Skripsi Final

94
i PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DENGAN CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI SLEMAN PenulisanHukum ini disusun Sebagai syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum S1 Pada Fakultas Hukum Universitas Janabadra Disusun Oleh: Nama : Fatkhul Mujib NIM : 111100087 Program Studi : IlmuHukum Bagian : Hukum Acara KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI KOPERTIS WILAYAH V YOGYAKARTA UNIVERSITAS JANABADRA FAKULTAS HUKUM YOGYAKARTA 2015

description

Mediasi sengketa Perdata

Transcript of Skripsi Final

Page 1: Skripsi Final

i

PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DENGAN CARA MEDIASI

DI PENGADILAN NEGERI SLEMAN

PenulisanHukum ini disusun

Sebagai syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum S1

Pada Fakultas Hukum Universitas Janabadra

Disusun Oleh:

Nama : Fatkhul Mujib

NIM : 111100087

Program Studi : IlmuHukum

Bagian : Hukum Acara

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

KOPERTIS WILAYAH V YOGYAKARTA

UNIVERSITAS JANABADRA

FAKULTAS HUKUM

YOGYAKARTA

2015

Page 2: Skripsi Final

ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DENGAN CARA MEDIASI

DI PENGADILAN NEGERI SLEMAN

Disusun Oleh:

Nama : Fatkhul Mujib

NIM : 111100087

Program Studi : IlmuHukum

Bagian : Hukum Acara

DisahkanpadaTanggal : 13 Maret 2015

DosenPembimbing,

Puji Puryani , S.H., M.Hum.

Mengetahui,

DekanFakultasHukum

UniversitasJanabadra Yogyakarta

EkoNurharyanto, S.H., M.Hum

Page 3: Skripsi Final

iii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI

PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DENGAN CARA MEDIASI

DI PENGADILAN NEGERI SLEMAN

Disusun Oleh:

Nama : Fatkhul Mujib

NIM : 111100087

Program Studi : IlmuHukum

Bagian : Hukum Acara

PenulisanHukum ini telah diuji dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji

PadaTanggal : Maret 2015

Penguji

Ketua

..............................

Anggota Anggota

............................ ................................

Mengetahui,

DekanFakultasHukum

UniversitasJanabadra Yogyakarta

EkoNurharyanto, S.H., M.Hum.

Page 4: Skripsi Final

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : FATKHUL MUJIB

NIM : 111100087

Jurusan : Hukum / Hukum Acara

Alamat : : Sucen Kidul RT02/RW02,Sucen,Salam,Magelang

dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah dengan judul:

PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DENGAN CARA MEDIASI DI

PENGADILAN NEGERI SLEMAN

adalah merupakan hasil karya saya sendiri yang belum pernah dipublikasikan

baik secara keseluruhan maupun sebahagian, dalam bentuk jurnal, working paper

atau bentuk lain yang dipublikasikan secara umum. Karya ilmiah ini sepenuhnya

merupakan karya intelektual saya dan seluruh sumber yang menjadi rujukan

dalam karya ilmiah ini telah saya sebutkan sesuai kaidah akademik yang berlaku

umum, termasuk para pihak yang telah memberikan kontribusi pemikiran pada

isi, kecuali yang menyangkut ekspresi kalimat dan disain penulisan.

Demikian pernyataan ini saya nyatakan secara benar dengan penuh tanggung

jawab dan integritas.

Yogyakarta,10 Maret 2015

Yang membuat pernyataan,

( FATKHUL MUJIB)

Page 5: Skripsi Final

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelasaikan skripsi dengan judul “Penyelesaian Sengketa Perdata Dengan

Cara Mediasi di Pengadilan Negeri Sleman.”

Adapun maksud dari penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi

syarat guna menyelesaikan Program Studi Strata Satu (S1) pada Fakultas Hukum

Universitas Janabadra Yogyakarta

Mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, sehingga

dalam pembuatan skripsi ini tidak sedikit bantuan, petunjuk, saran-saran maupun

arahan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan kerendahan hati dan rasa

hormat penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Dr Ir Suharjanto MSCE , selaku Rektor Universitas Janabadra

Yogyakarta

2. Bapak Eko Nurharyanto,SH, M.Hum selak Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Janabadra Yogyakarta

3. Bapak Ambar Setyawacana, SH.MH, selaku Ketua Wakil Dekan I dan

Dosen Wali Fakultas Hukum Universitas Janabadra Yogyakarta

4. Ibu Hartanti, SH.M.H, Selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Uniersitas

Janabadra

5. Ibu Puji Puryani SH,M.Hum Selaku Dosen Pembimbing dan Kepala

Jurusan Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Janabadra yang telah

memberikan petunjuk, dorongan, serta semangat dalam pembuatan skripsi

ini.

6. Bapak Rochmad, SH Selaku Ketua Pengadilan Negeri Sleman yang telah

memberikan ijin atas terlaksananya Penelitian ini.

7. Ibu Indaryanti, SH. Kepala Bagian Hukum Pengadilan Negeri Sleman

yang telah memberikan banyak data dan informasi dalam penelitian ini.

8. Bapak Edward Saragih, SH, MH selaku advokat yang bersedia

memberikan keterangan dan data dalam penelitian ini

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Janabadra Yogyakarta

Page 6: Skripsi Final

vi

10. Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Janabadra

Yogyakarta.

11. Susi Nurhayati, Mahdavika, Najwa, Isteri dan Anak-anaku yang selalu

memberikan dorongan dan semangat atas terselesainya penelitian ini.

12. Keluarga dan Saudara-saudaraku yang selalu memberi kritik dan saran

atas terselesaikanya penelitian ini.

13. Teman teman angkatan 2011 Fakultas Hukum Universitas Janabdra

Yogyakarta

Penulis hanya dapat mendoakan mereka yang telah membantu dalam

segala hal yang berkaitan dengan pembuatan skripsi ini semoga diberikan balasan

dan rahmat dari Allah SWT. Selain itu saran, kritik dan perbaikan senantiasa

sangat diharapkan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi

pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, ..April 2015

Penulis

Page 7: Skripsi Final

vii

ABSTRAK FATKHUL MUJIB, 11110087 , PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DENGAN CARA MEDIASI OLEH PENGADILAN NEGERI SLEMAN. Fakultas Hukum Universitas Janabadra Yogyakarta, Penulisan Hukum (Skripsi), 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses penyelesaian sengketa perdata dengan cara mediasi di Pengadilan Negeri Sleman, akibat hukum bagi kedua belah pihak sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Sleman, Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer, sumber data sekunder dan sumber data tersier. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah tekhnik wawancara,studi dokumen bahan pustaka dalam hal ini bahan pustaka yang berupa buku-buku,peraturan perundang-undangan dan sumber lain yang berhubungan dengan penelitian ini.Tekhnik analisis data yang digunakan adalah tekhnik analisis data kualitatif dengan menggunakan metode interaktif. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penyelesaian sengketa perdata dengan cara mediasi yang di lakukan oleh Pengadilan Negeri Sleman melalui dua tahap yaitu tahap pra mediasi dan tahap mediasi. Pada tahap pra mediasi dipimpin oleh majelis hakim pemeriksa parkara mulai dari sidang pertama kemudian menunda persidangan dan menyuruh agar para pihak melakukan mediasi .Majelis hakim menunda waktu persidangan untuk memberikan kesempatan pada para pihak melakukan mediasi dan memilih seorang mediator untuk membantu proses mediasi . Para pihak dalam hal ini menggunakan mediator dari dalam Pengadilan Negeri Sleman. Langkah-langkah yang dilakukan oleh mediator dalam tahap mediasi adalah meminta agar para pihak menghadap mediator, menentukan jadwal pertemuan, melakukan kaukus, mempertemukan kedua belah pihak, melaporkan hasil mediasi kepada majelis hakim pemeriksa perkara. Akibat hukum bagi kedua belah pihak dalam melakukan mediasi disini yaitu inkracht van gewijsde yang berbentuk akta perdamaian, tidak dapat diajukan gugatan baru, dapat dieksekusi, tidak ada upaya hukum lain. Dalam pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Sleman masih terdapat banyak hambatan – hambatan di antaranya adalah Dari Para Pihak, Kuasa Hukum, Pihak Ketiga, dan kurangya pemahaman masyarakat. Mediasi adalah cara yang baik untuk menyelesaikan sengketa karena dapat menyelesaikan sengketa dengan lebih adil.

Page 8: Skripsi Final

viii

DAFTAR ISI

Halaman Judul .........................................................................................................i

Halaman Pengesahan Dosen Pembimbing .......................................................... .ii

Lembar Pengesahan Penguji..................................................................................iii

Lembar Perrnyataan Keaslian Karya Tugas Akhkir................. ............................iv

KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

Daftar Pustaka ..................................................................................................... x

BAB I ................................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah.................................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 5

1. Secara teoritis .................................................................................... 6

2. Secara Praktis .................................................................................... 6

E. Metode Peneletian ................................................................................... 6

1. Jenis Penelitian .................................................................................. 7

2. Sifat Penelitian .................................................................................. 7

F. Sumber Data ............................................................................................ 8

1. Sumber Data Primer .......................................................................... 8

2. Sumber Data Sekunder ...................................................................... 8

G. Prosedur Pengumpulan Data .................................................................... 9

1. Iventarisasi ........................................................................................ 9

2. Wawancara ........................................................................................ 9

3. Dokumentasi ................................................................................... 10

Page 9: Skripsi Final

ix

H. Penelitian Lapangan............................................................................... 10

1. Lokasi Penelitian ............................................................................. 10

2. Cara Pengambilan Sampel ............................................................... 10

I. Analisa Data .......................................................................................... 11

BAB II .............................................................................................................. 12

A. Tinjauan Tentang Sengketa .................................................................... 12

1. Tinjauan Umum Tentang Sengketa .................................................. 12

2. Makna Sengketa Dalam Perspektif Sosial dan Hukum ..................... 13

3. Cara – Cara Penyelesaian Sengketa.................................................. 15

B. Sengketa Perdata ................................................................................... 18

1. Pengertian Sengketa Perdata ............................................................ 18

2. Penyelesaian Sengketa Perdata ........................................................ 20

3. Penyelesaian Dengan Litigasi Proses ............................................... 20

1. Penyelesaian Sengketa Non Litigasi................................................. 24

C. Mediasi .................................................................................................. 27

1. Pengertian Tentang Mediasi ............................................................. 27

2. Prinsip – Prinsip Mediasi ................................................................. 28

3. Dasar Hukum Mediasi ..................................................................... 29

4. Tujuan Mediasi ................................................................................ 30

5. Proses Mediasi ................................................................................. 31

D. Tinjauan Tentang Mediator .................................................................... 34

1. Pegertian Mediator .......................................................................... 34

2. Fungsi Mediator .............................................................................. 34

3. Peran mediator dalam proses mediasi............................................... 35

Page 10: Skripsi Final

x

BAB III ............................................................................................................. 37

A. Diskripsi Wilayah Secara Umum .......................................................... 38

1. Wilayah ........................................................................................... 38

2. Sejarah ............................................................................................ 39

3. Sosial Budaya .................................................................................. 40

B. Diskripsi Lembaga Secara Umum .......................................................... 41

1. Sejarah Lembaga ............................................................................. 41

2. Tugas Pokok Dan Dungsi ................................................................ 43

3. Prosedur Beracara Perdata di PN. Sleman ........................................ 43

BAB IV ............................................................................................................. 55

A. Pelaksanaan Mediasi di P.N Sleman ..................................................... 55

1. Proses Mediasi ( Telaah Kasus ) ...................................................... 55

2. Analisa Terhadap Proses Mediasi .................................................... 63

B. Hambatan Pelaksanaan Mediasi di P.N Sleman ...................................... 71

C. Upaya Mediasi Menjadi Pilihan Hukum Bagi Masyarakat .................... 76

BAB V .............................................................................................................. 78

A. Kesimpulan ........................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA

AN.Susanti. (2007). Naskah Akademis Mediasi. Jakarta: Mahkamah Agung.

Page 11: Skripsi Final

xi

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. (1995). Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Edward Saragih, S. M. (2015, 2 26). Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Negeri

Sleman.

F. von Benda-Beckman. (1989). From The Law of Primitive Man to Social-Legal

Study of. Majalah Antropologi Sosial dan Budaya , 67-75.

Goodpaster, Garry. (1989). Panduan Negosiasi . Seri Dasar Hukum Ekonomi 9.

Gunawan Wijaya. Alternative Penyelesaian Sengketa. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Indaryanti, S. (2015, 2 23). Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Negeri Sleman.

(F. Mujib, Pewawancara)

Koentjoroningrat. (1981). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press.

Krisna Harahap. (2006). Hukum Acara Perdata. Bandung: PT.Grafiti Utami.

Kusumo, S. M. (2010). Hukum Acara Perdata. Yogyakarta: Universitas

Atmajaya .

Lovenheim, 1996. (1996). How to Mediate Your Dispute. Berkeley: Nolo-Press.

Mahkamah Agung .RI. (2008). PERMA NO 1 Tahun 2008. Mahkamah Agung

.RI.

Moore, Sally F. (1978.). Law As Process, An Anthropological Approach.

London: Routledge & Kegan Paul Ltd.

Muchammad Zainudin. (2008). Tesis Hukum Dalam Mediasi. Surabaya:

Universitas Airlangga.

Muh Nazir. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Muhammad Jamin. (Surakarta). Mekanisme Alternative Penyelesaian Sengketa.

1995: Universitas Sebelas Maret.

Page 12: Skripsi Final

xii

Ridwan Syahrani. (2000). Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata. Bandung:

PT. Citra Aditya Bakti.

Roberts, Simon. (1979). Order and Disputes, An Intriduction to Lagal

Anthropology. Harmondworth, England,: Penguin Books .

Soerjono Soekanto. (2006). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press.

Staatblad. (1941). HIR Herziene Inlandsch Reglement .

Staatblad. (1927). Rechtsreglement Buitengewesten.

Sudikno Merto Kusumo. (2010). Hukum Acara Perdata. Yogyakarta: Universitas

Atmajaya.

Sudikno Mertokusumo. (2002). Hukum Acara Perdata. Yogyakarta: Liberty.

Suyud Margono. (2010). Penyelesaian Sengketa Bisnis. Bogor: Galia Idonesia.

Page 13: Skripsi Final

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Page 14: Skripsi Final

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia sejak awal lahirnya adalah sebagai makhluk sosial (ditengah

keluarganya). Makhluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.

Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

kemanusiaan. Menurut kodrat alam, manusia dimana-mana dan dizaman apapun

selalu hidup bersama, hidup berkelompok-kelompok.Aristoteles (384-322

sebelum masehi), seorang ahli fikir yunani menyatakan dalam ajaranya, bahwa

manusia adalah ZOON POLITICON, artinya pada dasarnya manusia adalah

makhluk yang ingin selalu bergaul dengan berkumpul dengan manusia, dari sifat

suka bergaul dan bermasyarakat itulah manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

Interaksi antar manusia yang berlangsung secara terus – menerus dilakukan dalam

rangka memenuhi kebutuhan hidup. Namun mengingat kepentingan manusia

sangat banyak dan beragam, di dalam melakukan interaksi satu sama lain manusia

selalu dihadapkan pada potensi – potensi untuk terjadi sengketa. Hal ini dapat

terjadi karena kepentingan manusia tidak jarang saling bertentangan satu dengan

yang lainnya.

Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi di mana ada pihak yang

merasa dirugikan oleh pihak lain. Perasaan tidak puas akan muncul ke permukaan

apabila terjadi conflict of interest. Pihak yang merasa dirugikan akan

menyampaikan ketidak puasannya kepada pihak kedua, apabila pihak kedua dapat

Page 15: Skripsi Final

2

menanggapi dan memuaskan pihak pertama, selesailah konflik tersebut,

sebaliknya jika reaksi pihak kedua menunjukkan perbedaan pendapat atau

memiliki nilai – nilai yang berbeda, akan terjadilah apa yang dinamakan

sengketa.

Jika di dalam masyarakat terjadi sengketa yang tidak dapat diselesaikan

dengan jalan muswarah, maka pihak yang dirugikan haknya dapat mengajukan

gugatan melalui lembaga pengadilan. Pihak ini disebut penggugat. Gugatan

diajukan ke pengadilan yang berwenang menyelesaikan sengketa tersebut

(Sudikno Mertokusumo, 2010:84). Di dalam perkara perdata di kenal adanya

adagium “justice delayed is jutice denied” yang artinya keadilan tidak dapat di

sangkal dan di tunda.

. Tetapi di dalam praktiknya proses perkara di pengadilan pada umumnya

lambat dan memakan waktu yang bertahun- tahun ,sehingga terjadi pemborosan

waktu ( waste of time ) dan pemeriksaan bersifat formal ( formalistic ) dan tekhnis

( technically ).

Adanya hak para pihak untuk tidak hadir seringkali di manfaatkan untuk

mengulur – ulur waktu .Dalam proses yang demikian akan berakibat pada

mahalnya biaya yang harus di keluarkan sehingga tercapainya peradilan yang

sederhana,cepat dan berbiaya ringan sangat sulit di capai. Hal lain yang terjadi di

dalam proses litigasi adalah putusan menang kalah ( win lose ), dimana perasaan

menang kalah tidak akan memberikan kedamaian salahsatu pihak dan justru dapat

menimbulkan dendam dan konflik baru. Pada sisi lain keterbatasan jumlah hakim

Page 16: Skripsi Final

3

dan menumpuknya perkara perdata di pengadilan juga memberikan dampak pada

lambatnya proses perkara perdata di pengadilan.

