Status Asmatikus Dari USU

31
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penjelasan terhadap aspek-aspek yang terkait dalam penelitian ini akan diuraikan sebagai berikut: 1 Asma 1.1. Pengertian Asma 1.2. Pencetus Asma 1.3. Tanda dan Gejala Asma 1.4. Klasifikasi Asma 1.5. Mekanisme Terjadinya Asma 1.6. Pengendalian Asma 2 Teknik Pernapasan Buteyko 2.1. Pengertian Teknik Pernapasan Buteyko 2.2. Manfaat Teknik Pernapasan Buteyko 2.3. Tujuan Teknik Pernapasan Buteyko 2.4. Prinsip Teknik Pernapasan Buteyko 2.5. Mekanisme Latihan Teknik Pernapasan Buteyko 2.6. Teknik Pernapasan Buteyko pada Penderita Asma Universitas Sumatera Utara

Transcript of Status Asmatikus Dari USU

Page 1: Status Asmatikus Dari USU

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Penjelasan terhadap aspek-aspek yang terkait dalam penelitian ini akan diuraikan

sebagai berikut:

1 Asma

1.1. Pengertian Asma

1.2. Pencetus Asma

1.3. Tanda dan Gejala Asma

1.4. Klasifikasi Asma

1.5. Mekanisme Terjadinya Asma

1.6. Pengendalian Asma

2 Teknik Pernapasan Buteyko

2.1. Pengertian Teknik Pernapasan Buteyko

2.2. Manfaat Teknik Pernapasan Buteyko

2.3. Tujuan Teknik Pernapasan Buteyko

2.4. Prinsip Teknik Pernapasan Buteyko

2.5. Mekanisme Latihan Teknik Pernapasan Buteyko

2.6. Teknik Pernapasan Buteyko pada Penderita Asma

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Status Asmatikus Dari USU

1 Asma

1.1. Pengertian Asma

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan

oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti sel mast, eosinofil, dan limfosit-

T terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, wheezing, dan

batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara

episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2001). Pendapat serupa juga menyatakan

bahwa asma merupakan reaksi hiperresponsif saluran napas yang berbeda-beda

derajatnya dan menimbulkan fluktuasi spontan terhadap obstruksi jalan napas

(Lewis et al., 2000).

1.2. Pencetus Asma

Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi

pencetus asma :

1. Pemicu Asma (Trigger)

Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran

pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Trigger

dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma,

tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.

Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung

timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam

waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap

pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang

mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Status Asmatikus Dari USU

udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang

berlebihan.

2. Penyebab Asma (Inducer)

Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus

hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer

dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik.

Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung

lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah

alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke tubuh

melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau

mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).

Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik.

Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:

1. Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang,

serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.

b. Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan

dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti

aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).

c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.

Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas

merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Status Asmatikus Dari USU

binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga

pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi

sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat

respon alergen berupa asma.

2. Olahraga

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan

aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas

biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh

adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma

(EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging,

aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya

bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya

melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.

3. Infeksi bakteri pada saluran napas

Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan

eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem

trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi

peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.

4. Stres

Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu

juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan

motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi

maka gejala asmanya belum bisa diobati.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Status Asmatikus Dari USU

5. Gangguan pada sinus

Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya

rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan

inflamasi membran mukus.

1.3. Tanda dan Gejala Asma

Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang di

timbulkan berupa batuk-batuk pada pagi, siang, dan malam hari, sesak napas,

bunyi saat bernapas (wheezing atau ”ngik..ngik..), rasa tertekan di dada, dan

gangguan tidur karena batuk atau sesak napas. Gejala ini terjadi secara reversibel

dan episodik berulang (Yayasan Asma Indonesia, 2008, Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia, 2006, Lewis et al., 2000). Pada keadaan asma yang parah gejala yang

ditimbulkan dapat berupa peningkatan distress pernapasan (tachycardia, dyspnea,

tachypnea, retraksi iga, pucat), pasien susah berbicara dan terlihat lelah. Gejala

yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang termasuk

gejala yang berat adalah serangan batuk yang hebat, sesak napas yang berat dan

tersengal-sengal, sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut), sulit

tidur dengan posisi tidur yang dianggap nyaman adalah dalam keadaan duduk, dan

kesadaran menurun ( Depkes RI, 2007).

Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan lingkungan, seperti terpapar

oleh bulu binatang, uap kimia, perubahan temperatur, debu, obat (aspirin, beta-

blocker), olahraga berat, serbuk, infeksi sistem respirasi, asap rokok dan stres

(GINA, 2004). Gejala asma dapat menjadi lebih buruk dengan terjadinya

komplikasi terhadap asma tersebut sehingga bertambahnya gejala terhadap

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Status Asmatikus Dari USU

distress pernapasan yang di biasa dikenal dengan Status Asmatikus (Brunner &

Suddarth, 2001).

Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan

wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian

bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran

vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan

kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di

bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya

gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).

