SKRIPSI - UNNESM.Kes (Epid)., atas saran dan masukan dalam perbaikan skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu...

58
HUBUNGAN ANTARA KONDISI LINGKUNGAN RUMAH DAN PERILAKU MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN WONOLOPO KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh: NUR HUDA NIM. 6411411067 JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN 2015

Transcript of SKRIPSI - UNNESM.Kes (Epid)., atas saran dan masukan dalam perbaikan skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu...

  • HUBUNGAN ANTARA KONDISI LINGKUNGAN RUMAH DAN

    PERILAKU MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DENGAN

    KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN

    WONOLOPO KECAMATAN MIJEN

    KOTA SEMARANG

    SKRIPSI

    Diajukan sebagai salah satu syarat

    Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

    Oleh:

    NUR HUDA

    NIM. 6411411067

    JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

    2015

  • ii

    Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

    Fakultas Ilmu Keolahragaan

    Universitas Negeri Semarang

    Agustus 2015

    ABSTRAK

    Nur Huda

    Hubungan antara Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku Merokok Anggota

    Keluarga dengan Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan

    Mijen Kota Semarang

    xx + 78 halaman + 24 tabel + 3 gambar +17 lampiran

    Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang disebabkan

    oleh bakteri, virus dan jamur. Berdasarkan data rekam medis Puskesmas Mijen,

    Kelurahan Wonolopo merupakan kelurahan yang mempunyai angka kejadian ISPA

    tertinggi dari 10 kelurahan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Mijen. Penelitian ini

    bertujuan menganalisis hubungan antara kondisi lingkungan rumah dan perilaku merokok

    anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan

    Mijen Kota Semarang.

    Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional.

    Pada penelitian ini proportional random sampling digunakan untuk memperoleh sampel

    sejumlah 86 sampel.

    Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara kepadatan hunian kamar (p

    value= 0,005), pencahayaan alami kamar (p value= 0,012), dan perilaku merokok anggota

    keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan

    antara luas ventilasi kamar (p value=0,178) dan kelembaban alami kamar (p value=

    0,366) dengan kejadian ISPA. Saran yang peneliti rekomendasikan adalah lebih

    memperhatikan lagi kondisi lingkungan rumahnya, menyesuaikan kepadatan hunian

    kamar untuk balita dan menghindari perilaku merokok untuk mencegah timbulnya

    penyakit ISPA.

    Kata kunci: Kondisi lingkungan rumah, perilaku merokok, ISPA.

    Kepustakaan: 40 (1995-2015)

  • iii

    Public Health Departement

    Sport Science Faculty

    Semarang State University

    August 2015

    ABSTRACT

    Nur Huda

    The Relationship between The House Environment Condition and Smoking

    behavior Home Family Members with ISPA Incident which Attact Children under 5

    Years Old in The Wonolopo Mijen Subdistrict, Semarang City

    xx + 78 pages + 24 tables + 3 images + 17 attachments

    Acute Respiratory Infection (ARI) is a disease caused by bacteria, viruses and

    fungi. From the medical records in the Mijen health center, Wonolopo village is the

    highest incidence of acute respiratory infection of 10 village that are in the working area

    Mijen health centers. The purpose of this study was to analyze the relationship between of

    house physical condition and smoking behavior of family members with ARI incident in

    the children under 5 years old in Wonolopo Village Mijen subdistrict of Semarang city.

    This research is analytic survey research with cross sectional approach. In this

    study proportional random sampling was used to obtain a sample of 86 samples.

    The results showed that there were significant value for variables the density of

    room occupancy (p value = 0,005), the natural lighting children room (p value = 0,012),

    and smoking behavior of family members (p value = 0,000) with the ISPA incident which

    attact children under 5 years old and width of room ventilation (p value 0,178), and the

    density of room occupancy (p value = 0,366) did not effect with the ISPA incident which

    attact children under 5 years old. The advice can be given that is more attention again

    enviromental condition home, adjusting the density of residential room for children under

    5 years old and avoiding smoking behavior for prevent respiratory disease.

    Key words: house environment condition, smoking behavior, ISPA.

    References: 40 (1995-2015)

  • iv

  • v

  • vi

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN

    MOTTO:

    Keramahtamahan dalam perkataan menciptakan keyakinan, keramahtamahan

    dalam pemikiran menciptakan kedamaian, keramahtamahan dalam memberi

    menciptakan kasih (Benjamin Franklin).

    PERSEMBAHAN:

    Karya ini Ananda persembahkan

    untuk:

    1. Bapak (H. Sunardi) dan Ibu (Hj.

    Sunarwati) sebagai Dharma Bakti

    Ananda.

    2. Almamaterku UNNES.

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya

    sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi yang berjudul “Hubungan antara

    Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku Merokok Anggota Keluarga

    dengan Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan

    Mijen Kota Semarang” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun

    untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

    di Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragan Universitas

    Negeri Semarang.

    Skripsi ini dapat terselesaikan dengan bantuan berbagai pihak, dengan

    rendah hati disampaikan rasa terimakasih kepada yang terhormat:

    1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Bapak Dr.

    H. Harry Pramono, M.Si., atas surat penetapan Dosen Pembimbing Skripsi

    dan atas ijin penelitian.

    2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan

    Universitas Negeri Semarang, Bapak Irwan Budiono, S.KM, M.Kes (Epid).,

    atas persetujuan penelitian.

    3. Pembimbing Skripsi, Bapak Rudatin Windraswara, S.T., M.sc., atas

    bimbingan, arahan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

    4. Penguji 1 Sidang Proposal Skripsi, Ibu Arum Siwiendrayanti, S.KM., M.Kes.,

    atas saran dan masukan dalam perbaikan skripsi ini.

  • viii

    5. Penguji II Sidang Proposal Skripsi, Ibu drg. Yunita Dyah Puspita Santik,

    M.Kes (Epid)., atas saran dan masukan dalam perbaikan skripsi ini.

    6. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

    Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, atas bekal, bimbingan dan

    bantuannya.

    7. Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Semarang atas ijin

    penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

    8. Lurah Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang, Bapak Nujuladin Anto,

    A.Md., atas ijin penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

    9. Ayahnda H. Sunardi dan Ibunda Hj. Sunarwati, atas doa, cinta, ketulusan,

    pengorbanan, dorongan dan motivasinya sehingga skripsi ini dapat

    terselesaikan.

    10. Kakak saya Sri Rofiati, Muhammad Kamaludin, dan Rofiq Afandi, atas doa,

    dan motivasinya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

    11. Sahabatku (Mukhlis, Afri Wahyu, Novan, Totok) atas bantuan, semangat dan

    motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.

    12. Teman Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat angkatan 2011, atas masukan

    serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.

    13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuan dan

    masukkannya dalam penyelesaian skripsi ini.

    Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan pahala yang berlipat

    ganda dari Allah SWT. Disadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

  • ix

    karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan guna

    penyempurnaan karya selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat.

    Semarang, Agustus 2015

    Penulis

  • x

    DAFTAR ISI

    Halaman

    JUDUL ............................................................................................................ i

    ABSTRAK ...................................................................................................... ii

    ABSTRACT ...................................................................................................... iii

    PERNYATAAN .............................................................................................. iv

    PENGESAHAN .............................................................................................. v

    MOTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi

    KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

    DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

    DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvii

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xix

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xx

    BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

    1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 6

    1.2.1 Rumusan Masalah Umum ................................................................... 6

    1.2.2 Rumusan Masalah Khusus .................................................................. 6

    1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 7

    1.3.1 Tujuan Umum ..................................................................................... 7

    1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................................... 7

