Studi Budaya Tentang Pandangan Keluarga Nuban, Nubatonis ...€¦ · Studi Budaya Tentang Pandangan...
Transcript of Studi Budaya Tentang Pandangan Keluarga Nuban, Nubatonis ...€¦ · Studi Budaya Tentang Pandangan...
i
Studi Budaya Tentang Pandangan Keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis, Asbanu, di Desa
Pili TTS terhadap Makna Gunung Keramat Tunbes
Oleh,
CHRISTIN YULYANTI TENISTUAN
NIM 712013083
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi
Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan untuk Mencapai Gelar
Sarjana Sains Teologi (S.Si Teol)
PROGRAM STUDI TEOLOGI
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu;
Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan
tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.
“Yesaya 40:10”
Berusahalah sampai titik optimum anda dan biarkan Tuhan yangmengatur dan menentukan
jalan selanjutnya
Lakukanlah sekarang. Terkadang “nanti” bisa jadi “tak pernah”
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas hikmat
dan tuntunanNya penulis dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul “Studi Budaya
Tentang Pandangan Keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis, Asbanu, di Desa Pili TTS terhadap
Makna Gunung Keramat Tunbes”. Rasa syukur yang tiada henti-hentinya penulis panjatkan
kepada Tuhan yang Maha Esa atas penyertaaNya selama masa pendidikan yang ditempuh
penulis di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana. Selama menjalani pendidikan
hingga penulisan tugas akhir penulis tidak lepas dari perhatian dan motivasi dari pihak-pihak
yang senantiasa memberi dukungan, motivasi, bimbingan dan senantiasa mendoakan
penulis. Untuk itu melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimahkasih
yang tulus kepada:
1. Keluarga tercinta, Terimahkasih yang tulus untuk bapak Oktofianus Tenistuan S.Pd
dan mama Adriana Y Ratuwahi tercinta yang selalu mendukung, memberi motivasi,
nasihat dan telah banyak berkorban untuk pendidikan penulis. Terimahkasih untuk
adik alm Everson Tenistuan, Amsal Tenistuan, Imanuel Tenistuan, Elisabet Tenistuan,
Filipus Tenistuan, dan Septyani Tenistuan yang selalu menyemangati dan telah
banyak berkorban untuk pendidikan kakak pertama. Terimahkasih untuk suami
Tercinta Yarobinus Missa dan anak tersayang Jhanuaryo Missa yang menyemangati
dan mendukung penulis menyelesaikan pendidikan.
2. Kampus tercinta Universitas Kristen Satya Wacana atas fasilitas yang dimiliki dan
pelayanan yang diberikan sehingga penulis dapat menimba ilmu, menambah
wawasan dan pengalaman selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi
Teologi.
3. Pdt. Dr. Ebenhaezer I. Nuban Timo dan Ibu Cindy Quartyamina, M.A selaku dosen
pembimbing yang senantiasa membimbing, memotivasi, dan menasehati.
Terimahkasih telah memberikan banyak kritik, usul dan saran yang telah sangat
berguna untuk penulisan tugas akhir penulis.
4. Dr. David Samiyono. MTS, MSLS selaku wali studi yang telah menjadi orang tua dan
memberi dukungan bagi penulis selama ada di UKSW.
viii
5. Seluruh dosen, pegawai staff tata usaha Fakultas Teologi UKSW yang telah
membantu dan penulis menyelesaikan pendidikan.
6. Teman-teman mahasiswa, khususnya teologi angkatan 2013 yang telah menjalani
pendidikan bersama.
7. Pdt. Elfriend Sitompul S.Si Teol, istri dan anak tercinta serta keluarga besar GKMI
Siloam Salatiga yang mendukung dan mendoakan penulis.
8. Rekan-rekan yang telah menjadi keluarga selama masa pendidikan Yolly Manu, Jeni
Lake, Risty Nubatonis, Hesty Na’u, Yesty Kasse, yeyen Lau, Dian, Ordilia Ratu, Christy
Natalia, Uni, Santi, Dewi, Ina Maubanu, Yudi Anabokay, Ronexon, Shofia Malinso,
Delfi Banunaek dan semua teman asrama yang tidak dapat disebut namanya satu-
satu.
9. Semua pihak yang mendukung dan membantu selama pendidikan yang tidak sempat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Ilmiah ini tentunya banyak
kekurangan oleh sebab itu penulis membutuhkan kritik dan saran dari pembaca. Akhir kata
penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam penulisan Tugas akhir ini terdapat
kesalahan penulisan.
Tuhan memberkati kita semua.
Salatiga 6 Desember 2018
Christin Yulyanti Tenistuan
ix
x
Studi Budaya Tentang Pandangan Keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis, Asbanu, Di
Desa Pili TTS Terhadap Makna Gunung Keramat Tunbes
Latar Belakang
Pulau Timor adalah daerah yang luas dengan masing-masing keistimewaannya. Salah
satunya adalah desa Pili dengan gunung Tunbes sebagai tempat keramat bagi suku asli di
Amanuban. Gunung Tunbes adalah sebuah gunung yang berada di desa Pili, Kecamatan
Amanuban, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Gunung Tunbes atau biasa disebut dengan
Fatu Tunbes adalah pusat kerajaan Amanuban yang pertama yakni kerajaan yang ada di
Pulau Timor sebelum terbentuk sistem pemerintahan seperti sekarang ini. Masyarakat yang
menetap di desa Pili pada masa itu adalah suku-suku pendiri kerajaan Amanuban. Suku
(kanaf) disebut keluarga atau marga pada masa kini, yakni keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis,
Asbanu.1 Keempat suku ini adalah keluarga asli yang membangun Kerajaan Amanuban, yang
pada masa kini telah menjadi kecamatan Amanuban.
Gunung Tunbes di desa Pili ini adalah gunung yang hingga saat ini masih menjadi
gunung atau tempat keramat bagi sebagian keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis, Asbanu. Ada 2
alasan gunung tersebut dikeramatkan; 1) Gunung Tunbes adalah tempat bersejarah bagi
kerajaan Amanuban karena merupakan pusat kerajaan Amanuban yang pertama; 2) Leluhur
keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis, Asbanu percaya bahwa Uis Neno dan Uis Pah menyertai
gunung tunbes dan tinggal di sana. Beranjak dari pengertian keramat dalam KBBI yaitu: 1.
suci dan dapat mengadakan sesuatu di luar kemampuan manusia biasa karena ketakwaannya
kepada Tuhan (tentang orang yang bertakwa); 2. suci dan bertuah yang dapat memberikan
efek magis dan psikologis kepada pihak lain (tentang barang atau tempat suci). Penulis
menjelaskan bahwa dari alasan keramatnya, Gunung Tunbes bukanlah sesuatu yang dianggap
berhala atau sesuatu yang bersifat magic, melainkan Gunung Tunbes adalah yang suci dan
sakral karena merupakan tempat bersejarah bagi keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan
Asbanu, yang juga merupakan identitas bagi keluarga-kelurga tersebut.
Uis Neno dan Uis Pah adalah Tuhan yang dipercaya oleh suku-suku di pulau Timor
pada zaman dulu.2 Uis Neno dan Uis Pah dipercaya dapat memberi berkat dan juga bisa
mendatangkan malapetaka, sehingga sebelum melakukan atau memulai suatu kegiatan
1 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Sistem Pemerintahan Tradisonal di Timor Tengah
Selatan,(Kupang:2007),81-130. 2 Proto Malayan, “Suku Dawan Nusa Tenggara Timur” Blog, Januari 2013 pukul 07.44 AM,
http://protomalayans.blogspot.com/2013/01/suku-dawan.html.
xi
mereka akan mendahuluinya dengan mengadakan upacara. Ketika terjadi suatu bencana atau
hal buruk apapun mereka akan melakukan upacara adat meminta pengampunan pada Uis
Neno dan Uis Pah. Uis Neno adalah Tuhan pencipta alam semesta yang memelihara dan
mengatur kehidupan dalam alam semesta. Uis Pah yang dipercayai leluhur suku Amanuban
adalah roh-roh yang mendiami bumi dengan tugasnya masing-masing untuk menjaga bumi
dan isinya dari kerusakan.
