SLE

22
BAB II PENDAHULUAN 2.1 Pengertian SLE (Systemisc Lupus erythematosus) adalah penyakit autoimun dimana organ dan sel mengalami kerusakan yang disebabkan oleh tissue-binding autoantibody dan kompleks imun, yang menimbulkan peradangan dan bisa menyerang berbagai sistem organ namun sebabnya belum diketahui secara pasti, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik, terdapat remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibody dalam tubuh. Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda. Beratnya penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan jenis antibodi yang muncul dan organ yang terkena. 2.2. Etiologi Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan

Transcript of SLE

Page 1: SLE

BAB II

PENDAHULUAN

2.1 Pengertian

SLE (Systemisc Lupus erythematosus) adalah penyakit autoimun

dimana organ dan sel mengalami kerusakan yang disebabkan oleh tissue-

binding autoantibody dan kompleks imun, yang menimbulkan peradangan

dan bisa menyerang berbagai sistem organ namun sebabnya belum diketahui

secara pasti, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan

atau kronik, terdapat remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya

berbagai macam autoantibody dalam tubuh.

Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ

yang berbeda. Beratnya penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan

sampai penyakit yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan

jenis antibodi yang muncul dan organ yang terkena.

2.2. Etiologi

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang

menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan

imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,

hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi

selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar

termal).

Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga faktor

genetik, infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE.

Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari

sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan reaksi imunologi ini akan

menghasilkan antibodi secara terus menerus. Antibody ini juga berperan

dalam pembentukan kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit

inflamasi imun sistemik dengan kerusakkan multiorgan.

Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan

pertahanan tubuh dalam melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun

Page 2: SLE

lainnya, sistem pertahanan tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana

antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri. Antibodi ini

menyerang sel darah, organ dan jaringan tubuh, sehingga terjadi penyakit

menahun.

Mekanisme maupun penyebab dari penyakit autoimun ini belum

sepenuhnya dimengerti tetapi diduga melibatkan faktor lingkungan dan

keturunan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus:

Infeksi

Antibiotik (terutama golongan sulfa dan penisilin)

Sinar ultraviolet

Stres yang berlebihan

Obat-obatan tertentu

Hormon.

Meskipun lupus diketahui merupakan penyakit keturunan, tetapi gen

penyebabnya tidak diketahui. Penemuan terakhir menyebutkan tentang gen

dari kromosom 1. Hanya 10% dari penderita yang memiliki kerabat (orang

tua maupun saudara kandung) yang telah maupun akan menderita lupus.

Statistik menunjukkan bahwa hanya sekitar 5% anak dari penderita lupus

yang akan menderita penyakit ini.

Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa

diderita oleh pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria

maupun wanita, meskipun 10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita.

Faktor hormonal mungkin bisa menjelaskan mengapa lupus lebih sering

menyerang wanita. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum

menstruasi dan/atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon

(terutama estrogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini.

Meskipun demikian, penyebab yang pasti dari lebih tingginya angka kejadian

pada wanita dan pada masa pra-menstruasi, masih belum diketahui.

Page 3: SLE

Faktor Resiko terjadinya SLE

1. Faktor Genetik

Jenis kelamin, frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering

daripada pria dewasa

Umur, biasanya lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun

Etnik, Faktor keturunan, dengan Frekuensi 20 kali lebih sering

dalam keluarga yang terdapat anggota dengan penyakit tersebut

2. Faktor Resiko Hormon

Hormon estrogen menambah resiko SLE, sedangkan androgen

mengurangi resiko ini.

3. Sinar UV

Sinar Ultra violet mengurangi supresi imun sehingga terapi

menjadi kurang efektif, sehingga SLE kambuh atau bertambah

berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan

prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut maupun

secara sistemik melalui peredaran pebuluh darah

4. Imunitas

Pada pasien SLE, terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi

terhadap sel T

5. Obat

Obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentu dan

diminum dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus

obat (Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE). Jenis obat

yang dapat menyebabkan Lupus Obat adalah :

Obat yang pasti menyebabkan Lupus obat : Kloropromazin,

metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid

Obat yang mungkin menyebabkan Lupus obat : dilantin,

penisilamin, dan kuinidin

Hubungannya belum jelas : garam emas, beberapa jenis

antibiotic dan griseofurvin

6. Infeksi

Page 4: SLE

Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-

kadang penyakit ini kambuh setelah infeksi

7. Stres

Stres berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah

memiliki kecendrungan akan penyakit ini.  

