Status Asmatikus Pediatri

17
REFERAT Status Asmatikus Pediatri Fahmi anshori H1A006013 Pembimbing Dr.Hj. Elya Endriyani Sp.An Dalam rangka mengikuti kepaniteraan klinik madya Fakultas kedokteran/SMF anestesi RSUP NTB Mataram 2013

Transcript of Status Asmatikus Pediatri

Page 1: Status Asmatikus Pediatri

REFERAT

Status Asmatikus Pediatri

Fahmi anshori

H1A006013

Pembimbing

Dr.Hj. Elya Endriyani Sp.An

Dalam rangka mengikuti kepaniteraan klinik madya

Fakultas kedokteran/SMF anestesi RSUP NTB

Mataram

2013

Page 2: Status Asmatikus Pediatri

Definisi

status asmatikus adalah kondisi mengancam jiwa dari asma yang dimana secara progesif

perburukan jalan nafas yang reaktif yang tidak berespon terhadap terapi standar yang

mengawali dari insufisiensi pulmonal.

serangan asma akut adalah episode perburukan progresif gejala batuk, sesak nafas, mengi,

rasa dada tertekan, atau berbagai kombinasi gejala tersebut, serangan asma biasanya

mencermikan kegagalan tatalaksana asma jangka panjang atau adanya pajanan terhadap

pencetus.

Serangan asma akut merupakan kegawatdaruratan medis yang lazim dijumpai di ruang gawat

darurat.perlu ditekankan bahwa serangan asma berat dapat dicegah atau setidaknya dikurangi,

dengan melakukan identifikasi dini dan terapi intensif

Pervalensi dan Faktor Resiko

Di 1994 pervalensi status asmatikus adalah 7,4% di anak berumur 5-14 tahun dengan asma.

Rerata kematian tercatat 3,7 per 1 juta anak berumur 5-14 tahun.

Faktor resiko dari kematian anak dengan status asmatikus antara lain :

Intubasi karena asma

Serangan asma yang mengancam jiwa

Pneumothorak atau pneumomediastinum

Riwayat masuk ke ICU karena asma

Penggunaan kronis dari kortikosteroid

Lebih dari dua kali masuk rumah sakit dalam satu tahun atau lebih dari tiga

kali kunjungan ke IGD karena asma dalam satu tahun terakhir.

Riwayat kegagalan terapi

Page 3: Status Asmatikus Pediatri

Riwayat dari gangguan keluarga

Kemiskinan

Berkurangnya persepsi tentang sesak nafas

Patofisiologi

Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi jalan napas secara luas yang

ditimbulkan oleh kombinasi spasme otot polos bronkus, edema mukosa akibat inflamasi

saluran nafas, dan sumbatan mukos, sumbatan yang terjadi tidak seragam/merata di saluran

paru. Atelekstasi segmental atau subsegmental dapat terjadi. Sumbatan jalan nafas

menyebabkan peningkatan tahanan jalan nafas, terperangkapnya udara dan distensi paru

berlebihan (hiperinflasi). Perubahan tahanan jalan nafas yang tidak merata di seluruh jaringan

bronkus, menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak padu-padan (ventilation-perfusion

mismatch)

Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan complience paru sehingga terjadi peningkatan

kerja nafas. Tekanan intrapulmonal meningkat supaya ekspirasi melalui saluran nafas yang

menyempit dapat terjadi. Peningkatan tekanan intrapulmonal ini akan semakin mempersempit

dan menyebabkan penutupan dini saluran nafas, sehingga meningkatkan resiko terjadinya

pneumotoraks. Peningkatan intratorakal dapat mempengaruhi aliran balik vena dan

mengurangi curah jantung, serta bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus.

ventilasi perfusi yang tidak padu-padan, hiperventilasi alveolar, dan peningkatan kerja nafas

menimbulkan perubahan pada gas darah. Pada awal serangan, untuk mengkompensasi

hipoksia, terjadi hiperventilasi hingga kadanr PaCO2 turun dan timbul alkalosis respiratorik.

Selanjutnya , pada obstruksi jalan napas yang berat, akan terjadi kelelahan otot napas dan

hipoventilasi alveolar yang berakibat terjadinya hiperkapneu dan asidosis repiratorik. Oleh

karena itu, jika dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung naik (walaupun nilai masih rentang

Page 4: Status Asmatikus Pediatri

normal), dokter harus mewaspadai adanya tanda kelelahan dan ancaman gagal napas. Selain

itu, dapat terjadi pula asidosis metabolik akibat hipoksia jaringan dan produksi laktat oleh

otot napas

Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokonstriksi pulmonal, tetapi komplikasi

korpulmonal jarang terjadi. Hipoksia dan vasokonstriksi dapat merusak sel alveolus sehingga

produksi surfaktan berkurang atau tidak ada sama sekali dan berakibat meningkatkan resiko

terjadinya atelektasis.

