Strategi Komunikasi Dalam Menyerap Aspirasi Masyarakat Adat
-
Upload
utomo-eko-priyo -
Category
Documents
-
view
203 -
download
3
Transcript of Strategi Komunikasi Dalam Menyerap Aspirasi Masyarakat Adat
STRATEGI KOMUNIKASI DALAM MENYERAP ASPIRASI MASYARAKAT ADAT OLEH ANGGOTA DPRD
KABUPATEN TELUK BINTUNI
COMMUNICATION STRATEGIES IN ABSORBING THE ASPIRATIONS OF INDIGENOUS COMMUNITY BY THE MEMBERS
OF LOCAL ASSEMBLY OF BINTUNI BAY REGENCY
Eko Priyo Utomo
Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Muhammadiyah Jayapura
Alamat Korespondensi :
Eko Priyo Utomo
Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Muhammadiyah Jayapura
HP : 085398898979
Email : [email protected]
Abstrak
Aspirasi masyarakat merupakan salah satu bentuk keikutsertaan masyarakat dalam proses pembangunan. Tujuan
dari penelitian ini adalah menganalisis strategi komunikasi anggota DPRD dalam menyerap aspirasi masyarakat
adat di Kabupaten Teluk Bintuni. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif
dengan penentuan narasumber atau informan dilakukan secara sengaja (purposive). Penelitian ini dilaksanakan
di Kabupaten Teluk Bintuni. Pengumpulan data diperoleh melalui observasi partisipatif, wawancara mendalam,
dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Strategi komunikasi dalam menyerap aspirasi
masyarakat adat oleh anggota DPRD Kabupaten Teluk Bintuni berbeda berdasarkan sifat dari proses penyerapan
aspirasi masyarakat adat, yakni formal dan non formal, kelompok masyarakat adat. dan asal usul anggota
DPRD yang bersangkutan. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi komunikasi diantaranya karakteristik
kelompok masyarakat adat, tatanan adat, dan asal-usul anggota DPRD. Bentuk komunikasi yang terjadi antara
anggota DPRD dan masyarakat adat dalam proses penyerapan aspirasi mereka, dilakukan secara verbal
(menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah setempat) juga komunikasi non verbal untuk mempertegas
pesan yang disampaikan. Sedangkan pola komunikasi, untuk kelompok masyarakat adat pola komunikasi linear
yang terjadi, dan untuk sebagain kelompok masyarakat pola komunikasi sirkular, atau kedua pola tersebut
terjadi bersamaan.
Kata kunci : strategi komunikasi, aspirasi, masyarakat adat
Abstract
Aspirations of the people is one form of public participation in the development process. The aim of the research
is to analyze communication strategies of the members of local assembly in absorbing the aspirations of
indigenous community in Bintuni Bay Regency. The research used descriptive qualitative approach conducted
in Bintuni Bay Regency. The informants were selected purposively. The methods of obtaining the data were
participative observation, in-depth interview, and documentation. The results of the research indicate that
communication strategies used in absorbing the aspirations of indigenous community by the members of local
Assembly are various based on the characteristics of the absorption process of aspiration of the indigenous
community, i.e formal and informal, the groups of indigenous community, and the origin of the members of local
Assembly. The factors affecting the communication strategies are group characteristics of indigenous
community, custom order, and the origin of the members of Local Assembly. The forms of communication
happening between the members of Local Assembly and indigenous community in the absorption process of
aspiration are verbal communication (using Indonesian and local languages) and nonverbal communication to
affirm the message. Meanwhile, the communication patterns used by indigenous community are linear
communication and circular communication for some groups of community or both of them are used
simultaneously
Keywords: communication strategy, aspirations, indigenous peoples
PENDAHULUAN
Aspirasi masyarakat merupakan salah satu bentuk keikutsertaan masyarakat dalam
proses pembangunan. Aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat secara umum, seyogyanya
dijadikan salah satu pertimbangan dalam memberikan rekomendasi terkait kebijakan dan arah
pembangunan yang diambil oleh pemerintah. Aspirasi masyarakat, harus disampaikan
melalui peren kelembagaan legislatif di daerah. Dalam proses penyerapan aspirasi
masyarakat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak mungkin berjalan tanpa melalui
proses komunikasi. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Rogers dkk., dalam Cangara (2011)
bahwa komunikasi diartikan sebagai suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau
melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba
pada saling pengertian yang mendalam.