Dalam rangka mewujudkan proses sederhana, cepat dan murah. Pasal

130HIR yang mengatur upaya perdamaian masih dapat diintensifkan.

Caranya,mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur perkara. Peraturan

MahkamahAgung No 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan

mewajibkan terlebih dahulu ditempuh upaya perdamaian dengan bantuan

mediator. Paling lama sehari setelah sidang pertama para pihak harus memilih

mediator yang dimiliki oleh Pengadilan dan yang tidak tercantum dalam daftar

Pengadilan. Apabila tidak tercapai kesepakatan mengenai mediator tersebut maka

wajib menunjuk mediator dari daftar yang disediakan oleh Pengadilan saja.

Apabila hal tersebut tidak juga berhasil, dalam jangka satu hari kerja berdasarkan

penetapan, Ketua majelis berwenang menunjuk seorang mediator.Proses mediasi

harus selesai dalam jangka waktu paling lama 40 hari kerja sejak pemilihan atau

penetapan penunjukan mediator. Seandainya mediator berasal dari luar

lingkungan pengadilan jangka waktu tersebut diperpanjang menjadi 30 hari.

Apabila mediasi berhasil, kesepakatan lengkap dengan klausula pencabutan

perkara atau pernyataan perkara telah selesai disampaikan dalam sidang. Majelis

Hakim kemudian akan mengkukuhkan kesepakatan itu sebagai akta perdamaian.

Tetapi apabila gagal adalah tugas mediator untuk melaporkannya secara tertulis

kepadaMajelis Hakim. Konsekuensi kegagalan tersebut memaksa Majelis Hakim

melanjutkan proses perkara (Krisna Harahap,2008:62)

Page 17: Skripsi Final

4

Mediasi sebagai salah satu penyelesain alternatif sengketa selama ini

belaum diketahui dan dikenal oleh masyarakat pada umumnya dan juga belum

dikenal dalam suatu wacana hukum di Indonesia.Tidak semua Pengadilan yang

menerapkan atau menggunakan medasi. Dengan adanya ketentuan dalam pasal

130 ayat (1) HIR atau pasal 154 ayat (1) RBg tersebut, maka jelas hakim

mempunyai peranan yang aktif untuk mengusahakan penyelesaian secara damai

untuk perkara perdata yang diperiksanya. Dalam kaitannya ini hakim haruslah

dapat memberikan suatu pengertian bahwa penyelesaian perkara dengan cara

perdamaian merupakan suatu cara penyelesaian yang lebih baik dan bijaksana

daripada diselesaikan dengan cara putusan pengadilan, baik di pandang dari segi

hukum masyarakat maupun dipandang dari segi waktu, biaya dan tenaga yang

digunakan (H.Ridwan Syahrani,2000:66).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi

dengan judul“ PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DENGAN CARA

MEDIASI OLEH PENGADILAN NEGERI SLEMAN“.Hal ini penting agar

dapat di ketahui bagaimana proses penyelesaian sengketa perdata dengan mediasi,

hambatan dan upaya memaksimalkan mediasi di masa datang agar mediasi

menjadi alternative pillihan hukum dalam penyelesaian sengketa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka untuk memfokuskan penelitian

maka penulis menentukan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah proses penyelesaian sengketa perdata dengan cara mediasi

oleh Pengadilan Negeri Sleman ?

Page 18: Skripsi Final

5

2. Faktor – faktor apa yang menjadi hambatan pada proses mediasi perkara

perdata di Pengadilan Negeri Sleman.

3. Bagaimana sebaiknya upaya mengoptimalkan proses mediasi di

Pengadilan Negeri sebagai alternatife penyelesaian sengketa di masa

depan

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas maka

tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengkaji bagaimana proses penyelesaian perkara perdata melalui

mediasi di Pengadilan Negeri Sleman.

2. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam

proses penyelesaian perkara perdata melalui mediasi di Pengadilan Negeri

Sleman.

3. Untuk menganalisis upaya-upaya apa saja yang harus di lakukan dalam

proses mediasi penyelesaian perkara perdata di Pengadilan Negeri Sleman

menjadi alternatife penyelesaian sengketa di masa yang akan datang.

D. Manfaat Penelitian

Dalam suatu penelitian, terdapat suatu manfaat penelitian. Selain

bermanfaat bagi penulis, diharapkan juga bisa bermanfaat bagi semua pihak dan

tentunya mempunyai manfaat yang dianggap positif. Manfaat penelitian dibagi

menjadi dua yaitu secara teoritis dan secara praktis. Adapun penjelasannya

sebagai berikut :

Page 19: Skripsi Final

6

1. Secara teoritis

1) Menghasilkan suatu penjelasan tentang Penyelesaian Sengketa Perdata

dengan cara mediasi yang oleh Pengadilan Negeri Sleman.

2) Menghasilkan suatu penjelasan tentang faktor-faktor yang menjadi

penghambat di dalam proses mediasi penyelesaian perkara perdata di

Pengadilan Negeri Sleman.

3) Memberikan saran dan masukan bagaimana mengoptimalkan mediasi

perkara perdata di Pengadilan Negeri Sleman agar menjadi pilihan

penyelesaian sengketa di masa yang akan datang ?

2. Secara Praktis

1) Mengembangkan pola pikir, penalaran dan pengetahuan bagi penulis

dalam menyusun suatu penulisan hukum

2) Sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Janabadra Jogjakarta

E. Metode Peneletian

Metodologi adalah pengetahuan tentang berbagai cara kerja yang

disesuaikan dengan objek studi ilmu yang bersangkutan. Dengan kata lain

metodelogi itu menjelaskan tata cara dan langkah yang akan ditempuh untuk

mencapai tujuan penelitian (Koentjaraningrat.1981:61).

Menurut Soerjono Soekanton metode penelitian dapat dirumuskan dengan

kemungkinan sebagai berikut :

1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian.

Page 20: Skripsi Final

7

2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan.

3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur (Soerjono Soekanto

2006: 5).

Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penulisan hukum ini

adalah penelitian hukum empiris, atu non doktrinal yang bersifat deskriptif.

Suatu penelitian diskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti

mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya (Soerjono

Soekanto, 1986:10).

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dimana data yang

diperoleh nantinya tidak berbentuk angka tetapi berupa kata-kata. Penelitian

deskriptif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang

seteliti mungkin tentangmanusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya.

Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat

memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka menyusun teori-teori baru

(Soerjono Soekanto, 2006:10) Dalam penelitian ini di deskripsikan tentang

proses penyelesaian sengketa perdata dengan cara mediasi oleh Pengadilan

Negeri Sleman

Page 21: Skripsi Final

8

F. Sumber Data

Sumber data adalah tempat didapatkannya data yang

diinginkan.Pengetahuan tentang sumber data merupakan hal yang sangat penting

untuk diketahui agar tidak terjadi kesalahan dalam memilih sumber data yang

sesuaidengan tujuan penelitian.Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua

sumber data yaitu data Primer dan data Sekunder

1. Sumber Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan

secara langsung pada obyek penelitian yang dilakukan di Pengadilan Negeri

Sleman melaui wawancara dari beberapa sumber yang terkait dengan penyelsaian

sengketa perdata dengan cara mediasi di Pengadilan Negeri Sleman.

2. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dipergunakan dalam menjawab

permasalahan yang ada dalam penelitian ini melalui studi kepustakaan. Data

sekunder merupakan data utama yang digunakan dalam penulisan ini. Penulis

dalam penelitian ini menggunakan 3(tiga) bahan hukum sebagai berikut:

1. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan

hukum yang mengikat dan dalam penelitian ini bahan hukum yang di

gunakan adalah ; Undang-Undang Dasar 1945, HIR, Rbg, Perma No.1

Tahun 2008

Page 22: Skripsi Final

9

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder Bahan adalah bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder

diperoleh dengan cara studi dokumen, mempelajari permasalahan dari

buku-buku, literatur, makalah dan kamus hukum dan bahan-bahan lainnya

yang berkaitan dengan materi ditambah lagi dengan kegiatan pencarian

data menggunakan internet

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi

tentang bahan hukum primer dan skunder. Bahan hukum tersier berupa

Kamus Hukum, Kamus Bahasa Inggris, Kamus Bahasa Belanda

G. Prosedur Pengumpulan Data

1. Iventarisasi

Berupa kegiatan pendahuluan yang bersifat mendasar untuk melakukan

penelitian hukum dari tipe-tipe yang lain. Sebelum dapat diketemukan

norma hukum in concreto atau ditemukan teori-teori tentang proses

kehidupan hukum, haruslah diketahui lebih dahulu apa saja yang termasuk

ke dalam hukum positif yang sedang berlaku.

2. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau

pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan

Page 23: Skripsi Final

10

alat yang dinamakan interview guid (Muh Nazir,1988:234). Metode

wawancara dilakukan dengan tanya jawab secara lisan dengan para pihak

yang terkait dalam penyelesaian sengketa

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah mencari data berupa catatan, transkip, buku, surat

kabar, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1988:236). Dokumentasi yang

dimaksud adalah mengambil jumlah data berupa berkas mediasi dalam

perkara perdata di Pengadilan Negeri Sleman Peneliti mencari data dari

beberapa dokumen yang berupa buku register perkara perdata, buku

register mediasi, berita acara mediasi, hasil-hasil mediasi.

H. Penelitian Lapangan

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Sleman. Peneliti memilih

lokasi tersebut karena di Pengadilan Negeri Sleman terdapat perkara perdata yang

perlu untuk di ketahui bagaimana mediasi di lakukan baik itu mengenai

perceraian, perbuatan melawan hukum, atau wanprestasi

2. Cara Pengambilan Sampel

Penentuan sampel merupakan suatu proses dalam memilih suatu bagian

yang representatif dari seluruh populasi. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro,

populasi adalah seluruh objek atau seluruh unit yang akan diteliti, atau dapat

dikatakan populasi merupakan jumlah manusia yang mempunyai karakteristik

sama. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pihak yang terlibat dalam

Page 24: Skripsi Final

11

proses mediasi penyelesaian sengketa perdata di Pengadilan Negeri Sleman.

Penelitian ini tidak meneliti populasi secara keseluruhan, mengingat sangat

banyaknya populasi yang ada dan tersebar di wilayah hukum Pengadilan Negeri

Sleman, oleh karena itu perlu dipilih sampel untuk dijadikan responden dengan

cara menggunakan teknik non random sampling. Teknik atau cara pengambilan

sampel dengan non random sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan ciri

tertentu yang di anggap mempunyai hubungan erat dengan ciri populasi dan sesuai

dengan tujuan penelitian. Dalam non random sampling ini tidak semua subjek

atau individu dari populasi mendapat kemungkinan (probabilitas) yang sama

untuk dijadikan anggota sample.

I. Analisa Data

Analisa data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan analisa Deskriptif Kualitatif ,data yang diperoleh baik dari studi

kepustakaan maupun dari penelitian lapangan akan dianalisis secara deskriptif

kualitatif.

Analisis deskriptif kualitatif adalah metode analisis data dengan

mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan

menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-teori,

asas-asas, dan kaidah-kaidah hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan

sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang dirumuskan.

Page 25: Skripsi Final

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Sengketa

1. Tinjauan Umum Tentang Sengketa

Studi-studi mengenai sengketa dan budaya penyelesaian sengketa dalam

masyarakat sederhana (tribal society) maupun masyarakat modern (civilized

society), sengketa antar individu dalam suatu kelompok (intra-group conflict)

atau antar kelompok (inter-group conflict) telah banyak dilakukan oleh para pakar

ilmu sosial dengan menggunakan pendekatan antropologi hukum (Gluckman,

1956; Nader & Todd, 1978; Hoebel, 1968; Moore, 1978; Pospisil, 1971;

Bohanan, 1967; Spradley, 1987; Scott, 1993; Lev, 1972; Peluso, 1992).

Konklusi dari studi-studi tersebut secara umum menyatakan bahwa

sengketa merupakan fenomena sosial yang bersifat semesta (universal) dan

melekat (inherent) dalam kehidupan masyarakat, dalam pergaulan sosial antar

individu maupun antara individu dengan kelompok, sehingga tidak mungkin suatu

masyarakat kalis atau dapat menghindari konflik dalam dinamika kehidupan

sosial. Yang dapat dilakukan adalah bagaimana konflik tersebut harus dikelola

(managed), dikendalikan (controlled), dan diselesaikan (settled) secara bersama

dengan bijak dan damai, agar tidak berkembang menjadi kekerasan, anarkhi, atau

destruktif, menimbulkan disintegrasi atau mengancurkan sendi-sendi hubungan

sosial dalam kehidupan masyarakat (Coser, 1968; Nader, 1978).

Page 26: Skripsi Final

13

2. Makna Sengketa Dalam Perspektif Sosial dan Hukum

Sengketa merupakan suatu fenomena sosial yang bersifat universal, dan

menjadi bagian yang integral serta esensial dalam kehidupan masyarakat. Karena

itu, konflik tidak perlu dilihat sebagai gejala patologis yang bersumber dari

tingkah-laku abnormal, atau indikasi dari suatu kekacauan dalam dinamika

kehidupan masyarakat, karena setiap komunitas masyarakat mempunyai kapasitas

untuk menciptakan norma-norma dan mekanisme-mekanisme tersendiri untuk

menyelesaikan sengketa yang muncul dalam pergaulan sosial warga masyarakat

(Nader, 1968; Coser, 1968; Roberts, 1979, Moore, 1978).

Dari perspektif antropologi hukum, fenomena sengketa mempunyai

makna ganda, yaitu : di satu sisi sengketa mempunyai makna negatif --

menimbulkan perpecahan atau disintegrasi suatu kehidupan sosial, melemahkan

kohesi sosial, atau menimbulkan kerusakan suatu sistem hubungan sosial dalam

masyarakat. Tetapi, di sisi lain sengketa juga memiliki makna positif dalam

mempertahankan integrasi sosial, memperkokoh ikatan sosial, dan memberi

kontribusi untuk mengembalikan keseimbangan hubungan sosial antar individu

atau kelompok dalam masyarakat. Yang disebutkan terakhir akan dapat terwujud

apabila pihak-pihak yang bersengketa secara bersama-sama dapat mengelola,

mengendalikan, dan menyelesaiakn sengketa yang dihadapi secara dewasa, bijak,

dan damai, dengan atau tanpa mengundang kehadiran pihak ketiga (Gluckman,

1956).

Secara umum dikatakan bahwa terjadinya sengketa dalam masyarakat bersumber

dari persoalan-persoalan seperti berikut :

Page 27: Skripsi Final

14

1. Penguasaan, pemanfaatan dan distribusi sumber daya alam yang menjadi

pendukung kehidupan manusia (natural resource control and

distribution);

2. Ekspansi batas wilayah kehidupan suatu kelompok masyarakat

(teritoriality expantion);

3. Kegiatan ekonomi masyarakat (economic activities); dan

4. Kepadatan penduduk (density of population).

Karena itu, dalam perspektif antropologi hukum, konflik yang terjadi dalam

masyarakat paling tidak dapat dikategorisasi menjadi 3 macam, yaitu : (1)

Konflik kepentingan (conflict of interests); (2) Konflik nilai-nilai (conflict of

values); dan (3) Konflik norma-norma (conflict of norms).

Dalam hubungan ini, Nader dan Todd (1978) menyatakan bahwa pada dasarnya

sengketa yang terjadi dalam masyarakat melalui tahapan-tahapan (stages of

conflict) seperti berikut :

1. Pada tahap pertama, sengketa berawal dari munculnya keluhan-keluhan

(grievance) dari salah satu pihak terhadap pihak yang lain (individu atau

kelompok), karena pihak yang mengeluh merasa hak-haknya dilanggar,

diperlakukan secara tidak wajar, kasar, dipersalahkan, diinjak harga

dirinya, dirusak nama baiknya, dilukai hatinya, dll. Kondisi awal seperti

ini disebut sebagai tahapan pra-konflik (pre-conflict stage) yang

cenderung mengarah kepada konfrontasi yang bersifat monadik (monadic).

2. Pada tahap kedua, apabila kemudian pihak yang lain menunjukkan reaksi

negatif berupa sikap yang bermusuhan atas munculnya keluhan-keluhan

Page 28: Skripsi Final

15

dari pihak yang pertama, maka kondisi ini meningkat eskalasinya menjadi

situasi konflik (conflict stage), sehingga konfrontasi antar pihak-pihak

berlangsung secara diadik (diadic).

3. Pada tahap ketiga, apabila kemudian konflik antar pihak-pihak tersebut

ditunjukkan dan bawa ke arena publik (masyarakat), dan kemudian

diproses menjadi kasus perselisihan dalam institusi penyelesaian sengketa

tertentu dengan melibatkan pihak ketiga, maka situasinya telah meningkat

menjadi sengketa (dispute stage), dan sifat konfrontasi antar pihak-pihak

yang berselisih menjadi triadik (triadic).

