STRATEGI MEMINIMALISIR RISIKO PEMBIAYAAN...
Transcript of STRATEGI MEMINIMALISIR RISIKO PEMBIAYAAN...
STRATEGI MEMINIMALISIR RISIKO PEMBIAYAAN
MURABAHAH PADA BPRS AMANAH UMMAH
LEUWILIANG-BOGOR
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan memperoleh Gelar
Sarjana Ekonomi Syriah (S.E.Sy.)
Oleh:
SUDARLAM
NIM: 1110046100202
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
ii
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlakau di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 30 Juni 2016
Sudarlam
v
ABSTRAK
“STRATEGI MEMINIMALISIR PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA
BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH AMANAH UMMAH
LEUWILIANG BOGOR”.
Murabahah merupakan akad yang sangat populer di dalam suatu transaksi
pembiayaan di perbankan syariah, selain memberikan kemudahan bagi bank
sendiri, akad murabahah juga memberikan keuntungan yang pasti dari setiap
transaksi yang di lakukannya yaitu berdasarkan margin yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak baik nasabah maupun bank itu sendiri. Akad ini umumnya di
berikan untuk pembiayaan-pembiayaan yang konsumtif yaitu bagi mereka yang
ingin membeli suatu barang namun tidak mempunyai cukup dana untuk membeli
secara tunai sehingga mereka mengajukan pembiayaan murabahah ini kepada
bank syariah, namun tidak sedikit pula masyarakat yang menggunakan akad ini
untuk pembiayaan produktif seperti investasi, berdagang, bertani, beternak dan
lain sebagainya.
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui strategi apa saja yang
dilakukan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dalam hal ini BPRS
Amanah Ummah dalam meminimalisir terjadinya pembiayaan murabahah yang
bermasalah. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan teknik
pengumpulan data berupa obervasi, wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian menujukan untuk mengatasi pembiayaan bermasalah BPRS
Amanah Ummah melakukan unit satuan kerja yang bertugas untuk
mengidentifikasi risiko kemudian mengukur serta mengendalikan risiko yang
mungkin muncul dari setiap transaksi. Adapun jika terjadi pembiayaan
bermasalah maka pihak bank melakukan teguran berupa surat peringatan,
reschedulung, reconditioning.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam. Dialah yang
mengatur dan menciptakan kehidupan semua mahkluknya. Maka sudah menjadi
keharusan penulis mengucapkan rasa syukur atas segala anugerah yang telah
diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik penulisan skripsi
yang berjudul “STRATEGI MEMINIMALISIR RISIKO PEMBIAYAAN
MURABAHAH PADA BPRS AMANAH UMMAH LEUWILIANG-BOGOR”.
Shalawat serta salam kita hanturkan keharibaan alam junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Dengan kerendahan hati yang begitu besar, izinkan penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dan mendukung penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu dalam kesempatan kali ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih tak terhingga kepada yang terhormat :
1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA, Ph.D, Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak AM. Hasan Ali, M.A, Ketua Program studi Muamalat dan Bapak
Abdurrauf, Lc, M.A, Sekretaris Program studi Muamalat Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Moch. Bukhori Muslim, LC. MA. selaku Dosen Pembimbing
skripsi
vii
4. Bapak H. Taufik Rahman selaku Direktur Utama BPRS Amanah Ummah
dan Pupu Saepullah, selaku Account Manager BPRS Amanah Ummah
yang telah memberikan waktu untuk penelitian skripsi ini.
5. Pimpinan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta
pimpinan perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas untuk
mengadakan studi kepustakaan.
6. kedua orang tua yang selalu mendo’akan dan memberi semangat, teh
Hadria, A Fajrin, kakek, nenek, bibi, om, dan seluruh keluarga besar.
7. Haji Ahmad Yani selaku anak direktur BPRS Amanah Ummah yang selalu
memberikan bantuannya baik berupa moril mauun materil
8. Saepullah selaku sahabat dan karyawan di Bank Amanah Ummah yang
telah membantu segala komunikasi dengan pimpinanSahabat seperjuangan
anak kosan PS 12 yang selalu ceria dan supoortnya.
Penulis berharap dan berdo’a semoga amal baik mereka dibalas
oleh Allah SWT dengan pahala yang berlipat ganda. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan positif bagi banyak pihak.
Jakarta, 30 Juni 2016
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………… i
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING…………………………………….. ii
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………..iii
ABSTRAK……………………………………………………………………….iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………………v
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….vi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….vii
DAFTAR GAMBAR.…………………………………………………………..viii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang Masalah …………………………………………………1
B. Identifikasi Masalah………………………………………… ………..….8
C. Pembatasan dan Perumussan Masalah …………………………….……..8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………………..……..9
E. Kajian Kepustakaan……………………………………………………..10
F. Kerangka Teori dan Konseptual………………………………...………11
G. Metode Penelitian…………………………………………… …..……..16
H. Sistematika Penulisan 19
BAB II LANDASAN TEORI
A. Risiko………………………………………………… .......... ………..21
1. Pengertian Risiko .................................. ………………………….21
2. Manajemen Risiko Perbankan .......... …………………………….23
3. Jenis-jenis Risiko Perbankan Syariah ............................................ 24
B. Pembiayaan dan pembiayaan Bermasalah ... ………………………….27
1. Pengertian Pembiayaan ........................... ………………………...27
a. Pembiayaan ............................................................................... 27
ix
b. Landasan Syariah ...................................................................... 29
c. Jenis-jenis Pembiayaan ............................................................. 29
d. Manfaat Pembiayaan ................................................................. 32
2. Pembiayaan Bermasalah ....................... ………………………….32
a. Pengertian .................................................................................. 33
b. Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah ............................... 34
3. Prosedur Pemberian Pembiayaan ................................................... 36
4. Upaya Penanganan Pembiayaan Bermasalah ................................ 37
a. Penyelamatan Pembiayaan Bermasalah .................................... 37
b. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah ..................................... 41
C. Murabahah .................................................. …………………………..47
1. Pengertian Murabahah ................................................................... 47
2. Landasan Hukum Murabahah ........................................................ 49
3. Rkun dan Syarat Murabahah .......................................................... 51
4. Jenis-jenis Murabahah ................................................................... 54
5. Manfaat dan Risiko Murabahah ..................................................... 56
BAB III GAMBARAN UMUM PT BPRS AMANAH UMMAH
A. Sejarah Pendirian………………………………………………… ...…58
B. Visi, Misi, Moto dan Budaya.. Perusahaan……………………. ……..60
C. Struktur Organisasi Perusahaan………………………………… ...…..60
D. Job Description……………………………………………..………….62
E. Program Kerja………….…………………………………………. …..69
F. Produk BPRS Amanah Ummah………………………………….……70
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Penerapan Akad Murabahah Pada Bank Amanah….. ………………...58
B. Strategi dan Kebijakan Manajemen…………………………….. …….60
1. Strategi dan Sasaran…………………………………………... ….78
2. Identifikasi dan Pengendalian Risiko………………………….….78
C. Analisis Strategi BPRS Amanah Ummah dalam Memberikan
Pembiayaan Murabaha…………………………………………. ....….83
x
1. Risiko Murabahah Pada BPRS Amanah Ummah………………. 83
2. Strategi dalam Pemberian Pembiayaan Murabahah…………... ....83
3. Strategi BPRS Amanah Ummah dalam Meminimalisir Risiko
Pembiayaannya……………………………………………….. .....88
D. Strategi Penanganan Murabahah Bermasala………………...……...…90
BAB V PENDAHULUAN……………………………………………………....97
A. Kesimpulan………………………………………………………………97
B. Saran…………………………………………………..………………....99
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….100
LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………………………..
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 tentang Perkembangan BPRS, DPK, Margin Murabahah, NPF, Periode
Juli 2009- jili 2015
Tabel 1.2 Tentang Komposisi Pembiayaan Berdasarkan Akad
Tabel 4.3 Pembiayaan Per-Akad
Tabel 4.4 Pembiayaan Berdasarkan Sektor Ekonomi
Tabel 4.5 Tingkat kolektibilitas nasabah BPRS Amanah Ummah Tahun 2011 dan
2012
Tabel 4.6 Tingkat kolektibilitas nasabah BPRS Amanah Ummah Tahun 2013 dan
2014
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 tentang kerangka konseptual
Gambar 2.2 Aplikasi Murabahah
Gambar 3.3 Struktur Organisasi BPRS Amanah Ummah
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bank syariah merupakan produk dari sistem ekonomi islam dalam
mewujudkan nilai-nilai ajaran islam1 yang mengatur bidang perekonomian
umat yang tidak terpisahkan dari aspek- aspek ajaran Islam yang universal.
Universal yang berarti ajaran Islam dapat di terapkan di segala kalangan
masyarakat tanpa adanya perbedaan baik itu suku, ras, golongan dan
agama sesuai prinsip Islam yang “Rahmatan lil alamiin”.
Titik terang pendirian lembaga bank dengan sistem syariah
sebenarnya telah muncul sejak awal tahun 1990-an. Setelah adanya
rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di
Cisarua Bogor pada tanggal 19-22 Agustus 1990, kemudian dibahas lebih
mendalam di Musyawarah Nasional MUI di Jakarta. Berdasarkan amanat
Munas tersebut maka dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank
Islam di Indonesia2.
Awal terbentuknya perbankan syariah di indonesia yaitu di awali
dengan berdirinya PT. Bank muamalat Indonesia, Tbk pada tahun 1991
yang lahir sebagai kerja tim perbankan MUI tersebut. yang kemudian pada
tahun 1992 pemerintah mengeluarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang
1
Bank Syariah dan ekonomi Islam. diakses pada tanggal 09 desember 2014 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah 2 Gamala Dewi, “Bank dan Asuransi Islam di Indonesia”(Jakarta: Kencana Prenada
Media, 2007), h.51
2
perbankan yang memperkenalkan sistem bagi hasil, ini merupakan sebuah
awal yang mendorong hadirnya sistem perbankan berbasis syariah di
Indonesia kemudian UU No. 10 Tahun 1998 yang menerangkan sistem
perbankan syariah dengan lebih jelas di bandingkan undang-undang
sebelumnya dalam undang-undang ini memungkinkan perbankan dapat
menjalankan usahanya dengan dual system yakni secara konvensional dan
secara syariah3. Undang-undang No. 10 tahun 1998 telah membawa efek
yang positif bagi kemajuan perbankan syariah, terbukti dengan
bertambahnya jumlah lembaga keuangan syariah, bank telah mengalami
kenaikan signifikan. Pada tahun 1992, hanya terdapat 1 bank umum
syariah dan 79 bank perkreditan rakyat syariah. Kemudian pada bulan
Maret 2014 terdapat 11 bank umum syariah, 23 unit usaha syariah, dan
163 bank pembiayaan rakyat syariah4. Dalam kurun waktu 2 dasawarsa,
permintaan pasar domestik terhadap lembaga keuangan syariah sangat
diminati oleh masyarakat Indonesia.
Undang- undang tersebut belum sepenuhnya mendorong
pertumbuhan perbankan syariah yang sebenarnya, karena masih
terpengaruh kepada sistem perbankan konvensional sehingga masih
banyak masyarakat yang mengaggap sama antara bank syariah dengan
bank konvensional. Kemudian lahirlah undang-undang yang lebih spesifik
yaitu UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyatakan
Prinsip Syariah adalah Prinsip Hukum Islam yang dalam kegiatan
3 Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait (BAMUI
& Takaful) di Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002), h. 135.
4 Otoritas Jasa Keuangan, Statistik Perbankan Indonesia (Jakarta: Otoritas Jasa
Keuangan, 2014), h. 2.
3
perbankan berdasarkan fatwa yang di keluarkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang Syariah.
Undang-undang ini menjadikan perbankan syariah mempunyai
landasan hukum yang jelas dari sisi kelembagaan dan sistem
oprasionalnya. Dengan adanya undang-undang ini membuka peluang yang
lebih besar yang di berikan kepada masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan perbankan sepenuhnya yang sesuai dengan syariat Islam. Secara
umum konsep perbankan syariah menawarkan sistem perekonomian
khususnya kepada lembaga perbankan, yaitu suatu sistem yang sesuai
dengan syariat Islam yang sangat berbeda dari konsep perbankan
konvensional yang memakai sistem bunga yang mengandung unsur riba
yang bertentangan dengan syariat Islam 5.
Perbankan syariah di Indonesia terdiri dari Bank Umum Syariah
(BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS). Pada dasarnya sama dengan kegiatan usaha konvensional yaitu
meliputi 3 kegiatan utama : pertama, dalam bidang pengumpulan dana
masyarakat dalam bentuk simpanan/investasi, kedua, dalam bidang
penyaluran dana kepada masyarakat dan ketiga, berupa pemberian jasa-
jasa bank6. umumnya ketiga lembaga tersebut merupakan bank alternatif
yang di peruntukan bagi masyarakat yang menjalankan usaha mikro kecil
5 Yusuf Al-Qardhawi, Bunga Bank Haram, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana,
2005), h.77 6 A. Wangsawidjaja Z, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: PT Gramedia, 2012),
h.2
4
menegah dan yang menginginkan perbankan yang benar-benar
menjalankan prinsip Islam.
BPRS merupakan salah satu dari lembaga keuangan syariah yang
dalam setiap kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. BPRS
yang mempunyai fungsi menghimpun dana dari masyarakat serta
menyalurkan dana dari masyarakat7.
BPRS yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
selanjutnya diatur menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No.
32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan
Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam hal ini, secara teknis BPR
Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR
konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah
terutama bagi hasil8
Perkembangan BPRS Dari tahun 2008 hingga Januari 2015, jumlah
kantor BPRS terus bertambah. Akan tetapi, pada Juni 2015 jumlah kantor
BPRS mengalami kemunduran dari 164 di bulan Januari 2015 menjadi 161
di Juni 2015. Dari Januari 2015 hingga Juni 2015 jumlah kantor BPRS
mengalami penurunan. Hal itu disebabkan karena adanya BPRS yang
bermasalah akibat tidak dikelola dengan prinsip tata kelola yang baik dan
terpaksa harus ditutup9. Untuk jaringan kantor individual perbankan
7 Ibid., h.2
8 Heri Sudarsono, “Bamk dan Lembaga Keuangan Syariah” (Yogyakarta:
Ekonisia,2007, cet. Ke-4), h.83 9 Bank Indonesia “Pertumbuhan BPRS di Indonesia”, diakses pada 09 Mei 2016
dari http://www.bi.go.id/id/.
5
syariah, BPRS tidak mempunyai kantor cabang, kantor cabang pembantu
dan kantor kas. Menurut statistik perbankan syariah agustus 2013 jumlah
BPRS berdasarkan lokasi untuk wilayah Kalimantan Selatan dari tahun
2007 hingga agustus 2013 ada 18 BPRS. Adapun jumlah pekerja di
perbankan syariah khususnya BPRS dari tahun 2007 hingga agustus 2013
terus meningkat, dari 2.108 sampai 4.845 pekerja10
.
Salah satu produk Bank Perkreditan syariah yang berhubungan
dengan penyaluran dana seperti pemberian pembiayaan kepada nasabah,
dapat dilakukan dengan berbagai bentuk akad sesuai dengan kebutuhan
dari nasabah sendiri. Salah satu bentuk pembiayaan yang paling sering
diberikan kepada nasabah yaitu pembiayaan konsumtif untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi dari nasabah. Pada penerapan pembiayaan konsumtif
seperti pembiayaan kendaraan bermotor umumnya Bank Syariah
menggunakan akad Murabahah karena pembiayaan tersebutdianggap
sebagai suatu sarana yang mudah untuk membantu pengadaan barang baik
yang digunakan untuk kegitan usaha maupun untuk investasi.
Murabahah merupakan jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati11
. Dalam murabahah, penjual harus
memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya12
. Pengertian lain dari murabahah adalah
jual beli dengan dasar adanya informasi dari pihak penjual terkait dengan
10
http://www.bi.go.id.html/, diakses pada 09 Desember 2014] 11
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, h.62. 12
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), h. 101.
6
harga pokok pembelian dan tingkat keuntungan yang diinginkan.
Murabahah merupakan salah satu benuk jual beli amanah (atas dasar
kepercayaan)13
Sehingga harga pokok pembelian dan tingkat keuntungan
harus di ketahui secara jelas. Karena syarat pengajuan pembiayaan
murabahah yang mudah menjadikan pembiayaan tersebut diminati oleh
nasabah.
Secara sederhana, Adiwarman A Karim mengatakan bahwa jual-
beli murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut
(harga pokok) ditambah dengan keuntungan yang disepakati14
. Lebih
lanjut beliau menjelaskan dalam pelaksanaan akad ini, seperti seorang
membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan
tertentu, berapa besar keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam
nominal rupiah tertentu atau dalam persentase dari harga pembeliannya,
misalnya 10% atau 20%. Jadi singkatnya, murabahah adalah akad jual-beli
barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin)
yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu
bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan
berapa keuntungan yang ingin diperoleh.
Dari tahun ke tahun Dana Pihak Ketiga di Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) terus mengalami peningkatan, di tahun 2009 volume dana
pihak ketiga (DPK) berjumlah 1.158.034 miliar lalu merangkak naik
hingga mencapai 4.099.039 miliar di tahun 2015. Naiknya volume DPK
13
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet,
2006), h. 22 14
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada, 2010, cet. ke-7), h. 113.
