Skleroderma

20
PENDAHULUAN Skleroderma merupakan penyakit kronik yang penyebabnya belum diketahui dimana menyerang pembuluh darah kecil dan jaringan ikat. Skleroderma dibagi dalam dua bentuk, bentuk pertama dinamakan skleroderma sirkumskripta atau dengan nama lain morphea atau skleroderma lokalisata, dan skleroderma difusa progresiva atau sklerosis sitemik. Pada skleroderma sistemik terjadi penebalan dan indurasi kulit yang difus dan diikuti dengan fibrosis serta terjadi obliterasi pembuluh darah dari organ dalam. Tidak seperti pada sklerosis sistemik, gambaran klinis morphea tidak dijumpai sklerodaktili, Raynaud phenomenon dan keterlibatan organ dalam. Stadium dini dari penyakit ini berhubungan dengan gambaran inflamasi yang menonjol, diikuti dengan perubahan struktural dan fungsional yang menyeluruh pada mikrovaskular dan disfungsi organ yang progresif akibat dari proses fibrosis. 1

description

Skleroderma

Transcript of Skleroderma

Page 1: Skleroderma

PENDAHULUAN

Skleroderma merupakan penyakit kronik yang penyebabnya belum diketahui dimana

menyerang pembuluh darah kecil dan jaringan ikat. Skleroderma dibagi dalam dua bentuk,

bentuk pertama dinamakan skleroderma sirkumskripta atau dengan nama lain morphea atau

skleroderma lokalisata, dan skleroderma difusa progresiva atau sklerosis sitemik. Pada

skleroderma sistemik terjadi penebalan dan indurasi kulit yang difus dan diikuti dengan

fibrosis serta terjadi obliterasi pembuluh darah dari organ dalam. Tidak seperti pada sklerosis

sistemik, gambaran klinis morphea tidak dijumpai sklerodaktili, Raynaud phenomenon dan

keterlibatan organ dalam. Stadium dini dari penyakit ini berhubungan dengan gambaran

inflamasi yang menonjol, diikuti dengan perubahan struktural dan fungsional yang

menyeluruh pada mikrovaskular dan disfungsi organ yang progresif akibat dari proses

fibrosis.

1

Page 2: Skleroderma

SKLERODERMA

A. DEFINISI

Istilah skleroderma berasal dari kata Yunani, skleros (keras atau berindurasi) dan derma

(kulit). Skleroderma adalah penyakit kronik, tidak diketahui penyebabnya dan mengenai

pembuluh darah mikro serta jaringan ikat lunak. Skleroderma ditandai oleh adanya fibrosis

dan obliterasi pembuluh darah kulit, paru, pencernaan, ginjal dan jantung. Penyakit ini bisa

lokal dan sistemik. Yang sistemik sering bersifat progesif dan fatal. Karakteristik kliniknya

adalaah adanya indurasi dan penebalan kulit. Deposit jaringan ikat dan obliterasi pembuluh

darah ditemukan dikulit maupun di alat-alat dalam tertentu. [1]

B. EPIDEMIOLOGI

Kasus skleroderma relatif jarang. Sekitar 75.000 sampai 100.000 penduduk di Amerika

Serikat memiliki penyakit ini dan sebagian besar adalah perempuan berusia antara 30 tahun

dan 50 tahun. Anak kembar dan anggota keluarga mereka yang mengidap skleroderma atau

penyakit jaringan ikat autoimun lainnya, seperti lupus, memiliki risiko sedikit lebih tinggi

terkena skleroderma. Anak-anak juga dapat terkena skleroderma, tetapi manifestasi klinis

berbeda pada anak-anak dengan orang dewasa. [2]

C. ETIOLOGI

Pada skelrosis lokalisasi, etiologinya belum diketahui. Tetapi terdapat beberapa faktor

familial. Kehamilan dapat menyebabkan presipitasi atau agravasi pada morfea.Ada laporan

yang mengabarkan penyakit ini muncul setelah terjadi infeksi, seperti morbili, varisela dan

borrelia burgdorferi, ada juga yang menyatakan pemicunya termasuk trauma dari vaksin

bacille calmette-guerin (BCG), injeksi vitamin b, terapi radiasi, penisilamin, dan

bromokriptin. Tetapi bagaimanapun tidak ada satupun yang merupakan penyebab langsung

yang terbukti.[3]

Sedangkan sklerosis sistemik ialah penyakit kompleks yang berkaitan dengan faktor

genetik dan lingkungan. Tentang faktor genetic, terdapat perbedaan mengenai jenis kelamin.