2.3. Diagnosis

Kriteria untuk klasifikasi SLE dari American Rheumatism Association

(ARA, 1992). Seorang pasien diklasifikasikan menderita SLE apabila

memenuhi minimal 4 dari 11 butir kriteria dibawah ini :

1. Artritis, arthritis nonerosif pada dua atau lebih sendi perifer disertai

rasa nyeri, bengkak, atau efusi dimana tulang di sekitar persendian

tidak mengalami kerusakan

2. Tes ANA diatas titer normal = Jumlah ANA yang abnormal

ditemukan dengan immunofluoroscence atau pemeriksaan serupa

jika diketahui tidak ada pemberian obat yang dapat memicu ANA

sebelumnya

3. Bercak Malar / Malar Rash (Butterfly rash) = Adanya eritema

berbatas tegas, datar, atau berelevasi pada wilayah pipi sekitar

hidung (wilayah malar)

4. Fotosensitif bercak reaksi sinar matahari = peka terhadap sinar UV /

matahari, menyebabkan pembentukan atau semakin memburuknya

ruam kulit

5. Bercak diskoid = Ruam pada kulit

6. Salah satu Kelainan darah;

- anemia hemolitik,

- Leukosit < 4000/mm³,

- Limfosit<1500/mm³, 

- Trombosit <100.000/mm³

7. Salah satu Kelainan Ginjal;

- Proteinuria > 0,5 g / 24 jam, 

Page 5: SLE

- Sedimen seluler = adanya elemen abnormal dalam air kemih yang

berasal dari sel darah merah/putih maupun sel tubulus ginjal

8. Salah satu Serositis :

- Pleuritis, 

- Perikarditis

9. Salah satu kelainan Neurologis;

- Konvulsi / kejang, 

- Psikosis

10. Ulser Mulut, Termasuk ulkus oral dan nasofaring yang dapat ditemukan

11. Salah satu Kelainan Imunologi

- Sel LE+

- Anti dsDNA diatas titer normal

- Anti Sm (Smith) diatas titer normal

- Tes serologi sifilis positif palsu

2.4. Gejala

Gejala dari penyakit lupus:

- demam

- lelah

- merasa tidak enak badan

- penurunan berat badan

- ruam kulit

- ruam kupu-kupu

- ruam kulit yang diperburuk oleh sinar matahari

- sensitif terhadap sinar matahari

- pembengkakan dan nyeri persendian

- pembengkakan kelenjar

- nyeri otot

- mual dan muntah

- nyeri dada pleuritik

- kejang

- psikosa.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

Page 6: SLE

- hematuria (air kemih mengandung darah)

- batuk darah

- mimisan

- gangguan menelan

- bercak kulit

- bintik merah di kulit

- perubahan warna jari tangan bila ditekan

- mati rasa dan kesemutan

- luka di mulut

- kerontokan rambut

- nyeri perut

- gangguan penglihatan.

2.5. Manifestasi Klinis

Jumlah dan jenis antibodi pada lupus, lebih besar dibandingkan

dengan pada penyakit lain, dan antibodi ini (bersama dengan faktor lainnya

yang tidak diketahui) menentukan gejala mana yang akan berkembang.

Karena itu, gejala dan beratnya penyakit, bervariasi pada setiap penderita.

Perjalanan penyakit ini bervariasi, mulai dari penyakit yang ringan

sampai penyakit yang berat.

Gejala pada setiap penderita berlainan, serta ditandai oleh masa bebas

gejala (remisi) dan masa kekambuhan (eksaserbasi).

Pada awal penyakit, lupus hanya menyerang satu organ, tetapi di

kemudian hari akan melibatkan organ lainnya.

Otot dan kerangka tubuh

Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan

menderita artritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada

jari tangan, tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada

tulang panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri di daerah

tersebut.

Kulit

Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan

pangkal hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena

Page 7: SLE

sinar matahari. Ruam yang lebih tersebar bisa timbul di bagian tubuh lain

yang terpapar oleh sinar matahari.

Ginjal

Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di

dalam sel-sel ginjal, tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus

(peradangan ginjal yang menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal ginjal

sehingga penderita perlu menjalani dialisa atau pencangkokkan ginjal.

Sistem saraf

Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering

ditemukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan

bisa terjadi pada bagian manapun dari otak, korda spinalis maupun sistem

saraf. Kejang, psikosa, sindroma otak organik dan sakit kepala merupakan

beberapa kelainan sistem saraf yang bisa terjadi.

Darah

Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk

bekuan darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke

dan emboli paru. Jumlah trombosit berkurang dan tubuh membentuk

antibodi yang melawan faktor pembekuan darah, yang bisa menyebabkan

perdarahan yang berarti. Seringkali terjadi anemia akibat penyakit

menahun.

Jantung

Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis,

endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi

sebagai akibat dari keadaan tersebut.

Paru-paru

Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura

(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari

keadaan tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak nafas.