Aspirasi masyarakat merupakan salah satu bentuk keikutsertaan masyarakat dalam
proses pembangunan. Aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat secara umum, seyogyanya
dijadikan salah satu pertimbangan dalam memberikan rekomendasi terkait kebijakan dan arah
pembangunan yang diambil oleh pemerintah. Hal ini agar pembangunan yang berjalan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat dan kearifan lokal setempat. Hal ini sesuai dengan pendapat
Tahoba (2011) bahwa salah satu kesalahan pembangunan pada masa lalu adalah penggunaan
model pembangunan yang berorientasi pada mengejar pertumbuhan ekonomi semata, dimana
proses perencanaan dan pengambilan keputusan dalam program pembangunan kerapkali
dilakukan secara top-down. Berdasarkan pengalaman demikian, maka pendekatan
pembangunan yang sekarang ini lebih menekan pada model pembangunan bottom-up yaitu
pendekatan pembangunan yang berorientasi pada rakyat. Pendekatan ini menuntut adanya
partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan menekankan upaya pemberdayaan
(empowerment) terhadap rakyat menuju kemandirian.
Menjaring aspirasi masyarakat adalah tugas dan fungsi dari lembaga legislatif di
tingkat pusat terutama di tingkat daerah sebagai bentuk pemenuhan tiga peran DPRD. Hal ini
sesuai dengan yang dijelaskan oleh Budiman (2008) bahwa DPRD sebagai lembaga
perwakilan rakyat, secara konseptual memegang tiga peran. Pertama, sebagai agen perumus
agenda bagi masyarakat yang diwakilinya. Kedua, DPRD berperan sebagai lembaga yang
mengemban misi pengelolaan konflik dalam masyarakatnya. Ketiga, DPRD adalah
pengemban peran integratif dalam masyarakatnya. Peran perwakilan rakyat yang diemban
oleh DPRD bisa dimaknai sebagai peran keperantaraan. DPRD bukan hanya menjadi perantara
yang menjembatani pemerintah (eksekutif) dengan rakyatnya, namun juga menjembatani
ketegangan dari berbagai segmen dalam masyarakat yang saling memperjuangkan
kepentingannya.
Bagi masyarakat yang berada di daerah perkotaan, dimana tingkat keaktifan
masyarakat begitu tinggi terhadap penyampain aspirasi mereka, ditambah dengan hadirnya
media massa lokal, yang mampu mengangkat beragam isu yang berkembang akan
mempermudah tugas dari seorang legislator. Hal ini tentu sangat berbeda ketika kondisi
masyarakat masih sangat pasif dan norma adat masih kuat, kondisi daerah yang masih
tergolong daerah pemekaran baru, serta belum terdapat media massa lokal seperti yang terjadi
di Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat. Oleh karena itu, dibutuhkan satu
instrument yang dapat menjembatani gap antara masyarakat dengan lembaga legislatif
seperti keberadaan lembaga representatif yang mampu mengakomodir aspirasi masyarakat
adat. hal ini seperti yang disampaikan oleh Warijo (2003) dalam proses penyampaian aspirasi
masyarakat adat, harus dibentuk sebelumnya sebuah wadah atau lembaga adat, seperti
Presedium Dewan Papua, maupun Majelis Rakyat Papua. Dengan adanya lembaga adat
permasalahan yang berkaitan dengan hak-hak dasar masyarakat adat dan pemegang hak
ulayat akan terakomodir dengan baik.
