SPAB BAB II

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil Daerah 2.1.1 Kabupaten Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo merupakan kabupaten dengan laus wilayah terkecil di Propinsi Jawa Timur. Berdasarkan pemetaan tahun 2005 luas wilayah Kabupaten Sidoarjo 71.424,25 Ha. Kabupaten terletak antara 1125’ dan 1129’ BT dan antara 73’ dan 75’ LS. Adapun batas wilayah Kabupaten Sidoarjo sebagai berikut : Bagian Utara : Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik Bagian Selatan : Kabupaten Pasuruan Bagian Barat : Kabupaten Mojokerto Bagian Timur : Selat Madura Ketinggian dari permukaan laut : 0 – 3 meter merupakan daerah pantai dan pertambakan yang berair asin/payau berada di belahan timur seluas 15.539 Ha atau 29,99 % 4 – 10 meter merupakan daerah bagian tengah sekitar jalan protokol yang berair tawar seluas 25.889 Ha atau 40,81 % 10 – 25 meter terletak di belahan barat seluas 18.524 Ha atau 29,20 % Struktur tanahnya terdiri atas tanah alluvial kelabu seluas 6.236 Ha, Assosiasi alluvial kelabu dan alluvial coklat seluas

Transcript of SPAB BAB II

Page 1: SPAB BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil Daerah

2.1.1 Kabupaten Sidoarjo

Kabupaten Sidoarjo merupakan kabupaten dengan laus wilayah terkecil di Propinsi Jawa

Timur. Berdasarkan pemetaan tahun 2005 luas wilayah Kabupaten Sidoarjo 71.424,25 Ha.

Kabupaten terletak antara 1125’ dan 1129’ BT dan antara 73’ dan 75’ LS. Adapun batas

wilayah Kabupaten Sidoarjo sebagai berikut :

Bagian Utara : Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik

Bagian Selatan : Kabupaten Pasuruan

Bagian Barat : Kabupaten Mojokerto

Bagian Timur : Selat Madura

Ketinggian dari permukaan laut :

0 – 3 meter merupakan daerah pantai dan pertambakan yang berair

asin/payau berada di belahan timur seluas 15.539 Ha atau 29,99 %

4 – 10 meter merupakan daerah bagian tengah sekitar jalan protokol yang

berair tawar seluas 25.889 Ha atau 40,81 %

10 – 25 meter terletak di belahan barat seluas 18.524 Ha atau 29,20 %

Struktur tanahnya terdiri atas tanah alluvial kelabu seluas 6.236 Ha, Assosiasi alluvial

kelabu dan alluvial coklat seluas 4.970 Ha,  alluvial hidromart seluas 29.346 Ha, dan Gromosol

kelabu tua seluas 870 Ha.

Kabupaten Sidoarjo beriklim tropis dan mengenal 2 musim yaitu musim kemarau dan

musim penghujan. Musim kemarau berkisar antara Bulan Mei sampai September dan musim

penghujan di Bulam Oktober sampai April. Suhu Udara berkisar antara 20 – 35 derajat Celcius.

Kabupaten Sidoarjo memiliki 18 kecamatan yaitu kecamatan :

1. Sidoarjo 10. Buduran

2. Candi 11. Porong

3. Krembung 12. Tulangan

4. Tanggulangin 13. Jabon

5. Krian 14. Balongbendo

6. Wonoayu 15. Tarik

Page 2: SPAB BAB II

7. Prambon 16. Taman

8. Waru 17. Gedangan

9. Sedati 18. Sukodono.

2.1.2 Kecamatan Gedangan

Kecamatan Gedangan berada di sebelah utara Kota Sidoarjo. Berjarak 9 km dari pusat

kota Sidoarjo. Wilayah Kecamatan Gedangan dengan luas kurang lebih 24,03 km2  yang

berbatasan  dengan :

Sebelah barat : Kecamatan Taman dan Sukodono

sebelah selatan : Kecamatan Buduran

sebelah utara : Kecamatan Waru

sebelah timur : Kecamatan Sedati

Luas wilayah lahan menurut penggunaannya dibedakan menjadi:

Luas pemukiman : 1475,6  ha / m2

Luas persawahan : 492  ha / m2

Luas perkebunan : 40  ha / m2

Luas kuburan : 21  ha / m2

Luas pekarangan : 48 ha / m2

Luas taman : 16 ha / m2

Perkantoran : 204 ha / m2

Luas prasarana umum lainnya : 105,4 ha / m2

Total luas : 2402 ha / m2

 Kecamatan Gedangan terdiri atas 15 Desa yaitu :

1. Desa Bangah

2. Desa Ganting

3. Desa Gedangan

Page 3: SPAB BAB II

4. Desa Gemurung

5. Desa Karangbong

6. Desa Keboananom

7. Desa Keboansikep

8. Desa Ketajen

9. Desa Kragan

10. Desa Punggul

11. Desa Sawotratap

12. Desa Semambung

13. Desa Sruni

14. Desa Tebel

15. Desa Wedi

Jumlah penduduk  Kecamatan Gedangan sampai  bulan Desember 2008 sebagai berikut :

Laki-laki         : 53.475  jiwa

Perempuan     : 52.233  jiwa

Jumlah           : 105.708 jiwa

Tabel 2.1 Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Tahun 2008- 2010

No. KelurahanJumlah Penduduk Tahun

2008 2009 2010

1. Ganting 1724 3519 4133

2. Karangbong 3132 6393 8948

3. Tebel 6151 12435 14128

4. Kragan 1031 2141 2081

5. Gemurung 1810 37858 5190

6. Punggul 3144 6339 7338

7. Sruni 3279 6648 6150

8. Kebonanom 3772 7656 9037

9. Kebonsikep 5337 10879 13748

10. Gedangan 5032 10091 12283

Page 4: SPAB BAB II

11. Ketajen 3483 703 8972

12. Wedi 2364 4726 8851

13. Semambung 2872 5995 7159

14. Sawotratap 6478 13207 17578

15. Bangah 3092 6193 8515

Total 54709 136792 136121

Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Gedangan Kota Sidoarjo Tahun 2008-

2010

2.2 Proyeksi Penduduk dan Fasilitas

2.2.1 Proyeksi Penduduk

Davis (2011) menjelaskan bahwa kebutuhan air dipengaruhi oleh laju pertumbuhan

penduduk. Oleh karena itu diperlukan proyeksi penduduk untuk beberapa tahun kedepan untuk

merencanakan penyediaan air minum sehingga apa yang direncanakan dapat memenuhi

kebutuhan air minum beberapa tahun mendatang. Dalam proyeksi penduduk terdapat beberapa

faktor yang mempengaruhi diantaranya yaitu

1. Jumlah populasi penduduk dalam suatu area

2. Kecepatan pertambahan penduduk

3. Kurun waktu proyeksi

Penentuan metode proyeksi penduduk sangatlah bergantung pada data penduduk di masa

lampau. Berikut adalah beberapa metode yang digunakan dalam memperkirakan jumlah

penduduk (proyeksi penduduk), adalah sebagai berikut : (Al-Layla, 1978)

1. Metode Perbandingan

Metode ini digunakan bila data penduduk pada daerah tinjauan tidak lengkap,

yaitu dengan cara membandingkan pertambahan penduduk daerah tinajaun dengan

daerah pola. Hal yang harus diperhatikan dalam memilih daerah pola yaitu kebijaksanaan

pembangunan dan perkembangan sosial ekonomi daerah serta kondisi yang relatif sama

selama periode proyeksi.

2. Metode Ekstrapolasi Grafis

Prinsipnya adalah dengan memperpanjang grafis kecenderungan perkembangan

retrospeksi menuju perkembangan prospektif. Metode ini cocok untuk daerah yang

Page 5: SPAB BAB II

perkembangan penduduk prospektif tidak jauh berbeda dengan perkembangan

retrospektif. Metode ini dilakukan dengan memplotkan data penduduk dan tahun yang

bersesuaian, kemudian ditarik garis kecenderungannya dan diperpanjang sesuai dengan

periode proyeksi.

