Skenario E(1)

57
Skenario Tuan Amir, umur 32 tahun dibawa keluarganya ke rumah sakit karena sudah 8 hari ini demam terus menerus disertai nyeri ulu hati, mual dan lidah terasa pahit. Sejak 5 hari yang lalu tidak buang air besar. Pada pemeriksaan fisik dijumpai: kesadaran deliruium, temperatur 39 o C, nadi 136 x / menit, tensi 80/60 mmHg, RR 28 x/menit, lidah kotor, nyeri tekan pada epigastrium. Dua hari sebelumnya berobat ke dokter umum, mendapat tablet ciprofloksasin 2 x 500 mg dan parasetamol 3 x 500 mg, namun masih juga belum turun demamnya. Hasil laboratorium: Hb: 12 mg/dl, leukosit 13.000/mm 3 , LED 12 mm/jam, hematokrit 36 mg%, trombosit 210.0000/mm 3 , Diff count:0/0/0/75/23/2. Kondisi apa yang dialami tuan Amir dan apa kemungkinan penyakit yang menyebabkannya? I. Klarifikasi Istilah a. Demam : peningkatan suhu tubuh di atas normal b. Nyeri ulu hati : nyeri pada bagian epigastrium c. Mual : sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada epigastrium dan abdomen, dengan kecenderungan untuk muntah d. Delirium : gangguan mental yang berlangsung singkat biasanya mencerminkan 1

Transcript of Skenario E(1)

Page 1: Skenario E(1)

Skenario

Tuan Amir, umur 32 tahun dibawa keluarganya ke rumah sakit karena sudah 8 hari ini

demam terus menerus disertai nyeri ulu hati, mual dan lidah terasa pahit. Sejak 5 hari yang

lalu tidak buang air besar.

Pada pemeriksaan fisik dijumpai: kesadaran deliruium, temperatur 39o C, nadi 136 x /

menit, tensi 80/60 mmHg, RR 28 x/menit, lidah kotor, nyeri tekan pada epigastrium. Dua hari

sebelumnya berobat ke dokter umum, mendapat tablet ciprofloksasin 2 x 500 mg dan

parasetamol 3 x 500 mg, namun masih juga belum turun demamnya.

Hasil laboratorium: Hb: 12 mg/dl, leukosit 13.000/mm3, LED 12 mm/jam, hematokrit 36

mg%, trombosit 210.0000/mm3, Diff count:0/0/0/75/23/2.

Kondisi apa yang dialami tuan Amir dan apa kemungkinan penyakit yang

menyebabkannya?

I. Klarifikasi Istilah

a. Demam : peningkatan suhu tubuh di atas normal

b. Nyeri ulu hati : nyeri pada bagian epigastrium

c. Mual : sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada epigastrium

dan abdomen, dengan kecenderungan untuk muntah

d. Delirium : gangguan mental yang berlangsung singkat biasanya mencerminkan

keadaan toksik, yang ditandai oleh ilusi, halusinasi, delusi, kegirangan,

kurang istirahat, dan inkoheren.

e. Lidah kotor : adanya bercak/selaput abnormal di lidah

f. Epigastrium : daerah perut bagian tengah dan atas yang terletak di antara angulus

sterni.

g. Siprofloksasin

h. Parasetamol

II. Identifikasi Masalah

a. Tn Amir (32 th) sudah 8 hari demam terus menerus disertai nyeri ulu hati, mual,

lidah terasa pahit dan tidak BAB selama 5 hari.

1

Page 2: Skenario E(1)

b. Pemeriksaan fisik :

- Kesadaran : delirium

- Temperatur : 39oC

- Nadi : 136x/menit

- Tekanan darah : 80/60 mmHg

- RR : 28x/menit

- Lidah kotor

- Nyeri tekan pada epigastrium

c. Dua hari sebelumnya, Tn Amir diberi obat siprofloksasin 2x500 mg dan parasetamol

3x500 mg oleh dokter umum, namun demam tidak turun.

d. Hasil lab :

- Hb : 12 mg/dl

- Leukosit : 13.000 /mm3

- LED : 12 mm/jam

- Hematokrit : 36 mg%

- Trombosit : 210.000/mm3

- Diff count : 0/0/0/75/23/2

- Tes Widal : titer 0 = 1/320, titer H = 1/640

III. Analisis Masalah

a. Tn Amir (32 th) sudah 8 hari demam terus menerus disertai nyeri ulu hati, mual, lidah

terasa pahit dan tidak BAB selama 5 hari.