    1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 7

    1.4.1 Bagi Peneliti ........................................................................................ 7

  • xi

    1.4.2 Bagi Institusi ....................................................................................... 8

    1.4.3 Bagi Masyarakat .................................................................................. 8

    1.5 Keaslian Penelitian .................................................................................. 8

    1.6 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 11

    1.6.1 Ruang Lingkup Tempat ....................................................................... 11

    1.6.2 Ruang Lingkup Waktu ........................................................................ 11

    1.6.3 Ruang Lingkup Keilmuan ................................................................... 11

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 12

    2.1 Pengertian ISPA ...................................................................................... 12

    2.2 Epidemiologi .......................................................................................... 13

    2.3 Etiologi Penyakit ISPA .......................................................................... 14

    2.4 Etiologi Pneumonia ................................................................................ 15

    2.5 Patogenesis ............................................................................................. 15

    2.6 Patofisiologi ........................................................................................... 16

    2.7 Klasifikasi ISPA ..................................................................................... 18

    2.7.1 Lokasi Anatomik ................................................................................. 18

    2.7.1.1 ISPA Atas ......................................................................................... 18

    2.7.1.2 ISPA Bawah ..................................................................................... 18

    2.7.2 Klasifikasi Penyakit Menurut Kelompok Umur ................................. 18

    2.7.2.1 Golongan Umur Kurang dari 2 Bulan .............................................. 18

    2.7.2.1.1 Pneumonia Berat ........................................................................... 18

    2.7.2.1.2 Batuk Bukan Pneumonia ............................................................... 19

    2.7.2.2 Golongan Umur 2 Bulan -

  • xii

    2.7.2.2.1 Pneumonia Berat ........................................................................... 19

    2.7.2.2.2 Pneumonia ..................................................................................... 19

    2.7.2.2.3 Bukan Pneumonia ......................................................................... 19

    2.8 Faktor-Faktor Risiko yang Mempengaruhi Terjadinya ISPA ................ 20

    2.8.1 Faktor Lingkungan .............................................................................. 20

    2.8.1.1 Pencemaran Udara dalam Rumah .................................................... 20

    2.8.1.2 Ventilasi Rumah ............................................................................... 21

    2.8.1.3 Pencahayaan ..................................................................................... 23

    2.8.1.4 Kualitas Udara .................................................................................. 23

    2.8.1.5 Suhu ................................................................................................. 24

    2.8.1.6 Kepadatan Hunian ............................................................................ 24

    2.8.2 Faktor Individu Anak .......................................................................... 25

    2.8.2.1 Umur Anak ....................................................................................... 25

    2.8.2.2 Berat Badan Lahir ............................................................................ 25

    2.8.2.3 Status Gizi ........................................................................................ 26

    2.8.2.4 Pemberian vitamin A ....................................................................... 26

    2.8.2.5 Status Imunisasi ............................................................................... 27

    2.8.3 Faktor Perilaku .................................................................................... 27

    2.8.3.1 Pemakaian Bahan Bakar Memasak .................................................. 28

    2.8.3.2 Pemakaian Obat Nyamuk Bakar ...................................................... 28

    2.8.3.3 Perilaku Merokok Anggota Keluarga .............................................. 28

    2.8.4 Tingkat Sosial Ekonomi yang Rendah ................................................ 30

    2.9 Pencegahan Penyakit ISPA ................................................................... 30

  • xiii

    2.10 Pengobatan Penyakit ISPA ................................................................... 31

    2.11 Kunjungan Rumah untuk Pneumonia ................................................... 32

    2.12 Kerangka Teori ...................................................................................... 33

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 34

    3.1 Kerangka Konsep .................................................................................... 34

    3.2 Variabel Penelitian .................................................................................. 34

    3.2.1 Variabel Bebas .................................................................................... 34

    3.2.2 Variabel Terikat .................................................................................. 35

    3.2.3 Variabel Perancu ................................................................................. 35

    3.3 Hipotesis Penelitian ................................................................................ 36

    3.3.1 Hipotesis Mayor .................................................................................. 37

    3.3.2 Hipotesis Minor ................................................................................... 37

    3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ............................ 37

    3.5 Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................. 40

    3.6 Populasi dan Sampel .............................................................................. 40

    3.6.1 Populasi ............................................................................................... 40

    3.6.2 Sampel ................................................................................................. 41

    3.6.3 Metode Perolehan Sampel ................................................................... 42

    3.7 Sumber Data ........................................................................................... 44

    3.8 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data .............................. 44

    3.8.1 Instrumen Penelitian............................................................................. 44

    3.8.1.1 Lembar Kuesioner ............................................................................ 44

    3.8.1.2 Lembar Observasi ............................................................................. 44

  • xiv

    3.8.1.3 Rollmeter .......................................................................................... 45

    3.8.1.4 Luxmeter .......................................................................................... 45

    3.8.1.5 Hygrometer ...................................................................................... 45

    3.8.2 Teknik Pengambilan Data .................................................................... 46

    3.9 Prosedur Penelitian.................................................................................. 46

    3.9.1 Tahap Pra Penelitian ........................................................................... 46

    3.9.2 Tahap Penelitian .................................................................................. 47

    3.9.3 Tahap Pasca Penelitian ........................................................................ 47

    3.10 Teknik Analisis Data ............................................................................ 47

    3.10.1 Teknik Pengolahan Data ................................................................... 47

    3.10.2 Analisis Data ..................................................................................... 48

    3.10.2.1 Analisis Univariat ........................................................................... 48

    3.10.2.2 Analisis Bivariat ............................................................................. 49

    BAB IV HASIL PENELITIAN ....................................................................... 51

    4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................ 51

    4.1.1 Keadaan Geografi.................................................................................. 51

    4.1.2 Keadaan Demografi .............................................................................. 53

    4.1.3 Distribusi Frekuensi Penduduk berdasarkan Kelompok Umur ............. 53

    4.1.4 Distribusi Frekuensi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian ........... 54

    4.1.5 Distribusi Frekuensi Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan ........ 54

    4.1.6 Karakteristik Responden ...................................................................... 55

    4.1.6.1 Umur Responden ................................................................................ 55

    4.1.6.2 Pendidikan Responden ...................................................................... 55

  • xv

    4.1.6.3 Pekerjaan Responden ........................................................................ 56

    4.1.6.4 Distribusi Balita berdasarkan Jenis Kelamin ..................................... 56

    4.1.6.5 Distribusi Balita berdasarkan Kelompok Umur ................................ 57

    4.1.6.6 Distribusi Balita berdasarkan Berat Badan ........................................ 57

    4.2 Hasil Penelitian ........................................................................................ 58

    4.2.1 Analisis Univariat.................................................................................. 58

    4.2.1.1 Kepadatan Hunian Kamar .................................................................. 58

    4.2.1.2 Luas Ventilasi Kamar ......................................................................... 58

    4.2.1.3 Pencahayaan Alami Kamar ................................................................ 59

    4.2.1.4 Kelembaban Udara Kamar ................................................................. 59

    4.2.1.5 Perilaku Merokok Anggota Keluarga ................................................ 60

    4.2.1.6 Kejadian ISPA .................................................................................... 60

    4.2.2 Analisis Bivariat .................................................................................... 61

    4.2.2.1 Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Kepadatan Hunian Kamar . 61

    4.2.2.2 Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Luas Ventilasi Kamar ........ 62

    4.2.2.3 Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Pencahayaan Alami Kamar

    ............................................................................................................ 62

    4.2.2.4 Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Kelembaban Udara Kamar

    ............................................................................................................ 63

    4.2.2.5 Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Perilaku Merokok Anggota

    Keluarga ............................................................................................ 64

    BAB V PEMBAHASAN ................................................................................ 66

  • xvi

    5.1 Hubungan antara Kepadatan Hunian Kamar dengan Kejadian ISPA pada

    Balita ...................................................................................................... 66

    5.2 Hubungan antara Luas Ventilasi Kamar dengan Kejadian ISPA pada

    Balita ....................................................................................................... 67

    5.3 Hubungan antara Pencahayaan Alami Kamar dengan Kejadian ISPA pada

    Balita ....................................................................................................... 68

    5.4 Hubungan antara Kelembaban Udara Kamar dengan Kejadian ISPA pada

    Balita ....................................................................................................... 69

    5.5 Hubungan antara Perilaku Merokok Anggota Keluarga dengan Kejadian

    ISPA pada Balita .................................................................................... 71

    5.6 Hambatan dan Kelemahan Penelitian ...................................................... 72

    5.6.1 Hambatan .............................................................................................. 72

    5.6.2 Kelemahan............................................................................................. 72

    BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 74

    6.1 Simpulan ................................................................................................. 74

    6.2 Saran ........................................................................................................ 75

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 76

    LAMPIRAN .................................................................................................... 79

  • xvii

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1.1: Keaslian Penelitian ........................................................................ 8

    Tabel 3.1: Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak .............................. 36

    Tabel 3.1: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ................... 38

    Tabel 3.2: Distribusi Sampel Penelitian .......................................................... 43

    Tabel 4.1: Distribusi Frekuensi Penduduk berdasarkan Kelompok Umur ..... 53

    Tabel 4.2: Distribusi Frekuensi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian .... 54

    Tabel 4.3: Distribusi Frekuensi Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan .. 54

    Tabel 4.4: Distribusi Responden berdasarkan Kelompok Umur .................... 55

    Tabel 4.5: Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan

    ......................................................................................................... 55

    Tabel 4.6: Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pekerjaan

    Responden ...................................................................................... 56

    Tabel 4.7: Distribusi Balita berdasarkan Jenis Kelamin ................................. 56

    Tabel 4.8: Distribusi Balita berdasarkan Kelompok Umur ............................. 57

    Tabel 4.9: Distribusi Balita berdasarkan Berat Badan .................................... 57

    Tabel 4.10: Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian Kamar .......................... 58

    Tabel 4.11: Distribusi Frekuensi Luas Ventilasi Kamar ................................. 59

    Tabel 4.12: Distribusi Frekuensi Pencahayaan Alami Kamar ........................ 59

    Tabel 4.13: Distribusi Frekuensi Kelembaban Udara Kamar ......................... 60

    Tabel 4.14: Distribusi Frekuensi Perilaku Merokok Anggota Keluarga.......... 60

    Tabel 4.15: Distribusi Responden berdasarkan Status Kejadian ISPA ............ 61

  • xviii

    Tabel 4.16: Hasil Tabulasi Silang antara Kepadatan Hunian Kamar dengan

    Kejadian ISPA pada Balita .......................................................... 61

    Tabel 4.17: Hasil Tabulasi Silang antara Luas Ventilasi Kamar dengan

    Kejadian ISPA pada Balita ........................................................... 62

    Tabel 4.18: Hasil Tabulasi Silang antara Pencahayaan Alami Kamar

    dengan Kejadian ISPA pada Balita .............................................. 63

    Tabel 4.19: Hasil Tabulasi Silang antara Kelembaban Alami Kamar

    dengan Kejadian ISPA pada Balita .............................................. 64

    Tabel 4.20: Hasil Tabulasi Silang antara Perilaku Merokok Anggota Keluarga

    dengan Kejadian ISPA pada Balita .............................................. 65

  • xix

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1: Kerangka Teori............................................................................ 33

    Gambar 3.1: Kerangka Konsep ........................................................................ 34

    Gambar 4.1: Peta Kelurahan Wonolopo ......................................................... 52

