual beli dengan supplier
dengan spesifikasi barang yang telah disebutkan oleh nasabah.
Apabila nasabah tidak memiliki calon supplier maka pihak bank
berhak untuk menentukan calon supplier.
d) Bank BJB Syariah mulai melakukan sewa menyewa / Ijarah
denngan nasabah, dimana nasabah melakukan pembayaran
sewa/Ijarah secara periodik.
e) Nasabah mengembalikan barang yang disewa pada akhir masa
sewa atau melakukan perpindahan kepemilikan terhadap objek
sewa tersebut.
f) Nasabah melakukan perpindahan kepemilikan dengan opsi jual
94
beli, dimana jumlah sisa uang sewa yang disebutkan pada saat
terjadinya jual beli dengan pihak bank dilakukan untuk
memenuhi legal formal saja.
Berdasarkan PSAK No.107 disebutkan bahwa pada akhir masa
sewa, setelah bulan terakhir pada masa sewa bank melakukan
pelepasan aset Ijarah dengan menghadiahkan atau menghibahkan aset
Ijarah tersebut kepada nasabah.60
Sesuai dengan kebijakan Bank BJB
Syariah pengalihan kepemilikan dilakukan dengan akad hibah apabila
nasabah telah melakukan pembayaran hingga akhir masa sewa.
Teknis Perhitungan Transaksi IMBT bagi Bank BJB Syariah
Teknis Perhitungan Transaksi IMBT di Bank BJB Syariah diawali
dengan melakukan akad Ijarah terlebih dahulu. Ketentuan untuk
transaksi Ijarah diatur dalam PSAK no.107 yang berlaku untuk
penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Standar ini memuat
tentang mekanisme transaksi dan ketentuan mengenai pengakuan dan
pengukuran transaksi yang terdapat dalam skema Ijarah baik untuk
pemberi sewa maupun penyewa.
Pembahasan teknis perhitungan transaksi Ijarah akan mengacu pada
contoh kasus berikut.
Nasabah Bank BJB Syariah membutuhkan sebuah kapal untuk
keperluan pengiriman perusahaannya. Pada bulan Juli 2010, Nasabah
tersebut mengajukan permohonan Ijarah kepada Bank Syariah.
Adapun informasi mengenai rincian pengajuan pembiayaan tersebut
adalah sebagai berikut.
Biaya perolehan barang : Rp 2.500.000.000
Umur ekonomis barang : 15 tahun (180 bulan)
Masa Sewa : 60 bulan
Nilai sisa umur ekonomis : 0
60
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.107 Akuntansi Ijarah
95
Pendapatan Fee Ijarah : 15%
Uang Muka Sewa : Rp. 500.000.000
Sewa per bulan : Rp 33.333.333
Biaya Administrasi : Rp 19.999.999
Waktu Pengalihan Kepemilikan : setelah bulan ke-60
a. Perhitungan penyusutan dan pendapatan fee Ijarah
Disimulasikan Bank BJB Syariah inign memperoleh keuntungan 15%
dari modal penyewaan (beban penyusutan).
Penyusutan per bulan = Harga Perolehan – Nilai sisa :
Jumlah bulan umur ekonomis
= Rp 2.000.000.000 – 0 : 60
= Rp 33.333.333
Pendapatan fee Ijarah Per bulan = modal penyewaan + n% modal
penyewaan
Perhitungan sewa per bulan = Rp 33.333.333 + ( 15% x
33.333.333 )
= Rp 33.333.333 + 5.000.000
= Rp 38.333.333
Total pendapatan IMBT selama masa sewa = Rp 60 x 38.333.333
= Rp 2.299.999.980
b. Perhitungan Biaya administrasi Ijarah
Biaya administrasi dapat diterapkan dengan menggunakan presentase
tertentu dari modal yang digunakan untuk persewaan. Pada contoh
kasus diatas Bank BJB Syariah menggunakan kebijakan 1% dari
model persewaan. Maka biaya administrasi adalah sebagai berikut.
