SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA...

137
TUGAS AKHIR TI141501 SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI PULAU LUMPUR SIDOARJO BERBASIS KONSEP KEBERLANJUTAN LINGKUNGAN: SEBUAH PENDEKATAN SISTEM DINAMIK FERRY ARIESKA NRP 2511 100 003 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M.Eng. DOSEN KO-PEMBIMBING Diesta Iva Maftuhah, S.T., M.T. JURUSAN TEKNIK INDUSTRI Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2015

Transcript of SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA...

Page 1: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

TUGAS AKHIR – TI141501

SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN

EKOWISATA DI PULAU LUMPUR SIDOARJO

BERBASIS KONSEP KEBERLANJUTAN

LINGKUNGAN: SEBUAH PENDEKATAN SISTEM

DINAMIK

FERRY ARIESKA

NRP 2511 100 003

DOSEN PEMBIMBING

Prof. Dr. Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M.Eng.

DOSEN KO-PEMBIMBING

Diesta Iva Maftuhah, S.T., M.T.

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya 2015

Page 2: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

i

FINAL PROJECT – TI141501

ECOTOURISM DEVELOPMENT POLICY SCENARIO

IN SIDOARJO MUD ISLAND WITH

ENVIRONMENTAL SUSTAINABILITY CONCEPT:

A SYSTEM DYNAMICS APPROACH

FERRY ARIESKA

NRP 2511 100 003

SUPERVISOR

Prof. Dr. Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M.Eng.

CO-SUPERVISOR

Diesta Iva Maftuhah, S.T., M.T.

DEPARTMENT OF INDUSTRIAL ENGINEERING

Faculty of Industrial Technology

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya 2015

Page 3: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan
Page 4: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

i

SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA

DI PULAU LUMPUR SIDOARJO BERBASIS KONSEP

KEBERLANJUTAN LINGKUNGAN: SEBUAH PENDEKATAN

SISTEM DINAMIK

Nama Mahasiswa : Ferry Arieska NRP : 2511100003 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M.Eng.

Ko-Pembimbing : Diesta Iva Maftuhah, S.T., M.T.

1 ABSTRAK Salah satu kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia adalah bencana

luapan Lumpur Lapindo Sidoarjo yang sampai saat ini masih saja mengeluarkan semburan dan meluap. Pemerintah Sidoarjo dan Badan Penganggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) memberikan solusi atas permasalahan tersebut dengan mengalirkan lumpur Sidoarjo ke Kali Porong. Namun hal ini justru mengakibatkan sedimentasi di muara Kali Porong, sehingga usaha lebih lanjut limpahan lumpur tersebut diarahkan membentuk suatu daratan baru yang dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan oleh pemerintah setempat yaitu melalui pemanfaatan ekowisata. Penelitian ini menganalisis dan memodelkan skenario kebijakan pengembangan ekowista di Pulau Lumpur dan memberikan rekomendasi skenario kebijakan yang tepat berbasis keberlanjutan lingkungan. Kompleksitas interaksi antar variabel dan perilaku sistem mengenai dinamika kondisi Pulau Lumpur mendasari pemilihan metode sistem dinamik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Skenario-skenario kebijakan yang ditetapkan dilihat berdasarkan variabel respon yang telah ditentukan. Variabel respon dari penelitian ini adalah daya dukung lingkungan, pendapatan sektor perikanan, pendapatan ekowisata, PAD, emisi karbon, dan pengaruh kesadaran lingkungan. Untuk mengatasi tradeoff terhadap parameter penilaian, maka dibuat kombinasi yang mungkin terjadi antar skenario dan didapatkan sebelas kombinasi skenario. Kombinasi skenario yang diutamakan berdasarkan peningkatan dari kondisi eksisting adalah yang dapat memenuhi enam kriteria penilaian, yaitu kombinasi I dan kombinasi K. Kombinasi I merupakan kombinasi skenario penambahan bibit mangrove, penambahan institusi yang terlibat kerjasama, dan peningkatan fraksi alokasi dana penyuluhan budidaya mangrove. Sedangkan kombinasi K merupakan kombinasi skenario penambahan bibit mangrove, penambahan benih ikan, penambahan institusi yang terlibat kerjasama, dan peningkatan fraksi alokasi dana penyuluhan budidaya mangrove.

Kata kunci: Ekowisata, Keberlanjutan Lingkungan, Mangrove, Pulau Lumpur Sidoarjo, Skenario Kebijakan, Sistem Dinamik

Page 5: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

iii

ECOTOURISM DEVELOPMENT POLICY SCENARIO IN

SIDOARJO MUD ISLAND WITH ENVIRONMENTAL

SUSTAINABILITY CONCEPT: A SYSTEM DYNAMICS

APPROACH

Students Name : Ferry Arieska NRP : 2511100003 Supervisor : Prof. Dr. Ir. BudisantosoWirjodirdjo, M.Eng.

Co-Supervisor : Diesta Iva Maftuhah, S.T., M.T.

1 ABSTRACT Lapindo Mudflow disaster is one of the environmental damages which

occurred in Indonesia. This disaster still outburst and overflows. Sidoarjo’s Government and BPLS (Sidoarjo Mud Disaster Agency) give solution to drain off the mudflow to Porong River. This condition causes sediment along estuary of the Porong River. Later, this sediment formed Mud Island on Porong Estuary. For utilization of Mud Island, one of the programs carried out by local government is ecotourism. This research focus on analyzing and modeling policy scenario for the development ecotourism of Mud Island, also gives appropriate scenario based on environmental sustainability. Complexity interaction between variable and Mud Island system behavior underlies to choose methodology of system dynamics. The scenarios are defined based on determined response variables. The response variables of this research are environmental carrying capacity, fishery sector income, ecotourism income, local Sidoarjo revenue, carbon emission, and influence of environmental awareness. Overcome the tradeoff of parameters, the combination between scenarios are made and result in eleven combinations. The combination which is selected based on contribution enhancement from existing condition must fulfill the six parameters. The selected scenarios are combination I and combination K. Combination I is a combination of scenarios the addition of mangrove, the addition of institutions involved cooperation, and increase the allocation fraction of funds counseling mangrove cultivation. While the combination K is combination scenarios the addition of mangrove, the addition of the milkfish seeds, the addition of institutions involved cooperation, and increase in the allocation faction of funds counseling cultivation mangrove.

Key words: Ecotourism, Environmental Sustainability, Mangrove, Sidoarjo Mud Island, Policy Scenario, System Dynamics.

Page 6: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

v

3 KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas

berkat rahmat dan hidayah-Nya, serta shalawat dan salam bagi Nabi Muhammad

SAW, penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir dengan baik. Selama

melakukan penelitian Tugas Akhir ini, banyak pihak yang telah mebantu penulis

sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Oleh

karena itu, pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua penulis, Ibu Rukani dan Bapak Suriadi (Alm), serta seluruh

anggota keluarga yang telah mendukung penulis baik secara moral

maupun secara materiil.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M.Eng. selaku dosen

pembimbing dan Ibu Diesta Iva Maftuhah, S.T., M.T. selaku dosen ko-

pembimbing, atas kesabaran dan waktu yang diluangkan untuk

memberikan banyak bimbingan, masukan dan arahan yang sangat

mendukung dalam pengerjaan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Budi Santosa, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Teknik

Industri, Kepala Laboratorium Komputasi dan Optimasi Industri, Bapak

Yudha Andrian Saputra, S.T., M.BA., selaku Koordinator Tugas Akhir

Jurusan Teknik Industri ITS atas arahan dan masukan kepada penulis.

4. Bapak Hengki dan Bapak Nanto selaku pihak dari Badan Penanggulangan

Lumpur Sidoarjo yang telah menyempatkan waktunya untuk membantu

penulis dalam pengadaan data penelitian ini.

5. Seluruh dosen dan staff Jurusan Teknik Industri ITS atas layanan

pendidikan yang diberikan.

6. Avian Yusuf Andreanto, Agung Khuluq sebagai sahabat yang senantiasa

meberikan dukungan, semangat, dan doa kepada penulis dalam

penyelesaian Tugas Akhir ini.

7. Cinca-cincaku tercinca, Nabilla Husna dan Dimmpy Aprita, makasi buat

semangatnya selama ini. Luv yaa cinca-cincaa :-*

Page 7: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

vi

8. Mbak Siti Fariya selaku mentor dan kakak yang selalu memberikan

suntikan semangat spiritual.

9. Teman-teman Kesma KISEKI, Hanna, Restu, Fuji, Nimas, Saifu, Anas,

Fariz, Indrawan, Alex, Ganef, Ampuh, Heri.

10. Teman-teman GW 31 B Tari, Alfa, Mbak Nisa, Mbak Wulan, Ari, Tiara,

Bagoya, Ratna, Ambar.

11. Teman-teman grup G-bank yang telah memberikan semangat satu sama

lain, Mike, Astri, Rahma, Nuri, Rica, Tika, Rinda, Lilik, Dita.

12. Teman-teman sebimbingan dan seperjuangan Randy, Aisha, Udin, Zuhdi,

Kelvin.

13. Teman-teman Admin KOI 2011 yang rela berbagi ilmu dan waktunya,

Aan, Mike, Ovita, Friska, Agni, Ninin, Resa, Chrishman, Lola.

14. Keluarga besar VERESIS 2011, terimakasih atas semangat dan canda

tawanya selama menempuh studi di Teknik Industri ITS.

15. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu atas semua

dukungan dan doa dalam penyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa dalam Tugas Akhir ini masih terdapat

kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu penulis memohon maaf atas segala

kekurangan yang ada. Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan

manfaat bagi berbagai pihak dan dapat memberikan masukan dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan bangsa.

Surabaya, Juli 2015

Ferry Arieska

Page 8: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

vii

4 DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................... i

ABSTRACT ........................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian......................................................................... 5

1.5.1 Batasan Masalah ......................................................................... 6

1.5.2 Asumsi Penelitian ....................................................................... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7

2.1 Konsep Green Economy ........................................................................... 7

2.2 Bencana Lumpur Sidoarjo ........................................................................ 9

2.3 Mangrove ................................................................................................ 12

2.4 Konsep Ekowisata ................................................................................... 13

2.5 Potensi Ekowisata Mangrove .................................................................. 15

2.6 Kualitas Lingkungan Hidup di Pulau Lumpur ........................................ 16

2.7 Berkurangnya Area Mangrove Di Indonesia .......................................... 17

2.8 Konsep Pemodelan Sistem Dinamik ....................................................... 19

2.8.1 Penyusunan Konsep .................................................................. 19

Page 9: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

viii

2.8.2 Pembangunan Model ................................................................. 20

2.8.3 Konsep Pengujian Model .......................................................... 22

2.9 Review Penelitian Sebelumnya ............................................................... 24

2.10 Gap dan Posisi Penelitian ........................................................................ 29

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 31

3.1 Tahapan Identifikasi Permasalahan ......................................................... 31

3.1.1 Identifikasi dan Perumusan Masalah ........................................ 31

3.1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 31

3.2 Kajian Pustaka ......................................................................................... 31

3.3 Tahapan Identifikasi Variabel dan Konseptualisasi Model ..................... 31

3.3.1 Identifikasi Variabel .................................................................. 32

3.3.2 Konseptualisasi Sistem .............................................................. 32

3.3.3 Pengumpulan Data .................................................................... 32

3.4 Tahapan Simulasi Model ......................................................................... 32

3.4.1 Pembuatan/Formulasi Model Simulasi ..................................... 32

3.4.2 Running Model Awal ................................................................ 33

3.4.3 Penetapan Skenario Kebijakan .................................................. 33

3.4.4 Penerapan Skenario Kebijakan ................................................. 33

3.5 Tahapan Analisis dan Penarikan Kesimpulan ......................................... 33

3.5.1 Analisis dan Interpretasi ............................................................ 34

3.5.2 Penarikan Kesimpulan .............................................................. 34

BAB 4 PERANCANGAN MODEL SIMULASI .................................................. 37

4.1 Identifikasi Sistem Amatan ..................................................................... 37

4.1.1 Pulau Lumpur Sidoarjo ............................................................. 37

4.1.2 Potensi Ekowisata Mangrove Sebagai Upaya

Konservasi Lingkungan di Pulau Lumpur ................................ 39

Page 10: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

ix

4.2 Konseptualisasi Model ............................................................................ 42

4.2.1 Diagram Sebab Akibat (Causal Loop Diagram) ...................... 42

4.2.2 Diagram Input-Output .............................................................. 44

4.2.3 Identifikasi Variabel ................................................................. 45

4.3 Diagram Alir (Stock Flow Diagram) ...................................................... 54

4.3.1 Model Utama Sistem ................................................................ 54

4.3.2 Submodel Luas Pulau Lumpur ................................................. 55

4.3.3 Submodel Wanamina ................................................................ 58

4.3.4 Submodel Ekowisata ................................................................ 60

4.3.5 Submodel PAD ......................................................................... 62

4.3.6 Submodel Konservasi Lingkungan ........................................... 64

4.4 Verifikasi dan Validasi Model ................................................................ 66

4.4.1 Verifikasi Model ....................................................................... 66

4.4.2 Validasi Model .......................................................................... 68

4.5 Simulasi Model ....................................................................................... 77

4.5.1 Simulasi Submodel Luas Pulau Lumpur .................................. 77

4.5.2 Simulasi Submodel Wanamina ................................................. 80

4.5.3 Simulasi Submodel Ekowisata ................................................. 81

4.5.4 Simulasi Submodel PAD .......................................................... 85

4.5.5 Simulasi Submodel Konservasi Lingkungan ............................ 87

BAB 5 MODEL SKENARIO KEBIJAKAN ........................................................ 91

5.1 Skenario 1: Penambahan bibit mangrove ............................................... 92

5.2 Skenario 2: Penambahan benih ikan yang dibudidayakan

untuk wanamina di Pulau Lumpur ......................................................... 92

5.3 Skenario 3: Penambahan institusi yang terlibat kerjasama ..................... 93

Page 11: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

x

5.4 Skenario 4: Peningkatan fraksi alokasi dana penyuluhan

budidaya mangrove ................................................................................ 94

5.5 Kombinasi Skenario ................................................................................ 99

5.6 Pemilihan Kombinasi Skenario Berdasarkan Kriteria

Penilaian Skenario ................................................................................. 102

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 109

6.1 Kesimpulan ............................................................................................ 109

6.2 Saran ...................................................................................................... 111

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 113

LAMPIRAN ........................................................................................................ 119

Page 12: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

xi

5 DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Review Penelitian Sebelumnya ............................................................. 27

Tabel 4.1 Variabel Submodel Luas Pulau Lumpur ............................................... 45

Tabel 4.2 Variabel Submodel Wanamina ............................................................. 47

Tabel 4.3 Variabel Submodel Ekowisata .............................................................. 49

Tabel 4.4 Variabel Submodel PAD ....................................................................... 51

Tabel 4.5 Variabel Submodel Konservasi Lingkungan ........................................ 52

Tabel 4.6 Perbandingan Data Aktual dengan Output Simulasi Luas

Pulau Lumpur ....................................................................................... 75

Tabel 4.7 Perbandingan Data Aktual dengan Output Simulasi

PAD Kabupaten Sidoarjo ..................................................................... 75

Tabel 4.8 Perbandingan Data Aktual dengan Output Simulasi Emisi Karbon ..... 75

Tabel 4.9 Perhitungan P-value terhadap Masing-masing Variabel ...................... 76

Tabel 5.1 Kombinasi Skenario Kebijakan .......................................................... 100

Tabel 5.2 Hasil Perbandingan Kondisi Eksisting dengan Kombinasi

Skenario A, B, C ................................................................................. 100

Tabel 5.3 Hasil Perbandingan Kondisi Eksisting dengan Kombinasi

Skenario D, E, F ................................................................................. 101

Tabel 5.4 Hasil Perbandingan Kondisi Eksisting dengan Kombinasi

Skenario G, H, I .................................................................................. 101

Tabel 5.5 Hasil Perbandingan Kondisi Eksisting dengan Kombinasi

Skenario J, K ..................................................................................... 102

Tabel 5.6 Kombinasi Skenario dengan Peningkatan Terhadap Kondisi

Eksisting ............................................................................................ 102

Tabel 5.7 Pengaruh Kombinasi Skenario terhadap Parameter Penilaian ............ 103

Tabel 5.8 Perbandingan Rata-rata Output Hasil Simulasi Skenario

Kombinasi I, dan Kombinasi K terhadap Kondidi Eksisting ............. 104

Page 13: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

xiii

6 DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Konsep dan Keterkaitan antar Aspek dalam Green Economy ............ 4

Gambar 2.1 Peta Topografi Semburan Lumpur Sidoarjo pada Desember 2013 .. 10

Gambar 2.2 Target dan Realisasi Volume Lumpur yang Dialirkan

ke Kali Porong ................................................................................. 11

Gambar 2.3 Contoh Causal Loop Diagram (CLD) Bidang Kependudukan ......... 21

Gambar 2.4 Simbol-simbol Stock Flow Diagram (SFD) ...................................... 22

Gambar 2.5 Gap dan Posisi Penelitian .................................................................. 29

Gambar 3.1 Flowchart Langkah-langkah Penelitian ............................................ 35

Gambar 4.1 Lokasi Pulau Lumpur di Muara Kali Porong .................................... 38

Gambar 4.2 Kondisi Mangrove di Pulau Lumpur pada Maret Tahun 2014 ......... 39

Gambar 4.3 Area Wanamina di Pulau Lumpur Sidoarjo ...................................... 41

Gambar 4.5 Diagram Sebab Akibat (Causal Loop Diagram)............................... 43

Gambar 4.6 Diagram Input Output ....................................................................... 44

Gambar 4.6 Model Utama Sistem Pengembangan Ekowisata Pulau

Lumpur Sidoarjo Berbasis Konsep Keberlanjutan Lingkungan ...... 55

Gambar 4.7 Submodel Luas Pulau Lumpur .......................................................... 57

Gambar 4.8 Submodel Wanamina ........................................................................ 59

Gambar 4.9 Submodel Ekowisata ......................................................................... 61

Gambar 4.10 Submodel PAD ................................................................................ 63

Gambar 4.11 Submodel Konservasi Lingkungan ................................................. 65

Gambar 4.12 Cek Unit Model ............................................................................... 67

Gambar 4.13 Hasil Pengecekan Unit Model ......................................................... 67

Gambar 4.14 Verifikasi Model Utama .................................................................. 67

Gambar 4.15 Verifikasi Submodel ........................................................................ 68

Gambar 4.16 Verifikasi Formulasi Model ............................................................ 68

Gambar 4.17 Uji Parameter Submodel Luas Pulau Lumpur................................. 70

Gambar 4.18 Uji Parameter Submodel Wanamina ............................................... 71

Gambar 4.19 Uji Parameter Submodel PAD ........................................................ 72

Gambar 4.20 Uji Parameter Submodel Ekowisata ................................................ 72

Page 14: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

xiv

Gambar 4.21 Uji Parameter Submodel Konservasi Lingkungan .......................... 73

Gambar 4.22 Hasil Uji Kondisi Ekstrim ............................................................... 74

Gambar 4.23 Hasil Paired T-test Variabel PAD Sidoarjo ..................................... 76

Gambar 4.24 Hasil Paired T-test Variabel Emisi Karbon ..................................... 76

Gambar 4.25 Hasil Simulasi Submodel Luas Pulau Lumpur ................................ 78

Gambar 4.26 Grafik Informasi Variabel pada Subodel Luas Pulau Lumpur ........ 78

Gambar 4.27 Pengaruh Utilisasi Zona Mangrove terhadap

Daya Dukung Lingkungan ............................................................... 79

Gambar 4.28 Grafik Informasi Variabel pada Subodel Wanamina....................... 80

Gambar 4.29 Hasil Simulasi Submodel Wanamina .............................................. 81

Gambar 4.30 Hasil Simulasi Submodel Ekowisata ............................................... 82

Gambar 4.31 Grafik Informasi Variabel pada Subodel Ekowisata ....................... 83

Gambar 4.32 Grafik Hubungan Jumlah Wisatawan terhadap

Polusi Gas Ekowisata ....................................................................... 84

Gambar 4.33 Grafik Hubungan Penyerapan Polusi oleh Mangrove ..................... 84

Gambar 4.34 Hubungan Pendapatan Perikanan dan kontribusi

pendapatan Ekowisata terhadap PAD ............................................. 85

Gambar 4.35 Hubungan Kontribusi Pendapatan Ekowisata

dengan Retribusi Daerah ................................................................. 86

Gambar 4.36 Hasil Simulasi Submodel PAD ........................................................ 87

Gambar 4.37 Hasil Simulasi Submodel Konservasi Lingkungan ......................... 88

Gambar 4.38 Grafik Informasi Variabel pada Subodel Konservasi Lingkungan.. 88

Gambar 4.39 Hubungan Kesadaran Lingkungan terhadap

Tingkat Konversi Lahan Mangrove ................................................. 89

Gambar 5.1 Hasil Skenario Terhadap Daya Dukung Lingkungan ........................ 95

Gambar 5.2 Hasil Skenario Terhadap Pendapatan Sektor Perikanan .................... 96

Gambar 5.3 Hasil Skenario Terhadap Pendapatan Ekowisata .............................. 97

Gambar 5.4 Hasil Skenario Terhadap PAD Kabupaten Sidoarjo .......................... 97

Gambar 5.5 Hasil Skenario Terhadap Emisi Karbon ............................................ 98

Gambar 5.6 Hasil Skenario Terhadap Pengaruh Tingkat Kesadaran

Lingkungan Terhadap Konservasi Mangrove ................................... 99

Page 15: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

xv

Gambar 5.7 Kontribusi Kombinasi I dan Kombinasi K terhadap

Kondisi Eksisting ........................................................................... 106

Page 16: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

1

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di Indonesia adalah

bencana luapan Lumpur Lapindo Sidoarjo. Bencana lumpur yang terjadi sejak 29

Mei 2006 lalu itu masih saja mengeluarkan semburan dan meluap juga disertai

dengan kepulan asap putih di beberapa titik di daerah Porong-Sidoarjo. Terjadinya

bencana ini telah banyak mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat

terdampak lumpur Lapindo Sidoarjo baik secara ekonomi maupun sosial.

Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah dan PT Lapindo Brantas sebagai

pihak yang berwenang terkait kerugian yang ditanggung oleh masyarakat yang

menjadi korban. Jika ditinjau dari segi lingkungan, Lumpur Lapindo telah

merusak ekosistem dan lingkungan penduduk di sekitarnya. Kawasan Porong

yang dahulunya merupakan daerah yang subur dan banyak ditanami tanaman

produksi kini sebagian telah berubah menjadi lautan lumpur. Banyak penduduk

yang kehilangan tempat tinggal serta mata pencahariannya karena lahannya telah

terendam lumpur. Perubahan lingkungan ini secara langsung akan berdampak

terhadap kondisi sosial maupun ekonomi masyarakat sekitar.

Melihat berbagai permasalahan yang ditimbulkan, pemerintah Sidoarjo

dan Badan Penganggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) memberikan solusi atas

permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat terdampak lumpur Lapindo Sidoarjo

melalui usaha-usaha yang diantaranya mengalirkan lumpur Sidoarjo ke Kali

Porong. Sebagai akibatnya, akan terjadi pendangkalan sepanjang muara Kali

Porong. Untuk mengurangi dampak pendangkalan maka usaha lebih lanjut

limpahan lumpur diarahkan membentuk suatu daratan di mulut muara sungai

sehingga daerah tersebut mempunyai prospek kedepan dengan terbentukya sebuah

Pulau Lumpur. Pulau Lumpur tersebut terbentuk dari hasil sedimentasi luapan

lumpur Sidoarjo yang terletak sekitar 20 km dari Kota Sidoarjo. Selama

pengerukan yang dimulai sejak November 2008 dan pulau yang diresmikan pada

Desember 2011, luas daratan hasil pengerukan ini tercatat mencapai 94 hektar

Page 17: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

2

(BPLS, 2013). Pembentukan sedimen sangat dipengaruhi oleh adanya pasang

surut yang membawa partikel yang diendapkan saat surut (Poedjiraharjoe, 1996).

Melihat fakta bahwa sedimentasi akan terus berlangsung (karena semburan

lumpur belum dapat dihentikan), maka secara langsung akan mempengaruhi

perkembangan Pulau Lumpur baik secara geografis luas wilayah maupun ditinjau

dari tatanan ekosistem di dalamnya. Sejauh ini keberadaan pulau Lumpur lebih

sering digunakan sebagai pusat penelitian beberapa universitas dan aktivitas

lingkungan seperti penanaman mangrove di pulau tersebut. Jika pengembangan

pulau ini tidak direncanakan dengan matang, maka bisa jadi terbentuknya pulau

tersebut tidak akan memberikan kebermanfaatan melainkan akan menimbulkan

permasalah baru yang lebih kompleks. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur

tersebut bagi masyarakat di daerah terdampak, salah satu upaya yang terus

dilakukan oleh pemerintah setempat yaitu melalui pemanfaatan wisata di kawasan

Pulau Lumpur tersebut dengan berbasis pada konsep ekowisata. Pengembangan

ekowisata yang dilakukan sejauh ini hanya sebatas dengan penanaman tumbuhan

mangrove.

Mangrove merupakan ekosistem paling produktif di bumi yang hidup di

kawasan air payau di sepanjang pantai tropis dan subtropis (ITTO, 2002).

Ekosistem mangrove merupakan fungsi habitat untuk nilai komersial ikan dan

udang, juga efektif sebagai pengikat sedimen, berperan terhadap daur ulang siklus

nutrient, serta dapat melindungi garis pantai dari abrasi. Keberadaan hutan

mangrove di kawasan pesisir secara ekologi dapat berfungsi sebagai penahan

lumpur dan sediment trap termasuk sebagai penyerap racun limbah-limbah

beracun yang terbawa oleh aliran air. Secara umum ekosistem mangrove

merupakan sumber daya alam yang memiliki intensitas relasi yang tinggi dengan

masyarakat, mengingat mangrove saat ini sudah banyak berkembang di kawasan

yang cukup terbuka dan berkembang. Pada intinya, budidaya mangrove yang

dilakukan ini diharapkan dapat menetralisisr kandungan racun yang berbahaya

sehingga dapat merevitalisasi kerusakan ekosistem di daerah terdampak akibat

luapan Lumpur Sidoarjo.