Perbandingan wanita dan pria ialah 2:1 sampai 21:1. Sklerosis sistemik juga berhubungan

dengan HLA, misalnya HLA-A1, B8-DR3 atau dengan DR3 dan DR-2, terjadi pula

peningkatan pemecahan kromosom. Faktor lingkugan yang diduga berhubungan ialah debu

silika, polivinyl klorida, hidrokarbon aromatik. Juga obat-obatan misalnya bleomisisn,

2

Page 3: Skleroderma

pentazokin dan L-triptofon. Adanya faktor pencetus akan menstimulasi sistem imun, baik

selular maupun humoral.[3]

D. PATOGENESIS

a. Skleroderma lokalisata:

Epidermis bisa terlihat normal atau menipis dan terjadi atrofi disertai hilangnya rete

ridges. Pada awalnya lapisan dermis akan mengalami edema, pembengkakan dan degenerasi

dari jaringan kolagen fibril, yang kemudian menjadi homogen dan eosinofilik. Kemungkinan

adanya kekurangan infiltrat limfatik pada perivaskular. Infiltrat selular dari limfosit, sel

plasma, dan makrofag, dari perivaskular atau difusi, terjadi 84% dalam satu kali proses.

Kemudian dermis akan menebal, dengan kolagen yang padat dan beberapa fibroblast yang

terlihat. Jaringan elastis akan berkurang. Kulit bagian paling luar, dermis, dan lemak

subkutan akan hilang dengan cepat. Beberapa kelenjar keringat mungkin dapat bertahan, jauh

di dalam massa sklerosis sistemik sklerotik yang padat. Pembuluh darah dermis akan terlihat

menebal.[3] Lebih singkatnya, inflamasi dapat memicu sel jaringan ikat untuk memproduksi

banyak kolagen yang merupakan bagian utama dari banyak jaringan. Kolagen yang

berlebihan dapat menyebabkan fibrosis, yang terlihat seperti jaringan parut.[4]

b. Skleroderma sistemik:

Secara pasti, patogenesis sklerosis sistemik tidak diketahui. Diduga, faktor pencetus

yang sampai sekarang belum diketahui, mengaktifkan sistem imun dan menimbulkan

kerusakan sel endotel. Kerusakan sel endotel akan mengaktifkan trombosit, sehingga

trombosit mengeluatkan berbagai mediator, seperti PDGF, TGF-B dan CTAP-III. Yang akan

menyebabkan proliferasi fibroblast dan sintesis matriks oleh fibroblast. Aktifasi sistem imun

juga akan berakhir pada proliferasi fibroblast dan sintesis matriks. Aspek utama dari penyakit

ini termasuk inflamasi pembuluh darah, dan sel yang diproduksi jaringan ikat. Faktor genetik

spertinya juga penting seperti penyakit kompleks lainnya. Faktor keturunan yang berperan

adalah jenis kelamin, rasio wanita dengan laki-laki adalah 2:1 sampai 20:1, walaupun

demikian faktor hormone seks pada patogenesis penyakit ini belum diketahui.[4,5]

3

Page 4: Skleroderma

E. MANIFESTASI KLINIS DAN KALSIFIKASI

Gb. 1. Gejala klinis dan pemeriksaan histology pada pasien dengan skleroderma.