3. Cara – Cara Penyelesaian Sengketa

Setiap bentuk masyarakat di mana pun dan kapan pun pada dasarnya

mempunyai kemampuan untuk menciptakan norma-norma dan mekanisme-

mekanisme serta membangun institusi-institusi tertentu untuk menyelesaikan

setiap sengketa yang muncul dalam masyarakat (Moore, 1978). Masyarakat

memberi makna sengketa sebagai bagian dari dinamika kehidupan sosial, dan

makna sengketa yang diberikan masyarakat juga sangat tergantung pada nilai-

nilai, kepercayaan, dan norma-norma yang dianut, serta bentuk-bentuk institusi

sosial yang dibangun untuk menyelesaikan sengketa (Roberts, 1978).

Sistem nilai, norma, politik, ekonomi, dan keyakinan sangat

mempengaruhi pilihan bentuk institusi dan model-model penyelesaian sengketa

dalam masyarakat. Institusi penyelesaian sengketa yang dikenal dalam masyarakat

paling tidak ada 2 (dua) macam, yaitu :

Page 29: Skripsi Final

16

1. Institusi penyelesaian sengketa yang bersifat tradisional, yang bersumber

dari sistem politik dan hukum rakyat dan berlangsung secara tradisional

(folk institutions);

2. Institusi penyelesaian sengketa yang dibangun dari sistem politik dan

hukum negara (state institutions).

Dalam kondisi masyarakat yang masih sederhana dan subsisten, di mana

relasi antar individu, hubungan kekerabatan dan kelompok masih kuat, maka

pilihan institusi untuk menyelesaikan sengketa diarahkan kepada institusi-institusi

penyelesaian sengketa yang bersifat kerakyatan (folk institutions), karena institusi

penyelesaian sengketa yang bersifat tradisional bermakna sebagai institusi penjaga

keteraturan sosial (social order) dan dimaksudkan untuk pengembalian

keseimbangan magis dalam masyarakat. Karena itu, makna penyelesaian sengketa

melalui institusi tradisional dengan mengacu pada hukum rakyat (folk law) lebih

ditujukan untuk mengembalikan hubungan sosial yang terganggu dan lebih dari

itu mengembalikan keseimbangan magis dalam masyarakat (win-win solution)

Sedangkan, sengketa yang terjadi dalam masyarakat yang kompleks dan modern,

di mana relasi sosial lebih bersifat individualistik, berorientasi pada perekonomian

pasar, cenderung diselesaikan melalui institusi penyelesaian sengketa yang

formal dengan mengacu pada hukum negara (state institution) yang bercirikan

legalistik. Institusi peyelesaian sengketa yang mengacu pada hukum negara

dikenal sebagai pengadilan (court institution), yang digerakkan oleh hakim-hakim

pengadilan (judges), dengan menerima, memeriksa dan memutuskan suatu

Page 30: Skripsi Final

17

sengketa untuk menyatakan pihak yang satu menang dan pihak yang lain kalah

dalam sengketa tersebut (win-lose solution) (F. von Benda-Beckmann, 1986).

Sedangkan, model-model penyelesaian sengketa yang dikenal dalam masyarakat

sederhana maupun kompleks (modern) pada pokoknya adalah :

1. Negosiasi, melalui proses kompromi antara pihak-pihak yang bersengketa,

tanpa mengundang kehadiran pihak ketiga untuk menyelesaikan sengketa

yang terjadi di antara mereka.

2. Mediasi, melalui kesepakatan antara pihak-pihak untuk melibatkan pihak

ketiga (mediator) dalam penyelesaian sengketa, walau hanya berfungsi

sebatas perantara (go-between) yang bersifat pasif, karena inisiatif untuk

mengambil keputusan sebagai wujud penyelesaian sengketanya tetap

didasarkan pada kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa.

3. Arbitrasi, melalui kesepakatan untuk melibatkan pihak ketiga yang disebut

arbitrator sebagai wasit yang memberi keputusan dan keputusan tersebut

harus ditaati dan dilaksanakan oleh pihak-pihak yang bersengketa.

4. Ajudikasi, sebagai model penyelesaian sengketa melalui institusi

pengadilan yang keputusannya mengikat pihak-pihak yang bersengketa

(Roberts, 1978).

Namun demikian, selain model-model penyelesaian sengketa seperti di atas,

dalam masyarakat dikenal juga model-model penyelesaian sengketa seperti :

1. Tindakan kekerasan (coersion), sebagai aksi yang bersifat unilateral

dengan mengandalkan kekuatan fisik dan kekerasan, seperti melakukan

Page 31: Skripsi Final

18

tindakan hukum sendiri (self-helf) atau dalam bentuk perang antar suku

(warfare).

2. Tindakan membiarkan saja (lumping it), yang dilakukan oleh salah satu

pihak dengan tidak menanggapi keluhan, gugatan, tuntutan pihak yang

lain, atau mengabaikan sengketa yang terjadi dengan pihak yang lain.

3. Tindakan penghindaran (avoidance), yang dilakukan salah satu pihak

dengan menghindari sengketa dengan pihak lain, karena sejak awal

sengketa yang bersangkutan merasa secara sosial, ekonomi, politik, dan

psikologis merasa sudah tidak berdaya untuk menghadapi pihak yang lain.

Dengan demikian, tindakan menghindari sengketa diipandang paling aman

dan menguntungkan tidak saja bagi diri sendiri, tetapi juga bagi keluarga

dan kerabat, dalam rangka menjaga hubungan sosial yang bersifat jangka

panjang (Nader & Todd, 1978

B. Sengketa Perdata

1. Pengertian Sengketa Perdata

Dalam penelitian ini penulis meneliti tentang Penyelesaian Sengketa

Perdata Dengan Cara Mediasi di Pengadilan Negeri Sleman sehingga perlu di

definisikan mengenai sengketa perdata.

Untuk dapat memberikan definisi sengketa perdata perlu di ketahui

terlebih dahulu apa itu arti dari hubungan perdata. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia arti dari hubungan perdata adalah formal yg mengatur hak, harta benda,

dan hubungan antara orang atas dasar logika; dan material yg mengatur hak, harta

benda, hubungan antar orang atas dasar kebendaan; sehingga dengan demikian

Page 32: Skripsi Final

19

dapat di ambil pengertian bahwa hubungan perdata adalah hubungan hukum

(rechtsrelatie) yaitu hubungan antara subjek hukum yang akibatnya diatur oleh

hukum yang dapat menimbulkan hak atau meleyapkan hak.

Hak-hak menurut sifatnya dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu :

1. Hak Absolut / mutlak , yaitu kekuasaan yang diberikan oleh hukum

kepada subjek hukum untuk berbuat sesuatu atau bertindak sesuatu dengan

memperhatikan kepentingannya. Hak absolut tersbut berupa Hak

kepribadian / hak diri pribadi,yaitu hak atas dirinya sendiri atau pribadi

yang diberi hukum kepada seseorang. Misalnya :

a. Misalny;Hak atas nama atau kehormatan, Hak tentang kecakapan dan

berwenang untuk bertindak dalam hukum.

b. Hak Kekeluargaaan, yaitu hak yang tibul akibat hubungan

keluarga.Misalnya, hak suami istri hak alimentasi/nafkah. hak merital

suami,dsb.

c. Hak kekayaan, yaitu hak-hak yang timbul dalam lapangan harta kekayaan

(vermogens recht). Hak atas kekayaan yang absolut ini disebut hak-hak

kebendaan (zakelijke rechten)

2. Hak Relatif / nisbi yaitu kekuasaan yang diberi hukum kepada subjek

hukum tertentu untuk berbuat, tidak berbuat sesuatu kepada subjek hukum

tertentu.

Dari penjelasan di atas dapat di tarik pengertian sengketa perdata adalah

konflik yang terjadi antar subjek hukum yang di dalamnya terdapat perselisihan

ataupun konflik hak – hak keperdataan.

Page 33: Skripsi Final

20

2. Penyelesaian Sengketa Perdata

Dalam penelitian ini penulis fokus pada bagaimana mekanisme

penyelesaian sengketa perdata di Indonesia, mekanisme penyelesaian sengketa

tersebut telah di atur dalam sistim Hukum Negara ataupun yang secara tradisional

telah menjadi sisitem yang pakai dalam kelompok masyarakat.

Sebagaimana telah di bahas di atas, pada prinsipnya penyelesaian sengketa dapat

di lakukan dengan caraNegosiasi, Mediasi, yang bersengketa, Arbitrasi ,

Ajudikasi, Beracara di Pengadilan ( Litigasi Proses ).

Dalam penyelesaian sengketa perdata proses – proses tersebut di kenal dalam dua

bentuk yaitu Litigasi Proses dan Alternatife Penyelesaian Segketa ( APS ).

3. Penyelesaian Dengan Litigasi Proses

Litigasi adalah merupakan proses gugantan atas sautu sengketa yang di

ritualisasikan yang menggantikan konflik sesungguhnya, dimana para pihak

memberikan kepada seorang pengambil keputusan ( Hakim ) atas dua pilihan yang

bertentangan( Suyud Margono,2010:17)Dalam beracara di pengadilan di atur

dengan Hukum Acara.Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang

mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan

perantaraan hakim. (Sudikno Mertokusumo ,2010:2) . Proses beracara pidana di

pengadilan adalah sebagai berikut :

a. Pandaftaran Gugatan

Tiap – tiap proses perdata di muka pengadilan ( landrad ) mulai setelah di

ajukan surat – guagat oleh penggugat atau kuasanya kepada pengadilan Kepala

Page 34: Skripsi Final

21

Pengadilan Negeri dalam daerah Hukum tempat tergugat bertempat tinggal hal ini

di atur dalam pasal 118 HIR, Jika surat gugatan telah dibuat dan telah memenuhi

syarat formal (Lihat pasal 121 ayat (4) HIR, 145 Rbg, Zegelverordening 1921),

maka surat gugatan tersebut haruslah didaftarkan ke panitera pengadilan di

wilayah pengadilan yang ingin dituju untuk mendapatkan nomor perkara dan oleh

panitera kemudian akan diajukan kepada ketua pengadilan negeri. Disarankan

bagi anda yang masih awam dengan hukum untuk mengkonsultasikan terlebih

dahulu surat gugatan anda kepada ahli hukum sebelum didaftarkan. Hal tersebut

sangat berguna untuk efisiensi waktu dan biaya penyelesaian perkara. Karena

apabila surat gugatan anda lemah dan tidak memenuhi syarat, maka lawan anda

dapat mengajukan eksepsi. Dan bila ternyata eksepsi tersebut diterima, maka

kemungkinan besar perkara anda akan dinyatakan “Niet Onvakelijkverklaard”

(tidak dapat diterima) oleh majelis Hakim, yang dapat menyebabkan waktu dan

biaya anda akan terbuang percuma karena harus mengajukan gugatan baru lagi.

b. Pengajuan Gugatan

Langkah selanjutnya adalah mengajukan gugatan di tempat yang tepat.

Untuk menentukan pengadilan yang tepat untuk mengadili perkara yang diajukan,

maka haruslah berdasarkan kompetensi absolute dan kompetensi relative yang ada

sehingga perkara perdata tersebut dapat segera cepat ditangani. Bila salah

mengajukan gugatan maka dapat menyebabkan gugatan “Niet

Onvakelijkverklaard” (tidak dapat diterima) oleh pengadilan

Page 35: Skripsi Final

22

c. Persiapan Sidang

Dengan surat penetapan, Hakim yang menangani perkara akan

menentukan hari sidang dan melalui juru sita akan memanggil para pihak agar

menghadap ke pengadilan pada hari yang telah ditetapkan. Apabila Penggugat

tidak hadir pada persidangan pertama maka Penggugat dianggap menggugurkan

gugatan yang telah dibuat. Dan apabila Tergugat yang tidak hadir pada

persidangan, setelah terlebih dahulu dipanggil tiga kali oleh juru sita, maka

gugatan Penggugat dapat dikabulkan dengan putusan verstek.

d. Persidangan

Susunan persidangan perdata yang lazim adalah sebagai berikut :

Sidang Pertama Pada sidang pertama Hakim akan membuka persidangan dengan

menanyakan identitas para pihak, kemudian mengusahakan dan menghimbau para

pihak untuk melakukan mediasi/perdamaian. Bila mediasi tidak tercapai maka

persidangan akan dilanjutkan ke tahap berikutnya. Namun bila mediasi tercapai

maka akan dibuat akta perdamaian dan persidangan selesai.

Sidang Kedua Pada sidang kedua agendanya adalah penyerahan jawaban dari

pihak Tergugat atas gugatan dari pihak Penggugat. Jawaban dibuat rangkap 3

(tiga) untuk Penggugat, Hakim, dan arsip Tergugat sendiri.

Sidang Ketiga Agenda sidang ketiga adalah penyerahan Replik. Replik adalah

tanggapan Penggugat terhadap jawaban dari Tergugat.

Sidang Keempat Agenda sidang keempat adalah penyerahan Duplik. Duplik

adalah tanggapan Penggugat terhadap Replik.

Page 36: Skripsi Final

23

Sidang Kelima Agenda sidang kelima adalah acara pembuktian oleh pihak

Penggugat terhadap dalil-dalil (posita) yang telah ia kemukakan sebelumnya

untuk menguatkan gugatanya.

Sidang Keenam Agenda sidang keenam adalah acara pembuktian oleh pihak

Tergugat untuk menguatkan jawabanya.

Sidang Ketujuh Agenda sidang ketujuh adalah penyerahan kesimpulan oleh para

pihak sebagai langkah akhir untuk menguatkan dalil masing-masing sebelum

hakim menjatuhkan putusan.

Sidang Kedelapan Agenda sidang kedelapan adalah putusan Hakim.

e. Eksekusi

Eksekusi adalah pelaksanaan putusan hakim dalam sengketa perdata. Setelah

Hakim membacakan putusan dan membagikannya kepada para pihak, maka saat

itu jugalah putusan tersebut berlaku dan dapat dilaksanakan eksekusi. Terdapat 3

(tiga) jenis pelaksanaan putusan eksekusi :

Eksekusi untuk membayar sejumlah uang ( pasal 196 HIR dan pasal 208Rbg)

Eksekusi untuk melakukan suatu perbuatan ( pasal 225 HIR dan pasal 259 Rbg)

Eksekusi Riil ( pasal 1033 Rv)

f. Upaya Hukum

Apabila saat menerima putusan terdapat salah satu pihak yang merasa

tidak puas terhadap hasil putusan yang ada, maka pihak tersebut dapat melakukan

upaya hukum. Terdapat 4 (empat) upaya hukum, yaitu : Banding Kasasi

Peninjauan Kembali (PK)

Page 37: Skripsi Final

24

1. Penyelesaian Sengketa Non Litigasi

a. Arbitrase

Lembaga arbitrase melalui tenaga ahli sebagai pengganti Hakim

berdasarkan Undang-Undang mengganti dan memutus suatu sengketa antar pihak-

pihak yang berselisih. Arbitrase merupakan suatu penyelesaian sengketa diluar

Pengadilan, oleh para wasit yang dipilih kedua belah pihak untuk bersengketa.

Untuk menyelesaikan melalui jalur hukum yang putusannya diakui sebagai

putusan terakhir dan mengikat. Syarat utama agar putusan dapat diselesaikan

melalui badan abritrase adalah adanya persetujuan pihak-pihak yang bersengketa

bahwa sengketa mereka akan diselesaikan melalui arbitrase maka pada posisi

tersebut berlaku asas pancta sun servada .

Hakikat dari arbitrase adalah para wasit yang di pilih kedua telah pihak

untuk bersengketa. Untuk menyelesaikan melalui jalur hukum yang putusannya

diakui sebagai putusan terakhir dan mengikat. Syarat utama agar putusan dapat

diselesaikan melalui badan arbitrase adalah adanya persetujuan pihak-pihak yang

bersengketa bahwa sengketa mereka akan diselesaikan melalui arbitrase. Hakikat

dari arbitrae adalah yurisdiksi (Krisna Harahap, 2008:148)

Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum

yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para

pihak yang bersengketa (Sudikno Mertokusumo,2002: 57)

Page 38: Skripsi Final

25

b. Alternatif penyelesaian sengketa

Sengketa atau konflik merupakan bagian dari proses interaksi antar

manusia. Setiap individu atau pihak yang mengalami sengketa akan berusaha

menyelesaikannya menurut cara-cara yang dipandang paling tepat. Secara

dikotomi cara-cara penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh itu meliputi dua

kemungkinan, yaitu melalui penegakan hukum formal oleh lembaga peradilan

atau proses diluar peradilan yang mengarah pada pendekatan kompromi

(Muhammad Jamin,1995:32).

Pada awal pengembangan Alternative Dispute Resolution (ADR) muncul

pola pikir perlunya pengintegrasian komponen ADR ke dalam undang-undang

mengenai arbitrase. Pemikiran tersebut dimaksudkan untuk menjadikan ADR

sebagai bentuk alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang dapat

berkembang pesat dan sesuai dengan tujuannya.

Pembentukan ADR sebagai alternatif penyelesaian sengketa tidak cukup

dengan dukungan budaya musyawarah atau mufakat dari masyarakat, tetapi perlu

pengembangan dan pelembagaan yang meliputi perundang-undangan untuk

memberikan landasan hukum dan pembentukan asosiasi profesi atau jasa

profesional (Suyud Margono, 2004: 106). Pengertian Alternatif Penyelesaian

Sengketa ditur dalm pasal 70 Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tentang

arbitrase dan Alternative Penyelesaian Sengketa menentukan bahwa terhadap

putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila

putusan-putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

Page 39: Skripsi Final

26

1) Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan

dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu.

2) Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan,

yang disembunyikan oleh pihak lawan.

3) Putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu dalam

penyelesaian sengketa.

Kesepakatan di luar Pengadilan juga diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung

No 1 Tahun 2008 (PERMA) pasal 23 yaitu sebagai berikut

1) Para pihak dengan bantuan mediator besetifikat yang berhasil

menyelesaikan sengketa di luar Pengadilan dengan kesepakatan

perdamaian dapat mengajukan kesepakatan perdamaian tersebut ke

Pengadilan yang berwenang untuk memperoleh akata perdamaian dengan

cara mengajukan gugatan.

2) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus di sertai

atau dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan dokumen-dokumen

yang membuktikan ada hubungan hujum para pihak dengan obyek

sengketa.

3) Hakim di hadapkan para pihak hanya akan menguatkan kesepakatan

perdamaian dalam bentuk akta perdamaian apabila kesepakatan

perdamaian tersebut memenuhi syaratsyarat sebagai berkut :

a) Sesuai kehendak para pihak;

b) Tidak bertentangan dengan hukum;

c) Tidak merugikan pihak ketiga;

Page 40: Skripsi Final

27

d) Dapat dieksekusi;

e) Dengan itikad baik

C. Mediasi

1. Pengertian Tentang Mediasi

Pengertian mediasi Menurut pendapat Moore C.W dalam naskah

akademis mediasi, mediasi adalah interensi terhadap suatu sengketa atau

negoisasi oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak mempunyai kewenangan

untuk mengambil keputusan dalam memantu para pihak yang berselisih dalam

upaya mencari kesepakatan secara sukarela dalam menyelesaikan permasalahan

yang disengketakan (Susanti A.N,2007:1). Mediasi adalah upaya para pihak

yangbersengketa untuk menyelesaikan sengketa melalui perundingan dengan

bantuan pihak lain yang netral (Muhammad Jamin,1995:32). ). Kesimpulan

mediasi apabila diuraikan mengandung unsur- unsur sebagai berikut:

1) Mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan asas

kesukarelaan melalui suatu perundingan.

2) Mediator yang terlibat bertugas membantu para pihak yang bersengketa

untuk mencari penyelesaian,

3) Mediator yang terlibat harus diterima oleh para pihak yang bersengketa.

4) Mediator tidak boleh memberi kewenangan untuk mengambil

keputusan selama perundingan berlangsung.

5) Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesimpulan

yang dapat diterima dari pihak-pihak yang bersengketa (Gunawan Widjaja

,2004:59).

Page 41: Skripsi Final

28

2. Prinsip – Prinsip Mediasi

Prinsip-prinip mediasi yang digunakan pada dasarnya adalah sebagai

berikut:

1) Kewajiban partisipasi seluruh pihak dalam prose mediasi.

2) Upaya maksimal untuk mencapai mufakat.

3) Penggunaan pendekatan rekturisasi dengan pola best commerciaal

practice.

4) Menghormati hak-hak para pihak yang terkait.

Dari penjelasan diatas dapat dijelaskan tentang karakteristik dari prinsip

dalam suatu mediasi yaitu :

a. Accessible

Setiap orang yang membuthkan dapat menggunakan mediasi, tidak ada

suatu prosedur yang kaku dalam kaitannya dengan karakteristik antara

mediasi yang satu dengan yang lainnya.

b. Voluntary

Setiap orang yang mengambil bagian dalam proses mediasi harus sepakat

dan dapat memutuskan setiap saat apabila ia menginginkan mereka

tidak dapat memaksa untuk dapat menerima suatu hasil mediasi apabila

dia merasa hasil mediasi tidak menguntungkan atau memuaskan dirinya.

c. Confidential

Para pihak ingin merasa bebas untuk menyatakan apa saja dan menjadi

terbuka untuk kepentingan mediasi.

Page 42: Skripsi Final

29

d. Fasilitative

Mediasi merupakan kreatifitas dan pendekatan pemecahan masalah

terhadap persoalan yang dihadapi dan bergantung pada mediator untuk

membantu para pihak mencapai kesepakatan dengan tetap dan tidak

dapat memihak (Muchamad Zainudin,2 :2008)

3. Dasar Hukum Mediasi

Dasar hukum mediasi adalah Undang-Undang No.4 Tahun 2004 pasal 16

ayat (2) tentang kekusaan kehakiman yang berbunyi ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata

dengan cara perdamaian. Undang- Undang No 30 Tahun 1990 tentang

arbitrese dan alternatif penyelesaian sengketa, yang lebih mempertegas

keberadaan lembaga mediasi sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengketa.

Menurut ketentuan dari peraturan Mahkamah Agung bahwa setelah

dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan prosedur mediasi di Pengadilan

berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 2 Tahun

2003 ternyata ditemukan beberapa permasalahan yang bersumber dari

Peraturan Mahkamah Agung Tersebut, sehingga Peraturan Mahkamah Agung

Republik Indonesia No 2 Tahun 2003 direvisi dengan maksud untuk lebih

mendayagunakan mediasi yang terkait dengan proses berperkara diPengadilan.

Sehingga PeraturanMahkamah agung No 2 Tahun 2003 diubah menjadi

Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di

Pengadilan (Perma No 1 Tahun 2008).

Page 43: Skripsi Final

30

4. Tujuan Mediasi

Mediasi mempunyai suatu tujuan-tujuan. Adapun tujuan dari mediasi

adalah sebagai berikut:

1) Mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima oleh para

pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.

2) Merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan

perundingan atau negosiasi.

3) Mediasi lazimnya terjadi setelah para pihak yang bersengketa melakukan

negosiasi (dan gagal mencapai kesepakatan). Karena itu sering dinyatakan

bahan mediasi adalah merupakan suatu negosiasi dengan melibatkan

pihak ketiga yang memiliki pengetahuan tentang prosedur negosiasi

yang efektif dan berfungsi membantu para pihak yang bersengketa

mengkoordinasikan negoisinya agar berjalan efektif dan efisien.

Tujuan mediasi dalam hal ini dibagi menjadi dua bagian yaitu tujuan

utama dan tujuan tambahan. Yang dimaksud dengan tujuan utama yaitu

membantu mencarikan jalan keluar atau alternative penyelesaian atas sengketa

yang timbul diantara para pihak yang disepakati dan dapat diterima oleh para

pihak yang bersengketa.

Dengan demikian proses negosiasi adalah proses yang forward looking

dan bukan backward looking. Yang hendak dicapai bukanlah mencari

kebenaran dan atau dasar hukum yang diterapkan namun kepada penyelesaian

masalah.´ the goal is not truth finding or low imposing but problem

solving´(Lovenheim, 1996: 1.4).

Page 44: Skripsi Final

31

Sedangkan untuk tujuan tambahan disini yaitu dengan melalui proses

mediasi diharapkan dapat dicapai terjalinnya komunikasi yang lebih baik

diantara para pihak yang bersengketa dan menjadikan para pihak yang

bersengketa dapat mendengar, memahami alasan atau penjelasan atau

argumentasi yang menjadi dasar atau pertimbangan pihak lain. Dengan adanya

pertemuan tatap muka, diharapkan dapat mengurangi rasa marah atau

bermusuhan antara pihak-pihak yang satu dengan yang lainnya´( Lovenheim,

1996: 1.4).

5. Proses Mediasi

Dalam suatu mediasi dijelaskan tentang tahap-tahap proses mediasi

sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung berlangsung No 1 Tahun 2008 pada

bab III pasal 13 tentang penyerahan resume perkara dan lama proses mediasi

sebagai berikut:

1) Dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah para pihak menunjuk

mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan

resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator.

2) Dalam waktu paling sedikit 5 hari kerja setelah para pihak gagal memilih

mediator, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara

kepada hakim mediator yang ditunjuk.

3) Proses mediasi berlangsung paling lama 40 hari keja sejak mediator

dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim

sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (5) dan (6).

Page 45: Skripsi Final

32

4) Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu proses mediasi dapat

dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi.

5) Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan

perkara.

6) Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat

dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi

Proses mediasi dalam hal ini di bagi menjadi dua tahap yaitu pra

mediasi dan tahap mediasi, yang mana sudah diatur dalam PERMA No 1

Tahun 2008 yaitu :

a. Pra Mediasi

Pada hari sidang yang telah ditentukan yang telah ditentukan oleh

kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk melakukan

mediasi. Kehadiran dari pihak turut Tegugat tidak menghalangi

pelaksanaan mediasi, sehingga hakim melalui kuasa hukum atau

langsung kepada para pihak mendorong para pihak untuk berperan

langsung atau aktif dalam proses mediasi.kuasa hukum para pihak

berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif

dalam proses mediasi. Hakim wajib menunda proses persidangan perkara

untuk memberikan kesempatan kepadan para pihak menempuh mediasi

dan hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam perma ini kepada

para pihak yang bersengketa

Page 46: Skripsi Final

33

b. Tahap Mediasi

Ketika para pihak sepakat untuk melakukan proses mediasi, yang mana

para pihak berkehendak untuk mencapai kesepakatan penyelesaian atas

sengketanya. Mediasi akan berjalan dengan kondisi-kondisi sebagai

berikut :

1) Mediator adalah seorang fasilitator yang akan membantu para pihak

untuk mencapai kesepakatan yang dikehendaki oleh para pihak.

2) Mediator tidak memberi nasehat atau pendapat hukum.

3) Para pihak yang bersengketa dapat meminta pendapat par ahli baik

dari sisi hukum lainnya selama proses mediasi berlangsung.

4) Mediator tidak dapat bertindak sebagai penasehat hukum terhadap

salah satu pihak dalam kasus yang sama ataupun yang berhubungan

dan ia juga tidak dapat bertindak sebagai arbiter atau kasus yang sama.

5) Para pihak paham agar proses mediasi dapat berjalan dengan baik

maka diperlukan proses komunikasi yang terbuka dan jujur,

selanjutnya segala bentuk negosiasi dan pernyataan baik tertulis

maupun lisan yang dibuat dalam proses mediasi akan diperlukan

sebagai informasi yang bersifat tertutup dan rahasia

Kovach ( Kimberlee K Kovach dalam Suyud Margono, 2004 :64)

membagi proses mediasi ke dalam 9 tahapan berikut :

1) Penataan atau pengaturan awal.

2) Pengantar atau pembukuan oleh meditor,

3) Pernyataan pembukan oleh para pihak,

Page 47: Skripsi Final

34

4) Pengumpulan informasi,

5) Identifikasi masalah, penyusunan agenda dan kaukus,

6) Membangkitkan pilihan-pilihan pemecahan masalah

7) Melakukan tawar-menawar,

8) Kesepakatan,

9) Penutupan,

D. Tinjauan Tentang Mediator

1. Pegertian Mediator

Pengertian Mediator menurut Muchammad Zainudin adalah pihak

ketiga yang terlibat dalam suatu proses negosiasi atas permintaan para pihak

secara sukarela dan harus bersikap netral (Muchammad Zainudin,2008 :4).

Menurut Peraturan Mahkmah Agung No 1 Tahun 2008 mediator adalah pihak

netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari

berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus

atau menyelesaikan sebuah penyelesaian (PERMA NO 1 TAHUN 2008).

2. Fungsi Mediator

Mediator sebagai penengah dalam suatu proses mediasi mempunyai

fungsi tersendiri sebagai seorang mediator. Fungsi yang dimaksud adalah sebagai

berikut:

1) Memperbaiki kelancaran komunikasi antara para pihak yang biasanya

ada hambatan dan sekat-sekat pikologis.

Page 48: Skripsi Final

35

2) Mendorong terciptanya suasana yang kondusif untuk memulai negosiasi

yang fair.

3) Secara tidak langsung mendidik para pihak atau memberi wawasan

tentang proses dan substansi negosiasi yang sedang berlangsung.

4) Mengklarifikasi masalah-masalah substansial dan kepentingan masing-

masing para pihak.

3. Peran mediator dalam proses mediasi

Berbagai peran mediator dalam proses mediasi secara deskripsi meliputi:

1) Mengontrol proses dan menegaskan aturan dasar.

2) Mempertahankan struktur dan momentum dalam negosiasi

3) Menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan diantara para pihak.

4) Menerangkan proses dan mendidik para pihak dalam komunikasi yang

baik.

5) Menguatkan suasana komunikasi.

6) Membantu para pihak untuk menghadap situasi dan keanyataan.

7) Memfasilitas creatif problem-solving diantara para pihak.

8) Mengakhiri proses bilamana sudah tidak lagi produktif.

Berkaitan dengan fungsi dan peran mediator yang sangat penting dalam

proses mediasi di Pengadilan Negeri, Mahkamah Agung diharapkan dapat

segera mengadakan pelatihan-pelatihan untuk para hakim di Pengadilan Negeri di

daerah-daerah, sehingga para hakim yang menjadi moderator mendapat wawasan

yang cukup untuk untuk melaksanakan mediasi, para hakim mediator diharapkan

untuk mempelajari lebih dalam mengenai mediasi.

Page 49: Skripsi Final

36

Mengingat waktu yang digunakan untuk mediasi dengan moderator dari

dalam pengadilan hanya 22 hari, maka diharapkan para hakim mediator dapat

menyusun strategi yang tepat sehingga lebih bisa memanfaatkan waktu dengan

baik.

Dalam proses sebuah mediasi, mediator menjalankan peran untuk

menengahi para pihak yang bersengketa. Peran ini diwujudkan melalui tugas

mediator yang secara aktif membantu para pihak dalam memberi

pemahamannya yang benar tentang sengketa yang mereka hadapi dan

memberikan alternative, solusi yang terbaik bagi penyelesaian sengketa yang

harus dipatuhi. Prinsip ini kemudian menuntut mediator adalah orang yang

memiliki pengetahuan yang cukup luasa tentang bidang-bidang terkait yang di

persengketakan oleh para pihak (kabarbbas.wordpress.com). Selain itu peran

mediator adalah membantu para pihak untuk mencapai kesepakatan, antara lain

dengan cara penyampaian saran- saran substantif tentang pokok sengketa.

Menurut pendapat dari Gary Goodspaster dalam bukunya ”Panduan

Negosiasi dan Mediasi” menyimpulkan peran penting mediator adalah:

1) Melakukan diagnosa konflik

2) Indentifikasi masalah serta kepentingan-kepentingan kritis

3) Menyusun agenda

4) Mempelancar dan mengendalikan komunikasi

5) Mengajar para pihak dalam proses dan keterampilan tawarmenawar

6) Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting

7) Penyelesaian masalah untuk menciptakan pilihan-pilihan

Page 50: Skripsi Final

37

8) Diagnosis sengketa untuk memudahkan penyelesian. (Gery Goodspaster,

1999:253).

BAB III

DISKRIPSI OBEK PENELITIAN

Page 51: Skripsi Final

38

A. Diskripsi Wilayah Secara Umum

1. Wilayah

Penelitian ini di lakukan di Pengadilan Negeri Sleman yang berda pada

wilayah Administrasi kabupaten Sleman. Kabupaten Sleman, terletak di Daerah

Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Ibukota di Sleman. Kabupaten ini berbatasan

dengan Provinsi Jawa Tengah di utara dan timur, Kabupaten Gunung Kidul,

Kabupaten Bantul, dan Kota Yogyakarta di selatan, serta Kabupaten Kulon Progo

di barat. Sleman dikenal sebagai asal buah salak pondoh. Berbagai perguruan

tinggi yang ada di Yogyakarta sebenarnya secara administratif terletak di wilayah

kabupaten ini, diantaranya Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri

Yogyakarta, Universitas Islam Negeri (IAIN Sunan Kalijaga) Yogyakarta,

Universitas Islam Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Universitas

Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta, Universitas Atmajaya Yogyakarta,

dan STIE YKPN Yogyakarta.

Pusat pemerintahan di Kabupaten Sleman, yang berada di jalur utama

antara Yogyakarta - Semarang. Dengan Pendapatan Asli Daerah Rp.

52.978.731.000,- (2005) Kabupaten Sleman merupakan Kabupaten Terkaya di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bagian utara kabupaten ini merupakan

pegunungan, dengan puncaknya Gunung Merapi di perbatasan dengan Jawa

Tengah, salah satu gunung berapi aktif yang paling berbahaya di Pulau Jawa.

Sedangkan di bagian selatan merupakan dataran rendah yang subur. Di antara

sungai-sungai besar yang melintasi kabupaten ini adalah Kali Progo (membatasi

Page 52: Skripsi Final

39

kabupaten Sleman dengan Kabupaten Kulon Progo), Kali Code, dan Kali Tapus

(sumber: Wikipedia Indonesia).

Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Sleman, berbatas:

1. Sebelah Utara : Gunung Merapi

2. Sebelah Timur : PN. Klaten (Kabupaten Klaten)/PN. Boyolali

(Kabupaten Boyolali)

3. Sebelah Selatan : PN. Yogyakarta (Kota Yogyakarta)/ Bantul

(Kabupaten Bantul)

4. Sebelah Barat : PN Mungkid (Kabupaten Magelang)/PN.

Wates (Kabupaten Kulon Progo).