3. Metode Aritmatik

Metode ini dapat dipakai bila pertumbuhan penduduk relatif konstan setiap

tahunnya. Berikut persamaan yang digunakan dalam metode proyeksi aritmatik :

Pn = Po + r (dn) …………………………. (1)

Keterangan

Po = Jumlah penduduk pada awal proyeksi

Pn = Jumlah penduduk pada akhir tahun periode

r = Rata-rata pertambahan penduduk

dn = Kurun waktu proyeksi (tahun)

4. Metode Geometri

Metode geometri digunakan apabila pertumbuhan penduduk meningkat secara

berganda. Metode ini tidak memperhatikan adanya perkembangan menurun dan

kemudian meningkat, hal ini disebabkan kepadatan penduduk yang mendekati nilai

maksimum. Persamaan yang digunakan dalam metode geometri adalah :

Pn = Po (1+r)n ……………………….... (2)

Keterangan

Pn = Jumlah penduduk mula-mula

Po = Jumlah penduduk pada tahun ke-n

r = Rata-rata persentase pertambahan penduduk

n = Kenaikan tahun (kurun waktu)

5. Metode Least Square

Metode ini digunakan untuk garis regresi linier yang berarti data perkembangan

penduduk masa lampau yang menggambarkan kecenderungan garis linier, meskipun

perkembangan penduduk tidak selalu bertambah. Metode regresi yang dilakukan

bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara sumbu y (jumlah penduduk) dengan

sumbu x (tahun). Metode least square dilakukan dengan cara manarik garis lurus atar

data-data tersebut, dengan meminimkan jumlah pangkat dua dari masing-masing

Page 6: SPAB BAB II

penyimpanan jarak data-data garis yang dibuat. Persamaan yang digunakan dalam

Metode least square adalah :

Y = ax + b ..……........................... (3)

Dimana:

n

ya

..……………………....... (4)

2

)..(

xn

nyxb

………………………..... (5)

Dalam pengggunaan metode perhitungan yang akan digunakan, maka dibagi

berdasarkan harga koefisien yang paling mendekati satu. Sesuai atau tidaknya analisa

yang akan dipilih ditentukan dengan nilai koefisien korelasi yang berkisar antara 0

sampai 1. Persamaan koefisien korelasinya adalah:

)]()(].[)()([

))(().(2222 xxnyyn

yxyxnr

………… (6)

2.2.2 Proyeksi Fasilitas

Jumlah serta jenis fasilitas yang ada pada daerah pelayanan menentukan besarnya

kebutuhan air non domestik. Adanya pertambahan penduduk akan menyebabkan pertumbuhan

fasilitas. Perlu diketahui bahwasanya jumlah fasilitas yang sudah ada tidak dapat diproyeksikan.

Namun jumlah fasilitas yang ada tersebut dapat diperkirakan untuk tahun yang akan datang.

Sehingga tidak ada data proyeksi fasilitas, namun yang ada adalah perkiraan jumlah fasilitas

pada tahun yang akan datang. Selain pertambahan penduduk, pertambahan fasilitas juga

dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:

Jenis fasilitas

Perluasan fasilitas yang ada

Perkembangan sosial ekonomi

Proyeksi fasilitas dapat dilakukan dengan pendekatan perbandingan jumlah penduduk:

…………………(4)

Dalam menentukan kebutuhan air non domestik, selain melalui proyeksi fasilitas, ada

juga yang langsung diasumsikan sebesar 25 % dari kebutuhan domestik yang telah diketahui dari

Page 7: SPAB BAB II

proyeksi penduduk. Namun cara ini kurang representatif karena tidak memperhatikan jenis

fasilitas yang ada pada daerah pelayanan tersebut, meskipun pertambahan penduduk dianggap

sebanding dengan pertambahan fasilitas.

2.3 Pengertian Air Buangan

Batasan mengenai air buangan yang banyak dikemukakan pada umumnya meliputi

komposisi dan sumber darimana air buangan itu berasal. Metcalf dan Eddy (1981)

mengemukakan batasan air buangan sebagai berikut: “Kombinasi dari cairan dan sampah-

sampah cair yang berasal dari pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri bersama-

sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada”.

Secara umum air buangan diartikan sebagai kejadian dimasukkannya benda padat, cair

dan gas kedalam air dengan sifatnya berupa endapan, atau padat, padat tersuspensi, terlarut,

koloid, dan emulsi yang menyebabkan air tersebut harus dipisahkan atau dibuang dengan saluran

air buangan. Air buangan dapat berasal dari buangan rumah tangga, sekolah, perkantoran, hotel

rumah sakit, pasar restoran dan lain-lain (Tjokrokusumo, 1995).