Penilaian derajat serangan asma

Klasifikasi derajat beratnya penyakit asma dibuat berdasarkan frekuensi serangan dan obat

yang digunakan sehari-hari. Selain itu, asma dapat dinilai berdasarkan derajat serangan, yaitu

terbagi derajat serangan ringan, sedang dan berat. Disini perlu dibedakan antara derajat

penyakit asma (aspek kronik) dan derajat serangan asma (aspek akut). Seorang pasien asma

persisten (asma berat) dapat hanya mengalami serangan ringan. Sebaliknya, seorang pasien

asma persisten (asma berat) dapat hanya mengalami serangan ringan. Sebaliknya, seorang

pasien yang tergolong asma episodik jarang bisa saja mengalami serangan asma berat,

bahkan ancaman henti nafas yang dapat meninmbulkan kematian.

Page 5: Status Asmatikus Pediatri

Parameter klinis,fungsi paru,

laboratorium

Ringan Sedang

berat

Tanpa ancaman henti nafas

Ancaman henti nafas

Sesak BerjalanBayi : menangis keras

BerbicaraBayi : tangis pendek dan lemah, kesulitan menyusui

IstirahatBayi : tidak mau minum/makan

Posisi Bisa berbaring

Lebih suka duduk Duduk tertopang lengan

Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kataKesadaran Mungkin

irritableBiasanya irritable Biasanya

irritableKebingungan

Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada NyataMengi Sedang,

sering hanya pada akhir ekspirasi

Nyaring, sepanjang ekspirasi±inspirasi

Sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop

Sulit/tidak terdengar

Penggunaan otot bantu nafas

Biasanya tidak

Biasanya ya Ya Gerakan paradoks torako-abdominal

Retraksi Dangkal, retraksi intrakostal

Sedang, ditambah retraksi suprasternal

Dalam, ditambah napas cuping hidung

Dangkal/hilang

Frekuensi napas Takipnea Takipneu Takipneu BradipneaFrekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi BradikardiPEFR atau FEV1 (%nilai prediksi/%nilai terbaik) Pra bronkodilator Post bronkodilator

>60%>80%

40-60%60-80%

Respon <2jam<40%<60%

SaO2 >95% 91-95% ≤90%PaO2 Normal

(biasanya tidak perlu diperiksa)

>60 mmHg <60 mmHg

PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg

Page 6: Status Asmatikus Pediatri

Ket :

Nilai baku laju napas pada anak sadar : Usia frekuensi napas normal<2 bulan <60/menit2-11 bulan <50/menit1-5 tahun <40/menit6-8 tahun <30/menit

Nilai baku frekuensi nadi pada anakUsia nadi normal2-12 bulan <126/menit1-2 tahun <120/menit3-8 tahun <110/menit

Tahapan Tatalaksana Serangan Asma

Tatalaksana Di Klinik Atau Unit Gawat Darurat

Pasien asma yang datang dalam keadaan serangan ke unit gawat darurat (UGD) langsung

dinilai derajat serangannya menurut kalsifikasi di atas sesuai dengan fasilitas yang tersedia.

Pada pedoman GINA, ditekankan bahwa pemeriksaan uji fungsi paru (spirometer atau peak

flow meter) merupakan bagian integral dalam penilaian tatalaksana serangan asma, bukan

hanya evaluasi klinis. Namun, di indonesia penggunaan alat tersebut belum memasyarakat

Jika menurut penilaian awal pasien datang jelas dalam keadaan serangan berat, langsung

diberikan nebulisasi β-agonis dikombinasikan dengan antikolinergik. Pasien dengan serangan

berat disertai dehidrasi dan asidosis metabolik, mungkin akan mengalami takifilaksis atau

refrakter, yaitu respon yang kurang baik terhadap nebulisasi β-agonis. Pasien seperti ini

cukup dinebulisasi satu kali, kemudian secepatnya dirawat agar dapat diberikan obat

intravena serta diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya

Serangan asma ringan

Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan respons yang baik (complete response).