Dilansir pada salah satu website Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, dengan

menjalin kerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, pulau tersebut

Page 18: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

3

dimanfaatkan untuk usaha-usaha ekonomi rakyat (DPRD Kabupaten Sidoarjo,

2014). Dalam hal ini, kebijakan pengembangan mangrove akan diarahkan pada

dua skenario kebijakan yaitu ekowisata dan wanamina (silvofishery). Ekowisata

berarti pengembangkan aspek pariwisata lingkungan dari mangrove. Sedangkan

wanamina (silvofishery) melalui pengembangan aspek perikanan dan pertambakan

pada kawasan hutan mangrove. Dengan adanya dua skenario tersebut diharapkan

akan memberikan dampak positif secara langsung baik terhadap lingkungan

terdampak luapan lumpur maupun terhadap masyarakat sekitar. Pengembangan ini

dilakukan sebagai upaya revitalisasi lingkungan akibat dari bencana luapan

Lumpur Lapindo. Tiga aspek yang menjadi fokus dan perhatian khusus akibat

dampak bencana luapan lumpur Sidoarjo antara lain aspek ekonomi, aspek sosial,

dan aspek lingkungan. Dengan demikian dibutuhkan penelitian lebih lanjut

mengenai kebijakan yang tepat sebagai upaya untuk mengembangkan Pulau

Lumpur.

Sejauh ini penelitian mengenai mangrove di kawasan pesisir Sidoarjo

masih sangat terbatas dan pemanfaatannya yang belum terintegrasi, misalnya

hanya sebatas analisis dan kondisi kualitas lingkungan yang ada di pesisir

Sidoarjo akibat adanya bencana lumpur Lapindo (Suning, 2012) dan

perkembangan hutan mangrove di muara kali porong (Balai Riset dan Observasi

Kelautan, 2009). Begitu pula dengan obyek penelitian yaitu ekowisata di Pulau

Lumpur Sidoarjo, Fahmi (2011) merekomendasikan kebijakan geo-ecotourism di

Pulau Lumpur Sidoarjo namun belum mengkaji dampak yang ditimbulkan di

masa mendatang.

Penelitian berikutnya dilakukan oleh Maftuhah (2013) untuk menganalisis

kebijakan mangrove yang berbasis komunitas dengan memanfaatkan konsep

green economy. Green Economy merupakan suatu konsep ekonomi yang

diperkenalkan oleh PBB khususnya United Nations Environment Programme

sebagai konsep ekonomi pembangunan dengan memprioritaskan pemanfaatan

sumber daya alam dan lingkungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

manusia dalam aspek sosial (UNEP, 2011). Menurut Bassi (2011), green economy

bertitik tolak pada pengetahuan tentang ekologi ekonomi untuk menangani saling

ketergantungan ekonomi manusia dan ekosistem alam serta dampak buruk yang

Page 19: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

4

diakibatkannya terhadap perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Konsep

green economy menyelaraskan antara pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,

mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, pemanasan global, penipisan

sumber daya alam, dan degradasi lingkungan. Dalam kaitannya dengan

pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam, green economy harus mampu

mengubah pola pemanfaatan sumber daya alam menjadi berorientasi jangka

panjang dengan mengacu pada 3 (tiga) aspek pembangunan berkelanjutan (aspek

ekonomi, aspek sosial, dan aspek ekologis/lingkungan). Keterkaitan aspek

ekonomi, sosial dan lingkungan dalam green economy ditunjukkan pada Gambar

1.1.

Gambar 1.1 Konsep dan Keterkaitan antar Aspek dalam Green

Economy (Bassi, 2011)

Penelitian yang hendak dilakukan ini bertujuan untuk menganalisis dan

memodelkan skenario kebijakan pengembangan ekowista di Pulau Lumpur dan

memberikan rekomendasi skenario kebijakan yang tepat. Penelitian ini hanya

berfokus pada aspek lingkungan sebagai pendukung dalam membangun konsep

green economy secara keseluruhan. Dengan demikian, tolok ukur keberhasilan

skenario kebijakan yaitu berdasarkan konsep keberlanjutan lingkungan yang

ditinjau dari kontribusi pendayagunaan hutan mangrove terhadap lingkungan serta

terhadap pendapatan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan temuan gap penelitian, maka dapat dirumuskan permasalahan

yang hendak diteliti. Adapun permasalahn yang hendak diangkat pada penelitian

ini adalah sebagai berikut:

Environment

Society

Economy

Page 20: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

5

1. Bagaimanakah skenario kebijakan yang efektif dalam mengembangkan

ekowisata di Pulau Lumpur Sidoarjo?

2. Bagaimanakah dinamika kebijakan pengembangan ekowisata yang

diterapkan sehingga dapat berpengaruh positif dan kemanfaatannya

terhadap aspek lingkungan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang telah dijelaskan di atas adalah sebagai

berikut:

1. Membuat suatu model pengembangan ekowisata berbasis lingkungan yang

berkelanjutan di Pulau Lumpur Sidoarjo

2. Mengetahui faktor-faktor penting yang berkaitan dan berpengaruh

terhadap pengembangan ekowisata di Pulau Lumpur Sidoarjo

3. Merekomendasikan skenario kebijakan untuk pengembangan ekowisata di

Pulau Lumpur Sidoarjo secara berkelanjutan ditinjau dari kontribusi dan

pendayagunaan hutan mangrove terhadap lingkungan

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara

teoritis maupun praktis, sebagai berikut:

1. Mengetahui dan memahami dinamika pengembangan ekowisata di Pulau

Lumpur Sidoarjo dari aspek keberlanjutan lingkungan

2. Memberikan alternatif skenario kebijakan untuk pengembangan ekowisata

di Pulau Lumpur berbasis lingkungan yang berkelanjutan ditinjau dari

kontribusi penyerapan karbon serta terhadap pendapatan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi batasan masalah dan asumsi

penelitian yang dimaksudkan untuk membatasi kajian penelitian terkait lokasi

penelitian serta pokok bahasan yang menjadi permasalahan.

Page 21: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

6

1.5.1 Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini adalah objek pemodelan

pengembangan ekowisata hanya pada area Pulau Lumpur Sidoarjo. Penilitan ini

hanya berfokus pada aspek lingkungan dalam konsep Green Economy yang

memiliki triple bottom line.

1.5.2 Asumsi Penelitian

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

pendekatan data pengembangan ekowisata di daerah lain yang sudah berkembang

antara lain data fraksi peningkatan promosi, proporsi ketertarikan wisatawan, dan

emisi polusi gas dari sampah dan kendaraan wisatawan. Data tersebut dijadikan

sebagai input data dalam pemodelan simulasi kebijakan untuk pengembangan

ekowisata Pulau Lumpur Sidoarjo.

Page 22: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

7

2 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Green Economy

Konsep pembangunan berkelanjutan dikembangkan oleh World

Commision on Environment and Development (WCED) pada tahun 1987 melalui

buku yang berjudul Our Common Future. Menurut Smith (1997) dalam Sunoto

(2013) perspektif pembangunan berkelanjutan antara lain:

a. Berbasis pada biofisik

b. Memungkinkan pertumbuhan ekonomi

c. Menjamin pemerataan distribusi

d. Mengukur kekayaan multidimensi yang tidak hanya pada uang

e. Mendorong nilai-nilai konservasi

f. Pemberdayaan masyarakat

g. Peningkatan efisiensi sumberdaya

h. Pengembangan perancangan instrumen ekonomi baru

i. Mendorong keadilan dalam hal kelembagaan, perangkat ekonomi, dan

proses bisnis.

Pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang

mempertimbangkan kondisi di masa mendatang baik dari segi eksploitasi

sumberdaya, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan

kelembagaan dilakukan secara selaras dalam rangka meningkatkan potensi masa

kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia (WCED,

1987). Masalah pembangunan erat kaitannya dengan masalah ekonomi dan

lingkungan, sehingga esensi dari pembangunan berkelanjutan adalah

mengantisipasi masalah yang muncul terkait pembangunan (ekonomi) dan

lingkungan. Konsep green economy berkembang untuk mendukung pembangunan

berkelanjutan mengingat saat ini pembangunan hanya dipentingkan pada masalah

ekonomi, namun masalah lingkungan dikesampingkan.

Green economy diperkenalkan oleh United Nation Environment

Programme (UNEP), yang menjelaskan bahwa green economy adalah sistem

Page 23: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

8

ekonomi yang disamping mampu meningkatkan kesejahteraan manusia juga

mengurangi risiko lingkungan dan kerusakan ekologi melalui efisiensi sumber

daya, rendah karbon, dan aspek sosial. Dengan demikian, green economy

merupakan kegiatan ekonomi yang selain bertujuan utama untuk meningkatkan

kesejahteraan manusia juga diharapkan mampu memberikan dampak positif

terhadap keadilan baik bagi masyarakat maupun lingkungan serta sumber daya

alam.

Konsep green economy diharapkan dapat mengintegrasikan dalam

kaitannya dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam, sehingga

dapat mengubah pola pemanfaatan sumber daya alam yang eksploratif berjangka

pendek menuju pengelolaan yang berorientasi jangka panjang dan berwawasan

lingkungan. Secara esensial, green economy mengarah pada pemenuhan

kebutuhan manusia dan lingkungan (Maftuhah, 2013).

Bassi (2011) menjelaskan bahwa konsep green economy tidak hanya

mementingkan lingkungan, tetapi juga memperhatikan kebutuhan manusia akan

sosial dan ekonomi. Mengacu pada pembangunan berkelanjutan, green economy

fokus pada tiga aspek yaitu aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek lingkungan

serta bertitik tolak pada daya dukung dan daya tampung lingkungan. Dalam hal ini

pertumbuhan dan perkembangan ekonomi akan dikendalikan oleh investasi baik

swasta maupun publik yang mampu mengurangi emisi karbon dan polusi,

mengembangkan energi, efisiensi sumber daya alam, serta upaya konservasi

keanekaragaman hayati dan ekosistem dari kerusakan. Upaya penerapan green

economy harus ditunjang serta mengedepankan adanya partisipasi aktif dari

aparat pelaksana dan pembuat kebijakan (good governance). The Global Green

Economy Index mengukur keberhasilan suatu negara dalam mempromosikan

model ekonomi hijau dalam empat aspek antara lain komitmen pemimpin

nasional, kebijakan domestik yang ramah lingkungan, investasi yang ramah

lingkungan, dan kegiatan ekonomi misalnya wisata yang berwawasan lingkungan

(Wanggai, 2012).

Page 24: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

9

2.2 Bencana Lumpur Sidoarjo

Aktivitas semburan lumpur Sidoarjo masih saja berlangsung. Bencana

lumpur yang terjadi sejak 29 Mei 2006 lalu itu masih terus mengeluarkan luapan.

Pusat semburan pertama terjadi di Desa Renokenongo, Porong Sidoarjo dan masih

terus meluas hingga sekitar 640 hektar. Terdapat beberapa desa di 3 kawasan

kecamatan yang terendam lumpur antara lain, Kecamatan Porong yang meliputi

Desa Jatirejo, Siring, Renokenongo, dan Mindi. Sedangkan kecamatan Jabon

meliputi Desa Pejarakan, Kedungturi dan Besuki. Sementara kecamatan

Tanggulangin kawasan yang terendam lumpur meliput Desa Kedungbendo,

Ketapang, dan Kalitengah. Akibat semburan lumpur tersebut, setidaknya terdapat

sebanyak 10.426 unit rumah, 33 unit sekolah, 4 unit kantor pemerintahan, 30

pabrik perusahaan, 65 unit tempat ibadah, dan 3 bangunan pondok pesantren yang

mengalami kerusakan akibat terendam lumpur.

Pada tahun 2013, aktivitas semburan telah jauh berkurang dibandingkan

dengan tahun-tahun sebelunya. Titik pusat semburan seringkali berjumlah lebih

dari satu. Meskipun data historis tahunan semburan lumpur menunjukkan

penurunan aktivitas, namun yang perlu diwaspadai adalah indikasi peningkatan

volume luapan lumpur. Peningkatan luapan lumpur memiliki ciri-ciri:

1. Terjadi perulangan dari luapan lumpur padu terutama di lereng atas bagian

barat pusat semburan

2. Terjadi pengisian sedimen pada hampir semua daerah cekungan sehingga

menyebabkan pengangkalan

3. Munculnya sungai-sungai aktif berbentuk radikal, khususnya yang

memiliki hulu di daerah lereng atas pusat semburan, yang membawa

material lumpur halus dari sumber limpasan pusat semburan, atau terjadi

daur ulang dari lumpur yang mengendap.

Berdasarkan hasil pengolahan data survey dan GPS diperoleh informasi

bahwa terdapat pergerakan tanah di luar PAT (Peta Area Terdampak) pada

periode Oktober 2013, namun pada bulan desember 2013 pergerakan mulai

mengalami kestabilan. Meskipun demikian, pada area tertentu ada yang

mengalami pergerakan yang relatif lebih besar yang terdapar di radius 1 km dari

pusat semburan, dengan pergerakan terjadi sampai level 4 centimeter (BPLS,

Page 25: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

10

2014). Gambar 2.1 merupakan eagleview dari peta topograsi semburan Lumpur

Sidoarjo.

Gambar 2.1 Peta Topografi Semburan Lumpur Sidoarjo pada

Desember 2013 (BPLS, 2013)

Dalam upaya pencapaian target Pengurangan Dampak Fenomena Geologi,

kegiatan utama yang dilakukan adalah pengaliran luapan lumpur ke Kali Porong,

yang kemudian dibuang ke laut secara alami mengikuti aliran air sungai. Menurut

keterangan BPLS (2009), Pengaliran lumpur ke Kali Porong sampai tahun 2014

ditargetkan sebanyak 203,4 juta m3 atau sebesar 78,36% apabila diukur sampai

dengan tahun 2013 atau sebesar 59,87% diukur dari target sampai dengan tahun

2014. Dengan demikian, sisa target pengaliran lumpur ke Kali Porong sampai

akhir tahun 2014 kurang lebih masih sekitar 81,6 juta m3. Dampak yang dapat

dirasakan akibat pengaliran lumpur ke Kali Porong dalam kurun waktu tahun

2009 sampai dengan 2013 yaitu dapat terselamatkannya infrastruktur jalan arteri

lama dan rel kereta api yang berada di sisi barat luar tanggul utama, sekaligus

mengamankan jalur transportasi utama Jawa Timur dari Surabaya ke arah selatan

dan timur.

Page 26: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

11

Pada tahun 2013, lumpur dan padatan lumpur yang berhasil dialirkan ke

Kali Porong berupa slurry atau campuran lumpur dan air dengan total volume

sekitar 30 juta m3, atau setara dengan 10 juta m3 padatan endapan (BPLS, 2014).

Melihat kondisi energi arus sungai yang begitu besar yaitu dengan kapasitas

sekitar 1.600 m3/detik memungkinkan selama kegiatan pengaliran lumpur ini

tidak akan mengganggu fungsi Kali Porong sebagai pengendali banjir Sungai

Brantas. Adapun target dan realisasi pengairan lumpur ke Kali Porong dalam

kurun waktu tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 ditunjukkan pada Gambar

2.2.

Gambar 2.2 Target dan Realisasi Volume Lumpur yang Dialirkan ke Kali

Porong (BPLS, 2014)

Beberapa kendala yang dihadapi oleh pemerintah dalam kegiatan

pengaliran lumpur tersebut adalah karena adanya demontrasi yang dilakukan oleh

warga terdampak dengan memblokade wilayah kerja pengaliran lumpur,

tenggelam dan rusaknya kapal keruk tertentu, kurangnya air untuk mengaduk

lumpur padat agar menjadi lumpur cair, serta bocornya beberapa pipa pembawa

yang mengalirkan luapan lumpur ke Kali Porong.

Page 27: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

12

2.3 Mangrove

Mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang mempunyai

karakteristik khas, tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai tropis

misalnya laguna, muara sungai, dan pantai yang terlindung dengan substrat

lumpur atau lumpur berpasir (Permenhut, 2011). Mangrove bisa tumbuh pada

daerah pantai yang terlindung dari gelombang yang besar dan pada muara sungai

besar atau delta yang banyak mengandung lumpur dan pasir. Menurut Bengen

(2002), Ekosistem mangrove memiliki karakterisitik yang khas antara lain:

1. Biasanya tumbuh pada daerah intertidal yang berlumpur, berlempung

atau berpasir

2. Daerah yang tergenang air laut baik setiap hari maupun hanya saat

pasang purnama. Komposisi hutan mangrove akan dipengaruhi oleh

frekuensi genangan

3. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat

4. Tidak pada area yang memiliki pasang surut dan gelombang yang kuat.

Kadar salinitas air payau antara 2-22% hingga asin mencapai 38%

5. Ditemukan pada pantai-pantai teluk yang dangkal, estuari, delta, dan

daerah pantai yang terlindung

Variasi jenis tumbuhan hutan mangrove dipengaruhi oleh lingkungan

fisiknya, sehingga terdapat zona-zona vegetasi tertentu. Faktor lingkungan yang

mempengaruhi antara lain jenis tanah, hempasan ombak, dan pasang surut air laut.

Bengen (2002) mengklasifikasikan zonasi hutan mangrove di Indonesia dimana

daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir banyak

ditumbuhi jenis Avicennia spp (api-api). Pada zona ini juga biasanya berasosiasi

dengan Sonneratia spp (pidada) yang dominan tumbuh pada substrat yang

berlumpur dan kaya akan bahan organik. Zona berikutnya banyak ditumbuhi oleh

jenis Bruguire spp (kendeka). Sementara zona transisi antara hutan mangrove

dengan hutan dataran rendah didominasi oleh Nypa fruticans (nipah), dan

beberapa jenis palem lainnya.

Vegetasi mangrove merupakan sumber daya alam tropis yang mempunyai

banyak manfaat ditinjau dari aspek ekonomi, sosial, maupun ekologi

(lingkungan). Vegetasi mangrove merupakan suatu bagian dari ekosistem yang

Page 28: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

13

dikenal dengan hutan mangrove. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang

memiliki fungsi fisik, fungsi biologi, dan fungsi ekonomi atau produksi (Naamin,

1991). Fungsi fisik yaitu, melindungi pantai dan sungai, menjaga kestabilan garis

pantai, mencegah terjadinya abrasi, serta sebagai penetral racun dan limbah.

Fungsi biologi yaitu sebagai habitat pasca larva jenis-jenis ikan tertentu, udang

dan bangsa krustacea lainnya, serta tempat sarang burung dan berbagai jenis biota.

Ekosistem mangrove memiliki fungsi produktivitas yang tinggi (White, 1985

dalam Naamin, 1991). Sedangkan fungsi ekonomi atau produksi ekosistem

mangrove yaitu sebagai cadangan sumber daya alam (bahan mentah) yang dapat

diolah menjadi komoditi perdagangan sehingga bisa menambah kesejahteraan

masyarakat setempat, sebagai tempat wisata (eco-tourism), penelitian, dan

pendidikan.

Menurut Hamilton dan Snedaker dalam Naamin (1991), pemanfaatan

mangrove dapat digolongkan menjadi 2, yaitu secara langsung dan tidak langsung.

Pemanfaatan mangrove secara langsung meliputi: sebagai bahan bakar yang dapat

diolah menjadi kayu bakar, arang, alkohol, sebagai bahan bangunan, alat

penangkap ikan, bahan tekstil dan kulit, sumber makanan dan obat-obatan, bahan

produk kertas, bahan untuk perabotan rumah tangga, dan bahan pupuk pertanian.

Sementara pemanfaatan secara langsung antara lain: produk ikan, udang, moluska,

madu, burung, mamalia, reptil, dan fauna lainnya.

2.4 Konsep Ekowisata

Pengertian Ekowisata menurut The International Ecotourism Society

adalah suatu perjalanan wisata yang bertanggung jawab terhadap konservasi

lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat sekitar (Lindberg

& Hawkins, 2003). Pengertian mengenai ekowisata telah banyak mengalami

perkembangan, namun pada intinya ekowisata merupakan suatu bentuk wisata

yang berprisnsip untuk menjaga kelestarian alam, memberikan manfaat secara

ekonomi dan mempertimbangkan warisan budaya masyarakat setempat.

Menurut Honey dalam Bahar (2004), terdapat 7 prinsip yang mengacu

ekowisata, antara lain:

Page 29: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

14

a. Perjalanan ke suatu tempat yang alami (involves travel to natural

destinations).

Biasanya destinasi wisata merupakan tempat yang jauh, masih jauh

dan lingkungannya masih terlindungi dengan baik.

b. Meminimalkan dampak negatif (minimize impact)

Ekowisata akan meminimalisir dampak negatif dari kegiatan

pariwisata. Usaha minimalisir dampak negatif tersebut dapat dilakukan

dengan mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi dari pemanfaatan

sumber daya alam, mengoptimalkan sumber daya alam terbarui,

pembuangan dan pengolahan limbah dan sampah yang terstruktur

dengan baik, menggunakan tatanan arsitektur sesuai dengan

lingkungan dan budaya setempat, serta membatasa jumlah wisatawan

sesuai dengan daya dukung obyek wisata.

c. Membangun kepedulian terhadap lingkungan (build environment

awareness)

Pendidikan merupakan elemen penting dalam membangun ekowisata.

Dengan pembekalan informasi dan pengetahun yang cukup mengenai

karakteristik obyek wisata dan kode etik yang dipegang teguh, maka

diharapkan semua pihak dapat bersinergi dalam membangun dan

mendukung ekowisata dan meningkatkan kesadaran serta kepedulian

terhadap lingkungan.

d. Memberikan manfaat finansial secara langsung terhadap kegiatan

konservasi (provides direct financial benefits for conservation)

Keuntungan yang didapatkan dari kegiatan ekowisata dapat

dimanfatkan sebagai modal untuk melakukan konservasi lingkungan,

penelitian, dan pendidikan.

e. Memberikan manfaat finansial dan pemberdayaan pada masyarakat

setempat (provides financial benefit and empowerment for local peole)

Ekowisata harus mampu memberdayakan dan meningkatkan kapasitas

masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidup

masyarakat. Dengan demikian, masyarakat akan merasa diuntungkan

dengan keberadaan ekowisata tersebut.

Page 30: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

15

f. Menghormati budaya setempat (Respect local culture)

Ekowisata selain berfokus pada pelestarian lingkungan hidup juga

turut berpartisipasi dalam mempertahankan buadaya masyarakat

setempat.

g. Mendukung gerakan hak asasi manusia dan demokrasi (support human

right and democratic movement)

Ekowisata dikenal wisata low-carbon yang dipandang sebagai

pengembangan yang berkelanjutan pada industri pariwisata karena dapat

mengurangi konsumsi energi, mencapai target penyimpanan energi dan

pengurangan karbon dioksida, juga dapat meminimalkan biaya operasi dan

menaikkan profit industri pariwisata (Z.Tang et al., 2011). Ekowisata tidak hanya

terbatas pada wisata dan atau suatu tempat untuk mendapatkan profit maksimal,

menjaga budaya lokal, dan bentuk konservasi lingkungan. Di sisi lain, ekowisata

juga memberikan implikasi dalam menumbuhkan kesadaran isu-isu lingkungan

bagi industri maupun bisnis pariwisata yang berkelanjutan.

2.5 Potensi Ekowisata Mangrove

Menurut pendapat Dahuri dalam (Muhaerin, 2008), pemanfaatan

ekosistem mangrove yang paling berpotensi tanpa menimbulkan kerusakan

ekosistem adalah untuk penelitian ilmiah (scientific research), pendidikan

(education), dan rekreasi terbatas/ ekowisata (limited recreation/ecotourism).

Kajian mengenai pengelolaan manajemen mangrove berbasis komunitas

(Community Based Mangrove Management- CBMM) telah direkomendasikan

oleh para pakar akademisi maupun lembaga pemerintah sebagai arternatif untuk

mengelola hutan mangrove secara ekologis dan berkelanjutan (Datta et al., 2012).

Dalam CBMM, program pengelolaan budidaya mangrove dapat

dikembangkan melalui wanamina (silvofishery) dan ekowisata (Maftuhah, 2013).

Silvofishery atau lebih dikenal dengan wanamina merupakan integrasi antara

kegiatan budidaya perikanan dengan kegiatan kehutanan (mangrove) dalam suatu

lingkup wilayah yang sama (BPLS, 2011). Wanamina berpotensi memberikan

nilai ekonomi dalam konversi dan memanfaatkan sumberdaya mangrove dalam

lingkungan yang sensitif dan aktivitas yang berkelanjutan. Program ini merupakan

Page 31: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

16

pola pendekatan teknis yang berusaha mengatasi masalah permasalahan

kelestarian hutan mangrove dan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan

wanamina pada kawasan area terdampak bencana Lumpur Lapindo Sidoarjo,

direncanakan 20% untuk empang/lahan berair dan 80% untuk mangrove

(Harnanto, 2011).

Selain wanamina, program ekowisata juga memberikan kontribusi yang

cukup besar terhadap pelestarian kawasan mangrove dengan pengelolaan berbasis

komunitas. Banyak indikator berdasarkan potensi ekowisata pada ekosistem

mangrove akan mempunyai nilai yang sangat tinggi (Abidin, 1999 dalam Datta et

al. 2012). Program ekowisata akan secara simultan terhadap kegiatan konservasi

dan membangkitkan pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat setempat. Disamping

itu, dipandang dari aspek pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan

masyarakat mengenai sumberdaya mangrove sehingga dapat menjadi nilai edukasi

untuk menjaga biodiversitas dan ekosistem mangrove secara berkelanjutan.

2.6 Kualitas Lingkungan Hidup di Pulau Lumpur

Berdasarkan studi kondisi ekosistem menunjukkan bahwa kualitas air

mengalami peningkatan baik dari kualitas air laut maupun kualitas air sungai

beserta biotanya. Kondisi demikian ditunjukkan dengan indikator oksigen terlarut

atau DO (Dissolved Oxygen) yang menunjukkan peningkatan kualitas dari tahun

2010 sampai tahun 2012. Demikian pula dengan tingkat COD (Chemical Oxygen

Demand) yang menunjukkan tingkat pencemaran air yang masih tergolong rendah

jika dibandingkan pada kondisi sebelumnya (BPLS, 2013).

Disamping itu, kondisi air yang diambil sari sampel air sumur di area

Pulau Lumpur ternyata bisa digunakan sebagai sumber air bersih untuk keperluan

memasak. Namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini untuk

mengetahui tingkat pencemaran yang diakibatkan dari limbah industri di hulu Kali

Porong, sehingga dapat mempengaruhi kualitas air dan sedimen yang ada pada

daerah hilir.

Dari kondisi vegetasi pada akar tanaman mangrove ditemukan kandungan

logam berat. Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman mangrove dapat menyerap

kandungan logam berat dan menetralkan bahan pencemar. Kandungan logam

Page 32: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

17

berat juga ditemukan pada ikan yang dibudidayakan di Pulau Lumpur, namun

kadarnya masih berada dalam tingkatan di bawah standar baku mutu sehingga

aman untuk dikonsumsi.

Upaya pengaliran lumpur ke Kali Porong dikhawatirkan akan mengalihkan

fungsi Kali Porong dan menimbulkan masalah baru. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh BPLS menunjukkan bahwa endapan akan meningkat ketika musim

kemarau karena pembuangan lumpur, namun seiring dengan bertambahnya debit

Kali Porong pada musim penghujan, endapan lumpur tersebut akan terbawa arus

mengalir ke laut. Dengan demikian, secara lingkungan Kali Porong masih dapat

dipertahankan sebagai kanal banjir DAS Brantas.