Hal yang unik dari keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis, Asbanu adalah pantangan yang
tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dilakukan keluarga-keluarga tersebut dan juga
masyarakat sekitar. Pantangan-pantangan ini ditetapkan agar masyarakat yang tinggal di
sekitar gunung Tunbes dan juga yang berkunjung ke sana tidak berbuat jahat terhadap alam
dan tradisi, dan adat istiadat di gunung Tunbes. Artinya bahwa ketika kita berada di gunung
Tunbes keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu menginginkan agar kita tetap menjaga
perilaku, pikiran dan perkataan agar tidak menerima ganjaran dari Uis Neno dan Uis Pah
karena apa yang telah kita lakukan.3 Upaya suku Amanuban melestarikan tradisi mereka
adalah dengan melakukan upacara dan doa di gunung Tunbes dua tahun sekali yang dihadiri
oleh keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu yang sudah terpisah ke beberapa daerah.
Seiring dengan berjalannya waktu, nilai dan sikap kekeramatan yang diturunkan oleh
nenek moyang keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis, Asbanu sudah tidak dipertahankan lagi
oleh generasi muda keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu yang sudah hidup di
zaman modern. Sebagian orang sudah mulai memotong hutan untuk membuat kebun dan
membangun. Doa dan upacara adat yang biasanya dilakukan tiap 2 tahun sekali oleh keluarga
Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu dari berbagai tempat juga sudah mulai memudar
banyak dari anak cucu keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu yang hidup di
perantauan tidak mengikuti doa dan upacara adat yang dilakukan di desa Pili. Ada dua
kemungkinan mereka tidak mengikuti tradisi leluhur mereka yang pertama adalah mereka
tidak tahu tentang sejarah leluhur mereka dan yang kedua adalah mereka yang hidup di
zaman modern melihat sejarah leluhur sebagai mitos. Meskipun demikian tidak semua
keturunan suku Amanuban melupakan tradisi dan kepercayaan mereka dan terus melakukan
apa yang sudah diturunkan oleh leluhur.
Suatu keprihatinan bahwa beberapa generasi dari keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis
dan Asbanu yang hidup di zaman modern sudah tidak menjaga tradisi leluhur. Penulis merasa
penting untuk menulis dan meneliti “Studi budaya tentang Pandangan Keluarga Nuban,
3 Eben Nuban Timo, Pemberita Firman Pencinta Budaya, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2006),51-53.
xii
Nubatonis, Tenis, Asbanu di Desa Pili Timor Tengah Selatan (TTS) Terhadap Makna
Gunung Keramat Tunbes” agar pemahaman tentang keramatnya gunung Tunbes tidak
menjadi suatu hal yang takhayul dan mitos belaka bagi keluarga-keluarga tersebut sehingga
mereka menjaga dan lebih mengenal budaya yang merupakan identitas dari keluarga Nuban,
Nubatonis, Tenis, dan Asbanu.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, ditemukan rumusan masalah dalam penelitian ini
yaitu:
Apa makna gunung keramat Tunbes bagi keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan
Asbanu terkait perilaku mereka terhadap Tuhan, leluhur, sesama dan alam?
Bagaimana upaya keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu untuk menjaga
kekeramatan gunung Tunbes?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang disebutkan tujuan dari penelitian ini adalah:
Mendekripsikan makna gunung keramat Tunbes menurut keluarga Nuban,
Nubatonis, Tenis dan Asbanu terkait perilaku mereka terhadap Tuhan, leluhur, sesama
dan alam.
Mendeskripsikan upaya yang dilakukan keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan
Asbanu untuk menjaga kekeramatan gunung Tunbes.
Manfaat Penelitian
Menambah pengetahuan penulis dan pembaca khususnya keluarga Nuban, Nubatonis,
Tenis, Asbanu tentang makna kekeramatan gunung Tunbes sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman antara iman Kristen, budaya, dan tradisi dari keluarga Nuban, Nubatonis,
Tenis, Asbanu sekilas menjaga tradisi budaya yang sudah ada sehingga identitas keluarga
Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu tidak memudar seiring dengan perkembangan zaman.
Metode penelitian
Metode yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ilmiah. Penulis
akan melakukan penelitian di Desa Pili Kabupaten Timor Tengah Selatan. Penulis melakukan
wawancara terhadap 4 orang sebagai wakil dari keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan
Asbanu.
Sistematika Penulisan
Penulis membagi penulisan ini menjadi lima bagian yakni: Bagian pertama:
pendahuluan, penulisannya dimulai dengan latar belakang, rumusan masalah, tujuan
xiii
penelitian, manfaat penelitian, dan metode penelitian. Bagian kedua: kajian teori yang berisi
tentang kebudayaan, tradisi, mitos, simbol dan sakral. Bagian ketiga: Hasil penelitian. Bagian
keempat: berisi analisis dan pembahasan yang berkaitan dengan hasil penelitian kualitatif
yang telah dilakukan dan teori yang digunakan. Bagian kelima: kesimpulan dan saran.
Kajian Teori
Budaya
Manusia merupakan makhluk yang mulia dan memiliki kedudukan yang tinggi
sehingga manusia menciptakan budaya sebagai batas-batas manusia dalam berperilaku.
Kebudayaan manusia akan dianggap tidak benar kalau bertentangan dengan kemanusiaan dan
tidak memanusiakan manusia dan meniadakan pengakuan adanya pencipta.4 Manusia adalah
pencipta serta pelaku budaya, budaya dan manusia tidak dapat terlepas satu dengan yang
lainnya. Budaya mengikat manusia sehingga tidak lepas dari tanggung jawabnya sebagai
makhluk mulia.
Menurut E. B Tylor kebudayaan adalah hal kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.5 Kebudayaan
terdiri atas segala sesuatu yang dipelajari oleh pola-pola yang normatif, artinya mencakup
segala cara-cara atau pola-pola berpikir, merasakan dan bertindak.
Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta
buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Jadi kebudayaan itu
dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Koentjaraningrat
menganalisa bahwa isi sebenarnya dari budaya manusia terdiri tujuh unsur, yang disebutnya
sebagai unsur universal dari kebudayaan. Unsur-unsur universal itu, yang sekaliannya
merupakan isi dari semua kebudayaan yang ada di dunia ini adalah: Sistem religi dan upacara
keagamaan; Sistem dan organisasi kemasyarakatan; Sistem pengetahuan; Bahasa; Kesenian;
Sistem matapencaharian hidup; Sistem teknologi dan peralatan.6
Ki Hajar Dewantara juga mengatakan begitu erat hubungan manusia dengan
kebudayaan, sehingga manusia pada hakekatnya disebut makhluk budaya. Kebudayaan
paling tidak memiliki tiga bentuk atau wujud yaitu;
4 M Suprihadi Sastrosupono, Menghampiri kebudayaan,(Bandung: Penerbit Alumni, 1982), 23-34. 5 Jakobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia, ( Bandung: Alfabeta, 2013),29. 6 Budiyono Herusatoto, Simbolisme Dalam Budaya Jawa, (Yogyakarta: PT Handita, 1984), 5-9.
xiv
Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dan ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan dan sebagainya. Wujud ini berada dalam alam pikiran dari
warga masyarakat atau dapat pula berupa tulisan-tulisan, karangan-karangan warga
yang bersangkutan. Wujud ini dapat disebut sebagai wujud abstrak dari kebudayaan.
Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia
dalam masyarakat, wujud ini berupa sistem sosial dalam masyarakat yang
bersangkutan. Wujud ini berupa perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia, ia berupa kebudayaan
fisik yang berbentuk nyata yang merupakan hasil karya masyarakat yang
bersangkutan. Dalam kata lain wujud ini berupa benda-benda budaya.7
Fungsi dasar dari budaya adalah untuk melayani kebutuhan vital dan praksis manusia,
membentuk masyarakat, memelihara spesies, menurunkan pengetahuan dan pengalaman
berharga ke generasi berikutnya. Dengan kata lain fungsi budaya adalah sebagai pedoman
dalam berperilaku dan menjadi batasan manusia dalam berperilaku, menjadi sarana penerus
sejarah, sebagai identitas diri. Pada dasarnya kebudayaan sangat beperan penting dalam
kehidupan manusia baik secara individu maupun kelompok.
Tradisi
Tradisi dapat mempengaruhi suatu masyarakat tentang apa yang
layak dan berkenaan dengan makanan, pakaian, apa yang berharga, apa yang harus dihindari
atau diabaikan.8Tradisi adalah kebiasaan sosial yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
lainnya melalui proses sosial.9 Tradisi hadir dari individu dan juga dari satu kelompok
masyarakat kecil maupun sekumpulan masyarakat dan dapat berubah sewaktu-waktu ada
bentrok antara tradisi yang satu dengan yang lain, dan juga karena perkembangan zaman.
Fungsi tradisi tidak jauh berbeda dengan fungsi budaya karena tradisi juga sebagai alat untuk
mewariskan adat istiadat dan kebudayaan dari generasi terdahulu ke generasi selanjutnya.
Fungsi-fungsi tradisi antara lain adalah sebagai berikut.
1. Menentukan nilai-nilai dan moral masyarakat karena tradisi merupakan aturan-aturan
yang merupakan hal apa yang benar dan apa yang salah menurut masyarakat;10
2. Menyediakan fragmen warisan historis yang dipandang bermanfaat.;
7 Sastrosupono, Menghampiri kebudayaan, 23-34. 8 Dedy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010) 69. 9 Banjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia, 128. 10 Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesis, 128.
xv
3. Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan, pranata, dan aturan
yang sudah ada. 11
Simbol
Eratnya kebudayaan manusia dengan simbol-simbol sehingga manusia dapat pula disebut
sebagai makhluk bersimbol. Dengan kata lain, dunia kebudayaan adalah dunia penuh simbol.
Kata simbol berasal dari Bahasa Yunani symbolos yang berarti tanda atau ciri yang
memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang. Dalam kamus logika Dictionary of logic The
Liang Gie menyebutkan bahwa simbol adalah tanda buatan yang bukan berwujud kata-kata
untuk mewakili atau menyingkat sesuatu artian apapun.12
Kekayaan dan isi dari
simbol/lambang tersebut menjamin universalitas bagi sembarang orang dan zaman manapun.
Tindakan simbolis yang menghadirkan arti historis, dimana ia tetap dikenang dan abadi,
walaupun benda atau halnya sendiri telah lewat usia, rusak atau berantakan, akan tetapi
ditafsirkan kekayaan akan isi yang dikandungnya dari generasi ke generasi berikutnya.
Penghuni alam tentunya terikat dengan hukum alam walaupun kita adalah manusia yang
memiliki kebebasan. Manusia memberikan simbol dari atau kepada apa yang manusia temui
atau dari tindakan-tindakan yang manusia ambil. Simbol yang diberikan masing-masing
memiliki nilai historis dan makna tersendiri.
Simbolisme sangat berperan penting dalam upacara religius ataupun upacara-upacara
peringatan apapun oleh manusia, makna dan maksud upacara itulah yang menjadi tujuan
manusia untuk memperingatinya. Simbolisme menonjol perannya dalam tradisi atau adat
istiadat. Rupa simbol dapat berubah tetapi fungsinya tetap sama. Simbol menyimpan suatu
yang misteri dalam bentuk sejarah. Oleh sebab itu simbol berfungsi sebagai jalan masuk
seseorang ke dunia adisejarah, simbol juga berfungsi sebagai alat komunikasi antara masa
lampau dan masa kini. Fungsi simbol secara garis besar adalah sebagai berikut;13
1. Simbol memungkinkan manusia untuk berhubungan dengan dunia material dan sosial
dengan membolehkan mereka memberi nama, membuat katagori, dan mengingat
objek-objek yang mereka temukan dimana saja. Dalam hal ini bahasa mempunyai
peran yang sangat penting;
2. Simbol menyempurnakan manusia untuk memahami lingkungannya;
11 Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, ( Jakarta: Prenada Media Grup, 2007), hal. 74-75. 12 Herusatoto, budaya jawa, 10-40. 13 Hans J Daeng, Manusia Kebudayaan dan Lingkungan, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000) 82-83.
xvi
3. Simbol menyempurnakan kemampuan manusia untuk berpikir. Dalam arti ini, berfikir
dapat dianggap sebagai interaksi simbolik dengan diri sendiri;
4. Simbol meningkatkan kemampuan manusia untuk memecahkan persoalan manusia.
Sedangkan manusia bisa berfikir dengan menggunakan simbol-simbol sebelum
melakukan pilihan-pilihan dalam melakukan sesuatu;
5. Penggunaan simbol-simbol memungkinkan manusia bertransendensi dari segi waktu,
tempat dan bahkan diri mereka sendiri. Dengan menggunakan simbol-simbol manusia
bisa membayangkan bagaimana hidup di masa lampau atau akan datang. Mereka juga
bisa membayangkan tentang diri mereka sendiri berdasarkan pandangan orang lain;
6. Simbol-simbol memungkinkan manusia bisa membayangkan kenyataan kenyataan
metafisis seperti surga dan neraka;
7. Simbol-simbol memungkinkan manusia agar tidak diperbudak oleh lingkungannya.
Mereka bisa lebih aktif ketimbang pasif dalam mengarahkan dirinya kepada sesuatu
yang mereka perbuat.
Mitos
Kata mitos berasal dari bahasa Yunani muthos, yang secara harafiah diartikan sebagai
cerita atau sesuatu yang dikatakan seseorang; dalam pengertian yang lebih luas berarti suatu
pernyataan, sebuah cerita, ataupun alur suatu drama.14
Mitos menurut Harsojo (1988), adalah
sistem kepercayaan dari suatu kelompok manusia, yang berdiri atas sebuah landasan yang
menjelaskan cerita-cerita yang suci yang berhubungan dengan masa lalu. Mitos yang dalam
arti asli sebagai kiasan dari zaman purba merupakan cerita yang asal usulnya sudah
dilupakan. Menurut Panuti Sudjiman (1990:52) mitos mempunyai dua pengertian, yaitu: 1)
Cerita rakyat legendaris atau tradisional, biasanya bertokoh makhluk yang luar biasa dan
mengisahkan peristiwa-peristiwa yang tidak dijelaskan secara rasional, seperti terjadinya
sesuatu; 2) kepercayaan atau keyakinan yang tidak terbukti tetapi yang diterima mentah-
mentah. 15
Mitos memiliki fungsi eksistensial bagi manusia. Dalam masyarakat primitif, mitos
berfungsi mengungkapkan, mengangkat dan merumuskan kepercayaan, melindungi dan
memperkuat moralitas, menjamin efisien dari ritus, serta memberi peraturan-peraturan
praksis untuk menuntun manusia.16
Mircea Eliade menyimpulkan bahwa fungsi utama mitos
14 Maria Susai Davamony, Fenomenologi Agama ( Yogyakarta: kanisius,1995) 147-149. 15C A Van Peursen, Strategi Kebudayaan, ( Yogyakarta: Kanisius, 1988) 5-6. 16 Davamoni, Fenomenologi 152.
xvii
adalah menentukan tuntunan yang mesti diikuti oleh semua kegiatan ritual maupun kegiatan-
kegiatan manusia yang utama. Ada 3 macam mitos yaitu pertama mitos penciptaan dalam
arti sempit yakni mitos yang menceritakan penciptaan alam semesta yang sebelumnya sama
sekali tidak ada; kedua adalah mitos kosmogonik yakni mitos yang mengisahkan penciptaan
alam semesta hanya penciptaan tersebut menggunakan sarana yang sudah ada, atau dengan
perantara. Ketiga mitos-mitos asal usul atau yang menceritakan tentang awal mula terjadinya
sesuatu hal ini berhubungan dengan simbol-simbol dalam adat istiadat. 17
Mitos bersifat
sakral dan profan, yang suci atau sakral adalah yang berhubungan dengan makhluk-mkhluk
adikodrati, roh-roh yang berkuasa sedangkan mitos yang profan adalah yang mengisahkan
tentang pengalaman ajaib dari seseorang.
