Stroke Kasus
-
Upload
gendudd-ittu-anna -
Category
Documents
-
view
246 -
download
0
Transcript of Stroke Kasus
-
7/30/2019 Stroke Kasus
1/26
TUGAS
ASUHAN KEPERAWAATAN PADA LANSIA DENGAN STROKE
Disusun Oleh :
Ratna Suciati
2120101841 / 3C
AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
2013
-
7/30/2019 Stroke Kasus
2/26
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE PADA LANSIA
A. Tinjauan Teori Lansia
1. Pengertian Lansia
Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65-75
tahun (Potter, 2005). Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2008).
Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari, berjalan
secara terus-manerus, dan berkesinambungan (Depkes RI, 2001). Menurut Keliat
(1999) dalam Maryam (2008), Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir
perkembangan pada daur kehidupan manusia sedangkan menurut pasal 1 ayat (2),
(3), (4) UU No.13 Tahun 1998 Tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut
adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008).
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat
diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2006).
2. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia Resiko Tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
(Depkes RI, 2003).d. Lansia Potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
e. Lansia Tidak Potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).
3. Karakteristik Lansia
Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13 tentang
kesehatan).
-
7/30/2019 Stroke Kasus
3/26
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif hingga
kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008).
4. Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-macam
tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
a. Tipe arif bijaksana
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman, mempunyai
kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi
undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru,
selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi
undangan.
c. Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses
penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik
jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak
sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep
habis (habis gelap datang terang), mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki,
pekerjaan apa saja dilakukan.e. Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa
minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008).
5. Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri
terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh
kembang pada tahap sebelumnya. Adapun tugas perkembangan lansia adalah
sebagai berikut :
a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
-
7/30/2019 Stroke Kasus
4/26
b. Mempersiapkan diri untuk pensiun.
c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
d. Mempersiapkan kehidupan baru.
e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai.
f. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan (Maryam,
2008).
B. Tinjauan Teori Stroke
1. Definisi Stroke
Stroke atau Cerebro Vasculer Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak ( Brunner dan
Suddarth, 2002 ).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
(Elizabeth J. Corwin, 2001 ).
Stroke adalah sindrom yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa
deficit neurologis fokal atau global yang langsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran
otak non traumatic (Mansjoer 2000)
Stroke adalah gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari
proses patologis pada pembuluh darah serebral, misal: Trombosis, embolis, ruptura
dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar (Prince, 2002 ).
Stroke adalah gangguan darah di pembuluh arteri yang menuju ke otak
(Mardjono, 2000).
Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral,
baik fokal maupun menyeluruh yang berlangsung dengan cepat. Berlangsung lebihdari 24 jam atau berakhir dengan maut tanpa ditemukannya penyebab selain
daripada gangguan vaskuler. Persoalan pokok pada stroke adalah gangguan
peredaran darah pada daerah otak tertentu.
2. Jenis stroke
Menurut Lumbantobing (2002) kelainan yang terjadi akibat gangguan
peredaran darah stroke dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Infark Ischemik (Stroke non Hemoragi). Hal ini terjadi karena adanya
penyumbatan pembuluh darah otak. Infark iskemic terbagi menjadi dua yaitu :
-
7/30/2019 Stroke Kasus
5/26
stroke trombotik, yang disebabkan oleh thrombus dan stroke embolik, yang
disebabkan oleh embolus.
Harsono (2002) membagi stroke non haemoragi berdasarkan bentuk klinisnya
antara lain :
1) Serangan Iskemia Sepintas atau Transient Ischemic Attack (TIA).
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2) Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurologik
Defisit (RIND).
Gejala neurologik timbul 24 jam, tidak lebih dari seminggu.
3) Stroke Progresif (Progresive Stroke/ Stroke in evolution).
Gejala makin berkembang ke otak lebih berat.
4) Completed Stroke
Kelainan saraf yang sifatnya sudah menetap, tidak berkembang lagi.
b. Perdarahan (Stroke Hemoragi). Stroke hemoragik disebabkan oleh pembuluh
darah yang bocor atau pecah di dalam atau di sekitar otak sehingga
menghentikan suplai darah ke jaringan otak yang dituju. Selain itu, darah
membanjiri dan memampatkan jaringan otak sekitarnya sehingga mengganggu
atau mematikan fungsinya. Dua jenis stroke hemoragik:
1) Perdarahanintraserebral.