7
sejalan dengan naiknya volume penyaluran pembiayaan di tahun 2009
senilai 1.586.919 miliar dan terus naik hingga tahun 2015 volume
pembiayaan mencapai 5.561.698 miliar. Sedangkan nilai rata-rata
pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) adalah
7,03 persen di tahun 2009, mengalami fluktuasi di tahun-tahun berikutnya
Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut
Perkembangan BPRS, DPK, Margin Murabahah, NPF Periode
Juli 2009 - Juli 2015
Tabel 1.1
Indikator 2009 2010 2011 2012 2013 2014
2015
Jumlah
BPRS
138 150 155 158 163 163 161
DPK
(Miliar)
1.158.034 1.603.778 2.095.333 2.937.802 3.666.174 4.028.415 4.099.039
MM
(%)
0,19 0,20 0,19 0,23 18,27 18,51 18,30
NPF
(%)
7,03 6,50 6,11 6,15 6,50 7,89 9,25
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu kiranya penulis
menganalisis lebih dalam tentang bagaimana cara Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS) dalam meminimalisir terjadinya resiko
pembiayaan Murabahah pada BPRS Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor
8
Bogor. Oleh karena itu, penulis memberi judul skripsi ini dengan judul
“STRATEGI MEMINIMALISIR RISIKO PEMBIAYAAN
MURABAHAH PADA BPRS AMANAH UMMAH LEUWILIANG
BOGOR
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana pengaruh Dana Pihak Ketiga terhadap perkembangan
BPRS Amanah Ummah
2. Bagaimana BPRS Amanah Ummah memberikan kelayakan dan
penanganan pembiayaan terutama pembiayaan murabahah
3. Strategi BPRS Amanah Ummah dalam meningkatkan jumlah
pembiayaan serta meminimalisir jumlah NPF
4. Pengaruh Manajemen Risiko terhadap kecilnya jumlah NPF
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Penelitian ini di fokuskan untuk menganalisis risiko pembiayaan
murabahah dalam hal strategi meminimalisir pembiayaan bermasalah
yang di terapkan oleh BPRS Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor
dalam menghadapi risiko pembiayaan Murabahah.
2. Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
rumusan masalah yang akan dikaji dan dibahas dalam penelitian ini
adalah:
a. Bagaimana mekanisme pembiayaan Murabahah pada BPRS
Amanah ummah?
9
b. Apa strategi BPRS Amanah Ummah untuk meminimalisir risiko
pembiayaan murabahah bermasalah?
c. Apa stretegi BPRS dalam menangani pembiayaan bermasalah?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui mekanisme pembiayaan Murabahah pada BPRS
Amanah Ummah
b. Mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya pembiayaan
bermasalah dan manajemen risiko pada PT. BPRS Amanah
Ummah
c. Mengetahui strategi yang dilakukan oleh BPRS Amanah
Ummah
Adapun manfaat penulisan ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yang diperoleh ialah diharapkan hasil penelitian ini
mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi ekonomi Islam
khususnya Perbankan Syariah dalam hal meminimalisir resiko kredit
Murabahah.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelelitian ini diharapkan mampu menjadi pemikiran dan
memberikan sumbangsih bagi sektor Lembaga Keuangan, khususnya
bagi BPRS dalam menyikapi resiko kredit pembiayaan Murabahah
10
sehingga dengan penelitian ini diharapkan akan memberikan masukan
dalam aplikasi perbankan syariah.
3. Manfaat bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu bahan bacaan
untuk menambah pengetahuan mengenai konsep Murabahah dalam
Perbankan syariah khususnya mereka yang mempunyai rencana untuk
melakukan program pembiayaan yang di berikan oleh bank.
E. Kajian Kepustakaan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Erry Saputra, 2011. Dengan judul
“Strategi Penanganan Murabahah bermasalah di BPRS Al-Salaam
Cabang Mayestik pada Pembiayaan Kendaraan Sepeda Motor”.
Dalam penelitian ini menjelaskan mengenai strategi dari BPRS Al-
salaam dalam menangani pembiayaan bermasalah khususnya pada
pembiayaan sepeda motor berdasarkan prinsip yang telah di atur dalam
islam. Serta berapa banyak kasus pembiayaan bermasalah yang terjadi dan
bagaimana cara menindaklanjuti kasus pembiayaan bermasalah tersebut
apakah cara penagihannya sudah sesuai syariah atau belum.
Dari hasil penelitan tersebut strategi BPRS Al-Salaam mendatangi rumah
atau tempat kerjadan usaha nasabah yang bermasalah dengan cara sopan
dan bijaksana penuh musyawarah, hal tersebut sesuai dengan adab
menagih hutang secara Islami.
2. Fadlurrachman Hakim, 2014, dengan judul “Analisis Kelayakan
Pembiayaan Murabahah Dan Penanganan Risiko Kredit Pada
11
Kendaraan Bermotor. (Studi Kasus Pada Bank Muamalat Kupang,
Nusa Tenggara Timur)
Dalam penelitian ini menjelaskan bagaimana bank Muamalat cabang
Kupang ini memberikan kelayakan kepada nasabah untuk diberi
pembiayaan khususnya murabahah serta mekanisme oprasionalnya dan
pengaruh manajemen risiko yang digunakan Bank Muamalat dalam
mengantisipasi pembiayaan bermasalah yang terjadi
Dari hasil penelitian ini penerapan manajemen risiko yang diterapkan oleh
Bank Muamalat cabang Kupang yaitu dengan menganalisis kelayakan
nasabah ketika mengajukan pembiayaan, dengan prinsip 5C+1S yaitu
Chracter, Capacity, Colateral, Capital, condition dan Syariah. Apabila
ada nasabah yang bermasalah maka bak akan melakukan sistem call 1
sampai call 5
3. Nurrochman Aristyanto, 2014, dengan judul Penanggulangan
Pembiayaan Murabahah Tidak Lancar Pada Bank Mandiri Syariahb
Cabang Cibinong
Dalam penelitian ini menjelaskan bagaimana strategi Bank Mandiri
Syariah cabang Cibinong dalam menanggulangi pembiayaan murabahah
yang tidak lancar yaitu dengan melakukan pengawasan dan pembinaan
secara aktif kepada basabah gar dapat memantau nasabah-nasabahya.
Pengawasan melalui Accoun Manager dengan mengunjungi secara
langsung nasabah minimal 3 bulan sekali
F. Kerangka Teori dan Konseptual
12
Sebagaimana di ketahui bahwasannya Murabahah adalah salah satu
jenis jual-beli amanah, maka dari itu dalil yang digunakan pun ialah dalil
tentang jual beli
QS. Al-baqarah (2) : 275
“Dan Allah Menghalalkan Jual Beli dan Mengharamkan Riba
Dalam ayat lain
QS. Annisa (4) : 29
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu”.
Dua ayat di atas menegaskan akan adanya jual beli pada umumnya
dan tidak merujuk pada satu model jual-beli15
. Pada ayat pertama hanya
menjelaskan tentang halalnya atau di perbolehkannya praktik jual-beli tanpa
ada batasan dalam pengertian tertentu. Sedangkan pada ayat kedua berisi
tentang larangan kepada orang yang beriman memakan harta yang bathil
sekaligus ayat tersebut menganjurkan untuk melakukan perniagaan
berdasarkan suka sama suka (saling ridla)
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
15
Yazid Affandi, Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Logung, 2009, cet. ke-1), hlm. 87.
13
bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat16
. Sedangkan pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil.
Dalam lembaga keuangan konvensional tidak menggunakan istilah
“pembiayaan” tapi istilah perkreditan. Perkreditan adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga17
.
Jadi, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Yang perlu
diperhatikan adalah kepanjangan dari BPRS yang berupa Bank Perkreditan
Rakyat Syariah. Semua peraturan perundang-undangan yang menyebut BPRS
dengan Bank Perkreditan Rakyat Syariah harus dibaca dengan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah18
.
Keberadaan BPRS secara khusus dijabarkan dalam Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia No. 32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang
16
Zubairi Hasan, Undang-Undang Perbankan Syariah, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2009), h. 6 17
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2011), h. 78 18
Zubairi Hasan, Undang-Undang Perbankan Syariah, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2009), h.7
14
Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah, dan Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia No. 32/36/Kep/Dir, tertanggal 12 Mei 1999 dan Surat Edaran Bank
Indonesia No. 32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan
Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah19
. Tujuan pendirian BPRS antara lain20
:
1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama
masyarakat golongan ekonomi lemah dan mengurangi urbanisasi.
2. Menambah lapangan kerja, terutama di kecamatan-kecamatan.
3. Meningkatkan pendapatan perkapita.
4. Membina semangat ukhuwah islamiah melalui kegiatan ekonomi.
5. Memenuhi kebutuhan jasa pelayanan perbankan bagi masyarakat desa.
6. Menunjang pertumbuhan dan modernisasi ekonomi pedesaan.
7. Melayani kebutuhan modal dengan prosedur mudah dan sederhana.
8. Menampung dan menghimpun tabungan masyarakat. Dengan ini,
BPRS turut memobilisasi modal untuk keperluan pembangunan
Mayoritas BPRS di Indonesia menggunakan akad murabahah
untuk memberikan pembiayaan yang bersifat konsumtif kepada nasabah.
Semakin banyak nasabah yang menggunakan produk pembiayaan
murabahah maka semakin meningkat pula pendapatan operasional BPRS.
Namun di sisi lain, akan meningkat pula resiko pembiayaan bermasalah
pada BPRS.
19
Heri Sudarsono, “Bamk dan Lembaga Keuangan Syariah” (Yogyakarta:
Ekonisia,2007, cet. Ke-4), h.83 20
Ahmad Rodoni & Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Zikrul
Hakim, 2008), h. 43-44
15
Tabel 1.2
Komposisi Pembiayaan Berdasarkan Akad
Dalam miliar
Akad 2012 2013 2014 2015
Mudharabah 99.361 106.851 122.467 158.936
Musyarakah 321.131 426.528 567.658 613.206
Murabahah 2.854.646 3.546.361 3.965.543 4.367.727
Salam 197 26 16 16
Isthisna 20.751 17.614 12.881 11.772
Untuk itu penulis ingin menganalisis strategi BPRS dalam
meminimalisir resiko tersebut. Berikut ini adalah kerangka konseptual
yang digunakan dalam penelitian ini.
16
Gambar 1.1
Aplikasi:
a. Margin Murabahah
b. Prosedur Pemberian pembiayaan
c. Persyaratan Jaminan
d. Antisipasi jika terjadi kerugian
e. Strategi dalam meminimalisir
resiko
Pemberian Murabahah
pada BPRS Amanah Ummah
Pemberian Murabahah
pada BPRS Amanah Ummah
Manajemen Risiko
Hasil Penelitian
Kesimpulan dan Implikasi
17
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian.
Penelitian Ini bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang
menggambarkan suatu gejala, data-data dan informasi yang berdasarkan
pada fakta yang diperoleh dari lapangan, dimana penulis melakukan
pengumpulan data tidak hanya dikatakan dalam bentuk kata, kalimat atau
gambar tapi juga berupa analisis laporan.
Berdasarkan objek penelitian dan masalah yang akan diteliti,
penelitian ini juga termasuk ke dalam penelitian kualitatif, yaitu
penelitian yang dilakukan dengan cara mencari dan mengumpulkan data-
data atau informasi yang berasal dari objek penelitian yang tidak
memerlukan analisa perhitungan.21
2. Data Penelitian.
Adapun data yang digunakan penulis dalam skripsi ini
menggunakan dua jenis sumber data, yaitu:
a. Data Primer
Data primer merupakan informasi yang dikumpulkan
peneliti langsung dari sumbernya. Data primer dalam penelitian ini
ialah data yang diperoleh langsung dari BPRS berupa dokumentasi
atau arsip dan juga wawancara langsung terhadap salah satu kepala
cabang BPRS.
21 Lexy J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Kosda Karya,
2006), h. 4
18
b. Data Sekunder.
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak
langsung dari sumbernya melainkan dari pihak lain yang telah
mengumpulkan data di lapangan. Data sekunder dalam skripsi ini
adalah data yang diperoleh dari literatur kepustakaan terkait
dengan materi yang akan dibahas, baik itu berupa buku, jurnal,
surat kabar atau sumber-sumber lain yang relevan dengan pokok
permasalahan yang diangkat penulis pada skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data.
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai
sumber yang menjadi bahan rujukan dari berbagai daftar pustaka yang
ada seperti jurnal, website, artikel, buku-buku, dokumen dari BPRS
Amanah Ummah serta berbagai laporan mengenai penelitian skripsi
ini, antara lain:
a. Observasi
Peneliti mengamati langsung kepada objek yang akan di
teliti mengenai pengelolaan pembiayaan murabahah, dalam hal ini
penulis akan mengumpulkan data dengan melakukan penelitian
langsung ke BPRS yang menjadi objek penelitian, yaitu BPRS
Amanah Ummah.
b. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu proses untuk
memperoleh keterangan atau data yang berkaitan dengan tujuan
19
penelitian melalui tanya jawab dan bertatap muka secara langsung
dengan informan. Dalam hal ini, penyusun mencari informasi
dengan bertanya langsung kepada staff dan karyawan PT. BPRS
Amanah Ummah bogor mengenai strategi meminimalisir risiko
murabahah
c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah proses pengumpulan data berdasarkan hasil wawancara atau
laporan tentang strategi BPRS dalam meminimalisir risiko pada
pembiayaan murabahah.
4. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah strategi meminimalisir risiko
yang diterapkan oleh BPRS Amanah Ummah.
5. Metode Analisis Data
Penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode kualitatif
deskriptif yakni penelitian yang menggambarkan hasil penelitian
berupa kata-kata atau lisan berdasarkan fenomena yang diteliti dari
orang-orang yang berkompeten dibidangnya. Penelitian ini juga
bersifat deskriptif analisis, yakni penelitian yang menggambarkan data
informasi yang berdasarkan pada fakta yang diperoleh dilapangan.
6. Teknik Penulisan
20
Adapun teknik penulisan dalam skripsi ini, penulis
menggunakan buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2012.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembaca memahami isi skripsi ini serta untuk
memberikan gambaran secara umum mengenai penelitian yang dilakukan
maka secara sistematis skripsi ini dibagi menjadi 5 bab yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori,
metode dan teknik penulisan serta sistematika penulisan.
BAB II KERANGKA TEORITIS
Dalam bab ini berisi mengenai penjelasan teori-teori yang digunakan
dalam hal penanganan pembiayaan bermasalah serta manajemen
risikonya pada pembiayaan murabahah, sebagai landasan untuk
pembahasan dan pemecahan masalah.
BAB III GAMBARAN UMUM PT. BPRS AMANAH UMMAH
Membahas mengenai gambaran umum PT. BPRS Amanah Ummah
sebagai objek penelitian. Bab ini menguraikan mengenai profil
perusahaan seperti sejarah singkat BPRS Amanah Ummah, visi dan
misi, susunan pegurus, serta produk jasa yang dimiliki.
21
BAB IV ANALISIS
Dalam bab ini membahas mengenai analisis Manajemen Risiko
pembiayaan murabahah PT. BPRS Amanah ummah, serta strategi
dalam menangani pembiayaan murabahah bermasalah serta mekanisme
pemberian pembiayaan
BAB V KESIMPULAN
Berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi terkait hasil penelitian yang
dilakukan dan tidak menutup kemungkinan sebagai jawaban atas apa
yang dipertanyakan pada pokok permasalahan. Juga saran-saran untuk
BPRS Amanah Ummah pada khususnya serta BPRS pada umumnya.
21
BAB II
LANDASAN TEORI
A. RISIKO
1. Pengertian Risiko
Risiko dan hidup merupakan dua kata yang menyatu dan tidak bisa
hadir kecuali bergandengan. Hidup yang diupayakan manusia memiliki
arti melaksanakan tindakan dan membuat keputusan berdasar informasi
yang tidak sempurna. Kehidupan karenanya mengandung ketidakpastian
dan dari ketidak pastian inilah risiko bersal. Jika saja semua hal dapat
dipastikan maka manusia selalu dapat menghindari apa yang tidak
diharapkan dan selalu memperoleh apa yang diinginkan1
kata risiko banyak di pergunakan dalam berbagai pengertian dan
sudah biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan
orang. Apabila seseorang menyatakan bahwa ada risiko yang harus di
tanggung jika mengerjakan pekerjaan tertentu, misalnya: “bersepeda
motor di atas jalan raya yang sangat ramai sangat besar risikonya”,
orang secara intuitif mengerti maksudnya. Tetapi pengertian yang
dipahami secara intuitif ini, hanya memuaskan jika di pakai dalam
percakapan sehari-hari2
Beberapa definisi akan dijelaskan di bawah ini beserta
penjelasannya. Perlu diketahui bahwa subjek risiko begitu kompleks
terdapat dalam bidang yang berbeda, sehingga tidak mengherankan
1 Fachmi Basyab, Manajemen Risiko, (Jakarta: PT. Grasindo, 2007), h. 1
2 Herman Darmawi, Manajemen Risiko, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006, cet. Ke-10), h.
17.
22
terdapat pengertian pengertian yang berbeda pula. Vaughan (1978)
mengemukakan beberapa definisi risiko sebagai berikut3:
a. Risk is the chance of loss (Risiko adalah kans kerugian).
