Software House Inc.docx

12
Software House Inc. merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang pengembangan dan pendistribusian software rak (software kemasan). Software House Inc. merupakan penduduk fiskal dari Negara Republica dan bermaksud untuk memperluas operasi bisnisnya di Indonesia. Dalam rencana memperluas operasi bisnisnya, Software House Inc. harus mempertimbangkan beberapa proposal sehubungan dengan pentingnya mempertimbangkan jenis pendistribusian produk ke negara terkait yang dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama, pendistribusian software kepada konsumen melalui pemasaran secara langsung. Pemasaran secara langsung yang dapat dijadikan pertimbangan bagi Software House adalah pemasaran menggunakan iklan pada majalah komputer. Terdapat dua opsi jika Software House memasarkan produknya melalui iklan pada majalah komputer, yaitu dengan memasukkan formulir pemesanan ke dalam majalah sehingga pelanggan dapat memesan dengan mengisi formulir tersebut dan mengirimkannya ke kantor pusat Software House atau dengan merujuk pelanggan pada iklan tersebut ke website Software House untuk memilih software yang tepat. Dengan kedua opsi tersebut, maka Software House tidak akan memiliki tempat usaha atau karyawan sendiri di Indonesia. Kedua, pendistribusian software kepada konsumen melalui peritel independen. Peritel independen yang dijadikan distributor disini merupakan sebuah perusahaan tanpa keterkaitan (independen) yang merupakan penduduk fiskal dari Indonesia. Peritel ini mendistribusikan software melalui toko- toko dari Retailer yang merupakan gerai retail software rak terbesar di Indonesia. Dengan pendistribusian melalui peritel

Transcript of Software House Inc.docx

Software House Inc. merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang pengembangan dan pendistribusian software rak (software kemasan). Software House Inc. merupakan penduduk fiskal dari Negara Republica dan bermaksud untuk memperluas operasi bisnisnya di Indonesia. Dalam rencana memperluas operasi bisnisnya, Software House Inc. harus mempertimbangkan beberapa proposal sehubungan dengan pentingnya mempertimbangkan jenis pendistribusian produk ke negara terkait yang dapat diuraikan sebagai berikut.Pertama, pendistribusian software kepada konsumen melalui pemasaran secara langsung. Pemasaran secara langsung yang dapat dijadikan pertimbangan bagi Software House adalah pemasaran menggunakan iklan pada majalah komputer. Terdapat dua opsi jika Software House memasarkan produknya melalui iklan pada majalah komputer, yaitu dengan memasukkan formulir pemesanan ke dalam majalah sehingga pelanggan dapat memesan dengan mengisi formulir tersebut dan mengirimkannya ke kantor pusat Software House atau dengan merujuk pelanggan pada iklan tersebut ke website Software House untuk memilih software yang tepat. Dengan kedua opsi tersebut, maka Software House tidak akan memiliki tempat usaha atau karyawan sendiri di Indonesia. Kedua, pendistribusian software kepada konsumen melalui peritel independen. Peritel independen yang dijadikan distributor disini merupakan sebuah perusahaan tanpa keterkaitan (independen) yang merupakan penduduk fiskal dari Indonesia. Peritel ini mendistribusikan software melalui toko-toko dari Retailer yang merupakan gerai retail software rak terbesar di Indonesia. Dengan pendistribusian melalui peritel independen, maka Software House juga tidak akan memiliki tempat usaha atau karyawan sendiri di Indonesia. Kontrak antara Software House dan Retailer dirundingkan dan ditandatangani di Republica.Ketiga, pendistribusian software kepada konsumen melalui kantor perwakilan di Indonesia. Opsi selanjutnya adalah Software House memasarkan produk yang dijual dengan mendirikan kantor perwakilan perusahaan di Indonesia. Setelah mendirikan kantor perwakilan, kantor perwakilan tersebut bertugas mencari distributor profesional dan potensial yang dapat memasarkan software dengan baik. Kantor juga bertugas mengurus iklan-iklan di majalah computer. Pesanan akan dikirim langsung dari Republica ke distributor atau konsumen di Indonesia, sehingga kantor tidak menyimpan stok barang dalam jumlah yang besar. Keempat, pendistribusian melalui cabang. Jadi Software House membuka gerai retail di Jakarta dan akan menjual produk di gerai tersebut serta didistribusikan ke kota lain selain Jakarta. Software akan dikopi ke CD-ROM di kantor pusat republica dan dikirimkan ke gerai retail di Jakarta. Kantor retail dapat memasok produk-produk Software House untuk distributor di negara tetangga (seperti Singapura dan Malaysia) ke Indonesia. Walaupun Software House akan mendirikan gerai retail di Indonesia, namun konsumen masih dapat memesan software melalui website resmi Software House. Kelima, pendistribusian produk Software House melalui anak perusahaan. Software House akan membentuk badan hukum berupa anak perusahaan dengan kepemilikan penuh di Indonesia. Anak perusahaan tersebut akan diberi lisensi untuk membuat kopi software untuk didistribusikan di Indonesia dengan membayar royalty sebesar $10 per item software kemasan yang diproduksi. Software House berkepentingan pada apakah anak perusahaan akan memenuhi syarat