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan di dalam otak yang
disebabkan oleh trauma (cedera otak) atau kelainan pembuluh darah
(aneurisma atau angioma). Jika tidak disebabkan oleh salah satu kondisi
tersebut, paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi kronis.
Perdarahan intraserebral menyumbang sekitar 10% dari semua stroke,tetapi memiliki persentase tertinggi penyebab kematian akibat stroke.
2) Perdarahansubarachnoid.
Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan dalam ruang subarachnoid,
ruang di antara lapisan dalam (Pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid
mater) dari jaringan selaput otak (meninges). Penyebab paling umum
adalah pecahnya tonjolan (aneurisma) dalam arteri. Perdarahan
subarachnoid adalah kedaruratan medis serius yang dapat menyebabkan
cacat permanen atau kematian. Stroke ini juga satu-satunya jenis stroke
yang lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
http://majalahkesehatan.com/lebih-lanjut-mengenai-tekanan-darah-tinggi/http://majalahkesehatan.com/lebih-lanjut-mengenai-tekanan-darah-tinggi/ -
7/30/2019 Stroke Kasus
6/26
3. Etiologi
a. Thrombosis.
Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama thrombosis serebral dan merupakan penyebab yang paling umum terjadi.
Tanda-tanda thrombosis serebral ini bervariasi. Sakit kepala merupakan awitan
yang umum terjadi. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif,
atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari
hemoragi intraserebral atau embolisme serebral. Secara umum thrombosis
serebral tidak terjadi secara tiba-tiba. Kehilangan bicara sementara, hemiplegia,
atau parastesia pada setengah tubuh dapat menjadi awitan paralisis berat
pada beberapa jam atau hari. Thrombosis ini tidak hanya terjadi pada pembuluh
darah otak tetapi dapat juga terjadi di pembuluh darah leher.
b. Embolisme serebral
Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti
endocarditis infektif, penyakit jantung reumatik, dan infark miokard, serta
infeksi pulmonal, adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya
menyumbat arteriserebral tengah, atau cabang-cabangnya yang merusak
sirkulasi serebral.
c. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi
atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
d. Hemoragi serebral
Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (ekstradural atau epidural), dibawahdurameter (subdural), diruang subarachnoid (hemoragi subarakhnoid), atau
dalam substansia otak (hemoragi intraserebral). Hemoragi intraserebral
merupakan yang paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral.
4. Faktor resiko
a. Faktor risiko utama
1) Hipertensi
Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya
pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak menyempit maka
-
7/30/2019 Stroke Kasus
7/26
aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami
kematian.
2) Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak
sampai berukuran besar. Menebalnya pembuluh darah otak akan
menyempitkan diameter pembuluh darah yang akan menggangu
kelancaran aliran darah ke otak, pada akhirnya akan menyebabkan
kematian sel- sel otak.
3) Penyakit Jantung
Beberapa Penyakit Jantung berpotensi menimbulkan stroke. Dikemudian
hari seperti penyakit jantung reumatik, penyakit jantung koroner dengan
infark obat jantung dan gangguan irana denyut jantung. Factor resiko ini
pada umumnya akan menimbulkan hambatan atau sumbatan aliran darah
ke otak karena jantung melepaskan sel- sel / jaringan- jaringan yang telah
mati ke aliran darah.
b. Faktor resiko tambahan
1) Kadar lemak darah yang tinggi termasuk Kolesterol dan Trigliserida.
Meningginya kadar kolesterol merupakan factor penting untuk terjadinya
asterosklerosis atau menebalnya dinding pembuluh darah yang diikuti
penurunan elastisitas pembuluh darah.
