Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

25
1 TINJAUAN PUSTAKA Soil Transmitted Helminths Oleh dr. Ni Luh Ariwati BAGIAN PARASITOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2018

Transcript of Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

Page 1: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

1

TINJAUAN PUSTAKA

Soil Transmitted Helminths

Oleh

dr. Ni Luh Ariwati

BAGIAN PARASITOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2018

Page 2: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

2

KATA PENGANTAR

Om swastyastu,

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa,

karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya penulisan Tinjauan Pustaka tentang

Soil Transmitted Helminth dapat diselesaikan.

Penyusunan Tinjauan Pustaka ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan

berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih kepada

semua pihak yang terlibat dalam penulisan ini yang tidak dapat disebutkan satu

per satu.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa selalu

melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan

dan penyelesaian penulisan Tinjauan Pustaka ini.

Om Santhi, Santhi, Santhi, Om

Page 3: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

3

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ............................................................................................. 1

KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2

DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3

ISI ........................................................................................................................ 4

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 23

Page 4: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

4

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Soil Transmitted Helminths

Cacing usus atau sering disebut STH adalah cacing usus yang

penularannya melalui tanah. Tanah merupakan media pertumbuhan telur untuk

menjadi infektif. Jenis-jenis Soil Transmitted Helminth adalah Ascaris

lumbricoides, Trichuris trichiura dan Hookworm (Ancylostoma duodenale dan

Necator americanus) dan Strongyloides stercoralis (Gandahusada et al., 1998).

Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kontaminasi tanah oleh STH

antara lain adalah :

Sifat tanah mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan telur dan

daya tahan hidup dari larva cacing. Tanah liat yang lembab dan teduh merupakan

tanah yang sesuai untuk pertumbuhan telur Ascaris lumbricoides dan Trichuris

trichiura. Tanah berpasir yang gembur dan bercampur humus sangat sesuai untuk

pertumbuhan larva cacing tambang disamping teduh (Supali et al., 2008).

Iklim tropis merupakan keadaan yang sangat sesuai untuk perkembangan

telur dan larva STH menjadi bentuk infektif bagi manusia. Suhu optimum untuk

pertumbuhan telur Ascaris lumbricoides berkisar 25ºC, sedangkan telur Trichuris

trichiura suhu optimum untuk tumbuh adalah 30ºC. Larva Ancylostoma

duodenale akan tumbuh optimum pada suhu berkisar 23-25°C, sedangkan untuk

Necator americanus berkisar antara 28-32°C (Supali et al., 2008).

Page 5: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

5

Kelembaban yang tinggi akan menunjang pertumbuhan telur dan larva dari

STH. Pada keadaan kekeringan akan sangat tidak menguntungkan bagi

pertumbuhan STH. Kelembaban 80% sangat baik untuk perkembangan telur

Ascaris lumbricoides sedang telur Trichuris trichiura menjadi stadium larva

maupun bentuk infektif pada kelembaban 87% (Supali et al., 2008).

Angin dapat mempercepat pengeringan sehingga dapat mematikan telur

dan larva. Selain itu angin juga dapat menyebarkan telur STH dalam debu

sehingga mempermudah penularan infeksi STH (Supali et al., 2008).

1. Ascaris lumbricoides

Taksonomi

Taksonomi Ascaris lumbricoides

Kingdom : Animalia

Filum : Nematoda

Kelas : Secernentea

Ordo : Ascaridida

Famili : Ascarididae

Genus : Ascaris

Spesies : Ascaris lumbricoides

Sumber : https://medlab.id/ascaris-lumbricoides/

Ascaris lumbricoides merupakan nematoda parasit yang paling banyak

menyerang manusia dan cacing ini disebut juga cacing bulat atau cacing gelang.

Cacing dewasa berwarna agak kemerahan atau putih kekuningan, bentuknya

6

Page 6: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

6

silindris memanjang, ujung anterior tumpul memipih dan ujung posteriornya agak

meruncing (Irianto, 2013).