Biaya administrasi Ijarah = n % x modal persewaan per
bulan x jumlah bulan
= 1% x 33.333.333 x 60
= 1% x 1.999.999.980
= Rp 19.999.999
96
Perpindahan Aset Ijarah dilakukan Melalui Hibah setelah bulan ke –
60, Bank BJB Syariah melakukan pelepasan asset Ijarah kepada
nasabah tersebut dengan menghadiahkan aset Ijarah tersebut kepada
nasabah. Sehingga pada perpindahan aset tersebut, jumlah tercatat
objek Ijarah diakui sebagai beban.
Menurut Bapak Hamdan dan Putra selaku legal serta
Account Officer dari Bank BJB Syariah, antara pengalihan hak
opsi dengan hibah atau jual beli dari sisi keuntungan yaitu sama
saja, akan tetapi pada opsi hibah kemungkinan resiko nasabah
untuk terjadinya pembiayaan macet relatif kecil dikarenakan
kemampuan nasabah membayar sewa yang cukup besar dan
keyakinan bank bahwa nasabah akan melakukan perpindahan
kepemilikan juga lebih besar pada opsi hibah. Apabila pada saat
pembiayaan berlangsung nasabah mengalami pembiayaan macet
maka akan diadakannya rescheduling, restructuring, atau
refinancing. Namun apabila nasabah tetap tidak dapat melanjutkan
pembiayaan bank akan menjual barang yang dijadikan objek sewa
karena barang tersebut masih kepemilikan bank. Dalam perjanjian
IMBT juga dinyatakan bahwa objek sewa akan dihibahkan pada
akhir masa sewa setelah menyelsaikan kewajibannya, Jika nasabah
masa sewa sudah berakhir namun jumlah yang sewa yang
dibayarkan oleh nasabah belum mencukupi harga pokok dan
margin dari objek tersebut, maka akan dilakukan jual beli terhadap
objek tersebut dengan besaran menurut bank.
97
4. Komparasi Kebijakan Pengalihan Hak Opsi Akad IMBT
Tabel 4.1
Komparasi Kebijakan Pengalihan Hak Opsi Pada Akad IMBT
No. Bank
Syariah
Kebijakan Pengalihan
Hak Opsi dengan Akad
Jual Beli
Kebijakan Pengalihan
Hak Opsi dengan
Akad Hibah
1.
Bank
DKI
Syariah
Nasabah diberikan hak
opsi jual beli ketika
nasabah melakukan
pelunasan dipercepat
pada saat
berlangsungnya masa
sewa. Pada saat
pelunasan dipercepat
nasabah hanya
membayar harga pokok
dari barang tersebut,
dan dua kali masa
biaya sewa
sertamargin.
Bank DKI Syariah
memberikan nasabah
hak opsi hibah yaitu
ketika nasabah
melakukan
pembayaran sewa
secara periodik
berikut margin
sampai dengan akhir
masa sewa, ketika
jumlah uang sewa
yang dibayarkan
sudah mencukupi
harga pokok beserta
margin yang telah
ditentukan oleh bank
syariah pada awal
akad maka pada akhir
sewa tersebut bank
syariah akan
melakukan
perpindahan
98
kepemilikan dengan
opsi hibah
2.
Bank
BJB
Syariah
Nasabah diberikan hak
opsi jual beli ketika
kemampuan nasabah
membayar relatif kecil
sehingga pada saat
masa sewa berakhir
jumlah uang sewa yang
dibayarkan belum
cukup untuk dilakukan
perpindahan
kepemilikan apabila
nasabah ingin memiliki
barang tersebut
maka nasabah harus
membeli sisa dari
kekurangan tersebut
sehingga bisa
dilakukannya
perpindahan
kepemilikan antara
bankdengan nasabah.
Nasabah diberikan
hak opsi hibah yaitu
ketika kemampuan
asabah membayar
sewa relatif
lebih besar sehingga
pada saat berakhinya
masa sewa jumlah
sewa yang dibayarkan
sudah cukup untuk
dilakukannya
perpindahan
kepemilikan. Akan
tetapi pada praktiknya
di Bank BJB Syariah
dilakukannya
perjanjian tidak
tertulis antara bank
dengan nasabah,
bahwa pada saat akhir
masa sewa nasabah
akan melakukan
perpindahan
kepemelikan pada
barang tersebut, baik
dengan akad jual beli
atau hibah.