Mitos dalam masyarakat primitif berhubungan dengan kepercayaan. Kepercayaan ini
yang membuat sehingga mitos dilestarikan secara turun temurun melalui cerita lisan dan juga
tulisan dari generasi ke generasi. Fungsi utama mitos dalam kebudayaan primitif ialah
mengungkapkan, mengangkat dan merumuskan kepercayaan, melindungi dan memperkuat
moralitas, menjamin efisiensi dari ritus, serta memberi peraturan-peraturan praksis untuk
menuntun manusia. Mitos dan agama sebagai satu kesatuan tersusun memainkan peranan
penting dalam kehidupan social, tetapi yang perlu diingat bahwa tidak semua mitos itu baik.
Sakral
Sakral sering digunakan untuk mengungkapkan kesucian atau kekeramatan sesuatu
dalam bentuk nyata, sakral artinya suci atau keramat.18
Sakral sering dikaitkan dengan agama
dan masyarakat tradisional. Sakral adalah hal yang bertentangan dengan profan. Istilah profan
sendiri memiliki arti tidak bersangkutan dengan agama atau tujuan keagamaan; lawan
sakral; tidak kudus (suci) karena tercemar, kotor, dan sebagainya; tidak suci; tidak termasuk
yang kudus (suci); duniawi.19
Sakralnya suatu benda terjadi karena kepercayaan bahwa benda
tersebut memiliki kekuatan gaib. Dalam pengertian lebih luas, yang kudus adalah sesuatu
yang terlindungi dari pelanggaran, pengacauan atau pencemaran yang kudus adalah sesuatu
yang dihormati, dimuliakan dan tidak dapat dinodai.20
Ciri-ciri yang suci atau yang kudus
adalah disendirikan, dipenuhi rasa hormat dan takut, serta larangan-larangan yang
berhubungan dengan hal itu.21
Upaya-upaya manusia untuk menjaga sakralnya suatu benda
17 Davamoni, fenomenologi 152-164. 18 Kamus Besar Bahasa Indonesia. 19 Kamus Besar Bahasa Indonesia. 20 Davamoni, Fenomenologi, 87. 21 Davamoni,Fenomenologi, 100.
xviii
atau tempat ini dinyatakan melalui tradisi, ritual, adat istiadat, mitos. Upaya-upaya ini cukup
berhasil hingga saat ini.
Pada dasarnya budaya dan tradisi yang baik perlu untuk dilestarikan agar manusia
tetap ada dalam batasan-batasannya dalam berperilaku. Zaman modern ini menjaga dan
melestarikan suatu budaya tidak cukup hanya dengan peran individu saja tetapi
membutuhkan peran masyarakat dan pemerintah untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif.
Upaya untuk menjaga dan melestarikan budaya dan adat istiadat kita sudah dilakukan sejak
zaman dulu yaitu melalui kisah-kisah lisan dan tulisan berupa cerita-cerita mitos dalam dunia
pendidikan, peran pemerintah dalam acara-acara kebudayaan, dan juga peran gereja dalam
mengkolaborasikan antara agama dan kebudayaan. Manusia juga perlu mengenal lebih dalam
tentang budaya dan tradisi melalui kehidupan masa kini. Tidak cukup dengan mengenal tetapi
dengan mempelajari dan melakukan dalam kehidupan sebagai masyarakat. Perkembangan
zaman kiranya tidak menghilangkan budaya-budaya warisan leluhur, karena pada dasarnya
budaya adalah hal yang baik dan berfungsi untuk menjadi batas-batas manusia dalam
bertindak karena dalam budaya terdapat norma-norma adat yang berlaku bagi manusia.
Hasil Penelitian
Deskripsi Tempat Penelitian
Gunung keramat Tunbes terletak di Desa Pili Kabupaten Timor Tengah Selatan dan
masih asri dengan alamnya yang terlindungi. Gunung Tunbes merupakan kawasan hutan
belukar, bermacam-macam jenis flora dan fauna ada di dalamnya. Beberapa jenis flora seperti
rumput liar, tumbuhan-tumbuhan liar, asam, jati, mahoni, kasuari, akasia, lontar dan lain
sebagainya. Sedangkan fauna seperti babi hutan, kera, rusa, sapi, anjing hutan, berbagai jenis
burung dan binatang merayap. Terdapat juga kuburan-kuburan leluhur sesuai dengan suku-
suku mereka, kuburan leluhur ini berbentuk tumpukan batu. Zaman dahulu Gunung Tunbes
adalah bekas kerajaan maka terdapat juga gerbang dan pagar batu yang memisahkan kawasan
yang satu dengan yang lain. Gunung Tunbes menjulang tinggi dengan tanah bebatuan
berbentuk tangga untuk mencapai puncak gunung Tunbes membutuhkan waktu sekitar 2-4
jam berjalan kaki. Gunung Tunbes sekarang ini tidak ditinggali oleh manusia, masyarakat
membangun rumah tempat tinggal di kaki gunung. Masyarakat yang tinggal di sana adalah
keturunan keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu baik itu yang asli maupun yang
merupakan keturunan hasil kawin campur dengan suku lain dan memiliki marga berbeda.22
22 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, 18 & 78.
xix
Agama dan kepercayan mereka saat ini adalah Kristen Protestan tetapi konsep kepercayaan
Uis Neno dan Uis Pah tetap ada.
A. Kekerabatan Keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu
Suku merupakan unit kekerabatan sosial yang sangat mendasar di Pulau Timor. Orang
Timor menyebut kehidupan suku dengan istilah nonot. Nonot ini adalah satu ikatan yang
dibangun berdasarkan hubungan darah. Dalam satu nonot terdapat beberapa marga (kanaf)
atau kesatuan keluarga. Kanaf merupakan satu kesatuan dari orang-orang yang mengaku diri
sebagai yang berasal dari satu leluhur. Tempat tinggal suku-suku ini dinamakan kuan
(kampung), dalam satu kuan tinggal sekurang-kurangnya empat kanaf. Masing-masing kanaf
menjalankan peran berbeda untuk kelangsungan hidup nonot. Sistem perkawinan pada zaman
dulu adalah dengan kanaf-kanaf di dalam nonot itu sendiri jarang sekali ada yang melakukan
perkawinan di luar nonot, karena sudah ada kanaf yang menjadi pemberi dan penerima istri.
23
Keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu adalah suku-suku yang menempati
kuan Tunbes. Mereka berasal dari satu keturunan, konon katanya leluhur kanaf-kanaf ini
bernama Taku Nuban Uf. Menurut sejarah Taku Nuban Uf bersama kelima orang saudaranya
salah satu di antaranya adalah perempuan melakukan perjalanan bersama dari Neonsaet
(tempat matahari terbit), kemudian berpencar di tengah perjalanan dan Taku Nuban Uf yang
mengambil perjalanan menuju Tunbes.24
Migrasi dan perkawinan dengan amaf-amaf ini
maka lahirlah kanaf Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu. Artinya bahwa keluarga-keluarga
ini memiliki hubungan kekeluargaan yang sangat erat sehingga dalam penulisan sejarah
keempat marga ini tidak boleh dipisahkan.