Cacing dewasa jantan berukuran panjang 15 cm -31 cm dengan diameter 2

mm – 4 mm. Sedangkan cacing betina panjangnya 29 cm -35 cm, kadang-kadang

sampai mencapai 49 cm, dengan diameter 3 mm -6 mm. Untuk dapat

membedakan cacing betina dengan cacing jantan ujung ekornya (ujung posterior),

dimana cacing jantan ujung ekornya melengkung ke arah ventral. Cacing jantan

mempunyai sepasang spikula yang bentuknya sederhana dan silindris, sebagai alat

kopulasi, dengan ukuran panjang 2 mm – 3,5 mm dan ujungnya meruncing

(Irianto, 2013).

Cacing betina memiliki vulva yang letaknya di bagain ventral sepertiga

dari panjang tubuh dari ujung kepala. Vagina bercabang membentuk pasangan

saluran genital. Saluran genital terdiri dari seminal reseptakulum, oviduk, ovarium

dan saluran berkelok-kelok menuju bagian posterior yang berisi telur (Irianto,

2013).

Page 7: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

7

Gambar 1. Cacing A. lumbricoides dewasa (Sumber : CDC, 2018).

Seekor cacing betina dewasa dapat menghasilkan 100.000- 200.000 butir

telur setiap harinya. Telur yang dibuahi, berbentuk oval dan lebar besarnya kurang

lebih 60 X 45 mikron dan yang tidak dibuahi 90 X 40 mikron dengan struktur

bagian dalamnya yang tidak jelas. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang

dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu 3 minggu

(Gandahusada et al., 1998).

Page 8: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

8

Gambar 2. Telur A. lumbricoides (Sumber : CDC, 2018)

Siklus hidup cacing A.lumbricoides dapat dilihat pada Gambar 3. Siklus

ini dimulai sejak dikeluarkannya telur cacing bersama feses. Jika kondisi yang

menguntungkan seperti udara yang hangat dengan tempratur 250 -30

0 C, lembab,

tanah yang terlindung matahari, maka embrio di dalam telur fertil berubah

menjadi larva yang infektif dalam waktu 3 minggu. Apabila manusia tertelan telur

yang infektif, maka telur menetas menjadi larva di usus halus, kemudian larva

akan masuk ke dalam mukosa usus dan terbawa ke sirkulasi hepatika dan sampai

di jaringan alveolar (Supali et al., 2008).

Setelah itu larva bermigrasi ke saluran nafas atas, yaitu bronkus, trakea

dan setelah itu faring yang menimbulkan rangsang batuk pada penderita.

Rangsang batuk tersebut membuat larva masuk kembali ke dalam sistem

Page 9: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

9

pencernaan dan akhirnya menetap, tumbuh dan berkembang menjadi cacing

dewasa. Waktu yang diperlukan sejak telur infektif tertelan sampai cacing betina

dewasa bertelur kembali adalah sekitar 2-3 bulan (Supali et al., 2008 ).

Gambar 3. Siklus hidup Ascaris lumbricoides (Sumber : CDC, 2018).

Penularan umumya dapat terjadi melalui makanan, minuman, dan mainan

dengan perantaraan tangan yang terkontaminasi telur Ascaris yang infektif.

Infeksi sering terjadi pada anak daripada dewasa. Hal ini disebabkan anak sering

Page 10: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

10

berhubungan dengan tanah yang merupakan tempat berkembangnya telur Ascaris.

Didapat juga laporan bahwa dengan adanya usaha untuk meningkatkan kesuburan

tanaman sayuran dengan mempergunakan feses manusia, menyebabkan sayuran

sumber infeksi Ascaris (Irianto, 2013).

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa

dan larva. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-

kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu

makan berkurang, diare atau konstipasi. Sedangkan pada infeksi berat, terutama

pada anak dapat terjadi melabsorbsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi.

Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini menggumpal dalam usus sehingga

menjadi obstruksi usus (ileus) (Gandahusada et al., 1998).

2. Trichuris Trichiura

Taksonomi

Kingdom : Animalia

Filum : Nematoda

Kelas : Enoplea

Ordo : Trichocephalida

Famili : Trichuridae

Genus : Trichuris S

pesies : Trichuris trichiura

Page 11: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

11

Sumber : https://medlab.id/trichuris-trichiura/

Cacing T.trichiura dewasa berbentuk seperti cambuk, bagian anteriornya

merupakan 3/5 dari bagian tubuh yang berbentuk langsing seperti ujung cambuk,

sedangkan 2/5 bagian 12 posteriornya lebih tebal seperti gagang cambuk. Ukuran

cacing betina lebih relatif besar dibandingkan cacing jantan (Irianto, 2013).

