skenario malaria ipt

28
LI. 1 Memahami dan Menjelaskan Plasmodium LO. 1.1 Menjelaskan tentang jenis-jenis Plasmodium 1. Plasmodium vivax. Plasmodium vivax merupakan parasit yang menyebabkan penyakit malaria vivax atau biasa disebut juga malaria tersiana,dimana hospes perantaranya adalah manusia dan hospes definitifnya adalah nyamuk Anopheles betina. Plasmodium vivax biasanya ditemukan di daerah subtropik dan tropik. Khusus di Indonesia, Plasmodium vivax tersebar di seluruh kepulauan dan pada musim kering, umumnya di daerah endemik mempunyai frekuensi tertinggi di antara spesies yang lain. Morfologi : Pada trofozoit muda terdapat bentuk cincin yang besarnya ± 1/3 eritrosit. Dengan pulasan Giemsa, sitoplasmanya berwarna biru, intinya merah, mempunyai vakuol yang besar. Lalu eritrosit yang terinfeksi parasit P.vivax ukurannya lebih besar daripada ukuran eritrosit yang normal. Selain itu, berwarna pucat dan tampak titik-titik halus berwarna merah yang disebut titik Schüffner. Sedangkan pada trofozoit tua, sitoplasma berbentuk ameboid. Lalu, pigmen parasit menjadi semakin nyata dan berwarna kuning tengguli. Skizon matang dari daur eritrosit mengandung 12-18 buah merozoit dan mengisi seluruh eritrosit dengan pigmen terkumpul di bagian tengah atau di pinggir. Pada makrogametosit (betina), terdapat sitoplasma yang berwarna biru dengan inti kecil, padat, dan berwarna merah. Sedangkan pada mikrogametosit (jantan) biasanya bulat, sitoplasma berwarna pucat, biru kelabu dengan inti yang besar, pucat, dan difus. Inti biasanya terletak di tengah. Baik pada mikrogametosit maupun makrogametosit, butir-butir pigmen jelas dan tersebar pada sitoplasma. PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 1

description

Transcript of skenario malaria ipt

LI. 1 Memahami dan Menjelaskan Plasmodium

LO. 1.1 Menjelaskan tentang jenis-jenis Plasmodium

1. Plasmodium vivax.

Plasmodium vivax merupakan parasit yang menyebabkan penyakit malaria vivax atau biasa disebut juga malaria tersiana,dimana hospes perantaranya adalah manusia dan hospes definitifnya adalah nyamuk Anopheles betina.

Plasmodium vivax biasanya ditemukan di daerah subtropik dan tropik. Khusus di Indonesia, Plasmodium vivax tersebar di seluruh kepulauan dan pada musim kering, umumnya di daerah endemik mempunyai frekuensi tertinggi di antara spesies yang lain.

Morfologi :

Pada trofozoit muda terdapat bentuk cincin yang besarnya ± 1/3 eritrosit. Dengan pulasan Giemsa, sitoplasmanya berwarna biru, intinya merah, mempunyai vakuol yang besar. Lalu eritrosit yang terinfeksi parasit P.vivax ukurannya lebih besar daripada ukuran eritrosit yang normal. Selain itu, berwarna pucat dan tampak titik-titik halus berwarna merah yang disebut titik Schüffner.

Sedangkan pada trofozoit tua, sitoplasma berbentuk ameboid. Lalu, pigmen parasit menjadi semakin nyata dan berwarna kuning tengguli. Skizon matang dari daur eritrosit mengandung 12-18 buah merozoit dan mengisi seluruh eritrosit dengan pigmen terkumpul di bagian tengah atau di pinggir.

Pada makrogametosit (betina), terdapat sitoplasma yang berwarna biru dengan inti kecil, padat, dan berwarna merah. Sedangkan pada mikrogametosit (jantan) biasanya bulat, sitoplasma berwarna pucat, biru kelabu dengan inti yang besar, pucat, dan difus. Inti biasanya terletak di tengah. Baik pada mikrogametosit maupun makrogametosit, butir-butir pigmen jelas dan tersebar pada sitoplasma.

2. Plasmodium malariae

Plasmodium malariae merupakan parasit yang menyebabkan malaria malariae atau malaria kuartana. Disebut malaria kuartana karena serangan demam berulang pada tiap hari ke empat.

Penyakit malaria kuartana dapat ditemukan di daerah tropik, tetapi frekuensinya cenderung rendah. Di Afrika terutama ditemukan di bagian barat dan utara, sedangkan di Indonesia dilaporkan di Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (termasuk Timor Leste) dan Sumatera Selatan.

Morfologi :

PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 1

Stadium trofozoit muda dalam darah tepi tidak berbeda banyak dengan Plasmodium vivax, meskipun sitoplasmanya lebih tebal dan pada pulasan Giemsa tampak lebih gelap. Eritrosit yang terinfeksi P.malariae tidak membesar. Dengan pulasan khusus, pada eritrosit dapat tampak titik-titik yang disebut titik Ziemann. Pada trofozoit yang lebih tua bila membulat kira-kira setengah eritrosit. Pada sediaan darah tipis, stadium trofozoit dapat melintang sepanjang sel darah merah.Butir-butir pigmen jumlahnya besar, kasar, dan berwarna gelap.

Pada makrogametosit mempunyai sitoplasma yang berwarna biru tua, berinti kecil dan padat. Sedangkan pada mikrogametosit, sitoplasmanya berwarna biru pucat, berinti difus dan lebih besar. Pigmen tersebar pada sitoplasma.

