stabilitas obat
-
Upload
indah-c-kadullah -
Category
Documents
-
view
55 -
download
1
description
Transcript of stabilitas obat
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Untuk suatu sediaan obat yang dibuat utamanya dalam skala besar, yang
melalui waktu penyimpanan yang panjang, diharapkan suatu ruang waktu daya
tahan selama kurang lebih 5 tahun. Sedian obat sebaiknya berjumlah 3 tahun
dalam kasus yang kurang baik. Obat yang dibuat secara reseptur, sebaiknya
menunjukkan suatu stabilitas untuk sekurang-kurangnya beberapa bulan. Akan
tetapi untuk preparat yang terakhir disusun dengan suatu pembatasan dari waktu
penyimpanan.
Sifat khas kualitas yang penting adalah kandungan bahan aktif, keadaan
galeniknya, termasuk sifat yang dapat terlihat secara sensorik, sifat mikrobiologis
dan toksikologisnya dan aktivitasnya secara terapeutik. Skala perubahan yang
diizinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam farmakope. Untuk barang
jadi obat dan obat yang tidak terdaftar berlaku keterangan yang telah dibuat dalam
peraturan yang baik.
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu obat
atau sediaan farmasi biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan
memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan pasien yang membutuhkan.
Penyebab ketidakstabilan sediaan obat ada dua watak, pertama kali adalah
labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu sendiri. Yang terakhir dihasilkan
dari bahan kimia dan kimia fisika, untuk lainnya adalah faktor luar seperti suhu,
kelembapan, udara, dan cahaya, menginduksi atau mempercepat reaksi yang yang
berkurang nilainya. Faktor-faktor yang telah disebutkan menjadi efektif dalam
skala tinggi adalah bergantung dari jenis galenik dari sediaan dalam obat padat,
seperti serbuk, bubuk, dan tablet.
Penjelasan di atas menjelaskan kepada kita bahwa betapa pentingnya kita
mengetahui pada keadaan yang bagaimana suatu obat tersebut aman dan dapat
bertahan lama, sehingga obat tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu yang
lama tanpa menurunkan khasiat obat tersebut.
1
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan kestabilan obat pada berbagai
pH dan suhu.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Menetapkan kestabilan amoksisilin pada berbagai pH yaitu pH 4,0 ; pH 5,0 ;
dan pH 6,0 dan pada berbagai suhu yaitu 40oC, 50oC, 60oC.
I.2.3 Prinsip Percobaan
Penentuan kestabilan amoksisilin pada berbagai pH dan sushu berdasarkan
konstanta kecepatan reaksinya yang diperoleh dari grafik waktu terhadap
konsentrasi dimana konsentrasi amoksisilin ditetapkan dengan metode iodometri.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Teori Umum
Tidak tergantung dari karakter jalannya proses jalannya penguraian
(perubahan kimia, fisika dan mikrobiologis) adalah terpenting untuk mengetahui
waktu yang mana bahan obat atau sistem bahan obat dibawah persyaratan
lingkungan tertentu. Memenuhi tuntutan yang telah dilaporkan. Untuk mendeteksi
perbandingan stabilitas maka dipakai 2 metode yakni (1) tes daya tahan waktu
panjang yang mengantarkan bahwa obat selama ruang waktu yang diminati
disimpan di bawa persyaratan penyimpanan (suhu, cahaya, udara dan
kelembapan) yang dituntut atau diharapkan di dalam lemari pendingin atau ruang
pendingin dan dalam jarak waktu yang cocok dan pada akhir percobaan dikontrol
kandungan bahan obat atau nilai efektifnya, sifat mikrobiologis, maupun sifat
sensoris dan keadaan galeniknya yang dapat dideteksi dengan metode fisika. (2)
tes daya tahan dipercepat dilakukan dibawah pembebanan panas, dengan ini
digunakan membuat peraturan kinetika reaksi, lagi pula penguraian dipelajari
pada suhu yang lebih tinggi daripada suhu ruang dan kemudian diekstrapolasikan
pada suhu penyimpanan (Voight, 1995).
Degradasi kimia konstituen dalam sebuah produk obat sering
menyebabkan kerugian dalam potensi, misalnya, hidrolisis cincin b-laktam hasil
benzilpenisilin dalam aktivitas antimikroba yang lebih rendah. dalam contoh
beberapa produk degradasi dari obat mungkin degradasi beracun suatu eksipien
dapat menimbulkan masalah stabilitas fisik atau mikrobiologis. Pada umumnya,
reaksi kimia berlangsung lebih mudah dalam keadaan cair daripada dalam
keadaan padat sehingga masalah stabilitas serius lebih umum ditemui dalam obat
cair (Walter, 1994).