Panel A memperlihatkan hyperkeratosis di kuku pasien fase edema pada

skleroderma lokalisata. Panel B memperlihatkan ulserasi di ujung jari pada

pasien skleroderma lokalisata. Panel C memperlihatkan sebuah infiltrate

limfohistiositik di sekitar pembuluh darah pada preparat kulit. Pada Panel D,

sebuah spesimen biopsy kulit dari pasien dengan skleroderma sistemik

memperlihatkan deposisi dari matriks kolagen keluar dari dermis sampai

jaringan lemak subkutan. Panel A memperlihatkan penebalan pada

pertengahan arteri interlobulus (panah) dan dua arteri yang meruncing

(asterisk) di ginjal dari pasien skleroderma. Sebagian gromerulus telah tidak

bekerja dan epitel dari tubular mengalami atrofi. Fibrosis dengan infiltrasi sel

mononuklear terjadi di interstitium. [7]

A. Sklerodema lokalisata dibagi dalam tiga varian, yaitu:

1. Morfea

Morfea mempunyai onset penyakit yang lambat, lebih sering menyerang bagian

tubuh atas dibandingkan ekstremitas dan wajah. Puncak insiden terjadi pada usia 20-40

tahun dengan rasio perempuan dan laki-laki 3:1. Morfea ditandai dengan satu atau

beberapa patch atau plak berindurasi dan berbatas umumnya dengan hipo atau

hiperpigmentasi. Lesi dini ditandai dengan edema dengan atau tanpa eritema sekitar. Nyeri

muncul beberapa minggu sebelum muncul gejala klinik. Lesi aktif biasa berindurasi dan

4

Page 5: Skleroderma

berbatas eritema dan violaceous. Lesi berkembang menjadi keputihan atau kuning,

khususnya di sentral. Ukuran bervariasi dari 0,5-30 cm2. Variasi submorfologi morfea

termasuk guttae, bullous, keloidal, profunda dan ‘en coup de sabre’. Beberapa penulis

berpendapat bahwa liken sklerosis adalah bentuk superficial atau bentuk dini dari morfea.

Penyakit chonic sclerodermoid graft-versus-host secara klinik dan histologi serupa

dengan liken sklerosus, morfea, dan eosinophilic fasciitis (EF), sehingga penyakit ini

dapat menjadi bagian dari penyakit fibrotic.[6]

2. Morfea generalisata

Morfea generalisata memiliki tingkat keparahan lesi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan morfea, ditandai dengan lesi multipel, sering konfluen dan mengenai

body surface area yang lebih luas. Beberapa pasien dapat memiliki bentuk subkutaneus

dengan cakupan permukaan tubuh yang lebih kecil.[6] Onsetnya biasanya perlahan-lahan

sama seperti morfea. Lesi dengan warna ungu (lilac-coloured border) disekeliling indurasi

ivory-white shiny biasanya terlihat pada stadium awal. Plak biasanya lebih besar dibanding

morfea lain. Biasanya plak dimulai pada bagian tubuh atas dan secara bertahap meningkat

dalam ukuran, dengan perkembangan plak baru selama satu atau dua tahun. Area utama

yang terkena adalah bagian tubuh atas, abdomen, dan paha atas.

3. Morfea linier (Linear Scleroderma)

Morfea linier ditandai dengan indurasi kulit band-like dan seringnya dengan

perubahan pigmen, yang dapat melewati garis sendi dan kadang menyebabkan kontraktur.

Bentuk morfea lebih sering terjadi pada anak-anak dan pada ekstremitas. Proses fibrotik

sering meluas ke jaringan subkutaneus, termasuk fasia dan otot. Kontraktur dapat menjadi

penyebab morbiditas dan deformitas. Pada anak yang sangat muda, dapat mempengaruhi

pertumbuhan tulang dan pertumbuhan jaringan. Proses pansklerotik yang meliputi seluruh

ekstremitas terlihat pada kasus yang sangat berat. Morfea sklerotik pada anak

dihubungkan dengan dengan resiko yang meningkat dari karsinoma sel squamous

kutaneus, khususnya pada area yang berulkus dari kulit yang terkena.[6]

B. Skleroderma Sistemik

Skleroderma sistemik biasanya dimulai dengan keluhan seperti fenomena Raynaud yang

kronik, edema pitting pada tangan dan jari-jari. Sepertiga pasien pertama kali mengeluh

5

Page 6: Skleroderma

adanya sakit dan kaku pada jari-jari dan lutut. Pada beberapa kasus, keluhan pertama adalah

poliartritis aktif yang sering berpindah. Dalam kasus lain, terdapata arthritis jari-jari yang

erosif dan berat. Pada pemeriksaan sinar X ditemukan :