Dengan berbagai realitas kehidupan dan dinamika permasalahan terkait aspirasi
masyarakat adat, tentu membutuhkan satu strategi komunikasi khusus dalam penyerapan
aspirasi oleh anggota DPRD di Kabupaten Teluk Bintuni, agar pada proses pelaksanaanya
hasil yang didapat lebih maksimal. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning)
dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Demikian pula strategi
komunikasi merupakan paduan dan perencanaan komunikasi (communication planning) serta
manajemen komunikasi (communication management) untuk mencapai suatu tujuan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana strategi, faktor-faktor yang
mempengaruhi, dan pola komunikasi anggota DPRD dalam menyerap aspirasi masyarakat
adat di Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Desain Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan DPRD dan Kampung-kampung domisili masyarakat adat
di Kabupaten Teluk Bintuni, Tipe penelitian ini yang di gunakan adalah deskriptif kualitatif
yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara mendalam tentang strategi komunikasi
dalam menyerap aspirasi masyarakat adat oleh anggota DPRD di Kabupaten Teluk Bintuni
Provinsi Papua Barat.
Objek Penelitian
Obejek Penelitian ini adalah pimpinana DPRD, dan Anggota DPRD (berasal dari
tujuh suku maupun bukan) yang mewakili daerah pemilihan masyarakat adat (tujuh suku.
Harapan dapat mengetahui bagaimana merancang strategi komunikasi dalam menyerap
aspirasi masyarakat adat di Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat. Teknik penetuan
informan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu
berdasarkan pertimbangan yang erat kaitannya dengan tujuan penelitian.
Metode Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui observasi partisipan, wawancara
mendalam, dan studi kepustakaan.
Teknik analisis data
Selama peneliti melakukan pengumpulan data di lapangan, peneliti juga melakukan
analisis data. Semua data yang telah didapat kemudian diolah melalui tiga jalur analisis data
kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan
HASIL
Strategi Komunikasi Dalam Menyerap Aspirasi Masyarakat Adat Oleh Anggota DPRD
Kabupaten Teluk Bintuni
Dalam strategi komunikasi terdapat empat faktor penting yang harus diperhatikan,
yaitu mengenal khalayak, menentukan pesan, menetapkan metode, dan pemilihan media
komunikasi. dari hasil penelitian, dalam pemenuhan empat faktor tersebut, masing-masing
anggota DPRD berbeda dalam pelaksanaanya. Perbedaan tersebut jelas terlihat pada
bagaimana pemenuhan empat faktor oleh anggota DPRD yang berasal dari Papua (putra
derah) lebih pada pengalaman berdasarkan asal usul kesukuan, sedangkan bagi anggota
DPRD yang non Papua lebih mengedepankan hasil yang didapat oleh agen-agen informasi
yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Hal lain, yang membedakan strategi komunikasi antara
anggota DPRD yang berasal dari Papua dan yang non papua adalah pengeloaan isu dan
perumusan pesan. Dimana dalam pengeloaan isu bagi anggota DPRD yang berasal dari Papua
lebih pada fenomena atau pokok permasalahan yang terjadi di kalangan masyarakat adat,
sedangkan bagi anggota DPRD yang non Papua lebih pada agenda periode sidang dan
pembahasan ditingkat komisi.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Strategi Komunikasi Dalam Menyerap Aspirasi
Masyarakat Adat.
Karakteristik Kelompok Masyarakat Adat
Karakteristik dari masyarakat adat yang terdapat dikelompok suku (kelompok suku
dataran tinggi, kelompok suku wilayah aliran sungai, dan kelompok suku pesisir pantai)
merupakan satu faktor yang mempengaruhi bagaimana strategi komunikasi dalam menyerap
aspirasi masyarakat adat yang dilakukan oleh anggota DPRD Kabupaten Teluk Bintuni.