Stabilitas farmasi harus diketahui untuk memastikan bahwa pasien
menerima dosis obat yang diresepkan dan bukan hasil ditemukan degradasi efek
terapi aktif. farmasi diproduksi bertanggung jawab untuk memastikan ia
merupakan produk yang stabil yang dipasarkan dalam batas-batas tanggal
kedaluwarsa. apoteker komunitas memerlukan pengetahuan tentang faktor-faktor
3
yang mempengaruhi stabilitas bahwa ia benar dapat menyimpan obat-obatan,
pemilihan wadah yang tepat untuk mengeluarkan obat tersebut, mengantisipasi
interaksi ketika pencampuran beberapa bahan obat, persiapan, dan
menginformasikan kepada pasien setiap perubahan yang mungkin terjadi setelah
obat telah diberikan (Parrot, 1978).
Dalam mempertimbangkan stabilitas kimia farmasi yaitu untuk
mengetahui urutan reaksi, yang diperoleh secara eksperimental dengan mengukur
laju reaksi sebagai fungsi dari konsentrasi obat merendahkan. urutan keseluruhan
reaksi adalah jumlah dari eksponen istilah konsentrasi tingkat ekspresi. Urutan
sehubungan dengan tiap reaktan itu eksponen dari istilah konsentrasi individu
dalam tingkat ekspresi (Parrot, 1978).
Solusi tingkat reaksi biasanya dinyatakan dalam satuan perubahan
konsentrasi per periode waktu, misalnya, mol per liter per jam, dan laju reaksi
kimia yang terjadi dalam larutan biasanya sebanding dengan konsentrasi spesies
reaksi sebagai berikut ( Martin, 1971).
Reaksi orde nol di mana tingkat adalah independen dari konsentrasi
reaktan. Laju reaksi ditentukan oleh faktor lain, seperti penyerapan cahaya dalam
reaksi fotokimia atau tingkat difusi dalam reaksi permukaan tertentu (Parrot,
1978).
Pada umumnya penentuan kestabilan suatu zat obat dapat dilakukan dengan
cara kinetika kimia. Cara ini tidak memerlukan waktu yang lama sehingga praktis
digunakan dalam bidang farmasi. Hal-hal yang penting diperhatikan dalam
penentuan kestabilan suatu zat dengan cara kinetika kimia adalah (Anonim, 2010):
a. Kecepatan reaksi.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi.
c. Tingkat reaksi dan cara penentuannya.
Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan dimaksudkan dalam
rantai peristiwa ini :
1. Kestabilan dan tak tercakup proses laju umumnya adalah suatu yang
menyebabkan ketidak aktifan obat melalui penguraian obat, atau melalui
hilangnya khasiat obat karena perubahan bentuk fisik dan kimia yang kurang
4
diinginkan dari obat tersebut.
2. Disolusi, disini yang diperhatikan terutama kecepatan berubahnya obat dalam
bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molekular.
3. Proses absorbsi, distribusi, dan eliminasi beberapa proses berkaitan dengan laju
absorbsi obat ke dalam tubuh, laju distribusi obat dalam tubuh dan laju
pengeluaran obat setelah proses distribusi dengan berbagai faktor, seperti
metabolisme, penyimpanan dalam organ tubuh lemak, dan melalui jalur-jalur
penglepasan.
4. Kerja obat pada tingkat molekular obat dapat dibuat dalam bentuk yang tepat
dengan menganggap timbulnya respon dari obat merupakan suatu proses laju.
Konstanta K yang ada dalam hukum laju yang digabung dengan reaksi
elementer, disebut konstanta laju spesifik untuk reaksi itu. Setiap perubahan
dalam kondisi reaksi seperti temperatur, pelarut atau sedikit perubahan dari
suatu komponen yang terlibat dalam reaksi akan menyebabkan hukum laju
reaksi mempunyai harga yang berbeda untuk konstanta laju spesifik. Secara
eksperimen, suatu perubahan konstanta laju spesifik berhubungan terhadap
perubahan dalam kemiringan garis yang diberikan oleh persamaan laju. Variasi
dalam konstanta spesifik merupakan kebermaknaan yang fisik yang penting,
karena perubahan dalam konstanta ini menggambarkan suatu perubahan pada
tingkat molekul sebagai akibat variasi dalam kondisi reaksi (Martin, 1983) .