1. Bagaimana etiologi dan patofisiologi demam?

Etiologi

Gangguan otak atau akibat zat yang menimbulkan demam (pirogen) yang

menyebabkan perubahan “set point”. Zat pirogen ini bisa berupa protein, pecahan

protein, dan zat lain (terutama kompleks lipopolisakarida atau pirogen hasil dari

degenerasi jaringan tubuh yang menyebabkan demam selama keadaan sakit).

Pirogen eksogen merupakan bagian dari patogen, terutama kompleks

lipopolisakarida (endotoksin) bakteri gram (-) yang dilepas bakteri toksik yang

mempengaruhi pusat pengaturan suhu.

2

Page 3: Skenario E(1)

Patofisiologi

Ketika tubuh bereaksi adanya pirogen atau patogen. Pirogen akan diopsonisasi

(harfiah=siap  dimakan) komplemen dan difagosit leukosit darah, limfosit,

makrofag (sel kupffer di hati). Proses ini melepaskan sitokin, diantaranya pirogen

endogen interleukin-1α (IL-1α), IL-1β, 6, 8, dan 11, interferon α2 dan γ, Tumor

nekrosis factor TNFα (kahektin) dan TNFβ (limfotoksin), macrophage

inflammatory protein MIP1. Sitokin ini diduga mencapai organ sirkumventrikular

otak yang tidak memiliki sawar darah otak. Sehingga terjadi demam pada organ

ini atau yang berdekatan dengan area preoptik dan organ vaskulosa lamina

terminalis (OVLT) (daerah hipotalamus) melalui pembentukan prostaglandin

PGE.

Ketika demam meningkat (karena nilai sebenarnya menyimpang dari set level

yang tiba-tiba meningkat), pengeluaran panas akan dikurangi melalui kulit

sehingga kulit menjadi dingin (perasaan dingin), produksi panas juga meningkat

karena menggigil (tremor). Keadaan ini berlangsung terus sampai nilai

sebenarnya mendekati set level normal (suhu normal). Bila demam turun, aliran

darah ke kulit meningkat sehingga orang tersebut akan merasa kepanasan dan

mengeluarkan keringat yang banyak.

Pada mekanisme tubuh alamiah, demam bermanfaat sebagai proses imun. Pada

proses ini, terjadi pelepasan IL-1 yang akan mengaktifkan sel T. Suhu tinggi

(demam) juga berfungsi meningkatkan keaktifan sel T dan B terhadap organisme

patogen. Konsentrasi logam dasar di plasma (seng, tembaga, besi) yang

diperlukan untuk pertumbuhan bakteri dikurangi. Selanjutnya, sel yang rusak

karena virus, juga dimusnahkan sehinga replikasi virus dihambat. Namun

konsekuensi demam secara umum timbul segera setelah pembangkitan demam

(peningkatan suhu). Perubahan anatomis kulit dan metabolisme menimbulkan

konsekuensi berupa gangguan keseimbangan cairan tubuh, peningkatan

metabolisme, juga peningkatan kadar sisa metabolism, peningkatan frekuensi

denyut jantung (8-12 menit ¹/˚C) dan metabolisme energi. Hal ini menimbulkan

rasa lemah, nyeri sendi dan sakit kepala, peningkatan gelombang tidur yang

lambat (berperan dalam perbaikan fungsi otak), pada keadaan tertentu demam

menimbulkan gangguan kesadaran dan persepsi (delirium karena demam) serta

kejang.

3

Page 4: Skenario E(1)

2. Mengapa demamnya berlangsung selama 8 hari dan apa tipe demam yang dialami

Tn Amir?