2.7 Berkurangnya Area Mangrove Di Indonesia

Hutan dan terumbu karang yang dimiliki Indonesia menempati posisi

ketiga terluas di dunia. Kondisi tersebut, mendukung pembangunan dan telah

memberikan manfaat terhadap kesejahteraan kehidupan masyarakat. Namun,

dewasa ini sering terjadi kerusakan lingkungan pesisir akibat pengelolaan sumber

daya alam yang kurang tepat. Berdasarkan laporan World Bank, kerusakan hutan

mencapai lebih dari 1 juta per tahun. Kementrian Kehutanan mencatat total luas

hutan Indonesia pada tahun 1999 kurang lebih 8,6 juta Ha. Hasil Pusat Survey

Sumber Daya Alam Laut (PSSDAL) BAKOSURTANAL tahun 2009, luas total

hutan mangrove di Indonesia hanya sekitar 3.244.018,460 hektar.

Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya yang memiliki produktivitas

tinggi bagi masyarakat pesisir. Di sisi lain, tuntutan kehidupan berakibat akan

membawa banyak perubahan dan permasalahan di kawasan pesisir, misalnya

penurunan sumber daya akibat erosi, konversi hutan bakau, reklamasi pantai, dan

pencemaran sampah maupun limbah industri. Ekosistem mangrove memiliki andil

yang sangat besar pada kawasan pesisir. Nilai tambah yang dapat diberikan

ekosistem mangrove yaitu sebagai penyedia sandang, pangan, papan, bahan baku

obat, dan merupakan habitat flora dan fauna pesisir. Selain itu, mangrove

berfungsi sebagai pelindung garis pantai dari gelombang dan angin kencang,

mengatur sedimentasi, memperbaiki kualitas air, mengendalikan intrusi air laut,

Page 33: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

18

mengatur air bawah tanah, dan menjaga stabilitas iklim mikro (Kementerian

Lingkungan Hidup, 2014).

Semakin berkurangnya luas areal mangrove disebabkan oleh ulah manusia

yang menkonversi lahan mangrove untuk berbagai keperluan. Kegiatan

pembangunan merupakan salah satu yang menyebabkan hilangnya kawasan

mangrove di Indonesia, misalnya konversi lahan mangrove untuk areal

pertambakan, pemukiman, dan areal pertanian, serta pemanfaatan kayu untuk

keperluan komersial (Pramudji, 2001). Pemanfaatan hutan mangrove baik untuk

produksi kayu, lahan pertanian, pertambakan, maupun pemukiman sering kali

membawa dampak yang serius. Eksploitasi mangrove yang berlebihan akan

menimbulkan terjadinya perubahan ekosistem pesisir, terlebih hutan mangrove

sebagai sumber plasma nutfah di daerah pesisir dan juga sebagai habitat berbagai

macam larva ikan, udang, dan biota laut lainnya. Selain itu, mangrove juga

berfungsi untuk menstabilkan dan melindungi pantai dari abrasi dan hempasan

gelombang. Jika konversi lahan mangrove terus dilakukan maka dapat

menyebabkan abrasi dan tanah longsor. Lebih dari 50% dari total luas mangrove

di Indonesia mengalami kerusakan, sehingga akan berpengaruh terhadap

menurunnya biodiversitas dan jasa lingkungan ekosistem mangrove akibat

perubahan fungsi lahan sehingga meningkatkan risiko bencana (Kelompok Kerja

Mangrove Tingkat Nasional, 2013).

Pemanfaatan hutan mangrove perlu memperhatikan aspek yang berkaitan

dengan kelestarian lingkungan. Jika pemanfaatannya dilakukan secara eksploitatif

dan tidak terkendali maka akan mengancam keberadaan mangrove itu sendiri

yang akan berimbas pada kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan

kegiatan rehabilitasi hutan mangrove yang telah kritis untuk merevitalisasi dan

mengembalikan fungsi perlindungan, pelestarian, dan fungsi produksinya. Upaya

rehabilitasi yang dilakukan adalah dengan mengadakan kegiatan reboisasi atau

penanaman kembali pada lahan mangrove yang kritis. Selain upaya rehabilitasi,

juga perlu adanya upaya konsevarsi. Upaya konservasi ini dilakukan untuk

melindungi dan melestarikan habitat dan ekosistemnya, melindungi flora dan

fauna yang terancam punah dan mengelola areal mangrove secara

berkesinambungan.

Page 34: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

19

Menyikapi berbagai persoalan terkait kondisi hutan mangrove di Indonesia

yang semakin mengkhawatirkan, maka diperlukan perhatian dan penanganan yang

intensif. Sugiarto dan Ekariyono dalam (Pramudji, 2001), menjelaskan bahwa

strategi pokok konservasi untuk mendasari pengelolaan hutan di kawasan pesisir

adalah berikut ini:

1. Perlindungan proses ekologis dan menopang kehidupan kawasan

2. Pelestarian keragaman sumber daya plasma nutfah

3. Pelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistem

4. Tata guna dan tata ruang kawasan hutan pantai

2.8 Konsep Pemodelan Sistem Dinamik

Definisi sederhana mengenai sistem adalah kumpulan komponen yang

saling berinteraksi guna mancapai suatu tujuan tertentu. Dalam mempelajari dan

menganalisis sebuah sistem diperlukan suatu metode dimana setiap komponen

menjadi fokusan dalam melakukan analisis (Maftuhah, 2013). System dynamics

merupakan salah satu metode yang dapat menganalisis sistem secara baik. Coyle

(1999), menjelaskan pengertian sistem dinamik sebagai suatu metode analisis

permasalahan berdasarkan dinamika waktu yang meliputi pemahaman bagaimana

suatu sistem dapat dipertahankan dari ganguan di luar sistem atau dibuat

berdasarkan tujuan dari pemodelan sistem. Dalam system dynamics, terdapat

perlakukan untuk mempelajari bagian dari suatu sistem yang menyeluruh tanpa

mengabaikan sistem amatan dengan lingkungan.

2.8.1 Penyusunan Konsep

Tahap awal simulasi adalah penyusunan konsep. Gejala atau proses yang

akan ditirukan perlu dipahami, antara lain dengan menentukan unsur-unsur yang

berperan dalam proses atau gejala tersebut. Unsur-unsur tersebut saling

berhubungan, saling berinteraksi, dan saling berketergantungan. Dengan

memahami unsur-unsur dan keterkaitannya maka dapat disusun gagasan atau

konsep mengenai gejala atau yang akan disimulasikan.

Page 35: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

20

2.8.2 Pembangunan Model

Model merupakan suatu bentuk yang dibuat untuk menirukan gejala atau

proses. Model dapat dikategorikan menjadi model kuantitatif, kualitatif, dan

model ikonik (Muhammadi et al., 2001). Model kuantitatif adalah model yang

disusun berupa rumus matematis, statistik, atau komputer. Simulasi dapat

dilakukan dengan memasukkan data ke dalam model dengan perhitungan untuk

mengetahui perilaku gejala atau proses. Model kualitatif adalah model yang

dijelaskan dalam bentuk gambar, diagram, atau matriks yang menyatakan

hubungan antar unsur. Di dalam model kualitatif, perlu dilakukan analisis

hubungan sebab akibat antar unsur dengan memasukkan data yang dikumpulkan

untu mengetahui perilaku gejala atau proses. Sedangkan model ikonik adalah

model yang mempunyai bentuk fisik sama dengan yang ditirukan dengan skala

yang dapat diperbesar atau diperkecil. Dalam model ikonik, simulasi dilakukan

dengan percobaan secara fisik dengan menggunakan model tersebut untuk

mengetahui perilaku model dalam kondisi yang berbeda.

Dalam pembuatan model ini dilakukan dengan bantuan software Stella©

(iSee System). Dengan bantuan software tersebut, simulasi dapat dibuat

berdasarkan sistem nyata.

- Causal Loop Diagram (CLD)

Perilaku sistem dibentuk oleh kombinasi perilaku umpan balik yang

menyusun struktur sistem. Causal Loop Diagram (CLD) atau diagram

simpal kausal menunjukkan hubungan sebab-akibat dari suatu kejadian

yang diungkapkan dalam bahasa gambar tertentu (Muhammadi et al.,

2001). Bahasa gambar yang biasa digunakan berupa anak panah yang

menghubungkan variabel-variabel dalam hubungan kausal dimana bagian

pangkal menunjukkan sebab dan bagian ujung menunjukkan akibat. Setiap

hubungan kausal memiliki polaritas positif (+) atau negatif (-) yang

menandakan bagaimana kondisi dependent variable berubah ketika terjadi

perubahan independent variable. Hubungan sebab akibat dapat dinyatakan

dalam dua tanda, diantaranya:

Page 36: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

21

1. Hubungan positif, yaitu suatu kondisi dimana elemen A mempunyai

hubungan yang searah dengan elemen B, misalnya peningkatan nilai A

akan mempengaruhi peningkatan nilai B

2. Hubungan negatif, yaitu suatu kondisi dimana elemen A mempunyai

hubungan yang berlawanan arah dengan elemen B, misalnya

peningkatan nilai A akan mempengaruhi penurunan nilai B.

CLD dapat diilustrasikan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Contoh Causal Loop Diagram (CLD) Bidang

Kependudukan (Muhammadi et al., 2001)

- Stock Flow Diagram (SFD)

Pada simulasi model, variabel-variabel saling dihubungkan membentuk

suatu sistem yang dapat menirukan kondisi sebenarnya. Stock Flow

Diagram (SFD) menekankan pada struktur fisik dari struktur sistem. SFD

merupakan akumulasi aliran dari material, uang, informasi yang terdapat

dalam sebuah sistem (Sterman, 2004). SFD merupakan transformasi dari

CFD menjadi hubungan antara stock dan flow yang dapat dimengerti oleh

software komputer (Tarida, 2014). Beberapa simbol-simbol SFD yang

digunakan dalam pemodelan sistem dinamik adalah sebagai berikut.

- Stock / Level

Stock atau juga disebut level digambarkan dalam bentuk segi empat. Stock

menghasilkan suatu informasi untuk melakukan tindakan atau

pengambilan keputusan. Suatu variabel dikatakan stock jika variabel

tersebut tidak mudah berubah. Perubahan pada stock hanya akan

dipengaruhi oleh perubahan dari flow/rate (Sterman, 2004).

Page 37: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

22

- Flow/rate

Flow atau disebut juga dengan rate merupakan suatu aliran yang dapat

menaikan atau menurunkan stock. Flow dibedakan menjadi 2, yaitu inflow

dan outflow. Inflow digambarkan dengan pipa atau anak panah yang

menuju atau menambah stock. Sedangkan outflow digambarkan dengan

pipa atau anak panah yang keluar atau mengurangi stock. Flow merupakan

satu-satunya variabel yang dapat mempengaruhi level.

- Converter

Converter dapat berupa aliran informasi yang memiliki nilai konstan

(Maftuhah, 2013). Converter berisikan persamaan (equation) yang

membangkitkan nilai output di setiap periode.

- Connector

Connector merupakan penghubung variabel satu dengan variabel lainnya,

dimana menghubungkan antara converter dengan converter, converter ke

rate atau sebaliknya, level ke rate atau sebaliknya.

Simbol-simbol SFD yang terdapat dalam software Stella© (iSee System)

dapat ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Simbol-simbol Stock Flow Diagram (SFD)

2.8.3 Konsep Pengujian Model

Untuk memastikan model simulasi yang telah dibuat dapat

merepresentasikan sistem nyata maka dibutuhkan pengujian model. Beberapa

teknik pengujian model yang diterapkan pada model sistem dinamik adalah

sebagai berikut:

Page 38: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

23

1. Uji Struktur Model

Uji struktur model dilakukan untuk mengetahui kesesuaian struktur

model yang telah dibangun dengan struktur model nyata. Kesesuaian

ini ditunjukkan dengan adanya interaksi antara setiap faktor pada

sistem nyata harus tercermin pada model (Maftuhah, 2013). Menurut

Muhammadi et al. (2001), terdapat dua jenis validitas struktur yaitu

validitas konstruksi dan kestabilan struktur. Validitas struktur yaitu

keyakinan pada konstruksi model valid baik secara ilmiah maupun

dapat diterima secara akademis. Sedangkan kestabilan struktur yaitu

keberlakukan atau kekuatan (robustness) struktur dalam dimensi

waktu.

2. Uji Parameter Model

Uji parameter bertujuan untuk mengetahui tingkat konsistensi nilai

parameter yang ada dalam model. Uji parameter dilakukan dengan dua

cara, yaitu validasi variabel input dan validasi logika dalam hubungan

antar variabel. Validasi variabel input dilakukan dengan

membandingkan data historis nyata dengan data yang digunakan

sebagai inputan pada model. Sementara validasi logika dilakukan

dengan mengecek logika antar variabel baik input maupun output

(Maftuhah, 2013).

3. Uji Kecukupan Batasan (Boundary Adequancy Test)

Uji kecukupan batasan dilakukan menguji variabel manakah yang

mempunyai pengaruh signifikan terhadap tujuan model. Uji kecukupan

ini dilakukan dengan berdasarkan pada diagram sebab akibat. Menurut

Sterman (2004), apabila suatu variabel tidak memiliki pengaruh yang

signifikan, maka variabel tersebut tidak perlu disertakan pada model.

4. Uji Kondisi Ekstrim

Uji kondisi ekstrim dilakukan untuk mengetahui apakah model tahan

terhadap kondisi ekstrim, artinya model harus memiliki perilaku yang

relistis pada kondisi apapun (Indiana, 2014). Pengujian ini dilakukan

dengan memasukkan nilai ekstrim besar maupun terkecil pada variabel

terukur dan terkendali. Logika yang digunakan adalah apabila suatu

Page 39: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

24

variabel memiliki hubungan kausal yang positif, jika variabel yang satu

naik, maka variabel yang lain akan ikut naik, begitu sebaliknya

(Maftuhah, 2013). Jika kondisi ini tidak sesuai, maka model

dinyatakan tidak valid dalam kondisi ekstrim.

5. Uji Perilaku Model/Replikasi

Uji perilaku model atau replikasi bertujuan untuk mengetahui apakah

perilaku model yang telah dibuat apakah sudah dapat mewakili kondisi

yang sebenarnya. Menurut Barlas (1996), pengujian dilakukan dengan

membandingkan hasil yang didapatkan dari simulasi dengan data yang

sebenarnya.

2.9 Review Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan terkait dengan mangrove

salah satunya dilakukan oleh Pariyono (2006), yang membahas mengenai kajian

potensi kawasan mangrove dalam kaitannya pengelolaan wilayah pantai di Desa

panggung, Bulakbaru, Tanggultlare, Kabupaten Jepara. Penelitian tersebut

bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kondisi sumber daya hutan

mangrove dan menganalisis strategi alternatif dalam pelestarian areal mangrove

ditinjau dari pendekatan ekologi. Namun pada penelitian tersebut belum

dijelaskan lebih mendalam mengenai kontribusi yang signifikan dari strategi-

strategi yang direkomendasikan terkait dengan aspek ekologi. Penelitian

berikutnya dilakukan oleh Ningsih (2008) dengan tesisnya yang berjudul

“Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian dari Upaya Pengelolaan Wilayah

Pesisir Kabupaten Deli Serdang. Pada penelitian ini hanya menjelaskan mengenai

jenis vegetasi mangrove yang tumbuh, keanekaragaman jenis mangrove, dan

ketebalan hutan mangrove pada setiap desa yang diamati. Sedangkan untuk

bagaimana cara pengelolaan mangrove di wilayah pesisir belum dijelaskan lebih

detail.

Penelitian mengenai mangrove lainnya dilakukan oleh Muhaerin (2008),

yang menjelaskan mengenai strategi-strategi kegiatan ekowisata mangrove di

sekitar Estuari Perancak yang kemudian hanya dipilih tiga prioritas antara lain

membuat dan mengaplikasikan sistem pemantauan dan evaluasi yang melibatkan

Page 40: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

25

pemangku kepentingan dalam perlindungan ekosistem mangrove, membangun

komitmen dan kesadaran semua pihak dalam pengendalian perencanaan

lingkungan, dan meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove melalui

kegiatan ekowisata. Meskipun telah dipilih strategi yang menjadi prioritas, manun

skenario kebijakan hanya bersifat statis tidak didasarkan pada fungsi waktu yang

selalu dinamis sehingga belum diketahui bagaimana kontribusinya di masa yang

akan datang.

Penelitian lainnya mengenai mangrove adalah pengelolaan mengrove

berbasis komunitas (Community Based Mangrove Management-CBMM) yang

telah dikenalkan oleh para akademisi maupun lembaga pemerintahan sebagai

alternatif untuk pengelolaan berkelanjutan secara ekologi terhadap hutan

mangrove yang keberadaannya di bumi semakin berkurang. Keterbatasan studi

pada bidang sosial-politik dan aspek institusional sebagaimana aspek globalisasi

menstimulus transformasi sosial-budaya komunitas pada CBMM yang telah

ditemukan (Datta et al., 2012). Riset penelitian yang lebih mendalam pada aspek-

aspek tersebut telah direkomendasikan untuk pengelolaan komunitas yang lebih

baik yang lebih ditekankan pada hutan. Namun pada penelitian ini hanya sekedar

review mengenai CBMM hanya pada status dan keberlanjutannya.

Penelitian mengenai ekowisata dan praktis lingkungan dilakukan oleh

Ahmad (2013). Dalam penelitian tersebut mencoba untuk mengidentifikasikan

prospek yang menantang pada wisata yang berkelanjutan di Brunei Darussalam

dari perspektif organisasi bisnis atau perusahaan pada industri pariwisata. Pada

prakteknya, industri pariwisata yang dimati masih belum paham mengenai konsep

ekowisata, mereka cenderung menerapkan konsep wisata yang ada secara global

tanpa memperhatikan aspek keberlanjutan secara ekologi sehingga implementasi

ekowista belum dapat terealisasi dengan baik.

Penelitian selanjutnya yaitu dengan obyek kawasan pesisir Sidoarjo

dilakukan oleh Suning (2012), menjelaskan mengenai dampak lumpur lapindo

terhadap kualitas lingkungan yang ada di pesisir Sidoarjo. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan terhadap kondisi sosial dan

kondisi ekonomi masyarakat, namun pada penelitian ini tidak dibahas mengenai

keberadaan mangrove yang juga merupakan salah satu bagian dalam lingkungan

Page 41: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

26

pesisir di Sidoarjo. Dalam penelitian tersebut menjelaskan analisa deskriptif dan

analisa uji kualitas air dan tanah yang berdampak pada potensi perikanan.

Penelitian yang lain mengenai model pengembangan kebijakan geo-ecotourism

pulau Lumpur di Kabupaten Sidoarjo oleh (Fahmi, 2011). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pulau memiliki potensi wisata berupa hutan bakau dan

silvofishery, potensi perikanan, dan potensi pertanian berupa kayu mangrove.

Namun, belum dijelaskan mengenai dampak yang ditimbulkan disamping adanya

potensi yang ada pada Pulau Lumpur tersebut. Penelitian dengan obyek amatan

yang sama yaitu di kawasan terdampak lumpur Sidoarjo yang dilakukan oleh

Maftuhah (2013) adalah membahas mengenai pemodelan kebijakan budidaya

mangrove berbasis komunitas. Penelitian tersebut memanfaatkan konsep green

economy yang berbasis pada tiga pilar yaitu aspek ekonomi, aspek sosial, dan

aspek lingkungan. Namun untuk membangun konsep green economy secara

menyeluruh, ketiga aspek tersebut akan diulas lebih detail untuk masing-masing

aspek guna melihat bagaimana korelasinya dengan konsep ekowisata dan

kebijakan yang tepat. Dengan melihat gap tersebut, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian yang hanya berfokus pada aspek lingkungan untuk

mendukung konsep green economy dalam pengembangan kebijakan ekowisata di

Pulau Lumpur Sidoarjo.

Secara garis besar, penelitian sebelumnya ditampilkan pada Tabel 2.1

berikut ini.

Page 42: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

27

Tabel 2.1 Review Penelitian Sebelumnya

No. Nama Peneliti Tujuan Metode Obyek Penelitian

Mangrove Ekowisata Lingkungan Pulau Lumpur

1. Pariyono (2006)

Mengetahui dan menganalisis kondisi sumber daya hutan mangrove serta menganalisis strategi alternatif dalam pelestarian areal mangrove ditinjau dari segi ekologi

Deskriptif dan studi kasus √ - √ -

2. Ningsih (2008)

Mendeskripsikan dan membandingkan kondisi hutan mangrove serta cara pengolahan hutan mangrove di Kabupaten Deli Serdang

Deskriptif dan studi kasus √ - - -

3. Muhaerin (2008)

Mengkaji potensi dan kondisi ekosistem mangrove untuk penyusunan strategi pengolahan ekowisata di Estuari Perancak, Jembrana, Bali

Analisis data yang meliputi analisis

potensi ekosistem mangrove, analisis

kesesuaian ekologis, analisis daya dukung, dan analisis SWOT

√ √ - -

4. BROK (2009) Memantau perkembangan hutan mangrove di muara kali Porong tahun 2003-2009

Analisis deskriptif √ - - -

5. Fahmi (2011) Merekomendasikan kebijakan di Pulau Lumpur Sidoarjo System dynamics √ √ - √

6. Suning (2012)

Mengidentifikasi dan menganalisis kondisi kualitas lingkungan yang ada di pesisir Sidoarjo akibat adanya lumpur lapindo

Deskriptif dan studi kasus - - √ -

Page 43: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

28

Tabel 2.1 Review Penelitian Sebelumnya (lanjutan)

No. Nama Peneliti Tujuan Metode Obyek Penelitian

Mangrove Ekowisata Lingkungan Pulau Lumpur

7. Datta et al. (2012)

Review mengenai status dan keberlanjutan pada pengelolaan mangrove berbasis komunitas (CBMM)

Review √ √ √ -

8. Ahmad (2013)

Mengidentifikasi prospek pada wisata yang berkelanjutan di Brunei Darussalam

Deskriptif dan studi kasus - √ √ -

9. Maftuhah (2013)

Memunculkan alternatif kebijakan budidaya mangrove berbasis komunitas di kawasan terdampak Lumpur Sidoarjo menggunakan konsep Green Economy

System dynamics √ √ √ √

10. Penelitian ini

Memunculkan alternatif

kebijakan pengembangan

ekowisata di Pulau Lumpur

terkait aspek lingkungan

System dynamics √ √ √ √

Page 44: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

29

2.10 Gap dan Posisi Penelitian

Berdasarkan tabel dan penjelasan mengenai penelitian pada subbab

sebelumnya, maka dapat diketahui gap penalitian yang akan dibahas oleh peneliti

terkait perlunya solusi terbaik terhadap penanganan bencana Lumpur Sidoarjo,

pengembangan ekowisata melalui pemanfaatan hutan mangrove serta prospek ke

depannya terkait dengan aspek lingkungan (ekologi), sehingga dibutuhkan

penelitian lebih lanjut mengenai permasalahan ini untuk mendukung konsep green

economy yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Berikut ini merupakan

skema penentuan gap dan posisi penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Gap dan Posisi Penelitian

Skenario Kebijakan Pengembangan

Ekowisata di Pulau Lumpur Sidoarjo Berbasis Konsep Keberlanjutan

Lingkungan

Pemanfaatan hutan mangrove di Pulau

Lumpur yang belum optimal

Masih terbatasnya penelitian mengenai

pengembangan ekowisata di Pulau

Lumpur yang belum ter-integrasi dengan baik

Perlunya solusi nyata terhadap prospek Pulau

Lumpur yang mendukung konsep green economy

terkait aspek lingkungan

Page 45: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

31

3 BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tahapan Identifikasi Permasalahan

Pada tahapan ini dilakukan identifikasi permasalahan-permasalahan pada

sistem yang akan diteliti dan diselesaikan. Tahapan identifikasi permasalah terdiri

atas identifikasi dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta

kajian pustaka yang mendasari penelitian. Tahapan-tahapan tersebut dilakukan

pada saat penyusunan proposal penelitian.

3.1.1 Identifikasi dan Perumusan Masalah

Pada bagian ini dilakukan observasi pada obyek amatan yaitu

pengembangan ekowisata di Pulau Lumpur Sidoarjo. Berdasarkan informasi dan

fakta kemudian dilakukan pengamatan dan identifikasi terhadap permaslahan apa

saja yang terjadi melalui data-data sekunder yang mendukung. Berawal dari

permasalahan tersebut, maka akan dilakukan perumusan masalah terhadap

kebijakan pengembangan ekowisata di Pulau Lumpur.

3.1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang didapat, selanjutnya dilakukan

penetapan tujuan penelitian. Penetapan tujuuan penelitian akan membantu dalam

menentukan langkah-langkah yang akan ditempuh selama melakukan penelitian.

3.2 Kajian Pustaka

Kajian pustaka atau studi literatur dilakukan sebagai dasar dan pedoman

penelitian. Literatur yang dikaji dalam penelitian ini berasal dari berbagai sumber

antara lain buku, jurnal, artikel, maupun penelitian terdahulu mengenai hutan

mangrove, ekowisata , dan Pulau Lumpur.

3.3 Tahapan Identifikasi Variabel dan Konseptualisasi Model

Pada tahap ini dilakukan identifikasi variabel dan pemodelan sistem nyata

dalam bentuk model konseptual. Identifikasi tersebut dimulai dengan idetifikasi

Page 46: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

32

variabel-variabel pada sistem amatan. Sedangkan konseptualisasi model dilakukan

dengan diagram causal loops yang menunjukkan hubungan sebab akibat.

3.3.1 Identifikasi Variabel

Identifikasi variabel dilakukan untuk mengetahui variabel yang terkait

dengan pengembangan ekowisata dan aspek lingkungan.

3.3.2 Konseptualisasi Sistem

Konseptualisasi sistem ditunjukkan dengan diagram input-output dan

diagram causal loops. Diagram causal loops menunjukkan hubungan sebab akibat

antar variabel sehingga dapat diketahui gambaran dari sistem tersebut.

3.3.3 Pengumpulan Data

Pada bagian ini dilakukan pengumpulan data-data yang berkaitan dengan

sistem yang menjadi obyek amatan. Terdapat dua jenis data yang menjadi input,

yaitu data primer dan data sekunder. Data-data primer diperoleh dari wawancara

yang dilakukan dengan pihak BPLS sebagai Badan Pelaksana dan Badan

Penanggulangan bencana Lumpur Sidoarjo ini. Sedangkan data-data sekunder

didapatkan dari beberapa sumber yang terkait melalui instansi/lembaga yang

berhubungan dengan sistem amatan seperti BPS (Badan Pusat Statistik) dan BPLS

(Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo).