Sebagai contoh, karakteristik masyarakat adat yang tergabung dalam kelompok suku dataran
tinggi, dengan karakteristik yang lebih tertutup, kurang aktif terkait dengan penyampaian
aspirasi mereka, dan tingkat pemahaman dan penguasaan terhadap bahasa Indonesia
membuat anggota DPRD yang akan melakukan kegiatan penjaringan aspirasi harus
menggunakan penerjemah untuk anggota DPRD yang bukan berasal dari kelompok suku
tersebut, dan melakukan komunikasi dengan kelompok-kelompok kecil dari masyarakat yang
ada disana, bagi anggota DPRD yang berasal dari suku tersebut.
Tatanan Adat
Tatanan adat sangat berpengaruh terhadap strategi komunikasi yang digunakan oleh
anggota DPRD dalam menyerap aspirasi masyarakat adat. untuk kelompok masyarakat suku
dataran tinggi, dimana tatanan adat masih begitu kuat melekat bahkan mengekang di
kehidupan mereka strategi komunikasi yang digunakan adalah dengan memanfaatkan
lembaga adat yang ada dikampung. Walaupun pemanfaatan kelembagaan adat ini masih
diimbangi dengan bertemu secara langsung dengan tokoh-tokoh kunci yang ada dikelomok
masyarakat agar mendapatkan informasi yang akurat terkait kondisi masyarakat dan
memperbandingkan dengan informasi yang diperoleh melalui kelembagaan adat.
Asal Usul Anggota DPRD
Asal-usul anggota DPRD, apakah anggota tersebut berasal dari salah satu suku yang
ada di Kabupaten Teluk Bintuni, atau pun yang berasal dari Nusantara, turut membedakan
bagaimana strategi komunikasi yang akan digunakan oleh anggota DPRD dalam menyerap
aspirasi masyarakat adat. Penyerapan aspirasi masyarakat, yang dilakukan oleh anggota
DPRD yang berasal dari suku yang ada (putra daerah) dikawasan dataran tinggi, proses
penyampaian pesan dilakukan secara langsung (dalam dialog) dan tidak langsung (kelompok
berdasarkan ketokohan) sedangkan bagi anggota DPRD yang non Papua (Nusantara) proses
penyampaian pesan dan penerimaan pesan dilakukan melalui peran penerjemah. Selain itu
dalam proses pengenalan khalayak asal usul anggota DPRD sangat mempengaruhi strategi
komunikasi. bagi anggota DPRD non Papua (Nusantara) informasi mengenai khlayak
(masyarakat adat) harus menggunakan agen-agen informasi.
Pola Komunikasi Yang Terjadi Antara Anggota DPRD Dan Masyarakat Adat
Pola komunikasi yang terjadi antara anggota DPRD dan masyarakat adat dalam
proses penyerapan komunikasi, tidak semuanya sama. Perbedaan ini terdapat pada
penyerapan komunikasi yang dilakukan oleh anggota DPRD non Papua (Nusantara) di
kawasan dataran tinggi, dimana proses pertukaran pesan dilakukan melalui perantara
penerjemah. Sedangkan untuk anggota DPRD yang berasal dari suku di dataran tinggi, pola
pertukaran pesan dilakukan melalui dua cara, yakni secara langsung pada saat dialog dan
dengan menggunakan perantara.
Dalam dialog yang melibatkan anggota DPRD non Papua dan masyarakat adat,
komunikator (anggota DPRD) tidak dapat langsung menerima umpan balik dari komunikan
(masyarakat). Umpan balik baru akan diterima setelah melalui proses komunikasi yang
dilakukan oleh penerjemah diluar dialog tersebut. Sedangkan pola komunikasi yang terjadi
dengan kelompok kecil berdasarkan ketokohan dalam masyarakat, pertukaran pesan
dilakukan pada saat itu juga, dimana masing-masing dari peserta komunikasi saling bertukar
peran antara komunikator dan komunikan, hal ini sama dengan yang terjadi antara anggota
DPRD non papua.