2) Kegemukan atau obesitas
3) Merokok
Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen yang akan
mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan
peningkatan kekentalan darah.4) Riwayat keluarga dengan stroke
5) Lanjut usia
5. Manefestasi klinis
Stroke ini menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori)
-
7/30/2019 Stroke Kasus
8/26
a. Kehilangan motorik : hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sesi otak yang berlawanan, hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh.
b. Kehilangan komunikasi : disartria (kesulitan bicara), disfasia atau afasia (bicara
defektif atau kehilangan bicara), apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya)
c. Gangguan persepsi: disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan visual-
spasial, kehilangan sensori
d. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
e. Disfungsi kandung kemih
Gejala gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang
disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul
bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-gejala itu antara lain
bersifat:
a. Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang
sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic
attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau
malah menetap.
b. Sementara,namun lebih dari 24 jam
Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic
defisit (RIND).
c. Gejala makin lama makin berat (progresif)
Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang
disebut progressing stroke atau stroke inevolution.d. Sudah menetap/permanent (Harsono,1996)
6. Patofisiologi
a. Stroke Hemoragic. Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua
penyebab utama kasus gangguan pembuluh darah otak. Perdarahan serebral
dapat terjadi di luar duramater (hemoragi ekstradural atau epidural), dibawah
duramater, (hemoragi subdural), diruang subarachnoid (hemoragi
subarachnoid) atau di dalam substansi otak (hemoragi intraserebral).
-
7/30/2019 Stroke Kasus
9/26
1) Hemoragi ekstradural (epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang
memerlukan perawatan segera. Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak
dengan robekan arteri dengan arteri meningea lain.
2) Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada dasarnya
sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural
biasanya jembatan vena robek. Karenanya, periode pembentukan
hematoma lebih lama ( intervensi jelas lebih lama) dan menyebabkan
tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami hemoragi
subdural kronik tanpa menunjukkan tanda dan gejala.
3) Hemoragi subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma
pada area sirkulus wilisi dan malformasi arteri-vena kongenital pada
otak. Arteri di dalam otak dapat menjadi tempat aneurisma.
4) Hemoragi intraserebral paling umum pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif penyakit ini
biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. Pada orang yang lebih
muda dari 40 tahun, hemoragi intraserebral biasanya disebabkan oleh
malformasi arteri-vena, hemangioblastoma dan trauma, juga disebabkan
oleh tipe patologi arteri tertentu, adanya tumor otak dan penggunaan
medikasi (antikoagulan oral, amfetamin dan berbagai obat aditif).
Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal ganglia.
Biasanya awitan tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi membesar,
makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran
dan abnormalitas pada tanda vital. Pasien dengan perdarahan luas dan
hemoragi mengalami penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
b. Stroke Non Hemoragic
Terbagi atas 2 yaitu :
1) Pada stroke trombotik, oklusi disebabkan karena adanya penyumbatan
lumen pembuluh darah otak karena thrombus yang makin lama makin
menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran
arah ini menyebabakan iskemi yang akan berlanjut menjadi infark.
Dalam waktu 72 jam daerah tersebut akan mengalami edema dan lama
kelamaan akan terjadi nekrosis. Lokasi yang tersering pada stroke
-
7/30/2019 Stroke Kasus
10/26
trombosis adalah di percabangan arteri carotis besar dan arteri vertebra
yang berhubungan dengan arteri basiler. Onset stroke trombotik biasanya
berjalan lambat.
2) Sedangkan stroke emboli terjadi karena adanya emboli yang lepas dari
bagian tubuh lain sampai ke arteri carotis, emboli tersebut terjebak di
pembuluh darah otak yang lebih kecil dan biasanya pada daerah
percabangan lumen yang menyempit, yaitu arteri carotis di bagian tengah
atau Middle Carotid Artery ( MCA ). Dengan adanya sumbatan oleh
emboli akan menyebabkan iskemi.
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa stroke
antara lain adalah:
a. Angiografi
Arteriografi dilakukan untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan.
Suatu kateter dimasukkan dengan tuntunan fluoroskopi dari arteria femoralis di
daerah inguinal menuju arterial yang sesuai kemudian zat warna disuntikkan.
b. CT-Scan
CT-scan dapat menunjukkan adanya hematoma, infark dan perdarahan.
c. EEG (Elektro Encephalogram)
Dapat menunjukkan lokasi perdarahan, gelombang delta lebih lambat di daerah
yang mengalami gangguan.
d. Pungsi Lumbal
1) Menunjukan adanya tekanan normal
2) Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukanadanya perdarahan
e. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
f. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
g. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.
(Doenges E, Marilynn, 2000 hal 292).