Karena tuan amir megalami infeksi tifoid oleh salmonella typhi yg masa

inkubasinya 7-14hari. Pada kasus typoid ini mulai mengalami simptomatiknya

(salah satunya demam) pada saat terjadinya bakterimia 2. Demam yang terjadi

pada Tn Amir diakibatkan dirinya menderita demam tifoid yang demamnya

timbul lebih dari 7 hari. Tipe demam yg ddialaminya antara demam remiten

(karena terkena tifoid) atau demam continous (yang mungkin terjadi karena ia

mengalami sepsis) karena yg tercantum dari scenario merupakan demam yg

bermakna ganda.

3. Bagaimana etiologi dan patofisiologi nyeri ulu hati?

Dari hasil pemeriksaan fisik, diketahui bahwa terjadi pembesaran hati dan limpa.

Limfa berada di bagian kiri atas abdomen di antara gaster dan diapraghma, yang

terletak sepanjang sumbu panjang costa X sinistra. Sedangkan hepar, berada pada

bagian atas cavitas abdominalis. Di bagian cavitas abdominis dan cavitas pelvis,

ada membrana serosa tipis yang melapisi dinding tersebut yang disebut

peritoneum. Persarafan yang terdapat pada peritoneum ada dua, yaitu peritoneum

parietale dan peritoneum viscerale. Peritoneum parietale peka terhadap rasa nyeri,

suhu, raba dan tekan. Sedangkan bagian peritoneum viscerale, hanya peka

terhadap regangan dan robekan, dan tidak peka terhadap rasa raba, tekan atau

suhu. Ini dipersarafi oleh saraf aferen otonom yang menyarafi visera atau yang

berjalan melalui mesentrium. Peregangan yang berlebihan dan organ berongga

(dalam hal ini adalah pembesaran hati dan limpa) menimbulkan rasa nyeri yang

dirasakan pada epigastrium.

4. Bagaimana etiologi dan patofisiologi mual?

Dilhat dari gejala yang dialami Tn Amir, kemungkinan dirinya terinfeksi

Salmonella sp. Salmonella yang masuk ke dalam lambung menyebabkan

peningkatan asam lambung. Peningkatan asam lambung ini menyebabkan

timbulnya rasa mual. Hati dan spleen yang membesar juga dapat mengakibatkan

terjadinya mual akibat penekanan yang terjadi pada lambung.

4

Page 5: Skenario E(1)

5. Bagaimana etiologi dan patofisiologi lidah pahit?

Sensasi pahit di lidah biasanya tidak hadir sendirian. Gejala tersebut selalu hadir

menyertai kondisi lain yakni mulut kering dan napas tidak sedap. makanan perlu

dilarutkan dengan liur agar bisa dirasakan oleh lidah. Karena itu jika mulut

sedang kering, kemampuan lidah untuk mengecap rasa juga akan berkurang.

Mulut kering umumnya disebabkan oleh berkurangnya produksi air liur karena

berbagai hal. Liur sedikit artinya oksigen juga berkurang, sehingga memicu

pertumbuhan bakteri anaerob.Bakteri-bakteri tersebut memproduksi gas sulfur

dalam jumlah besar dan menyebabkan bau mulut yang tidak sedap. Bakteri itu

sendiri juga bisa menyebabkan sensasi pahit di lidah.

Faktor-faktor lain yang menyebabkan lidah pahit antara lain:

- Obat-obatan (anti-tiroid, sediaan seng, antibiotik, obat-obat syaraf, dll)

- Radiasi dan obat-obat kemoterapi

- Penuaan (fungsi pengecapan dan penciuman menurun)

- Kondisi medis (Bell's Palsy, Parkinson, Diabetes, GERD, dll)

- Cedera pada mulut, hidung atau kepala

- Kebersihan mulut yang tidak terjaga

- Infeksi jamur pada lidah atau area mulut

- Kanker di kepala atau leher

6. Bagaimana etiologi dan patofisiologi tidak BAB selama 5 hari?

Infeksi S.typii akan mengakibatkan terjadinya ulcers pada usus besar yang

mengakibatkan terjadinya penyumbatan pada usus tersebut. Sehingga terjadi

konstipasi.