  • xx

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1: Surat Tugas Pembimbing ........................................................... 80

    Lampiran 2: Surat Permohonan Ijin Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen . 81

    Lampiran 3: Surat Keterangan telah Melakukan Uji Validitas dan Reabilitas

    Instrumen oleh Kepala Kelurahan Kedungpane ......................... 82

    Lampiran 4: Surat Permohonan Ijin Penelitian kepada Kesbangpolinmas

    Kota Semarang ........................................................................... 83

    Lampiran 5: Surat Permohonan Ijin Penelitian Kepada Kepala Kelurahan

    Wonolopo ................................................................................... 85

    Lampiran 6: Surat Keterangan Selesai Penelitian oleh Kepala Kelurahan

    Wonolopo ................................................................................... 86

    Lampiran 7: Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian ................ 87

    Lampiran 8: Lembar Observasi ...................................................................... 89

    Lampiran 9: Lembar Kuesioner ...................................................................... 93

    Lampiran 10: Data Mentah Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner .............. 97

    Lampiran 11: Karakteristik Responden Penelitian di Kelurahan Wonolopo .. 98

    Lampiran 12: ISPA dan Perilaku Merokok .................................................... 101

    Lampiran 13: Data Pengukuran ...................................................................... 104

    Lampiran 14: Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner ........................... 107

    Lampiran 15: Hasil Analisis Univariat ........................................................... 108

    Lampiran 16: Hasil Analis Bivariat ............................................................... 110

    Lampiran 17: Dokumentasi Penelitian ............................................................ 120

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering

    terjadi pada anak. World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden

    Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka

    kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15% - 20% per tahun

    pada golongan usia balita. Menurut WHO, 13 juta anak balita di dunia meninggal

    setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang

    (WHO, 2011).

    Penyakit ISPA merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di

    Indonesia terutama pada balita dengan angka kesakitan 3 – 6 kali per tahun.

    Infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus dan bakteri. Penyakit ini

    diawali dengan panas disertai salah satu gejala: tenggorokan sakit atau nyeri telan,

    pilek, batuk kering atau berdahak. Period prevalence ISPA dihitung dalam kurun

    waktu 1 bulan terakhir. Di provinsi Jawa Tengah period prevalence ISPA

    mencapai 15,7 - 26,6 % (RISKESDAS, 2013:65).

    Pada tahun 2013, menurut profil kesehatan Kota Semarang jumlah

    penderita pneumonia < 1 tahun mengalami peningkatan 292 kasus dari 1075 kasus

    pada tahun 2012 menjadi 1367 kasus, penderita pneumonia 1 - 4 tahun meningkat

    68 kasus dan pneumonia berat < 1 dan 1 - 4 tahun masing-masing 43 dan 59

    kasus. Dari data puskesmas yang ada di Kota Semarang tahun 2012 Insiden Rate

  • 2

    (IR) ISPA terutama pneumonia terdapat pada 11 puskesmas yang melebihi target

    300 per 10.000 balita yaitu Puskesmas Candi lama (1257), Halmahera (1064),

    Mijen (620), Ngesrep (596), Lamper tengah (531), Poncol (456), Bugangan (452),

    Karangayu (375), Karangdoro (377), Bangetayu (313), Karanganyar (325). Dari

    data tersebut didapatkan bahwa data penderita ISPA di Mijen masih melebihi

    target pemerintah.

    Menurut laporan tahunan Puskesmas Mijen, data 10 besar penyakit di

    Puskesmas Mijen tahun 2014 yaitu: infeksi saluran nafas atas akut menduduki

    peringkat pertama dengan 3774 kasus sedangkan wilayah kerja Puskesmas Mijen

    mencangkup 10 kelurahan di antaranya adalah Kelurahan Cangkiran, Jatisari,

    Tambangan, Wonolopo, Mijen, Wonoplumbon, Ngadirgo, Pesantren,

    Kedungpane, dan Jatibarang. Kelurahan Wonolopo merupakan kelurahan yang

    mempunyai angka kejadian ISPA tertinggi di wilayah kerja Puskesmas Mijen

    dalam kasus kejadian ISPA pada balita. Kondisi tempat tinggal di Kelurahan

    Wonolopo terdiri dari komplek perumahan, rumah asli penduduk, kos/ kontrakan

    dan pondok pesantren untuk para santri. Pada tahun 2014 berdasarkan laporan

    kunjungan balita di Puskesmas Mijen, jumlah balita di Kelurahan Wonolopo yang

    berkunjung yaitu 762 kunjungan balita, dengan jumlah kunjungan balita yang

    menderita ISPA adalah 451 kasus. Pada tahun 2015, dari bulan Januari – Maret

    terjadi peningkatan penderita ISPA di setiap bulannya yaitu bulan Januari 33

    kasus, bulan Februari 35 kasus dan Bulan Maret 55 kasus dengan jumlah

    kunjungan keseluruhan balita yang berkunjung dari bulan Januari - Maret adalah

  • 3

    sebanyak 200 kunjungan balita dengan kunjungan balita yang menderita ISPA

    adalah sebanyak 128 kasus.

    Secara umum ada 3 (tiga) faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor

    lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku. Faktor lingkungan

    meliputi pencemaran udara dalam rumah, kondisi fisik rumah, dan kepadatan

    hunian rumah. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status

    gizi, vitamin A, dan status imunisasi. Sedangkan faktor perilaku yang dapat

    menimbulkan risiko terjadinya ISPA adalah penggunaan bahan bakar memasak,

    penggunaan obat nyamuk bakar, dan perilaku merokok. Praktek penanganan ISPA

    di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya sangat

    penting untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan

    balita (Departemen Kesehatan RI, 2001:19).

    Kondisi lingkungan rumah yang sehat erat kaitannya dengan santitasi

    rumah. Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan

    pada pengawasan terhadap struktur fisik, di mana orang menggunakannya sebagai

    tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sarana sanitasi

    tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan

    alami, konstruksi bangunan, sarana pembuangan sampah, sarana pembuangan

    kotoran manusia dan penyediaan air bersir (Azwar (1990), dalam Triska S. N dan

    Lilis S., 2005:44). Sanitasi rumah sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan

    penyakit menular, terutama ISPA. Lingkungan perumahan sangat berpengaruh

    pada terjadinya dan tersebarnya ISPA. Pada komunitas Aborigin prevalensi

    penyakit yang tinggi disebabkan oleh sanitasi yang buruk, kontrol kondisi

  • 4

    lingkungan yang buruk, kepadatan yang tinggi dan penyediaan air bersih yang

    tidak memadai (Taylor (2002) dalam Triska S. N dan Lilis S., 2005:44). Rumah

    yang jendelanya kecil menyebabkan pertukaran udara tidak dapat berlangsung

    dengan baik, akibatnya asap dapur dan asap rokok dapat berkumpul dalam rumah.

    Bayi dan anak yang sering menghisap asap lebih mudah terserang ISPA. Rumah

    yang lembab dan basah karena banyak air yang terserap di dinding tembok dan

    matahari pagi sukar masuk dalam rumah juga memudahkan anak-anak terserang

    ISPA (Ranuh (1997), dalam Triska S. N dan Lilis S., 2005:44). Dari hasil

    observasi di Kelurahan Wonolopo, tempat tinggal penduduk terdiri dari area

    komplek perumahan, rumah pemukiman penduduk, kos atau kontrakan, dan

    terdapat sebuah pondok pesantren yang digunakan untuk tempat tinggal untuk

    para santrinya. Hasil survei pada rumah pemukiman penduduk dan rumah kos/

    kontrakan dari 12 rumah yang telah dikunjungi secara acak ditemukan 3 rumah

    sehat dan 9 rumah tidak sehat. Dari 9 rumah yang tidak sehat tersebut dua di

    antaranya berada di area kos/kontrakan. Kondisi lingkungan fisik rumah yang

    mempengaruhi seperti kepadatan hunian kamar, luas ventilasi yang kurang,

    pencahayaan alami kamar yang kurang, dan kelembaban udara yang bervariasi

    menjadikan rumah menjadi tidak sehat.

    Penelitian yang dilakukan oleh Safitri Liana Rahyuni tahun 2009 di

    wilayah kerja Puskesmas Jekulo Kabupaten Kudus dengan pendekatan cross

    sectional didapatkan hasil bahwa kejadian ISPA disebabkan oleh kondisi fisik

    rumah yang meliputi langit-langit, lubang asap dapur, kepadatan hunian,

    pencahayaan, dan ventilasi kamar tidur balita.

  • 5

    Faktor lingkungan juga dapat disebabkan dari pencemaran udara dalam

    rumah seperti asap rokok. Kebiasaan kepala keluarga yang merokok di dalam

    rumah dapat berdampak negatif bagi anggota keluarga khususnya balita. Salah

    satu prioritas masalah dalam 16 indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah

    perilaku merokok. Menurut laporan dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

    tahun 2009, perilaku anggota rumah tangga yang tidak merokok baru mencapai

    33% dan 67% rumah tangga belum bebas rokok (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

    Tengah, 2009:97).

    Pada penelitian Bautista et. al (2008) menyatakan bahwa asap yang yang

    dihasilkan saat memasak dari bahan bakar biomassa (misalnya dari arang, kayu,

    dan minyak tanah) meningkatkan risiko masalah pernafasan seperti batuk terus-

    menerus pada orang dewasa dan infeksi pernafasan bawah akut pada anak-anak

    sedangkan untuk infeksi pernafasan atas tidak terlalu meningkat signifikan

    risikonya.