3. Plasmodium ovale

Plasmodium ovale merupakan parasit yang menyebabkan penyakit malaria ovale. Biasanya Plasmodium ovale terdapat di daerah tropik Afrika bagian barat, Pasifik Barat dan di beberapa bagian lain di dunia. Di Indonesia, parasot ini terdapat di Pulau Owi sebelah selatan Biak di Irian Jaya dan di Pulau Timor.

Morfologi :

Trofozoid muda berukuran kira-kira 2 mikron (1/3 eritrosit). Titik Schüffner terbentuk saat dini dan tampak jelas. Stadium trofozoid berbentuk bulat dan kompak dengan granula pigmen yang lebih kasar tapi tidak sekasar P.malariae. Pada stadium ini, eritrosit agak membesar dan sebagian besar berbentuk lonjong. Stadium gametosit betina berbentuk bulat, punya inti kecil, kompak, dan sitoplasmanya berwarna biru. Gametosit jantan punya inti difus, sitoplasma berwarna pucat, kemerah-merahan berbentuk bulat.

4. Plasmodium falciparum

Plasmodium falciparum merupakan parasit yang menyebabkan penyakit malaria falsiparum atau malaria tropika atau malaria tersiana maligna.

Parasit ini ditemukan di daerah tropik, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia, parasit ini tersebar di seluruh kepulauan.

Morfologi :

Trofozoid muda (berbentuk cincin) eritrosit tidak membesar dan terdapat titik Maurer. Hanya ada satu parasit dalam sebuah eritrosit. Pada trofozoid (multiple) terdapat lebih dari 1 buah parasit dalam sebuah eritrosit/ Skizon muda jumlah intinya 2-6, pigmen sudah menggumpal warna hitam. Skizon matang inti membelah 8-24. Makrogametosit berbentuk seperti pisang, agak lonjong, plasma berwarna biru, inti padat kecil, pigmen di

PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 2

sekitar inti. Sedangkan mikrogametosit berbentuk seperti sosis, plasma berwarna pucat merah muda, inti tidak padat, pigmen tersebar.

(Inge, 2009)

LO. 1.2 Menjelaskan daur hidup Plasmodium dan Perbedaannya

Gambar 1. Skema Daur Hidup Plasmodium (www.dpd.cdc.gov)

PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 3

Tabel 1. Sifat dan Diagnostik Empat Spesies Plasmodium pada Manusia (Inge, 2009)

LI. 2 Memahami dan Menjelaskan Malaria

LO. 2.1 Menjelaskan definisi dan epidemiologi malaria

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil anemia, dan splenomegali. Dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. Sejenis infeksi parasit yang merupai malaria ialah infeksi babesiosa yang menyebabkan babesiosis.

(Depkes, 2006)

Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi sel darah merah oleh genus Plasmodium. Parasit disuntikkan ke dalam tubuh manusia oleh nyamuk Anopheles betina.

(WHO, 2010)

Malaria dapat ditemukan mulai dari belahan bumi utara hingga belahan bumi selatan; mulai dari ketinggian 2850 m sampai daerah yang letaknya 400 m dibawah permukaan laut.

Keadaan malaria di dunia saat ini diperkirakan terdapat 300-500 juta kasus malaria klinis/tahun dengan 1,5 juta - 2,7 juta kematian. Dan 90% kematian terjadi pada anak-anak. Menurut data yang berkembang hampir separuh dari populasi Indonesia (lebih dari 90 juta orang atau 46% dari total populasi Indonesia) bertempat tinggal di daerah endemik malarian dan diperkirakan ada 30 juta kasus malaria setiap tahunnya.

PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 4

Plasmodium falciparum

Plasmodium vivax

Plasmodium ovale

Plasmodium malariae

Daur praeritrosit

5,5 hari 8 hari 9 hari 10-15 hari

Hipnozoit - + + -Jumlah merozoit hati 40.000 10.000 15.000 15.000

Skizon hati 60 mikron 45 mikron 70 mikron 55 mikronDaur erotrosit 48 jam 48 jam 50 jam 72 jamEritrosit yang dihinggapi

Muda dan normosit

Retikulosit & normosit

Retikulosit & normosit muda

Normosit

Pembesaran eritrosit

- ++ + -

Titik-titik eritrosit Maurer Schuffner

Schuffner(James)

Ziemann

Malaria disuatu daerah dapat ditemukan secara :

1. Autokton, siklus hidup parasit malaria dapat berlangsung karena adanya manusia yang rentan, nyamuk dapat menjadi vektor dan ada parasitnya.

2. Impor, terjadi bila infeksinya berasal dari luar daerah endemi malaria3. Introduksi, timbul karena adanya kasus kedua yang berasal dari kasus impor4. Reintroduksi, bila kasus malaria muncul kembali yang sebelumnya sudah dilakukan

eradikasi malaria.5. Induksi, bila kasis berasal dari transfusi darah, suntikan atau kongenital yang tercemar

malaria.

Keadaan malaria di daerah endemi tidak sama. Derajat endemisitas dapat diukur dengan berbagai cara seperti :

1. Angka limpa (Spleen Rate)

Persentase orang dengan pembesaran limpa dalam suatu masyarakat, yang bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti cara Hackett dan Schuffner.Average enlarge spleen (AES) adalah rata-rata pembesaran limpa yang dapat teraba. Jumlah limpa yang membesar pada tiap ukuran limpa x pembesaran limpa pada suatu golongan umur tersebut. AES ditujukan untuk mengukur keberhasilan program pemberantasan.