8. Komplikasi
Komplikasi utama pada stroke menurut Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131 yaitu :
a. Hipoksia Serebral
-
7/30/2019 Stroke Kasus
11/26
b. Penurunan darah serebral
c. Luasnya area cedera
9. Penatalaksanaan
a. Perawatan umum stroke
Mengenai penatalaksanaan umum stroke, konsensus nasional pengelolaan
stroke di Indonesia, mengemukakan hal-hal berikut:
1) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu berikan
oksigen 0-2 L/menit sampai ada hasil gas darah.
2) Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi
intermiten.
3) Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus.
Tekanan darah dapat berkurang bila penderita dipindahkan ke tempat
yang tenang, kandung kemih dikosongkan, rasa nyeri dihilangkan, dan
bila penderita dibiarkan beristirahat.
4) Hiperglikemia atau hipoglikemia harus dikoreksi.
Keadaan hiperglikemia dapat dijumpai pada fase akut stroke, disebabkan
oleh stres dan peningkatan kadar katekholamin di dalam serum. Dari
percobaan pada hewan dan pengalaman klinik diketahui bahwa kadar
glukosa darah yang meningkat memperbesar ukuran infark. Oleh karena
itu, kadar glukosa yang melebihi 200 mg/ dl harus diturunkan dengan
pemberian suntikan subkutan insulin.
Konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia mengemukakan
bahwa hiperglikemia ( >250 mg% ) harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu sekitar 150 mg% dengan insulin intravena secara drips
kontinyu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia harus diatasi segeradengan memberikan dekstrose 40% intravena sampai normal dan diobati
penyebabnya.
5) Suhu tubuh harus dipertahankan normal.
Suhu yang meningkat harus dicegah, misalnya dengan obat antipiretik
atau kompres. Pada penderita iskemik otak, penurunan suhu sedikit saja,
misalnya 2-3 derajat celsius, sampai tingkat 33C atau 34 C memberi
perlindungan pada otak. Selain itu, pembentukan oxygen free radicals
dapat meningkat pada keadaan hipertermia. Hipotermia ringan sampai
sedang mempunyai efek baik, selama kurun waktu 2-3 jam sejak stroke
-
7/30/2019 Stroke Kasus
12/26
terjadi, dengan memperlebar jendela kesempatan untuk pemberian obat
terapeutik.
6) Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan
baik, bila terdapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran
menurun, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.
7) Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan. Pemberian cairan
intravena berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang mengandung
glukosa murni atau hipotonik.
8) Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin dosis rendah
subkutan, bila tidak ada kontra indikasi.
Terapi farmakologi yang dapat diberikan pada pasien stroke :
1) Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragic, diberikan
sdalam 24 jam sejak serangan gejala-gejala dan diberikan secara
intravena.
2) Obat antipletelet, obat ini untuk mengurangi pelekatan platelet. Obat ini
kontraindikasi pada stroke haemorhagic.
3) Bloker kalsium untuk mengobati vasospasme serebral, obat ini
merilekskan otot polos pembuluh darah.
4) Trental dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah kapiler
mikrosirkulasi, sehingga meningkatkan perfusi dan oksigenasi ke
jaringan otak yang mengalami iskemik.
b. Perawatan pasca stroke
Sekali terkena serangan stroke tidak membuat pasien terbebas dari stroke.
Selain menimbulkan kecacatan, masih ada kemungkinan dapatterserangkembali di kemudian hari. Pasca stroke biasanya penderita
memerlukan rehabilitasi serta terapi psikis seperti terapi fisik, terapi okupasi,
terapi wicara, dan penyediaan alat bantu di unit orthotik prostetik. Juga
penanganan psikologis pasien, seperti berbagi rasa, terapi wisata, dan
sebagainya. Selain itu, juga dilakukan community based rehabilitation
(rehabilitasi bersumberdaya masyarakat) dengan melakukan penyuluhan dan
pelatihan masyarakat di lingkungan pasien agar mampu menolong, setidaknya
bersikap tepat terhadap penderita. Hal ini akan meningkatkan pemulihan dan
integrasi dengan masyarakat. Bahaya yang menghantui penderita stroke adalah
-
7/30/2019 Stroke Kasus
13/26
serangan stroke berulang yang dapat fatal atau kualitas hidup yang lebih
burukdari serangan pertama. Bahkan ada pasien yang mengalami serangan
stroke sebanyak 6-7 kali. Hal ini disebabkan pasien tersebut tidak
mengendalikan faktor risiko stroke. Bagi mereka yang sudah pernah terkena
serangan stroke, Gaya hidup sehat haruslah menjadi pilihan agar tidak kembali
diserang stroke, seperti: berhentimerokok, diet rendah lemak atau kolesterol
dan tinggi serat, berolahragateratur 3 X seminggu (30-45 menit), makan
secukupnya, dengan memenuhi kebutuhangizi seimbang, menjaga berat badan
jangan sampai kelebihan berat badan,berhenti minum alkohol dan atasi stres.