5

Infeksi s. typii

Mempengaruhi kerja gastrointestinal (colon)

Penyerapan air >>

Tinja kering dan keras

Kesulitan untuk defekasi

konstipasi

Tinja statis di colon

Page 6: Skenario E(1)

7. Bagaimana hubungan antar gejala?

Suhu tubuh yang tinggi mengakibatkan terjadinya peningkatan penguapan

cairan tubuh sehingga terjadi kekurangan cairan yang mengakibatkan

produksi saliva menurun. Produksi saliva yang menurun ini mengakibatkan

terjadinya gangguan pengecapan sehingga lidah terasa pahit. Selain itu

lidah yang terasa pahit ini disebabkan oleh meningkatnya toksin yang

dikelurakan oleh bakteri yang ada di mulut akibat saliva yang berkurang.

Rasa mual dan nyeri ulu hati dapat disebabkan oleh hepatosplenomegaly

akibat infeksi S. thypii.

b. Pemeriksaan fisik :

1. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik? Mengapa?

- Delirium

Menunjukan bahwa adanya penurunan kesadaran pada tuan Amir yang

disertai dengan adanya kekacauan motorik, misalnya: gaduh, gelisah,

kacau, disorietasi, dan meronta-ronta

Penurunan tingkat kesadaran ini terjadi karena kurangnya suplai darah ke

otak sehingga otak kekurangan oksigen dan glukosa.Kurangnya suplai

darah ini diakibatkan oleh adanya gangguan vaskularisasi Karena adanya

kerusakan endotel oleh endotoksin.Selain itu Endiotoksin juga akan

mengaktivkan komplemen, kemudian komplemen akan mengeluarkan

anaphylatoksin yang akan merangasan sel mast dan basofil untuk

mengeluarkan histamine yang dapat meningkatkan permeabilitas kapiler

dan menyebabkan kegagalan perfusi jaringan.

- RR: 28X/menit

Nilai normal RR adalah 16-20X/menit

RR tuan amir tidak normal ( terjadi peningakatan RR/takipneu)

Hal ini disebabkan oleh adanya kegagalan perfusi jaringan yang

menyebabkan kebutuhan tubuh akan oksigen tidak terpenuhi,jadi sebagai

kompensasinya tubuh mencoba untuk meningkatkan frekuensi nafas dengan

tujuan dapat memperoleh oksigen yang lebih banyak untuk mencukupi

kebutuhan oksigen dalam tubuh.

6

Page 7: Skenario E(1)

- Temperatur: 39oC

Nilai normal temperatur tubuh adalah 36,5-37,2oC

Temperatur tubuh Tn.Amir tidak normal, terjadi peningkatan suhu diatas

normal( fibris) ini memnujukan ada bahwa tn.Amin sedang mengalami

demam

Peningkatan suhu/demam ini terjadi sebagai respons tubuh terhadap

endotoksin yang dikueluarkan oleh Samonella thypi.

- Tekanan darah: 80/60 mmHg

Nilai normal tekanan darah adalah 120/80 mmhg

Tekanan darah tuan amir tidak normal, tejadi penurunan tekanan darah

dibawah normal( Hipotensi)

Hipotensi terjadi karena adanya pengaruh berbagai mediator inflamasi

contohnya TNF,TNF dalam dapat mennyebabkan disfungsi moikard

dengan mencegah kontaktilitas miokard dan tonus otot polos vaskular

sehingga menurunkan tekanan Darah.

- Nadi: 136 x/menit

Nilai normal adalah 60-100 x/menit

Nadi tuan amir tidak normal,terjadi peningakatan nadi diatas normal

(Takikardi)

Peningkatan ini terjadi akibat pengaruh dari mediator-mediator inflamasi

contohnya histamin,histamin dapat meningkatkan kontraksi otot polos yang

menyebabkan peningkatan nadi. Selain itu peningkatan nadi juga terjadi

akibat tekanan darah yang menurun.