2. Angka parasit (Parasite Rate)

Persentase orang yang sediaan darahnya positif pada saat tertentu dan angka ini merupakan pengukuran malariometrik1. Berat ringannya infeksi malaria pada masyarakat diukur dengan densitas parasit (Density

Parasite) yaitu jumlah rata-rata parasit dalam sediaan darah positif.

2. Berat ringannya infeksi malaria pada seseorang diukur dengan hitung parasit (Parasite Count) yaitu jumlah parasit dalam 1mm3 darah.

Slide Positive Rate (SPR) menyatakan persentase sediaan darah positif dalam periode kegiatan penemuan kasus yang dapat dilakukan secara aktif (Active Case Detection) atau secara pasif (Passive Case Detection).

Annual Parasite Index (API) menyatakan jumlah sediaan darah yang positif dari jumlah sediaan yang diperiksa per tahun, dalam permil.

Annual Blood Rate (ABER) menyatakan jumlah sediaan darah yang diperiksa terhadap malaria per tahun dibagi jumlah penduduk dalam persen.

Disuatu daerah malaria dapat terjadi epidemi (wabah), yaitu jika pada suatu waktu jumlah penderita meningkat secara tajam. 1. Stabil (Stable malaria) adalah keadaan jika daerah itu ada transmisi yang tinggi secara

terus menerus. Dan biasanya kekebalan penduduk tinggi2. Tidak stabil (Unstable malaria) adalah keadaan jika transmisi di daerah itu tidak tetap.

Dan biasanya kekebalan penduduk rendah

PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 5

Sifat malaria juga dapat berbeda dari satu daerah ke daerah lain, yang tergantung pada beberapa faktor, yaitu :1. Parasit yang terdapat pada pengandung parasit2. Manusia yang rentan3. Nyamuk yang dapat menjadi vektor4. Lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup masing-masing

3. Angka sporozoit (Sporozoit rate)

LO. 2.2 Menjelaskan Etiologi Malaria

Protozoa genus plasmodium merupakan penyebab dari malaria yang terdiri dari empat spesies, yaitu :

1)      Plasmodium falcifarum penyebab malaria tropika2)      Plasmodium ovale penyebab malaria ovale3)      Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana4)      Plasmodium malariae penyebab malarua Quartana

Malaria juga melibatkan proses perantara yaitu manusia maupun vertebra lainnya, dan hospes definitif yaitu nyamuk anopheles

(Sumarmo, 2010)

LO. 2.3 Menjelaskan Patogenesis Malaria

1. Plasodium falcifarum

Setelah melalui jaringan hati Plasmodium falcifarum melepaskan 18-24 merozoit kedalam sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan akan masuk ke dalam sel RES di limpa dan mengalami fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lepas dari fagosit serta filtrasi. Merozoit yang lepas dari filtrasi serta fagositosis dari limpa akan menginvasi eritrosit . selanjutnya parasit berkembang biak secara aseksual dalam eritrosit. Bentuk aseksual parasit dalam eritosit (EP) inilah yang bertanggung jawab dalam patogenesa terjadinya malaria pada manusia. Patogenesa yang banyak di teliti adalah patogenesa malaria yang disebabkan oleh malaria P.falcifarum.

Patogenesis malaria falcifarum di pengaruhi oleh factor parasit dan factor penjamu (host). Yang termaksud dalam factor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang dimaksud dengan factor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetic, usia, status nutrisi dan status immunologi. EP secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan stadium matur pada 24 II. Permukaan stadium cincin akan memampilkan antigen RESA (Ring-erythrocyte surgace antigen) yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan  membrane EP stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan histidin rich-protein-1 (HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP

PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 6

tersebut mengalami merogoni, akan dilepaskan toxin malaria berupa GPI yaitu glikosilfosfatidilinasitol yang merangsang pelepasan TNF-α dan interleukin-1 (IL-1) dari makrofag.

2. Plasmodium vivax

Hospes perantaranya adalah manusia. Hospes definitifnya adalah nyamuk anopheles betina. Nama penyakit yang disebabkannya adalah malaria vivax / malaria tersiana Ia mengalami fase hipnozoit/ fase tidur / istirahat. Jumlah merozoit 10ribu, skizon hati 45 mikron, merozoit pada eritrosit 12-18. Daur praeritrosit 8 hari, daur eritrosit 48jam. Berada pada eritrosit retikulosit dan normosit.T erjadi pembesaran eritrosit, titik Schuffner, pigmen kuning tengguli (fase skizon matang). Patologi : Masa tunas intrinsik 12-17 hari (beberapa strain sampai 6-9 bulan). Demam tidak teratur pada 2-4 hari kemudian intermiten dengan perbedaan pada pagi dan sore, suhu meninggi kemudian turun menjadi normal.

3. Plasmodium malariae

Nama penyakit: malaria kuartana karena serangan demam berulang pada hari keempat. Daur praeritrosit 10-15 hari, daur eritrosit 72 jam. Tidak mengalami fase hipnozoit dan pembesaran eritrosit. Jumlah merozoit 15 ribu, ukuran skizon hati 55 mikron, jumlah merozit eritrosit 8. Berada pada eritrosit normosit. Titik eritrosit(ziemann), pigmen tengguli hitam. Patologi : Masa inkubasi 18 hari kadang sampai 30-40 hari Serangan demam lebih teratur terutama pada sore hari Dapat menyebabkan kelainan ginjal krna Plasmodium Malariae besifat menahun dan progresif dengan prognosis buruk.