Konstanta laju yang didapat dari reaksi-reaksi yang mengandung
sejumlah langkah molekularita yang berbeda merupakan fungsi konstanta laju
spesifik untuk berbagai bentuk langkah. Setiap perubahan dalam sifat-sifat dari
suatu langkah yang disebabkan modifikasi pada kondisi reaksi itu atau pada sifa
sifat dari molekul yang terlibat dalam langkah-langkah ini, akan menyebabkan
perubahan harga konstanta laju keseluruhan. Pada saat variasi dalam konstanta
laju keseluruhan dapat digunakan untuk memberikan informasi yang berguna
mengenai suatu reaksi, segala sesuatu yang mempengaruhi konstanta laju spesifik
akan mempengaruhi laju yang lainnya, maka sulit untuk memberikan arti variasi
dalam konstanta laju keseluruhan untuk reaksi ini (Martin, 1983).
5
Stabilitas obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah kadar
obat yang berkhasiat. Batas kadar obat yang masih tersisa 90 % tidak dapat lagi
atau disebut sebagai sub standar waktu diperlukan hingga tinggal 90 % disebut
umur obat. Orde reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode, diantaranya
(Martin, 1983) :
1. Metode substitusi
Data yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya suatu reaksi
disubstitusikan ke dalam bentuk integral dari persamaan berbagai orde reaksi.
jika persamaan itu menghasilkan harga K yang tetap konstan dalam batas-batas
variasi percobaan, maka reaksi dianggap berjalan sesuai dengan orde tersebut.
2. Metode grafik
Plot data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk mengetahui orde
reaksi tersebut. Jika konsentrasi di plot terhadap t dan didapat garis lurus,
reaksi adalah orde nol. Reaksi dikatakan orde pertama bila log (a-x) terhadap t
menghasilkan garis lurus. Suatu reaksi orde kedua akan memberikan garis
lurus bila 1/ (a-x) diplot terhadap t (jika konsentrasi mula-mula sama). Jika plot
1 /(a-x)² terhadap t menghasilkan garis lurus dengan seluruh reaktan sama
konsentrasi mula-mulanya, reaksi adalah orde ketiga.
3. Metode waktu paruh
Dalam reaksi orde nol, waktu paruh sebanding dengan konsentrasi awal,
waktu paruh reaksi orde pertama tidak bergantung pada a; waktu paruh untuk
reaksi orde kedua, dimana a = b sebanding dengan 1/a dari dalam reaksi orde
ketiga, dimana a = b = c, sebanding dengan 1/a². Umumnya berhubungan antar
hasil di atas memperlihatkan waktu paruh suatu reaksi dengan konsentrasi seluruh
reaktan sama.
Ada beberapa pendekatan untuk kestabilan dari preparat-preparat farmasi
yang mengandung obat-obat yang cenderung mengurai dengan hidrolisis.
Barangkali paling nyata adalah reduksi atau eliminasi air dari sistem farmasi.
Bahkan bentuk-bentuk sediaan padat yang mengandung obat-obat labil air harus
dilindungi dari kelembaban atmosfer. Ini dapat dibantu dengan menggunakan
6
suatu penyalut pelindung tahan air menyelimuti tablet atau dengan menutup dan
menjaga obat dalam wadah tertutup kuat (Martin, 1983).
Ketidakstabilan yang terpenting adalah secara fisika (Ansel, 1985) :
1. Perubahan struktur Kristal
Banyak bahan obat menunjukkan sifat polimorf artinya mereka berkemampuan
muntuk muncul dalam modifikasi yang berlainan. Selama penyimpanan dapat
berlangsung perubahan polimorf, yang disebabkan perubhan lingkungan dalam
sediaan obat yang tidak dapat dilihat secara orgaleptik, tetapi umumnya
menyebabkan perubahan dalam sikap pelepasan dan sikap rebsorbsinya.
2. Perubahan keadaan distribusi
Melalui efektivitas gravitasi pada cairan sistem berfase banyak memungkinkan
terjadi munculnya pemisahan, yang mula-mula terasakan hanya sebagai
pergeseran tingkat dispersitas yang dapat dilihat secara mikroskopis, tetapi
dalam stadium yang lebih maju dapat juga dilihat secara makroskopis sebagai
sedimentasi atau pengapungan.
3. Perubahan konsistensi dan agregat
Sediaan obat semi padat seperti salep dan pasta selama penyimpanannya
seringkali mengeras kemudia yang dalam kasus ekstrim mengarahnya padda
suatu kerugian daya penerapannya.