Gambar 4. Cacing dewasa T.trichiura (Sumber : CDC, 2013).

Cacing dewasa hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian

anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing

Page 12: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

12

betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari sebanyak 3.000 – 10.000. Telur

berukuran 50-54 mikron X 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan

semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar

berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih (Gandahusada et al.,

1998).

Gambar 5. Telur T.trichiura (Sumber : CDC, 2013).

Page 13: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

13

Gambar 6. Siklus hidup Tricuris triciura (Sumber : CDC, 2013).

Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut

menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu

pada tanah yang lembab dan tanah tempat yang teduh. Telur matang ialah telur

yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung bisa secara

kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan

Page 14: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

14

masuk ke usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal

dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum (Gandahusada et al., 1998).

Penderita terutama anak dengan infeksi Trichuris yang berat menahun,

menunjukkan gejala-gejala nyata seperti diare yang diselingi dengan sindrom

disentri, anemia, berat badan menurun dan kadang-kadang disertai prolapses

rectum (Gandahusada et al., 1998).

3. Hookworm (Cacing tambang)

Taksonomi

Kingdom : Animalia

Filum : Nematoda

Kelas : Secernentea

Ordo : Strongylida

Famili : Ancylostomatidae

Genus : Necator / Ancylostoma

Spesies : Ancylostoma duodenale

Necator americanus

Ancylostoma brazilliense

Ancylostoma ceylanicum

Ancylostoma caninum

Page 15: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

15

Sumber : https://medlab.id/cacing-tambang-hook-worm/

Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar

melekat pada mukosa dinding usus. Cacing betina N.americanus tiap hari

mengelurakan telur kira-kira 9000 butir, sedangkan A duodenale kira-kira 10.000

butir. Cacing betina berukuran panjang kurang lebih 1 cm, cacing jantan kurang

lebih 0,8 cm. Bentuk badan N. americanus biasanya menyerupai huruf S,

sedangkan A. duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua jenis cacing

ini besar. N. americanus mempunyai benda kitin, sedangan A. duondenale ada dua

pasang gigi (Gandahusada et al., 1998).

Gambar 7. a. Cacing A.duodenale b. cacing A.Americanus (Sumber : CDC,

2013).

a b

Page 16: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

16

Gambar 8. Siklus hidup Hookworm (Sumber : CDC, 2013).

Pada kondisi tanah berpasir dengan temperatur optimum yaitu sekitar 23-

330 C, telur tumbuh dan berkembang setelah 1-2 hari melepaskan larva

rhabditiform yang berukuran 250- 300 μm. Setelah itu akan mengalami perubahan

menjadi larva infektif yaitu filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat

hidup selama 7-8 minggu di tanah (Gandahusada et al., 1998).

Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60 X 40 mikron, berbentuk

bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat sel. Larva rabditiform

Page 17: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

17

panjangnya kira-kira 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya kira-kira

600 mikron (Gandahusada et al., 1998).

Manusia dapat terinfeksi oleh cacing ini jika larva infektif ini tertelan atau

menembus kulit, biasanya pada kulit kaki. Jika larva filariform masuk menembus

kulit dan bermigrasi menelusuri kulit atau yang disebut dengan cutaneus larva

migrans, hingga akhirnya menemukan jalan keluar berubah pembuluh vena dan

masuk ke sirkulasi darah. Setelah berada pada sistem sirkulasi, maka larva ini

akan masuk ke dalam siklus paru seperti pada siklus A.lumricoides. Berbeda

halnya jika larva tertelan, maka larva tidak akan melewati siklus paru, melainkan

masuk langsung ke sistem pencernaan dan menetap di usus halus hingga menjadi

cacing dewasa. Pada N.americanus infeksi lebih disebabkan oleh masuknya larva

melalui kulit, sedangkan pada A.duodenale dengan cara tertelannya larva

(Gandahusada et al., 1998).