2.6. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dapat memberikan (1) penegakkan atau

menyingkirkan suatu diagnosis; (2) untuk mengikuti perkembangan penyakit,

Page 8: SLE

terutama untuk menandai terjadinya suatu serangan atau sedang berkembang

pada suatu organ; (3) untuk mengidentifikasi efek samping dari suatu

pengobatan.

6.1. Pemeriksaan Autoantibodi

Antibody Prevalensi,

%

Antigen yang

Dikenali

Clinical Utility

Antinuclear

antibodies (ANA)

98 Multiple nuclear Pemeriksaan

skrining terbaik;

hasil negative

berulang

menyingkirkan SLE

Anti-dsDNA 70 DNA (double-

stranded)

Jumlah yang tinggi

spesifik untuk SLE

dan pada beberapa

pasien berhubungan

dengan aktivitas

penyakit, nephritis,

dan vasculitis.

Anti-Sm 25 Kompleks protein

pada 6 jenis U1

RNA

Spesifik untuk SLE;

tidak ada korelasi

klinis; kebanyakan

pasien juga memiliki

RNP; umum pada

African American

dan Asia dibanding

Kaukasia.

Anti-RNP 40 Kompleks protein

pada U1 RNAγ

Tidak spesifik untuk

SLE; jumlah besar

berkaitan dengan

gejala yang overlap

dengan gejala

rematik termasuk

Page 9: SLE

SLE.

Anti-Ro (SS-A) 30 Kompleks Protein

pada hY RNA,

terutama 60 kDa

dan 52 kDa

Tidak spesifik SLE;

berkaitan dengan

sindrom Sicca,

subcutaneous lupus

subakut, dan lupus

neonatus disertai

blok jantung

congenital; berkaitan

dengan penurunan

resiko nephritis.

Anti-La (SS-B) 10 47-kDa protein

pada hY RNA

Biasanya terkait

dengan anti-Ro;

berkaitan dengan

menurunnya resiko

nephritis

Antihistone 70 Histones terkait

dengan DNA

(pada nucleosome,

chromatin)

Lebih sering pada

lupus akibat obat

daripada SLE.

Antiphospholipid 50 Phospholipids,β2

glycoprotein 1

cofactor,

prothrombin

Tiga tes tersedia –

ELISA untuk

cardiolipin dan β2G1,

sensitive

prothrombin time

(DRVVT);

merupakan

predisposisi

pembekuan,

kematian janin, dan

trombositopenia.

Page 10: SLE

Antierythrocyte 60 Membran eritrosit Diukur sebagai tes

Coombs’ langsung;

terbentuk pada

hemolysis.

Antiplatelet 30 Permukaan dan

perubahan antigen

sitoplasmik pada

platelet.

Terkait dengan

trombositopenia

namun sensitivitas

dan spesifitas kurang

baik; secara klinis

tidak terlalu berarti

untuk SLE

Antineuronal

(termasuk anti-

glutamate

receptor)

60 Neuronal dan

permukaan antigen

limfosit

Pada beberapa hasil

positif terkait dengan

lupus CNS aktif.

Antiribosomal P 20 Protein pada

ribosome

Pada beberapa hasil

positif terkait dengan

depresi atau psikosis

akibat lupus CNS

Tabel 3 Autoantibodi yang ditemukan pada Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Catatan: CNS = central nervous system, CSF= cerebrospinal fluid, DRVVT = dilute Russell viper venom time, ELISA= enzyme-linked immunosorbent assay.

Secara diagnostic, antibody yang paling penting untuk dideteksi

adalah ANA karena pemeriksaan ini positif pada 95% pasien, biasanya

pada onset gejala. Pada beberapa pasien ANA berkembang dalam 1

tahun setelah onset gejala; sehingga pemeriksaan berulang sangat

berguna. Lupus dengan ANA negative dapat terjadi namun keadaan ini

sangat jarang pada orang dewasa dan biasanya terkait dengan

kemunculan dari autoantibody lainnya (anti-Ro atau anti-DNA). Tidak

Page 11: SLE

ada pemeriksaan berstandar internasional untuk ANA; variabilitas

antara pemeriksaan yang berbeda antara laboratorium sangat tinggi.

Jumlah IgG yang besar pada dsDNA (bukan single-strand DNA)

spesifik untuk SLE. ELISA dan reaksi immunofluorosensi pada sel

dengan dsDNA pada flagel Crithidia luciliae memiliki sekitar 60%

sensitivitas untuk SLE; identifikasi dari aviditas tinggi untuk anti-

dsDNA pada emeriksaan Farr tidak sensitive namun terhubung lebih

baik dengan nephritis

6.2. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya penyakit SLE

Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear,

yang terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi

ini juga juga bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika

menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan

untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari

kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua

penderita lupus memiliki antibodi ini.

Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang

berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi

lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas

dan lamanya penyakit.

Ruam kulit atau lesi yang khas

Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis

Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya

gesekan pleura atau jantung

Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein

Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis

sel darah

Biopsi ginjal

Pemeriksaan saraf.

2.7. Penatalaksanaan

Page 12: SLE

Untuk penatalaksanaan, Pasien SLE dibagi menjadi:

Kelompok Ringan

Gejala : Panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan,

kelelahan, dan sakit kepala

Kelompok Berat

Gejala : efusi pleura perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik,

trombositopenia, lupus serebral, vaskulitis akut, miokarditis,

pneumonitis lupus, dan perdarahan paru.

Penatalaksanaan Umum :

Kelelahan bisa karena sakitnya atau penyakit lain, seperti anemi, demam

infeksi, gangguan hormonal, komplikasi pengobatan, atau stres emosional.

Upaya mengurangi kelelahan disamping obat ialah cukup istirahat,

pembatasan aktivitas yang berlebih, dan mampu mengubah gaya hidup

Hindari Merokok

Hindari perubahan cuaca karena mempengaruhi proses inflamasi

Hindari stres dan trauma fisik

Diet sesuai kelainan, misalnya hyperkolestrolemia

Hindari pajanan sinar matahari, khususnya UV pada pukul 10.00 sampai

15.00

Hindari pemakaian kontrasespsi atau obat lain yang mengandung hormon

estrogen

Penatalaksanaan Medikamentosa :

Untuk SLE derajat Ringan;

Penyakit yang ringan (ruam, sakit kepala, demam, artritis, pleuritis,

perikarditis) hanya memerlukan sedikit pengobatan.

Untuk mengatasi artritis dan pleurisi diberikan obat anti peradangan

non-steroid

Untuk mengatasi ruam kulit digunakan krim kortikosteroid.

Untuk gejala kulit dan artritis kadang digunakan obat anti malaria

(hydroxycloroquine)

Page 13: SLE

Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5-5 mg/hari.

Dosis dapat diberikan secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai

kebutuhan

Jika penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari, sebaiknya pada

saat bepergian menggunakan tabir surya, pakaian panjang ataupun

kacamata

Untuk SLE derajat berat;

Penyakit yang berat atau membahayakan jiwa penderitanya (anemia

hemolitik, penyakit jantung atau paru yang meluas, penyakit ginjal,

penyakit sistem saraf pusat) perlu ditangani oleh ahlinya

Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan dosis

sesuai kelainan organ sasaran yang terkena.

Untuk mengendalikan berbagai manifestasi dari penyakit yang berat

bisa diberikan obat penekan sistem kekebalan

Beberapa ahli memberikan obat sitotoksik (obat yang menghambat

pertumbuhan sel) pada penderita yang tidak memberikan respon yang

baik terhadap kortikosteroid atau yang tergantung kepada

kortikosteroid dosis tinggi.

Pengobatan Pada Keadaan Khusus

Anemia Hemolitik

Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari), dapat ditingkatkan

sampai 100-200 mg/hari bila dalam beberapa hari sampai 1 minggu

belum ada perbaikan

Trombositopenia autoimun

Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari). Bila tidak ada respon

dalam 4 minggu, ditambahkan imunoglobulin intravena (IVIg) dengan

dosis 0,4 mg/kg BB/hari selama 5 hari berturut-turut

Perikarditis Ringan 

Page 14: SLE

Obat antiinflamasi non steroid atau anti malaria. Bila tidak efektif

dapat diberikan prednison 20-40 mg/hari

Perkarditis Berat

Diberikan prednison 1 mg/kg BB/hari

Miokarditis

Prednison 1 mg/kg BB/hari dan bila tidak efektif dapat dapat

dikombinasikan dengan siklofosfamid

Efusi Pleura

Prednison 15-40 mg/hari. Bila efusi masif, dilakukan pungsi

pleura/drainase

Lupus Pneunomitis

Prednison 1-1,5 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu

Lupus serebral

Metilprednison 2 mg/kg BB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil

dilanjutkan dengan pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan perlahan.

Dapat diberikan metilprednison pulse dosis selama 3 hari berturut-

turut

2.8. PROGNOSIS

Beberapa tahun terakhir ini prognosis penderita lupus semakin

membaik, banyak penderita yang menunjukkan penyakit yang ringan.

Wanita penderita lupus yang hamil dapat bertahan dengan aman sampai

melahirkan bayi yang normal, tidak ditemukan penyakit ginjal ataupun

jantung yang berat dan penyakitnya dapat dikendalikan.

Angka harapan hidup 10 tahun meningkat sampai 85%.

Prognosis yang paling buruk ditemukan pada penderita yang mengalami

kelainan otak, paru-paru, jantung dan ginjal yang berat.