Chance of loss biasanya dipergunakan unuk menunjukan suatu
keadaan di mana terdapat suatu keterbukaan (exsposure) terhadap
kerugian atausuatu kemungkinan kerugian.
b. Risk is the possibility of loss (risiko adalah kemungkinan kerugian)
Istilah possibility berarti bahwa probabilitas suatu peritiwa berada
di antara nol dan satu.
c. Risk is Uncertainty (risiko adalah ketidak pastian)
Ada kesepakatan bahwa risiko berhubungan dengan ketidakpastian
yaitu adanya rsiko, karena adanya ketidakpastian. Karena itulah ada
yang menyatakan bahwa risiko sama artinya dengan ketidakpastian.
Dari definisi di atas, istilah risiko dapat didefinisikan dalam
berbagai cara dan masing-masing definisi itu mengandung kelebihan
dan kelemahan oleh karenanya dapat saling mengisi satu sama lain dan
dapat disimpulkan bahwa risiko dihubungkan dengan kemungkinan
terjadinya akibatburuk (kerugian) yang tak diinginkan, atau tak terduga.
Dengan kata lain “Kemungkinan” itu sudah menunjukan
ketidakpastian4.
Fachmi Basya dalam bukunya mendefinisikan bahwa risiko adalah
peluang terjadinya hasil yang tidak diinginkan sehingga risiko hanya
terkait dengan situasi yang memungkinkan munculnya hasil negatif serta
3 Ibid., h.19
4 Ibid., h.21
23
berkaitan dengan kemampuan memperkirakan terjadinya hasil negatif
tersebut.5
2. Manajemen Risiko Perbankan
Dalam satu setengah dekade terakhir ini, para bankir baru
menyadari bahwa sebuah Bank berada pada bisnis berisiko. Bahwa
dalam menjalankan fungsi menawarkan jasa-jasa keuangan, Bank harus
mengambil atau menerima dan mengelola berbagai jenis Risiko
keuangan secara efektif, agar dampak negatifnya tidak terjadi6. Oleh
karena itu penting bagi para pelaku perbankan mengetahui Manajemen
Risiko yang menjadi strategi dari suatu Bank tersebut.
Risiko bagi bank syariah dalam pemberian fasilitas pembiayaan
adalah tidak kembalinya pokok pembiayaan dan tidak mendapat
imbalan, ujrah, atau bagi hasil sebagaimana telah disepakati dalam akad
pembiayaan antara bank syariah dan nasabah penerima fasilitas. Di
samping itu, juga terdapat risiko bertambah besarnya biaya yang
dikeluarkan oleh bank dan bertambahnya waktu untuk penyelesaian non
performing financing (NPF), serta turunnya kesehatan pembiayaan bank
(kolektibilitas pembiayaan menurun)7.
Bank Indonesia mendefinisikan manajemen risiko sebagai
serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang
timbul dari kegiatan usaha Bank. Widigdo Sukarman mendefinisikan
5 Fachmi Basya, Manajemen Risiko, h. 1
6 Robert Tampubolon, Risk Management, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo,
2006), h.4 7 A. Wangsawidjaja Z, “Pembiayaan Bank Syariah” (Jakarta: PT Gramedia, 2012),
h.89
24
Manajemen risiko sebagai keseluruhan sistem pengelolaan dan
pengendalian risiko yang dihadapi oleh Bank yang terdiri dari
seperangkat alat, teknik, proses manajemen (termasuk kewenangan dan
sistem serta prosedur oprasional) dan organisasi yang ditujukan untuk
memelihara tingkat profitabilitas dan tingkat kesehatan bank yang telah
ditetapkan dalam Corporate Plan atau rencana strategis Bank lainnya
sesuai dengan tingkat kesehatan Bank yang berlaku8.
Ada lima konsep dasar Manajemen Risiko yang menurut James
Essinger dan Joseph Rosen harus terlebih dahulu dipahami oleh para
pelaku Perbankan yang terlibat dalam Manajemen Risiko, yaitu9:
a. Manajemen risiko hanyalah sebuah pendekatan. Ada banyak
pedekatan dalam menilai risk and return dari setiap transaksi atau
instrumen.
b. Sifat dari instrumen yang digunakan akan menentukan parameter
dari sebuah strategi Manajemen Risiko. Secara relatif tidak ada
suatu strategi Manajemen Risiko yang dapat diterapkan pada
semua jenis pasar uang atau semua instrumen.
c. Sistem Manajemen Risiko haruslah sistematis dan diikuti secara
konsisten tetapi tidak kaku dan fleksibel.
d. Manajemen Risiko bukan merupakan alat sulap yang secara ajaib
akan meningkatkan Return dan sekaligus mengurangi Risiko.
8 Robert Tampubolon, Risk Management, h.33
9 Ibid., h.36
25
e. Lingkungan usaha Bank saat ini telah menyebabkan kompleksitas
Manajemen Risiko menjadi sangat tinggi dan merupakan proses
yang semakin sulit.
3. Jenis-jenis Risiko Bank Syariah
Menurut PBI No:11/25/PBI/2009 Risiko ialah potensi kerugian
akibat terjadinya suatu peristiwa (event) tertentu. Adapun jenis risiko
yang di hadapi perbankan menurut PBI meliputi delapan jenis, yaitu
risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, operasional, risiko
kepatuhan, risiko hukum, risiko reputasi, dan risiko strategik10
. Adapun
untuk jenis risiko di Bank Syariah ialah sebagai berikut:
a. Risiko Modal (Capital Risk)
Unsur lain dari risiko yang berhubungan dengan perbankan adalah
risiko modal (capital risk) yang merefleksikan
tingkat leverage yang dipakai oleh bank. Salah satu fungsi modal
adalah melindungi para penyimpan dana terhadap kerugian yang
terjadi pada bank. Risiko modal berkaitan dengan kualitas aset.
Bank yang menggunakan sebagian besar dananya untuk mendanai
aset yang berisiko perlu memiliki modal penyangga yang besar
untuk sandaran bila kinerja aset-aset itu tidak baik11
.
b. Risiko Kredit/ Pembiayaan
Risiko kredit ialah risiko akibat kegagalan debitur dan atau pihak
lain dalam memenuhi kewajibannya
10
Bank Indonesia, “Peraturan Bank Indonesia”, diakses pada 27 Juni 2016 dari
http://www.bi.go.id/id/peraturan/perbankan/Pages/pbi_112509.aspx 11
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: Unit Penerbit dan
Percetakan, 2005), h.358
26
c. Risiko Pasar
Risiko pasar ialah risiko pada posisi neraca dan rekening
administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara
keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk risiko perubahan harga
option
d. Risiko Likuiditas
Risiko Likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan Bank
untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber
pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi
yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi
keuangan Bank.
e. Risiko Oprasional
Risiko Oprasional adalah Risiko akibat ketidakcukupan dan/atau
tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia,
kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal
yang mempengaruhi operasional Bank.Risiko Bisnis
f. Risiko Kepatuhan
Risiko Kepatuhan adalah Risiko akibat Bank tidak mematuhi
dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan
ketentuan yang berlaku.
g. Risiko Hukum
Risiko Hukum adalah Risiko akibat tuntutan hukum dan/atau
kelemahan aspek yuridis.
h. Risiko Reputasi
27
Risiko Reputasi adalah Risiko akibat menurunnya tingkat
kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif
terhadap Bank.
i. Risiko Stratejik
Risiko Stratejik adalah Risiko akibat ketidaktepatan dalam
pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik
serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan
bisnis12
. Risiko stratejik menyangkut keputusan Bank dalam
penentuan jenis usaha yang akan di danai, usaha dan Bank yang
akan di akuisisi, serta keputusan untuk meutup dan menjual salah
satu lini usaha Bank13
..
B. PEMBIAYAAN DAN PEMBIAYAAN BERMASALAH
1. Pengertian Pembiayaan
a. Pembiayaan
Di dalam perbankan syariah, istilah kredit tidak dikenal, karena
bank syariah memiliki skema yang berbeda dengan bank
konvensional dalam menyalurkan dananya kepada pihak yang
membutuhkan. Bank syariah menyalurkan dananya kepada nasabah
dalam bentuk pembiayaan. Sifat pembiayaan bukan merupakan
utang piutang, tetapi merupakan investasi yang diberikan bank
kepada nasabah dalam melakukan usaha14
.
12
Bank Indonesia, “Peraturan Bank Indonesia”, diakses pada 27 Juni 2016 dari
http://www.bi.go.id/id/peraturan/perbankan/Pages/pbi_112509.aspx 13
Zainul Arifin, Dasar-dasar Managemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet,
2012), h. 61 14
Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana, 2011), h.106
28
Pembiayaan atau financing ialah pendanaan yang diberikan
oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang
telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga.
Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan
untuk mendukung investasi yang telah direncanakan15
.
Menurut Muljono16
, pembiayaan adalah kemampuan untuk
melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman
dengan satu janji pembayarannya akan ditangguhkan pada jangka
waktu tertentu yang disepakati. Pada sisi penyaluran dana
(Landing of Fund), pembiayaan merupakan pembiayaan yang
potensial menghasilkan pendapatan dibandingkan dengan alternatif
pendanaan lainnya.
Menurut undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang
perbankan syariah yang dimaksud dengan pembiayaan adalah
penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu
berupa:
1) Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah dan
Musyarakah
2) Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik.
3) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam,
dan istishna.
4) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh.
15
M. Nur Rianto Al Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah, (Bandung: CV.
Alfabeta, 2010), h. 42 16
Muljono, Teknik Penggawasan Pembiayaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h.10.
29
5) Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk
multijasa.
b. Landasan Syariah
QS Shaad (38) : 24
....
...
“Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini".
c. Jenis- Jenis Pembiayaan
Menurut sifat penggunaanya, pembiayaan dapat dibagi
kedalam 2 hal berikut17
:
1. Pembiayaan Produktif
Yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk pembiayaan
sektor produktif, seperti pembiayaan modal kerja, pembiayaan
pembelian barang modal, dan lainnya yang mempunyai tujuan
untuk pemberdayaan sektor riil.
2. Pembiayaan Konsumtif
Yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi yang akan habis digunakan untuk
memenuhi kebutuhan yang umumya perorangan
17
M. Nur Rianto Al Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah, h. 43
30
Menurut jenis akadnya dalam produk pembiayaan syariah,
pembiayaan konsumtif dapat dibagi menjadi 5 (lima) bagian,
yaitu:
a. Pembiayaan Konsumen Akad Murabahah.
b. Pembiayaan Konsumen Akad IMBT
c. Pembiayaan Konsumen Akad Ijarah.
d. Pembiayaan Konsumen Akad Istishna’.
e. Pembiayaan Konsumen Akad Qard + Ijarah..
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi
kedalam dua hal berikut:
1. Pembiayaan Modal Kerja (PMK)
Yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: (a)
peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah
hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan
kualitas atau mutu hasil produksi; dan (b) untuk keperluan
perdagangan untuk peningkatan utility of place dari suatu
barang18
.
Secara umum, pembiayaan modal kerja (PMK) syariah
adalah pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada
perusahaan untuk membiayaai kebutuhan modal kerja
usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Jangka waktu
18
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), h.160
31
pembiayaan modal kerja maksimmum 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang sesuai dengan kebutuhan19
.
Berdasarkan akad yang digunakan dalam produk
pembiayaan syariah, jenis pembiayaan modal kerja (PMK)
dapat dibagi menjadi 5 macam:
a. PMK Mudharabah
b. PMK Istishna’
c. PMK Salam
d. PMK Murabahah
e. PMK Ijarah
2. Pembiayaan Investasi
Yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal
(capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya
dengan itu. Pembiayaan investasi juga dapat didefinisikan
sebagai pembiayaan jangka menengah atau jangka panjang
untuk pembelian barang-barang modal yang diperlukan untuk:
a. Pendirian proyek baru, yaitu pendirian atau pembangunan
proyek/pabrik dalam rangka usaha baru.
b. Rehabilitasi, yakni penggantian mesin/peralatan lama yang
sudah rusak dengan mesin/peralatan yang baru.
c. Modernisasi, yakni penggantian menyeluruh
mesin/peralatan lama dengan mesin/peralatan baru yang
tingkat teknologinya baik/tinggi.
19
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada. 2010), h. 234.
32
d. Ekspansi, yakni penambahan mesin/peralatan yang telah
ada dengan mesin/peralatan mesin/peralatan baru dengan
teknologi sama atau lebih baik/tinggi, atau
e. Relokasi proyek yang sudah ada, yakni pemindahan lokasi
proyek/pabrik secara keseluruhan (termasuk sarana
penunjang kegiatan pabrik, seperti laboratorium, dan
gudang) dari satu tempat ke tempat lain yang lokasinya
lebih tepat/baik20
.
d. Manfaat Pembiayaan
Manfaat dari pembiayaan bagi masyarakat antara lain:
1. Mengurangi tingkat pengangguran. Pembiayaan yang
diberikan kepada perusahaan dapat menyebabkan tambahan
tenaga kerja karena adanya peningkatan volume produksi.
2. Melibatkan masyarakat yang memiliki profesi tertentu
misalnya notaris, asuransi, appraisal independent. Pihak ini
diperlukan oleh bank untuk mendukung kelancaran
pembiayaan.
3. Penyimpan dana akan mendapat imbalan berupa bagi hasil
lebih tinggi
4. Memberikan rasa aman bagi masyarakat yang menggunakan
layanan jasa perbankan misalnya letter of credit, bank garansi,
trasnfer, kliring dan layanan jasa lainnya21
.
2. Pembiayaan Bermasalah
20
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori Ke Praktik h.160 21
Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana, 2011), h.112
33
a. Pengertian
Pembiayaan bermasalah merupakan salah satu resiko yang
pasti dihadapi oleh setiap Bank karena resiko ini sering juga
disebut dengan resiko kredit. Robert Tampubolon menjelaskan
bahwa resiko kredit adalah eksposur yang timbul sebagai akibat
kegagalan pihak lawan (counterparty) memenuhi kewajibannya.
Disatu sisi resiko ini dapat bersumber dari berbagai aktivitas
fungsional bank seperti penyaluran pinjaman, kegiatan treasuri dan
investasi, dan kegiatan jasa pembiayaan perdagangan, yang tercatat
dalam buku bank. Disisi lain resiko ini timbul karena kinerja satu
atau lebih debitur yang buruk. Kinerja debitur yang buruk ini dapat
berupa ketidak mampuan atau ketidak mauan debitur untuk
memenuhi sebagian atau seluruh perjanjian kredit yang telah
disepakati bersama sebelumnya. Dalam hal ini yang menjadi
perhatian bank bukan hanya kondisi keuangan dan nilai pasar dari
jaminan kredit termasuk collateral tetapi juga karakter dari
debitur22
.
Pengertian pembiayaan bermasalah adalah suatu penyaluran
dana yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank
syariah yang dalam pelaksanaan pembayaran pembiayaan oleh
nasabah itu terjadi hal-hal seperti pembiayaan yang tidak lancar,
pembiayaan yang debiturnya tidak memenuhi peersyaratan yang
dijanjikan, serta pembiayaan tersebut tidak menepati jadwal
22
Robert Tampubolon, Risk Mangement: Pendekatan Kualitatif Untuk Bank
Komersial. (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2004), h.. 24
34
angsuran, sehingga hal-hal tersebut memberikan dampak negatif
bagi kedua belah pihak (debitur dan kreditur)23
.
b. Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah
Dalam menjalankan pembiayaan oleh pihak lembaga
keuangan seperti bank syariah, tentunya perlu diperhatikan dengan
cermat oleh bank bagaimana prosedur perjanjian pembiayaan itu
dibuat dan dijalankan, karena apabila tidak berjalan sesuai dengan
prosedur, akan berakibat negatif, dan akan menimbulkan
permasalahan dalam pembiayaan. Dalam menjalankan
operasionalnya perbankan syariah dalam memberikan pembiayaan
kepada calon nasabah memiliki analisis-analisis penilaian sesuai
dengan Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan
syariah pasal 23 menjelaskan bahwa bank syariah atau UUS wajib
melakukan penilaian dalam penyaluran dana (pemberian
pembiayaan) yaitu dengan menilai terhadap watak (caracter),
kemampuan (capacity), modal (capital), agunan/jaminan
(collateral) serta prospek usaha dari calon nasabah penerima
pembiayaan
Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi dan
menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah adalah sebagai
berikut24
:
23
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2010), h.31. 24
Mutchy “Faktor-faktor Penyebab Terjadinya pembiayaan bermasalah”, artikel
diakses pada 9 Mei 2016 dari http://bedoel03.blogspot.co.id/2013/04/analisis-faktor-
faktor-penyebab.html
35
1. Faktor dari debitur
Faktor dari debitur ini, bisa disebut juga faktor dari nasabah
itu sendiri, dalam hal ini dijelaskan bahwa setiap nasabah atau
debiur memiliki kualitas dan karakter yang berbeda antara satu
nasabah dengan nasabah lainnya.
a. Karakter Nasabah Debitur
Tidak semua debitur mempunyai itikad baik pada saat
mengajukan kredit ataupun pada saat kredit yang diberikan sedang
berjalan. Itikad tidak baik inilah memang sulit untuk diketahui dan
dianalisis oleh pihak bank, karena hal ini menyangkut soal moral
ataupun akhlak dari debitur. Bisa saja debitur saat mengajukan
kredit menutup-nutupi kebobrokan keuangan perusahaannya dan
hanya mengharapkan dana segar dari bank, atau debitur
memberikan data keuangan palsu atau berbagai tindakan-tindakan
lainnya.
b. Perbandingan Tingkat Modal dengan Hutang
Aspek capital atau modal sebagai kontribusi dari
kekayaan (equity) oleh pemilik perusahaan dan rasionya terhadap
utang (leverage). Ini dipandang sebagai predictor kebangkrutan
yang baik. Leverage yang tinggi dipandang mempunyai
probabilitas kebangkrutan yang lebih besar.