c. Rehabilitasi Stroke
Rehabilitasi stroke termasuk seluruh tujuan dari rehabilitasi lansia. Pencegahan
komplikasi dan keterbatasan sekunder adalah hasil utama yang diharapkan.
Peningkatan kualitas dan arti dalam hidup dengan keterbatasan dan deficit
klien lansia juga merupakan hal yang penting bagi keberhasilan program
rehabilitasi stroke.
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas dan istirahat
1) Data Subyektif :
a) Kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis.
b) Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )2) Data obyektif :
a) Perubahan tingkat kesadaran
b) Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) ,
kelemahan umum.
c) Gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
1) Data Subyektif :
-
7/30/2019 Stroke Kasus
14/26
Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
2) Data obyektif :
a) Hipertensi arterial
b) Disritmia, perubahan EKG
c) Pulsasi : kemungkinan bervariasi
d) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c. Integritas ego
1) Data Subyektif :
Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
2) Data obyektif:
a) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,
kegembiraan
b) kesulitan berekspresi diri
d. Eliminasi
1) Data Subyektif:
a) Inkontinensia, anuria
b) distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara
usus( ileus paralitik )
e. Makan/ minum
1) Data Subyektif:
a) Nafsu makan hilang
b) Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
c) Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
d) Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah2) Data obyektif:
a) Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
b) Obesitas ( factor resiko )
f. Sensori neural
1) Data Subyektif:
a) Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
b) nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
-
7/30/2019 Stroke Kasus
15/26
c) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
d) Penglihatan berkurang
e) Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan
pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
f) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
2) Data obyektif:
a) Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan ,
gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif
b) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon
dalam ( kontralateral )
c) Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
d) Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
e) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli
taktil
f) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
g) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi
ipsi lateral
g. Nyeri / kenyamanan
1) Data Subyektif :
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya2) Data obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
h. Respirasi
a) Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
b) Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
c) Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
i. Keamanan
1) Data obyektif:
-
7/30/2019 Stroke Kasus
16/26
a) Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
b) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek,
hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
c) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali
d) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh
e) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri
j. Interaksi social
1) Data obyektif:
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
(Doenges E, Marilynn, 2000 hal 292).
2. Diagnosa Keperawatan
a Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra
cerebral
1) Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
1) Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala
- GCS 456
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C,
pernafasan 16-20 kali permenit)2) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial
tiap dua jam
d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri
bantal tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
-
7/30/2019 Stroke Kasus
17/26
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
1) Rasional
a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b) Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan
untuk penetapan tindakan yang tepat
d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral
e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan
potensial terjadi perdarahan ulang
f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan
TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik /
perdarahan lainnya
g) Memperbaiki sel yang masih viabel
b Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
1) Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
1) Kriteria hasil
- Tidak terjadi kontraktur sendi
- Bertambahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
2) Rencana tindakan
a) Ubah posisi klien tiap 2 jamb) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas
yang tidak sakit
c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e) Tinggikan kepala dan tangan
f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
1) Rasional
a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah
yang jelek pada daerah yang tertekan
-
7/30/2019 Stroke Kasus
18/26
b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih
untuk digerakkan
a Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada
saraf sensori
1) Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal.