3.4 Tahapan Simulasi Model

Tahapan simulasi model merupakan tahapan formulasi model simulasi,

running model awal, dan penerapan skenario yang direkomendasikan.

3.4.1 Pembuatan/Formulasi Model Simulasi

Tahapan formulasi model dibuat berdasarkan konseptualisasi model yang

selanjutnya secara matematis dirumuskan hubungan antar variabel yang telah

ditentukan sesuai stock ddan flows (spesifikasi struktur model dan decision rules).

Dalam formulasi model ini menggunakan software Stella© (iSee System).

Page 47: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

33

3.4.2 Running Model Awal

Pada tahap ini dilakukan dengan menjalankan model awal (eksisting)

simulasi kemudian dilanjutkan dengan proses verifikasi dan validasi. Verifikasi

dilakukan dengan software Stella© (iSee System). Sedangkan validasi dilakukan

lima tahapan uji, antara lain uji struktur model, uji parameter model, uji

kecukupan batasan, uji kondisi ekstrim, dan uji perilaku model/replikasi.

3.4.3 Penetapan Skenario Kebijakan

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap variabel-variabel yang telah

diidentifikasi sebelumnya. Variabel-variabel tersebut dijadikan key variable atau

variabel kunci yang mempengaruhi variabel respon pada pengembangan

ekowisata di Pulau Lumpur. Dari hasil identifikasi variabel kunci tersebut

kemudiakan dilakukan kombinasi skenario kebijakan pada model simulasi yang

telah dibuat.

3.4.4 Penerapan Skenario Kebijakan

Penerapan skenario kebijakan dilakukan dengan tujuan untuk mendukung

budidaya mangrove dalam aspek lingkungan pada model yang telah dibuat. Pada

tahap ini dilakukan pengubahan kondisi, waktu penerapan dan atau

pengembangan pada model sehingga akan menghasilkan output yang berbeda

dengan model awal (eksisting). Dari hasil simulasi pengembangan model akan

dibandingkan dengan output model awal untuk dilakukan identifikasi apakah

terjadi perubahan yang cukup signifikan atau tidak. Selain itu, juga dilakukan

kombinasi dari skenario-skenario kebijakan untuk memilih kebijakan yang

optimal.

3.5 Tahapan Analisis dan Penarikan Kesimpulan

Pada tahapan ini dilakukan analisis terhadap hasil simulasi kemudian

dilakukan penarikan kesimpulan.

Page 48: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

34

3.5.1 Analisis dan Interpretasi

Analisis dan interpretasi dilakukan terhadap hasil simulasi yang

didapatkan pada running model awal dan penerapan skenario serta variabel kritis

yang didefinisikan. Pada tahapan ini disesuaikan dengan tujuan penelitian.

3.5.2 Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan tahap terakhir dalam melakukan

penelitian. Kesimpulan tersebut didapatkan dari hasil analisis dan iterpretasi yang

telah dilakukan dan untuk menjawab tujuan penelitian. Selain kesimpulan, juga

diberikan saran-saran dan rekomendasi penting terkait penelitian yang dilakukan.

Dari keseluruhan tahapan penelitian yang telah dijelaskan, secara garis

besar dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Page 49: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

35

Gambar 3.1 Flowchart Langkah-langkah Penelitian

Page 50: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

37

4 BAB 4

PERANCANGAN MODEL SIMULASI

4.1 Identifikasi Sistem Amatan

Dalam melakukan pemodelan terhadap sistem maka diperlukan

identifikasi terlebih dahulu agar dapat merepresentasikan kondisi sebenarnya dari

sistem yang diamati. Pada penelitian ini, identifikasi sistem amatan dilakukan

pada Pulau Lumpur Sidoarjo, yangmana mengacu pada variabel-variabel yang

berkaitan dengan aspek lingkungan.

4.1.1 Pulau Lumpur Sidoarjo

Penganggulangan bencana akibat luapan lumpur Sidoarjo terus dilakukan

termasuk diantaranya adalah mengalirkan lumpur ke laut melalui Kali Porong

Sidoarjo. Pengaliran lumpur ke Kali Porong menjadi tugas pokok sejak awal

berdirinya BPLS dan merupakan bagian utama dari Rencana Induk

Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Reklamasi daerah muara Kali Porong ini

dimaksudkan agar kondisi lingkungan di daerah tersebut menjadi lebih baik

sehingga dapat memberikan nilai tambah, khususnya dalam penambahan

persediaan lahan.

Penanganan endapan lumpur di muara Kali Porong dilakukan dengan

kegiatan pengerukan sepanjang muara sungai, pembangunan jetty untuk

mengendalikan aliran lumpur dan melindungi bagian yang telah dikeruk, serta

memanfaatkan pengerukan untuk kegiatan pengembangan ekosistem daerah

pantai. Untuk melaksanakan kegiatan pengaliran lumpur ini, BPLS

mengoperasikan 6 kapal keruk dengan kapasitas mesin 1000-1300 HP/unit dan

kapasitas volume buangan 0.8 m3/det/unit. Kegitan yang dimulai sejak

pertengahan 2009 dan diselesaikan pada tahun 2011 ini menghasilkan tambahan

terbentuknya lahan timbul seluas 94 Ha yang disebut dengan Pulau Lumpur.

Lokasi Pulau Lumpur di muara Kali Porong dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Page 51: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

38

Gambar 4.1 Lokasi Pulau Lumpur di Muara Kali Porong

Pulau Lumpur ini dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan konservasi

lingkungan. BPLS bekerjasama dengan berbagai institusi baik dari instasi

pemerintah maupun akademisi untuk melakukan riset dan pengembangan Pulau

Lumpur. Sejauh ini pengembangan Pulau Lumpur hanya sebatas pada penanaman

tumbuhan mangrove. Disamping memiliki fungsi untuk mengendalikan abrasi dan

mengurangi intrusi air laut ke wilayah daratan, mangrove juga memiliki manfaat

ekonomi dan ekologi. Selain itu, konsep yang terus dikembangkan adalah

wanamina (silvofishery), yaitu perpaduan antara kegiatan budidaya perikanan

dengan kegiatan kehutanan dalam hal ini adalah budidaya mangrove.

Mangrove yang tumbuh dan berkembang di Pulau Lumpur adalah

didominasi jenis Api-api (Avicenia sp), khususnya jenis Avicenia alba dan

Avicenia marina. Mangrove-mengrove jenis tersebut mampu tumbuh pada kisaran

salinitas yang mendekati tawar sampai dengan 90 psu. Kondisi mangrove yang

terpantau sampai dengan Maret 2014 ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Berdasarkan pengukuran pH tanah di lokasi rencana pengembangan

wanamina menunjukkan pH sebesar 7 atau normal, sedangkan pengukuran

salinitas air yang ada di lokasi berada di angka nol ppm atau tawar (BPLS, 2014).

Kondisi tersebut tidak sesuai karena untuk mendukung kehidupan mangrove

seharusnya diperlukan pH di bawah 7 dan salinitas antara 2-10 psu. Sebagai

Page 52: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

39

solusinya, maka dibuat saluran keliling dan parit yang masuk ke lokasi

penanaman mangrove agar salinitas dan pH yang dibutuhkan dapat terpenuhi.

Pada masa percobaan wanamina, inisiasi mangrove yang ditanam di Pulau

Lumpur adalah kurang lebih sebanyak 15.000 bibit.

Gambar 4.2 Kondisi Mangrove di Pulau Lumpur pada Maret Tahun 2014

(BPLS, 2014)

4.1.2 Potensi Ekowisata Mangrove Sebagai Upaya Konservasi Lingkungan

di Pulau Lumpur

Mangrove sebagai ekosistem terproduktif karena disamping mempunyai

manfaat fisik berupa pengendalian erosi pantai (abrasi) dan penyusupan (intrusi)

air laut ke wilayah daratan, fungsi lain dari mangrove adalah memberikan manfaat

secara ekonomi melalui hasil kayu, kulit kayu, arang, bahan kertas, bahan

makanan dan obat, pendidikan dan rekreasi. Mangrove juga sebagai habitat biota

laut seperti ikan, kepiting, dan larva udang-udangan serta sumber pakan bagi biota

darat seperti burung, mamalia, dan reptil. Disisi lain, mangrove juga memiliki

manfaat secara ekologi diantaranya asimilasi, mendukung biodiversitas, dan

ekowisata.

Program ekowisata diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang cukup

besar terhadap pelestarian kawasan mangrove, mengingat area hutan mangrove

khususnya di Indonesia yang luasnya semakin berkurang. Aktivitas ekowisata

Page 53: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

40

sebagai upaya untuk restorasi lahan mangrove yang telah mengalami kerusakan.

Disamping itu, melalui program ekowisata dapat memberikan nilai edukasi

kepada masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya melestarikan

lingkungan.

Jika ditinjau dari segi lingkungan, peranan mangrove berkaitan dengan

pengurangan emisi karbon. Perubahan iklim dunia disebabkan oleh peningkatan

kadar gas-gas rumah kaca dan partikel-partikel pada atmosfer bumi. Cuaca

menjadi tak menentu dan terjadinya pergeseran siklus iklim merupakan perubahan

fisik yang seringkali dirasakan. Penyebab utamanya adalah peningkatan gas

rumah kaca oleh pembakaran bahan bakar fosil yang melepaskan gas-gas

karbondioksida (CO2) dan partikel-partikel abu (sebagian karbon hitam).

Penyebab kedua akibat emisi konversi lahan atau pembabatan vegetasi alami,

kebakaran hutan, serta emisi dari aktivitas pertanian maupun peternakan.

Penyebab lainnya adalah karena kemampuan ekosistem alami untuk menyerap,

mengikat dan menyimpan karbon.

Ekosistem mangrove memiliki peranan yang cukup penting dalam

menyerap dan menyimpan karbon. Kawasan hutan mangrove di Indonesia saat ini

sekitar 3,1 juta hektar atau 23% dari mangrove yang ada di seluruh permukaan

bumi. Ekosistem pesisir dan lautan Indonesia memiliki kontribusi yang sangat

besar dalam penyerapan karbon, diperkirakan hingga 138 juta ton/tahun (Dewan

Kelautan Indonesia, 2014). Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan 2014 Sharif

C. Sutardjo dalam International Blue Carbon Symposium (IBCS), ekosistem

mangrove memiliki kemampuan lima kali lebih besar dalam menyimpan karbon

daripada hutan hujan tropis.

Ekosistem pantai dapat menyimpan karbon dengan laju yang setara sekitar

25% peningkatan tahunan karbon atmosfer yaitu sekitar 2.000 Tera (1012) gram

karbon per tahun. Dengan luas ekosistem padang lamun yang dimiliki Indonesia

sekitar 3,30 juta hektar dan luas ekosistem mangrove 3,1 juta hektar, kemampuan

ekosistem padang lamun tersebut dapat menyimpan karbon 16,11 juta ton

karbon/tahun dan potensi penyerapan karbon oleh ekosistem mangrove adalah

sekitar 122,22 juta ton/tahun (Dewan Kelautan Indonesia, 2014). Dengan

Page 54: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

41

demikian, ekosistem mangrove memiliki kontribusi penting dalam penyerapan

karbon guna mitigasi perubahan iklim.

Dalam pengembangan konsep ekowisata di Pulau Lumpur selain

pemanfaatan lahan sebagai hutan mangrove, potensi hasil pengerukan Kali Porong

tersebut terus diupayakan oleh pemerintah setempat adalah untuk pengembangan

wanamina di Pulau Lumpur Sisoarjo. Wanamina merupakan pendekatan teknis

disamping untuk melestarikan hutan mangrove juga berkontribusi untuk

kesejahteraan masyarakat melalui usaha perikanannya. Budidaya perikanan yang

dikembangkan di Pulau Lumpur adalah budidaya ikan bandeng dan udang.

Menurut keterangan BPLS, pengembangan wanamina di Pulau Lumpur Sidoarjo

terbagi menjadi 3 bagian, yakni Kotak A seluas 2.684 m2 (wanamina), Kotak B seluas

3.641 m2 (wanamina), dan Kotak C seluas 3.635 m2 (kolam saja). Area wanamina

Pulau Lumpur Sidoarjo ditunjukkan pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Area Wanamina di Pulau Lumpur Sidoarjo (BPLS, 2014)

Dengan demikian, dari pengembangan ekowisata di Pulau Lumpur

Sidoarjo ini diharapkan nantinya akan memberikan nilai kebermanfaatan ekologi

terkait kontribusi mangrove dalam upaya penyerapan karbon serta dapat

memberikan nilai edukasi kepada masyarakat akan konservasi lingkungan. Selain

itu, juga diharapkan mampu memberikan nilai kebermanfaatan secara ekonomi

Page 55: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

42

sehingga dapat meingkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dalam hal ini yaitu

menambah pendapatan masyarakat sekitar serta meningkatkan pendapatan daerah

Sidoarjo.

4.2 Konseptualisasi Model

Konseptualisasi model dilakukan setelah dilakukannya identifikasi

terhadap sistem amatan. Konseptualisasi ini menghasilkan gambaran secara umum

mengenai model simulasi yang akan dirancang. Tahap ini diawali dengan

membuat diagram sebab-akibat atau causal loop diagram, kemudian dibentuk

diagram input-output. Selanjutnya mengidentifikasi variabel-variabel yang

berinteraksi dan saling mempengaruhi di dalam sistem, dan pengembangan

diagram alir atau stock flow diagram.

4.2.1 Diagram Sebab Akibat (Causal Loop Diagram)

Diagram sebab akibat (causal loop diagram) digunakan untuk menujukkan

variabel-variabel utama yang akan digambarkan pada model, yangmana telah

disusun berdasarkan variabel-variabel awal yang sudah teridentifikasi. Dalam

diagram sebab akibat ini ditunjukkan hubungan sebab akibat yang terjadi antar

variabel yang ditunjukkan dengan anak panah. Anak panah positif menandakan

bahwa antara variabel tersebut berbanding lurus, artinya penambahan nilai pada

suatu variabel akan menyebabkan penambahan nilai pada variabel yang

dipengaruhinya. Sebaliknya anak panah negatif menandakan hubungan yang

berbanding terbalik, dimana penambahan nilai pada suatu variabel akan

menyebabkan pengurangan nilai pada variabel yang dipengaruhinya. Diagram

sebab akibat dari sistem pengembangan ekowisata di Pulau Lumpur Sidoarjo

berbasis konsep keberlanjutan lingkungan ditunjukkan pada Gambar 4.4.

Page 56: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

43

Gambar 4.4 Diagram Sebab Akibat (Causal Loop Diagram)

Page 57: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

44

4.2.2 Diagram Input-Output

Diagram input output merupakan deskripsi dari variabel input dan output

dari sistem secara skematis. Variabel-variabel dalam diagram input output

dikelompokkan menjadi input terkendali, input tak terkendali, output dikehendaki,

output tak dikehendaki, dan lingkungan. Diagram input output dalam penelitian

ini ditunjukkan pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Diagram Input Output

Berdasarkan Gambar 4.5, dapat diketahui bahwa pada permasalahan yang

akan diselesaikan pada penelitian ini terdapat dua kategori input, yaitu input

terkendali dan input tak terkendali. Dengan menggunakan sudut pandang

pemerintah, Input terkendali merupakan permasalahan yang dapat dikendalikan

oleh pemerintah, yang meliputi jumlah bibit mangrove, jumlah benih ikan,

frekuensi pengerukan, jumlah kapal keruk, alokasi lahan untuk mangrove, alokasi

lahan untuk wanamina, jumlah institusi pemerintah yang menjalin kerjasana, dan

alokasi dana pemerintah. Sedangkan input yang tidak dapat dikendalikan antara

lain volume sedimentasi lumpur di muara Kali Porong, abrasi pada Pulau Lumpur,

Page 58: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

45

Konversi lahan mangrove, permintaan lokal ikan, serta polusi dan pencemaran

akibat transportasi dan sampah pariwisata.

Output dari permasalahan pada penelitian ini juga dibedakan menjadi

output dikehendaki dan output tidak dikehendaki. Output dikehendaki antara lain

penambahan luas pulau lumpur, daya dukung lingkungan meningkat, emisi

karbon menurun, jumlah ikan hasil wanamina, jumlah tanaman mangrove,

pendapatan dari wanamina dan ekowisata, kesadaran masyarakat akan lingkungan

juga meningkat. Sementara untuk output yang tidak dikehendaki antara lain daya

dukung lingkungan menurun, jumlah hasil produksi ikan menurun, dan perilaku

buruk masyarakat yang mengabaikan lingkungan. Output yang tidak dikendaki ini

dapat diminimalisir dengan melakukan manajemen atau pengelolaan yang baik

terhadap input yang dapat dikendalikan. Disamping itu faktor lingkungan yang

mendukung dalam permasalahan ini antara lain cuaca dan iklim, terjadinya

bencana alam, kontribusi lembaga/institusional, dan regulasi pemerintah.

4.2.3 Identifikasi Variabel

Identifikasi variabel dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel yang

terlibat dalam pengembangan ekowisata di Pulau Lumpur Sidoarjo terkait aspek

lingkungan yang terbagi menjadi 5 submodel. Submodel-submodel tersebut antara

lain submodel luas Pulau Lumpur, submodel wanamina, submodel ekowisata,

submodel PAD, dan submodel konservasi lingkungan. Variabel-variabel tiap

submodel tersebut dilihat pada Tabel 4.1 sampai dengan Tabel 4.5.

Tabel 4.1 Variabel Submodel Luas Pulau Lumpur Submodel Luas Pulau Lumpur

No Nama Variabel Deskripsi Satuan Simbol

1 Volume endapan lumpur

Volume lumpur di muara sungai m3 Stock/Level

2 Debit aliran lumpur

Debit aliran lumpur yang dialirkan m3/hari Converter

3 Kecepatan pengendapan

Kecepatan pengendapan lumpur per hari m3 Converter

4 Laju sedimentasi

Volume lumpur yang tersedimentasi per tahun m3/tahun Converter

Page 59: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

46

Tabel 4.1 Variabel Submodel Luas Pulau Lumpur (lanjutan) Submodel Luas Pulau Lumpur

No Nama Variabel Deskripsi Satuan Simbol

5 Pengerukan per bulan per kapal

Pengerukan pengendapan per bulan per kapal m3 Converter

6 Jumlah kapal keruk

Banyaknya kapal keruk yang digunakan unit Converter

7 Penambahan volume lumpur

Penambahan volume lumpur yang dikeruk m2 Converter

8 Kedalaman pulau

Kedalaman pulau hasil sedimentasi m Converter

9 Laju ekspansi Laju perluasan luas area Pulau Lumpur m2 / tahun Rate

10 Laju reduksi Laju pengurangan luas area Pulau Lumpur m2 / tahun Rate

11 Luas Pulau Lumpur Luas area Pulau Lumpur m2 Stock/Leve

l

12 Tingkat abrasi Prosentase potensi abrasi di Pulau Lumpur

Dimension- less Converter

13 Lahan terabrasai

Luas lahan yang terkena abrasi m2 Converter

14 Tingkat konversi lahan mangrove

Rata-rata prosentase terjadinya konversi lahan di Pulau Lumpur

Dimension-less Converter

15 Konversi lahan mangrove

Luas peralihan lahan mangrove yang bisa dimanfaatkan

m2 Converter

16 Tambak Luas lahan konversi mangrove untuk tambak m2 Converter

17 Perluasan pemukiman

Luas lahan untuk perluasan permukiman m2 Converter

18 Fraksi tambak Rata-rata prosentase lahan mangrove untuk tambak

Dimension-less Converter

19 Area wanamina

Luas area untuk kegiatan wanamina m2 Converter

20 Area mangrove

Luas area untuk lahan mangrove m2 Converter

21 Area pertambakan

Luas area untuk lahan budidaya perikanan m2 Converter

22 Prosentase area mangrove

Prosentase area Pulau Lumpur untuk hutan mangrove

Dimension-less Converter

23 Prosentase area tambak

Prosentase area Pulau Lumpur untuk budidaya perikanan

Dimension-less Converter

Page 60: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

47

Tabel 4.1 Variabel Submodel Luas Pulau Lumpur (lanjutan) Submodel Luas Pulau Lumpur

No Nama Variabel Deskripsi Satuan Simbol

24 Utilisasi zona mangrove

Prosentase lahan yang tertanami mangrove

Dimension-less Converter

25 Daya dukung lingkungan

Daya dukung lingkungan Pulau Lumpur

Dimension-less Converter

26 Indeks kesesuaian habitat

Indeks untuk kesesuaian habitat organism

Dimension-less Converter

27 Kesesuaian vegetasi

Indeks kesesuaian parameter vegetasi

Dimension-less Converter

28 Kesesuaian substrat

Indeks kesesuaian parameter substrat

Dimension-less Converter

29 Kualitas air Indeks kualitas air Dimension-less Converter

Tabel 4.2 Variabel Submodel Wanamina Submodel Wanamina

No Nama Variabel Deskripsi Satuan Simbol

1 Stok ikan Jumlah ikan yang hidup Ekor Stock/ Level

2 Laju pertumbuhan ikan

Laju pertumbuhan ikan per tahun ekor/tahun Rate

3 Laju kematian ikan Laju kematian ikan per tahun ekor/tahun Rate

4 Jumlah bibit ikan

Banyaknya bibit ikan yang ditebar Ekor Converter

5 Fraksi pertumbuhan ikan

Fraksi rata-rata pertumbuhan ikan

Dimension-less Converter

6 Fraksi kematian ikan Fraksi rata-rata kematian ikan Dimension-

less Converter

7 Produksi wanamina Produksi ikan dari wanamina Ekor Stock/

Level

8 Laju pemanenan wanamina

Laju pemanenan ikan Ekor/tahun Rate

9 Jumlah mangrove muda

Jumlah mangrove usia kurang dari satu tahun Unit Stock/

Level

10 Jumlah bibit mangrove

Banyaknya bibit mangrove pada area wanamina Unit Converter

Page 61: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

48

Tabel 4.2 Variabel Submodel Wanamina (lanjutan) Submodel Wanamina

No Nama Variabel Deskripsi Satuan Simbol

11 Laju pertumbuhan mangrove

Laju pertumbuhan mangrove muda per tahun Unit/tahun Rate

12 Jumlah mangrove dewasa

Jumlah tanaman mangrove yang hidup sampai dewasa Unit Stock/

Level

13 Laju kematian mangrove

Laju kematian mangrove muda per tahun Unit/tahun Rate

14 Laju pendewasaan mangrove

Rata-rata pendewasaan mangrove Unit/tahun Rate

15 Laju kematian mangrove dewasa

Laju kematian mangrove dewasa per tahun Unit/tahun Rate

16 Kerapatan mangrove

Kerapatan pohon mangrove per m2 Unit Converter

17 Luas hutan mangrove

Luas lahan yang ditumbuhi mangrove dewasa m2 Converter

18 Survival rate Prosentase tingkat ketahanan mangrove dewasa

Dimension-less Converter

19 Perkembangbiakan mangrove

Jumlah mangrove yang dapat berkembangbiak Unit Converter

20 Rasio perkembangbiakan

Prosentase perkembangbiakan mangrove

Dimension-less Converter

21 Fraksi pertumbuhan

Fraksi rata-rata pertumbuhan mangrove

Dimension-less Converter

22 Fraksi kematian Fraksi rata-rata kematian mangrove

Dimension-less Converter

23 Laju pemanenan wanamina

Laju panen hasil wanamina per tahun Ekor/tahun Rate

24 Demand ikan lokal

Banyaknya permintaan ikan lokal per tahun Ekor Converter

25 Volume produksi wanamina

Volume produksi hasil wanamina kg Converter

26 Konversi biomassa

Rata-rata konversi massa per ikan kg Converter

27 Harga ikan Rata-rata harga ikan Rupiah Converter

Page 62: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

49

Tabel 4.2 Variabel Submodel Wanamina (lanjutan) Submodel Wanamina

No Nama Variabel Deskripsi Satuan Simbol

28 Pendapatan bruto perikanan

Pendapatan kotor sektor perikanan Rupiah Converter

29 Pendapatan netto perikanan

Pendapatan bersih sektor perikanan Rupiah Converter

30 Biaya operasi Biaya operasional untuk budidaya perikanan Rupiah Converter

Tabel 4.3 Variabel Submodel Ekowisata

Submodel Ekowisata No Nama Variabel Deskripsi Satuan Simbol

1 Promosi ekowisata

Frekuensi promosi ekowisata di Pulau Lumpur Unit Stock/

Level

2 Inisiasi ekowisata

Inisiasi ekowisata di Pulau Lumpur

Dimension-less Converter

3 Perubahan promosi

Laju perubahan promosi ekowisata di Pulau Lumpur Unit/tahun Rate

4 Fraksi peningkatan promosi

Rata-rata fraksi peningkatan promosi

Dimension-less Converter

5 Proporsi ketertarikan wisatawan

Prosentase ketertarikan wisatawan untuk datang mengunjungi ekowisata Pulau Lumpur

Dimension-less Converter

6 Jumlah wisatawan per hari

Jumlah wisatawan per hari yang mengunjungi ekowisata Pulau Lumpur

Orang Converter

7 Rerata sampah per wisatawan

Rata-rata jumlah sampah per wisatawan Liter Converter

8 Jumlah sampah per hari

Jumlah sampah per liter yang dihasilkan obyek ekowisata per hari

Liter Converter

9 Emisi polusi gas per liter sampah

Emisi gas CO2 per liter sampah KgC

10

Emisi polusi gas per transportasi kendaraan

Faktor emisi CO2 per transportasi kendaraan yang menuju ekowisata Pulau Lumpur

KgC Converter

11

Jumlah transportasi kendaraan wisatawan

Jumlah transportasi kendaraan menuju ekowisata per hari

Unit Converter

Page 63: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

50

Tabel 4.3 Variabel Submodel Ekowisata (lanjutan) Submodel Ekowisata

No Nama Variabel Deskripsi Satuan Simbol

12 Rerata jumlah penumpang per kendaraan

Rata-rata jumlah penumang dalam kendaraan yang digunakan wisatawan menuju ekowisata