    Dari hasil studi pendahuluan dari 12 rumah di Kelurahan Wonolopo,

    perilaku masyarakat terkait merokok sangat tinggi dibuktikan dengan hasil dari 12

    rumah yang telah dikunjungi, 10 rumah di antaranya mempunyai anggota

    keluarga yang memiliki kebiasaan merokok.

    Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ike Suhandayani pada tahun 2007

    tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di

    Puskesmas Pati 1 Kabupaten Pati didapatkan bahwa keberadaan anggota keluarga

    yang merokok mempengaruhi kejadian ISPA pada balita, selain pemberian ASI

  • 6

    eksklusif, kepadatan hunian kamar tidur, ventilasi ruang tidur, dan keberadaan

    anggota keluarga yang menderita ISPA.

    Berdasarkan uraian di atas, maka judul penelitian ini adalah hubungan

    antara kondisi lingkungan rumah dan perilaku merokok anggota keluarga dengan

    kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota

    Semarang.

    1.2 Rumusan Masalah

    1.2.1 Rumusan Masalah Umum

    Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah penelitian

    yaitu, “Adakah hubungan kondisi lingkungan rumah dan perilaku merokok

    anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Wonolopo

    Kecamatan Mijen Kota Semarang”.

    1.2.2 Rumusan Masalah Khusus

    1. Adakah hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA pada

    balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang.

    2. Adakah hubungan antara luas ventilasi kamar dengan kejadian ISPA pada

    balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang.

    3. Adakah hubungan antara pencahayaan alami kamar dengan kejadian ISPA

    pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang.

    4. Adakah hubungan antara kelembaban udara kamar dengan kejadian ISPA pada

    balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang.

    5. Adakah hubungan antara perilaku merokok anggota kelurga dengan kejadian

    ISPA pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang.

  • 7

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3.1 Tujuan Umum

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

    kondisi lingkungan rumah dan perilaku merokok anggota keluarga dengan

    kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota

    Semarang.

    1.3.2 Tujuan Khusus

    1. Mengetahui hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA

    pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang.

    2. Mengetahui hubungan antara luas ventilasi kamar dengan kejadian ISPA pada

    balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang.

    3. Mengetahui hubungan antara pencahayaan alami kamar dengan kejadian ISPA

    pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang.

    4. Mengetahui hubungan antara kelembaban udara kamar dengan kejadian ISPA

    pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang.

    5. Mengetahui hubungan antara perilaku merokok anggota keluarga dengan

    kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota

    Semarang.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Manfaat dalam penelitian ini adalah:

    1.4.1 Bagi Peneliti

    Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan meningkatkan

    ilmu pengetahuan penulis dan sebagai sarana dalam menerapkan teori yang telah

  • 8

    di peroleh selama mengikuti kuliah serta hasil penelitian ini juga sebagai

    pengalaman meneliti.

    1.4.2 Bagi Institusi

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada Puskesmas

    Mijen khususnya di Bidang Tatalaksana P2 ISPA dan Bidang Pengelola Program

    Kesehatan Lingkungan tentang data hasil penelitian yang meliputi luas ventilasi

    kamar, pencahayaan alami kamar, kelembaban udara kamar, kepadatan hunian

    kamar, dan perilaku merokok anggota keluarga pada balita penderita ISPA.

    1.4.3 Bagi Masyarakat

    Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat

    tentang ISPA serta perawatan ISPA pada balita.

    1.5 Keaslian Penelitian

    Keaslian penelitian ini merupakan matrik yang memuat tentang judul

    penelitian, nama peneliti, tahun dan tempat penelitian, rancangan penelitian,

    variabel yang diteliti dan hasil yang diteliti dengan membandingkan dua

    penelitian sebelumnya (Tabel 1.1).

    Tabel 1.1: Keaslian Penelitian

    No Judul

    Penelitian

    Nama

    Peneliti

    Tahun dan

    Tempat

    Penelitian

    Rancangan

    Penelitian

    Variabel

    Penelitian

    Hasil

    Penelitian

    (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

    1. Hubungan

    sanitasi

    rumah,

    perilaku

    penduduk

    dan faktor

    intern

    anak

    balita

    Suryaniti

    Mila

    Wulandari

    Surabaya

    Tahun 2003

    Cross

    sectional

    - Ventilasi - Kepadatan

    hunian

    - Pencahayaan alami

    - suhu - Bahan

    bakar

    masak

    - Ada hubungan

    kepadatan

    hunian,

    pencahayaan,

    suhu,

    bahan bakar

    masak,

    imunisasi dan

  • 9

    Lanjutan (Tabel 1.1)

    (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

    dengan

    tingkat

    kejadian

    ISPA di

    Kota

    Surabaya.

    - Obat nyamuk

    bakar

    - Imunisasi - PHBS - Kejadian ISPA

    PHBS

    dengan

    kejadian

    ISPA.

    - Tidak ada

    hubungan

    Antara

    ventilasi,

    suhu, obat

    nyamuk

    bakar dengan

    kejadian

    ISPA

    2. Hubungan

    antara

    kondisi

    fisik

    rumah

    dengan

    kejadian

    ISPA pada

    balita di

    wilayah

    kerja

    Puskesmas

    Jekulo

    Kudus.

    Safitri

    Liana

    Rahyuni

    Kudus

    Tahun

    2009

    Jenis

    penelitian

    adalah

    survei

    analitik

    dengan

    pendekata

    n

    cross

    sectional.

    - Variabel bebas:

    dinding,

    lantai,

    langit-langit,

    Lubang asap

    dapur,

    kepadatan

    hunian tidur

    balita,

    pencahayaa

    n, ventilasi.

    - Variabel terikat:

    kejadian

    ISPA pada

    balita.

    - Ada hubungan

    antara

    langit-langit,

    kepadatan

    hunian tidur,

    asap dapur,

    dan ventilasi

    kamar tidur

    balita dengan

    kejadian

    ISPA

    - Tidak ada hubungan

    antara jenis

    dinding dan

    lantai dengan

    kejadian ISPA

    pada balita.

    Faktor-

    faktor

    yang

    berhubung

    an dengan

    kejadian

    ISPA

    pada balita

    di

    Ike

    Suhanda

    yani

    Pati Tahun

    2006

    Jenis

    penelitian

    ini adalah

    deskriptif

    analitik

    dengan

    pendekata

    n case

    control

    - Variabel Bebas:

    - Status gizi - Pemberian

    asi eksklusif

    - Umur - Kelengkapan

    imunisasi

    - Kepadatan

    - Ada hubungan

    pemberian

    asi ekslusif,

    kepadatan

    hunian ruang

    tidur,

    ventilasi

    ruang tidur,

  • 10

    Lanjutan (Tabel 1.1)

    (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

    Puskesmas

    Pati 1

    Kabupaten

    Pati

    hunian

    - Ventilasi - Jenis lantai

    Kepemilikan

    lubang asap

    - Jenis bahan bakar

    - Keberadaan anggota

    keluarga

    yang

    merokok

    - Keberadaan anggota yang

    menderita

    ISPA

    - Variabel terikat:

    Kejadian ISPA

    anggota

    keluarga

    yang

    merokok,

    keberadaan

    anggota

    keluarga

    yang

    menderita

    ISPA dengan

    kejadian

    ISPA pada

    balita.

    - Tidak ada hubungan

    antara status

    gizi, status

    imunisasi,

    lantai ruang

    tidur,

    kepemilikan

    lubang asap

    dapur, dan

    penggunaan

    jenis bahan

    bakar dengan

    kejadian ISPA

    pada balita.

    Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian

    sebelumnya adalah:

    1. Tahun dan Tempat Penelitian: Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan

    Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang tahun 2015, sedangkan

    penelitian Ike Suhandayani dilaksanakan wilayah kerja Puskesmas Pati 1

  • 11

    Kabupaten Pati Tahun 2007 dan Penelitian Safitri Liana Rahyuni

    dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Jekulo Kudus Tahun 2009.

    2. Pada penelitian ini, peneliti mencangkup status pengusaan tempat yang

    meliputi komplek perumahan rumah asli penduduk, dan kos/ kontrakan yang

    ada di Kelurahan Wonolopo.

    1.6 Ruang Lingkup Penelitian

    1.6.1 Ruang Lingkup Tempat

    Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen

    Kota Semarang.

    1.6.2 Ruang Lingkup Waktu

    Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2015.

    1.6.3 Ruang Lingkup Keilmuan

    Penelitian ini termasuk dalam lingkup Ilmu Kesehatan Masyarakat

    Konsentrasi Keselamatan Kerja dan Kesehatan Lingkungan.

  • 12

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pengertian ISPA

    Infeksi pada sistem pernafasan dideskripsikan sesuai dengan areanya.

    Pernafasan atas atau saluran pernafasan atas (upper airway), yang meliputi hidung

    dan faring. Sistem pernafasan bawah meliputi bronkus, bronkeolus (bagian reaktif

    pada saluran pernafasan karena ototnya yang halus dan kemampuan untuk

    membatasi), dan alveolus (Hartono dan Rahmawati, 2012:1).

    Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yaitu infeksi akut yang

    menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran nafas mulai hidung sampai alveoli

    termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura). Infeksi Saluran

    Pernafasan Akut (ISPA) dibedakan menjadi dua, ISPA atas dan bawah. Infeksi

    saluran pernafasan atas adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dan bakteri

    termasuk nasopharyngitis atau common cold, pharyngitis akut, uvulitis akut,

    rhinitis, nasopharyngitis kronis sinusitis. Sedangkan infeksi saluran pernafasan

    akut bawah merupakan infeksi yang telah didahului oleh infeksi saluran atas yang

    disebabkan oleh bakteri sekunder, yang termasuk dalam penggolongan ini adalah

    bronkhitis akut, bronkhitis kronis, bronkiolitis dan pneumonia aspirasi (Nelson,

    2002:1456-1483).

    Menurut Myrnawati (2000) dalam Ida Raihana (2011), infeksi saluran

    pernafasan akut mengandung 3 unsur:

    1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia

    dan berkembangbiak sehingga menimbulkan penyakit.

  • 13

    2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung alveoli, beserta organ

    adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

    3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari (batas 14

    hari untuk menunjukkan proses akut, walaupun proses ISPA dapat berlangsung

    lebih dari 14 hari).

    ISPA bagian atas di antaranya adalah batuk pilek (common cold),

    peradangan pada faring (faringitis), peradangan pada tonsil dan kriptanya

    (tonsilitis). Sedangkan ISPA bagian bawah adalah bronchiolitis dan pneumonia.

    Pneumonia adalah infeksi yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) dan

    mempunyai gejala batuk, sesak nafas, ronki, dan infiltrat pada foto rontgen.

    Terjadinya pneumonia pada anak sering bersamaan dengan terjadinya proses

    infeksi akut pada bronkus yang disebut Bronko pneumonia. Bronko pneumonia

    seringkali terjadi setelah bronkiolitis, infeksi virus dan rejan. Gambaran klinis

    berupa nafas cepat, batuk kering, demam, dan gelisah. Menurut letak anatomi,

    pneumonia dibagi menjadi pneumonia lobaris, pneumonia lobularis

    (bronchopneumonia), dan pneumonia interstialis.

    2.2 Epidemiologi

    Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk pilek

    pada balita di Indonesia diperkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per

    tahun), artinya seorang balita rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek

    sebanyak 3-6 kali setahun. Dari hasil pengamatan epidemiologi dapat diketahui

    bahwa angka kesakitan di kota cenderung lebih besar daripada di desa. Hal ini

  • 14

    mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal dan pencemaran

    lingkungan di kota yang lebih tinggi daripada di desa.

    Pneumonia adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak

    dibanding dengan gabungan penyakit AIDS, malaria, dan campak. Di dunia setiap

    tahun diperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena pneumonia (1

    balita/20 detik) dari 9 juta total kematian balita. Di antara 5 kematian balita, 1 di

    antaranya disebabkan oleh pneumonia. Di negara berkembang 60% kasus

    pneumonia disebabkan oleh bakteri, menurut hasil Riskesdas 2007 proporsi

    kematian balita karena pneumonia menempati urutan kedua (13,2%) setelah diare.

    Sedangkan berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004

    proporsi kematian balita karena pneumonia menempati urutan pertama sementara

    di negara maju umumnya disebabkan virus (Kementrian Kesehatan RI, 2011).

    2.3 Etiologi Penyakit ISPA

    Penyakit ISPA bisa disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, dan aspirasi.

    Penyakit ISPA yang disebabkan oleh virus antara lain grup Mixovirus (virus

    infuenza, Parainfluenza, Respiratory Syncytial Virus), Enterovirus (Coxsackie

    virus, Echovirus), Adenovirus, Rhinovirus, Herpesvirus, Sitomegalovirus, virus

    Epstein-Barr. Penyebab ISPA dari golongan bakteri antara lain dari genus

    Streptococcus, Haemophylus, Stafilococcus, Pneumococcus, Diplococcus

    pneumoniae, Bordetella, dan Corynebakterium. Jamur penyebab ISPA antara lain

    Aspergillus sp, Candida albicans, Blastomyces dermatitidis, Histoplasma

    capsulatum, Coccidioides immitis, Cryptococcus neoformans. Penyebab ISPA

    dari aspirasi antara lain dari asap kendaraan bermotor, Bahan Bakar Minyak

  • 15

    (BBM) biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda asing (biji-

    bijian, mainan plastik kecil dan lain-lain) (Widoyono, 2008:156).

    2.4 Etiologi Pneumonia

    Secara etiologis pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, virus,

    Mycoplasma pneumonia, jamur, aspirasi, Pneumonia hypostatic, dan sindrom

    Loeffer. Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sulit dibedakan (Nursalam dkk,

    2005: 114).

    Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara

    primer atau sekunder setelah infeksi virus. Penyebab pneumonia dari golongan

    bakteria antara lain: Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae,

    Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Mycobacterium tuberculosis.

    Pneumonia lainnya yang disebabkan oleh virus (misalnya Influenza,

    Parainfluenza, Adenovirus), pneumonia disebabkan oleh jamur (Candida

    albicans), Asprasi (lambung). Pneumonia karena virus bisa menerima infeksi

    primer atau komplikasi dari suatu penyakit virus, seperti mobili atau varicella.

    Virus tidak hanya merusak sel epitel bersilia tetapi juga merusak sel golbet dan

    kelenjar mukus pada bronkus sehingga merusak clearance mukosilia (Nursalam

    dkk, 2005:114).

    2.5 Patogenesis

    Saluran pernapasan selama hidup selalu terpapar dalam dunia luar

    sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif

    dan efisien. Ketahanan saluran pernapasan terhadap infeksi maupun partikel dan

  • 16

    gas yang ada di udara amat tergantung pada 3 unsur alami yang selalu terdapat

    pada orang sehat yaitu:

    1. Keutuhan epitel mukosa

    2. Makrofag alveoli

    3. Antibodi setempat

    Penyebaran infeksi pada ISPA dikenal melalui 3 cara yaitu:

    1. Melalui aerosol yang lembut terutama karena batuk

    2. Melalui aerosol yang lebih basah terjadi pada waktu batuk dan bersin-bersin

    3. Melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda yang telah dicemari

    jasad renik.

    Pada infeksi virus transmisi diawali dengan penyebaran virus ke daerah

    sekitar terutama melalui bahan sekresi hidung. Virus yang menyebabkan ISPA

    terdapat 10-100 kali lebih banyak di dalam mukosa hidung dari pada mukosa

    faring (Hood Alsaqaff, 2006:111-112).

    2.6 Patofisiologi

    Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dari interaksi bibit penyakit

    dengan tubuh pejamu, dan tubuh penjamu berusaha untuk mengeluarkan,

    membatasi atau membasmi bibit penyakit tersebut melalui mekanisme pertahanan

    tubuh baik sistemik atau lokal (Depkes RI, 1996).

    Virus merupakan penyebab utama ISPA yang menginfeksi mukosa,

    hidung, trachea, dan bronkus. Infeksi virus akan menyebabkan mukosa

    membengkak dan menghasilkan banyak lendir, jika pembekakan tersebut tinggi

    maka akan menghambat aliran udara melalui pipa-pipa pada saluran pernafasan.

  • 17

    Jika seseorang batuk merupakan tanda bahwa paru-paru tersebut sedang berusaha

    mendorong lendir keluar, dan membersihkan pipa saluran pernafasan. Adanya

    infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Infeksi

    sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat

    menyumbat saluran pernafasan sehingga timbul sesak nafas dan juga

    menyebabkan batuk yang produktif. Penderita akan menularkan kuman penyakit

    kepada orang lain melalui udara atau percikan ludah. Kuman ISPA yang ada di

    udara akan terhirup oleh orang yang berada di sekitarnya dan masuk ke dalam

    saluran pernafasan, dari saluran pernafasan akan menyebar ke seluruh tubuh.

    Tahap-tahap perjalanan penyakit ISPA yaitu:

    1. Tahap prepatogenesis: dimulai dengan keberadaan agen penyakit (bakteri:

    Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophilus

    influenzae, Bordetella pertusis, dan Corinebacterium dan virus: golongan

    Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma,

    Herpesvirus).

    2. Tahap inkubasi: virus dan bakteri merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.

    Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya

    rendah.

    3. Tahap dini penyakit: dimulai dari munculnya gejala penyakit, timbul gejala

    demam dan batuk untuk pnemonia ringan.

    4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna,

    sembuh dengan cacat, menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia.

  • 18

    2.7 Klasifikasi ISPA

    Untuk kepentingan program pencegahan dan pemberantasan ISPA, maka

    penyakit ISPA dapat dibedakan menurut lokasi anatomik dan klasifikasi penyakit

    menurut kelompok umur (Depkes RI, 2000):

    2.7.1 Lokasi Anatomik

    2.7.1.1 ISPA Atas

    ISPA atas adalah batuk pilek (common cold), peradangan pada faring

    (faringitis), peradangan pada tonsil dan kriptanya (Tonsilitis), otitis media dan

    sinusitis, dan epiglotitis akut.

    2.7.1.2 ISPA Bawah

    ISPA bawah di antaranya bronkitis, bronchiolitis dan pneumonia yang

    sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian.

    2.7.2 Klasifikasi Penyakit Menurut Kelompok Umur

    Menurut Depkes RI (2007), klasifikasi ISPA menurut golongan umur

    dibedakan menjadi:

    2.7.2.1 Golongan Umur Kurang dari 2 Bulan terdiri dari:

    2.7.2.1.1 Pneumonia Berat

    Seorang bayi berumur < 2 bulan diklasifikasikan menderita pneumonia

    berat bila dari pemeriksaan ditemukan:

    1. Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang kuat (TDDK kuat) atau

    2. Adanya nafas cepat: 60 x/menit atau lebih.

  • 19

    2.7.2.2.2 Batuk Bukan Pneumonia

    Bayi yang diklasifikasikan menderita batuk bukan pneumonia adalah yang

    menderita batuk pilek biasa tanpa adanya tanda bahaya ataupun tanda pneumonia.

