SNNT (struma nodusa non toksik)

13
SNNT (STRUMA NODUSA NON TOKSIT) LAPORAN PENDAHULUAN “S N N T” (Struma nodosa non toksik) A. DEFENISI Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme. B. KLASIFIKASI Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu: 1. Berdasarkan jumlah nodul; bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa. 2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk nodul tiroid yaitu : nodul dingin, nodul hangat dan nodul panas. 3. Berdasarkan konsistensinya; nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras. C. ETIOLOGI Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain : a. Defisiensi iodium

description

contoh laporan pendahuluan struma nontoksik (snnt),

Transcript of SNNT (struma nodusa non toksik)

Page 1: SNNT (struma nodusa non toksik)

SNNT (STRUMA NODUSA NON TOKSIT)

LAPORAN PENDAHULUAN

“S N N T”

(Struma nodosa non toksik)

A. DEFENISI

Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-folikel terisi

koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh semakin besar

dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler.

Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul

satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.

B. KLASIFIKASI

Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu:

1. Berdasarkan jumlah nodul; bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter

(uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.

2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk nodul tiroid yaitu :

nodul dingin, nodul hangat dan nodul panas.

3. Berdasarkan konsistensinya; nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras.

C. ETIOLOGI

Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab

pembesaran kelenjar tyroid antara lain :

a. Defisiensi iodium

Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum

dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.

b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.

1) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang

kedelai).

2) Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan

litium).

c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.

Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuan, puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi,

menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta

Page 2: SNNT (struma nodusa non toksik)

kelainan arseitektur yang dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah

tersebut.

D. PATOFISIOLOGI

Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon

tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan

ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid..

Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid

Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel

koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan

molekul yoditironin (T3).

Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating

Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan

hormon metabolik tidak aktif.

Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid

sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif

meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran

kelenjar tyroid.

E. MANIFESTASI KLINIK

Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar ini

membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area

trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan

sehingga terjadi gangguan menelan.

Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme. Benjolan di leher.

Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi.

Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak

tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.

Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :

1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).

2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras.

3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada

4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.

5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.

Page 3: SNNT (struma nodusa non toksik)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal.

2) Human thyrologlobulin( untuk keganasan thyroid)

3) Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin) dalam

batas normal. Nilai normal T3=0,6-2,0 , T4= 4,6-11

4) Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.

5) Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsy aspirasi jarum halus yang hanya dapat

dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman

6) Pemeriksaan sidik tiroid.

Hasil dapat dibedakan 3 bentuk yaitu :

a) Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini

menunjukkan fungsi yang rendah.

b) Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini

memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

c) Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul

sama dengan bagian tiroid yang lain

G. PENATALAKSANAAN

1. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik

sedang dan berat.

2. Edukasi

Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan

memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.

3. Penyuntikan lipidol

Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi suntikan 40

% tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc,

sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.

4. Tindakan operasi (strumektomi)

Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila pengobatan

tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ sekitarnya, indikasi,

kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.

Page 4: SNNT (struma nodusa non toksik)

5. L-tiroksin selama 4-5 bulan

Preparat ini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu dilakukan pemeriksaan sidik tiroid

ulng. Apabila nodul mengecil, terapi dianjutkan apabila tidak mengecil bahkan membesar

dilakukan biopsy atau operasi.

6. Biopsy aspirasi jarum halus

Dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang dari 10mm

H. KOMPLIKASI

1. Gangguan menelan atau bernafas

2. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung kongestif ( jantung

tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)

3. Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang menjadi rapuh,

keropos dan mudah patah.

Konsep Keperawatan

A. Pengkajian

1. Pengumpulan Data

a. Identifikasi klien.

b. Keluhan utama klien.

Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher. Kesulitan menelan dan

bernapas. Pada post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah

nyeri akibat luka operasi.

c. Riwayat penyakit sekarang

Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar

sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus

sehingga perlu dilakukan operasi.

d. Riwayat penyakit dahulu

Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok,

sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.

Page 5: SNNT (struma nodusa non toksik)

f. Riwayat psikososial

Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada

kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum

Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan tanda-

tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.

b. Kepala dan leher

Pada klien dengan pre operasi terdapat pembesaran kelenjar tiroid. Pada post operasi

thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril

yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua

sampai tiga hari.

c. Sistim pernafasan

Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau

karena adanya darah dalam jalan nafas.

d. Sistim Neurologi

Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi wajah yang

tegang dan gelisah karena menahan sakit.

e. Sistim gastrointestinal

Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat anestesi

umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.

f. Aktivitas/istirahat

Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.

g. Eliminasi

Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.

h. Integritas ego

Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.

i. Makanan/cairan

Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya

sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.

j. Rasa nyeri/kenyamanan

Nyeri orbital, fotofobia.

k. Keamanan

Page 6: SNNT (struma nodusa non toksik)

Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin

digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat

dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada

konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat

parah.

l. Seksualitas

Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.

b. Diagnose keperawatan

I. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi

trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.

II. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring,

edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.

III. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan

pada sistem saraf pusat.

IV. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap

jaringan/otot dan edema pasca operasi.

V. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai

dengan sering bertanya tentang penyakitnya.

VI. Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah

sekunder terhadap pembedahan.

c. Intervensi keperawatan

Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi

trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laryngeal.

1. Tujuan:

Jalan nafas klien efektif

2. Kriteria:

Tidak ada sumbatan pada trakhea

3. Rencana tindakan:

• Monitor pernafasan dan kedalaman dan kecepatan nafas.