untuk mendapatkan potongan pajak di Indonesia, sehingga anak perusahaan tersebut boleh mengekspor produk ke distributor di negara tetangga. Berdasarkan studi kasus di atas, muncul pertanyaan mengenai perbedaan posisi pajak di Indonesia jika tingkat aktivitas ekonomi dari investor asing di Indonesia mengalami peningkatan. Bagaimana posisi pajak di Indonesia jika tidak ada perjanjian pajak antara Indonesia dan Republica dan apakah terdapat perubahan akibat pajak jika terdapat perjanjian pajak antara Indonesia dan Republica. Seperti yang telah kita ketahui, terdapat beberapa penghasilan yang menjadi objek pajak dalam konteks pajak internasional, pengelompokan objek pajak dalam konteks pajak internasional sebagai berikut.a. Penghasilan yang diperoleh dari transaksi lintas batas negara dari perdagangan barang dan pemberian jasa.b. Penghasilan yang diperoleh dari transaksi lintas batas negara dari suatu perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di lebih dari satu negara ( multinational company).c. Penghasilan yang diperoleh dari investasi lintas batas negara yang dilakukan oleh individu atau sekelompok individu.d. Penghasilan yang diperoleh oleh orang pribadi yang melakukan pekerjaan di luar negeri, baik sebagai karyawan maupun sebagai seorang professional. Berdasarkan pengelompokan di atas, Software House termasuk dalam pengelompokan pertama dan kedua sehingga hukum pajak yang berlaku bagi kasus tersebut adalah hukum pajak internasional. Dalam pajak internasional, terdapat perjanjian antar negara. Dalam kasus ini adalah perjanjian antara Republica dan Indonesia. Perjanjian pajak yang berlaku saat ini mengikuti OECD Model yang merupakan alat penting dalam menginterpretasikan perjanjian pajak. OECD Model biasa digunakan oleh negara maju, sedangkan UN Model biasa digunakan oleh negara berkembang. Umumnya, perjanjian pajak hanya sekedar membatasi, karena mereka menetapkan keadaan dimana negara asal dapat mengenakan pajak atas pendapatan milik warganegara dari negara lain yang mengikuti perjanjian dengan negara tersebut. Mereka tidak menciptakan tanggung gugat sehingga tidak ada pengenaan pajak menurut hukum domestic dan tidak perlu mempertimbangkan posisi menurut suatu perjanjian pajak. Software House bukan merupakan penduduk Indonesia, sehingga berdasarkan norma internasional, perusahaan ini dapat dikenai pajak di Indonesia hanya atas pendapatan yang berasal dari dalam negeri. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka kita harus mengidentifikasi jenis pendapatan yang didapat oleh Indonesia dari proses pendistribusian atau proses ekonomi dari Software House. Jika pendapatan berasal dari Indonesia, maka perlu ditentukan apakah suatu perjanjian pajak memungkinkan yurisdiksi Indonesia untuk mengenakan pajak dalam kasus ini. Bentuk legal dari transaksi adalah lisensi untuk menggunakan software bukan penjualan. Jika mengikuti bentuk legal, maka pendapatan yang didapat oleh Software House dapat digolongkan sebagai royalty atau sebagai penjualan yang tunduk pada pembatasan penggunaan yang bias diberikan terhadap software. Jika pendapatan digolongkan sebagai royalty, maka asal pendapatan bisa didasarkan pada tempat tinggal dari pembayar royalty atau tempat dimana lisensi digunakan. Namun jika mengikuti OECD Model, maka pengenaan pajak atas royalty akan dibatalkan karena dalam OECD Model telah ditetapkan tarif atas royalty sebesar nol persen. Jika pendapatan yang didapat oleh Software House digolongkan sebagai pendapatan atas aktivitas ekonomi atau pendapatan atas penjualan software, maka ada beberapa hal yang perlu diidentifikasi. Jika pendapatan penjualan berasal dari Indonesia, maka pendapatan tersebut dikaitkan dengan aktivitas ekonomi perusahaan Software House di Indonesia. Jika Software House berdagang dengan Indonesia, maka tidak ada yuridiksi untuk pengenaan pajak. Namun jika Software House berdagang di Indonesia, maka ada yuridiksi untuk pengenaan pajak di Indonesia. Mengenai berdagang dengan Indonesia dan berdagang di Indonesia dapat dibedakan melalui kegiatan selama proses atau aktivitas ekonomi Software House di Indonesia. Jika hanya berdagang biasa, aktivitas ekonomi yang menghasilkan pendapatan penjulan adalah aktivitas penjualan. Namun jika Software House membuat atau memproses atau memproduksi dan menjual di Indonesia, maka pendapatan dari aktivitas ekonomi tersebut merupakan pendapatan penjualan. Pada kasus ini, pendapatan atas aktivitas perusahaan Software House tidak mungkin dikategorikan sebagai pendapatan penjualan dari Indonesia jika pendistribusian software melalui pemasaran secara langsung dan peritel independen karena tidak ada tempat usaha dan karyawan di Indonesia, serta aktivitas membuat atau memproses atau memproduksi software dilakukan di Republica, bukan di Indonesia. Namun untuk pendistribusian melalui kantor perwakilan, cabang, dan anak perusahaan dapat dikategorikan sebagai pendapatan penjualan. Dalam konteks perjanjian, jika software disediakan untuk penggunaan personal atau bisnis internal oleh konsumen, maka pembayaran untuk software tersebut dianggap sebagai laba usaha dan bukan royalty. Hal tersebut juga berlaku meskipun software dapat