Strategi Perubahan Perilaku

23
STRATEGI PERUBAHAN PERILAKU KASUS 3 Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Promosi Kesehatan di Semester III Disusun oleh : Fiera Riandini Galuh Tyas Wijiastuti Ghea Asmarandhana Gheacita Ramadhani Habibah Apriliani Hanny Septiani Intan Puteranti Iqbal Sapta Nugraha Tingkat 2B POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG Jalan Dr. Otten No 32

description

strategi perubahan perilaku

Transcript of Strategi Perubahan Perilaku

STRATEGI PERUBAHAN PERILAKUKASUS 3Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Promosi Kesehatan di Semester III

Disusun oleh :Fiera RiandiniGaluh Tyas WijiastutiGhea AsmarandhanaGheacita RamadhaniHabibah AprilianiHanny SeptianiIntan PuterantiIqbal Sapta NugrahaTingkat 2B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNGJURUSAN KEPERAWATAN BANDUNGJalan Dr. Otten No 32

KATA PENGANTARPuji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Strategi Perubahan Perilaku pada Kasus 3 sebagai salah satu tugas dan persyaratan untuk Mata Kuliah Promosi Kesehatan di Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung.Dalam penyusunan makalah ini, penyusun merasakan masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Mengingat akan kemampuan yang dimiliki penyusun. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Penyusun menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada dosen pembimbing Ibu Tati Suhaeti, SPd., Mkes.Akhir kata, penyusun berharap semoga Allah SWT memberikan imbalan yang setimpal pada yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amin.Bandung, September 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangDiare masih merupakan masalah kesehatan utama pada anak terutama balita di negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya masih tinggi. Sekitar 80% kematian karena diare terjadi pada anak di bawah 2 tahun. Di Indonesia terdapat kecenderungan yang meningkat, pada tahun 1996 sejumlah 1.078 menjadi 1278 per 1000 anak pada tahun 2000. Tahun 2003 diperkirakan 1,87 juta anak kurang dari 5 tahun meninggal karena diare. Delapan dari 10 kematian terjadi pada anak kurang dari 2 tahun dengan angka kesakitan diare 374 per 1.000 penduduk dan episode pada balita 1,08 kali per tahun.1,2.Berdasarkan data tahun 2007, dari 29.943 penderita diare di kota Semarang sepertiganya adalah balita. Angka kesakitan sebesar 20,11 per 1.000 penduduk, terjadi peningkatan dari tahun berikutnya. Profil kesehatan Indonesia 2003, penyakit diare menempati urutan kelima dari 10 penyakit utama pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit dan menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di Rumah Sakit. Berdasarkan data tahun 2003 terlihat bahwa frekuensi kejadian luar biasa (KLB) penyakit diare sebanyak 92 kasus dengan 3865 orang penderita, 113 orang meninggal, dan Case Fatality Rate (CFR) 2,92% (Depkes RI 2005).Penyebab diare adalah multifaktorial, sebagian besar disebabkan oleh infeksi. Kerusakan pada mukosa usus dengan derajat ringan maupun berat, membutuhkan waktu untuk kembali normal. Pada sebagian kasus, diare yang baru sembuh dapat kambuh atau berulang kembali. Kemungkinan akibat dari penyembuhan kurang sempurna, adanya infeksi menetap, reinfeksi patogen lain ataupun gangguan penyerapan.Fakta ini seolah mengatakan bahwa kesadaran penduduk Indonesia akan kesehatan teramat minim. Dan bukan tidak mungkin bahwa kesadaran yang minim tersebut disebabkan oleh tingkat pengetahuan yang kurang tentang diare, serta penanganan dan pencegahannya. Oleh sebab itu, maka peneliti merasa perlu untuk meneliti bagaimana pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat terhadap diare.Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan mengenai diare di masyarakat kami jadikan pembahasan untuk makalah ini. Pembuatan makalah ini juga bukan semata-mata untuk memenuhi tugas mata kuliah Promosi Kesehatan. Dari tugas ini juga bisa di jadikan sumber informasi untuk pembaca dan memberikan manfaat-manfaat yang berguna.