- Lidah kotor

Lidah kotor yang khas untuk pasien typoid yaitu ditutupi selaput kecoklatan

kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor.

Selaput lidah normalnya ada selaput tipis agak keputihan, karena dalam

kasus selaput lidahnya coklat kotor dapat dicurigai adanya patogen

dilambungnya karena selaput lidah menunjukan keadaan organ tubuh

terutama lambung.

Ujung dan Tepi merah.Warna merah menandakan adanya panas. Jika warna

merah hanya pada ujung lidah, menandakan ada panas pada jantung. Jika

7

Page 8: Skenario E(1)

warna merah hanya pada sisi lidah, menunjukkan adanya panas pada hati

atau kandung empedu.

- Nyeri Epigastrium

Menunjukan adanya pembekakan atau perdarahan pada organ atau jaringa

tubuh yang berada dibagian epigastrium dalam kasus ini adanya

Hepatospllenmegaly.

2. Adakah hubungan gejala dengan hasil pemeriksaan fisik? Jelaskan!

Demam (temperatur 39oC) dan delirium IL-1 dikeluarkan akibat infeksi

Salmonella typhii. IL-1 ini dapat mengganggu tingkat kesadaran seseorang. Pada

kasus ini, Tn Amir mengalami delirium.

Lidah pahit dan kotor lidah pahit dan kotor terjadi akibat adanya bakteri

Salmonella di dalam mulut. Salmonella tersebut akan menyebabkan pengecapan

terganggu dan mengeluarkan toksik yang terasa pahit.

Nyeri tekan pada epigastrium nyeri pada epigastrium yg dirasakan Tn Amir

dikarenakan terjadinya pembesaran hati dan limfa.

c. Dua hari sebelumnya, Tn Amir diberi obat siprofloksasin 2x500 mg dan parasetamol

3x500 mg oleh dokter umum, namun demam tidak turun.

1. Jelaskan kandungan, indikasi, kontra, dosis, cara kerja, efek samping, dll dari

siprofloksasin? Sintesis

2. Jelaskan kandungan, indikasi, kontra indikasi, dosis, cara kerja, efek samping, dll

dari parasetamol? Sintesis

3. Mengapa panasnya tidak turun walaupun telah di beri obat?

Ada beberapa kemungkinan:

- Resisten

Bisa jadi,salmonella typhi nya sudah resisten terhadap siprofloksasin,

sehinggga pemakaian obat ini tidak ampuh lagi.

- Pemakaiannya kurang lama.

Pada tifoid, apabila diberi siprofloksasin dosis yang seharusnya diberikan

sebesar 2x500 mg selama 6 hari. Sedangkan pada kasus ini Tn. amir baru

8

Page 9: Skenario E(1)

menggunakannya 2 hari. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan manfaat

dari obat tersebut belum terlihat akibat penggunaanya yang baru 2 hari.

- Tn.amir telah menderita sepsis

Siprofloksasin dan parasetamol berfungsi untuk menurunkan panas dan

membunuh Salmonella typhii. Namun pada kasus ini, demam yang dialami Tn

Amir belum turun setelah pemberian siprofloksasin dan parasetamol. Hal ini

kemungkinana dikarenakan Tn Amir telah mengalami sepsis sehingga kedua

obat ini kurang ampuh. Obat tersebut seharusnya dikombinasikan dengan obat

lainnya agar dapat menangani sepsis.

d. Hasil lab :

1. Bagaimana interpretasi hasil lab? Mengapa?

- Hb : 12 mg/dl (normalnya 12-16) normal

- Leukosit : 13.000 /mm3 (normalnya 4500-11000) tinggi karena terdapat

infeksi salmoneela typii sehingga jumlah leukosit diperbanyak untuk melawan

bakteri

- LED : 12 mm/jam (normalnya kurang dari 25) normal

- Hematokrit : 36 mg% (normalnya 39,0-45 untuk perempuan 40-48 untuk

laki”) rendah disebabkan oleh adanya infeksi salmonella typii, untuk

menyeimbangan jumlah sel darah putih dalam darah maka jumlah sel darah

merah jumlah pembentukannya dikurangi

- Trombosit : 210.000/mm3 (normalnya 150.000-350.000) normal

- Diff count : 0/0/0/75/23/2 (normalnya 0-1/1-3/3-5/50-70/25-35/4-6) tinggi

untuk netrofil segmen, netrofil banyak dibentuk untuk melawan bakteri.