1.4. Klasifikasi Asma

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola

keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting

bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang. Semakin berat

asma semakin tinggi tingkat pengobatan (Depkes RI, 2007). Pengklasifikasian

asma dapat dilakukan dengan pengkajian terhadap gejala dan kemampuan fungsi

paru. Semakin sering gejala yang dialami, maka semakin parah asma tersebut,

Begitu juga dengan kemampuan fungsi paru yang diukur dengan Peak Flow

Meters untuk mengetahui Peak Expiratory Flow (PEF) dan Spyrometers untuk

mengukur Force Expiratory Volume dalam satu detik (FEV1) disertai dengan

Force Vital Capacity (FVC). Semakin rendah kemampuan fungsi paru, maka

semakin parah asma tersebut (GINA, 2004).

Menurut Somantri (2008), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat

diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Status Asmatikus Dari USU

1. Ekstrinsik (alergik)

Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi oleh

karena faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu

binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik

sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.

Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya

dimulai saat kanak-kanak.

2. Intrinsik (idiopatik atau non alergik)

Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya reaksi

non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak

diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi

saluran pernapasan, emosi dan aktivitas. Serangan asma ini menjadi lebih berat

dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi

bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat

berkembang menjadi asma gabungan. Bentuk asma ini biasanya dimulai pada saat

dewasa (usia > 35 tahun).

3. Asma gabungan

Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering

ditemukan. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun bentuk

idiopatik atau nonalergik.

Sedangkan klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahannya dapat dilihat

pada tabel berikut.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Status Asmatikus Dari USU

Tabel 1. Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahannya (Depkes RI, 2005)

Derajat asma

Gejala Fungsi Paru

I. Intermiten Siang hari < Malam hari

2 kali per minggu <

Serangan singkat 2 kali per bulan

Tidak ada gejala antar serangan Intensitas serangan bervariasi

Variabilitas APE < 20% VEP1 > APE

80% nilai prediksi > 80% nilai terbaik

II. Persisten Ringan

Siang hari > 2 kali per minggu, tetapi < 1 kali per hari Malam hari > 2 kali per bulan Serangan dapat mempengaruhi aktifitas

Variabilitas APE 20 – 30% VEP1 > APE

80% nilai prediksi > 80% nilai terbaik

III. Persisten Sedang

Siang hari ada gejala Malam hari > 1 kali per minggu Serangan mempengaruhi aktifitas Serangan > Serangan berlangsung berhari-hari

2 kali per minggu

Sehari-hari menggunakan inhalasi β2-agonis short acting

Variabilitas APE > 30% VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik

IV. Persisten Berat

Siang hari terus menerus ada gejala Setiap malam hari sering timbul gejala Aktifitas fisik terbatas Sering timbul serangan

Variabilitas APE > 30% VEP1 < APE

60% nilai prediksi < 60% nilai terbaik

1.5. Mekanisme Terjadinya Asma

Asma ditandai dengan konstriksi spastik dari otot polos bronkiolus yang

menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas

bronkiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma

tipe alergi diduga terjadi dengan cara: seseorang alergi membentuk sejumlah

antibodi IgE abnormal. Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast

yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan

bronkus. Bila seseorang terpapar alergen maka antibodi IgE orang tersebut

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Status Asmatikus Dari USU

meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan

menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya

histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrien),

faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor ini

akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkiolus maupun sekresi mukus

yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga

menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Pada asma, diameter bronkiolus berkurang selama ekspirasi daripada selama

inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan

bagian luar bronkiolus. Bronkiolus sudah tersumbat sebagian maka sumbatan

selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi

berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan

inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi hanya sekali-sekali melakukan ekspirasi.

Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru

menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesulitan mengeluarkan

udara ekspirasi dari paru. Hal in dapat menyebabkan barrel chest (Lewis et al.,

2000).

Asma terjadi karena penderita asma telah mengembangkan tingkat

kedalaman pernapasan yang jauh melebihi yang seharusnya, dan tubuh penderita

mengkompensasinya dengan langkah-langkah defensif untuk memaksa penderita

agar dapat mengurangi frekuensi pernapasannya. Hal ini menyebabkan restriksi

saluran napas dan peningkatan mucus. Rata-rata penderita asma bernapas 3-5 kali

lebih sering dan lebih cepat dibandingkan yang normal (Dupler, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Status Asmatikus Dari USU

Sindrom hiperventilasi adalah keadaan dimana dalam keadaan santai dapat

menyebabkan rasa pusing dan kadang-kadang pingsan. Dahulu, hal ini dikaitkan

dengan penurunan saturasi oksigen. Namun, bila berdasarkan efek Bohr, hal itu

disebabkan oleh ketidakseimbangan rasio antara kada karbon dioksida dengan

kadar oksigen dalam darah yang mempengaruhi pelepasan atau penahanan

oksigen dari darah.

Skema 1. Mekanisme Terjadinya Asma ( Lewis et al., 2000)

Setelah 30-60 menit Setelah 5-6 jam

Infeksi, Allergen, Irritant

Respon mediasi IgE- sel mast

Pelepasan mediator dari sel mast , eosinophil,

macrophage, lymphocyte.

Respon Fase Awal

Respon Fase Akhir

Infiltrasi eosinophil dan neutrophil

Inflamasi Hiperreaktivitas

bronkial

Konstriksi otot polos bronkial

Sekresi mucus Vasodilatasi Edema mukosa

Infiltrasi monocyte dan lymphocyte

Obstruksi jalan napas Udara terperangkap Asidosis respiratori Hypoxemia

Setelah 1-2 hari

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Status Asmatikus Dari USU

Gejala yang ditimbulkan di atas merupakan gejala hipersensitivitas asma, dimana

gejala ini sangat berbahaya bagi keselamatan penderitanya, gejala diatas dapat

membuat penderita asma meninggal dalam seketika (GINA, 2005).