B. Pandangan Keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis, dan Asbanu tentang
Kekeramatan Gunung Tunbes
Gunung Tunbes adalah tempat bersejarah bagi keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan
Asbanu. Sejarah mengisahkan bahwa leluhur keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis, Asbanu
berasal dari gunung Tunbes. Pada zaman dahulu sebelum adanya sistim kerajaan maka
masyarakat hidup dalam satu kampung (kuan) bersama dengan suku-suku yang berhubungan
darah dengan mereka. Umumnya kuan itu terletak di puncak gunung tertentu yang diklaim
23 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan,17-20. 24 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, 9 & 78-79.
xx
sebagai tempat nenek moyang suku-suku tersebut dilahirkan.25
Bukti kalau leluhur keluarga
Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu berasal dari Tunbes adalah dengan adanya kuburan-
kuburan leluhur di Gunung Tunbes hingga saat ini. Gunung Tunbes juga merupakan pusat
kerajaan Amanuban yang pertama.
Kerajaan Amanuban adalah salah satu Kerajaan yang ada di Timor Tengah Selatan
pada masa lalu sebelum ada sistem pemerintahan seperti sekarang ini, kerajaan Amanuban
sekarang telah menjadi Kecamatan Amanuban. Awal mulanya Tunbes didatangi oleh amaf-
amaf yang mengembara, mereka tinggal di Tunbes dan menjadikan Tunbes sebagai kampung
mereka. Semakin bertambah banyak penduduk kampung maka mereka memilih seorang
Amaf sebagai orang tua mereka yang akan mengambil setiap keputusan-keputusan penting,
sampai pada akhirnya datang seorang bernama Olak Malik yang akhirnya dipilih menjadi raja
di Amanuban. Nama Amanuban ini berasal dari nama seorang amaf yang memimpin di
kampung tersebut yakni Bapak amaf Nuban, terbentuknya kerajaan Amanuban terjadi pada
awal abad ke-17 M.26
Leluhur keluarga Nuban, Nubatonis juga mempercayai bahwa tempat tersebut dijamah
dan diberkati oleh Uis Neno dan Uis Pah, sehingga mereka perlu menjaga kesucian gunung
Tunbes agar Uis Neno dan Uis Pah tidak meninggalkan gunung Tersebut. Pada zaman dulu
orang-orang mempercayai Uis Neno dan Uis Pah sebagai Tuhan pencipta dan pemelihara.
Sedikit saja tindakan kejahatan dilakukan terhadap alam dan sesama maka Uis Neno dan Uis
Pah akan menghukum mereka dengan kelaparan, kemarau panjang, penyakit menular,
kematian dan sebagainya. Jika sudah demikian maka masyarakat akan melakukan upacara
adat dan membayar denda kepada tua-tua adat yang nantinya dipersembahkan kepada Uis
Neno dan Uis Pah agar mereka mendapat pengampunan.27
Sejak zaman dulu keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu sudah mengenal
Gunung Tunbes sebagai gunung yang suci dan keramat, bagi mereka keramat gunung Tunbes
sudah menjadi tradisi yang mereka lestarikan secara turun temurun sampai saat ini. Gunung
Tunbes dihormati sebagai yang suci dan kudus sehingga segala sesuatu yang ada di dalamnya
tidak boleh dirusak dan dinajiskan oleh siapapun. Pantangan-pantangan dibuat oleh keluarga
Nuban, Nubatonis, Tenis, Asbanu agar masyarakat boleh merawat lingkungan gunung
Tunbes, menghormati leluhur dan menjaga gunung Tunbes sebagai tempat keramat.
Pantangan-pantangan tersebut berupa peringatan untuk menjaga pikiran, perkataan dan
25 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, 19. 26 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, 78. 27 Wawancara dengan Bapak Yohanes Tenis tanggal 29 juli 2018.
xxi
perilaku. Pertama adalah pantangan bagi siapapun yang naik ke gunung Tunbes agar tidak
berniat jahat terhadap alam dan sesama. Artinya bahwa ketika berada di gunung Tunbes
pikiran kita harus bersih dari kejahatan. Kedua adalah pantangan bagi siapapun yang naik ke
gunung Tunbes untuk berkata kotor, mengucapkan dusta, menjelekan orang lain dan lain
sebagainya. Artinya bahwa ketika berada di gunung Tunbes mereka harus bisa menjaga
perkataan. Ketiga adalah pantangan bagi siapapun yang naik ke Gunung Tunbes agar tidak
melakukan tindakan kejahatan apapun.28
Pemahaman tentang Gunung Tunbes sebagai yang suci dan keramat telah hidup dalam
hati keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu hingga saat ini. Terlepas dari kepercayaan
leluhur pada zaman dahulu, alasan-alasan yang diberikan keluarga-keluarga ini cukup
menjelaskan bahwa mereka tidak melihat gunung Tunbes sebagai yang menyimpan kekuatan-
kekuatan gaib sehingga dapat mengabulkan permintaan tetapi mereka melihat gunung Tunbes
sebagai tempat bersejarah bagi mereka dan juga merupakan ciptaan Tuhan yang diberkati dan
harus dijaga kelestariannya.
C. Upaya keluarga Nuban, Nubatonis, dan Asbanu untuk Menjaga Kekeramatan
Gunung Tunbes
Pantangan dibuat agar tidak dilanggar, menurut nenek moyang keluarga Nuban,
Nubatonis, Tenis, Asbanu ganjaran bagi yang melanggar pantangan-pantangan tersebut
adalah mendapat hukuman dari Uis Neno dan Uis Pah (Tuhan pencipta dan penjaga
pemelihara). Hukuman yang diterima adalah berupa sakit penyakit jika pelanggaran ringan
seperti mengucapkan kata kotor, memfitnah dan lain sebagainya. Hukuman berupa kematian
akan diterima oleh orang yang melakukan kejahatan besar. Kejahatan besar yang dimaksud
adalah berniat jahat terhadap gunung Tunbes atau ketika seseorang berniat mencari tahu letak
harta yang ada di dalamnya ataupun mengingininya, melalukan tindakan jahat terhadap
sesama seperti berzinah, membunuh atau menyakiti orang lain. Menurut cerita nenek moyang
dan yang dilakukan hingga saat ini jika seseorang melakukan kejahatan dan telah menerima
ganjarannya, orang tersebut dan keluarganya harus datang kepada tua-tua adat untuk
melakukan upacara adat dan membayar denda sesuai dengan ukuran bagi tindak kejahatannya
agar beroleh pengampunan dari Uis Neno dan Uis Pah. Ada sedikit perubahan pada masa kini
yaitu ketika melakukan kesalahan orang yang melakukan kesalahan dan keluarganya akan
berkonsultasi dengan tua adat untuk membayar denda dan melakukan upacara adat dan doa
pengampunan dengan bantuan hamba Tuhan (Orang yang dipercayai telah menerima karunia
28 Wawancara dengan Bapak Yakob Nuban tanggal 27 juli 2018, Bapak Alexander Nubatonis tanggal 27 juli 2018.
xxii
penglihatan dari Tuhan).29
Ketiga hal ini berjalan bersamaan pada hari yang sama. Ketika
sudah menerima Yesus kristus, keluarga-keluarga ini melakukan upacara adat dan membayar
denda untuk tetap menjalankan tradisi mereka karena itu bukan hal yang salah, tetapi mereka
juga berdoa agar mendapat pengampunan dari Yesus Kristus.