2. Adakah hubungan gejala dengan hasil lab? Jelaskan!

Hubungan antara gejala dan hasil lab disini tampak pada gejala demam,

leukositosis dan hasil differential count. Pada saat demam, kecenderungan sistem

imun tubuh untuk merangsang produksi leukosit, sehingga memungkinkan

terjadinya leukositosis. Sedangkan pada hasil differential count, semua

perhitungan normal, kecuali pada neutrofil segmen. Peningkatan differential count

ke arah kiri menandakan terjadinya penyakit yang akut. Pada gejala Tn.Amir ini,

demam baru timbul selama delapan hari, sehingga belum dapat dikatakan kronik

9

Page 10: Skenario E(1)

(lebih dari empat belas hari) yang akan menunjukkan pergeseran differential count

ke arah kanan.

3. Berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik dan lab, kondisi apa yang di

derita Tn Amir?

Tn Amir mengalami sepsis karena telah timbul gejala demam > 38oC, takipneu,

takikardi, leukosit > 12.000/mm3, hipotensi dan menderita demam tifoid.

4. Apa saja DD penyakit yang diderita Tn Amir?

Stadium dini:

- Influenza

- Gastroenteritis

- Bronkitis

- Bronkopneumonia

Stadium lanjut (demam tifoid berat):

- Demam paratifoid

- Malaria

- TBC (Tuberkulosis) milier

- Meningitis

- Endokarditis bakterial

- Sepsis

- Leukemia

- Limfoma

- Penyakit Hodgkin

- Infeksi Rickettsia (penyebab Q fever)

5. Apa saja etiologi penyakit yang diderita Tn Amir?

Shock sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%

(pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus). Infeksi bakteri

gram positif 20-40% (stafilokokus aureus, stretokokus, pneumokokus), infeksi

jamur dan virus 2-3% (dengu ehemorrhagic fever, herpes viruses), protozoa

(malaria falciparum).

10

Page 11: Skenario E(1)

Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan adalah pseudomonas, disusul oleh

stapilokokus dan pneumokokus. Shock sepsis yang terjadi karena infeksi gram

negatif adalah 40% dari kasus, sedangkan gram positif adalah 5-15% dari kasus

(Root, 1991).

6. Apa saja epidemiologi penyakit yang diderita Tn Amir?

Respon sepsis merupakan faktor yang berkontribusi pada lebih dari 200.000

kematian per tahun di US. Insidensi dari severe sepsis dan syok sepsis meningkat

selama 20 th terakhir dan angka pertahunnya lebih dari 700.000 (3 per 1000

populasi). Peningkatan angka kejadian severe sepsis di US dapat berasal dari

proses penuaan populasi, peningkatan pasien usia lanjut dengan penyakit kronik,

dan frekuensi yang relatif tinggi sepsis yang berkembang pada penderita AIDS.

Infeksi bakteri invansif adalah hal yang penting dalam penyebab kematian di

seluruh dunia terutama anak – anak. Di sub-Saharan Africa, sebagai contoh,

dengan screening yang hati – hati untuk blood culture yang positif ditemukan

bahwa community-acquired bacteremia diperkirakan pada setidaknya seperempat

kematian anak diatas usia satu tahun. Nontyphoidal salmonella species,

streptococcis pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Escherichia coli yang

paling banyak ditemui pada pengisolasian bakteri tersebut.

7. Bagaimana patogenesis penyakit yang diderita Tn Amir? sintesis

8. Apa saja manifestasi klinis penyakit yang diderita Tn Amir?

Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya di dahului oleh tanda-tanda

sepsis nonspesifik meliputi demam, mengigil dan gejala konstitutif seperti lelah,

malaise, gelisah atau kebingungan(delirium). Gejala tersebut tidak khusus untuk

infeksi dan dapat di jumpai pada banyak macam kondisi inflamasi non-infeksisus.