4. Perubahan perbandingan kelarutan
Pada sistem dispersi monokuler misalnya larutan bahan obat dapat
menyebabkan terlampauinya produk kelarutan, dengan demikian terjadi
pemisahan (pengendapan) dari bahan terlarut melampaui perubahan
konsentrasi yang disebabkan oleh penguapan bahan pelarut atau melalui
perubahm suhu.
5. Perubahan perbandingan hidratasi
Melalui pengambilan atau pelepasan dari cairan perbandingan hidratasi
senyawa dipengaruhi dan denggan demikian menentukan sifat. Contoh yang
jelas nyata adalah pencairan atau menjadi kotornya ekstrak disebabkan oleh
higroskopisitas yang besar dari sediaan ini.
7
Kestabilan dari suatu zat merupakan dari suatu zat merupakan faktor
yang harus diperhatikan dalam formulai suatu sediaan farmasi. Hal itu penting
mengingat sediaannya biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan juga
memerlukan waktu yang lama sampai ke tangan pasien yang membutuhkannya.
Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat mengalami penguraian
dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat
membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi kestabilan suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi
pembuatan sediaan yang tepat sehingga kestabilan obat terjaga (Anonim, 2010).
Untuk obat tertentu, satu bentuk kristal atau polimorf mungkin lebih
stabil daripada lainnya, hal ini penting supaya obat dipastikan murni sebelum
diprakarsai oleh percobaan uji stabilitasnya dan suatu ketidakmurnian mungkin
merupakan katalisator pada kerusakan obat atau mungkin menjadikan dirinya
tidak akan stabil mengubah kestabilan fisik bahan obat dan suatu kestabilan obat
yang sempurna (Martin, 1983).
Interkonveksi bentuk hidrat dan anhidrat dari Ampicilin dapat memiliki
efek yang berkaitan pada laju pelarutan dari formulasi berarti berkaitan juga
dengan ketersediaan hayati. Bentuk dari anhidrat lebih larut dibandingkan dengan
berat murni kelarutannya pada suhu 37º C telah ditentukan bagian fungsi dari pil
unuk ke suatu bentuk Kristal (Martin, 1983).
Dahulu untuk mengevaluasi kestabilan suatu sediaan farmasi dilakukan
pengamatan pada kondisi dimana obat tersebut disimpan. Misalnya pada
temperatur kamar. Ternyata metode ini memerlukan waktu yang lama dan tidak
ekonomis. Sekarang waktu mempercepat analisis dapat dilakukan test stabilitas
dipercepat yaitu dengan mengamati perubahan konsentrasi pada suhu tinggi.
Dengan membandingkan dua harga K pada temperatur yng berbeda dapat dihitung
energi aktivasinya sehingga K pada suhu kamarpun dapat dihitung. Harga K pada
suhu kamar dapat juga dihitung dari grafik antara log 1 dengan 1/T. Dengan
demikian batas kadaluarsa suatu sediaan farmasi dapat diketahui dengan tepat
(Martin, 1983).
8
Stabilitas kimia obat sangat penting karena menjadi kurang efektif karena
mengalami degradasi. Stabilitas kimia obat sangat penting karena menjadi kurang
efektif karena mengalami degradasi. Dekomposisi obat juga dapat menghasilkan
racun oleh produk-produk yang berbahaya bagi pasien. Dekomposisi obat juga
dapat menghasilkan Racun oleh produk-produk yang menggila bagi Pasien.
Ketidakstabilan mikrobiologis produk obat yang steril juga bisa berbahaya.
Ketidakstabilan mikrobiologis produk obat yang steril juga bisa berbahaya
(Anonim, 2010).
II.2 Uraian Bahan
1. Amoxicillin (Depkes,1995).
Nama resmi : Amoxicillinum
Sinonim : Amoksisilin
Rm/Bm : C16H19N3O5S.3H2O / 419,45
Pemerian : Serbuk hablur, putih; praktis tidak berbau.
Kelarutan : Sukar larut dalam air dan methanol ; tidak larut dalam
benzena, dalam karbon tetraklorida dan dalam klorotorm.
Khasiat : Infeksi jaringan kulit dan jaringan lunak, saluran
pernafasan.
Kegunaan : Sebagai sampel
2. Larutan NaOH (Depkes,1979)
Nama resmi : Natrii Hidroxydum
Sinonim : Natrium Hidroksida
Rm/Bm : Na – O – H / 40,00
Pemerian : Bentuk batang, butiran, masa hablur atau keping, kering,
keras, rapuh dan menunjukan reaksi natrium yang bekerja
pada reaksi identifikasi.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (90%) P.