2. Sejarah

Keberadaan Kabupaten Sleman dapat dilacak pada Rijksblad No. 11

Tahun 1916 tanggal 15 Mei 1916 yang membagi wilayah Kasultanan Yogyakarta

dalam 3 Kabupaten, yakni Kalasan, Bantul, dan Sulaiman (yang kemudian disebut

Sleman), dengan seorang bupati sebagai kepala wilayahnya. Dalam Rijksblad

tersebut juga disebutkan bahwa kabupaten Sleman terdiri dari 4 distrik yakni :

Distrik Mlati (terdiri 5 onderdistrik dan 46 kalurahan), Distrik Klegoeng (terdiri 6

onderdistrik dan 52 kalurahan), Distrik Joemeneng (terdiri 6 onderdistrik dan 58

kalurahan), Distrik Godean (terdiri 8 onderdistrik dan 55 kalurahan). Berdasarkan

Perda No.12 Tahun 1998, tanggal 15 Mei tahun 1916 akhirnya ditetapkan sebagai

hari jadi Kabupaten Sleman.

Page 53: Skripsi Final

40

Menurut Almanak, hari tersebut tepat pada Hari Senin Kliwon, Tanggal 12

Rejeb Tahun Je 1846 Wuku Wayang.Beberapa tahun kemudian Kabupaten

Sleman sempat diturunkan statusnya menjadi distrik di bawah wilayah Kabupaten

Yogyakarta. Dan baru pada tanggal 8 April 1945, Sri Sultan Hamengkubuwono

IX melakukan penataan kembali wilayah Kasultanan Yogyakarta melalui

Jogjakarta Koorei angka 2 (dua). Penataan ini menempatkan Sleman pada status

semula, sebagai wilayah Kabupaten dengan Kanjeng Raden Tumenggung

Pringgodiningrat sebagai bupati. Pada masa itu, wilayah Sleman membawahi 17

Kapenewon/Kecamatan (Son) yang terdiri dari 258 Kalurahan (Ku). Ibu kota

kabupaten berada di wilayah utara, yang saat ini dikenal sebagai desa Triharjo.

Melalui Maklumat Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5

tahun 1948 tentang perubahan daerah-daerah Kelurahan, maka 258 Kelurahan di

Kabupaten Sleman saling menggabungkan diri hingga menjadi 86 kelurahan/desa.

Kelurahan/Desa tersebut membawahi 1.212 padukuhan (sumber: Wikipedia

Indonesia).

3. Sosial Budaya

Penduduk Kabupaten Sleman sebagian merupakan pendatang dari

berbagai daerah maupun propinsi, ini disebabkan Kabupaten Sleman memiliki

banyak perguruan tinggi, khususnya Universitas Gajah Mada dan tempat-tempat

wisata. Sehingga masyarakat Kabupaten Sleman bisa digolongkan menjadi

masyarakat perkotaan, pedesaan dan pegunungan. Namun ini tidak menjadikan

masyarakat Kabupaten Sleman menjadi terpecah-pecah tetapi tetap menjunjung

persatuan dan tidak meninggalkan tradisi yang sudah ada sejak dulu misalnya

Page 54: Skripsi Final

41

gotong-royong, kesenian daerah, upacara adat dll. Ini bisa dibuktikan dengan

keadaan penduduk Kabupaten Sleman yang senantiasa tercipta kondisi yang aman

dan nyaman. Kabupaten Sleman sendiri merupakan Kabupaten yang paling

menonjol di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

B. Diskripsi Lembaga Secara Umum

1. Sejarah Lembaga

Awal berdirinya Pengadilan Negeri sleman tahun 1972 yang pada waktu itu

terletak di jalan Magelang Km. 5 dusun Kuru Tegal Kelurahan Sinduadi Mlati

Sleman, dan menyewa pada rumah penduduk yaitu di rumah Orang tua Bapak

Wandi, hal ini berlangsung sampai dengan tahun 1976.

Pada hari selasa kliwon tanggal 3 agustus 1976 gedung Pengadilan negeri

Sleman diresmikan berdiri diatas tanah seluas 2730 M2 yang terletak di jalan

Beran (sekarang jl. Merapi), Kelurahan Tridadi, Kecamatan Sleman, Yang kala itu

menempati Gedung seluas 500 M2 yang terdiri dua lantai dimana hanya ada dua

ruang sidang (ruang sidang atas dan ruang sidang bawah)dan diresmikan oleh

Direktur Jenderal Pembinaan Badan Peradilan umum Departemen Kehakiman

Bapak SOEROTO.,SH, dengan didukung 20 orang personel dengan ketua pada

saat itu Bapak OEMAR SANUSI.,SH, Panitera Bapak SOEPONO,BcHK; dan 5

orang hakim.

Sebelum Tahun 1972 wilayah hukum Pengadilan Negeri Sleman masih bergabung

menjadi satu dengan wilayah hukum Pengadilan Negeri Yogyakarta yang pada

saat itu Pengadilan Negeri Yogyakkarta terletak di Jln. Trikora (sekarang untuk

kantor BAPAS).

Page 55: Skripsi Final

42

Dengan diresmikannya Gedung Pengadilan Negeri Sleman pada Tahun

1976, maka wilayah Hukum Pengadilan Negeri Sleman adalah seluruh wilayah

Kabupaten sleman yang terdiri dari 86 Kelurahan/desa; 17 kecamatan yang

menjadi cakupan wilayah hukum Pengadilan Negeri sleman sampai dengan

sekarang.

Perjalanan Pengadilan Negeri Sleman sejak 1972 - 1976 (peresmian),

sampai dengan saat ini mengalami perkembangan-perkembangan yang mengarah

pada suatu kemajuan baik dilihat dari segi fisik gedung.Sejak 1976 telah dan

selalu mengalami perubahan, diman pada tahun 1978 ada perluasan penambahan

gedung seluas 222 M2, yaitu ada penambahan 1 Ruang sidang dan Ruang Panitera

Pengganti;pada tahun 1983 ada perluasan gedung lagi yaitu dibangunnya gedung

sebelah barat satu lantai seluas 550 M2, sehingga terdapat empat ruang sidang dan

pada saat itu Klas Pengadilan Negeri Sleman adalah klas II, hal ini berlangsung

sampai dengan tahun 1999, dan pada tahun 1999 Pengadilan Negeri Sleman

diusulkan untuk kenaikan klas oleh ketua Pengadilan Negeri Sleman pada waktu

itu Bapak HARJOTO,SH, dan sesuai SK Menkeh RI no : 03.AT.01.05.TH 1999

Pengadilan Negeri Sleman menjadi Pengadilan Negeri Klas IB dan diresmikan

pada bulan Juli Tahun 2000.

Dalam perjalanan perkembangan fisik gedung Pada Tahun 2007, fisik

gedung telah menyesuaikan dengan rencana Prototype gedung peradilan sesuai

ketetapan Mahkamah Agung RI dan disempurnakan dalam tahun anggaran 2012

dan tahun 2012 sehingga gedung Pengadilan Negeri Sleman sempurna sesuai

Prototype yang ditentukan.

Page 56: Skripsi Final

43

2. Tugas Pokok Dan Dungsi

Pengadilan Negeri Sleman selaku salah satu kekuasaan kehakiman di

lingkungan Peradilan Umum mempunyai tugas dan kewenangan sebagaimana

disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, dalam Pasal 50

menyatakan : Pengadilan Negeri bertugas dan berwewenang memeriksa, memutus

dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama, dalam

Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan : Pengadilan dapat memberikan

keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kekpada instansi

pemerintah didaerahnya, apabila diminta dan selain bertugas dan kewenangan

tersebut dalam Pasal 50 dan 51, Pengadilan dapat diserahi tugas dan kewenangan

lain atau berdasarkan Undang-Undang.

3. Prosedur Beracara Perdata di PN. Sleman

a. Para Pihak

Dalam perkara perdata setidaknya ada 2 (dua) pihak, yakni pihak

Penggugat dan pihak Tergugat. Tetapi dalam hal-hal tertentu secara kasuistis ada

pihak Turut Tergugat. Penggugat adalah orang atau pihak yang merasa dirugikan

haknya oleh orang atau pihak lain (Tergugat). Tergugat adalah orang atau pihak

yang dianggap telah merugikan hak orang atau pihak lain (Penggugat), sedangkan

Turut Tergugat adalah orang atau pihak yang tidak berkepentingan langsung

dalam perkara tersebut, tetapi ada sangkut pautnya dengan pihak atau obyek

perkara yang bersangkutan.

Page 57: Skripsi Final

44

Selain pihak Penggugat, Tergugat dan Turut Tergugat dalam hal-hal

tertentu secara kasuistis terdapat pihak ketiga yang berkepentingan yang turut

campur atau mencampuri (intervensi) ke dalam sengketa yang sedang berlangsung

antara Penggugat dan Tergugat, dalam bentuk voeging (menyertai), tussenkomst

(menengahi) dan vrijwarin garantie (penanggungan/pembebasan).

Baik Penggugat, Tergugat, Turut Tergugat maupun Pihak Ketiga yang

berkepentingan, kesemuanya merupakan subyek hukum yang terdiri dari orang

perseorangan (natuurlijk persoon) dan badan hukum (rechtspersoon).

b. Pembuatan dan Penyusunan Surat Gugatan

Surat gugatan merupakan dasar bagi hakim untuk memeriksa, mengadili

dan memutus perkara perdata, oleh karena itu surat gugatan tidak boleh cacat

hukum, atau dengan kata lain surat gugatan haruslah sempurna. Surat gugatan

yang tidak sempurna berakibat tidak menguntungkan bagi pihak Penggugat,

karena hakim akan menjatuhkan putusan bahwa gugatan dinyatakan tidak dapat

diterima (niet onvankelijk verklaard).

HIR maupun R.Bg hanya mengatur tentang cara mengajukan gugatan,

sedangkan tentang persyaratan mengenai isi gugatan tidak mengaturnya.

Persyaratan mengenai isi gugatan dapat diketemukan dalam Pasal 8 No.3 Rv yang

pada pokoknya berisikan :

1) Identitas Para Pihak

Page 58: Skripsi Final

45

Di dalam surat gugatan harus diuraikan secara jelas, tegas dan lengkap

identitas dari masing-masing pihak, baik Penggugat, Tergugat maupun Turut

Tergugat, yang menyangkut tentang nama lengkap, jenis kelamin, usia, agama,

pekerjaan dan alamat tempat tinggal (domicili). Kesalahan dalam menentukan

identitas pihak dapat berakibat gugatan salah alamat (error in subjecto)

2) Posita/Fundamentum Petendi

Posita atau fundamentum petendi adalah uraian-uraian yang menjadi dasar

dan alasan diajukannya gugatan maupun tuntutan. Penggugat dalam menyusun

gugatan harus menguraikan secara jelas tentang obyek sengketa, hubungan hukum

(korelasi yuridis) antara subyek dan obyek sengketa, alas hak yang dijadikan dasar

dan alasan untuk menuntut obyek sengketa, kerugian-kerugian yang timbul (bila

ada) harus diperinci. Surat gugatan yang disusun secara tidak jelas atau kabur

(obscuur libel), berakibat hakim akan menjatuhkan putusan bahwa gugatan

dinyatakan tidak dapat diterima

3) Tuntutan (Petitum)

Tuntutan atau petitum adalah segala sesuatu yang oleh Penggugat diminta

(dituntut) dan diharapkan akan dikabulkan dalam putusan hakim. Oleh karena itu

tuntutan yang diajukan oleh Penggugat harus jelas dan tegas dengan mendasarkan

pada posita yang ada. Berdasarkan Pasal 178 HIR, hakim dalam putusannya

dilarang mengabulkan hal-hal yang tidak dituntut oleh Penggugat (Asas Ultra

Petita).

Page 59: Skripsi Final

46

c. Penandatanganan Surat Gugatan

Surat gugatan yang telah dibuat dan disusun oleh Penggugat harus

ditandatangani sendiri oleh Penggugat atau Kuasa Hukumnya, apabila Penggugat

bermaksud mewakilkan kepada orang lain. Surat gugatan tidak perlu dibubuhi

meterai, oleh karena berdasarkan Pasal 164 HIR, surat gugatan bukan merupakan

alat bukti, tetapi justru nantinya yang harus dibuktikan di persidangan. Meterai

diperlukan untuk pengajuan alat bukti tertulis (surat), artinya terhadap alat bukti

tertulis (surat) yang akan diajukan sebagai alat bukti di persidangan, harus difoto

copy kemudian ditempeli meterai 6000 dan ditandatangani oleh pejabat pos yang

berwenang untuk itu (nachzegelen).

Apabila Penggugat bermaksud mewakilkan kepada orang lain, maka

pembuatan atau penyusunan dan penandatanganan surat gugatan dapat dilakukan

oleh orang lain yang ditunjuk atas dasar pemberian kuasa. Surat yang dipakai

dasar bagi Penggugat atau Tergugat/Turut Tergugat untuk mewakilkan kepada

orang lain yang ditunjuk dalam penanganan perkara perdata disebut surat kuasa

khusus.

Orang lain yang ditunjuk oleh Penggugat atau Tergugat/Turut Tergugat

untuk mewakili kepentingannya di pengadilan dibedakan antara yang memiliki

hubungan keluarga dengan Penggugat atau Tergugat/Turut Tergugat dan yang

tidak memiliki hubungan keluarga. Orang lain yang memiliki hubungan keluarga

dengan Penggugat atau Tergugat/Turut Tergugat dan ditunjuk untuk mewakili

kepentingan Penggugat atau Tergugat/Turut Tergugat di pengadilan berkedudukan

sebagai pemegang atau penerima kuasa dan kuasa yang telah diterima tersebut

Page 60: Skripsi Final

47

dinamakan kuasa insidentil. Sedangkan orang lain yang tidak memiliki hubungan

keluarga dengan Penggugat atau Tergugat/Turut Tergugat, berdasarkan UU No.18

tahun 2003, Tentang Advokat yang boleh bertindak untuk mewakili kepentingan

Penggugat atau Tergugat/ Turut Tergugat hanya Advokat.

d. Biaya Perkara

Berperkara di pengadilan pada asasnya dikenakan biaya perkara, kecuali bagi

mereka yang termasuk golongan tidak mampu yang dibuktikan dengan surat

keterangan tidak mampu dari pejabat yang berwenang untuk itu (Kepala

Desa/Lurah dan direkomendasi oleh Camat) dapat berperkara secara Cuma-Cuma

(prodeo).

Adapun biaya perkara yang harus dipersiapkan dan dibayar oleh Penggugat atau

melalui Kuasa/Kuasa Hukumnya meliputi:

1) panjar atau porskot biaya perkara (gugatan)

2) biaya peletakan sita jaminan (conservatoir beslag), bila diminta/diajukan

biaya Pemeriksaan Obyek Sengketa (Pemeriksaan Setempat), apabila yang

menjadi obyek sengketa berupa benda tetap/tidak bergerak.

e. Tahap Pengajuan dan Pendaftaran Surat Gugatan

Surat gugatan yang telah ditandatangani oleh Penggugat atau Kuasa

Hukumnya dimasukkan untuk didaftarkan di Kepaniteraan Perdata Pengadilan

Negeri yang memiliki yurisdiksi (kompetensi absolut dan relatif) untuk

memeriksa, mengadili dan memutus perkara (sengketa) yang diajukan dan

sekaligus mendaftarkan surat kuasa khusus, apabila dalam perkara tersebut

Page 61: Skripsi Final

48

Penggugat mewakilkan kepada orang lain, baik kuasa insidentil ataupun kuasa

yang diberikan oleh Advokat, dengan membayar biaya panjar perkara dan biaya

pendaftaran surat kuasa

Penggugat atau Kuasa Hukumnya menerima SKUM (Surat Kuasa Untuk

Membayar) dan kwitansi pembayaran panjar perkara dari Bendahara Pengadilan

Negeri yang bersangkutan

Penggugat atau Kuasa Hukumnya menerima kembali 1 (satu) bendel surat

gugatan yang telah dibubuhi Nomor Register Perkara yang telah diparaf oleh

Panitera Kepala atau pejabat lain yang ditunjuk untuk itu.

f. Tahap Persidangan

Ketua Pengadilan Negeri setelah membaca surat gugatan dan kelengkapan

berkas lainnya, menunjuk dan menetapkan Majelis Hakim yang akan memeriksa,

mengadili dan memutus perkara yang bersangkutan. Kemudian Panitera Kepala

menunjuk dan menetapakan Panitera Pengganti dalam perkara yang bersangkutan

yang bertugas mencatat semua fakta persidangan dalam Berita Acara Sidang.

Majelis Hakim yang telah ditunjuk dan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri

menetapkan hari sidang pertama dan memerintahkan Panitera Kepala untuk

memanggil pihak-pihak dalam perkara tersebut

Panitera Kepala memerintahkan Jurusita Pengganti untuk melakukan

pemanggilan terhadap para pihak dalam perkara tersebut (Penggugat,

Tergugat/Turut Tergugat) agar hadir pada hari, tanggal dan waktu sebagaimana

yang terurai dalam Surat Panggilan (Relaas) tersebut.

Page 62: Skripsi Final

49

Jurusita Pengganti menyampaikan Surat Panggilan Sidang kepada

Penggugat atau Kuasa Hukumnya dan Tergugat maupun Turut Tergugat dengan

disertai surat gugatan. Surat Panggilan tersebut dapat disampaikan melalui Kepala

Desa atau Lurah setempat, bila pihak yang dipanggil tidak ada di tempat, dengan

permintaan agar Kepala desa atau Lurah tersebut meneruskan dan menyampaikan

Surat Panggilan tersebut kepada pihak yang tidak ada di tempat tersebut.