Tempat infeksi yang paling sering : paru, traktur digestifus, traktus urinaris,

jaringan lunak dan saraf pusat. Sumber infeksi merupakan determinan penting

untuk terjadinya berat tidaknya gejala-gejala sepsis. Gejala sepsis tersebut akan

menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal

organ utama, dan pasien dengan granulosiopenia.

11

Page 12: Skenario E(1)

9. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit yang diderita Tn Amir? sintesis

10. Bagaimana pemeriksaan penunjang penyakit yang diderita Tn Amir?

Dalam diagnosis sepsis ini biasanya dilakukan 2 pemeriksaan yaitu dengan

procalcitonin dan pemeriksaan C-reaktif protein.

11. Bagaimana tatalaksana penyakit yang diderita Tn Amir? sintesis

12. Apa saja komplikasi penyakit yang diderita Tn Amir?

Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain: cardiopulmonary complications,

renal complications, coagulopathy yaitu munculnya thrombocytopenia, dan

neurologic complications.

13. Bagaimana prognosis penyakit yang diderita Tn Amir? Sintesis

IV. Hipotesis

Tn Amir, 32 th, mengalami sepsis karena menderita demam tifoid toksik.

V. Kerangka Konsep

12

Tn Amir (32 th)

Lidah pahit dan kotor

Epigastrium nyeri

Mual

Demam Tifoid

Infeksi Salmonella sp

SIRS

Sepsis

Leukositosis

Takipneu

Takikardi

Hipotensi

Page 13: Skenario E(1)

VI. Learning Issue

Pokok BahasanWhat I

Know

What I don`t

Know

What I have to

prove

How I will

Learn

a. Demam Tifoid Definisi Etiologi,

epidemiologi,

Tn Amir

menderita demam

tifoid

Text book

dan jurnal

b. Siprofloksasin Definisi Indikasi, dosis,

kontra

indikasi,

perhatian, efek

samping, over

dosis, interaksi

obat, dll

Alasan

siprofloksasin

tidak dapat

menurunkan

panas pada Tn

Amir.

c. Parasetamol Definisi Indikasi, dosis,

kontra

indikasi,

perhatian, efek

samping, over

dosis, interaksi

obat, dll

Alasan

parasetamol tidak

dapat

menurunkan

panas pada Tn

Amir.

d. Sepsis Definisi Patofisiologi Tn Amir

mengalami sepsis

VII. Sintesis

a. Tifoid fever

Epidemiologi

Demam tifoid merupakan penyakit endermik di Indonesia. Penyakit ini termasuk

penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang

wabah. Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekwensi kejadian demam tifoid di

Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan

13

Page 14: Skenario E(1)

frekwensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di

Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah

penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus. Insidens demam

tifoid bervariasi di tiap daerah dan terkait dengan sanitasi lingkungan; di rural (Jawa

Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760-

810 per 100.000 penduduk. Kemudian Case Fatality Rate (CFR) demam tifoid pada

tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh kematian di Indonesia. Tetapi dari hasil Survei

Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT DEPKES RI) tahun

1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi.

Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia,

Afrika, Amerika Latin Karibia dan Oceania, termasuk Indonesia. Penyakit ini

tergolong penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan

dan minuman yang terkontaminasi. Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut

data pada tahun 3002 sekitar 16 juta per tahun, 600.000 di antaranya menyebabkan

kematian. Di Indonesia prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19

tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Ada dua sumber penularan S.typhi :

pasien yang menderita demam tifoid dan yang lebih sering dari carrier yaitu orang

yang telah sembuh dari demam tifoid namun masih mengeksresikan S. typhi dalam

tinja selama lebih dari satu tahun.

Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram negatif,

berflagel, dan tidak berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O

(somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam

serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen

tersebut.

Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif anaerob. Kuman ini mati pada

suhu 56ºC dan pada keadaan kering. Di dalam air dapat bertahan hidup selama 4

minggu dan hidup subur pada medium yang mengandung garam empedu.