Orang Converter

13 Polusi gas transportasi

Polusi gas CO2 akibat transportasi kendaraan wisatawan menuju ekowisata

KgC Converter

14 Polusi gas per liter sampah ekowisata

Polusi gas akibat sampah ekowisata per liter per hari KgC Converter

15 Tarif ekowisata

Tarif yang harus dibayar per wisatawan ekowisata Pulau Lumpur

Rupiah Converter

16 Proporsi retribusi daerah

Proporsi retribusi ekowisata terhadap daerah Sidoarjo

Dimension-less Converter

17 Biaya tenaga kerja Total biaya tenaga kerja Rupiah Converter

18 Inisial biaya pembangunan

Biaya investasi awal pembangunan ekowisata Rupiah Converter

19 Biaya operasional Biaya operasional ekowisata Rupiah Converter

20 Pendapatan ekowisata per hari

Pendapatan yang didapatkan dari ekowisata per hari Rupiah Converter

21 Annual pendapatan ekowisata

Akumulasi pendapatan dari ekowisata selama setahun Rupiah Converter

22 Proporsi dukungan pemerintah

Proporsi dukungan pemerintah dalam inisiasi ekowisata

Dimension-less Converter

23 Polusi gas ekowisata

Polusi gas CO2 akibat kegiatan ekowisata KgC Stock/

Level

24 Peningkatan polusi Laju peningkatan polusi KgC/tahun Rate

25 Fraksi penurunan polusi

Rata-rata fraksi penurunan polusi

Dimension-less Converter

26 Polusi gas per tahun

Polusi gas CO2 kabupaten Sidoarjo KgC Converter

27 Polusi gas delay Polusi gas CO2 yang terdelay KgC Converter

Page 64: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

51

Tabel 4.3 Variabel Submodel Ekowisata (lanjutan) Submodel Ekowisata

No Nama Variabel Deskripsi Satuan Simbol

28 Tingkat kerjasama

Tingkat kerjasama dengan instansi lain

Dimension-less Converter

29 Frekuensi kerjasama

Frekuensi kerjasama dengan instansi lain Unit Converter

30 Fraksi kerjasama

Rata-rata kerjasama dengan institusi pemerintah

Dimension-less Converter

31 Banyak institusi yang bekerja sama

Jumlah institusi yang diajak bekerja sama Unit Converter

32 Alokasi pendanaan ekowisata

Prosentase alokasi dana untuk ekowisata

Dimension-less Converter

33 Total alokasi pendanaan

Total prosentase dana yang dialokasikan

Dimension-less Converter

34 Investasi sarana

Prosentase investasi untuk sarana ekowisata

Dimension-less Converter

Tabel 4.4 Variabel Submodel PAD

Submodel PAD No Nama Variabel Deskripsi Satuan Simbol

1 PAD Pendaptan asli daerah Sidoarjo Rupiah Stock/

Level

2 Laju perubahan PAD

Laju perubahan pendapatan asli daerah Sidoarjo

Rupiah/ tahun Rate

3 Retribusi daerah

Besarnya pendapatan dari retribusi daerah untuk PAD Rupiah Stock/

Level

4 Laju perubahan retribusi

Laju perubahan pendapatan dari retribusi

Rupiah/ tahun Rate

5 Pendapatan lainnya Pendapatan lainnya yang sah Rupiah Stock/

Level

6

Laju perubahan pendapatan lainnya

Laju perubahan pendapatan lainnya

Rupiah/ tahun Rate

7

Fraksi peningkatan pendapatan lainnya

Rata-rata peningkatan pendapatan lainnya per tahun

Dimension-less Converter

Page 65: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

52

Tabel 4.4 Variabel Submodel PAD (lanjutan) Submodel PAD

No Nama Variabel Deskripsi Satuan Simbol

8 Fraksi peningkatan retribusi

Rata-rata peningkatan retribusi per tahun

Dimension-less Converter

9 Pajak daerah Besarnya pendapatan dari pajak daerah Rupiah Stock/

Level

10 Laju perubahan pajak daerah

Laju perubahan pendapatan dari pajak daerah

Rupiah/ tahun Rate

11 Fraksi peningkatan pajak daerah

Rata-rata peningkatan pajak daerah per tahun

Dimension-less Converter

12 Total pajak Total pajak daerah Rupiah Converter 13 NJKP Nilai jual kena pajak Rupiah Converter

14 NJOP untuk PBB

Nilai jual obyek pajak untuk perhitungan PBB Rupiah Converter

15 NJOPTKP Nilai jual obyek pajak tidak kena pajak Rupiah Converter

16 NJOP tanah dan bangunan

Nilai jual obyek pajak untuk tanah dan bangunan Rupiah Converter

17 NJOP Nilai jual obyek pajak Rupiah Converter

18 Prosentase pendapatan untuk daerah

Prosentase retribusi ekowisata untuk daerah Sidoarjo

Dimension-less Converter

19 Kontribusi pendapatan ekowisata

Besarnya pendapatan dari ekowisata untuk daerah Rupiah Converter

Tabel 4.5 Variabel Submodel Konservasi Lingkungan Submodel Konservasi Lingkungan

No Nama Variabel Deskripsi Satuan Simbol

1 Emisi karbon Emisi karbon di sekitar area Pulau Lumpur KgC Stock/

Level

2 Peningkatan emisi karbon

Laju peningkatan emisi karbon per tahun KgC/tahun Rate

3 Penurunan emisi karbon

Laju penurunan emisi karbon per tahun KgC/tahun Rate

4 Fraksi peningkatan emisi karbon

Fraksi rata-rata peningkatan emisi karbon

Dimensionl-ess Converter

5 Fraksi penurunan emisi karbon

Fraksi rata-rata penurunan emisi karbon

Dimension-less Converter

Page 66: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

53

Tabel 4.5 Variabel Submodel Konservasi Lingkungan (lanjutan) Submodel Konservasi Lingkungan

No Nama Variabel Deskripsi Satuan Simbol

6 Faktor emisi dari kendaraan bermotor

Faktor emisi gas CO2 dari kendaraan bermotor KgC Converter

7

Prosentase peningkatan kendaraan bermotor

Prosentase peningkatan kendaraan bermotor per tahun

Dimension-less Converter

8

Kontribusi peningkatan emisi kendaraan bermotor

Kontribusi peningkatan emisi CO2 dari kendaraan bermotor

KgC Converter

9 Prosentase peningkatan industri

Prosentase peningkatan industri per tahun

Dimension-less Converter

10 Kontribusi peningkatan emisi industri

Kontribusi peningkatan emisi CO2 dari aktivitas industri

KgC Converter

11 Faktor emisi dari industri

Faktor emisi gas CO2 dari kegiatan industry KgC Converter

12 Kontribusi mangrove

Prosentase kontribusi mangrove terhadap penyerapan karbon

Unit Converter

13 Standar penyerapan karbon

Standar karbon yang terserap oleh mangrove KgC/ha Converter

14 Intensitas penyuluhan lingkungan

Frekuensi penyuluhan budidaya mangrove yang dilakukan

Unit Converter

15 Kontribusi dari penyuluhan lingkungan

Kontribusi dana penyuluhan lingkungan yang telah dilakukan

Dimension-less Converter

16 Alokasi dana penyuluhan lingkungan

Prosentase alokasi dana untuk penyuluhan lingkungan

Dimension-less Converter

17 Kontribusi dana penyuluhan

Kontribusi total dana untuk penyuluhan

Dimension-less Converter

18

Intensitas penyuluhan budidaya mangrove

Frekuensi penyuluhan budidaya mangrove yang dilakukan

Unit Converter

Page 67: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

54

Tabel 4.5 Variabel Submodel Konservasi Lingkungan (lanjutan) Submodel Konservasi Lingkungan

No Nama Variabel Deskripsi Satuan Simbol

19 Alokasi dana budidaya mangrove

Prosentase alokasi dana untuk budidaya mangrove

Dimension-less Converter

20 Kontribusi ekokultur mangrove

Kontribusi dana ekokultur budidaya mangrove

Dimension-less Converter

21 Tingkat kesadaran lingkungan

Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan

Dimension-less Converter

22

Pengaruh kesadaran lingkungan terhadap konservasi lahan mangrove

Prosentase pengaruh kesadaran masyarakat terhadap perilaku konversi lahan mangrove

Dimension-less Converter

23 Potensi RTH Luas hutan mangrove yang berpotensi menjadi Ruang Terbuka Hjiau

m2 Converter

4.3 Diagram Alir (Stock Flow Diagram)

Diagram alir (stock flow diagram) disusun berdasarkan diagram sebab

akibat (causal loop diagram) yang telah dirancang sebelumnya. Stock flow

diagram ini merupakan penjabaran lebih rinci dari sistem yang telah

direpresentasikan pada causal loop diagram karena pada diagram ini

memperhatikan pengaruh waktu terhadap keterkaitan antar variabel sehingga

mampu menunjukkan hasil akumulasi untuk variabel stock/level dan variabel rate/

flow, dimana rate/flow ini merupakan variabel yang menunjukkan laju aktivitas

sistem tiap periode.

4.3.1 Model Utama Sistem

Model utama dari sistem pengembangan ekowisata di Pulau Lumpur

Sidoarjo berbasis konsep keberlanjutan lingkungan ditunjukkan oleh Gambar 4.6.

Page 68: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

55

Gambar 4.6 Model Utama Sistem Pengembangan Ekowisata Pulau

Lumpur Sidoarjo Berbasis Konsep Keberlanjutan Lingkungan

Berdasarkan Gambar 4.6 model utama sistem pengembangan ekowisata

pulau lumpur sidoarjo berbasis konsep keberlanjutan lingkungan model utama

terdiri dari lima submodel yaitu luas Pulau Lumpur, wanamina, ekowisata, PAD,

dan konservasi lingkungan. Setiap submodel memiliki keterkaitan dan pengaruh

terhadap submodel yang lain yang digambarkan dengan anak panah yang

mengarah ke submodel.

4.3.2 Submodel Luas Pulau Lumpur

Submodel luas Pulau Lumpur menunjukkan berapa luasan area Pulau

Lumpur yang terbentuk akibat endapan lumpur dari pengaliran lumpur ke muara

Kali Porong Sidoarjo. Volume endapan lumpur yang digambarkan menjadi

stock/level dipengaruhi oleh laju sedimentasi dan laju pengerukan per bulan yang

menunjukkan aktivitas sistem yang dikategorikan sebagai rate. Laju sedimentasi

akan dipengaruhi oleh parameter debit aliran lumpur dan kecepatan pengendapan.

Sedangkan laju pengerukan per bulan ditentukan oleh parameter pengerukan per

bulan per kapal dan jumlah kapal keruk. Adanya pengerukan ini akan

Page 69: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

56

menyebabkan penambahan pada luas Pulau Lumpur yang mempengaruhi laju

ekspansi. Pada model simulasi yang dibangun, variabel luas Pulau Lumpur

dikategorikan sebagai stock/level yang merupakan akumulasi per tahun. Luas

Pulau Lumpur pada awal pembentukan yaitu tahun 2011 sampai tahun 2014

adalah seluas 94 hektar. Namun, luas Pulau Lumpur juga bisa berkurang akibat

adanya erosi pantai atau abrasi yang mempengaruhi laju reduksi. Oleh karena itu

laju ekspansi dan laju reduksi yang merupakan rate ini akan menyebabkan

penambahan luas Pulau Lumpur yang berubah-ubah.

Pada luas Pulau Lumpur ini dijadikan sebagai area untuk wanamina,

dimana 80% luas area dialokasikan untuk hutan mangrove, dan 20% sisanya

dialokasikan untuk area tambak. Selain itu, juga dapat diketahui utilitas zona

mangrove. Utilitas zona mangrove merupakan prosentase lahan yang telah

ditanami mangrove dari keseluruhan area mangrove. Utilitas zona mangrove ini

akan mempengaruhi tingkat abrasi dan daya lingkungan terkait fungsi mangrove

secara fisik yaitu mengendalikan abrasi pantai. Semakin besar utilitas zona

mangrove, maka akan semakin menurun tingkat abrasi dan semakin meningkat

daya dukung lingkungan. Selain itu, daya dukung lingkungan juga dipengaruhi

oleh kualitas lingkungan dalam hal ini direpresentasikan dalam sebuah indeks

kesesuaian habitat (Maftuhah, 2013). Indeks kesesuaian habitat tersebut

ditentukan oleh tiga parameter antara lain kualitas air, kesesuaian substrat, dan

kesesuaian vegetasi. Variabel-variabel lain secara lengkap dapat dilihat pada

Gambar 4.7.

Page 70: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

57

Gambar 4.7 Submodel Luas Pulau Lumpur

Page 71: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

58

4.3.3 Submodel Wanamina

Wanamina atau sylvofishery merupakan konsep yang terus dikembangkan

oleh BPLS dalam pemanfaatan Pulau Lumpur Sidoarjo ini. Pada submodel

wanamina terdapat variabel jumlah mangrove yang dijadikan stock/level. Stock

jumlah mangrove dibedakan menjadi dua, yaitu jumlah mangrove muda dan

jumlah mangrove dewasa. Jumlah mangrove muda merupakan mangrove yang

berhasil hidup dari bibit mangrove yang ditanam. Jumlah mangrove muda

dipengaruhi laju pertumbuhan mangrove yangmana tersusun dari parameter

jumlah bibit mangrove, fraksi pertumbuhan, dan area mangrove sebagai

converter. Selain itu, jumlah mangrove muda juga dipengaruhi oleh laju kematian.

Seiring dengan lama waktu pendewasaan mangrove, mangrove muda tersebut

akan tumbuh menjadi mangrove dewasa. Mangrove dewasa merupakan mangrove

muda yang dapat bertahan hidup lebih dari enam bulan sejak masa penanaman

bibit. Jumlah mangrove dewasa juga dipengaruhi oleh laju kematian mangrove

dewasa berdasarkan survival rate.

Pada submodel wanamina, terdapat pula variabel stok ikan sebagai

stock/level. Stok ikan merupakan bibit ikan yang berhasil tumbuh. Stok ikan akan

mempengaruhi laju pemanenan wanamina yang terakumulasi menjadi produksi

wanamina sebagai sebuah stock/level. Selain itu, laju pemanenan sebagai rate juga

dipengaruhi oleh demand ikan dari masyarakat lokal. Dari produksi wanamina ini

akan menghasilkan pendapatan bruto perikanan dan pendapatan netto perikanan,

setelah pendapatan bruto perikanan dikurangi dengan biaya operasional. Variabel-

variabel lain yang dikategorikan sebagai converter dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Page 72: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

59

Gambar 4.8 Submodel Wanamina

Page 73: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

60

4.3.4 Submodel Ekowisata

Submodel ekowisata berisi mengenai variabel-variabel penting yang

berkaitan dalam pengembangan ekowisata di Pulau Lumpur Sidoarjo. Ekowisata

merupakan salah satu program pemanfaatan Pulau Lumpur Sidoarjo yang

diperuntukkan sebagai wahana rekreasi khususnya mangrove kepada masyarakat

umum. Pada submodel ini terdapat promosi ekowisata sebagai stok/level dan

perubahan promosi sebagai rate. Kegiatan promosi dapat berubah-ubah sehingga

hal ini yang menentukan frekuensi promosi yang dilakukan di tiap tahunnya.

Dengan adanya promosi ini diharapkan akan menarik perhatian wisatawan agar

berminat untuk mengunjungi ekowisata di Pulau Lumpur Sidoarjo. Banyaknya

wisatawan yang berkunjung akan berkorelasi positif terhadap jumlah pendapatan

ekowisata sehingga dapat berkontribusi terhadap PAD Kabupaten Sidoarjo.

Selain itu, dalam pengembangan program ekowisata ini juga dipengaruhi

oleh adanya hubungan kerjasama dengan pemerintah. Tingkat kerjasama ini

dipengaruhi oleh frekuensi kerjasama dan juga banyaknya institusi yang terlibat

dalam kerjasama.

Sisi ekologi pada submodel ini diukur melalui tingkat polusi gas akibat

kegiatan ekowisata yang berlangsung. Hal ini terjadi sebuah hubungan yang

kontradiktif antara banyaknya wisatawan yang berkunjung dengan polusi gas

CO2 yang dihasilkan dari kendaraan dan sampah para wisatawan. Semakin banyak

wisatawan, maka polusi gas yang dihasilkan pun semakin meningkat. Namun,

peningkatan polusi gas tersebut dapat diturunkan karena adanya tanaman

mangrove yang berfungsi sebagai penyerap karbon. Variabel-variabel lain yang

berpengaruh pada submodel ini dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Page 74: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

61

Gambar 4.9 Submodel Ekowisata

Page 75: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

62

4.3.5 Submodel PAD

Submodel PAD berisi mengenai sumber pendapatan yang berkontribusi

terhadap daerah Sidoarjo. Adapun sumber pendapatan yang menyusun PAD

terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil kekayaan daerah yang dipisahkan,

dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Dalam pengembangan ekowisata di

Pulau Lumpur ini terdapat beberapa jenis pendapatan yang dapat menambah nilai

pendapatan asli daerah Sidoarjo. Pada submodel PAD ini, pendapatan bersih dari

sektor perikanan yang dikembangkan di Pulau Lumpur Sidoarjo akan

berkontribusi terhadap PAD Sidoarjo. Konsep wanamina yang dikembangkan

dengan budidaya ikan bandeng yang ada di Pulau Lumpur tersebut merupakan

tanggung jawab pemerintah daerah Sidoarjo dengan melibatkan partisipasi

penduduk lokal sekitar Pulau Lumpur. Dari produksi budidaya perikanan tersebut

sebagian akan menjadi pendapatan untuk masyarakat sekitar Pulau Lumpur dan

menjadi pendapatan untuk daerah Sidoarjo. Selain itu, dengan adanya ekowisata

di Pulau Lumpur juga akan menambah pendapatan untuk retribusi daerah.

Pungutan retribusi tersebut didasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

Variabel-variabel yang menyusun submodel PAD ini terdiri dari variabel

PAD, retribusi daerah, pajak daerah, serta pendapatan lainnya sebagai stock/level.

Sedangkan untuk variabel rate antara lain laju perubahan PAD, laju perubahan

retribusi, laju perubahan pajak daerah, dan laju perubahan pendapatan lainnya.

Variabel rate tersebut merupakan variabel yang dapat menambah atau mengurangi

nilai varibel stock/level. Adapun variabel-variabel lainnya yang menjadi converter

dapat dilihat selengkapnya pada Gambar 4.10.

Page 76: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

63

Gambar 4.10 Submodel PAD

Page 77: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

64

4.3.6 Submodel Konservasi Lingkungan

Submodel konservasi lingkungan merupakan sisi ekologi yang

memperlihatkan keberlanjutan lingkungan pada pengembangan ekowisata di

Pulau Lumpur Sidoarjo ini. Keberlanjutan lingkungan yang dimaksud adalah

ditinjau dari ukuran emisi karbon. Emisi karbon disini merupakan stock/level.

Emisi karbon dipengaruhi oleh variabel peningkatan emisi karbon dan penurunan

emisi karbon sebagai rate yang dapat menambah dan mengurangi jumlah emisi

karbon. Adanya peningkatan emisi karbon dipengaruhi oleh faktor perkembangan

industri yang semakin banyak dan juga peningkatan jumlah kendaraan bermotor.

Sedangkan penurunan emisi karbon dipenagruhi oleh luasan area hutan mangrove

yang terdapat di Pulau Lumpur itu sendiri. Mangrove berfungsi sebagai vegetasi

yang dapat menyimpan atau menyerap karbon. Setiap jenis mangrove memiliki

tingkat penyerapan yang berbeda. Mangrove yang hidup di Pulau Lumpur

didominasi oleh jenis Avicennia marina. Menurut Wang et al. (2013), penyerapan

karbon oleh Avicennia marina adalah sebesar 212,88 ton/ha.

Pada submodel konservasi lingkungan ini juga diperhatikan tingkat

kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan. Tingkat kesadaran lingkungan

merupakan converter sangat bergantung kepada parameter kontribusi dana

penyuluhan untuk penyuluhan lingkungan dan penyuluhan terhadap budidaya

mangrove. Dengan adanya penyuluhan yang diberikan diharapkan dapat

meningkatkan kesadaran masyarakat akan lingkungan dalam hal ini adalah

partisipasi dan perilaku masyarakat terhadap pemanfaatan kawasan mangrove di

Pulau Lumpur Sidoarjo.

Dengan demikian, dengan dikembangkannya ekowisata di Pulau Lumpur

Sidoarjo ini nantinya selain dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat

setempat secara ekonomi juga dapat memberikan nilai edukasi kepada masyarakat

umum dalam rangka konservasi lingkungan dan menjaga ekosistem mangrove

serta meminimalisir konversi hutan mangrove untuk mencegah terjadinya

kerusakan. Variabel-variabel lain yang berpengaruh pada submodel ini secara

lengkap dapat dilihat pada Gambar 4.11.

Page 78: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

65

Gambar 4.11 Submodel Konservasi Lingkungan

Page 79: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

66

4.4 Verifikasi dan Validasi Model

Verifikasi dan validasi merupakan tahap yang dilakukan ntuk memastikan

bahwa model yang telah dibuat dapat merepresentasikan kondisi sistem yang

sebenarnya. Verifikasi model bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi

kesalahan atau error ketika model dijalankan. Sementara validasi model

dilakukan dengan dua cara yaitu validasi white box dan validasi black box.

Validasi white box dilakukan dengan memasukkan semua variabel yang terkait

dalam model yang didapatkan berdasarkan studi literatur dan pendapat ahli

(expert). Sedangkan untuk validasi black box dengan membandingkan rata-rata

nilai data aktual dengan nilai hasil simulasi. Adapun validasi black box terdiri dari

lima langkah pengujian model yaitu uji struktur model, uji kecukupan batasan

(boundary adequency test), uji parameter model (model parameter test), uji

kondidi ekstrim (extreme condition test),dan uji perilaku model/replikasi.

4.4.1 Verifikasi Model

Verifikasi model merupakan suatu tahapan untuk mencocokkan apakah

model sudah sesuai dengan model konseptual. Dalam hal ini, verifikasi model

dilakukan dengan cara memeriksa error pada model dan meyakinkan bahwa

model dapat berfungsi logika sesuai dengan sistem amatan. Selain itu, verifikasi

model juga perlu dilakukan dengan memeriksa formulasi, model, dan unit (satuan)

variabel dari model. Model dapat dikatakan terverifikasi jika tidak terdapat error.

Berdasarkan simulasi, program dapat berjalan dengan baik tanpa terjadi error

pada unit maupun formulasi. Hasil verifikasi model yang telah dilakukan pada

model ditunjukkan oleh Gambar 4.12 sampai dengan Gambar 4.16.

Page 80: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

67

Gambar 4.12 Cek Unit Model

Gambar 4.13 Hasil Pengecekan Unit Model

Gambar 4.14 Verifikasi Model Utama

Page 81: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

68

Gambar 4.15 Verifikasi Submodel

Gambar 4.16 Verifikasi Formulasi Model

4.4.2 Validasi Model

Validasi model merupakan tahapan pengujian model untuk mengetahui

apakah model sudah cukup dapat merepresentasikan kondisi pada sistem nyata.

Pada tahapan ini terbagi menjadi dua metode yaitu white box dan black box.

Metode white box yaitu dengan memasukkan semua variabel serta keterkaitan

Page 82: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

69

antar variabel yang didapatkan melalui studi literatur dan pendapat ahli maupun

stakeholder terkait. Sedangkan metode black box dilakukan dengan

membandingkan rata-rata nilai data aktual dengan nilai data hasil simulasi.

4.4.2.1 Uji Struktur Model

Uji struktur model merupakan uji yang dilakukan untuk mengukur sejauh

mana struktur model simulasi yang dibuat dapat menyeruapai struktur model

sistem amatan yang telah dibuat. Setiap faktor penting dalam sistem nyata harus

dapat direpresentasikan dalam model. Hal utama yang dipertimbangkan dalam

sistem dinamik adalah eksploitasi sistem nyata, pengalaman dan intuisi

(hipotesis), sedangkan data memainkan peranan sekunder (Wirjodirdjo, 2012).

Pengujian struktur model penelitian ini dilakukan dengan pembangunan

model berdasarkan literatur yang mendukung metode sejenis ataupun

permasalahan pengembangan ekowisata di daerah lain dan juga proses diskusi

maupun brainstorming dengan stakeholder terkait yaitu BPLS (Badan

Penanggulangan Lumpur Sidoarjo). Dalam hal ini ahli yang dimaksud adalah

Staff delegasi Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo yang bertanggung jawab

pada bidang sosial dan lingkungan Pulau Lumpur Sidoarjo. Model pengembangan

ekowisata Pulau Lumpur Sidoarjo berbasis konsep keberlanjutan lingkungan yang

telah dibuat beserta unit formulasinya telah diterima oleh evaluator sehingga

model telah valid secara kualitatif.

4.4.2.2 Uji Kecukupan Batasan (Boundary Adequancy Test)

Uji kecukupan batasan dilakukan untuk menguji kecukupan batasan dari

model simulasi yang dibuat berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. Adapun

tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar dampak dan

dinamika skenario kebijakan untuk pengembangan ekowisata di Pulau Lumpur

Sidoarjo secara berkelanjutan ditinjau dari kontribusi dan pendayagunaan hutan

mangrove terhadap lingkungan serta dampaknya terhadap emisi karbon dan

pendapatan. Langkah pembatasan model telah dilakukan ketika model dibuat,

yaitu dengan memasukkan variabel-variabel dalam model. Jika suatu variabel

Page 83: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

70

ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tujuan model, maka variabel

tersebut tidak perlu disertakan dalam model yang telah dirancang.

4.4.2.3 Uji Parameter Model (Model Parameter Test)

Uji parameter model dilakukan dengan melihat hubungan antar variabel,

serta membandingkan hasil logika aktual dengan hasil simulasi. Hubungan antar

variabel dalam model yang telah digambarkan sebelumnya melalui causal loop

diagram akan diuji melalui gambaran grafik dari simulasi model yang telah

dibuat. Berikut ditampilkan uji parameter pada masing-masing submodel.

Gambar berikut ini merupakan grafik hasil uji parameter terhadap masing-

masing submodel, dapat terlihat bahwa variabel-variabel yang ditampilkan pada

masing-masing submodel sudah sesuai dengan logika aktual sesuai dengan causal

loop diagram.

Gambar 4.17 Uji Parameter Submodel Luas Pulau Lumpur Keterangan: 1. Luas Pulau Lumpur 2. Area mangrove 3. Area pertambakan

Berdasarkan Gambar 4.17 dapat dilihat bahwa variabel area mangrove dan

area pertambakan naik seiring dengan kenaikan luas Pulau Lumpur. Hal ini karena

variabel luas Pulau Lumpur, area mangrove, dan area pertambakan memiliki

Page 84: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

71

hubungan keterkaitan yang positif, sehingga setiap ada kenaikan nilai suatu

variabel akan menaikkan nilai variabel lainnya.

Gambar 4.18 Uji Parameter Submodel Wanamina Keterangan: 1. Stok ikan 2. Produksi wanamina 3. Pendapatan netto perikanan Berdasarkan Gambar 4.18 dapat dilihat bahwa ketika stok ikan tinggi maka

terjadi kenaikan pada variabel produksi wanamina. Dengan demikian akan

menyebabkan kenaikan pula pada variabel pendapatan netto sektor perikanan.

Variabel-variabel tersebut memiliki hubungan yang positif, sehingga saling

berbanding lurus.