Air limbah rumah tangga terdiri dari buangan tubuh manusia (tinja dan air kemih) dan

buangan dapur dan kamar mandi (sullage) yang berasal dari pembersihan badan, pencucian

pakaian, penyiapan makanan dan pencucian peralatan dapur. Beberapa istilah yang dikenal

dalam air buangan domestik :

Sewage : Air pembawa excreta dalam suspensi yang mengandung bakteri, virus, dan parasit

fekal serta nitrogen.

Sullage : Air yang berasal dari kamar mandi, dapur, cucian dan lainnya, yang banyak

mengandung deterjen dan lemak begitu juga dengan mikroorganisme dari fecal asal.

Prinsip air buangan harus dapat mengalir secara terus menerus dan cepat terbuang,akan

tetapi tidak boleh mengganggu estetika seperti terjadinya endapan di sepanjang saluran buangan

dengan bau dan warna air buangan yang mengganggu kesehatan.air buangan rumah tangga

bersifat organis dan rata-rata mudah dirombak susunan kimianya oleh bakteri aerobic maupun

anaerobic.oleh karena itu di daerah perkotaan rancang dan bangun sistem penyaluran air buangan

sangat penting (Tjokrokusumo, 1995).

2.4 Penyaluran Air Buangan

Page 8: SPAB BAB II

Kriteria yang dipergunakan pada perencanaan jaringan penyaluran air limbah domestik

untuk daerah yang akan direncanakan, didasarkan dan disesuaikan dengan keadaan dan kondisi

daerahnya, yang merupakan batasan serta parameter dalam perencanaan teknis cara pengaliran

air limbah domestik dan perhitungan lainnya. Ada beberapa sistem penyaluran air buangan,

yaitu:

1. Sistem Shallow Sewer

Sistem sewerage yang dipasang secara dangkal, dengan kemiringan yang lebih landai

dibandingkan dengan sistem sewerage konvensional. Sistem ini mengandalkan air pembilas,

sedangkan sistem sewerage konvensional mengandalkan kecepatan untuk membersihkan

sendiri.

2. Sistem konvensional (Conventional Sewerage)

Sistem pengelolaan air limbah dengan perpipaan untuk menampung dan mengalirkan

air limbah ke suatu lokasi untuk selanjutnya diolah di lokasi tersebut.

3. Sistem Small Bore Sewer

Sistem penyaluran air Efluen Tangki Septik (ETS) dan/atau dari air limbah cucian

(grey water). Keadaan pengaliran bertekanan, tetapi gradien hidrolisnya masih dibawah

elevasi tangki septik dan alat-alat saniter daerah pelayanannya, sehingga tidak terjadi aliran

balik (back water). Dengan aliran bertekanan itu, maka diameter salurannya relatif kecil.

2.5 Kriteria Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan

Dasar perencanaan suatu sistem penyaluran air buangan berpedoman pada kriteria-

kriteria yang paling memungkinkan untuk dapat diterapkan sesuai dengan kondisi dan situasi

setempat. Dalam perencanaan jaringan penyaluran air buangan perlu memperhatikan :

a. Jaringan induk mampu melayani seluruh daerah pelayanan.

b. Pengaliran air buangan harus kontinyu dalam waktu relatif singkat.

c. Keamanan saluran harus terjamin dan tidak mencemari lingkungan.

d. Besar saluran sesuai dengan kuantitas air buangan yang dihasilkan.

e. Pemilihan sistem yang ekonomis.

f. Saluran harus tertutup untuk mencegah kontaminasi.

Dalam perencanaan air buangan ini diperlukan adanya beberapa kriteria sebagai dasar

perencanaan. Kriteria ini perlu ditetapkan untuk mendapatkan suatu perencanaan yang tepat dan

Page 9: SPAB BAB II

terkondisi pada suatu daerah tertentu. Kriteria dasar perencanaan sistem penyaluran air buangan

harus memperhatikan hal berikut :

1. Daerah pelayanan

Daerah pelayanan sistem penyaluran air buangan disesuaikan dengan daerah pelayanan

distribusi air bersih dengan tujuan agar pada daerah yang dilayani sarana sanitasinya baik.