99
3.
Bank
Muamalat
Indonesia
Kebijakan Bank
Muamalat Indonesia
memberikan hak opsi
jual beli didasari hanya
sebatas untuk
memenuhi legal
formal, yaitu pada saat
akhir masa sewa,
perpindahan
kepemilikanakan
disebutkan sisa
pembayarannya sewa
nya sehingga menjadi
jual beli. Sedangkan
Bank Muamalat
Indonesia memberikan
nasabah hak opsi hibah
yaitu apabila bank
telah mendapatkan
keuntungan selama
masa sewa, atau semua
sewa yang dibayarkan
telah diakui oleh bank
sebagai keuntungan.
Hal tersebut
dikarenakan oleh pada
saat berlangsungnya
sewa, Bank Muamalat
Indonesia belum
mengakui margin uang
Bank Muamalat
Indonesia
memberikan nasabah
hak opsi hibah yaitu
apabila bank telah
mendapatkan
keuntungan selama
masa sewa, atau
semua sewa yang
dibayarkan telah
diakui oleh bank
sebagai keuntungan.
Hal tersebut
dikarenakan oleh
pada saat
berlangsungnya sewa,
Bank Muamalat
Indonesia belum
mengakui margin
uang sewa tersebut
secara langsung
sebagai
keuntungan,karena
keuntungan uang
sewa tersebut
sebagian
diperuntukkan bagi
dana maintenance
objek sewa tersebut,
karena jika terjadi
100
sewa tersebut secara
langsung sebagai
keuntungan, karena
keuntungan uang sewa
tersebut sebagian
diperuntukkan bagi
dana maintenance
objek sewa tersebut,
karena jika terjadi
kerusakan pada
objek sewa tersebut
pihak bank yang
harus menanggung
biaya tersebut.
kerusakan pada objek
sewa tersebut pihak
bank yang harus
menanggung
biayatersebut.
Dari tabel diatas dapat dapat dikatakan bahwa, ketiga kebijakan
yang ditentukan oleh ketiga bank yang dijadikan objek sewa dari sisi
bank maka kebijakan yang menguntungkan bagi pihak bank adalah
pengalihan kepemilikan menggunakan akad hibah, IMBT dengan
hibah ini adalah kondisi dimana bank menyewakan manfaat sewa atas
asset yang bukan miliknya kepada pihak lain, dan diakhiri dengan
perpindahan kepemilikan secara hibah di akhir masa sewa karena pada
pengalihan kepemilikan menggunakan akad hibah bank telah
menerima seluruh keuntungan atas sewa tersebut dari nasabah, baik
kebijakan yang ditetapkan oleh Bank BJB Syariah, Bank Muamalat
Indonesia, dan Bank DKI Syariah sama-sama menguntungkan bagi
pihak bank. Sedangkan diambil dari sisi nasabah maka kebijakan yang
lebih menguntungkan bagi nasabah adalah kebijakan pengalihan akad
jual beli oleh Bank DKI Syariah, dimana ketika terjadi pelunasan
dipercepat pihak nasabah tidak perlu melunasi seluruh keuntungan
yang telah ditetapkan pihak bank, melainkan hanya dua kali margin
101
yang ditetapkan beserta sisa dari harga pokok dibandingkan dengan
kebijakan jual beli oleh Bank BJB Syariah atau Bank Muamalat
Indonesia Syariah, Kebijakan pengalihan kepemilikan dengan akad
jual beli oleh Bank DKI Syariah lebih menguntungkan bagi
pihaknasabah.