1.6. Pengendalian Asma

Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2006), tujuan utama

penatalaksanaan dan pengendalian asma adalah meningkatkan dan

mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa

hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Tujuan penatalaksanaan asma :

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

2. Mencegah eksaserbasi akut

3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

4. Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise

5. Menghindari efek samping obat

6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel

7. Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan

terkontrol bila :

1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam

2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise

3. Kebutuhan bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak

diperlukan)

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Status Asmatikus Dari USU

4. Variasi harian APE kurang dari 20 %

5. Nilai APE normal atau mendekati normal

6. Efek samping obat minimal (tidak ada)

7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat

Program penatalaksanaan dan pengendalian asma meliputi 7 komponen,

yaitu edukasi, menilai dan monitor berat asma secara berkala, identifikasi dan

mengendalikan faktor pencetus, merencanakan dan memberikan pengobatan

jangka panjang, menetapkan pengobatan pada serangan akut, pemeriksaan teratur

dan pola hidup sehat.

1. Edukasi (pengetahuan)

Memberikan pengetahuan kepada penderita asma tentang keadaan

penyakinya dan mekanisme pengobatan yang akan dijalaninya kedepan (GINA,

2005). Edukasi penderita dan keluarga, untuk menjadi mitra dalam

penatalaksanaan asma. Edukasi kepada pasien/ keluarga bertujuan untuk :

a. Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola

penyakit asma sendiri)

b. Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/

asma mandiri)

c. Meningkatkan kepuasan

d. Meningkatkan rasa percaya diri

e. Meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri

f. Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol

asma

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Status Asmatikus Dari USU

Bentuk pemberian edukasi dapat dilakukan dengan komunikasi/ nasehat saat

berobat, ceramah, latihan/training, supervisi, diskusi, tukar-menukar informasi

(sharing of information group), film/video presentasi, leaflet, brosur, buku

bacaan, dll (Perhimpunan Dokter paru Indonesia, 2006).

2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala

Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang menangani penyakit

asma. Memonitor perkembangan gejala, hal-hal apa saja yang mungkin terjadi

terhadap penderita asma dengan kondisi gejala yang dialaminya beserta

memonitor perkembangan fungsi paru (GINA, 2005). Penilaian klinis berkala

antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri mutlak dilakukan

pada penatalaksanaan asma. Hal ini meliputi pemantauan tanda gejala asma

setiap kunjungan ke dokter dan pemeriksaan faal paru , misalnya pengukuran peak

flow meter.

Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini

dianjurkan pada :

a. Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan oleh

pasien di rumah.

b. Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.

c. Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma persisten usia

di atas > 5 tahun, terutama bagi penderita setelah perawatan di rumah sakit,

penderita yang sulit/tidak mengenal tingkat keparahan melalui gejala padahal

berisiko tinggi untuk mendapat serangan yang mengancam jiwa (Depkes RI,

2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Status Asmatikus Dari USU

3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus.

Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam mengurangi

gejala asma adalah menghindari faktor pencetus yang dapat meningkatkan gejala

asma. Faktor resiko ini dapat berupa makanan, obat-obatan, polusi, dan

sebagainya (GINA, 2005).

4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang

Pengobatan jangka panjang terhadap penderita asma, dilakukan berdasarkan

tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada penderita asma intermitten,

tidak ada pengobatan jangka panjang. Pada penderita asma mild intermitten,

menggunakan pilihan obat glukokortikosteroid inhalasi dan didukung oleh

teofilin, kromones, atau leukotrien. Dan untuk asma moderate persisten,

menggunakan pilihan obat β2-agonist inhalsi dikombinasikan dengan

glukokortikoid inhalasi, teofilin atau leukotrien. Untuk asma severe persisten, β2-

agonist inhalasi dikombinasikan dengan glukokortikosteroid inhalasi, teofilin dan

leukotrien atau menggunakan obat β2 agonist oral (GINA, 2005).

Berikut penjelasan tentang obat-obat pengontrol asma (Controller):

a. Glukokortikosteroid Inhalasi

Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk mengurangi

gejala inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru, mengurangi

hiperresponsif dan mengurangi gejala asma dan meningkatkan kualitas hidup.

Namun, obat ini dapat menimbulkan kandidiasis orofaringeal, menimbulkan

iritasi pada bagian saluran napas atas dan dapat memberikan efek sistemik,

menekan kerja adrenal atau mengurangi aktivitas osteoblast (GINA, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Status Asmatikus Dari USU

b. Glukokortikosteroid Oral

Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat kortikosteroid

inhalasi. Obat ini dapat menimbulkan hipertensi, diabetes,penekanan kerja

hipothalamus-pituitary dan adrenal, katarak, glukoma, obesitas dan kelemahan

(GINA, 2005).

c. Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)

Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronkial pada gejala asma. Obat ini

dapat menurunkan gejala dan menurunkan reaksi hiperresponsitivitas pada sistem

imun nonspesifik. Obat ini dapat menimbulkan batuk-batuk pada saat pemakaian

dengan bentuk formulasi powder (GINA, 2005).

d. β2-Agonist Inhalasi

Obat ini berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam setelah pemakaian.