36
2. Faktor dari kreditor
Tingkat Jumlah Jaminan
Berbagai ketentuan perundang-undangan yang menjadi
koridor bagi bank dalam melakukan kegiatan usaha penyaluran
dana. Seperti ketentuan mengenai batas maksimum pemberian
kredit atau BMPK, rasio pemberian kredit dilihat dari nilai jaminan
yang diberikan dan berbagai aturan lainnya.
Namun kadang kala petugas dan pengambil keputusan
pemberian kredit tidak memperhatikan hal tersebut, dimana untuk
mengejar target, bank sangat agresif untuk menyalurkan dananya
tanpa mempertimbangkan faktor risiko yang dapat muncul
sewaktu-waktu.
3. Prosedur Pemberian Pembiayaan
Prosedur pembiayaan dalam suatu bank mungkin tidak sama,
Sinungan memaparkan secara umum prosedur pemberian
pembiayaan dapat diurut sistematikanya sebagai berikut25
:
a. Permohonan pembiayaan diajukan oleh nasabah kepada bank
melalui bagian customer service, kemudian permohonan
diajukan kepada pihak bank beserta persyaratan-persyaratan
yang ada kemudian segera diteruskan kebagian pembiayaan
untuk diolah.
25
Muchdarsyah Sinungan, Dasar-Dasar Dan Teknik Manajemen Kredit Edisi
Pertama, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991, cet. Keenam), h.31-34
37
b. Oleh bagian pembiayaan, permohonan itu diserahkan ke seksi
analisa untuk dilakukan penilaian atau analisa apabila data
untuk pertimbangan cukup maka analisa terus dapat
dilakukan, tetapi apabila masih ada kekurangan data kepada
nasabah yang bersangkutan secara tertulis. Adakah ini
dilakukan secara lisan, tetapi sebaiknya tertulis agar
administrasi berjalan baik.
c. Setelah analisa dilakukan maka periksa oleh kepala bagian
pembiyaan dan disusunkan analisa tertulias yang rapi ke
direksi.
d. Direktur memeriksa analisa dan mengambil keputusan
diteruskan kebagian pembiayaan untuk dilaksanakan
persiapan perjanjian pembiayaan diurus oleh administrasi
pembiayaan untuk dilakukan proses realisasi pembiayaan.
e. Pengawas atau pengamanan atas fasilitas pembiayaan yang
diberikan bank yang dilakukan sampai pembiayaan itu lunas
4. Upaya Penanganan Pembiayaan Bermasalah
A. Penyelamatan Pembiayaan Bermasalah
Bank syariah dalam memberikan pembiayaan berharap
bahwa pembiayaan tersebut berjalan dengan lancar, nasabah
mematuhi apa yang telah disepakati dalam perjanjian dan
membayar lunas bilamana jatuh tempo. Akan tetapi bisa terjadi
dalam jangka waktu pembiayaan nasabah mengalami kesulitan
dalam pembayaran yang berakibat kerugian bagi bank syariah.
38
Dalam hukum perdata kewajiban memenuhi prestasi harus
dipenuhi oleh debitur sehingga jika debitur tidak memenuhi sesuatu
yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perjanjian
maka dikatakan debitur telah melakukan wanprestasi. Ada
empat keadaan dikatakan wanprestasi yaitu26
:
a. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali
b. Debitur memenuhi prestasi tidak sebagaimana yang
diperjanjikan
c. Debitur terlambat memenuhi prestasi
d. Debitur melakukan perbuatan yang tidak diperbolehkan
dalam
perjanjian.
Secara umum strategi yang dijalankan sebagai upaya
penyelamatan pembiayaan berdasarkan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 13/9/PBI/2011 Tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Restrukturisasi Pembiayaan
adalah upaya yang dilakukan Bank dalam rangka membantu
nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain
melalui27
:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan
jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka
waktunya tidak termasuk perpanjangan atas pembiayaan
26
Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung: Binacipta, 1979), h.18. 27
Bank Indonesia “Peraturan Bank Indonesia tentang Restrukturisasi Pembiayaan
Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah” diakses pada 27 Juni 2016 dari
http://www.bi.go.id/id/peraturan/perbankan/Pages/pbi_112509.aspx
39
mudharabah atau musyarakah yang memenuhi kualitas
lancar dan telah jatuh tempo serta bukan disebabkan
nasabah mengalami penurunan kemampuan membayar
b. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan
sebagian atau seluruh persyaratan Pembiayaan tanpa
menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang harus
dibayarkan kepada Bank, antara lain meliputi:
1. Perubahan jadwal pembayaran.
2. Perubahan jumlah angsuran.
3. Perubahan jangka waktu.
4. Perubahan nisbah dalam pembiayaan mudhārābah
atau musyarākah.
5. Perubahan proyeksi bagi hasil dalam pembiayaan
mudhārābah atau musyarākah.
6. Pemberian potongan.
c. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan
persyaratan
pembiayaan yang antara lain meliputi:
1. Penambahan dana fasilitas pembiayaan bank.
2. Konversi akad pembiayaan.
3. Konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah
berjangka waktu menengah.
40
4. Konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal
sementara pada perusahaan nasabah,yang dapat disertai
dengan rescheduling atau reconditioning.
Restrukturisasi untuk Pembiayaan konsumtif hanya dapat
dilakukan untuk nasabah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Nasabah mengalami penurunan kemampuan pembayaran;
dan
b. Terdapat sumber pembayaran angsuran yang jelas dari
nasabah dan mampu memenuhi kewajiban setelah
restrukturisasi.
Adapun landasan syariah yang dapat mendukung upaya
restrukturisasi pembiayaan yaitu :
QS. Al-Baqqrah (2) : 280
“dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan
(sebagian atau semua hutang) itu lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui”.
Hadits Nabi riwayat Muslim :
” orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di
dunia, Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat; dan
Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong
saudaranya.
41
B. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah
Kegiatan bisnis yang jumlah transaksinya cukup banyak
bahkan mungkin mencapai ratusan setiap hari menjadi salah satu
penyebab timbulnya permasalahan dan terjadinya sengketa
(dispute/difference) antara para pihak yang terlibat tidak mungkin
dapat dihindarkan. Setiap jenis sengketa yang terjadi selalu
menuntut pemecahan dan penyelesaian yang cepat. Makin banyak
dan luas kegiatan bisnis, frekuensi terjadinya sengketa makin
tinggi, maka makin banyak sengketa yang harus diselesaikan. Pada
umumnya penyelesaian sengketa dilakukan melalui pengadilan
(Litigasi), akan tetapi belakangan ini telah berkembang berbagai
pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan (NonLitigasi) 28
.
a. Penyelesaian Melalui Eksekusi Jaminan
Penyelesaian melalui jaminan dilakukan oleh bank
syariah bilamana berdasarkan evaluasi ulang pembiayaan,
prospek usaha nasabah tidak ada, dan atau nasabah tidak
kooperatif untuk menyelesaikan pembiayaan atau upaya
penyelamatan dengan upaya restrukturisasi tidak membawa
hasil melancarkan kembali pembiayaan tersebut. Maka upaya
penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan cara eksekusi
jaminan akan dilakukan oleh bank syariah.
28
Rahmat Rosyadi dan Ngatino, Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum
Positif (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2002), h.8.
42
Eksekusi jaminan disesuaikan dengan lembaga
jaminan yang membebani benda jaminan tersebut, rahn (gadai
syariah), jaminan hipotik, jaminan hak tanggungan, dan
jaminan fidusia. pada jaminan hipotik eksekusi agunan diatur
pada Pasal 1178 BW, Pada jaminan hak tanggungan
berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang No.4 Tahun 1996,
bilamana debitor cidera janji ada 3 alternatif yang dapat
dilakukan oleh bank yaitu :
a. Berdasarkan hak pemegang hak tanggungan pertama
untuk menjual obyek hak tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 atau
b. Berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam
sertifikat hak tanggungan sebagaimana pada Pasal 14
(2)
c. Atas kesepakatan penjualan obyek jaminan dapat
dilaksanakan dibawah tangan jika dengan cara
demikian akan dapat diperoleh harga tertinggi.
Pada jaminan fidusia berdasarkan Pasal 29 Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 apabila debitor wanprestasi
maka obyek jaminan dapat dieksekusi dengan cara:
a. Pelaksanaan titel eksekutorial
43
b. Penjualan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia
atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui
pelelangan umum
c. Penjualan dibawah tangan berdasarkan kesepakatan
Di Undang-undang Perbankan Syariah pada Pasal 40,
bank syariah dan UUS dapat membeli sebagian atau seluruh
agunan, baik melalui maupun di luar pelelangan, berdasarkan
penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau
berdasarkan pemberian kuasa untuk menjual dari pemilik
agunan, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib
dicairkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun. Dalam hal harga pembelian agunan melebihi jumlah
kewajiban nasabah kepada bank syariah dan UUS, selisih
kelebihan jumlah tersebut harus dikembalikan kepada nasabah
setelah dikurangi dengan biaya lelang dan biaya lain yang
terkait langsung dengan proses pembelian agunan.
Landasan syariah yang berkaitan dengan jaminan:
QS. Albaqarah (2): 283
”Jika kamu dalam perjalanan (dan kamu
bermuamalah / jual beli tidak secara tunai), sedang kamu
44
tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang oleh siberpiutang...”
Dari Aisyah bahwasanya Nabi Muhammad SAW pernah
membeli bahan makanan dari seorang yahudi dengan hutang
dan beliau memberikan baju besinya sebagai jaminan
(HR.Bukhari, Muslim dan Nasa’i)
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa rasulullah bersabda ” Siapapun
yang bangkrut (muflis), lalu kreditornya mendapatkan
barangnya sendiri pada si muflis, maka kreditor itu lebih
berhak untuk menarik kembali barangnya daripada orang
lain”. (HR.Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah)
b. Penyelesaian lewat Badan Arbitrase Syariah Nasional
Berdasarkan klausula dalam perjanjian pembiayaan,
bilamana jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya
atau terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak dan tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah, maka
penyelesainya melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS).29
BASYARNAS berwenang :
a. Menyelesaikan secara adil dan cepat sengketa muamalah
(perdata) yang timbul dalam bidang perdagangan,
keuangan, industri, jasa dan lain-lain yang menurut
hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai
sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa, dan para pihak
sepakat secara tertulis untuk menyerahkan
penyelesaiannya kepada BASYARNAS sesuai dengan
prosedur BASYARNAS.
29
Profil dan Prosedur Badan Arbitase Syariah Nasional (BASYARNAS), h. 9.
45
b. Memberikan pendapat yang mengikat atas permintaan
para pihak tanpa adanya suatu sengketa mengenai
persoalan berkenan dengan suatu perjanjian.
Keputusan arbitrase merupakan keputusan terkahir dan
mengikat (final and biding).
Landasan Hukum:
QS. Al-Hujurat(49) : 9
” jika dua golongan orang yang beriman berperang (bersengketa),
maka damaikan keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat
aniaya terhadap yang lain, maka perangilah golongan yang
berbuat aniaya itu sampai mereka kembali kepada ajaran Allah.
Dan jika golongan itu telah kembali, maka damaikan keduanya
dengan adil dan berlakulah adil. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil”.
QS. An-Nisa (4) : 35
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,
Maka kirimlah seorang hakam[293] dari keluarga laki-laki dan
seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam
itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi
Maha Mengenal.”
c. Penyelesaian Melalui Leitigasi
46
Penyelesaian leitigasi ini akan ditempuh bilamana
nasabah tidak ada ittikad baik untuk melunasi pembiayaan
yang diperolehnya sedangkan nasabah sebenarnya masih
memiliki harta kekayaan lain yang dikuasainya yang sengaja
disembunyikan agar tidak disita oleh bank
Selanjutnya penyelesaian ini diatur dalam undang-
undang Nomor 3 tahun 2008 tentang peradilan agama yaitu
kewenangan pengadilan agama yang meliputi juga sengketa
di bidang ekonomi syariah, hal ini terdapat pada Pasal 49
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. yang dimaksud
dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan
usaha yang dilaksanakan menurut syariah. Meliputi30
:
a. Bank Syariah
b. Asuransi Syariah
c. Reasuransi Syariah
d. Reksa Dana Syariah
e. Obligasi Syariah dan surat berharga berjangka menengah
syariah
f. Sekuritas Syariah
g. Pembiayaan Syariah
h. Pegadaian Syariah
i. Dana Pensiun lembaga Keuangan Syariah
j. Bisnis Syariah
30
Abdul Ghofur Anshoru, Payung Hukum Perbankan Syariah (Yogyakarta: UII
Press Yogyakarta, 2007), h. 63.
47
C. MURABAHAH
1. Pengertian Murabahah
Salah satu skim fiqh yang paling populer digunakan oleh
perbankan syariah adalah skim jual-beli murabahah.transaksi ini lazim
digunakan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Murabahah berasal
dari kata Ribhu (keuntungan). Murabahah adalah jual beli barang pada
harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam jual
beli jenis ini, penjual harus memberitahu harga barang yang ia beli dan
menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya31
.
Kesimpulannya, murabahah ialah akad jual beli barang dengan
menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati
oleh penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk
natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa
keuntungan yang ingin diperoleh32
.
karakterisitik murabahah adalah si penjual harus memberi tahu
pembeli tentang harga pembelian barang, dan menyatakan jumlah
keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut33
.
Tingkat keuntungan ini bisa dalam bentuk lumpsum atau
presentase tertentu dari biaya perolehan. Pembayaran bisa dilakukan
secara spot (tunai) atau bisa dilakukan di kemudian hari yang disepakati
bersama. Oleh karena itu murabahah tidak dengan sendirinya
31
M. Syaf ’i’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani,
200), h. 102. 32
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Edisi kedua
(Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004), h. 103. 33
Dzawahir Hejazziey, Perbankan Syariah Dalam Teori dan Praktik (Yogyakarta:
CV Budi Utama, 2014), h. 153.
48
mengandung konsep pembayaran tertunda (deferred payment), seperti
yang secara umum difahami oleh sebagian orang yang mengetahui
murabahah hanya dalam hubungannya dengan transaksi pembiayaan di
perbankan syariah, tetapi tidak memahami Fikih Islam34
Selanjutnya dalam hal penetapan biaya dari murabahah Para
ulama mazhab berbeda pendapat tentang biaya apa saja yang dapat
dibebankan kepada harga jual barang tersebut. Misalnya ulama mazhab
maliki membolehkan biaya-biaya yang langsung terkait dengan
transaksi jual-beli itu dan biaya-biaya yang tidak langsung terkait
dengan transaksi tersebut, namun memberikan nilai tambah pada barang
itu. Mazhab syafi’ie membolehkan membebankan biayaa-biaya yang
secara umum timbul dalam suatu transaksi jual-beli kecuali biaya
tenaga kerjanya sendirikarena komponen ini termasuk dalam
keuntungannya. Begitu pula biaya-biaya yang tidak menambah nilai
barang tidak boleh dimasukan sebagai komponen biaya. Sedangkan
ulama Hambali berpendapat bahwa semua biaya langsung maupun
tidak langsung dapat dibebankan pada harga jual selamabiaya-biaya itu
harus dibayarkan kepada pihak ketiga dan akan menambah nilai barang
yang akan dijual35
.
Bai’ al-murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah.
Salah satunya adalah keuntungan yang muncul dari selisih harga beli
dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem ini
34
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007), h. 82 35
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2004), h. 104.
49
juga sangat sederhana, hal tersebut memudahkan penanganan
administrasinya di bank syariah36
.
2. Landasan hukum
Secara syar'i, keabsahan transaksi murabahah didasarkan pada
beberapa nash al-Qur'an dan Sunnah. Landasan umumnya, termasuk
jenis jual beli lainnya.
a. QS. Al- Baqarah(2) : 275
“Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu(sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali
(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya”.
Dalam ayat ini Allah SWT. mempertegas keabsahan jual beli,
serta menolak dan melarang riba. Berdasarkan ketentuan ini, jual beli
murabahah mendapat pengakuan dan legalitas dari syara’, dan sah
untuk dioperasionalkan dalam praktik pembiayaan di bank syariah
36
M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah (Bandung:
Alfabeta, 2010), h.45
50
karena ia merupakan salah satu bentuk jual beli dan tidak mengandung
unsur ribawi.
QS. An-Nisa (4): 29
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadam”.
b. Sunnah
Sedangkan landasan sunnah yang menjadi dasar Murabahah
adalah:
” Dari Shalih bin Shuhayb dari ayahnya, ia berkata: "Rasulullah
SAW bersabda: "Tiga hal yang di dalamnya terdapat
keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhaħ(mudharabaħ)
dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah,
bukan untuk dijual”. (HR. Ibn Majah).
Selanjutnya dalam kaidah ushul fiqh :
“Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh kecuali ada dalil
yang mengharamkannya”.