Page 85: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

72

Gambar 4.19 Uji Parameter Submodel PAD Keterangan: 1. Pendapatan netto perikanan 2. Kontribusi pendapatan ekowisata 3. PAD

Pada Gambar 4.19 terlihat bahwa pendapatan netto perikanan memiliki pola

grafik yang semakin naik dari tahun ke tahun, sehingga hal ini akan menyebabkan

kenaikan pula pada PAD. Sedangkan untuk kontribusi pendapatan ekowisata

terlihat bahwa terjadi fluktuasi namun memiliki kecenderungan yang naik.

Gambar 4.20 Uji Parameter Submodel Ekowisata Keterangan: 1. Perubahan promosi 2. Jumlah wisatawan per hari 3. Annual pendapatan ekowisata

Page 86: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

73

Berdasarkan Gambar 4.20 dapat dilihat bahwa variabel jumlah wisatawan

dan annual pendapatan ekowisata mengikuti pola variabel perubahan promosi. Hal

ini karena perubahan promosi akan menstimulus jumlah wisatawan yang

berkunjung, sehingga secara langsung akan mempengaruhi annual pendapatan

ekowisata.

Gambar 4.21 Uji Parameter Submodel Konservasi Lingkungan Keterangan: 1. Utilisasi zona mangrove 2. Emisi karbon

Berdasarkan Gambar 4.21 dijelaskan bahwa terdapat hubungan negatif

antara utilisasi zona mangrove dan emisi karbon. Semakin besar utilisasi zona

mangrove, maka penyerapan karbon pun akan semakin besar sehingga emisi

karbon akan menurun.

4.4.2.4 Uji Kondisi Ekstrim (Extreme Condition Test)

Uji kondisi ekstrim dilakukan untuk menguji kemampuan model pada

kondisi ekstrim. Dalam hal ini, kondisi ekstrim yang dimaksud adalah perubahan

nilai menjadi ekstrim tinggi dan ekstrim rendah. Variabel yang diubah adalah

variabel sistem yang terkendali dan terukur. Pungujian ini dapat dilakukan dengan

memasukkan nilai ekstrim terbesar dan terkecil. Jika dengan kondisi ekstrim

model tetap memberikan hasil yang sesuai dan logis maka model dapat dikatakan

Page 87: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

74

valid. Namun sebaliknya, jika hasil yang didapatkan tidak logis maka terdapat

kesalahan dalam model baik berupa kesalahan struktural maupun kesalahan nilai

parameter. Pada pengujian ini digunakan variabel dengan nilai normal, nilai

ekstrim besar, dan nilai ekstrim kecil. Berikut ditampilkan uji kondisi ekstrim

pada Gambar 4.22.

Gambar 4.22 Hasil Uji Kondisi Ekstrim

Berdasarkan Gambar 4.22 dapat dilihat bahwa setiap submodel

menujukkan pola yang sama ketika dimasukkan nilai input yang berbeda. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa model masih berfungsi sesuai dengan logika

tujuan yang ingin dicapai baik dalam kondisi normal maupun kondisi ekstrim

sehingga model dikatakan valid.

4.4.2.5 Uji Perilaku Model/Replikasi

Uji perilaku model/replikasi bertujuan untuk mengetahui apakah perilaku

model sudah sama dengan perilaku kondisi sistem yang sebenarnya. Pengujian

dilakukan pada output sejumlah replikasi yang dibandingkan dengan data

sebenarnya (Barlas, 1996). Berikut merupakan output hasil simulasi dan output

dari beberapa variabel dalam simulasi yang ditampilkan pada Tabel 4.6 hingga

Tabel 4.8.

Page 88: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

75

Tabel 4.6 Perbandingan Data Aktual dengan Output Simulasi Luas Pulau Lumpur

Tahun Luas (m2) Simulasi Aktual

2011 940000 940000 2012 940000 940000 2013 940000 940000

Tabel 4.7 Perbandingan Data Aktual dengan Output Simulasi PAD Kabupaten Sidoarjo

Tahun PAD Kabupaten Sidoarjo (Rupiah) Simulasi Aktual

2011 484,313,737,307 484,313,733,307.00 2012 957,792,786,812 669,617,566,903.00 2013 1,498,011,102,029 887,723,269,409.00

Tabel 4.8 Perbandingan Data Aktual dengan Output Simulasi Emisi Karbon

Tahun Emisi Karbon (KgC) Simulasi Aktual

2011 81591272.0 81591272.0 2012 82286837.2 81356655.0 2013 83017643.1 85441144.0

Dapat dilihat pada Tabel 4.6 pada variabel luas Pulau Lumpur bahwa hasil

output simulasi identik dengan data aktual, sehingga dapat disimpulkan tidak

terdapat perbedaan antara hasil simulasi dengan data aktual. Namun pada variabel

PAD dan emisi karbon output hasil simulasi dengan data aktual tidak identik,

sehingga uji perilaku model dilakukan dengan melakukan uji statistik terhadap

output hasil simulasi dengan data aktual. Dalam hal ini, uji statistik yang

digunakan adalah uji hipotesa dengan paired t-test, dimana hipotesa yang

digunakan dinyatakan sebagai berikut:

H0 = Tidak ada perbedaan antara output hasil simulasi dengan output aktual

Ha = Terdapat perbedaan antara output hasil simulasi dengan output aktual

Berdasarkan hipotesa yang telah dinyatakan seperti di atas maka

selanjutnya yaitu dibandingkan nilai p-value hasil paired t-test masing-masing

Page 89: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

76

variabel simulasi dengan level signifikan yang digunakan yaitu alpha (α) sebesar

0.05. Hasil uji hipotesa dengan paired t-test menggunakan bantuan software

Minitab ditampilkan pada Gambar 4.23 sampai Gambar 4.24 berikut ini.

Gambar 4.23 Hasil Paired T-test Variabel PAD Sidoarjo

Gambar 4.24 Hasil Paired T-test Variabel Emisi Karbon

Rekapitulasi hasil uji hipotesa tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Perhitungan P-value terhadap Masing-masing Variabel

No Variabel Simulasi P-value Pernyataan Hipotesa 1 PAD Kabupaten Sidoarjo 0.231 Terima H0 2 Emisi karbon 0.679 Terima H0

Berdasarkan perhitungan p-value dari masing masing-masing variabel

dapat diketahui bahwa nilai p-value masing-masing variabel melebihi dari nilai

alpha yang digunakan sehingga hasil uji hipotesa adalah terima H0.

Page 90: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

77

Dengan demikian, berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan dengan

perhitungan p-value dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara output

hasil simulasi dengan data aktual sesuai kondisi yang sesungguhnya sehingga

model dapat dikatakan valid.

4.5 Simulasi Model

Running model simulasi dilakukan dengan menggunakan bantuan software

STELLA. Model simulasi dijalankan dalam kurun waktu mulai dari tahun 2011

hingga tahun 2030. Apabila dijalankan hingga lebih dari tahun 2030

dikhawatirkan hasil simulasi tidak obyektif sesuai dengan kondisi kawasan Pulau

Lumpur Sidoarjo. Tahun 2011 dipilih sebagai tahun awal simulasi karena

merupakan tahun awal terbentuknya Pulau Lumpur Sidoarjo.

4.5.1 Simulasi Submodel Luas Pulau Lumpur

Submodel luas Pulau Lumpur ini menunjukkan pertambahan luas Pulau

Lumpur dari waktu ke waktu. Luas Pulau Lumpur dipengaruhi oleh volume

endapan lumpur di muara Kali Porong. Pertambahan volume endapan lumpur ini

disebabkan oleh debit aliran lumpur yang diarah ke Kali Porong. Semakin banyak

volume endapan lumpur menyebabkan dilakukan pengerukan lumpur agar tidak

terjadi pendangkalan di area muara sungai. Namun pada awal tahun hingga tahun

2014, tidak tejadi pengerukan sehingga Luas Pulau Lumpur tetap seperti kondisi

inisial yaitu 94 hektar. Karena volume lumpur yang terus meningkat,

dimungkinkan setelah tahun 2014 kembali dilakukan pengerukan untuk mencegah

terjadinya pendangkalan di muara akibat sedimentasi. Dengan adanya kegiatan

pengerukan lumpur tersebut sehingga akan menyebabkan bertambahnya luas

Pulau Lumpur. Hasil simulasi submodel luas Pulau Lumpur ditunjukkan oleh

Gambar 4.25.

Page 91: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

78

Gambar 4.25 Hasil Simulasi Submodel Luas Pulau Lumpur Keterangan: 1. Volume endapan lumpur 2. Luas Pulau Lumpur

Gambar 4.26 Grafik Informasi Variabel pada Subodel Luas Pulau Lumpur Keterangan: 1. Luas Pulau Lumpur 2. Area mangrove 3. Area pertambakan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Gambar 4.26 menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang positif antara variabel luas pulau lumpur, area

mangrove, dan area pertambakan. Berdasarkan kondisi sistem yang sebenarnya,

konsep yang dikembangkan Pulau Lumpur adalah wanamina (silvofishery)

Page 92: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

79

dimana terbagi menjadi area mangrove dan area pertambakan. Alokasi area

mangrove adalah 80% dari luas pulau, sedangkan 20% sisanya merupakan area

yang dialokasikan untuk pertambakan. Dengan demikian, apabila terjadi

penambahan luas pulau, secara simultan akan menambah luas area mangrove dan

area pertambakan.

Gambar 4.27 Pengaruh Utilisasi Zona Mangrove terhadap Daya Dukung

Lingkungan Keterangan: 1. Utilisasi zona mangrove 2. Daya dukung lingkungan

Variabel penting lainnya pada submodel luas Pulau Lumpur ini adalah daya

lingkungan sebagai variabel respon, sementara utilisasi zona mangrove sebagai

variabel kontrol. Utilisasi zona mangrove merupakan alokasi area mangrove yang

telah ditanami oleh mangrove. Utilisasi zona mangrove dan daya dukung

lingkungan memiliki pola yang sama, dimana jika semakin besar area mangrove

yang ditumbuhi mangrove maka daya dukung lingkungannya akan meningkat.

Namun, berdasarkan Gambar 4.27, daya dukung lingkungan mengalami

penurunan pada selang waktu tertentu. Hal ini disebabkan oleh penurunan utilisasi

zona mangrove akibat berkurangnya tanaman mangrove yang mungkin

disebabkan oleh konversi hutan mangrove.

Page 93: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

80

4.5.2 Simulasi Submodel Wanamina

Saat ini Pulau Lumpur dimanfaatkan sebagai wanamina, dimana sebagian

area pulau tersebut dimanfaatkan untuk hutan mangrove dan untuk pertambakan

ikan. Untuk hutan mangrove pada submodel ini direpresentasikan oleh jumlah

mangrove yang ditanam dan berhasil tumbuh menjadi mangrove dewasa. Jumlah

mangrove dipengaruhi oleh banyaknya bibit pada inisiasi penanaman yaitu

sejumlah 15000 bibit. Perkembangan hutan mangrove di Pulau Lumpur

ditunjukkan pada Gambar 4.28.

Gambar 4.28 Grafik Informasi Variabel pada Subodel Wanamina Keterangan: 1. Jumlah mangrove dewasa 2. Luas hutan mangrove

Untuk area pertambakan pada submodel wanamina direpresentasikan oleh

banyaknya bibit ikan yang ditebar sebagai variabel kontrol, dan variabel produksi

wanamina serta PAD kabupaten Sidoarjo sebagai variabel respon. Bibit ikan yang

ditebar pada mulanya adalah sekitar 5000 bibit ikan.

Page 94: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

81

Gambar 4.29 Hasil Simulasi Submodel Wanamina Keterangan: 1. Stok ikan 2. Produksi wanamina 3. Pendapatan netto perikanan

Berdasarkan hasil simulasi yang ditunjukkan oleh Gambar 4.29 dapat

dilihat bahwa stok ikan terus mengalami kenaikan seiring berjalannya waktu yang.

Stok ikan mengindikasikan berapa besar ketersediaan ikan yang siap dipanen.

Meskipun produksi wanamina dipengaruhi oleh stok ikan, namun tidak semua

stok ikan tersebut dipanen. Pemanenan wanamina disesuaikan dengan kondisi

demand ikan pada saat itu. Pendapatan netto perikanan memiliki pola yang sama

dengan produksi wanamina karena keduanya memiliki hubungan yang berbanding

lurus. Dengan produksi wanamina yang semakin meningkat, maka secara

langsung dapat meningkatkan pendapatan netto perikanan.

4.5.3 Simulasi Submodel Ekowisata

Ekowisata merupakan salah satu program yang akan dikembangkan selain

wanamina guna memanfaatkan kawasan Pulau Lumpur secara berkelanjutan.

Variabel-variabel penting dalam submodel ekowisata adalah perubahan promosi

ekowisata, jumlah wisatawan, serta ditekankan pada pendapatan ekowisata seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 4.30.

Page 95: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

82

Gambar 4.30 Hasil Simulasi Submodel Ekowisata Keterangan: 1. Perubahan promosi 2. Jumlah wisatawan per hari 3. Annual pendapatn ekowisata

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, variabel perubahan promosi,

jumlah wisatawan, dan annual pendapatan ekowisata memiliki pola yang sama.

Kegiatan promosi akan menarik minat para wisatawan sehingga wisatan akan

tertarik berkunjung ke Pulau Lumpur. Semakin gencar promosi yang dilakukan

maka kecenderungan wisatawan untuk berkunjung akan semakin besar. Fluktuasi

annual pendapatan ekowisata yang diterima merupakan akibat dari fluktuasi

jumlah wisatawan yang distimulus oleh promosi ekowisata yang dilakukan. Pada

awal tahun, terlihat bahwa belum ada pendapatan ekowisata. Hal ini karena belum

terjadi inisiasi ekowisata sehingga belum ada kegiatan promosi. Perubahan

promosi ekowisata tersebut berpengaruh positif terhadap pendapatan ekowisata.

Namun, perubahan promosi ekowisata itu sendiri dipengaruhi oleh tingkat

kerjasama dan total pendanaan.

Page 96: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

83

Gambar 4.31 Grafik Informasi Variabel pada Subodel Ekowisata Keterangan: 1. Tingkat kerjasama 2. Alokasi pendanaan ekowisata 3. Perubahan promosi

Berdasarkan Gambar 4.31 menunjukkan bahwa interaksi antar variabel

memberikan perubahan dan pola yang sama. Perubahan promosi dipengaruhi oleh

tingkat kerjasama yang dilakukan dengan instansi pemerintah dimana ditentukan

oleh frekuensi kerjasama dan bayaknya instansi yang berpartisipasi dalam

kerjasama. Tingkat kerjasama ini akan memberikan kontribusi terhadap alokasi

pendanaan pada ekowisata. Promosi ekowisata dipengaruhi oleh pendanaan

ekowisata yang mengikuti pola tingkat kerjasama. Ada kalanya promosi

mengalami penurunan, hal tersebut disebabkan oleh alokasi pendanaan yang

cenderung menurun.

Kegiatan wisata jika ditinjau dari segi ekologi memiliki hubungan yang

berbanding terbalik. Tentunya hal ini dilihat dari tingkat polusi yang diakibatkan

oleh kegiatan ekowisata tersebut. Banyaknya wisatawan yang berkunjung akan

menyebabkan tingginya tingkat polusi akibat sampah dan kendaraan. Hubungan

jumlah wisatawan terhadap polusi gas ekowisata dapat dilihat pada Gambar 4.32.

Page 97: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

84

Gambar 4.32 Grafik Hubungan Jumlah Wisatawan terhadap Polusi Gas

Ekowisata Keterangan: 1. Jumlah wisatawan per hari 2. Peningkatan polusi

Namun, karena ekowisata ini terletak pada kawasan hutan mangrove maka

polusi gas akibat kegiatan ekowisata tersebut dapat diserap oleh tanaman

mangrove.

Gambar 4.33 Grafik Hubungan Penyerapan Polusi oleh Mangrove Keterangan: 1. Polusi gas residu 2. Luas hutan mangrove

Page 98: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

85

Kontribusi mangrove terhadap penyerapan polusi ditunjukkan oleh Gambar

4.33. Polusi gas residu merupakan polusi gas yang belum terserap. Terlihat bahwa

pada awal tahun, polusi gas residu sangat tinggi, artinya tingkat penyerapan polusi

masih sangat kecil. Hal tersebut karena belum ada hutan mangrove karena bibit

mangrove baru ditanam setelah inisiasi Pulau Lumpur. Namun seiring dengan

berjalannya waktu, hutan mangrove semakin luas sehingga penyerapan polusi

lebih besar. Dengan penyerapan polusi yang lebih besar, maka polusi gas residu

yang belum terserap semakin berkurang.

4.5.4 Simulasi Submodel PAD

Submodel PAD ini digunakan untuk mengetahui perekonomian Kabupaten

Sidoarjo dari sektor perikanan dan ekowisata. Kontribusi pengelolaaan kekayaan

daerah berupa perikanan yang dibudidayakan di Pulau Lumpur Sidoarjo

berpengaruh terhadap PAD. Sesuai dengan kenaikan pendapatan pada sektor

perikanan, dapat terlihat pada grafik bahwa PAD Sidoarjo terus mengalami

kenaikan seperti yang ditunjukkan Gambar 4.34.

Gambar 4.34 Hubungan Pendapatan Perikanan dan kontribusi pendapatan

Ekowisata terhadap PAD Keterangan: 1. Pendapatan netto perikanan 2. Kontribusi pendapatan ekowisata 3. PAD

Page 99: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

86

Selain itu, penigkatan PAD ini juga berkaitan langsung dengan pendapatan

pajak dan retribusi daerah. Obyek ekowisata yang ada di Pulau Lumpur akan

memberikan masukan terhadap pajak daerah, sedangkan retribusi daerah

berhubungan langsung dengan jumlah wisatawan yang datang.

Gambar 4.35 Hubungan Kontribusi Pendapatan Ekowisata dengan Retribusi

Daerah Keterangan: 1. Kontribusi pendapatan ekowisata 2. Retribusi daerah

Berdasarkan Gambar 4.35 dapat dilihat bahwa kontribusi pendapatan

ekowisata terhadap retribusi memiliki pola yang fluktuatif namun cenderung

meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh fluktuasi pendapatan ekowisata. Meskipun

demikian, retribusi daerah akan terus mengalami peningkatan karena tidak

menutup kemungkinan banyak dipengaruhi oleh kontribusi dari sektor-sektor

pendapatan yang lain.

Keberadaan ekowisata Pulau Lumpur secara langsung akan menyumbang

pendapatan daerah Sidarjo. Pendapatan ekowisata akan berkontribusi melalui

retribusi yang diberikan. Sedangkan Pulau Lumpur akan memberikan pendapatan

daerah melalui pajak. Retribusi daerah dan pajak daerah tersebut merupakan

komponen pendapatan yang menyusun PAD. Terlihat pada Gambar 4.36, variabel

Page 100: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

87

retribusi daerah, pajak daerah, dan PAD memiliki pola yang sama karena

ketiganya memiliki hubungan yang berbanding lurus.

Gambar 4.36 Hasil Simulasi Submodel PAD Keterangan: 1. Pajak daerah 2. Retribusi daerah 3. PAD

4.5.5 Simulasi Submodel Konservasi Lingkungan

Submodel konservasi lingkungan berisi variabel-variabel penting dari segi

keberlanjutan lingkungan dari pengembangan ekowisata di Pulau Lumpur.

Keberlanjutan lingkungan yang dimaksud adalah pendayagunaan hutan mangrove

secara kontributif terhadap penyerapan emisi karbon. Emisi karbon merupakan

variabel respon yang dipengaruhi oleh utilisasi zona mangrove sebagai variabel

kontrolnya.

Gambar 4.37 menujukkan bahwa emisi karbon mengalami penurunan

seiring dengan semakin meningkatnya utilisasi hutan mangrove. Namun, di awal

tahun emisi karbon sedikit mengalami kenaikan dari nilai inisialnya. Peningkatan

ini disebabkan oleh lebih besarnya peningkatan emisi karbon daripada penurunan

emisi karbon. Peningkatan emisi emisi karbon merupakan akibat dari semakin

berkembangnya kendaraan bermotor dan industri sebagai penyumbang emisi yang

paling dominan. Pada awal tahun, penurunan emisi karbon sangat kecil karena

Page 101: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

88

hutan mangrove yang terbentuk belum luas sehingga penyerapan emisi karbon

juga belum optimal.

Gambar 4.37 Hasil Simulasi Submodel Konservasi Lingkungan Keterangan: 1. Utilisasi zona mangrove 2. Emisi karbon

Gambar 4.38 Grafik Informasi Variabel pada Subodel Konservasi

Lingkungan Keterangan: 1. Kontribusi dana penyuluhan 2. Tingkat kesadaran lingkungan 3. Pengaruh kedasaran lingkungan terhadap konservasi lahan mangrove

Page 102: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

89

Sisi konservasi lingkungan diperlihatkan pada Gambar 4.38. Upaya

konservasi lingkungan tidak lepas dari kontribusi dana penyuluhan baik itu untuk

ekokultur mangrove maupun penyuluhan lingkungan sangat berpengaruh terhadap

laju peningkatan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan. Sehingga kontribusi

penyuluhan akan memiliki pola yang sama dengan laju peningkatan kesadaran

karena memiliki hubungan yang berbanding lurus.

Dengan masyarakat yang semakin sadar akan lingkungan, maka akan

berpengaruh positif terhadap potensi konservasi hutan mangrove. Tumbuhnya

perilaku masyarakat yang sadar lingkungan, dapat menekan terjadinya perilaku

buruk masyarakat terhadap lingkungan. Misalnya saja tingkat konversi lahan

mangrove yang dialihkan untuk keperluan individu dapat diturunkan ketika

tingkat kesadaran masyarakat tinggi. Pengaruh kesadaran masyarakat dalam

konservasi mangrove memilki hubungan yang negatif terhadap tingkat terjadinya

konversi lahan mangrove seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.39.

Gambar 4.39 Hubungan Kesadaran Lingkungan terhadap Tingkat Konversi

Lahan Mangrove Keterangan: 1. Pengaruh kedasaran lingkungan terhadap konservasi lahan mangrove 2. Tingkat konversi lahan mangrove

Page 103: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

91

5 BAB 5

MODEL SKENARIO KEBIJAKAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai perancangan skenario kebijakan

yang akan dilakukan terhadap model simulasi untuk mengembangkan ekowisata

di Pulau Lumpur Sidoarjo berbasis konsep keberlanjutan lingkungan. Berdasarkan

model eksisting yang telah dikembangkan sebelumnya, maka model tersebut akan

dijadikan acuan untuk merancang skenario kebijakan. Alternatif skenario

kebijakan yang akan diterapkan diambil berdasarkan kondisi-kondisi yang

memungkinkan untuk dikontrol oleh stakeholder terkait dengan pengembangan

ekowisata di Pulau Lumpur Sidoarjo.

Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah merancang skenario kebijakan

pengembangan ekowisata di Pulau Lumpur Sidoarjo berbasis konsep

keberlanjutan lingkungan yang ditinjau dari kontribusi dan pendayagunaan hutan

mangrove terhadap lingkungan yang diukur dalam penyerapan emisi karbon dan

pendapatan. Dengan tujuan tersebut, maka skenario yang dirancangg berkaitan

dengan mengubah parameter-parameter yang dianggap sebagai paremeter kunci

(key variable).

Adapun parameter kunci yang ditetapkan dalam perancangan alternatif

skenario kebijakan adalah sebagai berikut:

1. Bibit mangrove

2. Benih ikan yang dibudidayakan untuk wanamina di Pulau Lumpur

3. Institusi yang terlibat kerjasama

4. Fraksi alokasi dana untuk penyuluhan budidaya mangrove

Perancangan skenario pengembangan ekowisata berbasis konsep

keberlanjutan lingkungan tersebut berdasarkan perkiraan kondisi yang akan terjadi

di masa mendatang. Selain itu, nilai skenario dari nilai variabel yang akan diubah

harus mengacu pada kondisi ideal di masa depan.

Dari skenario-skenario yang telah dirancang akan dipilih skenario

pengembangan ekowisata Pulau Lumpur yang paling optimal terhadap masing-

masing kriteria penilaian skenario, yaitu:

Page 104: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

92

1. Daya dukung lingkungan

2. Pendapatan sektor perikanan

3. Pendapatan sektor ekowisata

4. PAD Kabupaten Sidoarjo

5. Emisi karbon

6. Pengaruh kesadaran lingkungan terhadap konservasi lahan mangrove

5.1 Skenario 1: Penambahan bibit mangrove

Mangrove merupakan salah satu vegetasi yang dibudidayakan di Pulau

Lumpur Sidoarjo. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tumbuhan mangrove

ini mempunyai banyak fungsi salah satunya yaitu mengendalikan abrasi dan

intrusi air laut. Selain itu, mangrove juga memiliki peran yang cukup penting

dalam penyerapan emisi karbon.

Jenis tumbuhan mangrove yang ditanam di Pulau Lumpur Sidoarjo ini

adalah Avicennia alba dan Aveninnia marina. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Wang et al. (2013), Avicennia marina merupakan salah satu jenis

mangrove yang mampu melakukan penyerapan karbon sebesar 212,88 ton/hektar.

Berkaitan dengan hal tersebut, skenario kebijakan yang dilakukan adalah

dengan penambahan bibit mangrove untuk memanfaatkan alokasi lahan mangrove

yang tersedia. Penambahan yang dilakukan yaitu sebanyak 35.000 bibit dari

kondisi eksistingnya yang hanya 15.000 bibit. Dengan adanya penambahan bibit

mangrove ini, diharapkan akan semakin luas hutan mangrove yang terbentuk di

Pulau Lumpur sehingga penyerapan karbon dapat dilakukan secara maksimal serta

dapat meningkatkan daya dukung lingkungan.

5.2 Skenario 2: Penambahan benih ikan yang dibudidayakan untuk

wanamina di Pulau Lumpur

Budidaya perikanan melalui pertambakan merupakan salah satu mata

pencaharian penduduk Sidoarjo. Selain itu, perikanan juga merupakan salah satu

sektor sebagai penghasil kekayaan daerah Sidoarjo yang berkontribusi terhadap

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sidoarjo.

Page 105: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

93

Konsep yang terus dikembangkan di Pulau Lumpur Sidoarjo adalah

wanamina. Dalam wanamina, budidaya perikanan melalui tambak merupakan inti

dari kegiatan ini selain budidaya mangrove. Skenario yang dilakukan adalah

dengan penambahan benih ikan khususnya adalah benih ikan bandeng untuk

memaksimalkan potensi perikanan yang ada di Pulau Lumpur. Benih ikan yang

ditebar pada kondisi eksisting adalah sebanyak 5.000 benih. Alokasi lahan tambak

pada kondisi eksisting adalah seluas 10.000 m2. Benih ikan bandeng yang dapat

ditebar untuk luas area per 1m2 adalah sebanyak 2 benih. Dengan

mempertimbangkan kondisi tersebut, skenario penambahan benih ini yaitu

sebanyak 20.000 benih mengingat alokasi lahan untuk pertambakan yang tersedia

masih cukup luas.