Obat ini dapat mengurangi gejala asma pada waktu malam, meningkatkan fungsi

paru. Obat ini dapat menimbulkan tremor pada bagian muskuloskeletal,

menstimulasi kerja kardiovaskular dan hipokalemia (GINA, 2005).

e. β2-Agonist Oral

Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala asma pada

waktu malam. Obat ini dapat menimbulkan ansietas, meningkatkan kerja jantung,

dan menimbulkan tremor pada bagian muskuloskeletal (GINA, 2005).

f. Teofilin

Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma

bronkial dengan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh

darah pulmonal. Obat ini dapat menyebabkan efek samping berupa mual, muntah,

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Status Asmatikus Dari USU

diare, sakit kepala, insomnia dan iritabilitas. Pada level yang lebih dari 35

mcg/mL menyebabkan hiperglikemia, hipotensi, aritmia jantung, takikardi,

kerusakan otak dan kematian (Depkes RI, 2007).

g. Leukotriens

Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini berfungsi untuk

mengurangi gejala termasuk batuk, meningkatkan fungsi paru dan menurunkan

gejala asma (GINA, 2005).

Berikut penjelasan tentang obat-obat pelega gejala asma (Reliever):

a. β2-Agonist Inhalasi

Obat ini bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini digunakan untuk

mengontrol gejala asma, variabilitas peak flow, hiperresponsif jalan napas. Obat

ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA,

2005).

b. β2-Agonist Oral

Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung,

tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).

c. Antikolinergik

Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru.

Obat ini dapat menyebabkan mulut kering dan pengeluaran mukus (GINA, 2005).

5. Terapi Penanganan Terhadap Gejala

Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien. Terapi ini dianjurkan kepada

pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala asma, dan dalam

kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini dilakukan di rumah penderita

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Status Asmatikus Dari USU

asma dengan menggunakan obat bronkodilator seperti: β2-agonist inhalasi dan

glukokortikosteroid oral (GINA, 2005).

6. Pemeriksaan Teratur

Pada penatalaksanaan jangka apnjang terdapat dua hal penting yang harus

diperhatikan, yaitu tindak lanjut (follow-up) teratur dan rujuk ke ahli paru untuk

konsultasi atau penanganan lebih lanjut (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,

2007). Penderita asma disarankan untuk memeriksakan kesehatannya secara

teratur kepada tim medis. Pemeriksaan teratur berfungsi untuk melihat

perkembangan kemampuan fungsi paru (GINA, 2005).

7. Pola Hidup Sehat

Dalam penatalaksanaan asma, pola hidup sehat sangat dianjurkan. Pola

hidup sehat akan sangat membantu proses penatalaksanaan asma. Dengan

pemenuhan nutrisi yang memadai, menghindari stres, dan olahraga atau yang

biasa disebut latihan fisik teratur sesuai toleransi tubuh (The Asthma Foundation

of Victoria, 2002). Pemenuhan nutrisi yang memadai dan menghindari stres akan

menjaga penderita asma dari serangan infeksi dari luar yang dapat memperburuk

asma dengan tetap menjaga kestabilan imunitas tubuh penderita asma (The

Asthma Foundation of Victoria, 2002).

Selain itu, juga terdapat serangkaian terapi komplementer yang bisa

bermanfaat bagi penderita asma. Tujuannya bukan untuk menggantikan

pengobatan konvensional yang sedang dijalani, melainkan sebagai upaya

pelengkap yang bisa mempercepat proses penyembuhan. Beberapa terapi

komplementer tersebut adalah terapi herba, homeopati, terapi nutrisi, tissue salt

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Status Asmatikus Dari USU

therapy, aromaterapi, akupunktur, akupresur, refleksologi, teknik pernapasan

Buteyko, meditasi, Yoga, relaksasi progresif dan Chikung (VitaHealth, 2006).

Salah satu terapi alternatif untuk asma yang paling mutakhir dan paling

ilmiah tapi sekaligus kontroversial adalah teknik pernapasan Buteyko. Dalam

teknik pernapasan ini, secara sederhana penanganan asma didasarkan pada usaha

mengembalikan cara bernapas yang benar (VitaHealth, 2006). Penderita asma

dapat memperbaiki pola nafas dan gejala asma lainnya dengan melakukan teknik

pernafasan yang benar secara hati-hati dan teratur (Dupler,2005).

2. Teknik Pernapasan Buteyko

2.1. Defenisi Teknik Pernapasan Buteyko

Teknik Pernapasan Buteyko merupakan suatu metode manajemen/

penatalaksanaan asma yang bertujuan untuk mengurangi konstriksi jalan napas

dengan prinsip latihan bernapas dangkal. Terapi ini dirancang untuk

memperlambat atau mengurangi intake udara ke dalam paru-paru sehingga dapat

mengurangi gangguan pada saluran pernapasan (Dupler, 2005).