Untuk dua daerah lainya, yakni kawasan aliran sungai dan pesisir pantai, pola
komunikasi berjalan lebih terbuka, dimana pertukaran pesan diantara peserta komunikasi
berjalan dengan baik, demikian juga pertukaran peran antara komunikator dan komunikan.
PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa strategi komunikasi dalam proses penyerapan
aspirasi masyarakat adat di kabupaten Teluk Bintuni dilakukan dengan tahapan-tahapan
mengenal khalayak, menentukan pesan, menetapkan metode, dan pemilihan media. Terdapat
tiga faktor yang mempenga strategi komunikasi yaitu karakteristik masyarakat, tatanan adat,
dan asal-usul anggota DPRD. Dalam proses penyerapan aspirasi masyarakat adat oleh
anggota DPRD pola komunikasi yang terjadi pola komunikasi yang terjalin antara anggota
DPRD (komunikator) dan masyarakat adat (komunikan) atau sebaliknya, komunikasi secara
langsung (tatap muka), dengan sarana verbal maupun non verbal (primer). Untuk daerah
dataran tinggi, pola komunikasi berjalan secara satu arah dimana komunikan adalah titik
terminal dalam proses komunikasi (linear). Sedangkan untuk daerah di aliran sungai dan
pesisir pantai, yang masyarakatnya jauh lebih aktif komunikasi berjalan secara timbal balik,
dimana masing-masing peserta komunikasi saling bertukar peran antara komunikator dan
komunikan
Dalam penyerapan aspirasi masyarakat adat dilakukan secara sistematis guna
mencapai tujuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rogers dalam Cangara (2005) bahwa
strategi komunikasi sebagai suatu rencanan atau rancangan untuk mengubah tingkah laku
manusia dalam skala yang lebih besar melalui transfer ide-ide. Defenisi yang dinyatakan oleh
rogers ini menekankan perlunya pembuatan strategi komunikasi yang mempertimbangkan
secara seksama tahapan-tahapan perencanaan komunikasi. Dengan demikian kegiatan
komunikasi perlu melihat perencanaan sebagai suatu manifestasi kesadaran dalam mengatur
efisiensi. Pendapat lain disampaikan oleh Triartanto (2010) bahwa Secara definitif, strategi
dimaknai sebagai suatu cara atau kiat mencapai suatu tujuan tertentu. Untuk itu, agar
mencapai suatu tujuan yang dikehendaki dibutuhkan suatu strategi. Strategi yang baik dapat
mewujudkan hasil gemilang yang sesuai harapan. Oleh karena itu, strategi sebaiknya mudah
untuk dilaksanakan sehingga apa yang hendak dicapai dapat terwujud. Tahapan-tahapan
strategi komunikasi tersebut juga memperhatikan komponen-komponen penting strategi
komunikasi, yaitu Komunikan, Pesan, Media, dan komunikator. Hal ini sesuai dengan
penjelasan Effendi dkk., (2005) bahwa Dalam rangka menyusun strategi komunikasi
diperlukan suatu pemikiran dengan memperhitungkan faktor-faktor pendukung dan faktor-
faktor penghambat lebih baik lagi jika dalam penyusunanya, seorang perumus perlu untuk
memperhatikan komponen-komponen komunikasi serta faktor-faktor pendukung dan
penghambat pada setiap komponen tersebut. Adapun komponen strategi komunikasi yang
dimaksud adalah komunikan sebagai sasaran komunikasi, media, pesan, dan komunikator.