Kegunaan : Sebagai pereaksi
3. Larutan HCL (Depkes,1979)
Nama resmi : Acidum Hydrochloridum
Sinonim : Asam Klorida
9
Rm/Bm : HCL / 36,46
Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang. Jika
diencerkan dengan 2 bagian air, asap dan bau hilang.
Kegunaan : Sebagai reaktan reaksi substitusi dan metatesis.
4. Larutan Na2S2O3 (Depkes,1979)
Nama resmi : Natrium Tiosulfas
Sinonim : Natrium tiosulfat
Rm/BM : Na2S2O3.5H2O / 248,17
Pemerian : Hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur kasar.
Dalam udara lembab meleleh basah; dalam hampa udara
pada suhu diatas 30o merapuh.
Kelarutan : Larutan dalam 0,5 bagian air; praktis tidak larut dalam
etanol (9,5%).
Kegunaan : Sebagai penitrasi
5. I2 (Depkes,1979)
Nama Resmi : Iodum
Sinonim : Iodida
RM / BM : I2 / 126,91
Pemerian : Keping atau granul, berat hitam keabu-abuan; bau khas,
berkilau seperi metal
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air; mudah larut dalam karbon
disulfide, dalam Kloroform, dalam karbon tetraklorida
dan dalam eter; larut dalam etanol . Dan dalam eter; larut
dalam etanol dan dalam larutan iodide; agak sukar Larut
dalam gliserin.
Kegunaan : Sebagai pereaksi
10
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan Percobaan
III.1.1 Alat-alat yang digunakan
1. Batang pengaduk
2. Buret 25 ml
3. Corong
4. Gelas ukur (Pyrex Iwaki)
5. Labu erlenmeyer 200 ML (Pyrex Iwaki)
6. Labu takar 100 ml (Pyrex Iwaki)
7. Neraca analitik (Cityzen)
8. Waterbath (Daihan)
9. Pipet volume 1 ml
10. Sendok tanduk
11. Statif dan klem
12. Termometer
III.1.2 Bahan-bahan yang digunakan
1. Aluminium Foil
2. Amoksisilin (Sanbe Farma)
3. Kertas timbang
4. Larutan dapar pH 4,0
5. Larutan dapar pH 4,0
6. Larutan dapar pH 4,0
7. Larutan I2 0,01 N
8. Larutan Na2S2O3 0,1 N
9. Larutan HCL 0,1 N
10. Larutan NaOH 0,1 N
11. Larutan kanji 0,5%
12. Tissue roll
11
III.2 Cara Kerja
A. Pengaruh pH
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang amoksisilin 100 mg pada neraca analitik sebanyak tiga kali.
Dimasukkan masing-masing larutan dapar pH 4,0 ; 5,0 dan 6,0
3. Dicukupkan sampai 100 ml dalam labu takar 100 ml
4. Dipanaskan hingga suhu 50oC pada waterbath
5. Jika sudah tercapai suhu 50oC masing-masing pH dipipet 1 ml sebanyak 2
kali (menit 0)