2.2. Manfaat Teknik Pernafasan Buteyko

Teknik Pernapasan Buteyko memanfaatkan teknik pernapasan alami secara

dasar dan berguna untuk mengurangi gejala dan memperbaiki tingkat keparahan

pada penderita asma. Teknik Pernapasan Buteyko berguna untuk mengurangi

ketergantungan penderita asma terhadap obat/ medikasi asma. Selain itu, teknik

pernapasan ini juga dapat meningkatkan fungsi paru dalam memperoleh oksigen

dan mengurangi hiperventilasi paru (Dupler, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Status Asmatikus Dari USU

2.3. Tujuan Teknik Pernapasan Buteyko

Tujuan pelaksanaan teknik pernapasan Buteyko ini adalah menggunakan

serangkaian latihan bernapas secara teratur untuk memperbaiki cara bernapas

penderita asma yang cenderung bernapas secara berlebihan agar dapat bernapas

secara benar. Selain itu, tujuan lain dari teknik pernapasan ini adalah untuk

mengembalikan volume udara yang normal (VitaHealth, 2006). Secara garis

besarnya, teknik pernapasan Buteyko bertujuan untuk memperbaiki pola napas

penderita asma dengan cara memelihara keseimbangan kadar CO2 dan nilai

oksigenasi seluler yang pada akhirnya dapat menurunkan gejala asma (Dupler,

2005). Menurut Roy (2006), tujuan umum dari teknik pernapasan Buteyko adalah

untuk rekondisi penderita agar dapat bernapas normal dengan cara-cara sebagai

berikut :

1. Belajar bagaimana untuk membuka hidung secara alami dengan

melakukan latihan menahan napas.

2. Menyesuaikan pernapasan dan beralih dari pernapasan melalui mulut

menjadi pernapasan melalui hidung.

3. Latihan pernapasan untuk mencapai volume pernapasan yang normal

dengan melakukan relaksasi diafragma sampai terasa jumlah udara mulai

berkurang.

4. Latihan khusus untuk menghentikan batuk dan wheezing

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Status Asmatikus Dari USU

5. Perubahan gaya hidup dibutuhkan untuk membantu hal tersebut di atas,

sehingga memfasilitasi jalan untuk dapat sembuh dan rekondisi ke tingkat

normal.

2.4. Prinsip Teknik Pernapasan Buteyko

Selama serangan asma, penderita asma bernapas dua kali lebih cepat

dibandingkan orang normal, yang kemudian kondisi ini dikenal dengan istilah

hiperventilasi (Dupler, 2005). Teori Buteyko menyatakan bahwa dasar penyebab

dari penyakit asma adalah kebiasaan bernapas secara berlebihan (over-breathing)

yang tidak disadari (VitaHealth, 2006).

Teori yang mendasari Buteyko dalam mengembangkan teknik pernapasan

ini adalah :

1. Bila penderita asma melakukan pernapasan dalam, maka jumlah CO2 yang

dikeluarkan akan semakin meningkat. Hal ini dapat menyebabkan jumlah CO2 di

paru-paru, darah dan jaringan akan berkurang (Murphy, 2000).

2. Terjadinya defisiensi CO2 disebabkan oleh cara bernapas dalam yang dapat

menyebabkan pH darah menjadi alkalis. Perubahan pH dapat mengganggu

keseimbangan protein, vitamin dan proses metabolisme. Bila pH mencapai nilai 8,

maka hal ini dapat menyebabkan gangguan metabolik yang fatal (Murphy, 2000).

3. Terjadinya defisiensi CO2 menyebabkan spasme pada otot polos bronkus,

kejang pada otak, pembuluh darah, spastik usus, saluran empedu dan organ

lainnya. Bila penderita asma bernapas dalam, maka semakin sedikit jumlah

oksigen yang mencapai otak, jantung, ginjal dan organ lainnya yang

mengakibatkan hipoksia disertai dengan hipertensi arteri (Murphy, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Status Asmatikus Dari USU

4. Kekurangan CO2 dalam pada organ-organ vital (termasuk otak) dan sel-sel

saraf meningkatkan stimulasi terhadap pusat pengendalian pernapasan di otak

yang menimbulkan rangsangan untuk bernapas, dan lebih lanjut meningkatkan

pernapasan sehingga proses pernapasan lebih intensif yang kemudian dikenal

dengan hiperventilasi atau over-breathing (VitaHealth, 2006).

5. Over-breathing dapat menyebabkan ketidakseimbangan kadar CO2 di dalam

tubuh (terutama paru-paru dan sirkulasi) sehingga hal ini akan mengubah kadar O2

darah dan menurunkan jumlah O2 seluler. Keseimbangan asam-basa tubuh juga

dipengaruhi oleh pola nafas dan konsentrasi O2/ CO2. Pada waktu serangan, over-

breathing dapat menyebabkan stres pada tubuh (Pegasus Neuro Linguistic

Programming, 2009).

Menurut Buteyko, kesulitan bernapas seperti yang dialami oleh penderita

asma merupakan salah satu tanda over-breathing dan faktanya respon alami tubuh

terhadap hal ini adalah mengurangi intake udara ke dalam paru-paru (Pegasus

Neuro Linguistic Programming, 2009). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa ketika

seorang bernapas secara berlebihan, tubuh akan mengorganisasikan mekanisme

pertahanan alami untuk mempertahankan tingkat karbondioksida normal, dengan

cara sebagai berikut:

1. Spasme saluran pernapasan dan alveolus. Keduanya bergerak menguncup

untuk mempersempit bukaan jalaan napas dalam upaya mempertahankan CO2 di

paru-paru.