Nenek moyang keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis, Asbanu berkisah bahwa di Gunung
Tunbes tersimpan harta benda peninggalan leluhur berupa muti, emas, perak yang tersimpan
di kusi. Benda-benda ini tidak diketahui letaknya dan hanya bisa diambil ketika terjadi
masalah yang mengancam keberadaan keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu sebagai
suku asli Kerajaan Amanuban yang menjaga Gunung Tunbes. Dikisahkan juga bahwa
gunung Tunbes dijaga oleh seekor ular besar yang disebut Koko yang hanya bisa dilihat oleh
orang-orang yang sudah akan meninggal dalam waktu dekat dan kebetulan berkunjung ke
gunung Tunbes, atau mereka yang melanggar pantangan dan harus menerima hukuman.
Keberadaan ular ini didengar dari cerita yang didengar turun temurun dan kesaksian seorang
bapak yang katanya berhasil keluar dari gunung Tunbes setelah berusaha untuk mencari
keberadaan harta benda peninggalan leluhur dan pada akhirnya dicegat oleh koko.30
Cerita ini
mitos atau fakta kebenarannya hanya diketahui oleh Tuhan dan pencerita. Sebagai anak cucu
tugasnya hanya melanjutkan kisah-kisah tersebut agar keramat gunung Tunbes tetap terjaga
tanpa mempersempit iman kepada Yesus Kristus.
Keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis, Asbanu juga melakukan pertemuan keluarga satu
kali dalam dua tahun untuk melakukan doa dan menuturkan sejarah. Biasanya tua-tua adat di
desa Pili akan berdoa dan melakukan rapat untuk menentukan tanggal pertemuan setelah itu
keluarga Nubatonis yang mengatur undangan bagi keluarga yang lainnya untuk berkumpul di
gunung Tunbes. Pertemuan ini berjalan dengan baik tetapi tidak semua dari anak cucu
keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis, Asbanu dapat berkumpul bersama karena alasannya
adalah kesehatan, waktu, pekerjaan, jarak dan lain sebagainya. Doa dan upacara adat ini
dilakukan agar persatuan keluarga-keluarga ini tetap terjaga dan sejarah leluhur tidak
dilupakan. Beberapa orang mungkin berpikir bahwa hal itu sama dengan menyembah berhala
karena mempercayai kekeramatan tapi bagi keluarga ini mereka tidak menyembah berhala.
Tuhan yang mereka kenal adalah Allah Tritunggal, Yesus Kristus sebagai penyelamat mereka
tidak ada yang lain. Meskipun mereka tetap melihat gunung Tunbes sebagai gunung keramat
itu karena gunung Tunbes adalah tempat bersejarah bagi mereka dan Tuhan juga menyertai
29 Wawancara dengan Bapak Yakop Nuban 27 Juli 2018, Alexander Nubatonis 27 Juli 2018, Yohanes Tenis 29
Juli 2018, Daniel Asbanu 4 Agustus 2018. 30 Wawancara dengan Agustinus Tenistuan tanggal 20 Agustus 2018.
xxiii
tempat tersebut sehingga leluhur mereka bisa membentuk kerajaan dan tinggal di Tunbes
pada zaman dulu dan Tuhan masih menyertai gunung Tunbes sampai saat ini sehingga
lingkungan gunung Tunbes tetap terjaga dalam kesuburan.31
Keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis, Asbanu juga telah menulis buku tentang sejarah
mereka tetapi belum ada titik terang hingga saat ini. Tidak hanya itu mereka juga sudah
berembuk dengan pihak pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk membuat situs gunung
Tunbes tetapi hingga saat ini belum ada perkembangan. Hal ini dilakukan agar sejarah
mereka tetap hidup seiring dengan perkembangan zaman. Pembangunan situs juga bukan
untuk merusak lingkungan gunung Tunbes tetapi hanya memperbaiki agar sejarah bahwa
Tunbes adalah pusat kerajaan Amanuban yang pertama diketahui oleh banyak orang bukan
hanya diketahui oleh keluarga-keluarga terkait. 32
Menghormati adalah sikap yang mereka pegang untuk tetap menjaga sejarah leluhur
mereka, tindakan-tindakan yang mereka lakukan dan kisah-kisah hukuman yang mereka
ceritakan semata-mata bukan berarti bahwa mereka mempercayai bahwa ada roh-roh lain
yang disetarakan dengan Tuhan. Mereka melakukan semuanya ini dalam rangka
mengarahkan manusia agar tidak melakukan tindak kejahatan terhadap alam sejarah bagi
mereka yaitu gunung Tunbes. Mereka yakin bahwa melalui eksistensi kisah sejarah tersebut,
maka tercipta efek jera bagi pelaku-pelaku kejahatan. Dari pandangan ini tidak menutup
kemungkinan bahwa kepercayaan terhadap mitos-mitos tersebut masih dimiliki oleh sebagian
besar dari mereka.
Analisa dan Pembahasan
Keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu sangat menghormati serta
mengeramatkan gunung Tunbes terkait dengan kebudayaan dan kepercayaan tentang asal
usul leluhur. Mengeramatkan gunung Tunbes tidak mengurangi iman kepercayaan keluarga-
keluarga ini. Penulis melihat bahwa keramatnya gunung Tunbes merupakan bentuk
penghormatan keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu bagi leluhur mereka dan segala
bentuk kepercayaan mereka. Sebagai generasi yang telah menerima Kristen sebagai agama,
pemahaman keramatnya gunung Tunbes menjadi relevan sehingga identitas keluarga mereka
tidak hilang. Dengan demikian pernyataan bahwa kampung halaman dari suku-suku itu ada di
atas gunung batu tidak di salah artikan.
31 Wawancara dengan bapak Yakob Nuban tanggal 27 juli 2018. 32 Wawancara dengan Bapak Yohanes Tenis tanggal 29 juli 2018.
xxiv
A. Makna Keramat Gunung Tunbes
Pemahaman tentang keramatnya gunung Tunbes sebagai budaya dari keluarga Nuban,
Nubatonis, Tenis dan Asbanu, dilihat dari pengertian budaya menurut E. B Tylor bahwa
kebudayaan adalah hal kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang
didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.33
Penulis menjelaskan bahwa keramat
gunung Tunbes disebut sebagai budaya keempat keluarga tersebut, seperti yang sudah
dijelaskan dalam bagian sebelumnya, Gunung Tunbes dikeramatkan karena kepercayaan
keluarga bahwa gunung Tunbes adalah tempat bersejarah bagi mereka yakni leluhur mereka
dilahirkan dan hidup di sana. Gunung Tunbes juga merupakan tempat yang diberkati Uis
Neno dan Uis Pah di mana dijelaskan juga bahwa Uis Neno dan Uis Pah merupakan konsep
kepercayaan orang Timor pada zaman dahulu yakni dewa langit dan dewa bumi yang
dipercaya sebagai Tuhan pencipta dan pemelihara. Jika Tylor mengatakan bahwa budaya
mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat serta kebiasaan
masyarakat, maka sangat jelas bahwa keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu memang
melestarikan dan mewariskan sejarah dan kekeramatan gunung Tunbes untuk
mempertahankan budaya mereka. Dalam budaya terdapat banyak sekali pengetahuan
terutama tentang sejarah dan asal usul keluarga, menyangkut kepercayaan keluarga-keluarga
ini juga melestarikan kepercayaan leluhur mereka saat ini dengan tidak menyangkali iman
mereka yang sudah mengakui diri sebagai agama Kristen, mereka telah membuktikan bahwa
mereka beragama dan tidak menyembah berhala dengan mengkeramatkan gunung batu.
Begitu juga dengan moral, hukum dan adat istiadat dengan keramatnya gunung Tunbes
keluarga ini mempertahankan hukum alam bahwa manusia dan alam harus saling
menguntungkan, manusia menjaga alam dan alam memberikan hasil yang baik bagi manusia.
Moral dan perilaku keluarga-keluarga ini juga ikut dibentuk, dengan sendirinya mereka
belajar untuk melakukan dan mempertahankan hal yang baik.