Larva yang menembus kulit menyebabkan rasa gatal. Bila sejumlah larva

menembus paru-paru dan suatu waktu dan orang-orang yang peka dapat

menyebabkan bronkhitias atau pneumonitis (Gandahusada et al., 1998).

Penyakit cacing tambang adalah suatu infeksi kronis dan orang-orang yang

terinfeksi kadang-kadang tidak melibatkan simpton yang akut. Karena serangan

cacing dewasa menyebabkan anemia yang disebabkan karena kehilangan darah

terus menerus. Satu ekor cacing dapat menghisap darah setiap hari 0,1 – 1,4 cm3,

berari penderita yang mengandung 500 ekor cacing, kehilangan darah 50-500 cm3

setiap hari (Gandahusada et al., 1998).

Page 18: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

18

Ciri-ciri larva rhabditiform ukuran :

- panjang ± 250 μm dan lebar ± 17 μm

- cavum bucalis panjang dan terbuka

- esophagus 1/3 dari panjang tubuhnya mempunyai 2 bulbus esophagus

ujung posterior runcing

Ciri-ciri larva filariform ukuran :

- panjang ± 500 μm cavum bucalis tertutup

- esophagus 1/4 dari panjang tubuhnya tidak mempunyai bulbus

esophagus

- ujung posterior runcing

Sumber : https://medlab.id/cacing-tambang-hook-worm/

Page 19: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

19

4. Strongloides stercoralis

Taksonomi

Kingdom : Animalia

Filum : Nematoda

Kelas : Secernentea

Ordo : Rhabditida

Famili : Strongyloididae

Genus : Strongyloides

Spesies : Strongyloides stercoralis

Sumber : https://medlab.id/strongyloides-stercoralis/

Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Hanya cacing dewasa betina

hidup sebagai parasit di vulvus duodenum dan jejunum. Cacing betina berbentuk

filiform, halus, tidak berwarna dan panjangnya kira-kira 2 mm. Telur diletakkan

di mukosa usus kemudian telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform yang

masuk ke rongga usus serta dikeluarkan bersama tinja (Gandahusada et al., 1998).

Page 20: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

20

Gambar 9. Larva rhabditiform dan Filariform S.strecoralis ( Sumber :

Suzuki, 1975).

Parasit ini mempunyai tiga macam daur hidup yaitu :

a. Siklus langsung

Sesudah sampai 2-3 hari di tanah, larva rabditiform yang berukuran

kira-kira 225 X 16 mikron, berubah menjadi larva filariform dengan bentuk

langsing dan merupakan bentuk infektif, panjangnya kira-kira 700 mikron. Bila

larva filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh, masuk ke dalam

peredaran darah vena dan kemudian melalui jantung kanan sampai ke paru.

Page 21: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

21

Dari paru parasit yang mulai menjadi dewasa menembus alveolus, masuk ke

trakea dan laring. Sesudah sampai di laring terjadi reflex batuk sehingga parasit

tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa.

Cacing betina yang dapat bertelur ditemukan kira-kira 28 hari sesudah infeksi.

Siklus langsung sering terjadi di negeri-negeri yang lebih dingin dengan

keadaan yang kurang menguntungkan untuk parasit tersebut (Gandahusada et

al., 1998).

b. Siklus tidak langsung

Pada siklus tidak langsung, larva rabditiform di tanah berubah menjadi

cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas. Bentuk-bentuk bebas ini lebih

gemuk dari bentuk parasitik. Cacing yang betina berukuran 1 mm X 0,06 mm

yang jantan berukuran 0,75 mm X 0,44 mm, mempunyai ekor melengkung

dengan 2 buah spikulum. Sesudah pembuahan, cacing betina menghasilkan

telur yang menetas menjadi larva rabditiform. Larva rabditiform dalam waktu

beberapa hari dapat menjadi larva filariform yang infektif dan masuk ke dalam

hospes baru, atau larva rabditiform tersebut dapat juga mengulangi fase hidup

bebas. Siklus tidak langsung ini terjadi bilamana keadaan lingkungan

sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk

kehidupan bebas parasit ini misalnya di negeri-negeri tropik dengan iklim

lembab (Gandahusada et al., 1998).

c. Autoinfeksi

Larva rabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di usus atau

di daerah sekitar anus (perianal). Bila larva filariform menembus mukosa usus

Page 22: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

22

atau kulit perianal, maka terjadi suatu daur perkembangan di dalam hospes.