2. Timbulmya mukus dalam saluran pernapasan, yang merupakan cara lain dari

tubuh untuk mempersempit saluran udara dalam mempertahankan CO2.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Status Asmatikus Dari USU

3. Pembengkakan lapisan permukaan saluran pernapasan sebelah dalam dengan

tujuan yang sama yaitu mempertahankan CO2 (VitaHealth, 2000).

Teknik Pernapasan Buteyko bertujuan untuk memperbaiki kebiasaan buruk

penderita asma yaitu over-breathing atau hiperventilasi dan mengubahnya

menjadi kebiasaan baru yaitu bernapas lebih lambat dan lebih dangkal. Teknik

Pernapasan Buteyko meliputi dua hal penting yaitu relaksasi dan latihan. Pada

tahapan relaksasi, postur tubuh diatur secara rileks terutama tubuh bagian atas.

Teknik pernapasan ini dilakukan untuk merilekskan otot pernapasan dan iga

secara perlahan-lahan yaitu adanya peregangan ke arah luar selama inspirasi dan

penarikan iga ke arah dalam selama ekspirasi. Penderita dianjurkan untuk

mengurangi melakukan pernapasan melalui mulut, tetapi lebih diutamakan untuk

melakukan pernapasan melalui hidung saat serangan asma terjadi (Dupler, 2005).

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan teknik pernapasan

Buteyko adalah mengajarkan penderita asma untuk lebih terorientasi pada

pernapasan melalui hidung, bukan melalui mulut (Mortin, 1999 dalam Thomas,

2004). Menurut Buteyko, bernapas melalui hidung akan mengurangi

hiperventilasi (bernapas dalam) sehingga cara terbaik untuk menghemat CO2

yang keluar adalah dengan merelaksasikan otot-otot pernapasan sehingga

insufisiensi udara yang terjadi saat serangan asma dapat berkurang (Thomas,

2004).

Selain itu, selama latihan perlu diperhatikan pula control pause yaitu waktu

untuk menahan napas secara terkendali. Lamanya waktu penderita menahan napas

harus dicatat. Pada penderita asma, control pause hanya bisa dicapai selama 5-15

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Status Asmatikus Dari USU

detik. Bila melakukan teknik pernapasan Buteyko secara benar, maka tubuh dapat

menahan napas atau mencapai waktu control pause selama 40-60 detik (Dupler,

2005, USA Buteyko Clinic, 2008).

Latihan-latihan yang digunakan dalam Teknik Pernapasan Buteyko berbeda

panjang dan frekuensinya, tergantung pada tingkat keparahan penyakit yang

diderita. Latihan pernapasan Buteyko dilakukan sebelum makan atau menunggu

setidaknya dua jam setelah makan karena pencernaan dapat mempengaruhi

pernapasan (Roy, 2006).

Adapun beberapa persiapan dasar yang perlu dipahami dalam melakukan

teknik pernapasan Buteyko ini menurut Thomas (2004) adalah sebagai berikut :

1. Pengukuran waktu control pause

Dalam melakukan latihan pernapasan Buteyko, sebelum dan sesudah

latihan harus diperiksa terlebih dahulu control pause.

2. Postur (Sikap Tubuh).

Dalam melakukan latihan pernapasan Buteyko, postur yang baik sangat

berperan penting dalam keberhasilan latihan untuk mengurangi hiperventilasi.

Penggunaan kursi yang memiliki sandaran tegak dan tinggi memungkinkan untuk

mengistirahatkan kaki di lantai dengan nyaman dan memungkinkan untuk duduk

dengan posisi yang benar. Jika tidak memiliki kursi dengan sandaran yang lurus,

maka posisi kepala, bahu, dan pinggul harus diatur supaya tegak lurus.

3. Konsentrasi

Tutup mata dan fokus pada pernapasan. Rasakan udara yang bergerak

masuk dan keluar dari lubang hidung dan gerakan berbeda dari tubuh ketika

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Status Asmatikus Dari USU

menarik napas dan menghembuskan napas. Walaupun berkonsentrasi pada

pernapasan mungkin dirasakan sebagai hal yang aneh, tetapi kita tidak dapat

mengubah pola pernapasan kita jika tidak menyadari bagaimana kita bernapas.

4. Relaksasi Bahu

Bahu merupakan bagian penting untuk memperbaiki pernapasan. Oleh

karena tejadi ketegangan dan kekakuan menyebabkan kesulitan untuk menaikkan

otot bahu saat bernapas sehingga mempengaruhi jumlah udara ke dalam paru-

paru. Cobalah untuk sesantai mungkin dan biarkan bahu rileks dengan posisi

alamiah setiap kali bernapas. Relaksasi juga akan membantu mengatur

pernapasan.

5. Memantau aliran udara

Rasakan jumlah aliran udara melalui lubang hidung dengan cara

meletakkan jari di bawah hidung sehingga sejajar dengan lantai. Aliran udara

harus dapat dirasakan keluar dari lubang hidung, tetapi posisi jari tidak boleh

terlalu dekat ke lubang hidung karena dapat mengganggu aliran udara yang masuk

dan keluar dari lubang hidung.

6. Bernapas dangkal

Ketika mulai terasa aliran udara menyentuh jari saat menghembuskan

napas, maka mulailah menarik napas kembali. Hal ini akan menyebabkan

penurunan jumlah udara untuk setiap kali bernapas. Setelah melakukan hal ini,

akan terjadi peningkatan jumlah napas yang dihirup per menit, tapi tidak masalah

jika tujuannya adalah untuk mengurangi volume udara. Udara yang sedikit hangat

terasa di jari menandakan semakin berhasilnya penurunan volume udara setiap

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Status Asmatikus Dari USU

kali bernapas. Tujuannya adalah untuk terus bernapas dengan cara ini selama 3-5

menit.