6. Pada masing-masing pH 1 ml pertama dimasukkan dalam erlenmeyer,
ditambah dengan NaOH 0,1 N. Kemudian ditambah dapar pH 4,0
kemudian didiamkan selama 5 menit
7. Ditambah lagi dengan 1 ml HCL 0,1 N
8. Ditambah dengan I2 0,01 N, homogenkan didiamkan selama 10 menit
ditempat gelap sampai berwarna kuning buram
9. Ditambah dengan indicator kanji sebanyak 3 tetes.
10. Dilakukan titrasi dengan Na2S2O3 0,01 N sampai terjadi perubahan warna
dari biru menjadi tak berwarna
11. Volume yang diperoleh sebagai V1
12. Untuk 1 ml kedua ditambah dengan dapar pH 4,0 sebanyak 4 ml.
Diamkan selama 5 menit, kemudian ditambah dengan I2 10 ml
13. Didiamkan selama 10 menit di tempat gelap, kemudian ditambah dengan
indikator kanji sebanyak 3 tetes
14. Titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N
15. Volume yang diperoleh sebagai V2
16. Perlakuan ini dilakukan kembali pada menit ke 10, 20 dan menit ke 30
17. Dihitung kadar masing-masing dengan rumus :
18. Dihitung waktu paruhnya. Waktu paruh terbesar berarti stabilitas obatnya
baik pada pH tersebut
12
19. Dibuat grafik hubungan
B. Pengaruh Suhu
1. Ditimbang amoksisilin sebanyak 100 mg kemudian dilarutkan dalam dapar
pH 8,0 dicukupkan sampai 100 ml
2. Dipipet dari situ ke dalam Erlenmeyer sebanyak 30 ml tiga kali
3. Dipanaskan pada suhu 40oC, 50oC, 60oC.
4. Setelah suhunya tecapai dipipet 1 ml sebanyak 2 kali dalam erlenmeyer
(sebagai menit ke 0)
5. 1 ml pertama ditambah dengan NaOH 0,1 N 1 ml, kemudian 4 ml dapar pH
4,0 dan didiamkan selama 5 menit
6. Ditambah dengan HCL 0,1 N dan 10 ml I2 dan didiamkan ditempat gelap
selama 10 menit
7. Kemudian ditambah dengan indikator kanji sebanyak 3 tetes, dititrasi
dengan NaS2O3 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi tak
berwarna. Volume yang diperoleh sebagai V1
8. Untuk 1 ml kedua ditambah dapar pH 4,0 lalu diamkan selama 5 menit.
Ditambahkan lagi dengan I2 sebanyak 10 ml lalu didiamkan 10 menit di
tempat gelap.
9. Ditambah indikator kanji lalu dititrasi dengan NaS2O3 0,1 sampai terjadi
perubahan warna dari biru menjadi tak berwarna. Dihitung volume titrasi
sebagai V2.
10. Dihitung kadar dengan rumus :
11. Dibuat grafik persamaan
12. Perlakuan ini diulang pada menit ke 10, 20, dan 30
13. Ditentukan waktu paruhnya. Waktu paruh terbesar berarti suhu itu paling
stabil
13
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data Pengamatan
A. Pengaruh pH
Waktu
(menit)
pH 4,0 pH 5,0 pH 6,0
V1(ml) V2(ml) V1(ml) V2(ml) V1(ml) V2(ml)
0o 0,8 0,9 1,0 1,1 0,4 2,6
10o 0,9 1,1 0,9 1,0 0,5 0,75
20o 1,2 2,1 1,0 1,1 0,8 0,9
30o 0,7 1,2 1,1 1,2 0,9 1,2
B. Pengaruh suhu
Waktu
(menit) 40oC 50oC 60oC
V1(ml) V2(ml) V1(ml) V2(ml) V1(ml) V2(ml)
0o 0,9 0,9 0,9 1 1,1 1,4
10o 0,7 1,1 0,5 0,6 0,8 1,2
20o 1,0 1,2 0,8 0,9 0,6 1,0
30o 0,7 0,8 0,4 0,5 0,7 0,9
IV.2 Perhitungan
A. Perhitungan Kadar
- Pengaruh pH
1. Untuk pH 4,0
Waktu ke 0o
K=
14
K=
K= 0,005
Waktu ke 10o
K=
K=
K=0,01
Waktu ke 20o
K=
K=
K= 0,05
Waktu ke 30o
K=
K=
K= 0,03
2. Untuk pH 5,0
Waktu ke 0o
K=
K=
K= 0,005
Waktu ke 10o
15
K=
K=
K= 0,005
Waktu ke 20o
K=
K=
K= 0,005
Waktu ke 30o
K=
K=
K= 0,005
3. Untuk pH 6,0
Waktu ke 0o
K=
K=
K= 0,12
Waktu ke 10o
K=
K=
16
K= 0,01
Waktu ke 20o
\K=
K=
K= 0,005
Waktu ke 30o
K=
K= = 0,02
- Pengaruh Suhu
1. Untuk suhu 40oC
Waktu ke 0o
K=
K=
K= 0
Waktu ke 10o
K=
K=
K=0,02
Waktu ke 20o
K=
17
K=
K= 0,01
Waktu ke 30o
K=
K=
K= 0,005
2. Untuk suhu 50oC
Waktu ke 0o
K=
K=
K= 0,005
Waktu ke 10o
K=
K=
K= 0,005
Waktu ke 20o
K=
K=
K= 0,005
Waktu ke 30o
18
K=
K=
K= 0,005
3. Untuk suhu 60oC
Waktu ke 0o
K=
K=
K= 0,02
Waktu ke 10o
K=
K=
K= 0,02
Waktu ke 20o
K=
K=
K= 0,02
Waktu ke 30o
K=