Adanya autoinfeksi dapat menyebabkan strongloidiasis menahun pada

penderita yang hidup di daerah nonendemik (Gandahusada et al., 1998).

Page 23: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

23

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, Herbert. 2017. Kontaminasi Telur Cacing pada Sayur dan Upaya

Pencegahannya Helminth Eggs Contamination in Vegetables and Prevention

Efforts. Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Ciputra. (serial online)

avaible from: https://media.neliti.com/media/publications/222703-

kontaminasi-telur-cacing-pada-sayur-dan.pdf. Akses 27 Januari 2018.

Anonim. 2017. Kubis. (serial online) avaible from :

https://daunbuah.com/gambar-kol-dan-kubis/ Akses tanggal 1 April 2018.

Astuti, R., Siti, A. 2008. Identifikasi Telur Cacing Usus Pada Lalapan Daun Kubis

Yang Dijual Pedagang Kaki Lima di Kawasan Simpang Lima Kota Semarang.

Proseding Seminar Nasional: Continuing Medical and Health Education

(CMHE), Vol. 1, No. 1, Hlm. 297 -307, (serial online), Avaible from :

jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/view/133/114. Akses

tanggal 26 Januari 2018.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2013. Hookworm : Biology,

Atlanta: Center for Disease Control and Prevention. (serial online) Avaible

from : http://www.cdc.gov/parasites/hookworm/biology.html. Akses tanggal

26 Januari 2018.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2013. Trichuriasis : Biology,

Atlanta: Center for Disease Control and Prevention (serial online) avaible

from : http://www.cdc.gov/parasites/whipworm/biology.html. Akses 26 Januari

2018.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC.) 2018. Ascariasis : biology,

atlanta: center for disease control and prevention. (Serial online) avaible from

: http://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/biology.html Akses 26 Januari 2018.

Cheesbrough, M. 1991. Techniquws used t Identify Parasites, Medical Laboratory

Manual for Tropical Countries. Edisi 2. Butterworth-Hememanm Ltd,

Oxford, UK.

Damayanti. 2012. Pengobatan dan penilaian Status Gizi anak Sd N 1 Luwus,

Baturiti Yang Menderita Kecacingan (Soil Transmitted Helminths). Jurnal

Udayana Mengabdi (serial online) avaible from

https://ojs.unud.ac.id/index.php/jum/article/view/6446. Akses 3 Februari 2018.

Endrawati, Heni. 2011. Pemeriksaan Tinja Metode Kato Katz (serial online)

Avaible from :

http://analisisduniakesehatan.blogspot.com/2011/11/06/pemeriksaan-tinja-

metode-kato katz.html. Akses 2 April 2018.

36

Page 24: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

24

Gandahusada, Srisasi., Herry D. Illahue, Wita Pribadi. 1998. Parasitologi

Kedokteran, Edisi III, FKUI. Jakarta.

Irianto, Koes. 2013.Parasitologi Medis. Alfabeta. Bandung.

Ismid Is, Winita R, Sutanto I, Zulhasril, Sjarifuddin Pk. 2000.Penuntun Praktikum

Parasitology Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jurnal Kesmas Uad. 2010;6(2):162–232.

Kapti I N, Luh Ariwati, Made Sudarmaja, 2004. Pengobatan Penyakit Cacing

Usus pada Anak-Anak SD Di Bali Periode 2003-2007. Jurnal Pengabdian

Masyarakat Udayana Mengabdi, Vol 3 No 2 tahun 2004, Lembaga

Pengabdian Masyarakat Unud (serial online) avaible from

https://ojs.unud.ac.id/index.php/jum/article/view/6446. Akses 2 Februari 2018

Kumarawati N, Supartha I, Yuliadhi K. Struktur Komunitas Dan Serangan Hama-

Hama Penting Tanaman Kubis (Brassica Oleracea L.) Agroteknologi Tropika

(Serial online) Avaible from :http://Ojs.Unud.ac.id/index.php/jat.Akses 27

Januari 2018.