Kemungkinan yang terjadi adalah tidak dapat menyelesaikan 5 menit

penuh saat pertama kali latihan. Seperti latihan lain pada umumnya, akan lebih

mudah dipahami melalui praktek. Jika mengambil napas dari udara, maka hal itu

berarti adanya usaha untuk mengurangi volume udara yang terlalu cepat dan perlu

untuk memperlambatnya. Tujuannya adalah untuk memperoleh hasil yaitu

pernapasan dapat dikurangi selama 3-5 menit pada suatu waktu. Cara untuk

latihan bernapas dangkal ini adalah sebagai berikut :

Langkah 1

Bernapas hanya melalui hidung, baik inspirasi maupun ekspirasi. Pastikan

mulut tertutup sewaktu bernapas.

Langkah 2

Bernapaslah hanya dengan diafragma, tidak dengan pernapasan dada. Atur

posisi dan duduklah di depan cermin. Letakkan tangan di perut, lalu tarik napas.

Perhatikan bahwa tidak terjadi penggunaan otot-otot dada untuk bernapas, yang

bergerak turun hanya tangan yang sebelumnya diletakkan di perut. Ketika

menghembuskan napas, tangan yang diletakkan di perut harus bergerak naik ke

posisi normal (posisi sebelumnya).

Langkah 3

Letakkan jari di bawah hidung. Napas haruslah sangat dangkal dimana

hampir tidak terasa pergerakan udara (saat tarikan dan hembusan napas).

7. Pengukuran control pause and pemeriksaan denyut nadi

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Status Asmatikus Dari USU

Setelah menyelesaikan tahapan 5 menit seperti yang tersebut di atas ,

selama apapun waktunya untuk mulai latihan, maka harus diperiksa kembali

denyut nadi dan control pause.

8. Istirahat

Sebelum memulai tahapan 5 menit berikutnya, sebaiknya istirahat. Untuk

memperoleh manfaat besar dari latihan pernapasan Buteyko ini, maka dibutuhkan

waktu minimal 20 menit per hari.

9. Latihan Blok

Setiap sesi terdiri dari 4 blok penurunan frekuensi bernapas dengan

memeriksa denyut nadi dan control pause sebelum dan setelah latihan.

Dibandingkan dengan sesi awal, maka control pause harus lebih panjang

waktunya dan untuk denyut nadi harus lebih rendah.

2.5. Tahapan Latihan Teknik Pernapasan Buteyko

Teknik pernapasan Buteyko adalah satu set latihan pernapasan sederhana

untuk membantu mengendalikan asma dan gangguan pernapasan lainnya.

Lamanya waktu untuk melakukan seluruh tahapan teknik pernapasan ini adalah 25

menit. Adapun langkah-langkah secara umum dalam melakukan latihan teknik

pernapasan ini adalah sebagai berikut :

Langkah 1 : Tes Bernapas Contol pause

Pada tahap awal, sebagai pemanasan sebaiknya ambil napas terlebih dahulu

sebanyak 2 kali , kemudian ditahan, lalu dihembuskan. Setelah itu, lihat berapa

lama waktu dapat menahan napas. Tujuannya adalah untuk dapat menahan napas

selama 40-60 detik.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Status Asmatikus Dari USU

Langkah 2 : Pernapasan Dangkal

Ambil napas dangkal selama 5 menit. Bernapas hanya melalui hidung,

sedangkan mulut ditutup. Kemudian lakukan tes bernapas control pause. Hitung

kembali waktu untuk dapat menahan napas.

Langkah 3: Teknik Gabungan

Ulangi kembali "tes control pause- bernafas dangkal- tes control pause

sebanyak 4 kali.

Sedangkan untuk setiap tingkat kesulitan latihan, maka langkah-langkah

yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Tingkat kesulitan sangat mudah, tahapannya adalah :

Langkah 1

Duduk atau berbaring dalam ruangan yang tenang. Mulai untuk mengatur

pernapasan dan fokus pada setiap napas yang diambil. Biarkan pernapasan

menjadi lebih lambat dan lebih dangkal secara perlahan dan bertahap.

Langkah 2

Tarik napas melalui hidung secara perlahan-lahan. Dengan bernapas melalui

hidung, tubuh dapat mempertahankan karbondioksida yang lebih tinggi dan kadar

nitrat oksida dalam paru-paru.

Langkah 3

Bernapas penuh melalui hidung. Pastikan bernapas hanya melalui hidung,

karena seperti yang telah dipaparkan bahwa pernapasan melalui mulut dapat

mengeringkan saluran pernapasan.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Status Asmatikus Dari USU

Langkah 4

Setelah menghembuskan napas, tahan napas sesuai dengan kemampuan

hingga terasa dorongan untuk menarik napas. Hal ini memang terlihat sulit pada

awalnya, tapi dengan latihan secara teratur maka akan terbiasa. Jangan mencoba

untuk menahan napas lebih lama dari yang diperlukan.