Selain itu pembagian jalur pelayanan pengumpulan air buangan ini juga disesuaikan dengan

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi, seperti :

- Tinggi rendahnya tanah sehingga dapat diketahui garis kemiringan

wilayah

- Kepadatan penduduk yang ada di wilayah tersebut

- Tata guna lahan

- Jumlah aktivitas bangunan-bangunan domestik

- Daerah yang terendam banjir

- Perencanaan jalan

Daerah pelayanan diterapkan berdasarkan :

- Jumlah penduduk yang dilayani pada suatu jalur pipa dan mengikuti pola penjumlahan

komulatif dari hilir saluran.

- Jumlah aktivitas bangunan-bangunan domestik.

- Pembagian jalur pengumpulan ini juga disesuaikan dengan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi, antara lain :

Sungai, rawa, kolam yang ada.

Tinggi rendah muka tanah.

Daerah yang terendap air.

Perencanaan jalan.

Kepadatan penduduk.

Kepadatan bangunan yang ada.

Ketinggian muka air tanah.

Arah pengaliran sungai serta tinggi maksimum dan minimum.

Jenis tanah.

Tata guna lahan.

2. Debit dan Kuantitas Air Buangan

Page 10: SPAB BAB II

Dalam menentukan besarnya debit air buangan, ada beberapa hal yang perlu mendapat

perhatian, antara lain :

-Kuantitas pemakaian air bersih.

-Sumber air buangan.

-Besarnya pemakaian air bersih.

-Curah hujan.

-Daya resap air hujan.

-Keadaan air tanah.

-Jenis bahan saluran, cara-cara penyambungan, dan banyaknya bahan pelengkap lainnya.

2.6 Debit Air Limbah

1. Debit Harian

Dari hasil perkiraan besarnya debit penggunaan air bersih untuk rumah tangga,

bangunan umum, institusional dan sebagainya. Untuk mencari besarnya debit air buangan

domestik dapat digunakan rumus :

Qd = (60%-85%) x q d . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (8)

Sedangkan untuk mencari besarnya debit air buangan non domestik digunakan rumus :

Qnd = (60%-85%) x q nd . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (9)

Sehingga besarnya debit air buangan rata-rata per harinya adalah :

Qave = Qd + Qnd . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (10)

Di mana : Qd = debit air buangan domestik (L/det)

Qnd = debit air buangan non domestik (L/det)

Qave = debit rata-rata air buangan per hari (L/det)

q d = kebutuhan air bersih domestik (L/orang/hari)

q nd = kebutuhan air bersih non domestik (L/orang/hari)

(Sumber : Metcalf and Eddy, 1981)

2. Debit Infiltrasi Air Tanah dan Air Hujan

Jika digunakan sistem terpisah, harus diperhitungkan pula debit air yang masuk ke

dalam jalur perpipaan, yaitu infiltrasi air tanah dan air hujan. Infiltrasi ini tidak dapat

dihindarkan karena hal tersebut disebabkan oleh

Page 11: SPAB BAB II

Pekerjaan sambungan pipa yang kurang sempurna.

Jenis material saluran dan perlengkapan yang dipakai.

Kondisi air tanah dan fluktuasi muka tanah.

Celah-celah yang terdapat pada permukaan saluran (manhole) dari bangunan

pelengkap saluran.

Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Qave inf = ( Finf x Luas Area ) / 86400 . . . . . . . . . (11)

Di mana : Qave inf = debit rata-rata infiltrasi (L/det)

Finf = faktor infiltrasi ( dari grafik average

infiltration allowance)

Luas Area = luas area pelayanan (Ha)

(Sumber : Metcalf and Eddy, 1981)

Dari debit rata-rata infiltrasi, didapatkan Q peak infiltration dengan persamaan berikut :

Qpeak inf = f peak inf x Qave inf . . . . . . . . . . . . . . . . . . (12)

Di mana : Qpeak inf = debit puncak infiltrasi (L/det)

f peak inf = factor peak infiltrasi ( dari grafik peak

infiltration allowance)

Page 12: SPAB BAB II

2.7 Dimensi Pipa

Perhitungan dimensi sistem penyaluran air buangan didasarkan pada kebutuhan

samapai pada akhir periode desain yang direncanakan. Batasan-batasan yang dijadikan pedoman

dalam merencanakan diameter saluran air buangan :

VMAKS dalam pipa tidak melebihi 2,5 m/dt.