Budaya yang baik akan menghasilkan masyarakat yang baik, dikatakan demikian
karena budaya yang baik akan membentuk moral dan perbuatan yang baik bagi para pelaku
budaya. Dengan demikian maka pernyataan di atas menjelaskan fungsi budaya yang sudah
ditulis dalam bagian sebelumnya bahwa budaya berfungsi sebagai alat ukur dalam
berperilaku. Manusia sebagai makhluk yang mulia bertanggungjawab terhadap bumi dan
isinya sehingga manusia tidak bisa semena-mena dalam memelihara bumi. Dengan adanya
33 Ranjabar, Sistim sosial, 29.
xxv
budaya manusia dapat mengontrol perilakunya. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah
bahwa budaya yang baik adalah budaya yang tidak bertentangan dengan kodrat manusia dan
tidak meniadakan Allah tetapi menjadi alat komunikasi bagi dunia dan agama.
Simbol adalah sesuatu yang dibuat oleh manusia sendiri, mengandung arti tersendiri
dan menyimpan sejarah yang luas. Ketika manusia menyelami arti dari simbol tersebut maka
manusia itu akan masuk ke dalam dunia adisejarah. Gunung Tunbes sebagai tempat yang suci
dan keramat merupakan simbol keberadaan Allah. Gunung Tunbes dipercayai sebagai tempat
tinggal Uis Neno dan Uis Pah. Zaman dahulu leluhur memang mempercayai bahwa Uis Neno
dan Uis Pah tinggal di gunung Tunbes, tetapi keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu
yang sudah mengenal Yesus Kristus percaya bahwa Tuhan hanya tinggal bersama manusia,
dan keramat Gunung Tunbes hanya dilihat sebagai simbol penghargaan bagi para leluhur dan
kepercayaan mereka.
Pada dasarnya segala sesuatu yang jauh dari hal-hal duniawi adalah yang suci dan
yang kudus. Gunung Tunbes menjadi yang sakral dan kudus tidak terlepas dari penyertaan
Tuhan. Membuat larangan untuk tidak berbuat jahat merupakan tindakan untuk menjauhkan
diri dari persoalan duniawi. Dalam penjelasan responden mengatakan bahwa memang
Gunung Tunbes sebagai yang suci dan keramat tetapi tidak sedikitpun mengurangi iman
mereka kepada Yesus Kristus. Apa yang sudah menjadi tradisi mereka biarlah menjadi tradisi
tetapi kepercayaan mereka yaitu kepada Yesus Kristus tidak akan berubah dan tidak ada satu
apapun di dunia yang dapat mengubahnya. Orang Atoni menghormati gunung batu
kelahirannya. Hutan dan binatang-binatang yang ada di wilayah itu harus dijaga, tanah di situ
tidak boleh diberikan kepada mereka yang datang untuk merusak, Gunung itu adalah tempat
tinggal Allah dan arwah para leluhur, eksploitasi yang biadap akan diganjar dengan hukuman
yang mengerikan.34
Kekeramatan gunung Tunbes bagi keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu
memiliki makna yang sangat mendasar yakni makna bagi kehidupan keluarga Nuban,
Nubatonis, Tenis dan Asbanu, makna bagi perilaku manusia dan makna kekeramatan bagi
agama. Pertama: Makna keramat Tunbes bagi keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan
Asbanu adalah leluhur mereka tinggal di Tunbes, leluhur mereka meninggalkan nama bagi
anak cucu mereka, dengan kata lain tali pusat keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu
jatuh di gunung Tunbes dengan demikian identitas keluarga-keluarga ini tetap hidup dalam
sejarah dan perkembangan. Kedua: Makna keramat gunung Tunbes bagi perilaku adalah
34 Nuban Timo, Pemberita firman, 52.
xxvi
terbentuknya perilaku yang baik manusia. Setiap orang yang mendatangi dan menaiki gunung
Tunbes dapat menjaga pikiran, tutur kata, dan perilaku mereka dan tidak melakukan yang
jahat. Hal ini membentuk tanggungjawab rasa saling menghargai antara sesama, alam dan
Tuhan. Ketiga adalah makna keramat bagi agama meskipun keluarga Nuban, Nubatonis,
Tenis, Asbanu melihat gunung Tunbes sebagai gunung keramat tetapi mereka bukan
penyembah berhala. Kekeramatan gunung Tunbes bagi agama adalah membentuk pribadi-
pribadi manusia yang menunjukan kemuliaan Allah dalam kehidupan.
Dari penjelasan-penjelasan tentang bagaimana penulis melihat gunung Tunbes
sebagai yang keramat maka ditekankan lagi bahwa pada dasarnya keramatnya gunung
Tunbes adalah sesuatu yang harus diwariskan kepada generasi-generasi baru sehingga apa
yang sudah menjadi tradisi keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu tetap ada. Bukan
suatu hal yang buruk jika simbol dari sejarah keluarga tetap dipertahankan. Fungsinya tidak
lain adalah untuk menanamkan nilai-nilai sejarah dalam diri masyarakat melalui budaya dan
tradisi, mempertahankan keseimbangan alam, menambah nilai dan norma dalam kehidupan
berperilaku manusia.
B. Upaya Keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu untuk Menjaga dan
Melestarikan Kekeramatan Gunung Tunbes
Gunung Tunbes sebagai yang keramat dan membawa nilai serta dampak positif bagi
keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu, sehingga menjadi penting untuk terus
dilestarikan. Sudah dijelaskan sebelumnya tentang alasan keluarga-keluarga ini
mengkeramatkan gunung Tunbes. Eksistensi gunung Tunbes memiliki dampak positif bagi
perilaku masyarakat maka dalam menjaga kelestariannya keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis
dan Asbanu telah melakukan beberapa hal.
Dari hasil penelitian, penulis melihat bahwa kisah penghukuman yang diterima oleh
siapa saja yang berniat jahat ketika berada di gunung Tunbes merupakan sebuah mitos, cerita
yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya dan dibuat untuk memberi efek jera bagi pelaku
kejahatan. Cerita tentang adanya pantangan-pantangan seperti yang telah dijelaskan dalam
bagian sebelumnya berhubungan dengan gunung keramat. Fungsi mitos dalam kebudayaan
primitif ialah mengungkapkan, mengangkat dan merumuskan kepercayaan, melindungi dan
memperkuat moralitas, menjamin efisiensi dari ritus, serta memberi peraturan-peraturan
praksis untuk menuntun manusia.35
Fungsi mitos ini menjelaskan bahwa pantangan dan
35 Davamoni, Fenomenologi, 150-151.
xxvii
hukuman yang dibuat di gunung Tunbes itu bertujuan untuk sesuatu yang baik dan layak
untuk diwariskan.
Keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu menggunakan mitos untuk
mempertahankan kekeramatan gunung Tunbes. Mitos tidak dapat dibuktikan kebenarannya
tetapi tersebar dengan cepat dan memberi kesan layaknya sebuah kenyataan. Mitos
penghukuman dari leluhur sebagai penjaga gunung ketika manusia melakukan kesalahan
rupanya berhasil memotivasi banyak orang sehingga mereka taat dengan aturan-aturan yang
diberikan dan berlaku baik, layaknya orang beragama menjalankan aturan-aturan sebagai
bentuk ketaatan akan firman Tuhan dan bukan karena ketakutan terhadap mitos
penghukuman leluhur. Tujuan mitos bukan sekedar menetapkan suatu masyarakat, atau
menerangkan asal usul dunia, tetapi juga menghayati terus menerus kekuatan penciptaan
yang menjadi dasar dari segala keberadaan. Dengan mengisahkan kembali mitos-mitos
gunung Tunbes masyarakat tidak hanya mempelajari sesuatu melainkan menjadi sesuatu.