4. Plamodium ovale

Nama penyakitnya adalah malaria ovale. Mengalami fase hipnozoit, pembesaran eritrosit. Daur praeritrosit 9 hari, daur eritrosit 50 jam. Jumlah merozoit hati 15 ribu, jumlah merozoit eritrosit 8-10, skizon hati 70 mikron. Berada pada eritrosit retikulosit dan normosit muda.

Patologi : Serangannya sama dengan malaria vivax tetapi penyembuhannya sering secara spontan dan jarang mengalami relaps Tetap ada dalam darah. Mudah ditekan oleh spesies lain yg lebih virulen dan baru tampak setelah spesies tersebut lenyap.

(Inge, 2009)

PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 7

Gambar 2. Skema Daur Hidup Plasmodium (www.dpd.cdc.gov)

LO. 2.4 Menjelaskan Manifestasi Klinis Malaria

1. Masa inkubasi Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium aseksual)

2 .Keluhan-keluhan prodromal Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas

3. Gejala-gejala umum Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym) secara berurutan:

Stadium Dingin

Mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari jemarinya pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperature.

PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 8

Stadium Demam

Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40ºC atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.

Stadium Berkeringat

Dimulai dengan penderita berkeringat banyak sehingga tempat tidurnya basah. Suhu turun dengan cepat, kadang-kadang sampai di bawah ambang normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak dan waktu bangun, merasa lemah, tetapi lebih sehat. Stadium ini berlangsung 2-4 jam.

(Sudoyo dkk, 2009)

LO. 2.5 Menjelaskan Diagnosis Malaria

Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat.

( Depkes, 2006 )

A. AnamnesisPada anamnesis sangat penting diperhatikan adalah gejala klasik yang menjadi Trias Malaria secara berurutan :

a. Periode dingin (15-60 menit) : mulai menggigil, seluruh badan gemetar dan gigi sering terantuk diikuti meningkatnya temperatur.

b. Periode panas : penderita muka merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi bebrapa jam diikuti dengan keadaan berkeringat.

c. Periode berkeringat : penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita merasa sehat.

1. Sering disertai sakit kepala, mual dan atau muntah 2. Kadang-kadang diare dan nyeri otot atau pegal-pegal pada orang dewasa 3. Riwayat berpergian dan bermalam 1 – 4 minggu yang lalu ke daerah malaria 4. Tinggal dan berdomisili di daerah endemis malaria 5. Pernah menderita malaria 6. Riwayat mendapat transfusi darah 7. Gejala pada daerah endemis biasanya lebih ringan dan tidak klasik karena timbulnya

antibodi, sedangkan pada non endemis lebih klasik/khas dan cenderung menjadi berat.

Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria berat, dapat ditemukan keadaan di bawah ini:

1. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.2. Keadaan umum yang lemah.3. Kejang-kejang.4. Panas sangat tinggi.5. Mata dan tubuh kuning.

PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 9

6. Perdarahan hidung, gusi, atau saluran cerna.7. Nafas cepat (sesak napas).8. Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.9. Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman.10. Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada.11. Telapak tangan sangat pucat.

B. Pemeriksaan fisik

1. Demam dengan suhu lebih ≥ 37,5º C 2. Konjungtiva palpebra bisa ditemukan anemis 3. Splenomegali. Pada daerah endemis splenomegali lebih sering dan berderajat besar

khususnya anak-anak 4. Hepatomegali 5. Gejala-gejala komplikasi seperti gangguan kesadaran, ikterik.6. Adanya riwayat demam, anemia dan splenomegali dapat mengarahkan pada diagnosis

malaria. ( Depkes, 2006 )

C.Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan tetes darah untuk malariaPemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat

penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negative tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi tiga kali dan hasil negative maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui :

1. Tetesan preparat darah tebal. Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup

banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negative bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah.

(Inge, 2009)

2. Tetesan preparat darah tipis. Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sulit

ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000/ul darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria. Pengecatan dilakukan dengan pewarnaan Giemsa, atau Leishman’s, atau Field’s dan juga Romanowsky. Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik.

( Inge, 2009)

PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 10

3. Tes Antigen : p-f testYaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi sangat

cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat membedakan apakah infeksi P.falciparum atau P.vivax. Sensitivitas sampai 95 % dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid test).

(Depkes, 2006)2. Tes Serologi

Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody specific terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibody baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif . Metode-metode tes serologi antara lain indirect haemagglutination test, immunoprecipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay.

( Depkes, 2006)

3. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)

Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.

( Depkes, 2006)

B. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat

1. Hemoglobin dan hematokrit2. Hitung jumlah leukosit, trombosit3. Kimia darah lain ( gula darah, serum bilirubin, SGOT, & SGPT), alkali fosfatase,

albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah)4. EKG5. Foto toraks6. Analisis cairan serebrospinal7. Biakan darah dan uji serologi8. Urinalisis

( WHO, 2001)

LO. 2.6 Menjelaskan Diagnosis Banding Malaria

Manifestasi klinis malariasangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai berat.

1. Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut :a. Demam tifoid

PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 11

Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare, obsripasi), lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia, uji Widal positif bermakna, biakan empedu positif.b. Demam dengueDemam tingi terus menerus selama 2-7 hari , disertai keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji torniquetpositif, penurunan jumlah trombosit dan peningkatan hemoglobin dan hematokrit. Pada demam berdarah dengue, tes erologi inhibisi hemaglutinasi, IgM atau IgG anti dengue positif.c. Infeksi Saluran Pernafasan AkutBatuk, beringus, sakit menelan, sakit kepala, manifestasi kesukaran bernafas antara lain nafas cepat/sesak nafas, tarikan dinding dada ke dalam dan adanya stridor.d. Leptospirosis ringanDemam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah, conjuctival injection (kemerahan pada konjugtiva bola mata), dan nyeri betis yang menyolok. Pemeriksaan serologi Microscopic Agglutination Test (MAT) atau tes Leptodipstik positif.e. Infeksi virus akut lainnya.

Malaria berat atau malaria dengan komplikasi dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut :

a. Radang otak (meningitis/ensefalitis)Penderita panas dengan nyeri kepala yang kondusif, hilangnya kesadaran, kaku kuduk, kejang dan gejala neurologis lainnya.b. Stroke (gangguan kardiovaskular)Hilangnya atau terjadi gangguan kesadaran, gejala neurologic laterialisasi (hemiperese atau hemiplegia), tanpa panas, ada penyakit yang mendasari (hipertensi, diabetes mellitus dan lain-lain).c. Tifoid ensefalopatiGejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran dan tanda-tanda demam tifoid lainnya.d. HepatitisProdormal hepatitis (demam, mual, nyeri pada hepar, muntah, tidak bisa makan diikuti dengan timbulnya ikterus tanpa panas), mata atau kulit kuning, urin seperti air tah. Kadar SGOT dan SGPT meningkat > 6x.e. Leptospirosis BeratDemam dengan ikterus, nyeri pada betis, nyeri tulang, riwayat pekerjaan yang menunjang adanya transmisi leptospirosis (pembersih got, sampah, dll.), leukositosis, gagal ginjal, dan sembuh dengan pemberian antibiotika.f. Glomerulonefritis akut atau kronikGagal ginjal akut akibat malaria umumnya memberika respon terhadap pengobatan malaria secara diri dan adekuat.g. SepsisDemam dengan fokal infeksi yang jelas penurunan kesadaran, gangguan sirkulasi, leukositosis dengan granula toksik yang didukung hasil biakan mikrobiologi.

PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 12

h. Demam berdarah dengue atau Dengue shock syndrome.Demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari, disertai syok atau tanpa syok dengan keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, manifestasi pendarahan (epitaksis, gusi, petekie, purpura, hematom, hemetemesis dan melena), sering muntah, uji torqinuet positif, penurunan jumlah trombosit dan peninggian hemoglobin dan hematokrit, tes serologi inhibisi hemaglutinasi, IgM atau IgG anti dengue positif.

( Depkes, 2006)

LO. 2.7 Menjelaskan Komplikasi Malaria

Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Pada infeksi Plasmodium falciparum dapat menimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat, yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi Plasmodium falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:

1. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang ; derajat penurunan kesadaran harus dilakukan penilaian berdasar GCS (Glasgow Coma Scale) ialah dibawah 7 atau equal dengan keadaan klinis soporous.

2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit >10.000/µl.3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgBB

pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg%.4. Edema paru.5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat dingin atau perbedaan

temperature kulit-mukosa >17. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik

adanya gangguan koagulasi intravaskuler.8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis.9. Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).10.Makroskopik

hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.

( Depkes, 2006 )

LO. 2.8 Menjelaskan Penatalaksanaan Malaria

Farmakologi

a. Klorokuin dan turunannya ( klorokuin, amodiakuin, dan hidroksiklokuin)A. Farmakodinamik:

1. Aktivitas antimalaria: hanya efektif terhadap parasit dalam fase eritrosit. Efektivitasnya sangat tinggi terhadap plasmodium vivax, plasmodium malariae, plasmodium ovale, dan terhadap strain plasmodium falciparum yang sensitive klorokuin. Demam akan hilang dalam 24 jam dan sediaan hapus darah, umumnya negative dalam waktu 48-72 jam.

2. Mekanisme kerja obat : menghambat aktifitas polymerase heme plasmodia.

PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 13

3. Resistensi terhadap klorokuin ditemukan pada plasmodium falciparum yang melibatkan berbagai mekanisme genetic yang kompleks

B. Farmakokinetik:1. Absorbsi: setelah pemberian oral terjadi lengkap dan cepat, dan adanya

makanan mempercepat absorbsi ini.2. Kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 3-5 jam. Kira-kira 55% dari

jumlah obat dalam plasma akan terikat pada non-diffusible plasma constituent.3. Metabolisme: berlangsung lambat sekali.4. Ekskresi: metabolit klorokuin (monodesetilklorokuin dan bisdesitilklorokuin)

diekskresi melalui urine.C. Efek samping:

1. Sakit kepala ringan, gangguan pencernaan, gangguan penglihatan, dan gatal-gatal.

2. Pengobatan kronik sebagai terapi supresi kadang kala menimbulkan sakit kepala, penglihatan kabur, diplopia, erupsi kulit, rambut putih, dan perubahan gambaran EKG.

3. Dosis tinggi parenteral yang diberikan secara cepat dapat menimbulkan toksisitas terutama pada system kardiovaskular berupa hipotensi, vasodilatasi, penekanan fungsi miokard, yang pada akhirnya dapat menyebabkan henti jantung.