1.2 Rumusan Masalah1. Apa permasalahan yang ditimbulkan? 2. Apa faktor yang menjadi masalah (Lingkungan, Dari dalam dirinya sendiri, atau pelayanan kesehatan)?3. Bagaimana strategi perubahan perilaku yang dapat dibuat?

1.3 Tujuan1. Untuk mengetahui permsalahan apa yang ditimbulkan.2. Untuk mengetahui apa faktor yang menyebabkan terjadinya masalah.3. Untuk mengetahui strategi apa yang harus dilakukan untuk mengubah perilaku masyarakat dalam penanganan diare.

1.4 ManfaatMemberikan wawasan kepada para pembaca mengenai strategi perubahan perilaku, dimana kita menjadi mampu menganalisa perilaku seseorang dan kita mampu menciptakan strategi untuk merubah perilaku tersebut

BAB IITINJAUAN TEORI

Perubahan Perilaku

Telah menjadi pemahaman umum, perilaku merupakan diterminan kesehatan yang menjadi sasaran dari promosi atau pendidikan kesehatan. Dengan perkataan lain promosi atau pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah perilaku (behavior change). Perubahan perilaku kesehatan sebagai tujuan dari promosi atau pendidikan kesehatan, sekurang-kurangnya mempunyai 3 dimensi, yaitu:a. Mengubah perilaku negatif (tidak sehat) menjadi perilaku positif (sesuai dengan nilai-nilai kesehatan).b. Mengembangkan perilaku positif (pembentukan atau pengembangan perilaku sehat).c. Memelihara perilaku yang sudah positif atau perilaku yang sudah sesuai dengan norma/nilai kesehatan (perilaku sehat). Dengan perkataan lain mempertahankan perilaku sehat yang sudah ada.Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan atau promosi kesehatan, maka teori-teori tentang perubahan perilaku perlu dipahami dengan baik bagi praktisi promosi atau pendidikan kesehata.

A. TEORI-TEORI PERUBAHAN PERILAKUBanyak teori tentang perubahan perilaku ini, antara lain akan diuraikan di bawah ini.1. Teori Stimulus Organisme (SOR)Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya, kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas kepemimpinan, dan gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok, atau masyarakat.Hostland, et al. (1953) mengatakan bahwa perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari:a) Stimulus (rangsang) yang diberikan kepada oragnisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimus itu tidak efektif dalam mempengaruhi perhatian individu, dan berhenti di sini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari indvidu dan stimulus tersebut efektif.b) Apabila stimulus telah mendapatkan perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.c) Setelah itu organisme mengelolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).d) Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melibihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melibihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme faktor reinforcement memegang peranan penting. Proses perubahan perilaku berdasarkan teori SOR dapat digambarkan sebagai berikut.TEORI SOR

ORGANISME-Perhatian-Pengertian-Penerimaan

STIMULUS

RESPONS(Perubahan Perilaku)PROMOSI KESEHATAN

RESPONS (PERUBAHAN TINDAKAN)