Dengan adanya penambahan benih ikan, potensi hasil perikanan akan

bertambah sehingga akan menambah penghasilan pada sektor perikanan dan

berkontribusi terhadap PAD.

5.3 Skenario 3: Penambahan institusi yang terlibat kerjasama

Kerjasama intitusi merupakan parameter penting yang mempengaruhi

tingkat kerjasama dalam mengembangkan Pulau Lumpur Sisoarjo. Banyaknya

instintusi yang dimaksud adalah institusi pemerintah yang terlibat dalam menjalin

kerjasama. Hal ini tentunya akan menentukan seberapa tingkat kerja sama yang

dilakukan karena menyangkut besarnya dana yang dialokasikan untuk

pengembangan ekowisata Pulau Lumpur. Alokasi dana ini akan mempengaruhi

besarnya tingkat promosi yang dilakukan. Semakin besar dana yang dialokasikan,

maka tingkat promosi ekowisata akan meningkat. Masyarakat akan lebih tahu

mengenai keberadaan ekowisata sehingga akan menarik minat wisatawan untuk

berkunjung dan tentunya akan berpengaruh positif terhadap pendapatan ekowisata

serta kontribusi PAD Kabupaten Sidoarjo.

Skenario kebijakan yang dilakukan adalah dengan meningkatkan fraksi

kerjasama institusi, terutama banyaknya institusi yang terlibat dalam mendukung

pengembangan ekowisata Pulau Lumpur. Banyaknya institusi yang tergabung

dalam kerjasama sejumlah 4 instansi pada kondisi eksisting menjadi 10 instansi

Page 106: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

94

dengan asumsi ada lembaga baru yang turut berpartisipasi dalam mendukung

program ekowisata tersebut.

5.4 Skenario 4: Peningkatan fraksi alokasi dana penyuluhan budidaya

mangrove

Penyuluhan lingkungan merupakan upaya yang dilakukan pemerintah

setempat untuk membuat masyarakat sekitar menjadi sadar akan pentingnya

menjaga kelestarian lingkungan hidup. Pulau Lumpur merupakan salah satu

dampak secara tidak langsung akibat adanya bencana luapan lumpur Sidoarjo.

Mengingat hal tersebut, dengan terbentuknya Pulau Lumpur yang nantinya akan

dikembangkan menjadi ekowisata, selain dapat menjadi wahana rekreasi juga

diharapkan bisa menjadi wahana untuk edukasi dan konservasi terhadap

lingkungan bagi masyarakat.

Skenario kebijakan ini dilakukan atas dasar tingkat kesadaran masyarakat

sekitar Pulau Lumpur akan lingkungan yang masih fluktuatif pada kondisi

eksisting. Skenario ini dilakukan dengan meningkatkan fraksi alokasi dana untuk

penyuluhan budidaya mangrove menjadi 0,5 dari 0,4 pada kondisi eksistingnya.

Dengan alokasi dana penyuluhan yang lebih besar, maka intensitsias penyuluhan

yang dilakukan akan meningkat. Dengan penyuluhan yang semakin intensif, maka

tingkat kesadaran masyarakat terhadap perilaku konservasi lingkungan khususnya

mangrove akan semakin tinggi, sehingga dapat menekan potensi terjadinya

konversi lahan untuk keperluan individual yang dapat merusak lingkungan.

Berdasarkan simulasi keempat skenario yang telah sebelumnya, maka

dapat dilihat besarnya dampak terhadap parameter penilaian terhadap daya

dukung lingkungan, pendapatan sektor perikanan, pendapatan ekowisata, PAD,

emisi karbon, dan pengaruh kesadaran lingkungan terhadap konservasi mangrove

yang ditampilkan pada Tabel 5.1.

Page 107: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

95

Table 5.1 Hasil Simulasi Keempat Skenario Parameter Penilaian Eksisting Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Daya Dukung Lingkungan 0.24 0.55 0.24 0.24 0.24

Pendapatan Sektor

Perikanan (Juta Rupiah)

1,856.21 6,048.53 9,785.44 2,234.26 2,082.18

Pendapatan Sektor

Ekowisata (Juta Rupiah)

419.78 419.78 419.78 462.57 419.78

PAD (Juta Rupiah)

103,373,305.71

103,380,773.93

103,407,258.76

103,375,520.98

103,374,516.79

Emisi Karbon (KgC)

70,216,502.37

51,393,503.06

70,220,673.24

70,236,110.94

70,223,679.07

Pengaruh kesadaran lingkungan

terhadap konservasi mangrove

0.54 0.54 0.54 0.54 0.56

Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat pola hasil simulasi dari keempat

skenario yang telah dijelaskan sebelumnya. Agar lebih mudah untuk mengetahui

skenario mana yang berkontribusi secara signifikan terhadap parameter penilaian,

berikut ini merupakan grafik yang menunjukkan klasifikasi kontribusi empat

skenario yang ditunjukkan pada Gambar 5.1 sampai dengan Gambar 5.6.

Gambar 5.1 Hasil Skenario Terhadap Daya Dukung Lingkungan

Page 108: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

96

Berdasarkan Gambar 5.1 dapat dilihat skenario yang berpengaruh terhadap

variabel respon daya dukung lingkungan. Adapun skenario yang signifikan

pengaruhnya terhadap variabel respon adalah sebagai berikut:

1. Skenario 1 (penambahan bibit mangrove)

2. Skenario 2 (penambahan benih ikan)

3. Skenario 3 (peningkatan fraksi alokasi dana penyuluhan budidaya mangrove)

4. Skenario 4 (penambahan institusi yang terlibat kerjasama)

Gambar 5.2 Hasil Skenario Terhadap Pendapatan Sektor Perikanan

Berdasarkan Gambar 5.2 dapat dilihat skenario yang berpengaruh terhadap

variabel respon pendapatan sektor perikanan. Adapun skenario yang signifikan

pengaruhnya terhadap variabel respon adalah sebagai berikut:

1. Skenario 2 (penambahan benih ikan)

2. Skenario 1 (penambahan bibit mangrove)

3. Skenario 4 (peningkatan fraksi alokasi dana penyuluhan budidaya mangrove)

4. Skenario 3 (penambahan institusi yang terlibat kerjasama)

Page 109: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

97

Gambar 5.3 Hasil Skenario Terhadap Pendapatan Ekowisata

Berdasarkan Gambar 5.3 dapat diketahui skenario yang berpengaruh

terhadap variabel respon pendapatan ekowisata. Adapun skenario yang signifikan

pengaruhnya terhadap variabel respon adalah sebagai berikut:

1. Skenario 3 (penambahan institusi yang terlibat kerjasama)

2. Skenario 4 (peningkatan fraksi alokasi dana penyuluhan budidaya mangrove)

3. Skenario 2 (penambahan benih ikan)

4. Skenario 1 (penambahan bibit mangrove)

Gambar 5.4 Hasil Skenario Terhadap PAD Kabupaten Sidoarjo

Berdasarkan Gambar 5.4 dapat diketahui skenario yang berpengaruh

terhadap variabel respon PAD Kabupaten Sidoarjo. Adapun skenario yang

signifikan pengaruhnya terhadap variabel respon adalah sebagai berikut:

Page 110: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

98

1. Skenario 2 (penambahan benih ikan)

2. Skenario 1 (penambahan bibit mangrove)

3. Skenario 3 (penambahan institusi yang terlibat kerjasama)

4. Skenario 4 (peningkatan fraksi alokasi dana penyuluhan budidaya mangrove)

Gambar 5.5 Hasil Skenario Terhadap Emisi Karbon

Berdasarkan Gambar 5.5 dapat diketahui skenario yang berpengaruh

terhadap variabel respon Emisi Karbon. Adapun skenario yang signifikan

pengaruhnya terhadap variabel respon adalah sebagai berikut:

1. Skenario 1 (penambahan bibit mangrove)

2. Skenario 2 (penambahan benih ikan)

3. Skenario 4 (peningkatan fraksi alokasi dana penyuluhan budidaya mangrove)

4. Skenario 3 (penambahan institusi yang terlibat kerjasama)

Page 111: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

99

Gambar 5.6 Hasil Skenario Terhadap Pengaruh Tingkat Kesadaran

Lingkungan Terhadap Konservasi Mangrove

Berdasarkan Gambar 5.6 dapat diketahui skenario yang berpengaruh

terhadap variabel respon pengaruh tingkat kesadaran lingkungan terhadap

konservasi mengrove. Adapun skenario yang signifikan pengaruhnya terhadap

variabel respon adalah sebagai berikut:

1. Skenario 4 (peningkatan fraksi alokasi dana penyuluhan budidaya mangrove)

2. Skenario 3 (penambahan institusi yang terlibat kerjasama)

3. Skenario 1 (penambahan bibit mangrove)

4. Skenario 2 (penambahan benih ikan)

5.5 Kombinasi Skenario

Dari masing-masing kondisi yang telah dijelaskan sebelumnya dilakukan

kombinasi yang mungkin terjadi antara skenario. Kombinasi-kombinasi tersebut

disusun untuk memperoleh output yang berpengaruh terhadap variabel respon

daya dukung lingkungan, pendapatan sektor perikanan, pendapatan ekowisata,

PAD, emisi karbon, dan pengaruh kesadaran lingkungan terhadap konservasi

mangrove.

Dari empat skenario yang telah dirancang, didapatkan sebelas kombinasi

skenario seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.1.

Page 112: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

100

Tabel 5.1 Kombinasi Skenario Kebijakan

No. Jenis Kombinasi Skenario Ke- 1 2 3 4

1. Kombinasi A √ √ 2. Kombinasi B √ √ 3. Kombinasi C √ √ 4. Kombinasi D √ √ 5. Kombinasi E √ √ 6. Kombinasi F √ √ 7. Kombinasi G √ √ √ 8. Kombinasi H √ √ √ 9. Kombinasi I √ √ √ 10. Kombinasi J √ √ √ 11. Kombinasi K √ √ √ √

Hasil dari kombinasi masing-masing skenario terhadap kondisi eksisting

ditunjukkan pada Tabel 5.2 sampai dengan Tabel 5.5.

Tabel 5.2 Hasil Perbandingan Kondisi Eksisting dengan Kombinasi Skenario A, B, C

Parameter Penilaian Eksisting Kombinasi

A Kombinasi

B Kombinasi

C Daya Dukung Lingkungan 0.24 133.83% 133.83% 133.83%

Pendapatan Sektor Perikanan (Juta

Rupiah) 1,856.21 1127.99% 183.38% 156.10%

Pendapatan Ekowisata (Juta

Rupiah) 419.78 0.00% 10.19% 0.00%

PAD (Juta Rupiah)

103,373,305.71 0.05% 0.00% 0.00%

Emisi Karbon (KgC) 70,216,502.37 -26.80% -26.79% -26.81%

Pengaruh kesadaran lingkungan

terhadap konservasi mangrove

0.54 0.00% 0.00% 4.39%

Page 113: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

101

Tabel 5.3 Hasil Perbandingan Kondisi Eksisting dengan Kombinasi Skenario D, E, F

Parameter Penilaian Eksisting Kombinasi

D Kombinasi

E Kombinasi

F Daya Dukung Lingkungan 0.24 0.00% 0.00% 0.00%

Pendapatan Sektor Perikanan (Juta

Rupiah) 1,856.21 250.12% 331.64% 22.93%

Pendapatan Ekowisata (Juta

Rupiah) 419.78 10.19% 10.19% 0.00%

PAD (Juta Rupiah)

103,373,305.71 0.02% 0.03% 0.00%

Emisi Karbon (KgC) 70,216,502.37 0.02% 0.03% 0.00%

Pengaruh kesadaran lingkungan

terhadap konservasi mangrove

0.54 0.00% 4.39% 4.39%

Tabel 5.4 Hasil Perbandingan Kondisi Eksisting dengan Kombinasi Skenario G, H, I

Parameter Penilaian Eksisting Kombinasi

G Kombinasi

H Kombinasi

I Daya Dukung Lingkungan 0.24 133.83% 133.83% 133.83%

Pendapatan Sektor Perikanan (Juta

Rupiah) 1,856.21 1049.17% 908.88% 202.95%

Pendapatan Ekowisata (Juta

Rupiah) 419.78 10.19% 0.00% 10.19%

PAD (Juta Rupiah)

103,373,305.71 0.04% 0.04% 0.01%

Emisi Karbon (KgC) 70,216,502.37 -26.79% -26.81% -26.79%

Pengaruh kesadaran lingkungan

terhadap konservasi mangrove

0.54 0.00% 4.39% 4.39%

Page 114: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

102

Tabel 5.5 Hasil Perbandingan Kondisi Eksisting dengan Kombinasi Skenario J, K Parameter Penilaian Eksisting Kombinasi J Kombinasi K

Daya Dukung Lingkungan 0.24 0.00% 133.83%

Pendapatan Sektor Perikanan (Juta

Rupiah) 1,856.21 316.89% 1021.30%

Pendapatan Ekowisata (Juta Rupiah) 419.78 10.19% 10.19%

PAD (Juta Rupiah) 103,373,305.71 0.02% 0.05% Emisi Karbon (KgC) 70,216,502.37 0.02% -26.79% Pengaruh kesadaran lingkungan terhadap konservasi mangrove

0.54 4.39% 4.39%

5.6 Pemilihan Kombinasi Skenario Berdasarkan Kriteria Penilaian

Skenario

Berdasarkan perbandingan hasil kombinasi skenario dengan hasil simulasi

kondisi eksisting, maka dipilih beberapa kombinasi skenario yang menghasilkan

kontribusi peningkatan terhadap parameter penilaian atau variabel respon. Adapun

kriteria penilaian kombinasi skenario didasarkan pada prosentase peningkatan

terhadap kondisi eksisiting. Berikut ini merupakan kombinasi skenario yang

menghasilkan peningkatan terhadap kondisi eksisting pada masing-masing

parameter penilaian yang ditunjukkan pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Kombinasi Skenario dengan Peningkatan Terhadap Kondisi Eksisting

No Parameter Penilaian Kombinasi dengan

Peningkatan Terhadap Eksisting

1 Daya Dukung Lingkungan A,B,C,G,H,I,K

2 Pendapatan Sektor Perikanan (Juta Rupiah) A,B,C,D,E,F,G,H,I,J,K

3 Pendapatan Ekowisata (Juta Rupiah) B,D,E,G,I,J,K

4 PAD (Juta Rupiah) A,D,E,G,H,I,J,K

5 Emisi Karbon (KgC) A,B,C,G,H,I,K

Page 115: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

103

Tabel 5.6 Kombinasi Skenario dengan Peningkatan Terhadap Kondisi Eksisting (lanjutan)

No Parameter Penilaian Kombinasi dengan

Peningkatan terhadap Eksisting

6 Pengaruh kesadaran lingkungan terhadap konservasi mangrove C,E,F,H,I,J,K

Berdasarkan Tabel 5.6 maka dibuat rekapitulasi kombinasi yang

memberikan peningkatan terhadap kondisi eksisting terhadap parameter penilaian

seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 5.7.

Tabel 5.7 Pengaruh Kombinasi Skenario terhadap Parameter Penilaian

Kombinasi Skenario Parameter Penilaian yang Dipengaruhi

Kombinasi A 1,2,3,4 Kombinasi B 1,2,3,5 Kombinasi C 1,2,4,6 Kombinasi D 2,3,4 Kombinasi E 2,3,4,6 Kombinasi F 2,6 Kombinasi G 1,2,3,4,5 Kombinasi H 1,2,4,5,6 Kombinasi I 1,2,3,4,5,6 Kombinasi J 2,3,4,6 Kombinasi K 1,2,3,4,5,6

Untuk pemilihan kombinasi skenario, maka diutamakan bahwa kombinasi

skenario yang dianggap memberikan hasil optimal adalah yang mempengaruhi

enam parameter penilaian yang telah ditetapkan. Dari hasil rekapitulasi yang

ditunjukkan oleh Tabel 5.7, maka skenario yang dapat diutamakan adalah

kombinasi I dan kombinasi K. Perbandingan rata-rata output hasil skenario

kombinasi I dan kombinasi K terhadap kondisi eksisting dapat dilihat pada Tabel

5.8.

Page 116: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

104

Tabel 5.8 Perbandingan Rata-rata Output Hasil Simulasi Skenario Kombinasi I, dan Kombinasi K terhadap Kondidi Eksisting

Parameter Penilaian Eksisting Kombinasi I Kombinasi K Daya Dukung Lingkungan 0.24 133.83% 133.83%

Pendapatan Sektor Perikanan (Juta

Rupiah) 1,856.21 202.95% 1021.30%

Pendapatan Ekowisata (Juta

Rupiah) 419.78 10.19% 10.19%

PAD (Juta Rupiah) 103,373,305.71 0.01% 0.05% Emisi Karbon (KgC) 70,216,502.37 -26.79% -26.79% Pengaruh kesadaran lingkungan terhadap konservasi mangrove

0.54 4.39% 4.39%

Berdasarkan Tabel 5.8 dapat dilihat pola hasil simulasi dari skenario

kombinasi terpilih yang telah dijelaskan sebelumnya. Agar lebih mudah untuk

mengetahui skenario mana yang berkontribusi secara signifikan terhadap

parameter penilaian, berikut ini merupakan grafik yang menunjukkan kontribusi

kombinasi skenario yang ditunjukkan pada Gambar 5.7.

(a) Daya Dukung Lingkungan

Page 117: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

105

(b) Pendapatan Sektor Perikanan

(c) Pendapatan Ekowisata

(d) PAD

Page 118: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

106

(e) Emisi Karbon

(f) Pengaruh Kesadaran Lingkungan Gambar 5.7 Kontribusi Kombinasi I dan Kombinasi K terhadap

Kondisi Eksisting Keterangan:

1. Eksisting 2. Kombinasi I 3. Kombinasi K

Berdasarkan Gambar 5.7 dapat dilihat bahwa kombinasi I dan kombinasi

K memberikan kontribusi peningkatan terhadap kondisi eksisting pada masing-

masing parameter penilaian. Pada parameter daya dukung lingkungan (a),

pendapatan ekowisata (c), emisi karbon (e), parameter pengaruh kesadaran

lingkungan (f), kombinasi I dan kombinasi K memiliki pola yang berhimpit

karena kedua kombinasi tersebut memberikan nilai peningkatan yang sama

terhadap kondisi eksisting. Sedangkan pada parameter pendapatan sektor

perikanan (b), kombinasi K memberikan peningkatan yang lebih tinggi daripada

Page 119: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

107

kombinasi I, hal ini karena pada kombinasi K terjadi penambahan benih ikan

sedangkan kombinasi I tidak. Dengan penambahan benih ikan tersebut secara

langsung akan berpengaruh positif terhadap produksi wanamina sehingga

pendapatan sektor perikanan dapat meningkat secara signifikan. Untuk parameter

PAD (d), terlihat bahwa kedua kombinasi tidak memberikan peningkatan yang

tinggi terhadap kondisi eksisting. Hal ini karena komposisi pendapatan PAD tidak

hanya dari Pulau Lumpur saja tetapi juga dari sektor-sektor pendapatan yang lain,

sehingga kontribusi pendapatan dari Pulau Lumpur tidak terlihat signifikan. Selain

kombinasi I dan kombinasi K, tidak menutup kemungkinan jika

direkomendasikan kombinasi kebijakan yang lain berdasarkan preferensi pembuat

kebijakan.

Page 120: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

109

6 BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil simulasi dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya,

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada stock flow diagram dibuat lima submodel sebagai representasi model

konseptual yang telah dibuat, antara lain submodel luas pulau lumpur,

submodel wanamina, submodel ekowisata, submodel PAD, dan submodel

konservasi lingkungan.

2. Berdasarkan hasil simulasi, telah disusun skenario kebijakan yang diambil

dari empat variabel kunci yang menjadi faktor penting dan telah

dipertimbangkan pengaruhnya terhadap variabel respon. Skenario

kebijakan tersebut antara lain: 1) penambahan bibit mangrove dari 15.000

bibit menjadi 35.000 bibit, 2) penambahan benih ikan dari 5.000 menjadi

20.000 benih, 3) penambahan intitusi yang terlibat kerjasama dari 4

menjadi 10 instansi, 4) peningkatan fraksi alokasi dana penyuluhan

budidaya mangrove dari 0.4 menjadi 0.5.

3. Hasil simulasi dari tiap-tiap skenario menunjukkan dampaknya secara

positif terhadap aspek keberlanjutan lingkungan ditinjau dari parameter

penilaian daya dukung lingkungan, pendapatan sektor perikanan,

pendapatan ekowisata, PAD, emisi karbon, serta pengaruh kesadaran

masyarakat terhadap konservasi mangrove meskipun tidak secara

eksponensial dalam selang waktu simulasi 20 tahun mendatang. Hal ini

karena banyak faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan

ekowisata selalu dinamis.

4. Skenario 1 (penambahan bibit mangrove) menjadi skenario yang paling

berpengaruh terhadap daya dukung lingkungan serta penurunan emisi

karbon. Karena mangrove tersebut sangat berperan dalam penyerapan

emisi karbon di daerah amatan serta dapat menetralisir polusi dan racun

sehingga dapat meningkatkan daya dukung lingkungan.

Page 121: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

110

5. Skenario 2 (penambahan benih ikan) menjadi skenario yang paling

berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan sektor perikanan serta

PAD. Budidaya perikanan bandeng melalui konsep wanamina yang

dikembangakan di Pulau Lumpur. Dengan penambahan benih ikan, maka

dapat meningkatkan produksi wanamina sehingga secara langsung akan

berdampak positif terhadap pendapatan sektor perikanan dan PAD.

6. Skenario 3 (penambahan institusi yang terlibat kerjasama) menjadi

skenario yang paling berpengaruh terhadap pendapatan ekowisata. Hal ini

akan menentukan besarnya dana yang dialokasikan untuk pengembangan

ekowisata di Pulau Lumpur. Alokasi dana ini akan mempengaruhi

besarnya tingkat promosi untuk menarik minat wisatawan, sehingga akan

berpengaruh positif terhadap pendapatan ekowisata.

7. Skenario 4 (peningkatan fraksi alokasi dana penyuluhan budidaya

mangrove) menjadi skenario yang paling berpengaruh terhadap pengaruh

kesadaran masyarakat terhadap konservasi mangrove, karena berkaitan

dengan intensitas penyuluhan. Dengan alokasi dana penyuluhan yang lebih

besar, maka penyuluhan yang dilakukan akan lebih insentif sehingga

masyarakat lebih sadar lingkungan khususnya dalam konservasi lahan

mangrove.

8. Mengingat keempat skenario mempunyai tradeoff terhadap parameter

penilaian, untuk menunjukkan signifikansi terhadap semua parameter

penilaian maka dibentuk kombinasi yang mungkin terjadi antar skenario

dan didapatkan sebelas kombinasi skenario.

9. Dari sebelas kombinasi skenario, maka diutamakan kombinasi skenario

yang memberikan peningkatan terhadap kondisi eksisting pada semua

paremeter penilaian yaitu kombinasi I dan kombinasi K. Kombinasi I

merupakan kombinasi skenario penambahan bibit mangrove, penambahan

institusi yang terlibat kerjasama, dan peningkatan fraksi alokasi dana

penyuluhan budidaya mangrove. Sedangkan kombinasi K merupakan

kombinasi skenario penambahan bibit mangrove, penambahan benih ikan,

penambahan institusi yang terlibat kerjasama, dan peningkatan fraksi

alokasi dana penyuluhan budidaya mangrove.

Page 122: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

111

10. Kombinasi I dan kombinasi K memberikan peningkatan yang sama

terhadap kondisi eksisting pada parameter daya dukung lingkungan,

pendapatan ekowisata, emisi karbon, dan pengaruh kesadaran lingkungan.

Pada paremeter pendapatan sektor perikanan dan PAD, kombinasi K

memberikan peningkatan yang lebih besar daripada kombinasi I.

6.2 Saran

Berikut ini merupakan beberapa saran yang dapat diberikan sebagai

rekomendasi untuk perbaikan penelitian selanjutnya.

1. Pemodelan yang dikembangkan dalam penelitian ini berfokus pada

kebijakan pengembangan ekowisata berbasis konsep keberlanjutan

lingkungan. Aspek keberlanjutan lingkungan yang dijadikan parameter

adalah daya dukung lingkungan, pendapatan sektor perikanan,

pendapatan ekowisata, PAD, emisi karbon, dan pengaruh kesadaran

masyarakat terhadap konservasi mangrove. Sehingga masih banyak

sisi keberlanjutan lingkungan lain yang dapat dijadikan parameter

penilaian untuk skenario kebijakan termasuk kombinasi skenario.

2. Perlu penelitian lebih lanjut yang mengakomodasi biaya investasi

secara aktual untuk pengembangan Pulau Lumpur, baik untuk

ekowisata maupun sebagai pusat studi konservasi lingkungan.

Page 123: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

113

7 DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A., 2013. The Disengagement of The Tourism Businesses in Ecotourismn

and Environmental Practices in Brunei Darussalam. Jurnal Universiti

Brunei Darussalam, Brunei Darussalam. Tourism Management

Perspective, pp.Vol. 10,1-6.

Badan Pusat Statistik, 2013. Sidoarjo Dalam Angka 2013. Sidoarjo: Badan Pusat

Statistik Kabupaten Sidoarjo.

Badan Pusat Statistik, 2014. Sidoarjo Dalam Angka 2014. Sidoarjo: Badan Pusat

Statistik Kabupaten Sidoarjo.

Bahar, A., 2004. Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Ekosistem Mangrove

untuk Pengembangan Ekowisata di Gugus Pulau Tanakeke Kabupaten

Takalar, Sulawesi Selatan. Tesis.Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Balai Riset dan Observasi Kelautan, 2009. Perkembangan Hutan Mangrove di

Muara Kali Porong 2003-2009. Kajian Sebaran Lumpur dan Perubahan

Dasar Perairan Akibat Semburan Lumpur Sidoarjo, pp.1-7.

Barlas, Y., 1996. Format Aspect of Model Validity and Validation in Syatem

Dynamics. System Dynamic Review, pp.pp. 12 (3), 183-210.

Bassi, A.M., 2011. Introduction to The Threshold 21 (T21) Model for Green

Development. Millenium Institute.

Bengen, D.G., 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Bogor: Institut

Pertanian Bogor.

BPLS, 2009. Semburan Lumpur Panas Sidoarjo. [Online] Available at:

http://bpls.go.id/penanggulangan-lumpur [Accessed 10 Februari 2015].

BPLS, 2011. Rencana Pengembangan Wanamina di Lokasi Sumburan Spoilbank.

[Online] Available at: http://bpls.go.id/berita-bpls/285-rencana-

pengembangan-wanamina-di-lokasi-spoilbank [Accessed 27 November

2014].

BPLS, 2013. Progres Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Surabaya: BPLS.