D. Kontra indikasi: 1. Pada pasien dengan penyakit hati, atau pada pasien dengan gangguan saluran

cerna.2. Tidak dianjurkan dipakai bersama fenilbutazol atau preparat yang

mengandung emas karna menyebabkan dermatitis.3. Tidak dianjurkan dipakai bersama meflokuin karna akan meningkatkan resiko

kejang.4. Tidak dianjurkan dipakain bersama amiodaron atau halofantrin karna akan

meningkatkan resiko terjadinya aritmia jantung.b. Pirimetamin

1. Turunan pirimidin yang berbentuk bubuk putih, tidak terasa, tidak larut dalam air, dan hanya sedikit larut dalam asam klorida.

A. Farmakodinamik: 1. Merupakan skizontosid darah yang bekerja lambat.2. Waktu paruhnya lebih panjang dibanding proguanil.3. Dalam bentuk kombinasi, pirimetamin dan sulfadoksin digunakan secara luas

untuk profilaksis supresi malaria, terutama yang disebabkan oleh strain plasmodium falciparum yang resisten terhadap klorokuin.

4. Mekanisme kerja: pirimetamin menghambat enzim dihidrofolat reduktase plasmodia yang bekerja dalam rangkainan reaksi sintesis purin, sehingga penghambatannya menyebabkan gagallnya pembelahan intipada pertumbuhan skizon dalam hati dan eritrosit.

5. Kombinasi dengan sulfonamide memperlihatkan sinergisme karna keduanya mengganggu sintesis purin pada tahap yang berurutan.

PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 14

6. Resistensi pada pirimetamin dapat terjadi pada penggunaan yang berlebihan dan jangka lama yang menyebabkan terjadinya mutasi pada gen-gen yang menghasilkan perubahan asam amino sehingga mengakibatkan penurunan afinitas pirimetamin terhadap enzim dihidrofolat reduktase plasmodia .

B. Farmakokinetik: 1. Absorbs: melalui saluran cerna, barlangsung lambat tetapi lengkap.2. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 4-6 jam.3. Ditimbun terutama di ginjal, paru, hati, dan limpa.4. Ekskresi: lambat dengan waktu paruh kira-kira 4 hari dan metabolitnya

diekskresi melalui urine.C. Efek samping:

1. Dengan dosis besar dapat terjadi anemia makrositik yang serupa dengan yang terjadi pada asam folat.

c. Primakuin1. Turunan 8-aminokuinolon

A. Farmakodinamik: 1. Efek toksisitasnya terutama terlihat pada darah.2. Aktifitas antimalaria: dalam penyembuhan radikal malaria vivax dan ovale,

karna bentuk laten jaringan plasmodia ini dapat dihancurkan oleh primakuin.3. Golongan 8-aminokuinolon memperlihatkan efek gametosidal terhadap ke4

jenis plasmodium terutama plasmodium falciparum.4. Mekanisme antimalaria: mungkin primakuiin berubah menjadi elektrolit yang

bekerja sebagai mediator oksidasi-reduksi. Aktivitas ini membantu aktivitas anti malaria melalui pembentuka oksigen reaktif atau mempengaruhi transportasi electron parasit.

B. Farmakokinetik: 1. Absorbs: setelah pemberian oral, primakuin segera diabsorbsi.2. Distribusi: luas ke jaringan.3. Pada pemeriksaan dosis tunggal, konsentrasi plasma mencapai maksimum

dalam 3jam dan waktu paruh eliminasinya 6 jam.4. Metabolism: berlangsung cepat. Metabolism oksidatif primakuin

menghasilkan 3 macam metabolit utama pada manusia dan merupakan metabolit yang tidak toksik, sehingga metabolit lain memiliki aktivitas hemolitik yang lebih besar dari primakuin.

5. Ekskresi: hanya sebagian kecil dari dosis yang dberikan yang diekskresi ke urine dalam bentuk asal.

C. Efek samping: 1. Yang paling berat adalah anemia hemolitik akut pada pasien yang mengalami

defisiensi enzim glukosa 6-fosfat dehidrogenase (g6pd).2. Dengandesis yang lebih tinggi dapat timbul spasme usus dan gangguan

lambung. Dosis yang lebih tinggi lagi dapat menyebabkan sianosis.

PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 15

D. Kontra indikasi: 1. Pada pasien sistemik yang berat yang cenderung mengalami granulositopenia

misalnya arthritis rheumatoid dan lupus eritematosus.2. Tidak dianjurkan diberikan bersamaan dengan obat lain yang dapat

menimbulkan hemolisis dan obat yang dapat menyebabkan depresi sumsum tulang.

3. Tidak diberikan pada wanita hamil.

d. Kina dan Alkaloid sinkoma1. Kina dan kuinidin serta sinkonin dan sinkonidin2. Kuinidin 2 kali lebih kuat dari pada kina, kekuatan 2 alkaloid lainnya hanya

setengah dari kina.3. Kuinidin sebagai antimalaria lebih kuat dari kina, tetapi juga lebih toksik.