Pada dasarnya, faktor-faktor yang mempengaruhi strategi komunikasi ini lebih
disebabkan adanya perbedaan budaya. Perbedaan budaya sangat mempengaruhi, bahkan
perbedaan budaya tidak jarang menjadi hambatan dalam proses komunikasi. hal ini seperti
yang dikatakan Proter dkk., dalam Suranto (2010) bahwa Proses komunikasi sosial budaya
jarang berjalan dengan lancar dan tanpa hambatan. Khususnya, komunikasi nonverbal sangat
rumit, multidimensional, dan biasanya merupakan proses yang spontan. Orang-orang tidak
sadar akan sebagian perilaku komunikasi nonverbalnya sendiri, yang dilakukan tanpa
berpikir, spontan dan tidak sadar
Sedangkan terkait pola komunikasi yang terjalin antara anggota DPRD dan
masyarakat adat atau sebaliknya, secara keseluruhan berlangsung secara primer. Hal ini
sesuai dengan yang disampaikan oleh Cangara dalam Rahmat (2012) bahwa Pola
Komunikasi Primer. Pola komunikasi primer merupakan suatu proses penyampaian pikiran
oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan suatu simbol (simbol) sebagai
media atau saluran. Dalam pola ini terbagi menjadi dua lambang yaitu lambang verbal dan
lambang nirverbal.Lambang verbal yaitu bahasa sebagai lambang verbal yaitu paling banyak
dan paling sering digunakan, karena bahasa mampu mengungkapkan pikiran komunikator.
Lambang nirverbal yaitu lambang yang digunakan dalam berkomunikasi yang bukan bahasa,
merupakan isyarat dengan anggota tubuh antara lain. Untuk daerah dataran tinggi, pola
komunikasi linear bahwa proses komunikasi berjalan secara lurus menuju satu titik, hal ini
sesuai dengan yang disampaikan Cangara dalam Rahmat (2012). Bahwa linear disini
mengandung makna lurus, yang berarti perjalanan dari satu titik ke titik lain secara lurus,
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan sebagai titik terminal. Dalam
proses komunikasi ini pesan yang disampaikan akan efektif apabila ada perencanaan sebelum
melaksanakan komunikasi. Komunikasi linier dalam prakteknya hanya ada pada komunikasi
bermedia, tetapi dalam komunikasi tatap muka juga dapat dipraktekkan, yaitu apabila
komunikasi pasif. Sedangkan untuk daerah di aliran sungai dan pesisir pantai, proses
komunikasi berjalan dua arah, dimana masing-masing peserta komunikasi saling bertukar
peran antara komunikator dan komunikan (sirkular) hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh
Sitinjak (2013) bahwa Sirkular secara harfiah berati bulat, bundar, atau keliling. Dalam
proses sirkular itu terjadinya feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus dari komunikan
kekomunikator, sebagai penentu utama keberhasilan komunikasi. Dalam pola komunikasi
seperti ini, proses komunikasi berjalan terus yaitu adanya umpan balik antara komunikator
dan komunikan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Strategi komunikasi dalam menyerap aspirasi masyarakat adat oleh anggota DPRD
Kabupaten Teluk Bintuni berbeda berdasarkan sifat dari proses penyerapan aspirasi
masyarakat adat, yakni formal dan non formal, kelompok masyarakat adat. dan asal usul
anggota DPRD yang bersangkutan.
Secara formal, strategi komunikasi melewati tahapan komunikasi ditingkat organisasi,
baik dengan pimpinan maupun dengan sesama anggota komisi dan fraksi serta partai politik.
Komunikasi berlangsung secara dua arah, dimana semua pihak yang bersangkutan sangat
komunikatif. Proses pelaksanaan penyerapan aspirasi melalui empat tahapan perencanaan
komunikasi, yaitu mengenal khalayak, menentukan pesan, metode penyerapan aspirasi, dan
pemilihan sarana komunikasi. dalam tahapan tersebut, masing-masing anggota DPRD
berbeda berdasarkan daerah yang diwakili, dan asal-usul kesukuan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi komunikasi diantaranya karakteristik
kelompok masyarakat adat, tatanan adat, dan asal-usul anggota DPRD .Karakteristik
kelompok, tatanan adat turut, asal-usul anggota DPRD dan pokok persoalan yang terjadi.