dilindungi dengan hak cipta dan bahwa ada pembatasan atas penggunaan yang bias diberikan terhadap software. Mengenai tempat usaha, OECD Commentary menyatakan bahwa suatu tempat usaha adalah tempat, fasilitas, atau instalasi. Tempat usaha bias dimiliki, disewakan, atau disediakan, dan dapat berupa fasilitas usaha dari orang lain. Jika pendistribusian melalui website iklan di majalah computer, hal tersebut tidak memenuhi kriteria tempat usaha dalam OECD Model. OECD berpandangan bahwa agar sesuatu menjadi tempat usaha, harus terdapat ruang fisik. Syarat berikutnya adalah tempat usaha tersebut tetap, sehingga OECD model beranggapan bahwa website bukanlah tempat usaha dan tidak dapat menjadi perusahaan tetap. Pendistribusian software melalui gerai retail perlu memperhatikan kontrak yang dilakukan oleh Software House dan konsumen di Indonesia melalui perantara agen. Menurut OECD Model, suatu agen dapat menjadi perusahaan tetap bila agen bertindak di Indonesia atas nama principal dan biasa menggunakan otoritas di Indonesia untuk menandatangani kontrak atas nama principal. Berdasarkan fakta kasus, kontrak penjualan dilakukan oleh peritel di Indonesia dengan pelanggan atas nama Software House. Seseorang atau agen dapat menjadi perusahaan tetap dari Software House di Indonesia jika dapat memelihara stok atau pengiriman karena kemampuan untuk mengadakan pengiriman tepat waktu merupakan aspek penting dari aktivitas penjualan. Jika peritel adalah agen berstatus independen dan bekerja untuk Software House dalam urusan bisnis biasa seperti agen, maka peritel tidak akan menjadi agen yang berstatus independen. Selanjutnya adalah pendistribusian software melalui kantor perwakilan. Kantor perwakilan adalah kantor dari perusahaan asing yang diijinkan untuk melaksanakan aktivitas tertentu yang bersifat persiapan atau tambahan atas nama perusahaan asing tersebut. Aktivitas kantor perwakilan dapat meliputi:a. Perencanaan dan koordinasi aktivitas bisnis.b. Pengumpulan dan analisis informasi yang berhubungan dengan peluang bisnis atau investasi.c. Mengadakan studi kelayakan.d. Mengidentifikasi sumber bahan mentah, komponen, atau produk industry lain.e. Penelitian dan pengembangan produk.f. Koordinasi regional.Dalam kasus ini, aktivitas penerimaan bias lebih bersifat persiapan atau tambahan, terutama bila kantor memeriksa detail kredit dan membuat rekomendasi mengenai apakah menerima pesana atau tidak. Kantor perwakilan Software House mungkin melintas batas dari aktivitas persiapan ke aktivitas penjualan. Namun menurut OECD Model, pelayanan purna jual lebih bersifat persiapan yang merupakan bagian penting dari aktivitas menjual barang karena kantor perwakilan menangani complain mengenai produk cacat. Dalam hal perwakilan, perwakilan Software House yang ditempatkan di Indonesia tidak ditempatkan selama lebih dari lima bulan sehingga mereka tidak dikenai pajak jika kantor perwakilan Software House bukan merupakan perusahaan tetap di Indonesia. Berikut Ketentuan Objek Pajak bagi Perusahaan Dagang Asing yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia, yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 15 Undang-undang PPh. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang PPh mengatur definisi penghasilan yang menjadi Objek Pajak secara umum. Penghasilan neto bagi Perusahaan Dagang Asing yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia diatur dalam Pasal 15 Undang-undang PPh yang mana penghasilan netonya dihitung dengan Norma Penghitungan Khusus. Rumusan ketentuan Pasal 15 Undang-undang PPh tersebut adalah sebagai berikut: Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan netto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) ditetapkan Menteri Keuangan.Rumusan ketentuan Pasal 15 Undang-undang PPh tersebut adalah rumusan setelah perubahan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 dan tidak mengalami perubahan dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 dan Undang-undang 36 Tahun 2008. Ketentuan Pasal 16 ayat (1) Undang-undang PPh mengatur cara menghitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif bagi Wajib Pajak dalam negeri sedangkan ketentuan Pasal 16 ayat (3) Undang-undang PPh mengatur cara menghitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.Selanjutnya, dalam memori penjelasan Pasal 15 disebutkan sebagai berikut:Ketentuan ini mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untuk golongan Wajib Pajak tertentu, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (build, operate, and transfer).Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan netto dari Wajib Pajak tertentu tersebut.Adapun peraturan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 15 Undang-undang PPh bagi Perusahaan Dagang Asing yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 634/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Luar Negeri Yang Mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-667/PJ./2001 tanggal 29 Oktober 2001 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang Mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia yang diralat dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-667/PJ./2001 tanggal 28 Februari 2002.