2. Teori Festinger (Dissonance Theory)Teori Disonansi (Cognitive disonance theory) diajukan oleh festinger (1957) telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial. Teori ini sebenarnya sama dengan konsep imbalance (tidak seimbang). Hal ini berarti bahwa keadaan cognitive dissonance merupakan ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam diri individu, maka berarti sudah terjadi ketegangan diri lagi, dan keadaan ini disebut consonance (keseimbangan).Dissonance (ketidakseimbangan) terjadi karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognisi yang saling bertentangan. Yang dimaksud elemen kognisi adalah pengetahuan, pendapat atau keyakinan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau objek, dan stimulus tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang berbeda.bertentangan di dalam diri individu itu sendiri, maka terjadilah dissonance. Sherwood dan Borrou merumuskan dissonance itu sebagi berikut.Pentingnya stimulus X jumlah kognitif dissonanceDissonance = Pentingnya stimulus X jumlah kognitig consonanceRumus ini menjelaskan bahwa ketidakseimbangan dalam diri seseorang yang akan menyebabkan perubahan perilaku dikarenakan adanya perbedaan jumlah elemen kognitif yang seimbang dengan jumlah elemen kognitif elemen yang tidak seimbang sama-sama pentingnya. Hal ini menimbulkan konflik pada diri individu tersebut.Contoh seorang ibu rumah tangga yang bekerja di kantor. Di satu pihak, dengan bekerja ia dapay tambahan pendapatan bagi keluarganya, yang akhirnya dapat memenuhi kebutuhan bagi keluarga dan anak-anaknya, termasuk kebutuhan makanan yang bergizi. Apabila ia tidak bekerja, jelas ia tidak dapat memnuhi kebutuhan pokok keluarga. Di pihak lain, apabila ia bekerja, ia khawatir perawatan anak-anaknya akan menimbulkan masalah. Kedua elemen (argumentasi) ini sama-sama pentingnya, yakni rasa tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga yang baik.Titik berat dari penyelesaian konflik ini adalah penyesuaian diri secara kognitif. Dengan penyesuaian diri ini maka akan terjadi keseimbangan kembali. Keberhasilan yang ditunjukan dengan tercapainya keseimbangan kembali menunjukan adanya perubahan sikap, dan akhirnya akan terjadi perubahan perilaku.

3. Teori FungsiTeori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu tergantung pada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku seseorang adalah stimulus yang dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz (1960) perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa:a) Perilaku memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap (berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan kebutunhannya. Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi kebutunhannya maka ia akan berperilaku negative. Misalnya, orang mau membuat jamban tersebut benar-benar sudah menjadi kebutuhannya.b) Perilaku berfungsi sebagai defence mechanism atau sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya. Artinya, dengan perilakunya, dengan tindakan-tindakannya, manusia dapat melindungi ancaman-ancaman yang datang dari luar. Misalnya, orang dapat menghindari penyakit demam berdarah, karena penyakit tersebut merupakan ancaman bagi dirinya.c) Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan pemberi arti. Dalam perannya dengan tindakan itu seseorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan tindakan sehari-hari tersebut seseorang melakukan keputusan-keputusan sehubungan dengan objek atau stimulus yang dihadapi. Pengambilan keputusan mengakibatkan tindakan-tindakan tersebut dilakukansecara spontan dan dalam waktu yang singkat. Misalnya, bila seseorang merasa sakit kepala, maka seecara cepat, tanpa berpikir lama, ia akan bertindak untuk mengatasi rasa sakit tersebut dengan membeli obat di warung dan kemudian meminumnya, atau tindakan-tindakan lain.d) Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep seseorang dan merupakan pencerminan dari hati sanubari. Oleh sebab itu, perilaku dapat merupakan layar di mana segala ungkapan diri orang dapat dilihat. Misalnya orang yang sedang marah, senang, gusar, dan sebagainya dapat dilihat dari perilaku atau tindakannya.Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku mempunyai fungsi untuk menghadapi dunia luar individu, dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannyamenurut kebutuhannya. Oleh sebab itu di dalam kehidupan manusia perilaku itu tampak terus-menerus dan berubah secara relative.

4. Teori Kurt LewinKurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang sehingga ada tiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seorang yakni:a. Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku. Stimulus ini berupa penyuluhan-penyuluhan atau informasi-informasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan. Misalnya, seseorang yang belum ikut KB (ada keseimbangan antara pentingnya mempunyai anak sedikit dengan kepercayaan banyak anak banyak rejeki) dapat berubah perilakunya ber-KB, dinaikkan dengan penyuluhan-penyuluhan atau usaha-usaha lain.