2) Kriteria hasil :
- Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi
- Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan
merasa
- Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap
perubahan sensori
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kondisi patologis klien
b) Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin,
tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian
c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien
suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh
dinding atau batas-batas lainnya.
d) Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang
berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan
pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal
e) Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu danmenyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan
semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi sensorik pada
daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati
garis tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.
f) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
g) Lakukan validasi terhadap persepsi klien
4) Rasional
a) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai
penetapan rencana tindakan
-
7/30/2019 Stroke Kasus
19/26
b) Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik
berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan
yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma.
c) Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan
intepretasi diri. Membantu klien untuk mengorientasikan bagian dirinya
dan kekuatan dari daerah yang terpengaruh.
d) Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya
trauma.
e) Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan
mengintegrasikan sisi yang sakit.
f) Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan
yang berhubungan dengan sensori berlebih.
g) Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari
persepsi dan integrasi stimulus.
b Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi
darah otak
1) Tujuan
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
2) Kriteria hasil
- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun
isarat
3) Rencana tindakan
a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat
b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasic) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang
jawabannya ya atau tidak
d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
4) Rasional
a) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien
b) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain
c) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi
-
7/30/2019 Stroke Kasus
20/26
d) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif
e) Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan
komunikasi
f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar
c Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
1) Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan
kemampuan klien
- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk
memberikan bantuan sesuai kebutuhan
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan
perawatan diri
b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri
bantuan dengan sikap sungguh
c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien
sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang
dilakukannya atau keberhasilannya
e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
4) Rasional
a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan
secara individualb) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan
meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi,
adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk
diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan
pemulihan
d) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong
klien untuk berusaha secara kontinyu
e) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana
-
7/30/2019 Stroke Kasus
21/26
terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus
d Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan otot mengunyah dan menelan
1) Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
2) Kriteria hasil
- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah
makan
c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual
dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak
ketika klien dapat menelan air
g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau
makanan melalui selang
4) Rasional
a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasic) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol
muskuler
d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat
mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar
f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam
mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko
-
7/30/2019 Stroke Kasus
22/26
terjadinya tersedak
h) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang
meningkatkan nafsu makan
i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu
melalui mulut
e Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake
cairan yang tidak adekuat
1) Tujuan
Klien tidak mengalami kopnstipasi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
- Konsistensi feses lunak
- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising usus normal ( 7-12 kali per menit )
3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi
b) Auskultasi bising usus
c) Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat
d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada
kontraindikasi
e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif,
suppositoria, enema)
4) Rasionala) Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
b) Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik
c) Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan
eliminasi reguler
d) Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses
yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler
e) Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus
oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik
f) Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang
-
7/30/2019 Stroke Kasus
23/26
melunakkan massa feses dan membantu eliminasi
f Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
1) Tujuan
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
2) Kriteria hasil
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
3) Rencana tindakan
a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan
mobilisasi jika mungkin
b) Rubah posisi tiap 2 jam
c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah
yang menonjol
d) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami
tekanan pada waktu berubah posisi
e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas
terhadap kulit
4) Rasional
a) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
b) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapilere) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f) Mempertahankan keutuhan kulit
g Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan
dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi
1) Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif.
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
-
7/30/2019 Stroke Kasus
24/26
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
3) Rencana tindakan :
a) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas
b) Rubah posisi tiap 2 jam sekali
c) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
d) Observasi pola dan frekuensi nafas
e) Auskultasi suara nafas
f) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
4) Rasional :
a) Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya
ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b) Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran pernafasan
c) Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
d) Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
e) Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
f) Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru
h Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan
sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
1) Tujuan :
Klien mampu mengontrol eliminasi urinya
2) Kriteria hasil :
- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
- Tidak ada distensi bladder3) Rencana tindakan :
a) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering
b) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
c) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan
kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal)
d) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada
jadwal yang telah direncanakan
e) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000
cc per hari bila tidak ada kontraindikasi)
-
7/30/2019 Stroke Kasus
25/26
4) Rasional :
a) Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi
kandung kemih yang berlebih
b) Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah
enuresis
c) Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih
d) Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung
volume urine sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih
e) Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan
dan batu ginjal.
-
7/30/2019 Stroke Kasus
26/26
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi
FKUI /RSCM,UCB Pharma Indonesia, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, 2000,Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan,
Diknakes, Jakarta.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000,Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC,
Jakarta.
Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Harsono, 2000,Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M.,1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume
II, EGC, Jakarta.
Juwono, T., 1996,Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta.
Lismidar, 1990,Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.
Mardjono M., Sidharta P., 1981,Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.
Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4,
Buku II, EGC, Jakarta.
Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf
Indonesia, Surabaya.
Satyanegara, 1998,Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, SuatuPendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.
Widjaja, Linardi, 1993,Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu Penyakit