Page 124: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

114

BPLS, 2014. Kegiatan Penanganan Endapan di Muara Kali Porong. [Online]

Available at: http://bpls.go.id/pengamanan-luapan-lumpur/pengamanan-

muara/kegiatan [Accessed 10 Februari 2015].

BPLS, 2014. Pengaliran Lumpur ke Laut Melalui Kali Porong. [Online]

Available at: http://bpls.go.id/penanganan-luapan-ke-kali-porong/461-

pengaliran-lumpur-ke-kali-porong-lama [Accessed 6 November 2014].

Coyle, G., 1999. Quantitative Modelling in System Dynamics Society. Willington.

Datta, D., R.N., C. & P.Guha, 2012. Community Based Mangrove Management :

A Review On Status and Sustainability. Journal of Environmental

Management, pp.Vol.107, 84-95.

Dewan Kelautan Indonesia, 2014. Lautan Indonesia Mampu Serap Karbon 138

Juta Ton. [Online] Available at:

http://www.dekin.kkp.go.id/?q=news&id=2014051610073765211182547

9227149040070118656 [Accessed 23 February 2015].

DPRD Kabupaten Sidoarjo, 2014. BPLS Terus Kembangkan Pulau Tanjung

Lumpur. [Online] Available at: http://dprd-sidoarjokab.go.id/bpls-terus-

kembangkan-pulau-tanjung-lumpur.html [Accessed 8 Oktober 2014].

Fahmi, M.Y., 2011. Model Pengembangan Geo-Eco Tourism Pulau Lumpur di

Kabupaten Sidoarjo (Sebuah Pendekatan System Dynamics). Surabaya:

Jurusan Teknik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya.

Hanley, R., Mamonto, D. & Broadhead, J., n.d. Petunjuk Rehabilitasi Hutan

Pantai Untuk Wilayah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. FAO

Regional Office for Asia and the Pacific.

Harnanto, A., 2011. Peranan Kali Porong dalam Mengalirkan Lumpur Sidoarjo

ke Laut. Surabaya: BPLS-Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo.

Indiana, D., 2014. Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional

(UMR) dan Dampaknya Terhadap Industri Padat Karya di Kota

Surabaya. Surabaya: Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh

Nopember.

Page 125: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

115

Indonesia, P.R., 2009. UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup. Indonesia: Pemerintah Republik

Indonesia.

ITTO, 2002. ITTO Mangrove Workplan 2002-2006. Yokohama, Japan, 2002.

International Tropical Timber Organization.

Kelompok Kerja Mangrove Tingkat Nasional, 2013. Strategi Nasional

Pengelolaan Ekosistem Mangrove Indonesia. Jakarta: Kementrian

Kehutanan Republik Indonesia.

Kementerian Lingkungan Hidup, 2014. Program Rantai Emas. [Online] Available

at: http://www.menlh.go.id/program-rantai-emas-klh-bersama-

memulihkan-eksosistem-mangrove/ [Accessed 2014 November 24].

Lindberg, K.. & Hawkins, D.E.(.)., 2003. Ecotourism: A guide for planners and.

North Bennington, Vermont: The Ecotourism Society.

Maftuhah, D.I., 2013. Analisis Kebijakan Budidaya Mangrove Berbasis

Komunitas di Kawasan Terdampak Lumpur Sidoarjo Dengan

Memanfaatkan Konsep Green Economy. Tesis. Surabaya: Program

Magister Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Muhaerin, N., 2008. Kajian Sumberdaya Ekosistem Mangrove Untuk Pengelolaan

Ekowisata di Estuari Perancak, Jembrana, Bali. Bogor: Institut Pertanian

Bogor.

Muhammadi, Aminullah, E. & Soesilo, B., 2001. Analisis Sistem Dinamis.

Jakarta: UMJ Press.

Naamin, N., 1991. Penggunaan Lahan Mangrove Untuk Budidaya Tambak

Keuntungan dan Kerugiannya. Dalam Subagjo Soemodihardo et al.

Proseding Seminar IV Ekosistem Mangrove. Panitia Nasional Pangan

MAB Indonesia LIPI.

Ningsih, S.S., 2008. Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian dari Upaya

Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang. Medan: Sekolah

Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

Nurlinda, I., 2012. Konsep Ekonomi Hijau (Green Economic) dalam Pengelolaan

dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam di Indonesia untuk Mendukung

Page 126: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

116

Pembangunan Berkelanjutan. Artikel pada Jurnal Legal Review, pp.Vol.

3, No. 1.

Pariyono, 2006. Kajian Potensi Kawasan Mangrove dalam Kaitannya dengan

Pengelolaan Wilayah Pantai di Desa Panggung, Bulakbaru,

Tanggultare, Kabupaten Jepara. Semarang: Program Pascasarjana

Magister Manajemen Sumber Daya Pantai, Universitas Diponegoro.

Permenhut, 2011. Tentang Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Kawasan

Hutan dalam Rangka Rehabilitasi Daerah aliran Sungai. Jakarta:

Kementrian Kehutanan Republik Indonesia.

Poedjiraharjoe, 1996. Peran Perakaran Rhizophora mucronata dalam Perbaikan

Habitat Mangrove di Kawasan Rehabilitasi Mangrove Pantai Pemalang.

Buletin Kehutanan No. 30 Fakultas Kehutanan.

Pramudji, 2001. Upaya Pengelolaan Rehabilitasi dan Konservasi Pada Lahan

Mangrove yang Kritis Kondisinya. Oseana, pp.Vol. XXVI, No.2, 1-8.

Sterman, J.D., 2004. Business Dynamic, System Thinking and Modelling for a

Complex World. Boston: Irwin Mc. Graw Hill.

Suning, 2012. Danpak Lumpur Lapindo Terhadap Kualitas Lingkungan Pesisir

Sidoarjo dalam Rangka Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan.

Jurnal Teknik Waktu, pp.Vol.10, No. 2, 45-53.

Sunoto, 2013. Menuju Pembangunan Kelautan dan Perikanan Berkelanjutan

dengan konsep Blue Economy. Yogyakarta, 2013. Kementrian Perikanan

dan Kelautan.

Tarida, F.H., 2014. Analisis Kebijakan Pengembangan Ekowisata Berbasis Sektor

Pertanian dan Dampaknya Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)

dan Produk Domestik Regioal Bruto (PDRB) di Kabupaten Malang

(Pendekatan Sistem Dinamik). Surabaya: Jurusan Teknik Industri, Institut

Teknologi Sepuluh Nopember.

UNEP, 2011. Green economy-Why a Green economy Matters for the Least

Developed Countries. France: St-Martin-Bellevue.

UU Nomor 32, 2009. UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindugan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang Repiblik Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia.

Page 127: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

117

Wandani, O.E., 2014. Analisis Kebijakan Pengembangan Ekowisata di Pulau

Lumpur dan Pengaruhnya Terhadap Perekonomian Daerah Sidoarjo :

Sebuah Pendekatan Sistem Dinamik. Surabaya: Jurusan Teknik Industri,

Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Wanggai, V., 2012. Menuju Ekonomi Hijau. Jurnal Nasional, p.7.

Wang, G. et al., 2013. Ecosystem Mangrove Stock of Mangrove Forest in Yingluo

Bay, Guangdong Province of South China. Forest Ecology and

Management, pp.539-46.

WCED, 1987. Our Common Future. Oxford: Oxford University Press.

Wirjodirdjo, B., 2012. Pengantar Metodologi Sistem Dinamik. 1st ed. Surabaya:

ITS Press.

Z.Tang, Shi, C.B. & Z.Liu, 2011. Sustainable development of tourism industry in

Chinaunder the low-carbon economy. Energy Procedia, pp.1303-07.

Page 128: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

119

8 LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulasi Model Stock And Flow Diagram

Submodel PAD:

PAD(t) = PAD(t - dt) + (Laju_perubahan_PAD) * dt

INIT PAD = 484313737307

INFLOWS:

Laju_perubahan_PAD =

Pajak_Daerah+Pendapatan_lainnya+Retribusi_daerah+Submodel__Wanamina.Pe

ndapatan_netto_perikanan

Pajak_Daerah(t) = Pajak_Daerah(t - dt) + (Laju_perubahan__pajak_daerah) * dt

INIT Pajak_Daerah = 264538593737

INFLOWS:

Laju_perubahan__pajak_daerah =

Fraksi_peningkatan_pajak_daerah*Pajak_Daerah

Pendapatan_lainnya(t) = Pendapatan_lainnya(t - dt) +

(Laju_perubahan_pendapatan_lainnya) * dt

INIT Pendapatan_lainnya = 147074957422

INFLOWS:

Laju_perubahan_pendapatan_lainnya =

Pendapatan_lainnya*Fraksi_peningkatan_pendapatan

Retribusi_daerah(t) = Retribusi_daerah(t - dt) + (Laju_perubahan_retribusi) * dt

INIT Retribusi_daerah = 72700186148

INFLOWS:

Laju_perubahan_retribusi =

(Fraksi_peningkatan_retribusi*Retribusi_daerah)+DELAY(Kontribusi_pendapata

n_ekowisata,5)

Fraksi_peningkatan_pajak_daerah = 0.147

Fraksi_peningkatan_pendapatan = 0.17

Fraksi_peningkatan_retribusi = 0.09

Page 129: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

120

Kontribusi_pendapatan_ekowisata =

Submodel__Ekowisata.Annual_pendapatan_ekowisata*Prosentase_pendapatan_u

ntuk_daerah

NJKP = NJOP_untuk_PBB*0.22

NJOP = 1000000

NJOPTKP = 12000000

NJOP_tanah__dan_bangunan =

NJOP*Submodel__Luas_Pulau_Lumpur.Luas_Pulau_Lumpur

NJOP_untuk_PBB = NJOP_tanah__dan_bangunan-NJOPTKP

Prosentase_pendapatan_untuk_daerah = 0.05

Total_pajak = (0.005*NJKP)+Pajak_Daerah

Submodel Ekowisata:

Polusi_gas_ekowisata(t) = Polusi_gas_ekowisata(t - dt) + (Peningkatan_polusi) *

dt

INIT Polusi_gas_ekowisata = 0

INFLOWS:

Peningkatan_polusi =

(Polusi_gas_per_liter_sampah_ekowisata+Polusi_gas_transportasi)*250

Promosi_ekowisata(t) = Promosi_ekowisata(t - dt) + (Perubahan_promosi) * dt

INIT Promosi_ekowisata = 0

INFLOWS:

Perubahan_promosi = IF TIME > 2014 THEN

PULSE(((fraksi_peningkatan__promosi)+Total_alokasi_pendanaan+Inisiasi_eko

wisata/3),1)*Tingkat_kerjasama ELSE 0

Alokasi_pendanaan_ekowisata =

SMTH1(STEP(PULSE(Tingkat_kerjasama*0.7,0.05,1),0.05),1)

Annual_pendapatan_ekowisata = Pendapatan_ekowisata_per_hari*365

Banyak_Institusi_yang_bekerjasama = ABS(NORMAL(4,2,1))

Biaya_operasional = 0.00001*1813993650

Biaya_tenaga_kerja = 0.00001*18520609631

Emisi_polusi_gas_per_liter_sampah = 0.075

Page 130: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

121

Emisi_polusi_gas_per_transportasi_kendaraan = 20.93

Fraksi_kerjasama = IF TIME > 2014 THEN

Banyak_Institusi_yang_bekerjasama/Frekuensi_kerjasama ELSE 0

fraksi_peningkatan__promosi = 0.45

Frekuensi_kerjasama = NORMAL((3*4),1,1)

Inisial_biaya_pembangunan = 0.0001*1884678625

Inisiasi_ekowisata =

NORMAL(Submodel__Luas_Pulau_Lumpur.Utilisasi_zona_mangrove,0.02,1)

Investasi_sarana = Total_alokasi_pendanaan*0.45

Jumlah_sampah_per_hari =

Jumlah_wisatawan__per_hari*Rerata_sampah_per_wisatawan

Jumlah_transportasi_kendaraan_wisatawan =

Jumlah_wisatawan__per_hari/Rerata_jumlah_penumpang_per_kendaraan

Jumlah_wisatawan__per_hari = IF TIME > 2014 THEN

STEP(ABS(NORMAL(100,10,1)*Proporsi_ketertarikan__wisatawan),1) ELSE 0

Pendapatan_ekowisata_per_hari = Jumlah_wisatawan__per_hari*Tarif_ekowisata

Polusi_gas_delay = DELAY(Polusi_gas_ekowisata,1)

Polusi_gas_per_liter_sampah_ekowisata =

(Emisi_polusi_gas_per_liter_sampah*Jumlah_sampah_per_hari*365)/1000

Polusi_gas_per_tahun = Polusi_gas_ekowisata-Polusi_gas_delay

Polusi_gas_residu = Polusi_gas_per_tahun-

(Submodel__Wanamina.Luas_hutan_mangrove*Submodel__Konservasi_Lingku

ngan.Standar_penyerapan_karbon)

Polusi_gas_transportasi =

(Emisi_polusi_gas_per_transportasi_kendaraan*Jumlah_transportasi_kendaraan_

wisatawan*365)/1000

Proporsi_dukungan_pemerintah = 0.6

Proporsi_ketertarikan__wisatawan = IF Perubahan_promosi>= 1 THEN

(0.95+Investasi_sarana)/2 ELSE 0.5

Proporsi_retribusi_daerah = 0.05

Rerata_jumlah_penumpang_per_kendaraan = 4

Rerata_sampah_per_wisatawan = 0.5

Page 131: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

122

Tarif_ekowisata =

(Biaya_operasional+Biaya_tenaga_kerja+Inisial_biaya_pembangunan)*Proporsi_

retribusi_daerah

Tingkat_kerjasama =

PULSE((Fraksi_kerjasama+Proporsi_dukungan_pemerintah),0.1,1)

Total_alokasi_pendanaan =

NORMAL((Alokasi_pendanaan_ekowisata+(Submodel__Konservasi_Lingkunga

n.Alokasi_dana_budidaya_mangrove+Submodel__Konservasi_Lingkungan.Aloka

si_dana_penyuluhan_lingkungan)/2),0.05,1)

Submodel Konservasi Lingkungan:

Emisi_karbon(t) = Emisi_karbon(t - dt) + (Peningkatan__emisi_karbon -

Penurunan_emisi_karbon) * dt

INIT Emisi_karbon = 81591272

INFLOWS:

Peningkatan__emisi_karbon =

Submodel__Ekowisata.Polusi_gas_per_tahun+Kontribusi_peningkatan_emisi_ind

ustri+Kontribusi_peningkatan_emisi_kendaraan_bermotor

OUTFLOWS:

Penurunan_emisi_karbon =

(Fraksi_penurunan__emisi_karbon*Emisi_karbon)+(Standar_penyerapan_karbon

*Kontribusi_mangrove)

Alokasi_dana_budidaya_mangrove = 0.4

Alokasi_dana_penyuluhan_lingkungan = 1-Alokasi_dana_budidaya_mangrove

Faktor_emisi_dari_industri = 1000000

Faktor_emisi_dari_kendaraan_bermotor = 20930

Fraksi_penurunan__emisi_karbon = STEP(RANDOM(0.005,0.004,0.001),1)

Intensitas_penyuluhan_lingkungan = NORMAL(60,4,1)

Itensitas_penyuluhan_budidaya_mangrove = NORMAL(12,4,1)

Kontribusi_dana__penyuluhan =

ABS((Kontribusi_dari_penyuluhan_lingkungan+Kontribusi_ekokultur_mangrove

))

Page 132: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

123

Kontribusi_dari_penyuluhan_lingkungan =

ABS(Alokasi_dana_penyuluhan_lingkungan/Intensitas_penyuluhan_lingkungan)*

10

Kontribusi_ekokultur_mangrove =

ABS(Alokasi_dana_budidaya_mangrove/Itensitas_penyuluhan_budidaya_mangro

ve)*10

Kontribusi_mangrove =

SMTH1(PULSE(15000*Submodel__Luas_Pulau_Lumpur.Utilisasi_zona_mangro

ve,3,1),2,0)

Kontribusi_peningkatan_emisi_industri =

Faktor_emisi_dari_industri*(1+Prosentase_emisi_peningkatan_industri)

Kontribusi_peningkatan_emisi_kendaraan_bermotor =

Faktor_emisi_dari_kendaraan_bermotor*(1+Prosentase_peningkatan_emisi_kend

araan_bermotor)

Potensi_RTH =

Submodel__Wanamina.Luas_hutan_mangrove*Pengaruh_kesadaran_lingkungan_

terhadap_konservasi_lahan_mangrove

Prosentase_emisi_peningkatan_industri = 0.1035

Prosentase_peningkatan_emisi_kendaraan_bermotor = 0.144833

Standar_penyerapan_karbon = SMTH1(21288*0.1,1,0)

Tingkat_kesadaran_lingkungan =

SMTH1(STEP(Kontribusi_dana__penyuluhan,1),1)

Pengaruh_kesadaran_lingkungan_terhadap_konservasi_lahan_mangrove =

GRAPH(Tingkat_kesadaran_lingkungan)

(0.00, 0.345), (0.1, 0.425), (0.2, 0.45), (0.3, 0.48), (0.4, 0.51), (0.5, 0.555), (0.6,

0.6), (0.7, 0.64), (0.8, 0.655), (0.9, 0.655), (1, 0.655)

Submodel Luas Pulau Lumpur:

Luas_Pulau_Lumpur(t) = Luas_Pulau_Lumpur(t - dt) + (Laju_ekspansi -

Laju_reduksi) * dt

INIT Luas_Pulau_Lumpur = 940000

INFLOWS:

Page 133: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

124

Laju_ekspansi = Penambahan_volume_lumpur/Kadalaman_pulau

OUTFLOWS:

Laju_reduksi = IF TIME > 2014 THEN Konversi_lahan_mangrove +

Lahan_terabrasi ELSE 0

Volume_endapan__lumpur(t) = Volume_endapan__lumpur(t - dt) +

(Laju_sedimentasi - Laju_pengerukan_per_bulan) * dt

INIT Volume_endapan__lumpur = 147400000

INFLOWS:

Laju_sedimentasi = Debit_aliran_lumpur*Kecepatan_pengendapan*365

OUTFLOWS:

Laju_pengerukan_per_bulan = IF Volume_endapan__lumpur <=250000000

THEN Jumlah_kapal_keruk*Pengerukan_per_bulan_per_kapal*10 ELSE

(Jumlah_kapal_keruk*Pengerukan_per_bulan_per_kapal*12)

Area_mangrove = Prosentase_area_mangrove*Area_wanamina

Area_pertambakan = Prosentase_area_tambak*Area_wanamina

Area_wanamina = Luas_Pulau_Lumpur

BOD = 0.62

Daya_dukung_lingkungan =

Utilisasi_zona_mangrove+STEP(Utilisasi_zona_mangrove*Indeks_Kesesuaian_

Habitat,1)

Debit_aliran_lumpur = NORMAL(5400000,540000,1)

Densitas_vegetasi = 0.23

DO = 0.7

Fraksi_tambak = RANDOM(0.05, 0.5, 1)

Gelombang_air_laut = 0.2

Indeks_Kesesuaian_Habitat =

NORMAL(((Kesesuaian_substrat+Kesesuaian_vegetasi+Kualitas_air)/3),0.1,1)

Jumlah_kapal_keruk = 6

Kadalaman_pulau = NORMAL(8,1,1)

Kecepatan_pengendapan = 15000

Kelembaban = 0.55

Kepadatan_substrat = 0.6

Page 134: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

125

Kesesuaian_substrat =

RANDOM(((Gelombang_air_laut+Kepadatan_substrat+Makrozobenthos+PH_su

bstrat)/4),1,1)

Kesesuaian_vegetasi =

RANDOM(((Densitas_vegetasi+Sisa_organik+Tipe_vegetasi_dominan)/3),1,1)

Konversi_lahan_mangrove = SMTH1(PULSE(Perluasan_permukiman + Tambak

+ Tingkat_konversi__lahan_mangrove ,3,2),2,1)

Kualitas_air = RANDOM(((BOD+DO+Kelembaban+PH_air+Salinitas)/5),1,1)

Lahan_terabrasi = Luas_Pulau_Lumpur*Tingkat_abrasi

Makrozobenthos = 0.42

Penambahan_volume_lumpur = IF TIME >2014 THEN

Laju_pengerukan_per_bulan ELSE 0

Pengerukan_per_bulan_per_kapal = NORMAL(2000,200,1)

Perluasan_permukiman = NORMAL(13, 2, 1)

PH_air = 0.6

PH_substrat = 0.53

Prosentase_area_mangrove = 0.8

Prosentase_area_tambak = 0.2

Salinitas = 0.23

Sisa_organik = 0.45

Tambak = Fraksi_tambak*100

Tingkat_abrasi = IF Utilisasi_zona_mangrove<=0.5 THEN 0.00605 ELSE

0.00405

Tipe_vegetasi_dominan = 0.37

Utilisasi_zona_mangrove =

Submodel__Wanamina.Luas_hutan_mangrove/Area_mangrove

Tingkat_konversi__lahan_mangrove =

GRAPH(PULSE(Submodel__Konservasi_Lingkungan.Pengaruh_kesadaran_ling

kungan_terhadap_konservasi_lahan_mangrove,0.5))

(0.00, 0.665), (10.0, 0.65), (20.0, 0.65), (30.0, 0.625), (40.0, 0.6), (50.0, 0.55),

(60.0, 0.51), (70.0, 0.48), (80.0, 0.45), (90.0, 0.425), (100, 0.345)

Page 135: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

126

Submodel Wanamina:

Jumlah_mangrove_dewasa(t) = Jumlah_mangrove_dewasa(t - dt) +

(Laju_pendewasaan_mangrove - Laju_kematian_mangrove_dewasa) * dt

INIT Jumlah_mangrove_dewasa = 0

INFLOWS:

Laju_pendewasaan_mangrove = DELAY((Jumlah_mangrove_muda*(1-

Fraksi_kematian)),0.5)

OUTFLOWS:

Laju_kematian_mangrove_dewasa = Jumlah_mangrove_dewasa*(1-

Survival_rate)

Jumlah_mangrove_muda(t) = Jumlah_mangrove_muda(t - dt) +

(Laju_pertumbuhan_mangrove - Laju_kematian_mangrove -

Laju_pendewasaan_mangrove) * dt

INIT Jumlah_mangrove_muda = 0

INFLOWS:

Laju_pertumbuhan_mangrove = IF TIME>= 0.6 THEN

Jumlah_bibit_mangrove+PULSE((Jumlah_bibit_mangrove*Fraksi_pertumbuhan)

,

Perkembangbiakan_mangrove,1)/Submodel__Luas_Pulau_Lumpur.Area_mangro

ve ELSE 0

OUTFLOWS:

Laju_kematian_mangrove = Jumlah_mangrove_muda*Fraksi_kematian

Laju_pendewasaan_mangrove = DELAY((Jumlah_mangrove_muda*(1-

Fraksi_kematian)),0.5)

Produksi_wanamina(t) = Produksi_wanamina(t - dt) +

(Laju_pemanenan__wanamina) * dt

INIT Produksi_wanamina = 0

INFLOWS:

Laju_pemanenan__wanamina = ROUND(IF Stok_ikan >=Demand_ikan THEN

Demand_ikan ELSE Stok_ikan)

Stok_ikan(t) = Stok_ikan(t - dt) + (Laju_pertumbuhan_ikan -

Laju_kematian_ikan) * dt

Page 136: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

127

INIT Stok_ikan = 0

INFLOWS:

Laju_pertumbuhan_ikan =

ROUND(Stok_ikan*Submodel__Luas_Pulau_Lumpur.Daya_dukung_lingkungan

*0.842)+(Jumlah_benih_ikan*Fraksi_pertumbuhan_ikan)

OUTFLOWS:

Laju_kematian_ikan = Stok_ikan*Fraksi_kematian_ikan

Biaya_operasi = 12*1000000

Demand_ikan = NORMAL(1825000,225000)

Fraksi_kematian = 0.05

Fraksi_kematian_ikan = 0.3

Fraksi_pertumbuhan = 0.25

Fraksi_pertumbuhan_ikan = NORMAL(0.2, 0.1)

Harga_ikan = MEAN(35000,30000)

Jumlah_benih_ikan = 5000

Jumlah_bibit_mangrove = 15000

Kerapatan_mangrove = 1

Konversi_biomassa = MEAN(1.5,2)

Luas_hutan_mangrove = Jumlah_mangrove_dewasa*Kerapatan_mangrove

Pendapatan_bruto_perikanan = Volume_produksi_wanamina*Harga_ikan

Pendapatan_netto_perikanan = IF(Pendapatan_bruto_perikanan-Biaya_operasi) <

0 THEN 0 ELSE (Pendapatan_bruto_perikanan-Biaya_operasi)

Perkembangbiakan_mangrove =

PULSE(Jumlah_mangrove_dewasa*Rasio_perkembangbiakan,1,1)

Rasio_perkembangbiakan = 0.5

Survival_rate = 0.98

Volume_produksi_wanamina = IF TIME >2014 THEN

Produksi_wanamina*Konversi_biomassa ELSE 0

Page 137: SKENARIO KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ...repository.its.ac.id/71054/1/2511100003-Undergraduate...dinamakan Pulau Lumpur. Untuk memanfaatkan Pulau Lumpur, upaya yang terus dilakukan

129

BIODATA PENULIS

Penulis bernama lengkap Ferry Arieska,

dilahirkan di Mojokerto, 1 Desember 1992. Penulis

merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara dari

pasangan Suriadi (Alm.) dan Rukani. Penulis

pernah mengenyam pendidikan di SDN

Sumbergirang II (1999-2005), SMPN 1 Puri (2005-

2008), SMAN 1 Sooko (2008-2011), dan Teknik

Industri ITS (2011-2015).

Selama masa perkuliahan, penulis aktif

menjadi pengurus organisasi baik di tingkat fakultas maupun tingkat institut.

Penulis pernah tercatat aktif sebagai staff Magang Kementrian Kesejahteraan

Mahasiswa BEM ITS periode 2011-2012, staff Departemen Pengembangan

Sumberdaya Mahasiswa BEM FTI periode 2012-2013, staff Kementrian

Kesejahteraan Mahasiswa BEM ITS periode 2012-2013, dan Asisten Sekretaris

Kementrian Kesejahteraan Mahasiswa BEM ITS periode 2013-2014.

Penulis juga aktif mengkuti beberapa kepanitiaan kegiatan BEM FTI ITS

maupun BEM ITS. Selaian itu juga menjadi peseta pada beberapa pelatihan,

seperti SISTEM 2011, LKMM TD Kabisat 2012, dan LOT 1 BEM FTI ITS.

Peengalaman lain, penulis pernah melalukan kerja praktek di PTPN X khususnya

di PG Gempolkrep Mojokerto dan ditempatkan di bagian depatemen produksi dan

instalasi. Penulis dapat dihubungi via email [email protected].