A. Farmakodinamik: 1. Kina beserta pirimetamin dan sufadoksin masih merupakan regimen terpilih

untuk plasmodium falciparum yang resisten terhadap klorokuin.2. Kina terutama berefek skizontosid darah dan juga berefek gametosid terhadap

plasmodium vivax dan plasmodium malariae.3. Untuk terapi supresi dan serangan klinik, obat ini lebih toksik dan kurang

efektif dibanding dengankan dengan klorokuin.4. Mekanisme kerja : bekerja didalam organel (vakuol makanan) plasmodium

falciparum melalui penghambatan aktivitas heme polymerase, sehingga terjadi penumpukan substrat yang bersifat sitotoksik yaitu heme.

B. Farmakokinetik1. Absorbs: baik terutama melalui usus halus bagian atas.2. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah suatu dosis

tunggal.3. Distribusi: luas, terutama ke hati dan melalui sawar uri, tetapi kurang ke paru,

ginjal, dan limpa.4. Metabolism: didalam hati5. Ekskresi: hanya kira-kira 20% yang di ekskresi dalam bentuk utuh di urine6. Waktu paruh eliminasi kina pada orang sehat 11 jam, sedangkan pada pasien

malariae berat 18 jam.C. Efek samping

1. Dosis terapi kina dapat menyebabkan sinkonisme yang tidak terlalu memerlukan penghentian pengobatan. Gejalanya mirip salsilimus yaitu tinnitus, sakit kepala, gangguan pendengaran, pandangan kabur, diare, dan mual.

2. Pada keracunan yang lebih berat terlihat gangguan gastrointestinal, saraf, kardiovaskular, dan kulit. Lebih lanjut lagi terjadi gangguan ssp, seperti bingung, gelisah, dan delirium. Pernapasan mula-mula dirangsang, lalu dihambat: kulit menjadi dingin dan sianosis: suhu kulit dan tekanan darah menurun: akhirnya pasien meninggal karna henti napas.

PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 16

3. Pada wanita hamil yang menderita malaria terjadi reaksi hipersensitivitas kina yang menyebabkan black water fever dengan gejala hemolisis berat, hemoglobinemia, dan hemoglobinurin.

D. Indikasi: Untuk terapi malaria plasmodium falciparum yang resisten terhadap klorokuin.

(Gunawan dkk, 2011)

LO. 2.9 Menjelaskan Prognosis Malaria

Malaria vivaks prognosis biasanya baik, tidak menyebabkan kematian. Jika tidak mendapat pengobatan, serangan pertama dapat berlangsung selama dua bulan atau lebih. Malaria malariae jika tidak diobati maka infeksi dapat berlangsung sangat lama. Malaria ovale dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Malaria falciparum dapat menimbulkan komplikasi yang menyebabkan kematian.

(Inge, 2009)

LI. 3 Memahami dan Menjelaskan Vektor Malaria

LO. 3.1 Menjelaskan Morfologi Vektor Malaria

Telur anophelini berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks, bagian atasnya konkaf dan mempunyai sepasang pelampung yang terletak pada sebelah lateral, bagian badannya mempunyai bentuk yang khas, yaitu spirakel di bagian posteriol abdomen, tergal plate pada bagian dorsal abdomen dan sepasang bulu palma pada bagian nlateral abdomen.

Pupanya mempunyai tabung pernapasaan yang bentuknya lebar dan pendek. Pada nyamuk dewasa nyamuk jantan memiliki ruas palmus bagian apital yang berbentuk gada, sedangkan betinanya ruasnya mengecil. Sayap pada bagian pinggirnya ditumbuhi sisik-sisik sayap yang berwarna hitam putih, selain itu ujung sayapnya melengkung.

( Esposito F dan Halbuetzel A)

LO. 3.2 Menjelaskan Tempat Perindukan dan Perilaku Vektor Malaria

Ada beberapa jenis vektor malaria yang perlu diketahui diantaranya :

Anopheles Aconitus1. Vektor jenis Anopheles aconitus betina paling sering menghisap darah ternak

dibandingkan darah manusia. Perkembangan vektor jenis ini sangat erat hubungannya dengan lingkungan dimana kandang ternak yang ditempatkan satu atap dengan rumah penduduk.

2. Vektor Aconims biasanya aktif mengigit pada waktu malam hari, hampir 80% dari vektor ini bisa dijumpai diluar rumah penduduk. Nyamuk ini biasanya suka hinggap didaerah-daerah yang lembab. Seperti dipinggir-pinggir parit, tebing sungai, dekat air yang selalu basah dan lembab.

PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 17

3. Tempat perindukan vektor Aconitus terutama didaerah pesawahan dan saluran irigasi.. Selain disawah, jentik nyamuk ini ditemukan pula ditepi sungai yang airnya mengalir perlahan dan kolam air tawar.

Anopheles Sundaicus1. Vektor jenis ini umumnya lebih sering menghisap darah manusia dari pada darah

binatang. Nyamuk ini aktif menggigit sepanjang malam. Perilaku istirahat nyamuk ini sangat berbeda antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lain.

2. Jarak terbang Anopheles Sundaicus betina cukup jauh. Pada musim densitas tinggi, masih dijumpai nyamuk betina dalam jumlah cukup banyak disuatu tempat yang berjarak kurang lebih 3 KM dari tempat perindukan nyamuk tersebut .

3. Vektor Anopheles Sundaicus biasanya berkembang biak di air payau, yaitu campuran antara air tawar dan air asin, dengan kadar garam optimum antara 12% -18%. Penyebaran jentik ditempat perindukan tidak merata dipermukaan air, tetapi terkumpul ditempat-tempat tertutup seperti diantara tanaman air yang mengapung, sampah dan rumput - rumput dipinggir Sungai atau pun parit.