Pada hari, tanggal dan waktu sebagaimana terurai dalam Surat Panggilan

yang telah diterima oleh para pihak, Majelis Hakim yang telah ditunjuk dan

ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri membuka sidang dan mempersilahkan

para pihak memasuki ruang sidang. Apabila ada pihak yang belum hadir, maka

melalui Panitera Pengganti memerintahkan Jurusita Pengganti untuk memanggil

lagi pihak yang tidak hadir. Pada sidang berikutnya setelah para pihak dalam

perkara tersebut hadir semua (lengkap), ataupun ada pihak yang tidak hadir tanpa

dasar dan alasan yang sah, walaupun telah dipanggil secara patut, layak dan

cukup, maka para pihak melalui majelis hakim tersebut sepakat untuk memilih

dan menentukan mediator untuk melakukan mediasi.

g. Sidang Mediasi

Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan

untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

Prosedur mediasi diatur dalam PERMA No.1 Tahun 2008 yang mewajibkan setiap

perkara gugatan yang diajukan ke Pengadilan pada saat sidang pertama yang

dihadiri kedua belah pihak Penggugat dan Tergugat untuk menempuh upaya

damai melalui mediator.

Page 63: Skripsi Final

50

Jangka waktu untuk menyelesaikan sengketa dengan mediasi melalui

mediator selama 40 hari dan dapat diperpanjang selama 14 hari atas permintaan

para pihak . Mediator dapat dipilih oleh para pihak dari daftar mediator yang telah

bersertifikasi dan memilih tempat pertemuan diluar gedung Pengadilan Negeri

sesuai kesepakatan atas biaya para pihak. Apabila tidak ada mediator bersertifikasi

di luar Pengadilan Negeri, para pihak dapat memilih mediator di Pengadilan

Negeri yang telah ditunjuk dan sesuai ketentuan PERMA No.1 Tahun 2008 dapat

dipilih salah satu Hakim Anggota Majelis sesuai kesepakatan para pihak.

Apabila tercapai kesepakan perdamaian maka kedua belah pihak dapat

mengajukan rancangan draf perdamaian yang nantinya disetujui dan ditanda

tangani kedua belah pihak untuk dibuatkan Akta Perdamaian yang mengikat

kedua belah pihak untuk mematuhinya dan melaksanakannya. Jika dalam proses

mediasi para pihak diwakili kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara

tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai. Dan sengketa keduabelah

pihak berakhir dengan perdamaian.

Sebaliknya jika mediator tidak berhasil mencapai kesepakatan damai bagi

kedua belah pihak, maka dengan disertai Berita Acara tentang tidak tercapainya

perdamaian, mediator melalui Panitera Pengganti mengembalikan dan

menyerahkan kembali Berkas Perkara tersebut kepada Majelis Hakim.

Selanjutnya Majelis Hakim memerintahkan para pihak atau Kuasa Hukumnya

untuk hadir pada sidang berikutnya guna dilanjutkan pemeriksaan terhadap

perkara yang bersangkutan dengan membacakan gugatan, jawaban, replik duplik,

pembuktian, pemeriksaan obyek sengketa (pemeriksaan setempat) bilamana

Page 64: Skripsi Final

51

obyek sengketanya benda tetap dan dipandang perlu, kesimpulan dan putusan.

Walaupun mediator tidak berhasil mendamaikan para pihak, dalam proses

pemeriksaan perkara selanjutnya Majelis Hakim tetap memberikan kesempatan

para pihak untuk menyelesaikan sengketanya secara damai sesuai ketentuan pasal

130 HIR

h. Sidang Lanjutan Dalam Hal Perdamaian Tidak Tercapai

1) Persidangan Tanpa Kehadiran Tergugat

Pada hari persidangan yang telah ditetapkan ternyata Tergugat atau Para Tergugat

tidak hadir tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil dengan patut dan sah,

tidak juga menunjuk seorang kuasa untuk hadir mewakilinya, maka sidang

dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan tanpa kehadiran Tergugat dengan

terlebih dahulu menanyakan kepada penggugat apakah ada perubahan terhadap

gugatannya atau tetap pada gugatan yang telah diajukannya tersebut

a. Pembuktian Pihak Penggugat

Karena Tergugat tidak hadir di persidangan meskipun telah dipanggil

dengan patut dan sah maka Tergugat dianggap tidak menggunakan hak-

haknya untuk menjawab atau membantah semua dalil-dalil gugatan

Penggugat, sehingga proses penyelesaian perkara berjalan sepihak

(contradictoir), tidak ada jawab menjawab, replik, duplik, dan

pemeriksaan langsung dilanjutkan dengan acara pembuktian, berupa

pengajuan alat bukti, yakni bukti-bukti tertulis atau surat berupa foto copy

dicocokkan dengan aslinya, dibubuhi meterai cukup diberi tanda sesuai

Page 65: Skripsi Final

52

jumlah surat bukti yang diajukan misalnya P.1 s/d P.10. Selain bukti

berupa surat tersebut, dapat diajukan pula bukti saksi dan ahli sesuai

kebutuhan untuk membuktikan posita gugatan Penggugat.

b. Putusan Verstek

Pasal 125 HIR/149 R.Bg, menentukan bahwa apabila pada hari sidang

yang telah ditentukan, Tergugat tidak hadir dan lagi pula tidak menyuruh

orang lain untuk hadir sebagai wakilnya, padahal ia telah dipanggil dengan

patut maka gugatan itu diterima dengan putusan di luar hadirnya Tergugat

(verstek), kecuali kalau ternyata Pengadilan Negeri berpendapat bahwa

gugatan Penggugat tersebut bersifat melawan hak atau tidak beralasan

hukum. Apabila gugatan Penggugat diterima dan dikabulkan, maka atas

perintah Ketua Pengadilan Negeri diberitahukan isi putusan itu kepada

Tergugat yang dikalahkan dan diterangkan kepadanya bahwa Tergugat

berhak mengajukan perlawanan (verzet) dalam tempo 14 hari setelah

menerima pemberitahuan. Jika putusan itu tidak diberitahukan kepada

Tergugat sendiri, perlawanan masih diterima sampai pada hari ke 8

sesudah peneguran (anmaning) seperti yang tersebut dalam pasal 196

HIR/207 R.Bg atau dalam hal tidak hadir sesudah dipanggil dengan patut,

sampai pada hari ke 14 (R.Bg) dan hari ke 8(HIR) sesudah dijalankan surat

perintah seperti tersebut dalam pasal 208 R.Bg/197 HiR. Jika telah

dijatuhkan putusan verstek untuk kedua kalinya,maka perlawanan

selanjutnya yang diajukan oleh Tergugat tidak dapat diterima.

2) Persidangan Dengan Dihadiri Oleh Para Pihak

Page 66: Skripsi Final

53

Dengan tidak tercapainya perdamaian melalui mediasi, persidangan

dilanjutkan dengan pembacaan gugatan dan Tergugat ataupun Turut tergugat

mengajukan Jawaban yang isinya dapat berupa

Tuntutan Provisionil

a. Eksepsi atau tangkisan

b. Jawaban mengenai pokok perkara d. Gugatan Balik (Rekonpensi)

c. Permohonan petitum putusan.

Eksepsi atau tangkisan mengenai kompetensi (kewenangan) relatif harus diajukan

segera pada permulaan persidangan dan tidak akan diperhatikan kalau Tergugat

telah menjawab pokok perkaranya. Untuk eksepsi kompetensi (kewenangan)

absolute dapat diajukan setiap saat dalam pemeriksaan perkara itu dan hakim

karena jabatannya secara ex officio harus pula menyatakan bahwa tidak

berwenang mengadili perkara tersebut. Setelah Tergugat mengajukan jawabannya

dan selanjutnya pengajuan

Replik oleh Penggugat dan Duplik oleh Tergugat, hakim akan meneliti

secara seksama apabila diajukan eksepsi tentang kewenangan mengadili yang

bersifat relatif atau absolut, akan terlebih dahulu diputus dengan putusan sela,

sebelum memeriksa pokok perkaranya. Apabila eksepsi tersebut beralasan hukum

dan Pengadilan Negeri menyatakan tidak berwenang mengadili maka pemeriksaan

pokok perkaranya tidak dilanjutkan dan gugatan dinyatakan tidak dapat diterima,

sebaliknya jika eksepsi tidak beralasan hukum dan ditolak maka pemeriksaan

pokok perkara dilanjutkan dengan pembuktian dari Pihak Penggugat dan Tergugat

maupun Turut Tergugat, baik berupa bukti tertulis (surat) maupun bukti saksi, ahli

Page 67: Skripsi Final

54

dan bilamana dipandang perlu dilakukan pemeriksaan terhadap obyek sengketa

(Pemeriksaan setempat), apabila obyek sengketanya berupa benda tidak bergerak

atau benda tetap.

Apabila dari serangkaian tahapan atau proses jawab- menjawab, Replik,

Duplik dan pembuktian dari masing- mamsing pihak telah selesai, maka para

pihak mengajukan dapat mengajukan kesimpulan dan pada akhirnya mohon

putusan.

Apabila Penggugat mampu membuktikan seluruh dalil-dalil gugatannya

maka gugatan Penggugat akan dikabulkan seluruhnya dan apabila terbukti

sebagian, maka gugatan Penggugat akan dikabulkan sebagian serta menolak

gugatan selain dan selebihnya. Sebaliknya apabila Tergugat mampu mematahkan

dalil-dalil gugatan Penggugat, maka gugatan Penggugat akan ditolak seluruhnya.

Demikian pula apabila gugatan Penggugat kabur dan secara formil tidak

memenuhi syarat, maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvankelijk

verklaard).

Page 68: Skripsi Final

55

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Mediasi di P.N Sleman

1. Proses Mediasi ( Telaah Kasus )

Dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel dari perkara perdata di

Pengadilan Negeri Sleman yaitu perkara dengan No register : 49/ Pdt. G / 2008 /

PN.Slmn. Dari telaah terhadap perkara tersebut penulis membandingkan dengan

aturan formal yang berlaku yaitu HIR, Rbg dan Perma No1. Tahun 2008,

sehingga dari pembandingan tersebut dapat di ketahui bagaimana pelaksanaan

mediasi di laksanakan di Pengadilan Negeri Sleman di lakukan dan apakah ada

kesesuaian antara pelaksanaan ( Das Sein ) dengan aturan ( Das Solen ).

Guna memperoleh data pelaksanaan mediasi pada perkara No register :

49/ Pdt. G / 2008 / PN.Slmn, penulis melakukan wawancara dengan

Indaryanti,S.H. Kepala Bagian Hukum Pengadilan Negeri Sleman. Dari hasil

wawancara tersebut di terangkan proses mediasi yang di lakukan pada perkara

tersebut dengan berdasarkan dari risalah sidang, akan tetapi dalam hal ini penulis

tidak dapat mendapatkan dokumen tersebut karena tidak untuk di publikasikan,

pihak Pengadilan Negeri Sleman hanya bisa memberikan dokumen berupa Surat

Penetapan Mediator, Laporan Hasil Mediasi dan Akta Perdamaian Hasil Mediasi.

Perkara ini di awali dengan masuknya surat gugatan ke pengadilan Negeri

Sleman kemudian setelah di teliti mengenai syarat formalnya di Register oleh

Pengadilan Negeri Sleman dengan Nomor Register 49/ Pdt. G / 2008 /

Page 69: Skripsi Final

56

PN.Slmn.Untuk selanjutnya di lakukan pemeriksaan awal oleh Hakim Pemeriksa.

Kronologi prosesnya adalah sebagai berikut

a. Tahap Pra Mediasi

Pada tahap ini peroleh data tentang pokok – pokok proses mediasi pada

perkara No. Register 49/ Pdt. G / 2008 / PN.Slmn . Kronologi prosesnya adalah

sebagai berikut :

a. Gugatan perkara perdata dengan No register : 49/ Pdt. G / 2008 / PN.Slmn

di masukan dengan tanggal 15 mei 2008, para pihak berdomisili hukum

di wilayah kabupaten Sleman, surat gugatan tersebut di terima dan di

register oleh Pengadilan Negeri Sleman pada tanggal 21 mei 2008 dengan

No register 49/ Pdt. G / 2008 / PN.Slmn

b. Setiap perkara perdata yang masuk di Pengadilan Negeri Sleman sebelum

memasuki proses persidangan Hakim pemeriksa wajib menganjurkan para

pihak untuk melakukan mediasi terlebih dahulu.

c. Hakim pemeriksa perkara No. 49 / Pdt.G/2008/PN.Slmn menerangkan

pada kedua belah pihak, bahwa setiap penyelesaian sengketa perdata harus

melalui mediasi terlebih dahulu. Majelis hakim juga menjelaskan bahwa

untuk penetapan mediator hanya dibutuhkan waktu paling lama dua hari

kerja.

d. Dalam hal penunjukan dan penetapan mediator Ketua Majelis Hakim

menjelaskan bahwa Pengadilan Negeri Sleman menyediakan mediator -

mediator yang nantinya dapat dipergunakan untuk membantu proses

penyelesaian perkara perdata dengan cara mediasi.

Page 70: Skripsi Final

57

e. Majelis Hakim memberikan penjelasan bahwa untuk mediator dapat

dipilih sendiri dari luar Pengadilan atau dari dalam Pengadilan,untuk

mediator dari dalam Pengadilan, yang menentukan adalah Majelis Hakim.

f. Apabila para pihak ingin menggunakan mediator dari dalam Pengadilan

Negeri Sleman, maka para pihak tidak dipungut biaya sama sekali

sedangkan apabila para pihak menggunakan mediator dari luar Pengadilan

Negeri Sleman maka para pihak dipungut biaya sesuai dengan perkara

yang ditangani. Para pihak diberi pilihan oleh Majelis Hakim apakah untuk

mediator akan ditentukan sendiri atau menggunakan mediator yang sudah

ditentukan oleh Majelis Hakim .

g. Majelis hakim menerangkan bahwa nama – nama Mediator Pengadilan

Negeri Sleman dapat di lihat di daftar Hakim Mediator apabila para pihak

ingin menggunakan mediator dari dalam Pengadilan Negeri Sleman.

h. Pada saat hari sidang yang telah ditentukan ternyata para pihak tidak dapat

memilih mediator, maka para pihak melaporkan kegagalanya kepada

majelis hakim dan para pihak meminta agar majelis hakim dapat

membantu dalam memilih mediator.

i. Majelis Hakim menanyakan lagi, untuk mediator apakah akan di tentukan

sendiri atau dipilih oleh Ketua Majelis Hakim. Para pihak sepakat untuk

menyerahkan semuanya kepada Hakim Pemeriksa termasuk dalam

memilih mediator yang sudah ditentukan oleh Majelis Hakim.

j. Pada hari sidang berikutnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman

menetapkan Riyanto A, SH. (Hakim Pengadilan Negeri Sleman) sebagai

Page 71: Skripsi Final

58

mediator dalam menangani perkara perdata Nomor : 49 /

Pdt.G/2008/PN.Slmn. Untuk selanjutnya hakim pemeriksa menyerah

resume perkara kepada Hakim Mediator yang telah di tunjuk.

k. Majelis Hakim memperkenalkan sdr Riyanto A,SH. kepada kedua belah

pihak sebagai mediator dalam pokok perkara Nomor:49/Pdt.G/2008/PN.

Slmn untuk menyelesaikan sengketa.

l. Majelis hakim memberikan penjelasan bahwa batas waktu yang diberikan

untuk proses mediasi adalah empat puluh hari kerja, kemudian setelah

empat puluh hari kerja majelis hakim langsung menentukan hari sidang

untuk mendengarkan laporan dari mediator. Majelis Hakim setelah selesai

memberikan penjelasan kemudian menyerahkan perkara tersebut ke

mediator sepenuhnya untuk diusahakan perdamaian melalui mediasi.

b. Tahap Proses Mediasi

Dalam tahap ini resume dan berkas perkara di serahkan kepada mediator

untuk di lakukan proses mediasi, dalam hal ini Hakim pemeriksa tidak lagi

terlibat dalam proses mediasi hingga mediator menyerahkan laporan mediasi yang

di lakukan dengan tenggat waktu sesuai yang telah di tetapkan.

Dalam menindaklanjuti hal ini Hakim mediator telah melakukan proses

mediasi sebagai berikut :

1) Proses Penentuan Jadwal Pertemuan

Dalam hal ini pertemuan dibuat dalam rangka pelaksanaan mediasi,

pertemuan di sepakati di lakukan di ruang mediasi Pengadilan Negeri

Page 72: Skripsi Final

59

Sleman dan para pihak di berikan penjelasan bahwa petemuan ini tidak

boleh melebihi dari 40 hari kerja. Proses mediasi harus selesai paling lama

40 hari kerja. Hal ini seseuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No 1

Tahun 2008 pasal 15 ayat (1) yang berbunyi Mediator wajib

mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk

dibahas dan disepakati. Dari hasil kesepakatan antara mediator dan para

pihak, maka telah disepakati untuk mengadakan suatu pertemuan setiap

minggunya dan tidak boleh melebihi dari 40 hari kerja.