    Seorang bayi berumur < 2 bulan diklasifikasikan menderita batuk bukan

    pneumonia apabila dari pemeriksaan :

    1. Tidak ada TDDK kuat.

    2. Tidak ada nafas cepat, frekuensi nafas kurang dari 60 x/menit.

    2.7.2.2 Golongan Umur 2 Bulan –

  • 20

    2. Tidak ada nafas cepat, frekuensi nafas kurang dari 50 x/menit pada anak umur

    2-

  • 21

    (BBLR), kematian bayi usia kurang dari satu minggu, otitis media dan ISPA,

    tuberculosis sering dijumpai pada lingkungan dengan kualitas udara dalam ruang

    yang tidak baik.

    Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak

    dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga

    akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang

    ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar

    tidur, ruang tempat bayi dan balita bermain.

    Bahan partikel yang terdapat di dalam ruangan dapat saja sama di luar

    ruangan, hanya saja kadarnya yang berbeda. Partikel di dalam ruangan dapat

    terdiri dari partikel debu rumah, partikel asap rokok, aero allergin, dan bahan alat

    kecantikan. Sedangkan bahan polutan berupa gas, dan partikel di dalam ruangan

    (indoor), adalah sebagai berikut: gas CO, gas SO2, gas CO2, gas NO2, gas NH3,

    aerosol propellant, dan polutan partikel hidup (Mukono, 2000:18).

    Selain asap rokok, pencemaran udara dalam rumah dapat berasal dari asap

    pembakaran bahan bakar biomassa seperti asap dapur dari bahan bakar kayu,

    kebiasaan menggunakan obat nyamuk bakar, maupun asap dari bahan bakar

    transportasi yang ada di dalam rumah.

    2.8.1.2 Ventilasi Rumah

    Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk

    menjaga agar aliran udara dalam rumah tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan

    O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan

    menyebabkan kurang O2 dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun

  • 22

    bagi penghuninya menjadi meningkat. Di samping itu tidak cukupnya ventilasi

    akan menyebabkan kelembaban udara dalam ruangan naik karena terjadinya

    proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini merupakan

    media yang baik untuk bakteri patogen (bakteri penyebab penyakit).

    Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari

    bakteri-bakteri terutama bakteri patogen. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga

    agar ruangan rumah selalu tetap dalam kelembaban (humidity) yang optimum.

    Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2007:170), ada 2 macam ventilasi yaitu:

    1. Ventilasi alamiah

    Aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui

    jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding.

    2. Ventilasi buatan

    Untuk mengalirkan udara di dalam ruangan dengan menggunakan alat-alat

    khusus seperti kipas angin, dan mesin penghisap udara.

    Berdasarkan Kepmenkes Nomor 1077 Tahun 2011, ventilasi dikatakan

    baik dan memenuhi syarat bila memenuhi kriteria berikut:

    1. Luas lubang ventilasi tetap minimal 5% dari luas lantai ruangan,

    sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup)

    minimal 5 % dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas

    lantai ruangan.

    2. Udara yang masuk ke dalam ruangan harus bersih, tidak dicemari asap

    kendaraan bermotor, asap pembakaran sampah serta debu.

  • 23

    3. Aliran udara diusahakan cross ventilation. Cross ventilation adalah dengan

    menempatkan lubang ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara

    tersebut tidak boleh terhalang oleh barang-barang besar seperti dinding,

    lemari, sekat rumah.

    2.8.1.3 Pencahayaan

    Pencahayaan yang baik adalah pencahayaan yang bisa menerangi seluruh

    ruangan. Jika cahaya tidak dapat masuk ke dalam rumah, terutama cahaya

    matahari, di samping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang

    baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak

    cahaya dalam rumah akan menyebabkan silau, dan akhirnya dapat merusak mata.

    Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2007: 171), cahaya dapat dibedakan menjadi 2

    yaitu:

    1. Cahaya alamiah, yaitu matahari. Cahaya ini sangat penting karena dapat

    membunuh bakteri patogen dalam rumah, misalnya baksil TBC. Oleh karena

    itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.

    2. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah,

    seperti lampu minyak tanah, listrik dan sebagainya.

    Pencahayaan yang baik adalah pencahayaan yang bisa menerangi seluruh

    ruangan. Berdasarkan Kepmenkes Nomor 1077 Tahun 2011, pencahayaan alami

    dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh

    ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.

    2.8.1.4 Kualitas Udara

    Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut:

  • 24

    1. Suhu udara nyaman, antara 18° - 30° Celsius.

    2. Kelembaban udara, antara 40 - 70%.

    3. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam.

    4. Pertukaran udara 5 kali 3 per menit per penghuni.

    5. Konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi 120 mg/m3.

    6. Gas CO kurang dari 100 ppm per 8 jam.

    2.8.1.5 Suhu

    Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

    829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan rumah tinggal menyebutkan bahwa

    suhu udara yang nyaman berkisar antara 18°C sampai 30°C. Dampak suhu dalam

    rumah yang terlalu rendah dapat menyebabkan gangguan kesehatan hingga

    hypotermis, sedangkan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan dehidrasi

    sampai dengan heat stroke.

    2.8.1.6 Kepadatan Hunian

    Kepadatan hunian merupakan luas lantai dalam rumah dibagi dengan

    jumlah anggota kelompok penghuni (Mukono, 2000). Kepadatan hunian tempat

    tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada.

    Begitu juga keadaan jumlah kamar yang penghuninya lebih dari dua orang.

    Karena bisa menghalangi proses pertukaran udara bersih sehingga menjadi

    penyebab terjadinya ISPA. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

    829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Rumah, kepadatan

    hunian ruang tidur minimal luasnya 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih

    dari 2 orang kecuali anak di bawah umur 5 tahun.

  • 25

    2.8.2 Faktor Individu Anak

    2.8.2.1 Umur Anak

    Insiden penyakit pernafasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini

    pada anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada

    umur 6 - 12 bulan. Pada bayi baru lahir, pneumonia seringkali terjadi karena

    aspirasi, infeksi virus Varicella-zoster dan infeksi berbagai bakteri gram negatif

    seperti bakteri Coli, TORCH, Streptokokus dan Pneumokokus. Pada Bayi,

    pneumonia biasanya disebabkan oleh berbagai virus, yaitu Adenovirus, Coxsackie,

    Parainfluenza, Influenza A or B, Respiratory Sincytial Virus (RSV), dan bakteri

    yaitu B. streptococci, E. coli, P. aeruginosa, Klebsiella, S. pneumoniae, S. aureus,

    Chlamydia. Pneumonia pada balita dan anak pra-sekolah disebabkan oleh virus,

    yaitu Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri yaitu: S.

    pnemoniae, Hemophilus influenzae, Streptococci A, Staphyloccus aereus,

    Chlamydia. Pada anak usia sekolah dan usia remaja, pneumonia disebabkan oleh

    virus, yaitu Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri yaitu S.

    pneumoniae, Streptococcus A dan Mycoplasma (Cissy B. Kartasasmita, 2010).

    2.8.2.2 Berat Badan Lahir

    Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling

    sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk

    mendiagnosis bayi normal atau BBLR. Dikatakan BBLR apabila berat bayi lahir

    di bawah 2500 gram atau di bawah 2,5 kg. Pada masa bayi-balita, berat badan

    dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi

    kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema adanya tumor. Di

  • 26

    samping itu pula berat badan dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis

    obat dan makanan (I Dewa Nyoman S. dkk, 2001:39).

    Anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah akan mengalami lebih

    berat infeksi pada saluran pernafasan. Hal ini dikarenakan pembentukan zat anti

    kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi,

    terutama pneumonia dan sakit saluran pernafasan lainnya.

    2.8.2.3 Status Gizi

    Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA

    dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang

    kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu

    makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Kekurangan gizi akan berpengaruh

    terhadap daya tahan tubuh dan respon imunologis terhadap suatu penyakit ataupun

    kejadian keracunan (Juli Soemirat, 2000:68).

    Asupan gizi yang kurang merupakan risiko untuk kejadian dn kematian

    balita dengan infeksi saluran pernafasan. Perbaikan gizi seperti pemberian ASI

    eksklusif dan pemberian mikro-nutrien bisa membantu pencegahan penyakit anak

    (Cissy B. Kartasasmita, 2010).

    2.8.2.4 Pemberian Vitamin A

    Vitamin A adalah zat gizi yang penting dan tidak dapat disintesa tubuh

    sehingga perlu dipenuhi dari luar melalui makanan atau tablet. Vitamin A esensial

    untuk kesehatan dan kelangsungan hidup karena dapat meningkatkan daya tahan

    tubuh terhadap penyakit infeksi. Pada keadaan menderita ISPA, suplai vitamin A

    dalam hati cepat terkuras. Keadaan ini menyebabkan perubahan pada jaringan

  • 27

    epitel paru-paru sehingga mudah mengalami keratinisasi. Keadaan inilah yang

    mudah dimasuki oleh kuman penyebab ISPA. Untuk mengembalikannya ke

    kondisi normal maka perlu konsumsi zat gizi terutama vitamin A. Program

    pemberian vitamin A setiap 6 bulan untuk balita telah dilaksanakan di Indonesia.