F. . Dampak Dari Kebijakan Pengalihan Hak Opsi Pada Akad IMBT
Terhadap Nasabah Di Bank Syariah
Pada dasarnya kebijakan yang ditetapkan oleh bank syariah haruslah
menguntungkan bagi kedua belah pihak. Kebijakan yang ditetapkan dalam
pegalihan hak opsi pada akad IMBT berdasarkan kemampuan nasabah
dalammelakukan pembayaran, sehingga kebijakan ini tidak merugikan bagi
pihak nasabah. Pada Akad IMBT kebijakan yang ditetapkan oleh Bank
Syariah sebelum terjadinya perpindahan kepemilikan adalah bank tetap
sebagai pemilik asset atas objek sewa, dan nasabah tetap sebagai penyewa
sampai jangka waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, dan
akan diakhiri dengan hibah atau jual beli. Kebijakan tersebut
menguntungkan bagi nasabah dimana ketika bank tetap sebagai pemilik
asset maka kerusakan yang terjadi atas barang sewa tersebut masih menjadi
tanggungan bagi pihak bank sebagai pihak pemberi sewa.
Kebijakan bank selanjutnya terkait pengalihan akad IMBT yaitu
sebelum terjadinya perpindahan kepemilikan maka jumlah uang sewa yang
dibayarkan oleh nasabah tetap namun dapat berubah tergantung adanya
kesepakatan antara kedua belah pihak. Pada 3 Bank Syariah yang dijadikan
subjek penelitian, salah satu Bank Syariah yaitu Bank DKI Syariah
menetapkan kebijakan terkait perubahan uang sewa pada Akad IMBT,
Namun perubahan atas uang sewa tersebut biasanya diinfokan secara resmi
oleh pihak bank dan sesuai dengan persetujuan nasabah. Terkait dengan
kebijakan ini pihak bank menyatakan karena akad IMBT adalah akad sewa
menyewa maka pengaturan mengenai jumlah uang sewa lebih fleksibel.
Kebijakan ini dapat merugikan nasabah apabila pihak bank merubah uang
102
sewa diluar persetujuan nasabah atau tidak memberikan informasi yang
jelas terkait perubahan uang sewa. Apabila perubahan diinformasikan
secara jelas dan sesuai dengan kesepakatan antara pihak bank dengan
nasabah, maka kebijakan ini juga tidak merugikan bagi nasabah.
Selanjutnya pengenaan pajak atas pengalihan hak opsi pada akad
IMBT, baik menggunakan hak opsi jual beli atau menggunakan hak opsi
hibah hanya dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan Peraturan Menteri
KeuanganRepublik Indonesia NOMOR : 137/PMK.03/2011 Tentang
Pengenaan Pajak Penghasilan Untuk Kegiatan Usaha Perbankan Syariah,
yaitu pajak pada pembiayaan menggunakan akad IMBT dipersamakan
dengan sewa guna usaha dengan hak opsi ( financial lease ) pada bank
konvensional dimana pajak yang dikenakan hanya Pajak Penghasilan atas
pembiayaan menggunakan akad IMBT tersebut. Transaksi pengalihan harta
dari pihak ketiga yang dilakukan untuk memenuhi Prinsip Syariah dalam
rangka kegiatan pembiayaan oleh Bank Syariah tidak termasuk dalam
pengertian pengalihan harta sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-
Undang Pajak Pengha silan. Dalam hal terjadi pengalihan hak kepemilikan
maka pengalihan tersebut dianggap pengalihan harta langsung dari pihak
ketiga kepada Nasabah, yang dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan. Sehingga kebijakan
yang ditetapkan atas pengalihan hak opsi baik menggunakan akad jual beli
atau hibah tidak merugikan bagi pihak nasabah, sesuai dengan peraturan
yag telah ditetapkan nasabah tidak akan dikenakan double tax (pengenaan
pajak ganda) atas pengalihan yang dilakukan setelah berakhirnya masa
sewa.
103
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pertimbangan bank untuk menggunakan akad IMBT pada produk
pembiayaan di bank syariah, merupakan alternatif bagi nasabah dalam
melakukan pembiaayan selain menggunakan akad murabahah, akad
IMBT dapat digunakan baik untuk pembiayaan produktif maupun
pembiayaan konsumtif, selama barang yang dijadikan objek sewa
pada pembiayaan tersebut dengan menggunakan akad IMBT
tergolong barang yang halal, tidak bertentangan dengan prinsip
syariah, serta manfaat pada barang tersebut dapat dinilai.
Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan
syari'ah, Selama barang yang akan dijadikan objek sewa sesuai dan
tidak melanggar prinsip syariah maka Bank Syariah dapat
menggunakan akad IMBT pada pembiayaannya.
2. Pada Ketiga Bank Syariah yang dijadikan subjek penelitian, kebijakan
pengalihan hak opsi didasari pada kemampuan nasabah membayar,
kebijakan tersebut tidak merugikan nasabah selama pihak bank
memberikan informasi yang jelas berkaitan kebijakan tersebut
maupunsaat terjadi perubahan pada kebijakan tersebut. Pada
pengalihan Hak opsi menggunakan akad hibah, bank menerima
keuntungan lebih besar, dikarenakan pada opsi hibah bank telah
mengakui keuntungan yang diterima sampai dengan akhir sewa.,
IMBT denganhibah ini adalah kondisi dimana bank menyewakan
manfaat sewa atas asset yang bukan miliknya kepada pihak lain, dan
diakhiri dengan perpindahan kepemilikan secara hibah di akhir masa
sewa karena pada pengalihan kepemilikan menggunakan akad hibah
bank telah menerima seluruh keuntungan atas sewa tersebut dari
nasabah. Kebijakan yang lebih menguntungkan bagi nasabah adalah
kebijakan atas pengalihan akad dengan opsi jual beli oleh Bank DKI
104
Syariah, dimana ketika terjadi pelunasan dipercepat pihak nasabah
tidak perlu melunasi seluruh keuntungan yang telah ditetapkan pihak
bank, melainkan hanya dua kali margin yang ditetapkan beserta sisa
dari harga pokok dibandingkan dengan kebijakan jual beli oleh Bank
BJB Syariah atau Bank Muamalat Indonesia.
3. Dampak dari kebijakan IMBT sendiri terhadap nasabah ialah ketika
bank menyampaikan informasi yang akurat terkait kebijakan tersebut
pada awal, saat berlangsung, maupun ketika akan berakhirnya
pembiayaan menggunakan akad IMBT maka kebijakan terseubt tidak
berdampak merugikan bagi nasabah. Serta pada kebijakan pengalihan
hak opsi pada akad IMBT kebijakan yang ditetapkan atas pengalihan
hak opsi baik menggunakan akad jual beli atau hibah tidak merugikan
bagi pihak nasabah, sesuai dengan peraturan yag telah ditetapkan
nasabah tidak akan dikenakan double tax (pengenaan pajak ganda)
atas pengalihan yang dilakukan setelah berakhirnya masa sewa.
105
DAFTAR PUSTAKA
_____. “Publikasi OJK Statistik Pembiayaan Bank Syariah tahun 2016,” artikel
diakses tanggal 4November 2017dari http:/www.ojk.go.id/kanal/data-dan-
statistik/StatistikPerbankanSyariah
Algaud, L. M dan Lewis, M. K. “Perbankan Syariah Prinsip, Dan Prospek.”,
Jakarta, PT.Serambi Ilmu Semesta, 2003.
Ali, Zainuddin,”Hukum Perbankan Syariah” ,Jakarta : Sinar Grafika, 2008,
Cet 1, hlm.43
Antonio, M. S. “Bank Syariah Bagi Bankir & Praktisi Keuangan”, Jakarta,
Tazkiya Institute, 2009.
Antonio, M. S. “BankSyariahDariTeorikePraktek”, Jakarta, Gema Insani, 2001.
Antonio, M. S. “Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan”, Jakarta,
Tazkiya Institute, 1999.
Cresswell, J.W. ,” Research design : Pendekatan kualitatif, kuantitatif , dan
mixed”, Yogyakarta : Pt. Pustaka Pelajar, 2010. Ha;.143-145
Daeng Naja, H.R. ,“Akad Bank Syariah”, hal.49.
Dahlan, A. A. “Ensiklopedi hukum Islam”, Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 2006.