1. Resorpsi jari-jari

2. Kalsifikasi subkutan

3. Ruangan persendian menyempit

4. Erosi fokal tulang-tulang tertentu

Kelinan kulit mendahului kelainan alat-alat dalam beberapa tahun sebelumnya. Penyakit

lebih lanjut akan meluas ke anggota gerak atas, badan, muka, dan akhirnya anggota gerak

bawah. Pada fase dini pitting edema yang ringan, tidak sakit berlangsung beberapa bulan,

kemudian kulit menjadi kasar. Sebelumnya kulit terasa indurasi, kaku, kemudian atrofi, keras

dan melekat dengan struktur di bawahnya. Kulit pada muka menjadi seperti topeng tanpa

ekspresi, kehilangan garis-garis muka, penipisan dari bibir dan penyempitan pembukaan

mulut (mikrostomia).[1]

Tampak adanya alur-alur radial sekitar mulut. Jarang mukosa mulut terkena. Kulit

hidung ketat dan nampak hidung lebih runcing. Telengangiektasi pada muka dan badan

bagian atas. Pada daerah yang terkena, kulit menjadi tipis dan rambut menghilang tak

berkeringat. Hiperpigmentasinya menyeluruh seperti penyakit Addison. Fokal

hipo/hiperpigmentasi timbul sebagai reaksi setelah adanya peradangan pada daerah sklerosis.[1]

F. DIAGNOSIS

a. Skleroderma lokalisata:

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk mendiagnosa skleroderma

lokalisata, tetapi tes sering dilakukan untuk mengevaluasi tingkat dari inflamasi dan masalah

yang terkait dengan skleroderma lokalisata, serta untuk memastikan pasien tidak mempunyai

penyakit lain. Biopsi kulit dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis. [4]

Gambaran klinis dari skleroderma lokalisata terbagi 5, yaitu:

- Morfea soliter (morfea en plaque)

Lesi terdiri atas sebuah bercak sklerotik yang numuler atau sebesar telapak

tagan. Bercak biasanya berbentuk bulat, berbatas jelas, dan berkilat seperti lilin.

Warna bercak merah kebiru-biruan, kadang-kadang seperti gading dengan halo ungu

6

Page 7: Skleroderma

(violaceus ilia ring). Hal tersebut berarti lesi masi inflamatorik (aktif). Bagian tengan

bercak berawarna putih kekuningan seperti gading.

Didalam lesi, rambut berkurang, begitu juga respon keringat menurun. Bercak

atau plak tersebut keras dan berindurasi, tetapi tidak melekat erat pada jaringan di

bawahnya.

- Morfea gutata

Bentuk ini sangat jarang. Lesi terdiri atas bercak kecil dan bulat yang atrofik.

disekitarnya terdapat hal ungu kebiru-biruan. Beberapa lesi berkelompok, lokalisasi

biasanya di dada atau di leher.

- Skleroderma linear (Skleroderma en coup de sabre)

Lesi soliter dan unilateral. Biasanya lesi di kepala, dahi atau ekstrimitas. Pada

lesi terdapat atrofi dan depresi. Berbeda dengan morfea biasa, yang terletak di

seuperfisial, maka skleroderma linear menyerang laisan-lapisan kulit dalam.

Bila penyakit mulai pada usia dekade pertama atau kedua, maka seringkali

disertai deformitas. Yang dapat dijumpai ialah hemi-atrofi dari sebuah ekstrimitas

atau wajah, kontraktur di wajah, atau anomali kolumna vertebrata.

- Morfea segmental

Bila berada di satu atau lebih ekstrimitas. Disamping ada indurasi, ada atrofi

pada lemak subkutis dan otot. Akibatnya ialah kontraktur otot dan tendon, serta

ankilosis pada sendi tangan dan kaki.

- Morfea generalisata

Bentuk tersebut merupakan kombinasi empat bentuk diatas. Morfea tersebar

luas dan disertai atrofi otot-otot, sehingga timbul disabilitas. Lokasi terutama di badan

bagian atas, abdomen, bokong, dan tungkai.