2) Melakukan Kaukus

Kaukus adalah suatu pertemuan yang dilakukan oleh mediator yang mana

pertemuan ini dilakukan secara terpisah antara Penggugat dan Tergugat.

Pertemuan ini dilakukan terpisah dan waktu yang berbeda karena untuk

mendengarkan pendapat dari kedua belah pihak. Pertemuan ini dilakukan

di ruangan yang sama yaitu ruang mediasi Pengadilan Negeri Sleman.

Mediator pada awalnya bertanya pada Penggugat permasalahan apa yang

sedang dihadapi saat ini. Dalam proses tersebut masing- masing pihak

menceritakan hal – hal yang terkait dengan perkara, hakim mendengarkan

para pihak dan memberikan saran penyelesaian dengan cara damai, dengan

memberikan penjelasan tentang kelebihan dan kelemahan penyelesaian

perkara dengan persidangan di pengadilan maupun dengan cara mediasi.

3) Mempertemukan Kedua Belah Pihak

Setelah terjadi kesepakatan para pihak melalui hakim Mediator. Hakim

mediator mempertemukan kedua pihak di ruangan mediasi P.N Sleman .

Page 73: Skripsi Final

60

Dalam perkara ini pertemaun di lakukan sebanyak lima kali dengan

agenda mencari penyelesaian kasus sengketa tanah Nardi Sarjono sebagai

penggugat dengan Amat Rokimin sebagai tergugat yang di wakili oleh

kuasa hukum Banyu T Nugroho, SH. Dari beberapa kali pertemuan

tersebut akhirnya di sepakati cara damai oleh kedua belah pihak dan hasil

kesepakatan tersebut di serahkan kepada hakim mediator. Hasil dari

kesepakatan antara kedua belah pihak dibaca oleh mediator untuk

diperiksa apakah ada kesalahan dalam hasil kesepakatan tersebut. Apabila

ada suatu kesalahan maka mediator menjelaskan kesalahan apa yang ada

dalam kesepakatan tersebut. Mediator juga berorientasi sesuai dengan ilmu

pengetahuannya untuk menunjukan suatu hasil kesepakatan yang

sebenarnya yang ada dalam suatu proses penyelesaian sengketa dengan

cara mediasi, setelah para pihak mengetahui hasil kesepakatan yang benar

maka para pihak masing-masing menandatangani hasil kesepakatan

tersebut.

c. Melaporkan Hasil Mediasi

Mediator setelah menyelesaikan tugasnya dalam menyelesaikan mediasi

melaporkan hasil mediasi kepada Hakim Pemeriksa perkara perdata Nomor :

49/Pdt.G/2008/PN. Slmn, laporan tersebut berupa laporan tertulis, dan juga

melampirkan hasil kesepakatan kedua belah pihak yang telah ditanda tangani para

pihak. Apabila mediasi tersebut tidak berhasil maka tetap harus dilaporkan

kepada majelis hakim dalam memeriksa perkara tersebut dengan cara tertulis.

Page 74: Skripsi Final

61

Sebelum memberikan laporan kepada majelis Hakim Pemeriksa mediator

memberikan penjelasan kepada para pihak jika mediasi gagal dilakukan, kedua

belah pihak masih bisa melakukan perdamaian dalam persidangan, Hasil laporan

mediator di kembalikan lagi kepada mediator untuk di musnahkan atau dapat juga

di jadikan arsip oleh hakim mediator.

Majelis hakim tidak tahu menahu tentang hasil laporan mediator sebelum

diserahkan ke majelis hakim. Dalam hal ini mediator tidak bisa menjadi saksi

dalam perkara yan ditangani dan tidak bisa di mintai pertanggung jawaban.

d. Akibat Hukum

Sebelum membacakan putusan Majelis Hakim menjelaskan kepada para

pihak bahwa perkara ini akan di putus dengan putusan damai setelah para pihak

bersepakat untuk melakukan perdamaian sebagaimana hasil laporan yang di

sampaikan oleh mediator.

Majelis Hakim juga menjelaskan akibat hukum dari putusan damai ini

yang pada pokoknya adalah sebagai berikut :

1) In Kracht Van Gewijsde (mempunyai kekuatan hukuk tetap)

Akta perdamaian yang mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu sama

dengan putusan hakim. Bagi para pihak diharuskan menyerahkan sesuatu

atau diharuskan untuk membayar suatu jumlah tertentu, apabila tidak mau

dengan sukarela memenuhi kewajiban hukumnya maka eksekusi dilakukan

menurut cara yang biasa. Biasanya hal ini ditunjukan dengan kata-kata

“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA

Page 75: Skripsi Final

62

ESA”, dengan adanya kekuatan hukum tersebut apabila para pihak tidak

mau melaksanakan apa yang di perintahkan dalam suatu akta perdamaian

tersebut maka para pihak tersebut langsung mendapatkan sanksi berupa

eksekusi secara paksa (putusan dengan cara paksa). Hal ini berarti apabila

hasil dari suatu mediasi tidak di buatkan suatu akta perdamaian maka salah

satu pihak tersebut jelas tidak mau melaksanakannya dengan cara sukarela.

Oleh sebab itu mediator Pengadilan Negeri Sleman mengupayakan dan

mendorong agar para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan

perkara ini secara damai, maka hasil perdamaian tersebut dicatat dalam

akta perdamaian dan kemudian dilakukan suatu tindakan mediasi yang

dilakukan oleh majelis hakim yang memeriksa parkara tersebut.

2) Tidak dapat di ajukan gugatan baru

Apabila dalam hal ini akta perdamaian sudah dibuat, maka para pihak

tidak mungkin atau tidak dapat mengajukan gugatan baru lagi atas suatu

perkara yang sama dalam suatu pengadilan. Hal ini sama sekali tidak

bertentangan dengan hukum acara perdata apabila hal itu tetap dilakukan.

Dalam hal ini berarti dalam Pengadilan Negeri Sleman apabila para pihak

ingin mengajukan gugatan baru maka dalam hal ini tidak diperkenankan

lagi untuk mengajukan gugatan baru lagi, sehingga gugatan tersebut tidak

bias diterima dalam suatu Pengadilan yang manapun .

e. Tidak ada upaya Hukum lain

Apabila suatu perkara sudah masuk dalam Pengadilan Negeri dan sudah

dilakukan mediasi, maka perkara tersebut tidak bisa dilakukan upaya

Page 76: Skripsi Final

63

hukum atau tidak boleh mengajukan permohonan banding, kasasi maupun

peninjauan kembali. Hal ini berati dalam pokok perkara Nomor :

49/Pdt.G/2008/PN.Slmn para pihak yang telah dibuatkan akta perdamaian

tidak diperkenankan atau tidak dapat melakukan upaya hukum lagi baik

upaya hukum biasa atau upaya hukum luar biasa. sehingga para pihak

sudah jelas kalau gugatan tersebut tidak ada upaya hukum lain

3) Dapat di lakukan Eksekusi

Suatu putusan dapat di eksekusi apabila para pihak disini tidak dapat

melakukan sesuatu, terutama dalam hal ini adalah pihak yang kalah dalam

melakukan suatu perundingan, pihak yang kalah tersebut dihukum untuk

membayar sejumlah uang kepada pihak yang menang.

Sesuai dengan Akta Perdamaian pokok Perkara Nomor :49 / Pdt.G/ 2008/

PN.Slmn yang menyebutkan bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk

berdamai dan para pihak telah sepakat untuk mengakhiri sengketa tersebut

sesuai dengan akta perdamaian yang disepakti bersama dan kedua belah

pihak sepakat dalam membagi dua biaya perkara tersebut atau biaya -

biaya perkara yang timbul di tanggung oleh kedua belah pihak. Dan

Perkara denganNomor :49/Pdt.G/2008/PN.Slmn dianggap sudah selesai

dengan cara damai.

2. Analisa Terhadap Proses Mediasi

Dari uraian proses pelaksanaan mediasi di atas penulis melakukan analisa

dengan cara membandingkan antara proses dengan aturan yang mengatur

Page 77: Skripsi Final

64

bagaimana seharusnya mediasi di laksanakan dalam hal ini HIR, Rbg dan Perma

No.1 tahun 2008.

Analisa terkait dengan proses mediasi perkara dengan Nomor : 49/ Pdt.G/

2008 /PN.Slmn mulai dari proses pendaftaran gugatan hingga penentuan mediator

Pengadilan Negeri Sleman dan putusan damai yang telah di sepakati para pihak.

f. Analisa terhadap Tahap Pra Mediasi

1) Pada Tahap Gugatan

Dalam pasal 118 Reglemen Indonesia ( Hukum Acara Perdata ) di atur

bahwa tiap – tiap proses perkara perdata di muka pengadilan harus di

dahului dengan adanya surat gugat oleh penggugat kepada Ketua

Pengadilan Negeri dalam daerah Hukum tergugat dimana tergugat

bertempat tinggal. Dalam perkara dengan Nomor 49/ Pdt.G/ 2008

/PN.Slmn para pihak bertempat tinggal di wilayah Kabupaten Sleman

yang merupakan wilayah Hukum Pengadilan Negeri Sleman, sehingga

pada proses ini tidak ada pertentangan dengan Hukum Acara Perdata .

2) Dalam Hal Penganjuran Mediasi

Majelis Hakim dalam hal ini sebagai Pemeriksa Perkara Perdata No. 49 /

Pdt.G/2008/PN.Slmn., telah memenuhi syarat yang terdapat dalam pasal 2

Ayat (1), (2), (3) dan (4) Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 200

(PERMA). Pasal 2 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun

2008 (PERMA menyebutkan bahwa Peraturan Mahkamah Agung ini

hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan proses berperkara di

Pengadilan. Pasal (2) Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008

Page 78: Skripsi Final

65

(PERMA) menyebutkan bahwa Setiap hakim, mediator dan para pihak

wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi yang

diatur dalam peraturan ini. Pasal (3) Peraturan Mahkamah Agung No 1

Tahun 2008 (PERMA) menyebutkan bahwa Tidak menempuh prosedur

mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap

ketentuan pasal 130 HIR dan atau pasal 154 Rbg yang mengakibatkan

putusan batal demi hukum Pasal (4) Peraturan Mahkama Agung No 1

Tahun 2008 (PERMA) menyebutkan bahwa Hakim dalam pertinbangan

putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan

telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama

mediator untuk perkara yang bersangkutan.

3) Dalam Penentuan Mediator

Dalam proses penentuan mediator dari data- data yang di peroleh yang

pada pokoknya hakim menjelaskan kepada para pihak perlunya memilih

mediator, di sediakanya hakim mediator oleh Pengadilan Negeri Sleman,

tata cara penunjukan mediator hingga penetapan mediator telah sesuai

dengan Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 (PERMA) pasal 7

ayat (6) yang berbunyi Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam

perma ini kepada para pihak yang bersengketa.dan dijelaskan pula dalam

Peraturan Mahkmah Agung No 1 Tahun 2008 (PERMA) pasal 10 ayat (1)

yang berbunyi Penggunan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya.

Majelis hakim disini menjelaskan bahwa dalam pemilihan hakim mediator

yang dipilih dari dalam Pengadilan Negeri Sleman tidak dipungut biaya

Page 79: Skripsi Final

66

sedikitpun, sebaliknya apabila para pihak menggunakan jasa mediator dari

luar Pengadilan Negeri maka para pihak tersebut dibebankan biaya sesuai

dengan pokok perkara yang ditangani berdasarkan hasil kesepakatan

bersama.

Hakim pemeriksa juga menjelaskan untuk menentukan dan

menetapkan mediator hanya dibutuhkan waktu paling lama dua hari kerja.

Mengenai penetapan pada penunjukan mediator dalam pokok perkara

Nomor : 49 / Pdt.G/2008/PN.Slmn dengan tanggal penetapan 18 Juli 2007

. Hal ini seseai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008

(PERMA) pasal 11 ayat (4) berbunyi Jika setelah jangka waktu maksimal

sebagaimana dimaksud ayat (1) terpenuhi, para pihak tidak dapat

bersepakat memilih mediator yang dikehedaki.

g. Analisa Terhadap Pelaksanaan Mediasi

1) Penentuan Waktu

Dalam hal ini pertemuan dibuat dalam rangka pelaksanaan mediasi

mengenai waktu , kesemua pertemuan dilakukan di ruang mediasi yang di

Pengadilan Negeri Sleman . Petemuan ini tidak melebihi dari 40 hari

kerja. Proses mediasi harus selesai paling lama 40 hari kerja. Hal ini

seseuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 pasal 15

ayat (1) yang berbunyi Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal

pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati. Dari

hasil kesepakatan antara mediator dan para pihak, maka disepakati untuk

Page 80: Skripsi Final

67

mengadakan suatu pertemuan setiap minggunya dan tidak boleh melebihi

dari 40 hari kerja

2) Dalah Hal Kaukus

Dalam proses ini hakim mediator telah mengatur waktu untuk bertemu

dengan masing-masing pihak secara sendiri sendiri, hal ini di lakukan

untuk memperoleh keterangan terkait dengan pokok perkara dan menjajaki

kemungkinan-kemungkinan yang dapat di lakukan para pihak agar perkara

ini bisa di selesaikan dengan cara damai, dan kemudian membuat

kesepakatan untuk mempertemukan para pihak guna membicarakan

bagaimana cara terbaik menyelesaikan perkara sehingga ini tidak

bertentangan dengan apa yang di maksud dalam Peraturan Mahkmah

Agung No 1 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa mediator adalah

pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna

mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa

menggunakan cara memutus atau menyelesaikan sebuah penyelesaian

(PERMA NO 1 TAHUN 2008).

3) Dalam Hal Mempertemukan Para Pihak

Dalam tahap ini Mediator mempertemukan para pihak setelah terlebih

dahulu di sepakati dalam kaukus, mediator memediasi para pihak untuk

membicarakan pokok perkara, dan memberikan gambaran setiap pilihan

hukum berikut semua konsekwensinya.

1) Mediator tidak terlibat dalam pembicaraan pokok perkara tetapi lebih

berperan menjebatani kedua belah pihak. Tidakan mediator dalam

Page 81: Skripsi Final

68

perkara ini telah benar dan tidak menyimpang dari prinsip, fungsi

mediator yaitu :

a) Memperbaiki kelancaran komunikasi antara para pihak yang

biasanya ada hambatan dan sekat-sekat pikologis.

b) Mendorong terciptanya suasana yang kondusif untuk memulai

negosiasi yang fair.

c) Secara tidak langsung mendidik para pihak atau memberi

wawasan tentang proses dan substansi negosiasi yang sedang

berlangsung.

d) Mengklarifikasi masalah-masalah substansial dan kepentingan

masing-masing para pihak.

4) Dalam hal tercapainya kesepakatan mediasi

Dalam perkara Nomor : 49/ Pdt.G/ 2008 /PN.Slmn, Hakim mediator hanya

memfasilitasi para pihak untuk bermusyawarah terkait perkara yang di

ajukan dengan tujuan tercapainya perdamian, setelah melalui beberapa

pertemuan akhirnya perkara ini di sepakati damai.Kemudian hasil

kesepakatan tersebut di serahkan kepada hakim mediator dan kemudian

mediator membacakan hasil kesepakan tersebut kepada para pihak. Hal ini

sudah sesuai tercantum dalam Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun

2008 (PERMA) pasal 17 ayat (3) yang berbunyi Sebelum para pihak

menandatangani kesepakatan, mediator memeriksa materi kesepakatan

perdamaian untuk menghindari ada kesepakatan yang bertentangan dengan

Page 82: Skripsi Final

69

hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat itikad itidak

baik

5) Dalam Hal Menyampaikan Hasil Mediasi

Mediator setelah menyelesaikan tugasnya dalam menyelesaikan mediasi,

kemudian mediator disini melaporkan kepada majelis hakim dalam

pemeriksa perkara dengan Nomor : 49/Pdt.G/2008/PN.Slmn menyerahkan

hasil laporan tersebut berupa laporan tertulis, dan juga melampirkan hasil

kesepaktan kedua belah pihak yang telah ditanda tangani para pihak

setelah proses mediasi berhasil dilakukan. Ketentuan melaporkan hasil

mediasi ini di atur dalam Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008

(PERMA) dalam pasal 18 ayat (1) yang berbunyi jika setelah batas waktu

maksimal 40 (empat puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal

13 ayat (3), para pihak tidak mampu menghasilkan kesepakatan atau

karena sebab-sebab yang terkandung dalam pasal 15, mediator wajib

menyatakan secara tertulis bahwa proses telah gagal dan memberitahukan

kegagalan kepada hakim sehingga dalam hal ini Hakim mediator telah

sesuai prosedur.