Dewan Sya‟riah Nasional Majelis Ulama Indonesia.“Himpunan Fatwa Dewan
Syari‟ah Nasional”. Edisi ke-2, Jakarta, PT. Intermasa.
Hasan, M. A. “Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam”, Jakarta, PT. Raja
106
Grafindo Persada, 2004.
Hijrianto, Didik. “Pelaksanaan Akad Pembiayaan Ijarah Muntahiyya Bit Tamlik
Pada Bank Muamalat Indonesia Indonesia Cabang Mataram”, Skripsi,
Universitas Diponogoro, 2010.
Informasi Annual Report BJB Segmen Unit Syariah Per Desember 2013,
2014,2015 dan 2016.
Informasi Bank DKI Segmen Unit Syariah Per Desember 2013, 2014,2015 dan
2016.
Informasi Bank DKI Segmen Unit Syariah Per Desember 2016.
Irawan, F. S. “Analisis Penerapan Transaksi Ijarah Muntahiyya BitTamlik
Berdasarkan Fatwa DSN-MUI No.27/DSN-MUI/III/2002 dan PSAK 107
serta PERATURAN BAPEPAM- LK NO. PER- 04/BL/2007”, Skripsi
Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, 2010.
Iswahyudi & Karim, A. A. “Pembiayaan Ijarah Muntahiyya BitTamlik”, Jakarta,
2005.
Karim, A. A. “Bank Islam”, Jakarta, PT Raja Grafindo, 2016.
Manan, A. “Ekonomi Islam teori dan praktek”, Yogyakarta, PT. Dana Bhakti
Prima Yasa, 1997.
Mohammad, Nazir“Metode Penelitian”, Jakarta ; Ghalia Indonesia, hal 47
Muhammad. “Manajemen Pembiayaan Bank Syari‟ah”, Yogyakarta, Unit
Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2005.
107
Mustofa, I. “Fiqih Muamalah Kontemporer”, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
2016.
Neuman ,W.L.,” Social Research Methods : qualitative and quantitative
approaches, 5th edition, (boston : Allyn and Bacon)”, hal 394-395.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.107 Akuntansi Ijarah.
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 02 Tahun 2008 tentang
Kompilasi Hukum Ekonomi yariah, Penjelasan Pasal 3.
Peraturan Bank Indonesia nomor 9/19/PBI/2007, tentang Pelaksanaan Prinsip
Syariah Dalam Kegiatan Penghimpun Dana Dan Penyaluran Dana Serta
Pelayanan Jasa Bank Syariah, Penjelasan Pasal 3.
Sjahdeini, S. R. “Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia”, Jakarta, PT. Temprint, 1999.
Sjahdeini, S. R. “Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia”, Jakarta, Pustak Grapiti, 2005.
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.107 Akuntansi Ijarah.
Sudarsono, Heri. “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta
EKONISIA,Cetakan keempat, 2015.
Syukron, A. “Implementasi Al-Ijarah Al- Muntahiyya Bit-Tamlik di Perbankan
Syariah”, Jurnal Ekonomi Islam, 2012.
Umam, R. D., Sulistyarini, R. & Hamidah, S. “Analisis Yuridis Akad Ijarah
Muntahiyya Bit-tamlik (IMBT) dalam Persepektif Hukum Islam dan Kitab
108
Undang- Undang Hukum Perdata”, Malang, Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya, 2012.
Usman, Rahmadi. “Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam Di
Indonesia”.Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2002.
Wawancara dengan Ahmad Nuryadi & Rizky Yusif, Sharia Compliance Bank
Muamalat Indonesia& Research Development Team Leader Muamalat
Institute.
Wawancara dengan dengan Kurniati Budiasih, Pembiayaan Bank DKI Syariah.
Wawancara dengan Hamdan & Arif, Legal & Financial Support Bank
BJBSyariah.
Wawancara dengan Hamdan dan Putra selaku Legal dan Account Officer pada
PT. Bank BJB Syariah Cabang Supomo pada tanggal 13 Juni 2017.
Zulkifli, S. “Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah”, Jakarta, Zikrul
Hakim, 2007.
.