Sebagai yang keramat, suci dan sakral gunung Tunbes selalu dijauhkan dengan sikap-
sikap duniawi. Upaya ini berhasil dilakukan dengan larangan dan peringatan untuk tidak
berbuat yang jahat di tempat yang sakral dan kudus untuk menghindari malapetaka. Adapun
pantangan yang harus dilakukan dan tidak boleh dilanggar yakni, menjaga pikiran, perkataan
dan tindakan untuk tidak menimbulkan yang jahat ketika berada di gunung Tunbes. Tujuan
utama dari tradisi suci bukanlah mau memberi kronologi peristiwa masa lampau, melainkan
memberikan dasar peristiwa awal mengenai masa lampau yang jaya untuk diulangi lagi di
masa kini.36
Melihat identitas keluarga Nuban Nubatonis, Tenis dan Asbanu yang hampir tidak
diketahui oleh suku-suku di Timor terutama generasi muda keluarga-keluarga tersebut maka
dari itu mereka telah berupaya melakukan pertemuan keluarga besar di Gunung Tunbes untuk
melakukan doa bersama, upacara adat dan melakukan tutur kepada anak cucu mereka. Doa,
upacara adat dan tutur yang mereka lakukan ini yang sebagai tradisi yang sampai saat ini
terus mereka lakukan. Fungsi tradisi tidak berbeda jauh dari fungsi budaya, fungsi tradisi
adalah: menentukan nilai-nilai dan moral masyarakat;37
menyediakan fragmen warisan
historis yang dipandang bermanfaat; memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup,
keyakinan, pranata, dan aturan yang sudah ada.38
Jika fungsi tradisi seperti yang telah
dipaparkan pada kalimat-kalimat sebelumnya dapat kita pahami bahwa tradisi doa, upacara
36 Davamoni, Fenomenologi,150. 37 Ranjabar, Sistim sosial, 128. 38 Sztompka, Perubahan sosial, 74-75.
xxviii
dan tutur yang dilakukan keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu bukanlah satu hal
yang salah dan harus diwariskan, karena dengan tradisi keluarga-keluarga tersebut menerima
warisan historis yang juga memotivasi manusia untuk menanamkan nilai-nilai yang luhur
dalam kehidupan dan juga memberikan legitimasi kepada mereka tentang pandangan hidup
antara manusia, alam dan Tuhan. Tradisi ini mereka yang ciptakan, tradisi mereka juga ikut
berkontribusi dalam kelestarian sejarah, kelestarian lingkungan, dan kekerabatan keluarga
Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu. Tradisi-tradisi dalam keluarga Nuban, Nubatonis,
Tenis dan Asbanu untuk berperilaku sopan dan baik jauh dari kejahatan membentuk perilaku
yang baik terhadap sesama dan alam.39
V. Kesimpulan
Gunung Tunbes dikeramatkan oleh keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu
sebagai bentuk rasa hormat kepada Tuhan dan leluhur. Secara keseluruhan bagian ini
menjelaskan bahwa keramatnya gunung Tunbes bukanlah sebuah berhala melainkan
merupakan budaya dari keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu. Seperti yang telah
disinggung dalam bagian-bagian sebelumnya bahwa budaya yang baik akan menghasilkan
masyarakat yang baik, maka budaya keluarga-keluarga ini menjadi kontribusi yang baik
dalam upaya memelihara rasa hormat dan kepedulian dari manusia terhadap alam, leluhur,
sesama serta Tuhan sendiri. Budaya ini juga tidak mengganggu sistem pemerintahan yang
berlangsung tetapi mendukung pemerintah, masyarakat yang bersangkutan ikut menjalankan
program-program yang dibuat pemerintah, demikian pemerintah juga menghargai budaya
setempat. Berjalannya tradisi doa, upacara dan tutur adat keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis
dan Asbanu setiap tahunnya juga didukung oleh pihak pemerintah dan keagamaan.
Dalam tulisan ini dijelaskan bahwa keramatnya gunung tersebut merupakan simbol
dari rasa hormat mereka kepada Tuhan dan leluhur sehingga gunung Tunbes menjadi yang
sakral dan bebas dari sifat-sifat duniawi. Keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu
menceritakan kisah-kisah mitos yang meskipun tidak dapat dibuktikan tetapi berguna untuk
memberi efek jera bagi pelanggar aturan. Manfaat dari terjaganya gunung keramat Tunbes
dari tangan manusia yang berniat jahat adalah bahwa bukti sejarah keluarga Nuban,
Nubatonis, Tenis dan Asbanu tetap ada.
Saran
39 Nuban Timo Pemberita firman, 27.
xxix
Generasi penerus keluarga Nuban, Nubatonis, Tenis dan Asbanu selayaknya
mengetahui asal usul keluarganya sehingga hubungan sosial antara empat marga
tersebut bisa terjalin dengan baik mengingat tuntutan hidup telah membuat masing-
masing orang bertahan hidup di tempat dan caranya masing-masing sehingga tidak
saling tegur sapa. Oleh karena itu penting bagi generasi penerus mengetahui asal usul
keluarganya sehingga dimanapun dia berada keluarganya ini tidak menjadi yang asing
baginya.
Penting bagi pemerintah dan masyarakat yang tinggal di sekitar gunung Tunbes untuk
tetap menjaga dan melestarikan alam Tunbes dengan menjaga sakralnya Gunung
Tunbes, tidak memotong hutan dan berburu binatang. Adapun ketika kita menjaga
alam, alam akan memberi hasil yang baik pula bagi kita.
Pemerintah dan lembaga terkait untuk membuat situs sejarah bagi gunung Tunbes
seperti harapan masyarakat, agar sejarah tentang kerajaan Amanuban yang pernah
berdiri di Gunung Tunbes tidak terlupakan.
Agama dalam ruang lingkup gereja untuk bisa membangun kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya alam bagi kehidupan manusia agar masyarakat tidak bertindak
semena-mena terhadap alam. Gereja juga membangun kesadaran masyarakat untuk
tetap melestarikan budaya dan tradisi sehingga bisa menjadi alat kontrol dalam
berperilaku dan bertindak.
xxx
Daftar Pustaka
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan 2007. Sistem Pemerintahan Tradisonal di Timor Tengah
Selatan. Kupang: UPTD.
Herusatoto, Budiyono. 1984. Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta; PT Handita,
Daeng, Hans J. 2000. Manusia Kebudayaan dan Lingkungan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Davamony, Maria Susai Fenomenologi Agama Yogyakarta: kanisius
Mulyana, Dedi dan Rakhmat Jalaludin 2010. Komunikasi AntarBudaya. Bandung:PT Remaja
Rosdakaya.
Peursen, C A Van. 1988. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius
Piotr Sztompka. 2007. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media Grup.
Ranjabar, Jakobus. 2013 Sistim Sosial Budaya Indonesia. Bandung:Alfabeta.
Sastropunomo, M Suprihadi. 1982. Menghampiri Kebudayaan. Bandung: Penerbit Alumni.
Tapatap, Cornelis. 2006. Sejarah kerajaan di Pulau Timor Timor Tengah Selatan. TTS
Timo, Eben Nuban.2006. Pemberita Firman Pencinta Budaya. Jakarta: PT Gunung Mulia.
Wawancara
Wawancara dengan Bapak Yohanes Tenis tanggal 29 juli 2018
Wawancara dengan Bapak Yakob Nuban tanggal 27 juli 2018,
Wawancara dengan Bapak Alexander Nubatonis tanggal 27 juli 2018
Wawancara dengan Daniel Asbanu 4 Agustus 2018.
Wawancara dengan Agustinus Tenistuan tanggal 20 Agustus 2018
Website
Google. Malayan, Proto “Suku Dawan Nusa Tenggara Timur” Blog, (Januari 2013) diakses
pukul 07.44 AM.
http://protomalayans.blogspot.com/2013/01/suku-dawan.html