Dari keterangan tersebut diatas bahwasannya dalil-dalil mengenai
Murabahah adalah dalil-dalil Nash, walaupun dalam dalil-dalil
tersebut tidak disebutkan secara jelas mengenai keabsahan
murabahah, akan tetapi menunjukkan tentang jual beli yang
dibenarkan oleh Al Our’an maupun Sunnah Nabi. Murabahah
merupakan jual beli yang dibenarkan oleh Nash Al Qur’an dan
51
Sunnah Nabi karena Murabahah sama juga dengan jual beli
tangguh
3. Rukun dan Syarat Murabahah
1. Rukun Murabahah
Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dalam suatu transaksi
(necessary condition), misalnya ada penjual dan pembeli. Tanpa
adanya penjual dan pembeli, maka jual beli tidak akan ada. Para
ekonom-ekonom Islam dan ahliahli Fiqh, menganggap
Murabahah sebagai bagian dalam jual beli. Maka, secara umum
kaidah yang digunakan adalah jual beli.
Rukun jual beli ada tiga, yaitu akad (ijab qabul), orang-
orang yang berakad (penjual dan pembeli) dan ma’kud
alaih(obyek akad)37
.
Rukun Jual Beli Murabahah
Dalam jual beli ada tiga rukun yang harus dipenuhi:
A. Orang yang berakad.
1. Penjual
2. Pembeli
B. Ma’kud alaih (obyek akad):
1. Barang yang diperjual belikan.
2. Harga.
C. Akad/ Shighot:
1. Serah (Ijab)
37
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002), h. 70
52
2. Terima (Qabul)
2. Syarat Murabahah
Selain karena faktor yang telah ada seperti akad menjadi sah
atau lengkap adalah adanya syarat. Syaratyaitu sesuatu yang
keberadaannya melengkapi rukun (sufficient condition).
Contohnya: adalah pelaku transaksi haruslah orang yang cakap
hukum (mukalaf) menurut mazhab Hanafi, bila rukun sudah
terpenuhi tapi syarat tidaak terpenuhi maka rukun menjadi tidak
lengkap sehingga transaksi tersebut menjadi fasid(rusak)38
.
Adapun syarat-syarat jual-beli sebagai berikut:
1. Penjual dan Pembeli
a. Berakal.
b. Dengan kehendak sendiri
c. Keadaan tidak Mubadzir(pemboros).
d. Baliq
2. Uang dan Benda yang dibeli (obyek yang diperjualbelikan).
a. Suci.
b. Ada manfaat.
c. Keadaan barang tersebut dapat di serahkan.
d. Keadaan barang tersebut kepunyaan penjual atau
kepunyaan yang diwakilkan
e. Barang tersebut diketahui antara si penjual dan pembeli
dengan terang dzat, bentuk, kadar (ukuran) dan sifat-
38
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2004), h. 47.
53
sifatnya sehingga tidak terjadi keadaan yang
mengecewakan
3. Ijab Qabul
a. Jangan ada yang memisahkan, janganlah pembeeli
diam saja setelah penjual menyatakan ijabnya begitu
pula sebaliknya.
b. Jangan diselingi dengan kata-kata lain antara ijab dan
qabul.
c. Beragama Islam, syarat ini khususutuk pembeli saja
dalam benda benda tertentu seperti seseorang dilarang
menjual hambanya yang
beragama islam kepada pembeli yang beragama tidak
islam, sebab besar kemungkinan pembeli tersebut akan
merendahkan abid yang
beragama Islam, sedangkan Allah melarang orang
mu’min
memberi jalan kepada orang kafir untuk merendahkan
mu’minin
Selain syarat diatas ada beberpa syarat yang secara khusus
mengatur Murabahah, seperti yang dikemukakan oleh Syafi’i
Antonio yaitu39
:
a. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah
b. Kontrak yang pertama harus sah sesuai dengan rukun yang
39
M. Syaf ’i’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani,
200), h. 102.
54
ditetapkan.
c. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat
atau barang sesuadah pembelian.
d. Penjual harus menyampaikan segala sesuatu hal yang
berkaitan dengan pembelian, misalnya jikapembelian
dilakukan secara hutang.
4. Jenis-jenis Murabahah
Dalam konsep di perbankan syariah maupun di Lembaga
Keuangan Syariah, jual beli murabahah dapat dibedakan menjadi 2,
yait40
:
1. Murabahah tanpa pesanan
Murabahah tanpa pesanan adalah jenis jual beli murabahah
yang dilakukan dengan tidak melihat adanya nasabah yang
memesan (mengajukan pembiayaan) atau tidak, sehingga
penyediaan barang dilakukan oleh bank atau BPRS sendiri dan
dilakukan tidak terkait dengan jual beli murabahah sendiri.
Dengan kata lain, dalam murabahah tanpa pesanan, bank syariah
atau BPRS menyediakan barang atau persediaan barang yang
akan diperjualbelikan dilakukan tanpa memperhatikan ada
nasabah yang membeli atau tidak41
. sehingga proses pengadaan
barang dilakukan sebelum transaksi /akad jual beli murabahah
dilakukan. Pengadaan barang yang dilakukan bank syariah atau
BPRS ini dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
40
Wiroso, Jual Beli Murabahah (Yogyakarta: UII Prees, 2005), h. 37 41
Ibid., h. 39
55
a. Membeli barang jadi kepada produsen (prinsip murabahah).
b. Memesan kepada pembuat barang / produsen dengan
pembayaran dilakukan secara keseluruhan setelah akad
(Prinsip salam).
c. Memesan kepada pembuat barang / produsen dengan
pembayaran yang dilakukan di depan, selama dalam masa
pembuatan, atau setelah penyerahan barang (prinsip isthisna).
d. Merupakan barang-barang dari persediaan mudharabah atau
musyarakah.
2. Murabahah berdasarkan pesanan
Sedangkan yang dimaksud dengan murabahah berdasarkan
pesanan adalah jual beli murabahah yang dilakukan setelah ada
pesanan dari pemesan atau nasabah yang mengajukan
pembiayaan murabahah42
.Jadi dalam murabahah berdasarkan
pesanan, bank syariah atau BPRS melakukan pengadaan barang
dan melakukan transaksi jual beli setelah ada nasabah43
yang
memesan untuk dibelikan barang atau asset sesuai dengan apa
yang diinginkan nasabah tersebut.
Dalam murabahah melalui pesanan ini, si penjual boleh
meminta pembayaran hamish ghadiyah, yakni uang tanda jadi
ketika ijab-kabul. Hal ini sekadar untuk menunjukan bukti
keseriusan si pembeli. Bila kemudian si penjual telah membeli
dan memasang berbagai perlengkapan di mobil pesanannya,
42
Ibid., h. 41 43
M. Syaf ’i’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani,
200), h. 103.
56
sedangkan si pembeli membatalkannya, hamish ghadiya ini dapat
digunakan untuk menutup kerugian si dealer mobil. Bila hamish
ghadiya-nya lebih kecil dibandingkan jumlah kerusakan yang
harus ditanggung oleh si penjual, penjual dapat meminta
kekurangannya. Sebaliknya jika berlebih, si pembeli berhak atas
kelebihan itu44
.
5. Manfaat dan Risiko Murabahah
Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi murabahah
mempunya beberapa manfaat dan juga beberapa risiko yang harus
diantisipasi. Adapaun beberapa manfaat dari murabahah adalah sebagai
berikut:
a. Adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari
penjual dengan harga jual kepada nasabah.
b. Secara administrasi murabahah sangat sederhana sehingga
memudahkan penanganan administrasi di bank syariah .
Adapun beberapa kemungkinan risiko yang harus diantisipasi
dalam muarabahah adalah sebagai berikut:
1. Default atau kelalaian. Dimana nasabah terkadang secara sengaja
tidak membayar angsuran.
2. Fluktuasi harga komparatif. Hal ini terjadi bila harga suatu
barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah.
44
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2004), h. 105.
57
Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut karena
semuanya telah disepakati di awal.
3. Penolakan nasabah, barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh
nasabah karena berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam
perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya.
4. Dijual, karena murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka
ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik
nasabah. nasabah bebas melakukan apapun terhadap aset
miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi
demikian, risiko untuk default akan besar45
.
Secara umum, aplikasi murabahah dalam perbankan dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2
(Sumber : Antonio)
45
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek , h. 107.
58
BAB III
GAMBARAN UMUM PT BPRS AMANAH UMMAH
A. Sejarah Pendirian
Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah Amanah Ummah atau
disingkat dengan BPR Syari’ah Amanah Ummah adalah salah satu Bank
Pembiayaan Rakyat Syari’ah yang tumbuh di Indonesia khususnya wilayah
Bogor Barat yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah Islam
yang bertujuan diantaranya menumbuhkan ekonomi masyarakat atas
dasar syari’ah Islam sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang nomor
10 tahun 1998. Sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya beragama
Islam, maka kehadiran Bank Syari’ah di Indonesia yang diyakini
prinsip-prinsip dan operasionalnya sesuai dengan syari’ah Islamiyah
adalah suatu kebutuhan sekaligus suatu keharusan. Hal ini didasarkan
pada suatu keyakinan ummat yang kuat bahwa ajaran Islam adalah
ajaran yang tidak hanya mengatur masalah aqidah dan akhlaq juga
mengatur ibadah dan muamalah dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk
kehidupan sosial-ekonomi. Akan tetapi dilihat dari realitas kehidupan
masyarakatnya yang serba tertinggal, baik dilihat dari sisi ekonomi
maupun yang lainnya tidak mencerminkan nilai -nilai syari’ah.Keadaan ini
menimbulkan keprihatinan seorang ulama dan cendekiawan muslim Bogor,
yaitu Bapak KH. Soleh Iskandar ( Alm ), yang pada saat itu menjabat
sebagai Ketua Badan Kerjasama Pondok Pesantren (BKSPP) Jawa Barat,
59
beliau mulai merintis pembentukan sebuah lembaga keuangan yang
mampu menyentuh sekaligus menolong masyarakat muslim yang hidup
di bawah garis kemiskinan1. Dalam berbagai kesempatan beliau
melontarkan gagasannya dihadapan sejumlah ulama dan cendekiawan muslim
dan ternyata mendapatkan tanggapan dan dukungan yang positif. Selanjutnya
pada awal Januari 1991 secara resmi beliau mengundang sejumlah
ulama, cendekiawan dan pengusaha muslim untuk membicarakan pendirian
lembaga keuangan yang beroperasi atas dasar Syari’ah Islam.Dari pertemuan
itu tercapai kesepakatan bahwa sudah saatnya dibentuk lembaga keuangan
yang beroperasi atas dasar Syari’ah Islam yang nantinya dapat membantu
masyarakat muslim khususnya pengusaha muslim yang berekonomi
lemah. Mengingat pada saat itu belum ada peraturan resmi tentang
lembaga keuangan Islam, maka dibentuk Lembaga Swadaya Masyarakat
yang berupa gerakan simpan pinjam yang diberi nama Koperasi Ikhwanul
Muslimin. Bersamaan dengan hasil evaluasi ter sebut, pada pertengahan
Januari 1991, pemrakarsa mendapatkan informasi bahwa di Indonesia
khususnya di Jawa Barat telah lahir BPR yang beroperasi berdasarkan
syari’ah. Pada awal Februari 1991 dibentuk tim untuk menyusun
proposal pendirian Bank Syari’ah, pada bulan Juli 1991 proposal
diajukan ke Departemen Keuangan Republik Indonesia, Alhamdulillah
pada tanggal 16 Desember 1991 terbit izin prinsip dari Departemen
Keuangan Republik Indonesia, dan pada tanggal 18 Mei 1992 bertepatan
1 Laporan Tahunan 2013 (Annual Report) BPRS Amanah Ummah, h..4
60
dengan tanggal 02 Muharram 1413 H terbit izin operasional usaha Bank,
akhirnya pada tanggal 11 Juli 1992 diadakan soft opening sekaligus
mulai melakukan operasionalnya2. Sedangkan peresmiannya dilaksanakan
pada tanggal 8 Agustus 1992 oleh Bapak Bupati Kepala Daerah Tingkat
II Kabupaten Bogor.yang saat itu dijabat oleh bapak Eddi Yoso
Martadipura. Dengan demikian BPR Syari’ah Amanah Ummah lahir dan
beroperasi dengan semangat (ghirah) keagamaan dan keinginan yang
kuat untuk memperbaiki kehidupan ekonomi ummat Islam.
B. Visi, Misi, Moto dan Budaya Perusahaan
Visi PT. BPRS Amanah Ummah
1. Menjadi BPR Syariah pilihan ummat
2. Menjadi BPR Syariah yang Amanah dan Profesional
Misi PT. BPRS Amanah Ummah
Membangun kualitas kehidupan ummat melalui perbankan syariah
Moto PT. BPRS Amanah Ummah
Meraih laba - Menepis Riba - Mengundang Berkah
Budaya Perusahaan BPR Syariah Amanah Ummah
Pelayanan Cepat - Amanah dan Profesional
C. Struktur Organisasi
2 Laporan Tahunan 2013 (Annual Report) BPRS Amanah Ummah, h..5
61
Gambar 3.3
STRUKTUR ORGANISASI
PT BPR SYARIAH AMANAH UMMAH 2014
62
Pemegang saham merupakan orang-orang yang mempunyai kebijakan
terhadap BPRS Amanah Ummah, termauk membentuk Dewan Pengawas
Syariah serta memilih Dewan Komisaris, dewan komisaris ini yang
membawahi Direksi, direksi membawahi Kabid Oprasional, Kabid Umum
dan Personalia, Kepala Cabang, Kabid Marketing serta Internal Audit.
D. Job Description
1. Dewan Pengawas Syariah
Fungsi utama Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah
melakukan pengawasan terhadap keseluruhan aspek organisasi dan usaha
BPRS Amanah Ummah sehingga benar-benar sesuai dengan syariah.
Adapun tugas dan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut:
a. Memastikan produk/jasa BPRS sesuai dengan syariah
b. Memastikan tata laksana manajemen dan pelayanan sesuai dengan
syariah
c. Terselenggaranya pendidikan nasabah yang dapat mencerahkan
dan membangun kesadaran bersama sehingga nasabah siap dan
konsisten bermuamalah secara islami melalui wadah BPRS Amanah
Ummah.
d. Membantu terlaksananya pembinaan nasabah yang dapat
meningkatkan kualitas aqidah, akhlak, ibadah dan muamalah nasabah.
2. Dewan Komisaris
a. Melakukan pengawasan dan memberikan pengarahan kepada
direksi dalam menjalankan perseroan.
63
b. Mempertimbangkan, menyempurnakan dan mewakilipara
pemegang saham dalam memutuskan perumusan kebijakan umum
perseroanyang baru diusulkan oleh direksi untuk dilaksanakan
perseroan di masa yang akan datang.
c. Menyelenggarakan Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham dalam
hal pembebasan tugas dan kewajiban direksi.
d. Mempertimbangkan dan memutuskan permohonan permohonan
pembiayaan yang diajukan kepada perseroan yang jumlahnya
melebihi maksimum yang dapat diputuskan oleh direksi.
e. Memberikan penilaian atas neraca dan perhitungan laba rugi tahunan
serta laporan-laporan berkala lainnya yang disampaikan oleh direksi.
f. Mengevaluasi hasil audit Bank Indonesia dan Kantor Akuntan
Publik (KAP) dan memberikan nasehat kepada direksi melakukan
langkah langkah yang diperlukan.
3. Direksi
a. Menjabarkan kebijakan umum BPRS Amanah Ummah yang telah
dibuat komisaris dan disetujui RUPS.
b. Menyusun dan menghasilkan rancangan anggaran BPRS Amanah
Ummah, rencana jangka pendek, rencana jangka panjang, serta
proyeksi (finasial maupun non finansial) kepada komisaris yang
selanjutnya akan dibawa pada RUPS.
c. Menyetujui pembiayaan yang jumlahnya tidak melampaui batas
wewenang.
64
d. Mempertimbangkan dan melakukan penambahan, pengangkatan
serta pemberhentian karyawan sesuai tujuan perusahaan.
e. Mengelola dan mengawasi pengeluaran biaya-biaya harian dan
tercapainya target pemasukan yang telah ditetapkan secara
keseluruhan.
f. Mengamankan harta kekayaan BPRS Amanah Ummah.
g. Terselenggaranya penilaian prestasi kerja karyawan dan
membuat laporan secara periodik.
h. Menandatangani dan menyetujui permohonan pembiayaan dengan
batas wewenangnya.
4. Kepala Bidang Operasional
Fungsi utama dari bidang ini adalah merencanakan,
mengarahkan, mengontrol serta mengevaluasi seluruh aktivitas
dibidang operasional baik
yang berhubungan dengan pihak internal maupun eksternal bank.
Adapun
tugas dan tanggung jawab dari bidang ini adalah:
a. Menjalankan operasional bank dengan pelayanan yang
memuaskan (service excellent) kepada nasabah.
b. Melakukan supervisi dan pengawasan terhadap pekerjaan
HeadTeller, Teller, dan Customer Service atas pelayanan yang
diberikan kepada nasabah.
65
c. Memberikan masukan dan arahan pada hal-hal yang berkenaan
dengan pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
terhadap nasabah.
d. Memperhatikan masukan serta keluhan nasbah atas pelayanan bank
dan membahasnya pada tingkat rapat operasional untuk mencari
jalan keluar.
e. Menyelesaikan secepatnya apabila ada kasus yang berkaitan dengan
nasabah.