Langkah 5

Ambil napas secara perlahan dan tahan selama mungkin sesuai dengan

kemampuan sampai terasa dorongan untuk menghembuskan napas. Ulangi

tahapan ini beberapa kali sehari untuk berlatih bernapas melalui hidung. Pastikan

dalam menarik napas dan menghembuskan secara perlahan untuk mencegah

hiperventilasi.

b. Tingkat kesulitan mudah, tahapannya adalah :

Langkah 1

Cari tempat yang nyaman untuk duduk atau berbaring. Semakin nyaman

tempat dan posisi untuk latihan, akan semakin efektif pengaruh yang dihasilkan.

Langkah 2

Tutup mata dan fokus pada pernapasan. Mulai secara perlahan, bernapas

dalam melalui hidung. Lakukan hal ini minimal selama 1 menit.

Langkah 3

Ambil napas dangkal. Hiruplah udara secukupnya sehingga dapat bernapas

dengan nyaman. Tahan napas sesuai dengan kemampuan. Jangan memaksakan

diri dengan langkah ini. Jika merasa terengah-engah, kembali ke langkah 2 dan

mulai dari awal lagi.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Status Asmatikus Dari USU

Langkah 4

Tahan napas sedikit lebih lama daripada sebelumnya. Lakukan selama 10

menit per hari.

c. Tingkat kesulitan sedang, tahapannya adalah :

Langkah 1

Duduklah dalam posisi tegak dan bernapas dangkal selama 3 menit.

Langkah 2

Hitung waktu control pause. Bernapas secara normal. Tutup hidung dengan

cara mencubit cuping hidung. Hitung berapa lama waktu untuk dapat menahan

napas sebelum merasakan sedikit dorongan untuk bernapas. Tahapan ini mungkin

hanya dapat dilakukan dalam beberapa detik saja tetapi tujuan akhir dari tahapan

ini adalah 60 detik.

Langkah 3

Bernafas dangkal selama 3 menit.

Langkah 4

Ambil napas normal dan hembuskan napas secara perlahan. Tutup hidung

dan tahan napas selama 20 detik. Setelah selesai, tahan keinginan untuk

mengambil napas dalam.

Langkah 5

Bernapas dangkal selama 3 menit lagi.

Langkah 6

Ambil napas normal dan hembuskan napas secara perlahan. Tutup hidung

dan tahan napas selama 30 detik. Kembali bernapas normal.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Status Asmatikus Dari USU

Langkah 7

Bernapas dangkal selama 3 menit lagi.

Langkah 8

Tutup hidung dan tahan napas selama 40 detik. Kembali bernapas normal.

Langkah 9

Bernapas dangkal selama 3 menit lagi.

Langkah 10

Hitung waktu control pause lagi. Selesai latihan secara teratur, control

pause harus lebih baik dibandingkan saat awal latihan.

2.6. Teknik Pernapasan Buteyko pada Penderita Asma

Salah satu metode yang dikembangkan untuk memperbaiki cara bernapas

pada penderita asma adalah teknik pernapasan Buteyko (Fadhil, 2009). Teknik

pernapasan Buteyko memiliki kegunaan untuk memperbaiki cara bernapas pada

penderita asma agar dapat bernapas secara efisien dan benar agar gejala asma

seperti hiperventilasi dapat dikurangi (Kolb, 2009).

Jenis pernapasan yang dilakukan selama latihan teknik pernapasan Buteyko

adalah pernapasan diafragma, dimana otot diafragma dilatih untuk bernapas dan

menahan napas menurut kemampuan penderita asma (Roy, 2006). Menurut

penelitian yang dilakukan oleh Ma (2002) terhadap penderita PPOK, maka dengan

menggunakan latihan otot pernapasan diafragma dapat meningkatkan kemampuan

fungsi paru penderita PPOK secara signifikan.

Latihan pernapasan Buteyko membantu menyeimbangkan kadar

karbondioksida dalam darah yang hilang akibat hiperventilasi sehingga membantu

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Status Asmatikus Dari USU

pelepasan hemoglobin dalam darah untuk melepaskan oksigen sehingga

transportasi oksigen ke jaringan berjalan lancar (Roy, 2006). Teknik pernapasan

Buteyko juga dapat membantu mengurangi kesulitan bernapas pada penderita

asma dengan cara menahan karbondioksida agar tidak hilang secara progresif

akibat hiperventilasi. Sesuai dengan sifat karbondioksida yang mendilatasi

pembuluh darah dan otot, maka dengan menjaga keseimbangan kadar

karbondioksida dalam darah akan mengurangi terjadinya bronkospasme pada

penderita asma (Kolb, 2009).

Latihan teknik pernapasan Buteyko secara teratur akan mengurangi ekspirasi

paksa serta penekanan pada otot dinding dada yang menyebabkan rasa sesak

(Murphy, 2000). Selain itu, dengan melakukan teknik pernapasan Buteyko maka

peningkatan kadar karbondioksida dapat tercapai sehingga terjadi dilatasi otot

bronkus yang kemudian mengurangi bronkospasme dan munculnya wheezing

(Mchugh et al., 2003).

Dengan begitu teknik pernapasan Buteyko dapat memperbaiki keadaan

fisiologis paru pada penderita asma disertai dengan penurunan hiperventilasi

akibat hilangnya karbondioksida saat terjadinya serangan asma (Dupler, 2005).

Universitas Sumatera Utara