K=
19
K= 0,01
B. Regresi linear
1. Pengaruh pH
Untuk pH 4,0
X Y x y x2 y2 xy
0o 0,005 -15 -0,015 225 0,000225 0,225
10o 0,01 -5 -0,01 25 0,0001 0,05
20o 0,05 5 0,03 25 0,0009 0,15
30o 0,03 15 0,01 225 0,0001 0,15
60
Rata-rata=15
0,095
Rata-rata=0,02
500 0,0013 0,575
b = =
= 0,0011
a = – b = 0,02 - (0,0011) (15)
= 0,004
Menit ke 0 = y = + bx = 0,004 + (0,0011) x 0
= 0,004
Menit ke 10 = y = + bx= 0,004 + (0,0011) x 10
= 0,015
Menit ke 20 = y = + bx= 0,004 + (0,0011) x 20
= 0,026
Menit ke 30 = y = + bx= 0,004 + (0,0011) x 30 =
0,037
K = 2,303 x b
= 2,303 x 0,0011
= 0,0025 = 0,002
20
t menit = 5,77 jam
Untuk pH 5,0
X Y X Y x2 y2 Xy
0o 0,005 -15 0 225 0 0
10o 0,005 -5 0 25 0 0
20o 0,005 5 0 25 0 0
30o 0,005 15 0 225 0 0
60
Rata-rata=15
0,02
Rata-rata=0,005
500 0 0
b = =
= 0
a = – b = 0,005- (0).(15)
= 0,005
Menit ke 0 = y = a + bx = 0,005 + (0) x 0
= 0,005
Menit ke 10 = y = a + bx = 0,005 + (0) x 10
= 0,005
Menit ke 20 = y = a + bx = 0,005 + (0) x 20
= 0,005
Menit ke 30 = y = a + bx = 0,005 + (0) x 30= 0,005
K = 2,303 x b
= 2,303 x 0
= 0
t
21
Untuk pH 6,0
X Y x y x2 y2 xy
0o 0,12 -15 0,08 225 0,0064 -1,2
10o 0,01 -5 -0,03 25 0,0009 0,15
20o 0,005 5 -0,035 25 0,0012 -0,175
30o 0,02 15 -0,02 225 0,0004 -0,3
60
Rata-rata=15
0,155
Rata-rata=0,04
500 -1,525
b = =
= -0,003
a = – b = 0,04 – (-0,003) x 15
= 0,085
Menit ke 0 = y = a + bx = 0,085 + (-0,003) x 0
= 0,085
Menit ke 10 = y = a + bx = 0,085 + (-0,003) x 10
= 0,055
Menit ke 20 = y = a + bx = 0,085 +(-0,003) x 20
= 0,025
Menit ke 30 = y = a + bx = 0,085 + (-0,003) x 30 =-
0,005
K = 2,303 x b
= 2,303 x -0,003
= -0,0069
t menit = -1.67 jam
22
2. Pengaruh Suhu
Suhu ke 40oC
X Y x y x2 y2 xy
0o 0 -15 -0,009 225 0,000081 0,135
10o 0,02 -5 0,011 25 0,000121 -0,055
20o 0,01 5 0,001 25 0,000001 0,005
30o 0,005 15 -0,004 225 0,000016 -0,06
60
Rata-rata=15
0,035
Rata-rata=0,009
0 500 0,025
b = =
= 0,00005
a = – b = 0,009 – (0,00005) x 15
= 0,0082
Menit ke 0 = y = a + bx = 0,0082 + (0,00005) x 0
= 0,0082
Menit ke 10 = y = a + bx = 0,0082 + (0,00005) x 10
= 0,0087
Menit ke 20 = y = a + bx = 0,0082 +(0,00005) x 20
= 0,0092
Menit ke 30= y = a + bx = 0,0082+(0,00005)x30
=0,0097
K = 2,303 x b
= 2,303 x 0,00005
= 0,00011
t menit = 105 jam
Suhu ke 50oC
23
X Y x Y x2 y2 Xy
0o 0,005 -15 0 225 0 0
10o 0,005 -5 0 25 0 0
20o 0,005 5 0 25 0 0
30o 0,005 15 0 225 0 0
60
Rata-rata=15
0,02
Rata-rata=0,005
0 0 0
b = =
= 0
a = – b = 0,005 – (0) x 15
= 0,005
Menit ke 0 = y = a + bx = 0,005 + (0) x 0
= 0,005
Menit ke 10 = y = a + bx = 0,005 + (0) x 10
= 0,005
Menit ke 20 = y = a + bx = 0,005 + (0) x 20
= 0,005
Menit ke 30 = y = a + bx = 0,005 + (0) x 30 = 0,005
K = 2,303 x b
= 2,303 x 0
= 0
t
Suhu ke 60oC
X Y x y x2 y2 xy
0o 0,02 -15 0,002 225 0,000004 -0,03
10o 0,02 -5 0,002 25 0,000004 -0,01
24
20o 0,02 5 0,002 25 0,000004 0,01
30o 0,01 15 -0,008 225 0,000064 -0,12
60
Rata-rata=15
0,07
Rata-rata=0,018
0 500 -0,15
b = =
= -0,0003
a = – b = 0,018 – (-0,0003) x 15
= 0,0225
Menit ke 0 = y = a + bx = 0,0225+ (-0,0003)x 0
= 0,0225
Menit ke 10 = y = a + bx = 0,0225+ (-0,0003) x 10
= 0,0195
Menit ke 20 = y = a + bx = 0,0225+ (-0,0003) x 20
= 0,0165
Menit ke 30 = y = a + bx = 0,0225+(-0,0003)x30=
0,0135
K = 2,303 x b
= 2,303 x -0,0003
= -0,00069 = -0,0007
t = -16,5 jam
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam praktikum kali ini dilakukan penentuan stabilitas amoksisilin pada
berbagai pH dan suhu berdasarkan konstanta kecepatan stabilitas obat. Stabilitas
obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi kimia. Stabilitas obat
25
dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan
(Connors,et al.,1986).