Setelah menerima hasil mediasi Hakim Pemeriksa perkara Nomor :

49/Pdt.G/2008/PN.Slmn kemudian memutus perkara tersebut dengan

putusan damaia dan di tuangkan dalam akta perdamaian sehingga putusan

damai tersebut memiliki kekuatan hukum tetap, kemudian hakim

menyerahkan kembali hasil mediasi tersebut kepada Hakim Mediator. Hal

ini telah sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008

Page 83: Skripsi Final

70

(PERMA) pasal 18 ayat (2), pasal 19 ayat (1), (2), (3) dan ayat (4). Pasal

18 ayat (2) berbunyi Segera setelah menerima pemberitahuan tersebut,

hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai ketentuan hukum acara

yang berlaku. Pasal 19 ayat (1), (2) ,(3) dan (4) Peraturan Mahkamah

Agung Nomor 1 Tahun 2008 berbunyi :

a) Jika para pihak gagal mencapai kesepaktan, pernyataan dan

pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan

sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara yang

bersangkutan atau perkara lain.

b) Catatan mediator wajib dimusnahkan

c) Mediator tidak boleh diminta menjadi saksi dalam proses

persidanan perkara yang bersangkutan.

d) Mediator tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana maupun

perdata atas isi kesepakatan perdamaian hasil proses mediasi.

e) Akibat Hukum bagi kedua belah pihak

6) Dalam Hal Putusan Mediasi

Dari proses mediasi perkara perdata Nomor : 49/Pdt.G/2008/PN.Slmn. telah

mencapai kesepakatan damai, kemudian kesepakatan ini di tuangkan dalam

akta perdamian, sehingga kesepakatan damai para pihak menjadi memiliki

Akibat hukum segai berikut :

a) In Kracht Van Gewijsde (mempunyai kekuatan hukuk tetap)

Akta perdamaian yang mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu

sama dengan putusan hakim

Page 84: Skripsi Final

71

b) Tidak Dapat Diajukan Gugatan Baru Lagi di karenakan dalam

hal ini akta perdamaian sudah dibuat, maka para pihaktidak

mungkin atau tidak dapat mengajukan gugatan baru lagi atas

suatuperkara yang sama

c) Tidak Ada Upaya Hukum Lain karena perkara ini telah du putus

damai oleh pengadilan , maka perkara tersebut tidak bisa

dilakukan upaya hukum atau tidak boleh mengajukan

permohonan banding, kasasi maupun peninjauan kembali.

B. Hambatan Pelaksanaan Mediasi di P.N Sleman

Sesuai dengan PERMA NO 1 TAHUN 2008 yang mewajibkan hakim

terlebih dahulu menyarankan mediasi di dalam menyelesaikan sengeta perdata

kepada para pihak namun dalam praktiknya masih sangat sulit untuk di lakukan

di Pengadilan Negeri Sleman. Indrayani, S.H. Kepala Bagian Hukum Pengadilan

Negeri Sleman dalam wawancara yang di lakukan pada tanggal 26 Februari 2014

menjelaskan bagaimana proses mediasi di lakukan di Pengadilan Negeri Sleman.

Penyelesaian sengketa perdata dengan jalan mediasi di Pengadilan Negeri

Sleman sangat jarang berhasil meskipun setiap perkara perdata yang masuk harus

melalui tahapan mediasi sebelum perkara di sidang demikain karena proses

beracara di Pengadilan Negeri Sleman mengacu pada Hukum Acara dimana

proses mediasi telah di ntegrasikan di dalam peroses beracara di pengadilan

dengan Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008.

Dari perkara yang masuk di Pengadilan Negeri Sleman hanya sekitar 1 %

yang berhasil di putus dengan cara mediasi. Hal – hal yang menjadikan mediasi

Page 85: Skripsi Final

72

jarang berhasil di Pengadilan Negeri Sleman menurut Indrayani, S.H adalah para

pihak mengajukan gugatan ke pengadilan Negeri Sleman karena memang niat

awalnya ingin di putus melalui pengadilan karena upaya damai di luar pengadilan

tidak menemui kesepakatan, selain hal tersebut banyak juga perkara yang sudah di

proses di pengadilan telah mencapai perdamian di luar sidang dan proses yang

sedang berjalan di cabut gugatanya, untuk perkara yang berhasil damai di luar

pengadilan tentu saja tidak di putus damai oleh hakim dengan akta perdamain

sehingga Pengadilan Negeri Sleman tidak memiliki catatan tentang hal tersebut.

Tidak jarang perkara yang sudah di cabut di daftarkan kembali karena

kesepakatan damai yang terjadi di luar proses pengadilan tidak memiliki kekuatan

hukum yang mengikat sehingga masih dapat di lakukan upaya hukum lain.

Hambatan dalam pelaksanaan prosedur mediasi relatif tidak ada karena

semua itu telah di atur secara detil dalam Perma No 1 tahun 2008 dan menjadi

acuan dalam pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Sleman

Responden lain yang di jadikan sumber informasi dalam penelitian ini

adalah Edward Saragih,S.H.,MH seorang Advokat yang sedang menangani

perkara perdata di Pengadilan Negeri Sleman memberikan beberapa keterangan

terkait dengan bagaimana dan kenapa proses mediasi jarang terjadi pada kliennya

Edward Saragih, S.H, MH menerangkan bahwa alasan klien enggan

menyelesaikan perkaranya dengan mediasi di karenakan tidak adanya titik temu

di dalam usaha tercapainya perdamaian sebelum perkara di ajukan ke pangadilan

dan beranggapan putusan pengadilan akan lebih memberikan kepastian hukum,

kebanyakan klien menjalani mediasi di pengadilan hanya sebatas sebagai

Page 86: Skripsi Final

73

formalitas karena hal tersebut sudah menjadi bagian dari proses beracara di

Pengadilan,sehingga dengan demikian menjadi sulit bagi para pihak untuk dapat

mencari jalan tengah atas penyelesaian sengketa karena para pihak tidak

menghendaki adanya proses mediasi sejak perkara mereka di ajukan ke

pengadilan.

Faktor lainya adah adanya sifat Negatif Para Pihak karena tidak jarang

salahsatu pihak atau keduanya cenderung memiliki sifat negatif misalnya :

1) Sifat tingginya harga diri masing-masing pihak

2) Sifat merasa paling benar sehingga tidak mau mengalah

3) Sifat mau menang sendiri

4) Sifat kekhawatiran dengan adanya mediasi mengakibatkan tidak

terpenuhinya seluruh keinginan yang di tuntut oleh para masing-

masing pihak.

Sebagai Advokat upaya mediasi sudah sering di anjurkan kepada klien

namun kadang klien cenderung memilih untuk menyelesaikanya melalui

pengadilan dengan berbagai alasan, apalagi untuk kasus utang - piutang jauh lebih

sulit. sementara pihaknya sebagai advokat bertugas mewakili kepentingan klien.

Sebagai advokat Edward Saragih, S.H, M.H memiliki pengalaman tentang

bagaimana berbelitnya dan berlarutnya penyelesaian sengketa perdata secara

litigasi. Dalam kasus yang di tangani saat ini perkara sudah di mulai sejak 1983,

meskipun sudah di putus menang namun hingga hari ini masih saja kesulitan

untuk melakukan eksekusi, dengan pengalaman tersebut saya selalu sarankan dan

Page 87: Skripsi Final

74

memotivasi klien untuk menyelesaikan perkaranya dengan mediasi ,dan sebagai

advokat saya lebih senang jika klien bersedia untuk melakukan mediasi

Selain faktor sifat negatif tidak jarang pengaruh pihak ketiga juga berperan

mempengaruhi para pihak untuk tidak menyelesaikan sengketannya dengan

mediasi. Advokat sebagai kuasa hukum masing-masing pihak dalam satu sisi

dapat berperan positif dengan mendorong dan memotivasi klien untuk

menyelesaian sengketa dengan mediasi, tetapi dapat juga berperan negatif dengan

cara menghalangi klienya mengadakan mediasi.

Kurangnya pemahaman PERMA No1 Tahun 2008 juga merupakan

hambatan yang cukup memberikan pengaruh, sehingga masyarakat tidak tahu

tentang manfaat mediasi dan mereka lebih memilih menyelesaikan sengketa

dengan cara litigasi. Jika di pahami lebih dalam sebenarnya PERMA No 1 Tahun

2008 sebagai suatu peraturan hukum telah memiliki tiga macam kekuatan yaitu,

kekuatan yuridis, sosiologis dan filosofis.

Menurut hasil wawancar dengan para hakim mediator kegagalan mediasi

lebih disebabkan oleh para pihak yang berkonflik, dan faktor-faktor penyebabnya

1) Pemahaman yang minim akan mediasi;

2) Para pihak bersikukuh pada pendapatnya bahwa pengadilan benteng

terakhir dari perjuangannya, maka kalau di pengadilan harus menang;

3) Para pihak memandang mediasi sebagai formalitas saja karena wajib

dilakukan;

4) Faktor gengsi, walaupun setuju untuk mediasi akan tetapi tetap tidak

mau kalah (kemenangan lah yang dikehendaki, apalagi oleh karena

Page 88: Skripsi Final

75

telah memiliki bukti-bukti yang diyakini benar sehingga pasti

menang). Jikalau kalah dalam mediasi dipandang memalukan,

bermediasi berarti kalah, oleh karena kalaupun menjalani mediasi tetap

berjuang untuk menang

5) Wakil pihak yang bersengketa tidak memahami pokok persoalannya;

6) Wakil merasa lebih terhormat jika bisa memperjuangkan kliennya

mencapai kemenangan, yang mewakilkan mudah dipengaruhi

pendiriannya oleh wakil sehingga berubah pendiriannya dari semula

menghendaki perdamaian kemudian berubah menginginkan

kemenangan.

7) Pihak yang mewakilkan menyerahkan sepenuhnya kepada wakil apa

yang akan dilakukannya, dan pihak yang mewakilkan mudah

dipengaruhi oleh wakil sehingga berubah pendirian dari semula

menginginkan perdamaian menjadi menghendaki kemenangan.

8) Wakil bermain mata dengan mediatornya.

9) Wakil tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya

dan menempatkan kepentingan pribadinya di atas kepentingan

kliennya.

Dari beberapa data keterangan yang di peroleh di atas penulis menilai

bahwa faktor yang menjadi hambatan pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri

Sleman bukan terjadi pada proses pelaksanaanya akan tetapi lebih di karenakan

pada orangnya yaitu bisa karena sifat negatif para pihak, pengaruh pihak ketiga

Page 89: Skripsi Final

76

dan pemahaman yang minim tentang manfaat mediasi, mediasi di anggap sebagai

formalitas beracara di pengadilan saja.

C. Upaya Mediasi Menjadi Pilihan Hukum Bagi Masyarakat

Dari hasil pembahasan di atas di ketahui bahwa sebenarnya Perma No1.

Tahun 2008 tentang pengintegrasian mediasi ke dalam proses penyelesaian

sengkete perdata adalah sebuah terobosan hukum guna menghindari terjadinya

berlarutnya penyelesaian sengketa di pengadilan, selain itu hal tersebut juga di

maksudkan untuk mengurangi penumpukan perkara di pengadilan karena proses

beracara perdata memakan banyak waktu dan prosedur yag harus dilalui

sementara jumlah perkara yang masuk semakin hari semakin banyak.

Namun demikian pada prakteknya mediasi belum bisa diterima oleh

masyarakat karena banyak faktor dan masih berpikir bahwa dengan di putus oleh

Hakim semua kepentingan haknya dapat terpenuhi dan beranggapan bahwa

menempuh mediasi hanyalah sebagai formalitas di Pengadilan.

Bahwa hambatan yang timbul cenderung terjadi pada pihak pihak yang

berperkara namun demikian perlu di upayakan cara agar mediasi dapat menjadi

alternative penyelesaian sengketa di Pengadilan Negeri Sleman :

1) Pengadilan Negeri Sleman perlu mendorong optimalisai pelaksanaan

mediasi dengan memberikan intensif dan reward bagi hakim mediator

yang berhasil menjalankan tugas mediasi, sehingga dengan demikain akan

meningkatkan kinerja Hakim mediasi di dalam menjalankan tugasnya.

2) Perlunya menambah jumlah Hakim Mediator

Page 90: Skripsi Final

77

3) Perlunya peran serta advokat di dalam pelakanaan mediasi di dalam

mewakili klien serta pemahaman advokat tidak pada persepsi menang-

kalah dalam perkara tetapi lebih mengedepankan keadilan yang dapat di

terima oleh semua pihak.

4) Perlunya kampanye tentang mediasi, manfaat dan kelebihanya di dalam

menyelesaikan perkara dengan cara penyuluhan maupun melalui media

tulisan - tulisan mapun himbuan terutama di lingkungan Pengadilan Negeri

Sleman.

Page 91: Skripsi Final

78

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan peneltian ini penulis menyimpulkan bahwa dua hal

pokok permasalahan tentang pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Sleman

,hambatan dan upaya ke depan agar mediasi dapat menjadi pilihan hukum bagi

masyarakat untuk mengurangi berlarutnya penyelesaian sengketa serta

penumpukan perkara di pengadilan di peroleh kesimpulan bahwa pelaksanaan

mediasi di Pengadilan Negeri Sleman telah memenuhi prosedur yang di atur

dalam Perma No.1 Tahun 2008. Di antara peoses – proses tersebut adalah dalam

tahap pednaftaran gugatan telah memenuhi kompetensi relatif sebagaimana di atur

dalam pasal 118 HIR .

Dalam Hal Penganjuran Mediasi Hakim Pemeriksa di Pengadilan Negeri

Sleman telah memenuhi ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung

No 1 Tahun 2008 (PERMA menyebutkan bahwa Peraturan Mahkamah Agung ini

hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan proses berperkara di Pengadilan.

Pasal (2) Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 menyebutkan bahwa

Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian

sengketa melalui mediasi yang diatur dalam peraturan ini. Dalam Hal Penjelasan

Prosedur Mediasi dan Penentuan Mediator.

Dalam proses penentuan mediator dan tatacara penunjukan mediator

hingga penetapan mediator telah sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No 1

Tahun 2008 pasal 7 ayat (6) yang berbunyi Hakim wajib menjelaskan prosedur

Page 92: Skripsi Final

79

mediasi dalam perma ini kepada para pihak yang bersengketa.dan dijelaskan pula

dalam Peraturan Mahkmah Agung No 1 Tahun 2008 pasal 10 ayat (1) yang

berbunyi Penggunan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya. Dalam Hal

Penentuan Waktu Mediasi

Dalam Hal Tercapainya Kesepakatan, Menyampaikan Hasil Mediasi

Kepada Hakim Pemeriksa, Tentang Penyerahan Kembali Hasil Mediasi Kepada

Mediator Hal ini telah sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun

2008 pasal 18 ayat (2), pasal 19 ayat (1), (2), (3) dan ayat (4). Jika para pihak

gagal mencapai kesepaktan, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses

mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan

perkara yang bersangkutan atau perkara lain. Mediator tidak boleh diminta

menjadi saksi dalam proses persidanan perkara yang bersangkutan dari

serangkaian proses pelaksanaan mediasi dipengadilan Negeri Sleman

dilaksanakan dengan dua tahap yaitu tahap pra mediasi dan tahap pelaksanaan

mediasi.

Dari perkara yang masuk di Pengadilan Negeri Sleman hanya sekitar 1 %

yang berhasil di putus dengan cara mediasi.Sikap kekhawatiran dengan adanya

mediasi mengakibatkan tidak terpenuhinya seluruh keinginan yang di tuntut oleh

para masing-masing pihak. Selain faktor sifat negatif tidak jarang pengaruh pihak

ketiga juga berperan mempengaruhi para pihak untuk tidak menyelesaikan

sengketannya dengan mediasi.

Menurut hasil wawancara dengan para hakim mediator kegagalan mediasi

lebih disebabkan oleh para pihak yang berkonflik, dan faktor-faktor penyebabnya

Page 93: Skripsi Final

80

adalah Pemahaman yang minim tentang mediasi,Wakil pihak yang bersengketa

tidak memahami pokok persoalannya, Pihak yang mewakilkan menyerahkan

sepenuhnya kepada wakil apa yang akan dilakukannya, dan pihak yang

mewakilkan mudah dipengaruhi oleh wakil sehingga berubah pendirian dari

semula menginginkan perdamaian menjadi menghendaki kemenangan.

B. Saran

Dari hasil pembahasan di atas di ketahui bahwa sebenarnya Perma

No.1Tahun 2008 tentang pengintegrasian mediasi ke dalam proses penyelesaian

sengkete perdata adalah sebuah terobosan hukum guna menghindari terjadinya

berlarutnya penyelesaian sengketa di pengadilan,dan penumpukan perkara,

prakteknya mediasi belum bisa diterima oleh masyarakat karena banyak faktor

,perlu upayakan cara agar mediasi dapat menjadi pilihan hukum bagi masyarakat

dengan cara sebagai berikut ;

Kejaksaan Agung perlu mendorong optimalisai pelaksanaan mediasi di

pengadilan dengan memberikan intensif dan reward bagi hakim mediator yang

berhasil menjalankan tugas mediasi, sehingga dengan demikain akan

meningkatkan kinerja Hakim mediasi di dalam menjalankan tugasnya;Perlunya

menambah jumlah Hakim Mediator di Lembaga Pengadilan dan menerbitkan

aturan tentang tatacara dan acuan bagi mediator dalam menjalankan tugasnya.;

Perlunya peran serta advokat di dalam pelakanaan mediasi di dalam

mewakili klien serta pemahaman advokat tidak pada persepsi menang- kalah

Page 94: Skripsi Final

81

dalam perkara tetapi lebih mengedepankan keadilan yang dapat di terima oleh

semua pihak;

Perlunya kampanye tentang mediasi, manfaat dan kelebihanya di dalam

menyelesaikan perkara dengan cara penyuluhan maupun melalui media tulisan -

tulisan di lingkungan pengadilan