5. Kepala Bidang Marketing
Fungsi utama Kepala Bidang Marketing adalah merencanakan,
mengarahkan serta mengevaluasi target funding dan financing serta
memastikan strategi yang digunakan sudahtepat dalam upaya mencapai
sasaran termasuk dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah serta
membuat program kerja dan evaluasi terhadap Supervisor, ADMP,
Legal Officer, Gadai dan Remedial. Adapun tugas dan tanggung
jawabnya adalah:
a. Membuat dan mengevaluasi target marketing baik funding
maupun financing.
b. Menyelenggrakan rapat marketing dan terselesaikannya masalah-
masalah yang ada di bagian marketing.
c. Menilai dan mngevaluasi kinerja bagian marketing.
6. Supervisor
Fungsi utama jabatan adalah merencanakan, mengarahkan serta
mengevaluasi kinerja Account Officer (AO) dan Remedial serta
66
memastikan strategi yang digunakan sudah tepat dalam upaya mencapai
sasaran termasuk dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah (Non
Performing Financing/NPF) serta membuat progran kerja dan evaluasi
terhadap Account Officer dan Remedial bersama Kepala Bidang
Marketing. Adapun tugas dan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut:
a. Membuat target financing.
b. Menyelesaikan pembiayaan bermasalah (NPF).
7. Kepala Bidang Sistem Informasi Manajemen (KA.BAG SIM)
Fungsi utama dari Ka.Bag SIM ini adalah menjaga kelangsungan
data digital agar selalu dalam keadaan terkini dan siap digunakan.
Adapun tugas dan tanggung jawabnya adalah:
a. Menjaga dan memelihara data digital (data komputer) beserta
backup-nya, agar selalu dalam keadaan siap pakai dan terintegrasi
dengan benar.
b. Memastikan seluruh transaksi ter-input kedalam aplikasi
dengan benar dan telah melewati proses validasi dengan benar.
c. Menjaga agar seluruh terminal komputer clier (user) terhubung
ke komputer server, baik di Kantor Pusat maupun di Kantor
Cabang dan Kantor Kas.
d. Menyampaikan semua laporan secara on-line kepada pihak-
pihak yang meminta dengan benar dan tepat pada waktunya.
e. Melakukan bank checking
67
f. Menerima pengumuman-pengumuman dari bank Indonesia secara
on-line melalui jalur extranet BI.
g. Melakukan supervise dan pengawasan kantor kas.
8. Kepala Kantor Kas
Fungsi utama jabatanya adalah merencanakan, mengarahkan,
mengontrol serta mengevaluasi seluruh aktivitas di kantor kas di
bidag operasional dan funding dana. Tugas dan Tanggung Jawab:
a. Menjalankan operasional Kantor Kas dengan pelayanan yang
memuaskan kepada nasabah.
b. Melakukan evaluasi dan menyelesaikan seluruh permasalahan
yang ada dalam operasional di Kantor Kas,
c. Menerbitkan Laporan keuangan kantor kas secara berkala dan
mengarsipkannya.
9. Kepala Kantor Cabang
Fungsi utamanya adalah merencanakan, mengarahkan,
mengontrol serta
mengevaluasi seluruh aktivitas di kantor cabang. Tugas dan Tanggung
Jawab:
a. Menjalankan operasional kantor cabang dengan pelayanan yang
memuaskan.
b. Membuat dan mengevaluasi target marketing baik funding
maupun financing kantor cabang.
c. Melakukan kontrol dan evaluasi bagian operasional melalui
kegiatan supervisi dan rapat rutin kantor cabang.
68
d. Menerbitkan laporan kantor cabang tentang keuangan,
perkembangan pembiayaan dan laporan mengenai penghimpunan
dana masyarakat secara lengkap, akurat dan sah baik harian,
bulanan maupun sesuai dengan periode yang dibutuhkan.
10. Kepala Bidang Umum dan Personalia
Tugas dan Tanggung Jawab:
a. Memberikan pelayanan kepada karyawan serta hal-hal umum,
pengelolaan inventaris serta pembelian inventaris kantor.
b. Mengarsipkan dokumen bank.
c. Mengarsipkan seluruh dokumen-dokumen keuangan, dokumen
lembaga, serta dokumen penting lainnya.
d. Mengarsipkan surat masuk dan surat keluar serta notulasi rapat
manajemen dan rapat operasional.
e. Menjalankan seluruh aktivitas rumah tangga bank.
f. Menyiapkan, mengevaluasi, dan mendokumentasikan absensi
kehadiran karyawan.
g. Mengajukan kesejahteraan pengurus dan karyawan (gaji, biaya
perjalan dinas, honor kegiatan, THR, tunjangan lainnya) dan
mendistribusikannya.
11. Funding Officer (FO)
a. Membuat target penghimpunan dana.
b. Menjalin hubungan baik dengan pihak/lembaga luar dalam
rangka penghimpunan dana.
c. Mensosialisasikan produk-produk bank.
69
12. Account Officer (AO)
a. Memproses pengajuan pembiayaan.
b. Melakukan analisis pembiayaan dengan tepat dan lengkap sesuai
denganSOP dan mempresentasikan dalam rapat komite.
c. Menyelesaikan pembiayaan bermasalah.
E. Program Kerja
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Amanah Ummah
memiliki beberapa program-program pemberdayaan untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi ummat melalui pengumpulan dan penyaluran
dana secara terus menerus dan berkesinambungan antara lain sebagai
berikut:
1. Penyaluran ZIS kepada 8 asnaf termasuk yang disalurkan melalui Baznas
dan Bazda Kabupaten Bogor. Pembagian zakat ini dibagi menjadi
dua bagian yaitu secara kolektif dan secra perorangan. Pembagian
secara kolektif maksudnya pembagian zakat melalui lembaga -
lembaga yang nantinya akan disalrkan oleh lembaga tersebut kepada
yang berhak menerima. Sedangkan pembagian zakat untuk perorangan
yaitu langsung diberikan kepada individual secara langsung dengan
teknis pemberian kupon zakat yang bisa ditukarkan ketika pelaksanaan
pembagian zakat.
2. Santunan kepada anak yatim yang berada di 5 desa yaitu desa Leuwiliang
Leuwimekar, Barengkok, Karehkel, dan Cibeber yang sumber
dananya diambil dari cadangan sosial.
70
3. Beasiswa yang diberikan kepada mahasiswa Universitas Ibn
Khaldun Bogor dan STKIP Muhammadiyah Leuwiliang Bogor.
4. Dana CSR yang diberikan melalui proposal yang masuk.
F. Produk BPRS Amanah Ummah
1. Penghimpun Dana
a. Tabungan Wadiah
Tabungan adalah simpanan pihak ketiga pada Bank, yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat dan
caracara tertentu.Produk tabungan yang ada d BPR Syariah
Amanah Ummah adalah tabungan wadi’ah dengan akad wadi’ah
yadhomanah, berupa titipan nasabah kepada Bank. Bank diberi
wewenang untuk mengelola uang dari nasabah tersebut, bila Bank
mendapatkan keuntungan maka nasabah akan mendapat
athoya/bonus dari keuntungan yang langsung dibukukan pada
rekening tabungan penabung setiap bulan. Adapun besarnya bonus
dibagi berdasarkan keuntungan yang didapat dan merupakan
kebijakan Bank.
b. Tabungan Ummah
Tabungan yang diperuntukkan bagi masyarakat umum, berbentuk
tabungan biasa dengan setoran awal minimal Rp 15.000 dan
untuk setoran selanjutnya minimal Rp 10.000 sedangkan untuk
tabungan perusahaan/ badan usaha, setoran awal minimal Rp
100.000 dan setoran selanjutnya minimal Rp 50.000 . Tabungan ini
dapat diambil kapan saja pada setiap jam kerja.
71
c. Tabungan Pelajar
Tabungan yang diperuntukkan bagi pelajar dan santri dengan setoran
awal minimal Rp 10.000 dan setoran selanjutnya minimal Rp 10.000 .
Pengambilan dan penyetoran tabungan dapat dilakukan kapan
saja pada setiap jam kerja
2. Tabungan Mudharabah
a. Tabungan Haji dan Umrah ( TAHAROH)
Tabungan yang berfungsi untuk investasi dana bagi masyarakat yang
akan melaksanakan ibadah haji dan umroh. Setoran awal
tabungan haji dan umroh minimal Rp 100.000 dan setoran selanjutnya
minimal sebesar Rp 50.000 tabungan ini dapat diambil pada saat
nasabah hendak membayar Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH)
atau sesuai kesepakatan antara Bank dengan nasabah. Nasabah akan
mendapatkan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan dengan Bank.
b. Deposito Mudharabah
Simpanan berupa investasi tidak terikat pihak ketiga pada bank yang
penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan
perjanjian antara nasabah pemilik dana (shahibul maal) dengan Bank
(mudharib), jangka waktu tersebut adalah satu, tiga, enam dan
dua belas bulan, dengan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang
telah disepakati.
c. Penyaluran Dana
a. Murabahah (MBA)
72
Akad jual beli barang antara Bank sebagai pemilik barang
dengan nasabah seharga pokok barang ditambah dengan marjin
keuntungan.
b. Istisnha (Ist)
Akad jual beli barang atas dasar pesanan antara nasabah dan
bank dengan spesifikasi tertentu yang diminta nasabah. Bank akan
meminta produsen/kontraktor untuk membuatkan barang pesanan
sesuai permintaan nasabah dan setelah nasabah akan membeli
barang tersebut dari bank baik dengan harga yang telah disepakati
bersama.
c. Ijarah (IJR)
Akad sewa menyewa atas manfaat suatu barang dan atau jasa antara
pemilik objek sewa (Bank) dengan penyewa (nasabah) untuk
mendapatkan imbalan berupa sewa atau upah bagi pemilik
obyek sewa.
d. Ijarah Multi Jasa (IMJ)
Ijarah Multijasa adalah akad pembiayaan dimana bank
memberikan pembiayaan kepada nasabah dalam rangka memperoleh
manfaat atau suatu jasa.Dalam pembiayaan Ijarah Multijasa
tersebut bank dapat memperoleh imbalan jasa/ujrah atau
fee.Pembiayaan Ijarah Multijasa diperuntukkan untuk biaya
pendidikan dan kesehatan.
e. Mudharabah (MDA)
73
Akad kerjasama antara Bank sebagai pemilik dana (shahibul
mal) dengan nasabah sebagai pelaksana usaha (mudharib) dimana
keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati sebelumnya,
sedangkan kerugian ditanggung pemilik dana/modal
f. Musyarakah (MSA)
Akad kerjasama antara Bank dengan nasabah untuk usaha
tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan konstribusi
dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan
nisbah yang disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian
ditanggung oleh para pihak sebesar partisipasi modal yang
disertakan dalam usaha.
g. Rahn (Gadai Emas Syariah)
Akad penyerahan barang (emas) dari nasabah (rahin) kepada
bank (murtahin) sebagai jaminan untuk mendapatkan hutang.
h. Qardhul Hasan (QH) dan Qard (QR)
Akad pinjaman dana oleh nasabah kepada bank syariah tanpa imbalan
dengan kewajiban pihak nasabah mengembalikan pokok
pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu
tertentu. Qardhul Hasan dananya bersumber dari infaq dan
shadaqah, sedangkan Qardh umum dan Qardh haji bersumber dari
modal atau laba bank
74
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Penerapan Akad Murabahah Pada Bank Amanah Ummah
Murabahah adalah suatu akad jual beli barang pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Pada dasarnya akad
murabahah yang diterapkan pada Bank Amanah itu sama saja dengan
Bank Syariah pada umumnya. Untuk mengajukan pembiayaan pada Bank
Amanah nasabah harus terlebih dahulu melengkapi persyaratan yang
telah ditentukan oleh pihak bank seperti KTP, Slip Gaji jika pemohon
ialah seorang karyawan, surat jaminan, laporan keuangan perusahaan jika
pemohon ialah pengusaha.
Murabahah merupakan akad yang paling sering digunakan dalam
hal pemberian pembiayaan kepada nasabah, selain karena mudah akad ini
juga memberikan rasa aman kepada pihak bank karena risiko yang
ditimbulkan dapat di minimalisir. Hal ini bisa di lihat dari tabel berikut:
Tabel 4.3 Pembiayaan Per-Akad
Dalam Ribuan Ribuan Rupiah
(Sumber: Annual Report BPRS Amanah Ummah Tahun 2012-2014)
75
Dari tabel diatas rata-rata pembiayaan murabahah dari tahun 2012-
2014 sebesar 92,48%. Dari jumlah nasabah tersebut memiliki berbagai
kepentingan usaha seperti perdagangan, pertanian, peternakan, jasa dll.
Adapun aplikasi penerapan murabahah pada Bank Amanaha ialah
sebagai berikut:
a. Peruntukan Pembiayaan
Akad murabahah ini bisa dilakukan untuk kebutuhan yang
bersifat konsumtif ataupun untuk penambahan modal usaha
disesuaikan dengan kebutuhan nasabah. Pada akad murabahah untuk
penambahan modal kerja, biasanya pihak bank menambahkan akad
pelengkap yaitu akad murabahah bil wakalah. Murabahah bil wakalah
adalah akad jual beli dimana pihak bank mewakilkan kepada pihak lain
atau pihak dari nasabah yang lebih paham untuk membeli barang
tersebut1.
Sedangkan untuk akad murabahah yang bersifat konsumtif seperti
pembelian motor, mobil dll. barang disediakan secara langsung oleh bank
sesuai dengan kriteria yang diinginkan nasabah yang nantinya akan dijual
secara langsung kepada nasabah oleh pihak bank.
1 Wawancara langsung dengan Manajer Marketing PT. BPRS Amanah Ummah Bpk.
Pupu Saepulloh
76
Tabel 4.4 Pembiayaan Berdasarkan Sektor Ekonomi
(Sumber: Annual Report BPRS Amanah Ummah Tahun 2012-2014)
b. Persyaratan Murabahah
Adapun persyaratan pengajuan pembiayaan murabahah di BRPS
Amanah Ummah adalah fotocoy KTP suami istri, fotocopy kartu
keluarga, foto 4x6 suami istri, rekening listrik fotocopy surat jaminan,
slip gaji (bagi karyawan), SIUP, NPWP, TDP serta laporan neraca laba
rugi 12-24 bulan terakhir (bagi perusahaan)2. Serta nasabah pun harus
mengisi daftar barang yang akan diajukan pembeliannya kepada Bank.
c. Jangka Waktu
Pada pembiayaan murabahah Jangka waktu yang diberikan
tergantung dari pembiayaan yang diajukan oleh nasabah itu sendiri, jika
murabahah yang bersifat penambahan modal kerja biasanya jangka wajtu
yang di berikan rata-rata 3 tahun. Untuk pembiayaan yang bersifat
konsumtif seperti pembiayaan sepeda motor, mobil maksimah 5 tahun.
d. Margin Murabahah
Dalam menentukan margin murabahah Bank Amanah melihat dari
overhead yang dikeluarkan, dengan margin minimal 0,9% perbulan
2 Aplikasi pembiayaan Bank Amanah Ummah
77
tergantung dari jumlah pembiayaan yang dikeluarkan, jika pembiayaan di
bawah 20 juta maka margin yang ditawarkan kepada nasabah sebesar
2%, namun apabila lebh dari 20 juta margin murabahah sekitar 1,5%.
Dengan uang muka minimal 15% dari jumlah pembiayaan.
e. Pelunasan Keseluruhan
Walaupun ada jangka waktu yang sudah ditentukan, nasabah
berhak melakukan pelunasan diawal sebelum jangka waktu yang
disepakati apabila nasabah mempunyai uang lebih yang disebut
Muqosah. Dalam hal ini pihak bank hanya mengambil pokoknya
ditambah margin 4 bulan ke depan, sisa margin seluruhnya di hapuskan.
f. Asuransi
Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan karena seluruh
pembiayaan ialah merupakan sebuah risiko, maka pihak bank
mengasuransikan jaminan milik nasabah misalnya apabila jaminannya
BPKB mobil atau motor maka yang di asuransikan ialah mobil dan motor
tersebut sehingga apabila terjadi kehilangan atau kerusakan sudah
terproteksi oleh asuransi.
B. Strategi dan Kebijakan Manajemen Yang Digunakan Dalam
Pengelolaan Dan Pengembangan Usaha
Keberlangsungan perusahaan modern dewasa ini sangat bergantung
pada bagaimana perusahaan tersebut mengelola risikonya. Menurut PBI
nomor 5/8/2013 risiko bank terdiri dari risiko kredit, likuiditas, oprasional,
hukum, reputasi, strategik dan risiko kepatuhan.
78
Usaha sektor perbankan merupakan sektor yang berisiko tinggi (high
risk and high regulated), sehingga karenanya meniscayakan dalam
pengelolaannya harus mengenali dan mengidentifikasi risiko-risiko yang
berpotensi akan mempengaruhi kinerja dan kesehatan bank. Kebijakan
manajemen dan hal-hal penting yang dilakukan dalam mengelola usaha bank
untuk meminimalisir risiko usaha meliputi3:
1. Strategi dan Sasaran
a. Menyusun Rencana Bisnis Bank (RGB) yang digunakan sebagai
dasar acuan kegiatan usaha Bank yang terukur.
b. Membuat kebijakan penyaluran dana yang sehat dengan stimulasi
bonus bagi pegawai marketing yang berprestasi mencapai
target penyaluran dana, mengumpulkan pendapatan dan menjaga
kualitas aktiva (NPF) < 1%;
c. Melakukan listing calon nasabah pembiayaan potensial dan sektor
usaha yang menguntungkan dan aman;
d. Melakukan koordinasi dengan Dewan Komisaris dalam
penanganan pembiayaan yang tidak lancar.