Stabilitas obat sangat diperlukan untuk menentukan kualitas sediaan obat.
Dengan melakukan penentuan stabilitas obat untuk berbagai suhu dan pH. Faktor
yang mempengaruhi stabilitas sediaan farmasi tergantung pada profil sifat fisika
dan kimia.
Stabilitas obat dapat dilihat dengan hasil paruh waktunya (T1/2). (T1/2)
adalah periode penggunaan dan penyimpanan yaitu waktu suatu produk tetap
memenuhi spesifikasinya jika disimpan dalam wadahnya yang sesuai dengan
kondisi atau waktu yang diperlukan untuk hilangnya konsentrasi setengahnya.
T90 adalah waktu yang tertera yang menunjukkan batas waktu diperbolehkannya
obat tersebut dikonsumsi karena diharapkan masih memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan. (Martin, 1990)
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh waktu paruh amoksisilin pada pH
4,0, yaitu 5,77 jam, pH 5,0 yaitu 0 jam, dan pH 6,0 yaitu -1,67 jam, sedangkan
kestabilan amoksisilin pada suhu 40oC yaitu 105 jam, suhu 50oC yaitu 0 jam dan
suhu 60oC yaitu -16,5 jam. Menurut Farmakope Indonesia pH amoksisilin berkisar
antara 3,5 dan 6,0 sedangkan suhu penyimpanan amoksisilin yaitu pada suhu
kamar terkendali yaitu 15o-30o.
Berdasarkan perhitungan data pengamatan dapat disimpulkan bahwa
amoksisilin tidak stabil pada pada pH dan suhu tersebut. Salah satu penyebab
tidak stabilnya suatu obat karena labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu,
termasuk struktur kimia masing-masing bahan dan sifat kimia fisika dari masing-
masing bahan. Faktor utama lingkungan dapat menurunkan stabilitas diantaranya
temperatur yang tidak sesuai, cahaya, kelembaban, oksigen dan mikroorganisme.
Beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi stabilitas suatu obat adalah ukuran
partikel, pH, kelarutan, dan bahan tambahan kimia. (Connors,et al.,1986).
Amoksisilin memiliki rentang waktu paruh yang stabil pada 6-8 jam, dan
di dalam plasma tubuh amoksisilin memiliki waktu paruh 30-150 menit (Tjay,
2006), sedangkan suhu amoksisilin yang stabil yaitu pada 30-700C (Ditjen POM,
1995). Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh waktu paruh amoksisilin pada
26
pH 4,0, yaitu 5,77 jam, pH 5,0 yaitu 0 jam, dan pH 6,0 yaitu -1,67 jam sedangkan
kestabilan amoksisilin pada suhu 40oC yaitu 105 jam, suhu 50oC yaitu 0 jam dan
suhu 60oC yaitu -16,5 jam. Hal ini dapat disimpulkan bahwa waktu paruh yang
menunjukan stabilnya amoksisilin yang dibandingan dengan teori yaitu pada pH
4,0 yaitu 5,77 jam.
BAB VIPENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Berdasarkan data pengamatan dan hasil pengolahan data dapat disimpulkan
bahwa amoxsisillin stabil pada pH 4,0 yaitu 5,77 jam, karena memilki waktu
paruh terbesar dan yang mendekati waktu paruh yang ada di teori yaitu 6-8 jam.
27
VI.2 Saran
Diharapkan agar praktikan lebih berhati-hati serta disiplin pada saat
praktikum berlangsung.
28