Berarti derajat serangannya ringan. Pasien diobservasi selama 1-2 jam, jika response tersebut

bertahan, pasien dapat dipulangkan. Pasien dibekali obat β-agonis (hirupan atau oral) yang

Page 7: Status Asmatikus Pediatri

diberikan setiap 4-6 jam. Jika pencetus serangannya adalah infeksi virus, dapat ditambahkan

steroid oral jangka pendek (3-5 hari). Pasien kemudian dianjurkan kontrol ke klinik rawat

jalan dalam waktu 24-48 jam untuk re-evaluasi tatalaksana. Selain itu, jika sebelum serangan

pasien sudah mendapat obat pengendali, obat tersebut diteruskan hingga re-evaluasi

dilakukan di klinik rawat jalan. Namun jika setelah observasi 2 jam gejala timbul kembali,

diperlakukan sebagai serangan asma sedang

Serangan asma sedang

Jika dengan pemberian nebulisasi dua kali pasien hanya menunjukkan respon parsial

(incomplete response), kemungkinan derajat serangannya sedang. Untuk itu, derajat serangan

harus dinilai ulang sesuai pedoman. Jika serangannya memang termasuk serangan sedang,

inhalasi langsung dengan β-agonis dan ipratropium bromida (antikolinergik), pasien perlu

diobservasi dan ditangani di ruang rawat sehari. Pada serangan asma sedang, diberikan

kortikosteroid sistemik (oral) metilprednisolon dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari selama 3-5

hari. Walaupun belum tentu diperlukan, untuk persiapan keadaan darurat, pasien yang akan

diobservasi di ruang rawat sehari langsung dipasangi jalur parenteral sejak di UGD

Serangan asma berat

Bila dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak menunjukkan respon (poor response),

yaitu gejala dan tanda serangan masih ada (penilaian ulang sesuai pedoman), pasien harus

dirawat diruang rawat inap. Bila pasien diduga serangan berat, maka langsung dinebulisasi

dengan β2-agonis dan antikolinergik. Oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal nebulisasi.

Kemudian dipasang jalur parenteral dan dilakukan foto toraks

Sedangkan pada pasien dengan tanda dan gejala ancaman henti napas, pasien harus langsung

dirawat di ruang rawat intensif. Pada pasien dengan serangan berat dan ancaman henti napas,

foto toraks harus langsung dibuat untuk mendeteksi komplikasi pneumotoraks dan/atau

pneumomediastinum.

Page 8: Status Asmatikus Pediatri

Tatalaksana di ruang rawat sehari

Pemberian oksigen sejak dari UGD dilanjutkan. Setelah di UGD menjalani nebulisasi 2 kali

dalam 1 jam dengan respon parsial, di ruang rawat sehari diteruskan pemberian nebulisasi β2-

agonis dan antikolinergik bila perlu setiap 2 jam. Kemudian, diberikan kortikosteroid

sistemik oral (metilprednisolon, prednison, triamsinolon). Pemberian kortikosteroid

dilanjutkan sampai 3-5 hari. Jika dalam 8-12 jam keadaan klinis baik, pasien dipulangkan dan

dibekali obat seperti pasien serangan ringan yang dipulangkan dari klinik/IGD. Bila dalam 12

jam responsnya tetap tidak baik, pasien dialih rawat ke ruang rawat inap dengan tatalaksana

serangan asma berat

Tatalaksana di ruang rawat inap

Pemberian oksigen diteruskan

Jika ada dehidrasi dan asidosis, atasi dehidrasi dengan pemberian cairan intravena dan

lakukan koreksi asidosis

Steroid intravena diberikan secara bolus, tiap 6-8 jam dengan dosis 0,5-1

mg/kgBB/hari

Nebulisasi β2-agonis+antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan tiap 1-2 jam; jika

dengan 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis, jarak pemberian dapat

diperlebar setiap 4-6 jam

Aminofilin diberikan secara intravena dengan ketentuan sebagai berikut

o Jika pasien belum mendapat aminofilin sebelumnya, diberikan aminofilini

dosis awal (initial dose) sebesar 6-8 mg/kgBB dilarutkan dalam dekstrosa atau

garam fisiologis sebanyak 20 ml, diberikan dalam 20-30 menit

o Jika pasien telah mendapat aminofilin sebelumnya (kurang dari 4 jam), dosis

diberikan adalah setengah dosis inisial

Page 9: Status Asmatikus Pediatri

o Empat jam kemudian diberikan aminofilin dosis rumatan sebesar 0,5-1

mg/kgBB/hari

Jika telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan setiap 6 jam, sampai dengan

24 jam. Steroid dan aminofilin diganti dengan pemberian peroral

Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan dibekali obat

β2-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama 24-48 jam. Selain

itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 24-48

jam untuk re-evaluasi tatalaksana

Page 10: Status Asmatikus Pediatri

Nilai derajat serangan

Tatalaksana awal Nebulisasi β2-agonis 1-2x selang 20 menit Nebulisasi kedua+antikolinergik Jika serangan sedang/berat, nebulisasi langsung dengan β2-agonis+antikolinergik