2. Identifikasi dan Pengendalian Risiko
a. Pengendalian Risiko Likuiditas dilakukan dengan cara :
1) Melakukan pemantauan dan pencatatan tagihan dan kewajiban
yang jatuh tempo, selain itu juga dikenali titik kritis pola dan
penarikan tabungan yang, besar untuk mengantisipasi kesulitan
likuiditas.
3 Annual Report Bank Amanah Ummah Tahun 2014 H. 24-25
79
2) Memelihara cash ratio antara l0% s/d 15%.
3) Dalam melakukan penempatan dana pada bank lain, tetap
diperhitungkan benefit yang optimal dan tingkat keamanannya.
4) BPR Syariah Amanah Ummad menjadi anggota APEX BPRS
se Indonesia oleh Bank Danamon Syariah
b. Pengendalian Risiko Penyaluran Dana,
1) Bank memiliki Pedoman Kebijakan dan Prosedur dalam
penyaluran dana dalam bentuk Pembiayaan;
2) Dalam memberikan pembiayaan, bank melakukan analisis
terhadap kemampuan nasabah untuk membayar kembali
pembiayaannya (repayment capacity).
3) Semua proses penyaluran dana dilakukan secara taat azas dan
mengacu pada Kebijakan dan Prosedur serta peraturan yang
berlaku;
4) Semua pemutusan penyaluran dana dilakukan melalui rapat
komite penyaluran dana berdasar limitasi dan diputus oleh
pejabat yang berwenang;
5) Semua penyaluran dana dimintakan agunan dan diikat
dibawah tangan, legalisasi notaris dan/atau notariat sesuai
ketentuan berdasarkan besaran penyaiuran dananya;
6) Seluruh penyaluran dana dicatat dan ditatausahakan secara
tertib, dan accountable, sehingga memudahkan pemantauan
dan pengawasannya;
80
7) Melakukan monitoring dan pengawasan terhadap penggunaan
dana dan kemampuan serta kepatuhan nasabah dalam
melakukan pembayaran angsuran;
8) Segera dilakukan upaya penanganan baik berupa
penyelamatan dan atau penyelesaian terhadap pembiayaan
yang tidak lancar.
c. Pengendalian Risiko Operasional
1) Bank memiliki SOP dalam operasional sesuai dengan
ketentuan Peraturan yang berlaku;
2) Bank menerapkan kebijakan pelaporan kualitas aktiva dan
pembentukan penyisihan penghapusan piutang (PPA)
mengacu kepada ketentuan yang berlaku;
3) Bank selalu berupaya meningkatkan kompetensi
operasional kepada pegawai melalui pendidikan/pelatihan;
4) Direksi dan pejabat eksekutif (bidang operasional, bidang
marketing, kepala cabang) harus segera mengambil
langkah menindak lanjuti jika teriadi sesuatu yang
berpotensi akan menimbulkan masalah dalam kegiatan usaha
bank;
5) Bank menatausahakan seluruh dokumen nasabah baik untuk
tabungan, deposito, pembiayaan dan jaminan secara benar.
6) Bank memiliki mekanisme penerapan reward dan sanksi atas
pelanggaran yang dilakukan oleh pengurus dan pegawai;
81
7) Dalam melaksanakan kegiatan operasional, Direksi tidak
melakukan hal-hal yang cenderung terjadi benturan
kepentingan untuk menguntungkan diri ipndiri, keluarga, dan
kelompoknya yang berpotensi akan merugikan bank.
d. Pengendalian Risiko Hukum.
1) Semua penyaluran dana dibuat perjanjian secara tertulis
sesuai dengan akad diikat dibawah tangan, legalisasi notaris
dan/atau notariat berdasarkan pada besaran plafond
pembiayaan;
2) Bank harus memastikan bahwa semua agunan yang diterima
berkaitan dengan penyaluran dana telah memenuhi
persyaratan ketentuan yang berlaku
3) Bank mengikat semua agunan yang diterima dalam kaitannya
dengan penyaluran dana baik secara dibawah tangan,
legalisasi notaris dan/atau secara notarial sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
4) Bank menata usahakan seluruh dokumen dan admmistrasi
pembiayaan dan jaminan secara tertib, teratur, dan arnan;
5) Bank wajib menatausahakan secara tertib, teratur, dan aman
terhadap blanko bilyet deposito, buku tabungan yang belum
dipergunakan, bilyet deposito yang sudah
dicairkan, buku tabungan yang dikembalikan karena ditutup
rekeningnya, sehingga memudahkan pemantauan dan
pengawasannya;
82
6) Bank menjalankan prinsip mengenai nasabah dan menjaga
kerahasiaan nasabah;
7) Bank meminta pendapat ahli hukum apabila akan
melakukan tindakan hukum berkaitan dengan eksekusi
jaminan.
e. Risiko Kepatuhan
1) Bank selalu menjaga untuk bisa memenuhi kewajiban
pembayaran terutama kepada nasabah;
2) Bank selalu terbuka dalam menginformasikan produk
dan jasa layanan yang ditawarkan kepada masyarakat;
3) Kegiatan usaha bank selalu dijaga agar tidak melanggar
prinsip syariah Islam;
4) Direksi dan pejabat eksekutif disyaratkan memiliki integritas
dan kompetensi dan berperilaku yang baik.
f. Risiko Kepatuhan
1) Bank mengupayakan seefektif mungkin untuk menindak
lanjuti terhadap temuan hasil pomeriksaan Departernen
Perbankan Syariah OJK;
2) Bank melakukan kegiatan sesuai dengan prinsip syariah
Islam dan ketentuan Bank Indonesia serta ketentuan-
ketentuan lainnya yang berlaku;
3) Bank mengupayakan semaksimal mungkin agar tidak
mendapatkan sanksi dari Departamen Perbankan Syariah
OJK atas kesalahan atau keterlambatan penyampaian laporan.
83
C. Analisis Strategi BPRS Amanah Ummah dalam Memberikan
Pembiayaan Murabahah
1. Risiko Murabahah Pada BPRS Amanah Ummah
Risiko bagi BPRS Amanah Ummah dalam pemberian fasilitas
pembiayaan murabahah adalah tidak kembalinya pokok pembiayaan
dan tidak mendapat keuntungan, sebagaimana telah disepakati dalam
akad pembiayaan murabahah antara bank syariah dan nasabah
penerima fasilitas. Pada murabahah konsumtif risiko nasabah untuk
menjual kembali barang yang sudah diterima kepada pihak lain
padahal barang tersebut belum lunas. Di samping itu, juga terdapat
risiko bertambah besarnya biaya yang dikeluarkan oleh bank dan
bertambahnya waktu untuk penyelesaian non performing financing
(NPF), serta turunnya kesehatan pembiayaan bank (kolektibilitas
pembiayaan menurun).
2. Strategi dalam Pemberian Pembiayaan Murabahah
Dalam upayanya untuk meminimalisir risiko pembiayaan di
perbankan, BPRS Amanah Ummah mewajibkan kepada seluruh staff
yang berhubungan dengan pembiayaan untuk selalu mematuhi
standar oprasional dan prosedur yang telah disepakati bersama agar
risiko dapat seminimal mungkin di hindari.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala bidang marketing
ada beberapa langkah yang dilakukan oleh bank dalam prosesnya
memberikan pembiayaan kepada nasabah, yaitu:
84
1. Pengumpulan Informasi
Dalam pengumpulan informasi yang harus diperhatikan
ialah jenis nasabah, jenis nasabah dikategorikan dalam 2 kategori
yaitu yang pertama calon nasabah yang datang langsung ke BPRS
untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan, kedua calon nasabah
yang kualifikasinya baik harus ditemukan oleh Account Officer
agar pembiayaan yang disalurkan aman dan menghasilkan laba
secara optimal
2. Ta’aruf (Wawancara)
Dalam ta’aruf ini hal yang harus dipesrsiapkan meliputi
materi wawancara yang lengkap, kelengkapan data pemohon
penjelasan data pendukung serta pemeriksaan kembali kebenaran
dan konsistensi data pemohon. Dari hasil ta’aruf inilah dapat
ditentukan calon nasabah yang potensial menurut standar
kualifikasi BPRS, serta dapat ditentukan apakah pembiayaan
tersebut di terima atau ditolak.
3. Analisa Pembiayaan
Stetelah mengumpulkan informasi mengenai nasabah
pembiayaan, selanjutnya BPRS Amanah Ummah melakukan
Analisa Pembiayaan terhadap nasabah yang telah memenuhi
persyaratan kelengkapan dokumen umum permohonan
pembiayaan, selanjutnya harus dilakukan analisa scara tertulis
dengan mengedepankan:
85
a. Analisa menggambarkan semua informasi yang berkaitan erat
dengan usaha dan data pemohon, termasuk hasil penelitian
pada pembiaayaan bermasalah
b. Analisa menyajikan penlaian yang objektif dan tidak
dipengaruhi oleh pihak-pihak lain yang berkepentingan
dengan pemohon pembiayaan
c. Analisa pembiayaan dilakukan secara konsisten dan
profesional dan tidak hanya untuk memenuhi prosedur
pembiayaan.
Adapun faktor-faktor yang dianalisa oleh bank sebagai dasar
penilaian kelayakan untuk pemberian pembiayaan meliputi:
a. Kemauan/ Niat Bayar
Analsis ini dilakukan oleh Account Officer untuk
memperoleh informasi yang benar terhadap calon nasabah
tentang:
1) Character (Akhlak)
Karakter atau akhlak dari calon nasabah harus diketahui
secara baik oleh Account Officer. Mereka yang tidak
berprilaku boros, tidak amanah, dan tidak suka berspekulasi
dalam usaha.
2) Integritas
Untuk menilai apakah calon nasabah pembiayaan mempunyai
komitmen yang baik terhadap janji, waktu, tata nilai-aturan,
hutang, ucapannya tidak banyak menyimpang. Untuk
86
mengetahui integritas dari calon nasabah maka bank
melakukannya dengan teknik wawancara dan crosschek
kepada keluarga, tetangga, sesama pengusaha, rekanan usaha,
atau kepada masyarakat setempat yang mengetahui mengenai
sikap-sikap dari nasabah.
b. Kemampuan Bayar (Ability to Pay)
Analisa ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan dan
kemampuan usaha calon nasabah yang meliputi
1) Tujuan Penggunaan Pembiayaan
Account Officer harus harus mengetahui tujuan dari
penggunaan dana oleh calon nasabah, apakah untuk modal
kerja, investasi atau konsumtif.
2) Analisa Keberadaan Usaha
Yaitu analisa keberadaan dan kelangsungan usaha dari calon
nasabah yang meliputi
a) Analisa Syariah
Menilai apakah usaha yang dikelola oleh calon nasabah
tidak bertentangan dengan nilai-nilai syariah serta
apakah produk, proses produksi, penjualan tidak ada
yang melanggar nilai dan norma syariah
b) Analisa Yuridis
Identitas calon nasabah dan usahanya harus dinilai
aspek legalnya. Apakah (KTP/SIM/KK/Surat Nikah)
masih berlaku dan apakah usaha calon nasabah
87
(perorangan atau badan usaha) tidak mengganggu
warga sekitar serta telah memperoleh legalitas dari
intansi yang berwenang (SIUP, TDP, TDR, NPWP,
Akta pendirian dll.)
c) Analisa Kondisi Usaha
Untuk mengetahui apakah usaha yang dijalankan oleh
calon nasabah cukup baik, dalam arti hasilnya mampu
untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya secara
wajar, mampu menutupi biaya oprasional uasaha dan
apabila kebutuhan usahanya di biayai oleh BPRS, maka
usahanya tersebut mampu membayar kembali kepada
BPRS.
d) Analisa Keuangan dan Modal
Harus dicermati bagaimana struktur modal usaha calon
nasabah apakah sumber modal berasal dari diri sendiri
(self finance) atau berasal dari pinjaman (hutang). Perlu
diwaspadai apabila mayoritas sumber modalnya berasal
dari hutang.
e) Analisa Jaminan
Earning Assets BPRS sebahagian besar berasal dari
liability yaitu dana masyarakat dan lembaga-lembaga
keuangan lain untuk dikelola dengan amanah, aman dan
mampu memberikan benefit yang layak. Oleh karena
itu bank harus bersifat hati-hati dengan mengikat calon
88
nasabahnya dengan jaminan (agunan). Jika jaminan
berupa benda bergerak (kendaraan, mesin dll) maka
kebijakan BPRS antara lain yaitu dengan memberikan
uang muka minimal 20-30%, usia kendaraan maksimal
9 tahun terhitung pada saat nasabah mengajukan
pembiayaan ke BPRS
4. Penyusunan Usulan Pembiayaan
Setelah proses analisa pembiayaan, Account Officer membuat
usulan pembiayaan yang diajukan kepada komite pembiayaan
untuk direkomendasikan mendapat fasilitas pembiayaan.
5. Rapat Komite Pembiayaan
Rapat komite pembiayaan di selenggarakan untuk membahas,
menganalisa serta memutuskan usulan yang diajukan oleh
Account Officer, yang diikuti oleh komite pembiayaan
beranggotakan dari kepala bidang marketing, kepala bagian
oprasional, account officer, legal officer kemudian persetujuan
pembiayaan oleh direktur utama. Besarnya limitasi pembiayaan
ditentukan dengan SK bersama antara direksi dengan komisaris.
3. Strategi BPRS Amanah Ummah dalam Meminimalisir Risiko
Pembiayaannya
Setelah Bank memberikan pembiayaan kepada nasabah
selanjutnya upaya yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah dalam
meminimalisir risiko pembiayaan yang sudah diberikan kepada
nasabah salah satunya yaitu dengan memantau dan membina nasabah
89
yang menerima pembiayaan tersebut. Account Officer berkewajiban
menjaga agar pembiayaan BPRS kepada nasabah harus dapat dilunasi
tepat pada waktunya dengan baik. Oleh karenanya Account Officer
harus melakukan pemantauan dan pembinaan secara berkala kepada
nasabah yang bersangkutan.
Pemantauan dan pembinaan ialah salah satu cara yang
konstruktif agar kondisi usaha nasabah menjadi lebih baik,
mengarahkan penggunaan fasilitas pembiayaan dengan benar (tepat
guna), sebagai upaya preventif agar idak terjadi wanprestasi serta
terbinanya silaturahim antara nasabah dengan BPRS sehingga apabia
terjadi masalah terhadap usaha nasabah, maka bank akan lebih mudah
dalam mengatasinya.
Metode pemantauan dan pembinaan dilakukan dengan cara:
a. Sekuarang-kurangnya melalui hubungan telepon
b. Kunjungan silaturahim ketempat nasabah (rumah atau tempat
usaha)
c. Mengevaluasi mutasi rekening dan atau keuangan nasabah
d. Memperhatikan kelangsungan usaha nasabah
e. Membantu nasabah untuk menyeesaikan permasalahan yang
dihadapi terutama yang berkaitan langsung dengan problem arus
kas
Setelah melakukan pemantauan dan pembinaan secara langsung
kepada nasabah pembiayaan maka Account Officer harus membuat
laporan yang diperoleh dari hasil kunjungan kemudian laporan
90
disampaikan kepada direksi melalui kepala bagian marketing untuk
dikritisi dan menentukan langkah antisipasi dan penanganannya
D. Strategi Penanganan Murabahah Bermasalah
Walaupun pihak bank telah menganalisis secara spesifik mengenai
faktor apa saja yang dapat menyebabkan pembiayaan bermasalah dan
bagaimana manajemen yang baik agar terhindar dari hal-hal yang tidak
diinginkan, namun dalam perjalanannya masih saja ada hal-hal yang tidak
dapat dihindari yang dapat merugikan bank secara langsung maupun tidak
langsung baik dari faktor internal bank itu sendiri maupun dari eksternal
bank. Faktor internal antara lain4:
1. Self Dealing (berusaha untuk kepentingan diri sendiri)
2. Haus akan laba
3. Informasi kredit yang tidak lengkap
4. Lambat dalam mengambil tindakan
5. Ketidakmampuan melakukan seleksi atas risiko
6. Pemberian kredit yang melampaui batas
Adapun faktor eksternal antara lain
1. Kurangnya ittikad baik dari nasabah untuk mengembalikan
pembiayaan yang di berikan meskipun kondisi usahanya sedang
baik
2. Usaha nasabah yang sedang menurun
3. Ketidakmampuan nasabah dalam mengelola usahanya dengan baik
ketika terjadi permasalahan pada usahanya
4 Wawancara pribadi dengan Kepala Bagian Marketing Bapak Pupu Saepullah
91
4. Bencana alam
Dalam hal adanya kejadian gagal bayar atau pembiayaan
bermasalah, BPRS Amanah Ummah melakukan langkah-langkah sebagai
berikut.:
1. Teguran
Apabila telah jatuh tempo kemudian nasabah belum melakukan
setoran maka pihak bank akan melakukan teguran berupa surat
peringatan 1, dan apabila dalam waktu 1 bulan nasabah belum juga
melakukan setoran maka bank mengirimkan surat peringatan 2. Jarak
antara SP 1 dengan SP 2 kondisional tergantug dari situasi nasabah
jika nasabah tidak kooperatif maka jarak antara SP 1 dan SP 2 cepat,
kecuali nasabah dengan kondisi usaha yang belum stabil.