Lobi Leonardo Taruk, Et Al. 2016. Kontaminasi Telur Cacing Soil Transmitted

Helminth Pada Sayuran Kemangi Pedagang Kaki Lima Di Kota Palu Sulawesi

Tengah. Sulawesi Tengah : Media Litbangkes, Vol. 26 No. 2, Juni 2016, 65 –

70 (serial online) Avaible from :

ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view. Akses tanggal 30

Januari 2018.

Margono SS. 2008. Nematoda Usus. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi 4.

FKUI. Jakarta.

Mutiara H. 2011. Identifikasi Kontaminasi Telur Soil Transmitted Helminths Pada

makanan Berbahan Sayuran Mentah Yang Diajukan Kantin Sekitar Kampus

Universitas Lampung Bandar Lampung (serial online) Avaible from

download.portalgaruda.org/article.php?...Identifikasi%20Kontamin. Akses 28

Januari 2018.

Nitalessy, R. Woodford B.S. Joseph, Joice R.S.T.L. Rimper. 2015. Keberadaan

Cemaran Telur Cacing Usus Pada Sayuran Kemangi (Ocimum Basilicum)

Dan Kol (Brassica Oleracea) Sebagai Menu Pada Ayam Lalapan Di Warung

Makan Jalan Piere Tendean Kota Manado Tahun 2015. (serial online).

Avaible from : medkesfkm.unsrat.ac.id/.../keberadaan-cemaran-telur-

cacing-usus. Akses tanggal 28 Januari 2018.

Okdiyanzah Suayday Dan Widiastuti, 2014. Kontaminasi Parasit Usus Pada

Sayuran Kubis Pasar Tradisional Dan Swalayan Jakarta Dengan Perendaman

Larutan Garam-Cuka Tahun 2014. Jakarta : Program Pendidikan Dokter

Page 25: Soil Transmitted Helminths - erepo.unud.ac.id

25

Fakultas Kedokteran Unversitas Indonesia. (serial online) Avaible from :

www.digilib.ui.ac.id/naskahringkas/2017-01/S-Suaydiy. Akses tanggal 28

Januari 2018.

Oktavia. Galuh. 2007. Redesain Pasar Jongke Surakarta. Skripsi S-1.Fak. Teknik

.Jur.Arsitektur, Universitas Atma Jaya. (serial online). Avaible from : e-

journal.uajy.ac.id/835/2/1TA12704.pdf. Akses tanggal 28 Maret 2018.

Rubatzky, Vincent E dan Mas Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia Prinsip,

Produksi dan Gizi Jilid kedua. ITB. Bandung.

Rukmana. 2001. Bertanam Kubis. Kanisius. Yogyakarta.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D.Alfabeta.

Bandung.

Supali, T., Margono, S. S., dan Abidin, S. A. N., 2008. Buku Ajar Parasitologi

Kedokteran. Edisi ke 4. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta.

Suzuki, N. 1975. Colour Atlas Of Human Helminth Eggs. Seamic. Tokyo Japan.

Wardhana, Kp., Kurniawan, B., Mustofa, S. 2014. Identifikasi Telur Soil

Transmitted Helminths Pada Lalapan Kubis (Brassica Oleraceae) Di Warung

–Warung Makan Universitas Lampung. Medical Journal Of Lampung

University Vol. 3, No. 3, Hlm. 86-95. (serial online) Avaible from :

(Juke.Kedokteran.Unila.Ac.Id. Akses 27 Maret 2018.

World Health Organization. 2013. Soil Transmitted Helminthases Eliminating Soil

Transmitted Helminthases as a public Health Problem in Children. (serial

online). Avaible from :

http://whqlibloc.who.int/publicrelation/2013/9789241503129 ey.pdf. tanggal

30 Januari 2018.

Yuliadhi dan Sudiarta. 2012. Strukur Komunitas Hama Pemakan Daun Kubis dan

Investigasi Musuh Alaminya. Agrotop 2(2) : 191-196 (2012) ISSN : 2088-

155 X Fakultas Pertanian Udayana DPS. Bali (serial online) Avaible from :

docplayer.info/46458899-E-jurnal-agroekoteknologi. Akses tanggal 21

Februari 2018.