• Dengarkan suara nafas, barangkali ada ronchi.

• Observasi kemungkinan adanya stridor, sianosis.

• Atur posisi semifowler

• Bantu klien dengan teknik nafas dan batuk efektif.

Page 7: SNNT (struma nodusa non toksik)

• Melakukan suction pada trakhea dan mulut.

• Perhatikan klien dalam hal menelan apakah ada kesulitan.

4. Rasional

• Mengetahui perkembangan dari gangguan pernafasan.

• Ronchi bisa sebagai indikasi adanya sumbatan jalan nafas.

• Indikasi adanya sumbatan pada trakhea atau laring.

• Memberikan suasana yang lebih nyaman.

• Memudahkan pengeluaran sekret, memelihara bersihan jalan nafas.dan ventilsassi

• Sekresi yang menumpuk mengurangi lancarnya jalan nafas.

• Mungkin ada indikasi perdarahan sebagai efek samping opersi.

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema

jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.

1. Tujuan :

Klien dapat komunikasi secara verbal

2. Kriteria hasil:

Klien dapat mengungkapkan keluhan dengan kata-kata.

3. Rencana tindakan:

• Kaji pembicaraan klien secara periodik

• Lakukan komunikasi dengan singkat dengan jawaban ya/tidak.

• Kunjungi klien sesering mungkin

• Ciptakan lingkungan yang tenang.

4. Rasionalisasi:

• Suara parau dan sakit pada tenggorokan merupakan faktor kedua dari odema jaringan /

sebagai efek pembedahan.

• Mengurangi respon bicara yang terlalu banyak.

• Mengurangi kecemasan klien

• Klien dapat mendengar dengan jelas komunikasi antara perawat dan klien.

Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan

pada sistem saraf pusat.

1. Tujuan :

Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol.

2. Criteria

Page 8: SNNT (struma nodusa non toksik)

Tidak terdapat cedera

3. Rencana tindakan/intervensi

• Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140 –

200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru).

• Evaluasi reflesi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan

tersentak, adanya kejang, prestesia.

• Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi yang rendah.

• Memantau kadar kalsium dalam serum.

• Kolaborasi

Berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat).

4. Rasional

Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran

hormon yang menyebabkan krisis tyroid.

• Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1 – 7 hari pasca operasi dan

merupakan indikasi hypoparatiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak

disengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid selama pembedahan.

• Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.

• Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi pengganti.

• Memperbaiki kekurangan kalsium yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menjadi

permanen.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap

jaringan/otot dan edema pasca operasi.

1. Tujuan:

Rasa nyeri berkurang

2. Kriteria hasil:

Dapat menyatakan nyeri berkurang, tidak adanya perilaku uyg menunjukkan adanya nyeri.

3. Rencana tindakan

• Atur posisi semi fowler, ganjal kepala /leher dengan bantal kecil

• Kaji respon verbal /non verbal lokasi, intensitas dan lamanya nyeri.

• Intruksikan pada klien agar menggunakan tangan untuk menahan leher pada saat alih posisi .

• Beri makanan /cairan yang halus seperti es krim.

• Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.

4. Rasionalisasi

Page 9: SNNT (struma nodusa non toksik)

• Mencegah hyperekstensi leher dan melindungi integritas pada jahitan pada luka.

• Mengevaluasi nyeri, menentukan rencana tindakan keefektifan terapi.

• Mengurangi ketegangan otot.

• Makanan yang halus lebih baik bagi klien yang menjalani kesulitan menelan.

• Memutuskan transfusi SSP pada rasa nyeri.

Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai dengan

sering bertanya tentang penyakitnya.

1. Tujuan:

Pengetahuan klien bertambah.

2. Kriteria hasil:

Klien berpartisipasi dalam program keperawatan

3. Rencana tindakan:

• Diskusikan tentang keseimbangan nutrisi.

• Hindari makanan yang banyak mengandung zat goitrogenik misalnya makanan laut, kedelai,

Lobak cina dll.

• Konsumsikan makanan tinggi calsium dan vitamin D.

4. Rasionalisasi:

• Mempertahankan daya tahan tubuh klien.

• Kontraindikasi pembedahan kelenjar thyroid.

• Memaksimalkan suplai dan absorbsi kalsium.

Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah sekunder

terhadap pembedahan.

1. Tujuan

Perdarahan tidak terjadi.

2. Kriteria hasil

Tidak terdapat adanya tanda-tanda perdarahan.

3. Rencana tindakan:

• Observasi tanda-tanda vital.

• Pada balutan tidak didapatkan tanda-tanda basah karena darah.

• Dari drain tidak terdapat cairan yang berlebih.( > 50 cc).

4. Rasionalisasi:

Page 10: SNNT (struma nodusa non toksik)

• Dengan mengetahui perubahan tanda-tanda vital dapat digunakan untuk mengetahui

perdarahan secara dini.

• Dengan adanya balutan yang basah berarti adanya perdarahan pada luka operasi.

• Cairan pada drain dapat untuk mengetahui perdarahan luka operasi.

d. Implementasi

Sesuai dengan rencana tindakan yang diterapkan dan dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keparawatan. EGC : Jakarta.

Harnawaty, dalam http://nersgeng.blogspot.com/ 2009/05/asuhan-keperawatan-pasien-

struma.html Senin, 08 November 2010.

Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran, edisi ketiga jilid 1. Media Aesculapius :

Jakarta.

Syarifuddin, drs. AMK. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan, edisi 3. EGC :

Jakarta.