Kekuatan pendorong meningkat Perilaku semula Kekuatan penahan tetap

b. Kekuatan-kekuatan semula menurun. Hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut. Misalnya pada contoh di atas.dengan pemberian pengertian kepada yang salah, maka kekuatan penahan tersebut melemah dan akan terjadi perubahan perilaku pada orang tersebut Pendorong tetapPerilaku semula Penahan, menurunperilaku baruc. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan keadaan semacam ini jelas akan terjadi perubahan perilaku. Seperti pada contoh juga, penyuluhan KB yang memberikan pengertian terhadap orang tersebut tentang pentingnya ber-KB dan tidak benarnya kepercayaan banyak anak banyak rezeki akan meningkatkan kekuatan pendorong, dan sekaligus menurunkan kekuatan penahan.

Pendorong - meningkatPerilaku semula Penahan - menurunperilaku baru

B. STRATEGI PERUBAHAN PERILAKUDalam program-program kesehatan, agar diperoleh perubahan perilaku yang sesuai dengan norma-norma kesehatan, sangat diperlukan usaha-usaha konkret dan positif. Beberapa strategi untuk memperoleh perubahan perilaku tersebut oleh WHO dikelompokkan menjadi tiga.1. Menggunakan Kekuatan (Enforcement) Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran atau masyarakat sehingga ia mau melakukan (berperilaku) seperti yang diharapkan. Cara ini dapat ditempuh menggunakan cara-cara kekuatan baik fisik maupun psikis, misalnya dengan cara mengintimidasai atau ancaman-ancaman agar masyarakat atau orang mematuhinya. Cara ini akan menghasilkan perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan tersebut belum tentu akan berlangsung lama karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri.2. Menggunakan kekuatan peraturan atau hokum (Regulation)Perubahan-perubahan perilaku masyarakat melalui peraturan, perundangan, atau peraturan-peraturan tertulis ini sering juga disebut law enforcement atau regulation. Artinya masyarakat diharapkan berprilaku, diatur melalui peraturan atau undang-udang secara tertulis. Misalnya, Peraturan Daerah DKI Jakarta tentag merokok ditempat-tempat umum. Atau misalnya dilingkup pemerintah desa atau kelurahan, dikeluarkannya aturan, keluarga-keluarga yang istrinya tidak memeriksakan kehamilannya, maka tidak akan diberikan surat keterangan lahir bagi bayi yang dilahirkan. Perubahan perilaku menggunakan pendekatan peraturan, hukum, undang-undang, dan sebagainya ini sering juga disebut low enforcement.3. Pendidikan (education)Perubahan perilaku kesehatan memalui cara pendidikan atau promosi kesehatan ini diawali dengan cara pemberian informasi-informasi kesehatan. Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara pemeligharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya dengan pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka, dan akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya itu. Hasil atau perubahan perilaku dengan cara ini memakan waktu lama, tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari oleh kesedaran mereka sendiri (bukan karena paksaaan). Perubahan perilaku dengan pendidikan akan menghasilkan perubahan yang efektif bila dilakukan melalui metoda Diskusi Partisipasi. Cara ini adalah sebagai peningkatan cara yang kedua yang dalam memberikan informasi tentang kesehatan tidak bersifat searah saja, tetapi dua arah. Hal ini berarti bahwa masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus aktif berpatisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimanya. Dengan demikian maka pengetahuan kesehatan sebagai dasar perilaku mereka diperoleh secara mantap dan lebih mendalam, dan akhirnya perilaku yang mereka peroleh akan lebih mantap juga, bahkan merupaka referensi perilaku orang lain. Sudah barang tentu cara ini akan memakan waktu yang lebih lama dari cara yang kedua tersebut, dan jauh lebih baik dengan cara yang pertama. Diskusi partisipasi adalah salah satu cara yang baik dalam rangkamemberikan informasi-informasi dan pesan-pesan kesehatan.

BAB IIIPEMBAHASAN

BAB IV PENUTUP

DAFTAR PUSTAKAhttp://eprints.undip.ac.id/29133/2/Bab_1.pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23134/5/Chapter%20I.pdf