    Vitamin A bermanfaat untuk meningkatkan imunitas dan melindungi saluran

    pernapasan dan infeksi kuman (Cissy B. Kartasasmita, 2010).

    2.8.2.5 Status Imunisasi

    Imunisasi merupakan salah satu bentuk intervensi yang sangat efektif

    menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi serta balita dari berbagai jenis

    penyakit. Makin lengkap status imunisasi, makin kecil risiko terkena penyakit

    yang dapat dicegah. Sebaliknya risiko terkena penyakit infeksi juga akan lebih

    besar, bila imunisasi pada anak tidak lengkap.

    Pemberian imunisasi dapat menurunkan risiko untuk terkena pneumonia.

    Imunisasi yang berhubungan dengan kejadian penyakit pneumonia adalah

    imunisasi pertusis (DPT), campak, Haemophilus influenzae dan pneumococcus

    (Cissy B. Kartasasmita, 2010).

    2.8.3. Faktor Perilaku

    Faktor perilaku yang dapat menyebabkan risiko timbulnya penyakit ISPA

    adalah kebiasaan pemakaian obat nyamuk bakar, bahan bakar memasak, dan

    Perilaku merokok anggota keluarga. Praktik penanganan ISPA di keluarga baik

    yang dilakukan oleh ibu ataupun oleh anggota keluarga sangat penting karena

    penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau

    keluarga. Hal itu perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena penyakit

  • 28

    ini banyak menyerang balita dan anggota keluarganya yang sebagian besar dekat

    dengan balita.

    2.8.3.1 Pemakaian Bahan Bakar Memasak

    Penggunaan bahan bakar memasak seperti arang, kayu, minyak bumi, dan

    batu bara dapat mengakibatkan risiko terjadinya pencemaran udara di dalam

    rumah, yang mana dapat menjadikan sumber pencemaran kimia seperti Sulfur

    dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2), Carbon monoksida (CO),

    Carbondioksida (CO2), serta partikel debu diameter 2,5 µ (PM 2,5) dan partikel

    debu diameter 10 µ (PM 10) yang bisa meningkatkan risiko terjadinya ISPA

    (Kemenkes RI, 2011).

    2.8.3.2 Pemakaian Obat Nyamuk Bakar

    Asap yang dihasilkan dari obat nyamuk bakar dapat menyebabkan polusi

    udara yang berasal dari dalam rumah (indoor). Pencemaran udara tersebut dapat

    berupa partikel debu diameter 2,5 µ (PM2,5) dan partikel debu diameter 10 µ

    (PM10) yang dapat menimbulkan ISPA (Kemenkes RI, 2011)

    2.8.3.3 Perilaku Merokok Anggota Keluarga

    Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui dalam

    kehidupan sehari-hari. Rokok merupakan salah satu produk industri dan komoditi

    internasional yang mengandung sekitar 3.000 bahan kimiawi. Unsur-unsur yang

    penting antara lain: tar, nikotin, benzoprin, metil-kloride, aseton, amonia, dan

    Carbon monoksida.

    Tembakau sebagai bahan baku pembuatan rokok berada pada tingkat

    pertama penyebab kematian yang dapat dicegah di dunia. Tembakau

  • 29

    menyebabkan satu dari 10 kematian orang dewasa di seluruh dunia, dan

    mengakibatkan 5,4 juta kematian pada tahun 2006. Hal ini menunjukkan bahwa

    rata-rata terjadi satu kematian setiap 6,5 detik. Jika hal ini terus berlanjut, maka

    diperkirakan kematian pada tahun 2020 akan mendekati dua kali jumlah kematian

    saat ini (Evy Rahmawati, 2008:2).

    Merokok merupakan salah satu faktor risiko penting untuk beberapa

    penyakit di antaranya batuk menahun, penyakit menahun seperti penyakit paru

    obstruktif menahun (PPOM), bronkhitis, dan empisema, ulkus peptikum, infertili,

    gangguan kehamilan, artherosklerosis sampai penyakit jantung koroner, beberapa

    jenis kanker seperti kanker mulut, kanker paru, dan kanker sistem pernapasan

    lainnya (Buston, 2007:209).

    Menurut (Buston, 2007:210), variabel merokok sebagai variabel

    independen dalam suatu penelitian mempunyai variasi yang cukup luas dalam

    kaitannya dengan dampak yang diakibatkannya. Oleh karena itu, paparan rokok

    perlu diidentifikasi selengkapnya dari berbagai segi di antaranya:

    1. Jenis perokok: perokok aktif atau perokok pasif.

    2. Jumlah rokok yang dihisap: dalam satu batang, bungkus, atau pak perhari.

    3. Jenis rokok yang dihisap: keretek, cerutu, atau rokok putih, pakai filter atau

    tidak.

    4. Cara menghisap rokok: menghisap dangkal, di mulut saja atau isap dalam.

    5. Alasan mulai merokok: sekedar ingin hebat, ikut-ikutan, kesepian, pelarian,

    sebagai gaya, meniru orang tua.

    6. Umur mulai merokok: sejak umur 10 tahun atau lebih.

  • 30

    Berdasarkan hal tersebut jenis perokok juga dapat dibagi atas perokok

    ringan sampai berat di antaranya:

    1. Perokok ringan jika merokok kurang dari 10 batang perhari.

    2. Perokok sedang jika menghisap rokok antara 10-20 batang perhari.

    3. Perokok berat jika merokok lebih dari 20 batang per hari.

    Dalam melakukan aksinya, rokok bisa menjadi lebih agresif bila ditemani

    faktor-faktor lain. Interaksi rokok dengan asbes dapat memberikan peningkatan

    sepuluh kali terjadinya kanker paru. Rokok dan hipertensi akan meningkat 2 kali

    lipat untuk penyakit jantung koroner (Buston, 2007:210).

    2.8.4 Tingkat Sosial Ekonomi yang Rendah

    Bayi yang lahir di keluarga yang tingkat sosial ekonominya rendah maka

    pemenuhan gizi dan pengetahuan tentang kesehatannya juga rendah sehingga akan

    mudah terjadi penularan penyakit termasuk ISPA (Juli Soemirat Slamet, 2002:13).

    2.9 Pencegahan Penyakit ISPA

    Untuk mencegah penyakit ISPA perlu partisipasi aktif dari masyarakat

    atau keluarga terutama ibu rumah tangga. Adapun langkah-langkah untuk

    mencegah penyakit ISPA antara lain:

    1. Peningkatan gizi balita

    Peningkatan gizi balita untuk menghindari malnutrisi di antaranya

    defisiensi vitamin A. Vitamin A merupakan vitamin yang larut dalam lemak atau

    minyak dan mempunyai beberapa fungsi dalam tubuh manusia karena vitamin A

    merupakan komponen dari retina (selaput jala).

    2. Pemberian imunisasi

  • 31

    Pemberian imunisasi merupakan salah satu langkah yang dapat digunakan

    untuk mengurangi angka kesakitan ISPA. Untuk mencegah ISPA dapat dilakukan

    dengan pemberian imunisasi yaitu imunisasi campak pada anak usia 9 bulan,

    imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) yang diberikan sebanyak 3 kali pada

    umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan.

    3. Program KIA (Peningkatan Gizi Ibu hamil dan Pemberian Asi Eksklusif)

    Program KIA yang menangani kesehatan ibu hamil dan mencegah BBLR,

    seperti peningkatan gizi ibu hamil serta pendidikan dan perilaku ibu terhadap cara

    menjaga dan mengasuh anak. Pemberian ASI dari ibu sangat membantu untuk

    menghidari dari berbagai penyakit termasuk ISPA.

    4. Pendidikan Ibu

    Pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap ketepatan dan ketelitian

    dalam pencegahan dan pengelolaan penyakit yang terjadi pada anak balitanya.

    Tingkat pendidikan ibu, dalam hal ini lebih dikaitkan dengan kemampuan

    seseorang ibu yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi pada umumnya

    memiliki pengetahuan yang lebih luas, sehingga dapat lebih mudah dalam

    menyerap dan menerima informasi serta aktif berperan serta dalam mengatasi

    masalah kesehatannya dan keluarganya.

    2.10 Pengobatan ISPA

    1. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parental,

    oksigen dan sebagainya.

    2. Pneumonia: diberi obat antibiotik Kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak

    mungkin diberikan kotrimoksasol atau mungkin dengan pemberian

  • 32

    kotrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat diberikan obat antibiotik

    pengganti seperti ampisilin, amoksilin atau penisilin prokain.

    3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di

    rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk

    lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,

    dekstrometorfan dan antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas

    yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila ada pemeriksaan

    tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran

    kelenjar getah bening di leher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh

    kuman streptococcus dan harus diberi antibiotik selama 10 hari. Tanda

    bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan

    khusus untuk pemerikasaan selanjutnya (Hood Alsagaff, 2006:120).

    2.11 Kunjungan Rumah untuk Pneumonia

    Dalam upaya pemberdayaan masyarakat tentang pneumonia balita maka

    Subdit ISPA memiliki kegiatan Care seeking Program P2 ISPA berupa kunjungan

    rumah pada:

    1. Balita pneumonia yang tidak datang kembali untuk kunjungan ulang.

    Kunjungan rumah berfungsi untuk memastikan bahwa balita tersebut tidak

    jatuh dalam klasifikasi yang lebih berat dan memerlukan pertolongan segera.