Inti pemajakan terhadap BUT Kantor Perwakilan Dagang tersebut adalah sebagai berikut:a. Penghasilan neto dari Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari nilai ekspor bruto.b. Pelunasan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia adalah sebesar 0,44% dari nilai ekspor bruto dan bersifat final.Yang dimaksud dengan nilai ekspor bruto adalah semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berada atau bertempat kedudukan di Indonesia.Selanjutnya adalah pendistribusian melalui cabang di Indonesia. Cabang Software House yang berada di Indonesia dikenai pajak karena terlibat dalam penjualan barang di Indonesia. Menurut OECD Model, yurisdiksi untuk mengenakan pajak atas laba usaha Software House terbatas pada laba yang terkait dengan aktivitas cabang di Indonesia dan tidak aka nada yurisdiksi untuk mengenakan pajak atas penjualan langsung. Menurut Model PBB, Indonesia memiliki yurisdiksi untuk mengenakan pajak atas berapapun pendapatan yang terkait dengan penjualan barang atau dagangan di Indonesia yang berjenis sama atau serupa dengan yang dijual di Indonesia melalui perusahaan tetap. Hal tersebut memungkinkan pengenaan pajak oleh Republica berdasarkan prinsip force of attraction terbatas. Berdasarkan kasus, hal tersebut dapat meliputi menjualan di internet yang diadakan langsung oleh Software House ke pelanggan di Indonesia. Terakhir pendistribusian melalui anak perusahaan. Residensi anak perusahaan diasumsikan berbadan hukum di Indonesia. Terdapat beberapa pertimbangan seperti transfer pricing yang berlaku di Indonesia. Transfer pricing diyakini mengakibatkan berkurang atau hilangnya potensi penerimaan pajak suatu negara karena perusahaan multinasional cenderung menggeser kewajiban perpajakannya dari negara-negara yang memiliki tarif pajak yang tinggi (high tax countries) ke negara-negara yang menerapkan tarif pajak rendah (low tax countries). Di pihak lain dari sisi bisnis, perusahaan cenderung berupaya meminimalkan biaya-biaya (cost efficiency) termasuk di dalamnya minimalisasi pembayaran pajak perusahaan (corporate income tax).Transfer pricing didefenisikan sebagai suatu harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antardivisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual dan biaya divisi pembeli. Tujuan utama dari transfer pricing adalah mengevaluasi dan mengukur kinerja perusahaan. Tetapi sering juga transfer pricing digunakan oleh perusahaan-perusahaan multinasional untuk meminimalkan jumlah pajak yang dibayar melalui rekayasa harga yang ditransfer antardivisi. Kunci utama keberhasilan transfer pricing dari sisi pajak adalah adanya transaksi karena adanya hubungan istimewa. Mengenai biaya manajemen, biaya manajemen adalah laba usaha sehingga menurut Republica, Indonesia memiliki yurisdiksi untuk mengenakan pajak hanya jika biaya tersebut terkait dengan perusahaan tetap dari Software House di Indonesia. Jika tidak ada perusahaan tetap, maka tidak ada yurisdiksi. Personil yang ditempatkan sementara memanfaatkan ruang kantor, maka ruang tersebut adalah perusahaan tetap Software House. Maka Indonesia dapat mengenakan pajak atas biaya manajemen dengan pemotongan atas gaji dan biaya overhead.