Serangan ringan Observasi 1-2 jam Jika efek bertahan,

boleh pulang Jika gejala timbul lagi,

diperlakukan sebagai serangan sedang

Serangan sedang Berikan oksigen Nilai kembali derajat

serangan, jika sesuai dengan serangan sedang, observasi di ruang rawat sehari

Berikan steroid oral

Serangan berat Sejak awal berikan 02

saat/diluar nebulisasi Pasang jalur parenteral Nilai ulang keadaan klinis,

jika sesuai dengan serangan berat, rawat di ruang rawat inap

Foto rongen toraks

Boleh pulang Bekali dengan obat β-agonis

(hirupan/oral) Jika sudah ada obat

pengendali teruskan Jika pencetusnya virus,

dapat diberikan steroid oral Dalam 24-48 jam kontrol ke

klinik rawat jalan untuk re-evaluasi

Ruang rawat sehari Teruskan pemberian oksigen Lanjutkan steroid oral Nebulisasi setiap 2 jam Bila dalam 12 jam perbaikan

klinis stabil, boleh pulang, tetapi jika klinis tetap belum membaik atau memburuk, alih rawat ke ruang rawat inap

Ruang rawat inap Teruskan oksigen Atasi dehidrasi dan asidosis jika

ada Steroid IV tiap 6-8 jam Nebulisasi tiap 1-2 jam Aminofilin IV awal, lanjutkan

rumatan Jika membaik dalam 4-6x

nebulisasi, interval jadi 4-6 jam Jika dalam 24 jam perbaikan

klinis stabil, boleh pulang Jika dengan steroid dan

aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul ancaman henti napas, alih rawat ke ruang rawat intensif

Catatan

Jika menurut penilaian serangannya sedang/berat, nebulisasi pertama kali langsung dengan β-agonis+antikolinergik

Bila terdapat tanda ancaman henti napas segera ke ruang rawat intensif

Jika alat nebulisasi tidak tersedia, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01 ml/kgBB/kali, maksimal 0,3 ml/kali

Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal, terutama pada saat nebulisasi

Page 11: Status Asmatikus Pediatri

Kriteria rawat di ruang intensif

Pasien yang sejak awal masuk ke UGD sudah menunjukkan tanda ancaman henti napas,

langsung dirawat di ruang rawat intensif (ICU). Kriteria pasien yang memerlukan perawatan

di ICU adalah sebagai berikut :

1. Tidak ada respons sama sekali terhadap tatalaksana awal di UGD dan/atau perburukan

serangan asma yang cepat

2. Adanya kebingungan, disorientasi, dan tanda lain ancaman henti napas, atau

hilangnya kesadaran

3. Tidak ada perbaikan dengan tatalaksana baku di ruang rawat inap

4. Ancaman henti napas; hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah diberi oksigen (kadar

PaO2 <60 mmHg dan/atau PaCO2 >45 mmHg, walaupun tentu saja gagal napas dapat

terjadi pada kadar PaCO2 yang lebih tinggi atau lebih rendah).

Pasien dengan serangan berat yang terindikasi menggunakan ventilasi mekanis adalah

sebagai berikut :

Pulsus paradoksus yang cepat dan meningkat

Penurunan pulsus paradoksus pada pasien yang kelelahan (exhausted)

Perburukan status mental (letargi/agitasi)

Aritmia jantung atau henti jantung

Henti napas

Tidak bisa bicara

Asidosis laktat yang tidak bisa membaik

Diaforesis pada posisi berbaring

Silent chest walaupun sudah terjadi usaha napas hebat

Page 12: Status Asmatikus Pediatri

Obat-obatan bronkodilator yang sering digunakan antara lain beta adrenergik kerja pendek

(SABA), epinefrine/adrenaline. β-agonis selektif, teofilin kerja cepat. Obat-obatan

antikolinergik yang sering dipakai antara lain iprotropium bromida yang sering dikombinasi

dalam tatalaksana serangan berat dengan β2-agonis, kortikosteroid dan magnesium sulfat juga

digunakan untuk asma serangan berat. Terapi suportif yang sering digunakan adalah oksigen

atau campuran helium dan oksigen (80% helium dan 20% oksigen)

Page 13: Status Asmatikus Pediatri

DAFTAR PUSTAKA

1. Nastini Dkk. (2010). Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Badan Penerbit

IDAI. Jakarta.

2. Global Initiative For Asthma.(2002). Global Strategy For Asthma Management And

Prevention. National Institute Of Health.

3. Raharjoe Dkk. (2004). Pedoman Nasional Asma Anak. UKK Pulmonologi PP IDAI.

Jakarta

4. Darmawan;pribadi aziz. Serangan asma berat pada asma episodik sering. Sari

Pediatri, Vol. 5, No. 4, Maret 2004: 171 – 177

5. Supriyanto, bambang. Diagnosis dan penatalaksanaan terkini asma pada anak.

Majalah Kedokteran Indonesia, Vol: 55, No : 3, Maret 2005.