Semua bentuk morfea biasanya dalan tiga sampai lima bulan menjadi inaktif, bahkan

kemudian menghilang dalam beberapa tahun, kecuali skleroderma linear, yang biasanya

makin meluas.[3]

b. Skleroderma sistemik:

American Rheumatism Association (ARA) mengajukan criteria pendauluan untuk

klasifikasi sklerosis sistemik progresif. Kriteria ini terdiri atas:

- Kriteria Mayor:

7

Page 8: Skleroderma

Skleroderma proksimal terlihat penebalan, penegangan dan pengerasan kulit yang

simetrik pada kulit jari dan kulit proksimal terhadap sendi metakarpofalangeal atau

metatarsofalangeal. Perubahan ini dapat mengenai seluruh ekstrimitas, muka, leher

dan batang tubuh (toraks dan abdomen)

- Kriteria Minor:

Sklerodaktil: Perubahan kulit seperti tersebut diatas, tetapi hanya terbatas pada

jari.

Pencengkungan jari atau hilangnya substansi jari. Daerah yang mencekung pada

ujung jari atau hilangnya substansi jaringan jari terjadi akibat iskemia.

Fibrosis basal dikedua paru. Gambaran linier atau lineonodular yang reticular

terutama di bagian basal kedua paru tampak pada gambaran foto dada standar.

Gambaran paru mungkin menimbulkan bercak difus atau seperti sarang lebah.

Kelainan ini bukan merupakan kelainan primer paru.

Diagnosis sklerosis sistemik ditegakkan bila didapatkan 1 kriteria mayor atau 2 atau

lebih kriteria minor. [7]

Satu jenis dari sklerosis sistemik adalah sindrom C.R.E.S.T. Pada skleroderma tipe ini

ditemukan:

Calcinosis: Kalsinosis dari kalsium yang terdapat dibawah kulit jari tangan dan kaki.

Raynaud’s phenomenon: Fenomena Raynaud dengan sirkulasi pembuluh darah yang

buruk.

Esophagus: Dismotilitas esophagus.

Sclerosis: Sklerosis jari tangan dan kaki.

Teleangiectasia: Teleangiekstasis pada wajah dan bibir juga ada jari dan kuku

G. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis morfea tampak pada pemeriksaan fisik berupa pembentukan plak indurasi

dan lesi pita pada kulit dengan atau tanpa hemiatrofi yang jarang terjadi pada penyakit

lainnya, adanya halo ungu mempermudah diagnosis. Lesi retikulata keunguan dengan

indurasi minimal dapat dianggap sebagai poliarteritis nodosa kutaneus. Lesi morfea dapat

ditemukan pada sarkoidosis, lesi bermula dari pelebaran vaskular dan sering salah dinilai

sebagai macula nevus vascular. Pada fase akut kondisi ini harus dibedakan dengan

skleroderma Buschke, tapi permulaan penyakit ini lebih akut dan setelah episode infeksi.

Lesi-lesi dengan pigmentasi sulit dibedakan, tetapi riwayat indurasi di daerah tersebut dapat

8

Page 9: Skleroderma

membantu diagnosis. Lesi atrofik berpigmen dapat merupakan lesi dari atrofi Pierini dan

Pasini, terjadi pada 47% dalam satu seri.[6] Diagnosis banding morfea dapat dilihat pada Tabel

1.

Tabel 1. Diagnosis banding morfea[6]

Paling

mendekati

Dipertimbangkan Disingkirkan

- Sklerosis

sistemik

- Eosinophilic

fasciitis

- Liken sklerosus

- Lupus profundus

- Connective tissue nevi

- Morpheaform basal cell

carcinoma

- Toxic oil syndrome

- Chronic graft-versus-host

- Lipodermatosclerosis

- Lyme disease, acrodermatitis

chronic atrophicans

- Fenilketonuria

- Porphyria cutanea tarda

- POEMS syndrome

( Polyneuropathy, Organomegaly,

Endocrinopathy,

M protein, and Skin changes)

H. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan umum (KIE)

a. Memberitahu pasien bahwa morfea adalah penyakit yang tidak berbahaya pada

kebanyakan kasus. Perjalanan penyakitnya dapat progresif lambat; namun biasanya

terjadi remisi spontan.[8]

b. Menjelaskan pada pasien bahwa lesi morfea pada persendian yang membatasi range

of motion (ROM) pasien dapat dipulihkan dengan rehabilitasi.[8]

c. Memberitahu pasien bahwa perhatian khusus diberikan pada lesi morfea pada

ekstremitas bawah karena pada pasien pediatrik dapat menyebabkan diskrepansi

panjang kaki. Keterlibatan fasial dan konstriksi ekstremitas yang meluas juga

membutuhkan follow-up yang lebih.[8]

2. Penatalaksanaan khusus

Pengobatan ditujukan pada komponen peradangan, pelepasan sitokin, dan aktivasi

dan deposit kolagen. Pada kebanyakan kasus, lesi skleroderma lokalisata menjadi inaktif

9

Page 10: Skleroderma

secara spontan dan pada kasus yang lebih berat dapat menyebabkan fibrosis ireversibel

dari kulit dan jaringan subkutan.[6]

Steroid topikal dan sistemik, analog vitamin D oral dan topical, methotrexate,

cyclophosphamide, azathioprine, hydroxychloroquine, intralesional interferon-,

penicillin dan D-penicillamine telah banyak digunakan. Pengobatan yang telah dilaporkan

berhasil meliputi D-penicillamine, topical tacrolimus under occlusion, calsitriol oral,

calcipotriene topical, methotrexate sendiri atau dikombinasi dengan kortikosteroid,

imiquimod topical, tretinoin dengan ammonium lactate topical, dan N-3, 4-

dimethoxycinnamoyl anthralinic acid- obat anti alergi yang menghambat anafilaksis

kutaneus pasif.[6]

Terapi fisik terpenting pada pasien dengan kontraktur adalah untuk

mempertahankan atau meningkatkan fungsi ekstremitas. Pada kasus pediatrik dengan

pertumbuhan yang terganggu dari ekstremitas yang terkena, intervensi bedah, dan

stapling dari lempeng epifisis dari sisi yang normal dapat efektif.[6]

Fototerapi juga dapat digunakan untuk pengobatan. Beberapa studi telah

menunjukkan perkembangan pada mayoritas pasien morfea menggunakan psoralen dan

sinar ultraviolet A, broad band ultraviolet A (UVA), atau fototerapi UVAI.[6]

Pengobatan pada satu atau sedikit lesi morfea dapat menggunakan pengobatan

topikal seperti calcipotriene, tacrolimus, retinoids, atau tidak menggunakan pengobatan

sama sekali. Pendekatan pada lesi wajah menggunakan hydroxychloroquine dan mungkin

methotrexate dalam kombinasi dengan dosis kecil (5 sampai 10 mg) dari kortikosteroid

sistemik. Pada lesi yang lebih luas, dapat digunakan fototerapi. Jika tidak berhasil dapat

menggunakan methotrexate, D-penicillamine, cyclosporine, dan agen immunosuppressive

lainnya.[6]

I. PROGNOSIS

Walau ditemukan autoantibodi serum, morfea dicirikan dengan tidak melibatkan

sistemik, walaupun kadang tumpang tindih dengan penyakit jaringan penghubung lainnya

yang pernah dilaporkan. Kebanyakan kasus adalah self-limited, dengan aktifitas klinik yang

nyata untuk umur rata-rata 3-5 tahun. Beberapa pasien dapat memiliki reaktivasi dari lesi

inaktif secara nyata. Dalam 13% pasien dengan skleroderma linier, satu terlihat berreaktivasi

setelah beberapa tahun remisi. En coup de sabre dapat tidak terdeteksi selama beberapa

dekade. Hal ini mungkin karena morfea menjadi proses kronik dengan kadar rendah dari

10

Page 11: Skleroderma

aktivitas selama beberapa tahun. Sedikit atropi dengan atau tanpa hiperpigmentasi dapat

menjadi satu-satunya gejala penyakit yang persisten. [6]

Angka harapan hidup lima tahun pasien sklerosis sistemik adalah sekitar 68%. Harapan

hidup akan makin pendek dengan makin luasnya kelainan kulit dan banyaknya keterlibatan

organ visceral. Pada sklerosis sitemik difus kematian biasanya terjadi karena kelainan paru,

jantung atau ginjal. Sedangkan pada sklerosis sistemik terbatas, kematian terjadi karena

hipertensi pulmonal dan malbsorbsi. Pasien sklerosis sitemik mempunyai resiko yang tinggi

untuk mendapatkan keganasan, terutam karsinoma payudara, paru dan limfoma non Hodgkin