VMIN dalam pipa tidak kurang dari 0,3 m/dt (pada saat debit minimum).

Tinggi renang minimum 50 mm (pada saat QMIN).

Tinggi renang pada saat QMAKS antara 60% sampai 80% dari diameter pipa.

Nilai d/D ditentukan berdasarkan pada grafik perbandingan QMIN/QFULL atau juga

dapat digunakan nilai d/D antara 0,6-0,8

Perhitungan ini berdasarkan pada rumus Manning

.........................................................................(17)

Persamaan yang akan digunakan antara lain :

................................................(18)

Persamaan Slope medan :

.................................................................................(19)

Page 13: SPAB BAB II

Persamaan Luas penampang :

...........................................................................(20)

Persamaan kecepatan penuh :

.............................................................(21)

Dengan mengusahakan agar : QPEAK = QFULL

QMIN = QSEBAGIAN

Maka :

Q/QFULL = 0,0027/0,024 = 0,114

Dari grafik, maka diperoleh nilai d/D = 0,25

Diameter pipa untuk QFULL dengan n = 0,015 :

................................................................(22)

..........................................................................(23)

(Keliling Basah) ...................................................(24)

.............................................................(2)

Sedangkan untuk QMIN dengan n = 0,015 :

..........................................................(26)

……………………………………..(27)

………….....(28)

2.7 Bangunan Pelengkap

Page 14: SPAB BAB II

1. Manhole

Merupakan lubang untuk memeriksa, memlihara dan memperbaiki saluran. Manhole

dilengkapi dengan tutup dari beton dan cast iron galvanized, beserta anak tangga untuk

menuruninya.

2. Syphon

Syphon merupakan bangunan perlintasan pada saat saluran harus melintasi

sungai,lembah dan rel kereta. Yang harus diperhatikan pada menentukan syphon :

Kehilangan Energi

Mudah dilakukan pembersihan

Persamaan Headloss pada syphon :

1. Kehilangan energi akibat gesekan

Hf = Q 1,85 . L ………………………………(34) (C.D2,63)1,85

2. Kehilangan energi pada peralihan

a. Saat masuk Hf = masuk . (Va - V1) 2 ...................................(35)

III.g b. Saat Keluar

Hf = keluar (Va - V1) 2 ………………………(36) III.g

c. Kehilangan energi pada 2 belokan

Hfb = 2xVa x VI 2 ……………………….……. .(37) III.g

Persamaan menghitung Diameter masing-masing pipa syphon

Qrata-rata = ½(Qpeak + Qmin)………………………..(38)

Vrata-rata = ½(Vpeak + Vmin)………………………..(39)

Vsiphon = 0,9 ~ 1,0 m/dt

Dmin = (4 .Qmin / Vmin. )1/2...............................(40)

Drata = (4 .Qrata / Vrata. )1/2...............................(41)

Dpeak = (4 .Qpeak / Vpeak. )1/2............................(42)

3. Building Sewer

Building sewer atau disebut juga house connection adalah cabang antara saluran air

buangan dengan saluran rumah-rumah penduduk. Sebaiknya, sambungan rumah dibuat

Page 15: SPAB BAB II

pada saat pemasangan saluran air buangan silakukan, sehingga akan mengurangi

ataumenghindarkan adanya kemungkinan-kemungkinan akibat yang kurang baik terhadap

pekerja atau kerusakan pada saluran.

4. Rumah Pompa

Dalam perencanaan sistem penyaluran air buangan adakalanya air buangan tidak

dapat dialirkan secara gravitasi, misalnya karena pembenaman pipa sudah melebihi 7

meter atau ketika pipa harus melintasi prasarana lain sedangkan cara pengaliran lain tidak

memungkinkan. Keadaan tersebut walau tidak disukai terpaksa harus dicari

pemecahannya yaitu dengan memasang instalasi pompa pada tempat tersebut.