    2. Balita yang berulang kali menderita pneumonia. Pada saat melakukan

    kunjungan rumah tenaga kesehatan dapat mengidentifikasi dan memberikan

    penyuluhan tentang faktor risiko yang ada pada balita tersebut dan

    lingkungannya (Depkes RI, 2007).

  • 33

    2.12 Kerangka Teori

    Berdasarkan hasil penelaah kepustakaan dan mengacu pada konsep dasar

    tentang faktor risiko penyakit ISPA, maka kerangka teoritis dalam penelitian ini

    adalah sebagai berikut (Gambar 2.1)

    Keterangan:

    (*) : Variabel yang diteliti

    Gambar 2.1 Kerangka Teori

    (Sumber: Depkes RI, 2001 ; Menkes RI, 2011; Bustan, 2007: 210-211)

    Imunitas

    Tubuh

    Karakteristik Balita:

    1. Umur

    2. Berat badan lahir

    rendah

    3. Status imunisasi

    4. Status Gizi

    5. Pemberian

    Vitamin A

    Kejadian Infeksi

    Mikroorganisme

    Kondisi Lingkungan

    Rumah:

    1. Kepadatan hunian

    kamar (*)

    2. Luas ventilasi (*)

    Kualitas

    Udara

    Indoor

    Perilaku Anggota

    Keluarga:

    1. Kebiasaan Merokok

    dalam ruangan (*)

    2. Kebiasaan

    mengunakan obat

    nyamuk bakar

    3. Penggunaan bahan

    bakar memasak /

    dapur

    Keberadaan polutan

    dalam rumah

    Kelancaran

    sirkulasi

    udara

    Kondisi Lingkungan

    Rumah:

    1. Suhu

    2. Pencahayaan

    alami kamar (*)

    Jumlah agen

    Kelembaban

    udara (*)

    Kejadian

    iritasi

    Kejadian ISPA

    Karakteristik Ibu:

    1. Pendidikan

    2. Pengetahuan

    3. Status ekonomi

  • 74

    BAB VI

    SIMPULAN DAN SARAN

    6.1 Simpulan

    Berdasarkan penelitian hubungan antara kondisi lingkungan rumah dan

    perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di

    Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang didapatkan simpulan

    sebagai berikut:

    1. Ada hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA pada

    balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang tahun 2015 (p

    value = 0,005).

    2. Ada hubungan antara pencahayaan alami kamar dengan kejadian ISPA pada

    balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang tahun 2015 (p

    value = 0,012).

    3. Ada hubungan antara perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian

    ISPA pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang

    tahun 2015 (p value = 0,000).

    4. Tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar dengan kejadian ISPA pada

    balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang tahun 2015 (p

    value = 0,178).

    5. Tidak ada hubungan antara kelembaban udara kamar dengan kejadian ISPA

    pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang tahun

    2015 (p value = 0,366).

  • 75

    6.2 Saran

    6.2.1 Bagi Puskesmas Mijen

    Sebaiknya untuk petugas kesehatan agar dengan rutin melakukan

    pemeriksaan rumah sehat yang meliputi kepadatan hunian kamar, luas ventilasi

    kamar, pencahayaan alami kamar, kelembaban alami kamar, dan memberikan

    penyuluhan mengenai bahaya asap rokok terutama bagi keluarga yang memiliki

    balita yang mempunyai anggota keluarga yang merokok. Selain itu bisa membuat

    pusat layanan / klinik berhenti merokok bagi warga yang ingin berhenti merokok.

    6.2.2 Bagi Masyarakat

    Bagi masyarakat di Kelurahan Wonolopo, sebaiknya berusaha menjadikan

    kondisi lingkungan rumah menjadi sehat dengan membuka jendela setiap pagi

    sampai sore agar udara dan sinar matahari dapat masuk, mengubah perilaku

    merokok anggota keluarganya sehingga berhenti merokok, jika luas ruangan

    kamar tidur balita < 8 m2 maka dianjurkan untuk tidak lebih dari 2 orang tidur.

    6.2.3 Bagi Ibu Balita

    Untuk mencegah penyakit ISPA pada anak balita diharapkan ibu balita

    lebih memperhatikan lingkungan sekitar seperti menjauhkan perokok dari balita,

    lebih lama membuka pintu atau jendela sebagai sarana pertukaran udara,

    menyusupkan genteng kaca agar cahaya matahari dapat masuk.

  • 76

    DAFTAR PUSTAKA

    Alsagaff, H dan Mukty, A. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga

    University Press, Surabaya.

    Arikunto S, 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta,

    Jakarta.

    Badan Meteorologi, Klimatoligi, dan Geofisika, Prakiraan Cuaca di Indonesia,

    diakses tanggal 18 Agustus 2015,

    (http://meteo.bmkg.go.id/prakiraan/indonesia)

    Bautista L.E etc, 2008, Indoor Charcoal Smoke and Acute Respiratory Infection

    in Young Children in the Dominican Republic, American Journal of

    Epidemiologi.

    Bustan, 2007, Epidemiologi: Penyakit Tidak Menular, PT Rineka Cipta, Jakarta.

    Cissy B. Kartasasmita, 2010, Pneumonia Pembunuh balita. Buletin Jendela

    Epidemiologi Volume 3, September 2010.

    Data Monografi Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang Tahun

    2015.

    Depkes RI, 1996, Pedoman Progam Pemberantasan Penyakit ISPA untuk

    Penanggulangan Pneumonia pada Balita dalam Pelita VI, Depkes RI

    Jakarta.

    , 2000, Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Infeksi

    Saluran Pernafasan Akut, Direktorat PPM&PL, Jakarta.

    , 2001, Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA, Depkes RI,

    Jakarta.

    , 2007, Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita, Depkes RI,

    Jakarta.

    Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2005, Pedoman Teknis Penilaian Rumah

    Sehat untuk Puskesmas. Dinas Kesehatan Kesehatan Provinsi Jawa

    Tengah, Jakarta.

    , 2009, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Kesehatan

    Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang.

    http://meteo.bmkg.go.id/prakiraan/indonesia

  • 77

    , 2005, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

    829/Menkes/SK/VII/1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan,

    Dinkes Provinsi Jateng, Semarang.

    Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, 2011, Keputusan

    Menteri Kesehatan RI No. 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar

    Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, Mentri Kesehatan RI, Jakarta.

    Hartono dan Rahmawati, 2012, ISPA: Gangguan Pernapasan pada Anak, Nuha

    Medika, Yogyakarta.

    I Dewa Nyoman S. dkk, 2001, Penilaian Status Gizi, ECG, Jakarta.

    Ike Suhandayani, 2006, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA

    pada Balita di Puskesmas Pati 1 Kabupaten Pati, Skripsi, Universitas

    Negeri Semarang.

    Juli Soemirat, 2000, Epidemiologi Lingkungan, Gajah Mada University Press,

    Yogyakarta.

    , 2002, Kesehatan Lingkungan, Gajah Mada University Press,

    Yogyakarta.

    Menteri Kesehatan RI, 2011, Perarutan Menteri Kesehatan RI No.

    1077/Menkes/PER/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam

    Ruang Rumah, Menteri Kesehatan RI, Jakarta.

    Mukono, 2000, Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Airlangga University

    Press, Surabaya.

    , 2008, Pencemaran Udara dan Pengaruhnya terhadap Gangguan

    Saluran Pernafasan, Airlangga University Press, Surabaya.

    Myrnawati, 2000 dalam ida Raihana, 2011 (Skripsi. Faktor-faktor yang

    berhubungan dengan penyakit infeksi saluaran pernafasan akut pada

    balita di wilayah kerja puskesmas kecamatan Trienggadeng Kabupaten

    Pidie Jaya. STIKES U’budiyah Banda Aceh).

    Nelson, 2002, Ilmu Kesehatan Anak, EGC, Jakarta.

    Notoatmodjo, S, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta.

    , 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

    , 2007, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Rineka Cipta, Jakarta.

  • 78

    , 2012, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

    Nursalam dkk, 2005, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk Perawat dan

    Bidan), Salemba Medika, Jakarta.

    Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2013

    Profil Kesehatan Puskesmas Mijen Tahun 2014

    Rachmawati, Evi, 2008, Jumlah Perokok Pemula Meningkat. diakses tanggal 25

    februari 2015,

    (http://nasional.kompas.com/read/2008/06/07/17531289/Jumlah.Perokok.

    Pemula)

    Safitri Liana Rahyuni, 2009, Hubungan antara Kondisi Fisik Rumah dengan

    Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Jekulo Kudus,

    Skripsi, Universitas Negeri Semarang.

    Sudigdo dan Ismail, 1995, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Binarupa

    Aksara, Jakarta.

    Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dab R&D, Alfabeta,

    Bandung.

    Suryaniti Mila Wulandari, 2003, Hubungan antara Sanitasi Rumah, Perilaku

    Penduduk dan Faktor Intern Anak dengan Timgkat Kejadian ISPA pada

    Anak Balita, Skripsi, Universitas Airlangga,Surabaya.

    Trihono, 2013, Riset Kesehatan Dasar, Badan Penelelitian dan Pengembangan

    Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.

    Triska S. N., dan Lilis S., 2005, Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian

    Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita, Jurnal

    Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 1.

    Widoyono, 2008, Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &

    Pemberantasannya, Erlangga, Jakarta.

    http://nasional.kompas.com/read/2008/06/07/17531289/Jumlah.Perokok.Pemulahttp://nasional.kompas.com/read/2008/06/