Hal ini turut meningkatkan angka kematian pasien sklerosis sitemik. Satu hal yang unik

adalah bahwa resiko timbulnya adenokarsinoma esophagus sangat rendah walaupun terdapat

metaplasi mukosa esophagus distal (metaplasia Barret). Penelitian Altman dkk, mendapatkan

beberapa prediktor yang memperburuk prognosis sklerosis sitemik adalah [5] :

Usia lanjut( > 64 tahun)

Penurunan fungsi ginjal (BUN<16 mg/dl)

Anemia (Hb<11 gr/dl)

Penurunan kapasitas difusi CO2 pada paru (<50% prediksi)

Penurunan kadar protein serum total (6 mg/dl)

Penurunan cadangan paru (Kapasitas vital paksa <80% pada Hb >14 gr/dl atau kapasitas

vital paksa < 65 % pada Hb<14 gr/dl)

KESIMPULAN

Skleroderma adalah penyakit kronik, tidak diketahui penyebabnya dan mengenai

pembuluh darah mikro serta jaringan ikat lunak. Skleroderma dibagi dalam dua bentuk,

bentuk pertama dinamakan skleroderma sirkumskripta atau dengan nama lain morphea atau

scleroderma lokalisata, dan scleroderma difusa progresiva atau sklerosis sitemik.

Karakteristik kliniknya adalaah adanya indurasi dan penebalan kulit. Deposit jaringan ikat

dan obliterasi pembuluh darah ditemukan dikulit maupun di alat-alat dalam tertentu.

11

Page 12: Skleroderma

Tujuan penatalaksanaan disesuaikan dengan organ mana yang terlibat. Derajat penyakit

merupakan kunci untuk dimulainya terapi. Progresifitas perubahan kulit menunjukkan

perlunya terapi segera utnuk mencegah kerusakan organ internal. Pemilihan terapi yang tepat

tergantung manifestasi organ spesifik.

Kebanyakan kasus pada morfea adalah self-limited, dengan aktifitas klinik yang nyata

untuk umur rata-rata 3-5 tahun. Sedangkan pada sklerosis sistemik harapan hidup akan makin

pendek dengan makin luasnya kelainan kulit dan banyaknya keterlibatan organ visceral.

DAFTAR PUSTAKA

1. Danukusumo Julianto. Skleroderma, Lupus eritematosus, dan dermatomiositis dalam:

Harahap Marwali, editor. 2000. Buku Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: hipokrates,hal

185-188

2. Peter A. Merkel. Scleroderma. American College of Rheumatology.2013. Diakses dari

http://www.rheumatology.org/practice/clinical/patients/diseases_and_conditions/

scleroderma.pdf Diaskes tanggal 23 April 2015

12

Page 13: Skleroderma

3. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta:

Badan Penerbit FKUI; 2010. hal 268-70

4. Li S., M.D., phD, Zulian F, M.D., Beam T. Pediatric Localized Scleroderma. American

College of Rheumatology. 2010. P.1-4 Diakses dari :

https://www.rheumatology.org/practice/clinical/patients/diseases_and_conditions/

Pediatric_Scleroderma.pdf Diakses tanggal 21 April 2015

5. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, K Simandibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. hal 2620-27

6. Vincent F, Christina EK. Morphea. In: Klause W, Lowell AG, Stephen IK, Barbara AG,

Amy SP, David JS, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.7 th Ed.

New York: Mc Graw Hill Medical. 2008. p.543-6.

7. Armando G., M,D., Enrico V.A., M.D., Thomas K., M.D. Mechanism of Disease

Scleroderma.The New England Journal of Medicine. 2009. P.1989-2003 Diakses

dari http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra0806188 Dikases tanggal 21

April 2015

Julie EG, Lawrence AS. Localized Scleroderma or Morphea ?. Dermatology Nurses'

Association. 2001. Diakses dari : http://europepmc.org/abstract/med/11917622

Diakses tanggal : 24 April 2015

13