Anopheles Maculatus1. Vektor Anopheles Maculatus betina lebih sering menghisap darah binatang daripada

darah manusia. Vektor jenis ini aktif mencari darah pada malam hari. 2. Nyamuk ini berkembang biak di daerah pegunungan. Dimana tempat perindukan yang

spesifik vektor Anopheles Maculatus adalah di sungai yang kecil dengan air jernih, mata air yang mendapat sinar matahari langsung. Di kolam dengan air jernih juga ditemukan jentik nyamuk ini, meskipun densitasnya rendah. Densitas Anopheles Maculatus tinggi pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan vektor jenis ini agak berkurang karena tempat perindukan hanyut terbawa banjir

Anopheles Barbirostris1. Vektor Anopheles Barbirotris jarang dijumpai menggigit orang tetapi lebih sering

dijumpai menggigit binatang peliharaan. Sedangkan pada daerah Sulawesi, Nusa Tenggara Timur dan Timor- Timur nyamuk ini lebih sering menggigit manusia daripada binatang. Jenis nyamuk ini biasanya mencari darah pada waktu malam.

2. Pada siang hari nyamuk jenis ini hanya sedikit yang dapat ditangkap, didalam rumah penduduk, karena tempat istirahat nyamuk ini adalah di alam terbuka. paling sering hinggap pada pohon-pohon seperti pahon kopi, nenas dan tanaman perdu disekitar rumah. Tempat berkembang biak (Perindukan) vektor ini biasanya di sawah-sawah dengan saluran irigasinya kolam dan rawa-rawa. Penyebaran nyamuk jenis ini mempunyai hubungan cukup kuat dengan curah hujan disuatu daerah. Dari pengamatan yang dilakukan didaerah Sulawesi Tenggara vektor Anopheles Barbirotris ini paling tinggi jumlahnya pada bulan Juni.

( Depkes RI, 2006 )

LO 3.3 Menjelaskan pemberantasan vektor Malaria

PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 18

Pemberantasan malaria dapat dilakukan melalui berbagai cara, di antaranya:1. Mengobati penderita malaria2. Mengusahakan agar tidak terjadi kontak antara nyamuk anophelini dan manusia, yaitu

dengan memasang kawat kasa di bagian-bagian terbuka di rumah (jendela dan pintu) penggunaan kelambu dan repellent

3. Mengadakan penyuluhan tentang sanitasi lingkungan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat yang berkaitan deangan upaya memusnahkan tempat-tempat perindukan nyamuk dan penampatan kandang ternak di antara tempat perindukan dan rumah penduduk

(Sinden, 1997)

LI. 4 Memahami dan Menjelaskan Kegiatan GEBRAK Malaria

LO. 4.1 Menjelaskan Tujuan Kegiatan GEBRAK Malaria

Gebrak malaria adalah gerakan nasional yang mencakup seluruh komponen lapisan masyarakat dalam rangka mengontrol malaria melalui kemitraan bersama antara pemerintah, perorangan, LSM, badan donor lokal dan internasional. Yaitu dengan strategi deteksi dini dan pengobatan yang tepat , peran serta aktif masyarakat dalam pencegahan malaria, perbaikan kualitas pencegahan dan pengobatan malaria melalui perbaikan kapasitas petugas kesehatan yang terlibat.

LO 4.2 Menjelaskan Strategi Kegiatan GEBRAK Malaria

Pemberantasan malaria dapat dilakukan melalui berbagai cara, di antaranya:

1. mengobati penderita malaria.

2. mengusahakan agar tidak terjadi kontak antara nyamuk anophelini dan manusia,yaitu dengan memasang kawat kasa di bagian terbuka rumah (jendela dan pintu) menggunakan kelambu dan repellent.

3. mengadakan penyuluhan tentang sanitasi lingkungan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat yang berkaitan dengan upaya memusnahkan tempat-tempat perindukan nyamuk dan penetapan kandang ternak di antara tempat perindukan dan rumah penduduk.

Dalam pemberantasan dibedakan menjadi 2 yaitu pemberantasan dan pembasmian. Di Indonesia hanya pada taraf pemberantasan, meliputi : a) Diagnosis awal dan pengobatan yg tepatb) Progam kelambu dengan insektisidac) Penyemprotand) Pengawasan detektif aktif dan pasife) Survey demam dan pengawasan migrantf) Deteksi control epidemic

(Depkes, 2006)

Daftar Pustaka

PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 19

Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta.

Esposito F dan Habluetzel A. The Anopheles Vector. Diambil dari http://www.aifo.it/english/resources/online/books/other/malaria/3-Anopheles%20vector.pdf. Selasa, 10 April 2012, pukul 19:00 WIB.

Gunawan, sulistia, dkk. 2011. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5(cetak ulang dengan tambahan). Jakarta: balai penerbit FKUI.

Poorwo, Sumarmo, dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis edisi 2. Jakarta: EGC.

Santoso, Gunawan. 2000. Malaria, Epidemiologi, Maniferstasi klinis, dan Penanganan. Jakarta:EGC.

Sinden, R. E. 1997. Infection of Mosquitoes with Rodent Malaria. London : Chapman and Hall.

Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Susanto, Inge. 2009. Parasitologi Kedokteran edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

World Health Organization. 2001. Penatalaksanaan Malaria Berat dan Berkomplikasi. Jakarta.

PBL B-7 SKENARIO 3 Halaman | 20