Bentuk komunikasi yang terjadi antara anggota DPRD dan masyarakat adat dalam
proses penyerapan aspirasi mereka, dilakukan secara dua tahap untuk anggota DPRD yang
bukan berasal dari kelompok tujuh suku, serta bentuk komunikasi konvergensi untuk baik
yang berasal dari kelompok tujuh suku maupun bukan. Sedangkan pola komunikasi, untuk
kelompok masyarakat adat pola komunikasi linear yang terjadi, dan untuk sebagain
kelompok masyarakat pola komunikasi sirkular, atau kedua pola tersebut terjadi bersamaan.
Sarana dalam berkomunikasi dilakukan secara verbal (menggunakan bahasa Indonesia dan
bahasa daerah setempat) juga komunikasi non verbal untuk mempertegas pesan yang
disampaikan, atau keduanya digunakan secara bersamaan.
Perlu adanya aturan yang jelas, dan ketetapan mengenai kewajiban seorang anggota
DPRD, terkait waktu kunjungan dan penyerapan aspirasi masyarakat adat. selain itu
pengembangan bagian atau devisi yang secara khusus bertugas menyusun, menganilis, dan
mengelompokkan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada kelompok masyarakat adat.
selain itu, pengenalan teknologi komunikasi modern kepada masyarakat harus segera
dilakukan.
Peningkatan kesadaran dan keaktifan masyarakat terhadap pentingnya aspirasi
mereka, dengan memanfaatkan kelembagaan pemerintah kampung, lembaga keagamaan,
terutama tokoh-tokoh kunci seperti tokoh agama dan tokoh pemuda melalui kegiatan-
kegiatan pelatihan.
Memberikan rekomendasi atau bentuk himbauan kepada Partai-partai politik dalam
rekruetment kader serta calon-calon anggota legislatif agar lebih mengutamakan dan
memberdayakan orang-orang yang berasal dari tujuh suku.
Memberikan rekomendasi terhadap peran dan fungsi lembaga masyarakat adat dan
koordinator tujuh suku dalam menampung dan mengakomodir kepentingan masyarakat tujuh,
dan melibatkan lembaga tersebut dalam proses penyerapan aspirasi masyarakat adat.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman A. (2008). Mekanisme DPRD Provinsi Dalam Menerima Dan Menindaklanjuti
Aspirasi Masyarakat (Studi Kasus Di DPRD Sumatera Selatan Dan Sulawesi Utara).
P3DI. Setjen DPR RI. 157 : 1.
Cangara H. (2005). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Grafindo.
Cangara H. (2011). Komunikasi Politik : Konsep, Teori, dan Strategi. Ed.1 – 3. Jakarta :
Rajawali Press.
Effendy, dkk. (2005). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Rahmat J. (2012). Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Sitinjak A. R. (2013).Pola Komunikasi Public Relation Officer Dalam Memepertahankan
Citra PT. Lion Air Indonesia Cabang Manado.(Online) Vol. 1, No. 1. diakses
tanggal 10 Agustus 2013. Dari laman :
(http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/actadiurna/article/download/962/777
Suranto. (2010). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Tahoba A. E. P. (2011). Strategi Komunikasi Dalam Program Pengembangan Masyarakat
(Community Development): Kasus Program Community Development Pada
Komunitas Adat Terkena Dampak Langsung Proyek LNG Tangguh Di Sekitar
Teluk Bintuni Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat. Prosiding Seminar
Nasional, 188 : 3.
Triartanto, dkk. (2010). Broadcasting Radio : Panduan Teori dan Praktek. Yogyakarta :
Pustaka Book Publisher.
Warijo Y. A. (2003). Peran Presidium Dewan Papua Dalam Mengembangkan Aspirasi
Masyarakat Adat Papua (Tesis). Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.