2. Rescheduling
Rescheduling dilakukan tergantung dari kondisi nasabah, oleh
karena itu bank perlu menganalisis hal apa saja yang menyebabkan
nasabah tidak membayar cicilannya, apabila nasabah masih bisa
kooperatif maka kebijakan rescheduling perlu diterapkan oleh bank
sebelum mengeksekusi jaminan.
Rescheduling dengan cara menambah jangka waktu pembiayaan
dengan tidak menambah margin artinya nasabah akan lebih ringan
dalam melakukan cicilan pembiayaannya namun dengan jangka waktu
yang lebih lama.
3. Reconditioning
92
Yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan
Pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang
harus dibayarkan kepada Bank, antara lain meliputi:
a. Perubahan jadwal pembayaran.
b. Perubahan jumlah angsuran.
c. Perubahan jangka waktu.
d. Pemberian potongan.
4. Eksekusi Jaminan
Eksekusi jaminan dilakukan apabila pihak nasabah sudah tidak
sanggup lagi membayar sisa pembiayaan yang diterimanya, eksekusi
jaminan ini bersifat sukarela tidak ada paksaan dari pihak bank kepada
nasabah seperti yang dilakukan oleh perusahaan leasing dengan
menyewa debt collector.
Kemudian jaminan ini akan dijual oleh bank kepada pihak lain
untuk menutupi utang dari nasabah, apabila ada kelebihan dari hasil
penjualan maka akan di kembalikan kepada nasabah artinya bank
hanya mengambil pokoknya saja selebihnya milik nasabah.
93
Tabel 4.5
Tingkat kolektibilitas nasabah BPRS Amanah Ummah
Tahun 2011 dan 2012
Kualitas 2011 2012
Jumlah
Debitur Rp. %
Jumlah
Debitur Rp. %
Lancar 1545 59.319.433.775 99,28 1.781 70.107.246.401 98,80
Kurang
Lancar
1 13.541.674 0,02 2 3.401.973 0,01
Diragukan 2 13.283.154 0,02 3 71.439.223 0,10
Macet 13 401.671.961 0,68 11 771.014.778 1,09
Jumlah 1561 59.747.930.564 100 1.797 70.953.102.375 100,00
(Sumber: Annual Report Bank Amanah Ummah Tahun 2012)
Non Performing Finance (NPF) Tahun 2011 = Total NPF x 100
Outstanding
= 428.496.789x 100
59.747.930.564
= 0,7 %
Non Performing Finance (NPF) Tahun 2012 = Total NPF x 100
Outstanding
= 845.855.974 x 100
70.953.102.375
= 1,2 %
Pada tahun 2011 jumlah NPF Bank Amanah Ummah sebesar 0,7% dengan
jumlah debitur 1.561 orang, sedangkan pada tahun 2012 mengalami penurunan
NPF yaitu sebesar 1,2% dengan jumlah debitur 1.797 orang. Bank Amanah
94
mendapat peringkat 2 BPRS di Indonesia yang beraset diatas 100 miliar pada
tahun 2011 turun ke peringkat 9 pada tahun 2012.
Tabel 4.6
Tingkat kolektibilitas nasabah BPRS Amanah Ummah
Tahun 2013 dan 2014
Kualitas 2013 2014
Jumlah
Debitur Rp. %
Jumlah
Debitur Rp. %
Lancar 2.035 89.854.759.538 99,25 2.321 110.514.470.659 99,07
Kurang
Lancar
14 363.499.013 0,41 14 230.027.548 0,22
Diragukan 6 105.254.923 0,12 12 343.600.615 0,31
Macet 7 200.792.624 0,22 14 448.252.726 0,40
Jumlah 2.062 90.524.306.098 100,00 2.361 111.536.351.548 100,00
(Sumber: Annual Report Bank Amanah Ummah Tahun 2013)
Non Performing Finance (NPF) Tahun 2013 = Total NPF x 100
Outstanding
= 669.546.560 x 100
90.524.306.098
= 0,7 %
Non Performing Finance (NPF) Tahun 2014 = Total NPF x 100
Outstanding
= 1.021.880.889 x 100
111.536.351.548
= 0,9%
Dari tabel diatas total NPF rata-rata dari tahun 2011-2014 yaitu sebesar
0,9%. Jumlah NPF yang terbilang sangat kecil untuk tingkat BPRS yang berada di
95
suatu kecamatan. NPF yang paling besar hanya di tahun 2012 sebesar 1,2%
namun tahun berikutnya kembali ke 0,7%. Jumlah tersebut masih masuk dalam
kategori aman dari yang di tetapkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 5%.
97
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Pada pembiayaan Murabahah mekanisme yang digunakan BPRS
Amanah Ummah yaitu nasabah datang ke bank mengajukan
permohonan pembiayaan dengan mengisi formulir yang disediakan
dengan membawa persyaratan seperti KTP suami-istri, Foto suami-
istri, kartu keluarga, surat nikah, fotocopy rekening listrik, apabila
perusahaan harus menyerahkan legalitas usahanya (SIUP, TDP,
NPWP), mengisi daftar barang jika pengajuan pembiayaan untuk
pembelian barang. Jangka waktu yang diberikan tergantung pada
pembiayaan yang diajukan biasanya berkisar antara 3-5 tahun, dengan
margin murabahah minimal 0,9% tergantung dari overhead yang
dikeluarkan. Kemudian jika nasabah mempunyai dana lebih untuk
melakukan pelunasan diawal sebelum jangka waktu berakhir, maka
bank memberi kebijakan hanya mengambil pokok dari
pembiayaannya saja ditambah margin selama 4 bulan kedepan.
2. Dalam menekan tingkat NPF, BPRS Amanah Ummah selalu
berpedoman pada Standar Oprasional dan Prosedur yang telah
ditetapkan oleh manajemen, menganalisis secara detail kondisi
nasabah yang akan mengajukan pembiayaan dengan cara
mengumpulkan informasi nasabah baik dari keluarganya maupun dari
masyarakat sekitar kemudian melakukan wawancara terhadap calon
nasabah tersebut, melakukan analisa pembiayaan dengan melihat
98
faktor-faktor analisa pembiayaan yaitu pertama, kemauan/niat bayar
dari nasabah dilihat dari karakter serta integritas nasabah. Kedua,
kemampuan bayar dari nasabah tersebut dengan menganalisa kondisi
usaha nasabah., analisa kemampuan usaha manajemen, analisa
keuangan dan modal serta analisis jaminan. Selanjutnya data
pengajuan dari nasabah akan diusulkan ke komite pembiayaan untuk
di analisa apakah dapat diterima atau ditolak tergantung dari data yang
ditemukan dilapangan. Selanjutnya setelah pembiayaan diberikan
kepada nasabah pihak bank dalam hal ini Account officer wajib
memantau pembiayaan yang diberikan apakah sudah sesuai dengan
apa yang diajukannya sehingga tidak terjadi penyelewengan dana serta
melakukan pembinaan terhadap nasabah dengan cara melakukan
kunjungan ke rumah nasabah jika ada mpermasalahan maka pihak
Bank aka membantu nasabah untuk menyelesaikan permasalahan
yang dihadapi.
3. Adapun Langkah-langkah dalam menanggulangi pembiayaan
bermasalah yaitu yang pertama teguran, teguran ini berupa di beri
surat peringatan 1 apabila dalam jangka waktu satu bulan nasabah
belum melakukan pembayaran juga maka bank akan memberi surat
peringatan 2. Kedua Rescheduling, rescheduling dilakukan tergantung
dari kondisi nasabah dalam hal ini bank perlu menganalisis apa saja
yang menyebabkan nasabah tidak membayar cicilannya, apabila
nasabah masih kooperatif maka kebijakan rescheduling perlu
diterapkan oleh bank. Rescheduling dengan cara menanmbah jangka
99
waktu pembiayaan dengan tidak menambah margin. Ketiga
Reconditioning, perubahan sebagian atau seluruh persyaratan
pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah antara
lain perubahan jadwal pembayaran, perubahan jumlah angsuran,
perubahan jangka waktu, pemberian potongan. Keempat eksekusi
Janminan, Eksekusi jaminan dilakukan apabila pihak nasabah sudah
tidak sanggup lagi membayar sisa pembiayaan yang diterimanya,
eksekusi jaminan ini bersifat sukarela tidak ada paksaan dari pihak
bank kepada nasabah seperti yang dilakukan oleh perusahaan leasing
dengan menyewa debt collector.
B. SARAN
1. Dalam rekruitmen karyawan diharapkan lebih terbuka dan
professional sesaui dengan kemampuan dan kualitas SDM yang
melamar kepada BPRS Amanah Ummah sehingga tidak terjadi
nepotisme
2. Meningkatkan terus sistem manajemen risiko sehingga tingkat NPF
bisa lebih kecil di bandingkan dengan yang sekarang.
3. Meningkatkan kualitas SDM yang dimiliki oleh BPRS Amanah
Ummah misalnya dengan mengadakan pelatihan-pelatihan mengenai
perbankan syariah.
100
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Yazid. Fiqih Muamalah. Cet. 1 Yogyakarta; Logung. 2009
Al Arif, M. Nur Rianto. Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah, Bandung;
CV. Alfabeta. 2010
Al-Qardhawi, Yusuf. Bunga Bank Haram. Jakarta; Akbar Media Eka
Sarana. 2005
Antonio, M. Syafi’i. Bank Syariah dari teori ke praktek. Jakarta; Gema
Insani Press. Cet. I. 2001
Anshoru, Abdul Ghofur. Payung Hukum Perbankan Syariah. Yogyakarta;
UII Press Yogyakarta. 2007
A. Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Cet. 7
Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada. 2010
Arifin, Zainul. Dasar-dasar Manajemen Bank Syaria., Jakarta; Pustaka
Alvabet, 2006
Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta; PT. Raja Grafindo.
2007
Bank Indonesia “Pertumbuhan BPRS di Indonesia” artikel diakses pada 09
Mei 2016 dari http://www.bi.go.id/id/
Basyab, Fachmi. Manajemen Risiko. Jakarta; PT. Grasindo. 2007
BPRS Amanah Ummah. Annual Report BPRS Amanah Ummah Tahun.
Bogor: BPRS, 2013
Darmawi, Drs. Herman. Manajemen Risiko. Cet. 10. Jakarta; Bumi
Aksara. 2006
Hasan, Zubairi. Undang-Undang Perbankan Syariah. Jakarta; PT Raja
Grafindo Persada. 2009
Hejazziey, Dzawahir. Perbankan Syariah Dalam Teori dan Praktik.
Yogyakarta; CV Budi Utama. 2014
Ismail,. Perbankan Syariah. Jakarta; Kencana. 2011
111
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Jakarta; PT Raja Grafindo
Persada. 2011
Moelong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung; PT. Remaja
Kosda Karya. 2006
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: Unit Penerbit dan
Percetakan, 2005)
Muljono. Teknik Penggawasan Pembiayaan. Jakarta; Bumi Aksara. 1996
Mutchy.“Faktor penyebab pembiayaan bermasalah” artikel diakses pada
diakses pada 09 Mei 2016 dari
http://bedoel03.blogspot.co.id/2013/04/analisis-faktor-faktor-
penyebab.html
Otoritas Jasa Keuangan. Statistik Perbankan Indonesia Jakarta: Otoritas
Jasa Keuangan, 2014
Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 tentang
Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah.
Rodoni ,Ahmad. Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta; Zikrul Hakim.
2008
Setiawan. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung; Binacipta. 1979
Sinungan, Muchdarsyah. Dasar-Dasar Dan Teknik Manajemen Kredit
Edisi Pertama. Cet. 6. Jakarta; Bumi Aksara. 1991
Sudarsono, Heri. Bamk dan Lembaga Keuangan Syariah Cet. 4.
Yogyakarta; Ekonisia. 2007
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta; PT Raja Grafindo. 2002
Sumitro, Warkum. Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga
Terkait (BAMUI & Takaful) di Indonesia,Jakarta; PT.Raja
Grafindo Persada. 2002
Tampubolon, Robert. Risk Management. Jakarta; PT. Elex Media
Komputindo. 2006
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 1 Angka 25 tentang
Perbankan Syariah
---------- Nomor 4 Tahun 1996 Pasal 20 tentang Jaminan Hak Tanggungan
112
---------- Nomor 42 Tahun 1999 Pasal 29 tentang Jaminan Fidusia
Wangsawidjaja Z, A. Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta; PT Gramedia.
2012
Wawancara dengan Bpak Pupu Saepullah, Account Manager BPRS
Amanah Ummah Leuwiliang. 15 Januari 2016
Wiroso. Jual Beli Murabahah. Yogyakarta; UII Prees. 2005
LAMPIRAN- LAMPIRAN
TRANSKIP WAWANCARA
1. Apakah dalam melakukan pembiayaan BPRS selalu mengacu pada SOP
yang ditetapkan oleh Manajemen?
Jawab: tentu saja kita selalu mengacu pada standar oprasional dan
prosedur yang sudah ditetapkan oleh manajemen.
2. Bagaimana Manajemen Risiko yang di terapkan :
Jawab:
a. Analisa yang baik sesuai dengan prinsip 5C itu harus diterapkan,
b. Dokumentasi yang lengkap pengikatannya harus jelas jaminannya
harus jelas
c. Melakukan monitoring 1 bulan sekali, tiap hari nasabah kita
monitoring agar tidak adanya tunggakan-tunggakan jika ada tunggakan
Bank akan melakukan teguran berbentuk seperti teguran
pemberitahuan trus sp 1 sp2 lalu nanti eksekusi, kondisional sepesuai
dengan kondisi nasabah, jika nasabah tidak koperatif maka jarak antara
SP 1 SP 2 cepat kecuali nasabah dengan kondisi dan situasi usahanya
yang memang tidak bagu. Rescheduling tapi tidak menambah margin,
restructuring terakhir ada litigasi parate eksekusi ialah eksekusi secara
suka rela.
3. Bagaimana Proses pengajuan pembiayaan:
Jawab:
a. Nasabah mengajukan ke Bank setelah itu Bank meminta persyaratan
yang telah ditentukan, lalu di cek di BI checking apakah nasabah ada
tunggakan di Bank lain, kemudian peruntukan pembiayaan haus jelas
agar tidak terjadi penyalahgunaan oleh nasabah atau tidak sesuai
dengan apa yang diajukan
b. Mengisi formulir yang sudah disediakan kemudian mengisi daftar
barang yang akan di beli,
c. Survey ke nasabah
d. Di ajukan memorandum komite untuk usulan pembiayaan nanti di acc
atau tidaknya ditentukan oleh rapat komite jika <25 juta dengan
KABID cukup jika <40 juta dengan wakil direksi <100 juta oleh
direktur marketing 100 juta ke atas oleh direksi >300 juta oleh
komisaris
4. Faktor yang menyebabkan pembiayaan bermasalah?
Jawab:
1. Self Dealing (berusaha untuk kepentingan diri sendiri)
2. Haus akan laba
3. Informasi kredit yang tidak lengkap
4. Lambat dalam mengambil tindakan
5. Ketidakmampuan melakukan seleksi atas risiko
6. Pemberian kredit yang melampaui batas
Adapun faktor eksternal antara lain
1. Kurangnya ittikad baik dari nasabah untuk mengembalikan
pembiayaan yang di berikan meskipun kondisi usahanya sedang
baik
2. Usaha nasabah yang sedang menurun
3. Ketidakmampuan nasabah dalam mengelola usahanya dengan baik
ketika terjadi permasalahan pada usahanya
4. Bencana alam
5. Strategi yang dilakukan untuk meminimalisir risiko
Jawab:
Identifikasi masalah
1 Mitigasi risiko: memimalisir risiko agar tidak terjadi pembiayaan
bermasalah contoh apabila barang-barang maka harus ada asuransi
2 Melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap nasabah yang
menerima pembiayaan termasuk komunikasi secara aktif ketika
nasabah telat membayar cicilan
6. Apa dampak yang dialami dari Pembiayaan yang bermasalah?
Jawab:
a. Pendapatan yang berkurang
b. NPF tinggi
c. Reputasi
7. Bagaimana kriteria nasabah yang layak mendapatkan pembiayaan
a. Jujur, amanah dan dapat bertanggung jawab
b. Untuk batasan usia di atas 60 tahun tidak diperbolehkan mengajukan
pembiayaan
c. harus mengacu pada 5C
8. Berapa uang muka minimal dalam pembiayaan konsumtif?
Jawab: Uang muka pembiayaan minimal 15%
9. Bagaimana BPRS dalam menentukan margin murabahah?
Jawab: margin murabahah dilihat dari overhead yang dikeluarkan
patokannya di atas 0,9%, jika 20 juta kebawah di tawarkan 2% jika
>20juta biasanya 1.5%
10. Adakah potongan ketika ada pelunasan di awal:
Jawab: Ada, namanya muqosah kebijakan dari manajemen yaitu potongan
pada margin, pokokn pembiayaannya tetap namun margin hanya diambil 4
bulan ke depan.