Patogenesis

Masuknya kuman S. Thypii dan S.Parathypii kedalam tubuh manusia terjadi melalui

makanan yang terkontaminasi dengan kuman. Sebagian kuman di musnahkan di

14

Page 15: Skenario E(1)

dalam lambung, sebagian lolos masuk kedalam usus dan selanjutnya berkembangbiak.

Bila respon imunitas humurol mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan

menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propia ( jaringan

penyokong yang melapisi membrane mukosa). Di dalam lamina propia kuman

berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman

dapat hidup dan berkembangbiak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawah ke

plague peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.

Selanjutnya melalui duktus(saluran) torasikus kuman yang terdapat didalam makrofag

ini masuk kedalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang

asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati

dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian

berkembangbiak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk kedalam

sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai

tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.

Di dalam hati, kuman masuk kedalam kandung empedu, berkembang biak dan

bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam lumen usus.

Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam

sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung

makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat fagositosis kuman

Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator infalamasi yang selanjutnya akan

menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit

kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi.

Didalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan

( S.Thypii intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat hyperplasia

jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi

pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan

hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis

jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat

mengakibatkan perforasi.

Endotoksin dapat menempel direseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya

komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan

gangguan organ lainnya.

15

Page 16: Skenario E(1)

Patofisiologi

HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya

Salmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk bersama-sama

cairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap

mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan

menurun pada waktu terjadi pengosongan lamung, sehingga Salmonella spp dapat

masuk ke dalam usus penderita dengan lebih senang. Salmonella spp seterusnya

memasuki folikel-folikel limfe yang terdapat di dalam lapisan mukosa atau

submukosa usus, bereplikasi dengan cepat untuk menghasilkan lebih banyak

Salmonella spp. Setelah itu, Salmonella spp memasuki saluran limfe dan akhirnya

mencapai aliran darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia pada penderita.

Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding kandung empedu atau

secara tidak langsung melalui kapiler-kapiler hati dan kanalikuli empedu, maka

bakteria dapat mencapai empedu yang larut disana. Melalui empedu yang infektif

terjadilah invasi kedalam usus untuk kedua kalinya yang lebih berat daripada invasi

tahap pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi yang luas pada jaringan limfe

usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas. Demam tifoid merupakan salah

satu bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan toksemia yang dalam.

Berbagai macam organ mengalami kelainan, contohnya sistem hematopoietik yang

membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus kecil, kelenjar limfe abdomen,

limpa dan sumsum tulang. Kelainan utama terjadi pada usus kecil, hanya kadang-

kadang pada kolon bagian atas, maka Salmonella paratyphi B dapat menimbulkan lesi

pada seluruh bagian kolon dan lambung.

Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosis superfisial yang

disebabkan oleh toksin bakteri atau yang lebih utama disebabkan oleh pembuntuan

pembuluh-pembuluh darah kecil oleh hiperplasia sel limfoid (disebut sel tifoid).

Mukosa yang nekrotik kemudian membentuk kerak, yang dalam minggu ketiga akan

lepas sehingga terbentuk ulkus yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan

sumbu panjang ulkus sejajar dengan sumbu usus. Pada umumnya ulkus tidak dalam

meskipun tidak jarang jika submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding

otot dari usus bahkan dapat mencapai membran serosa.

Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk ulkus, maka

perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus. Kedua komplikasi

16

Page 17: Skenario E(1)

tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan penyebab yang paling sering

menimbulkan kematian pada penderita demam tifoid.

Meskipun demikian, beratnya penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai dengan

beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat akan menimbulkan demam tifoid yang berat

sedangkan terjadinya perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi

ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa

telah terjadi ulserasi yang berat. Pada serangan demam tifoid yang ringan dapat terjadi

baik perdarahan maupun perforasi.

Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap mengandung

kuman Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka penderita merupakan

urinary karier penyakit tersebut.

Akibatnya terjadi miokarditis toksik, otot jantung membesar dan melunak. Anak-anak

dapat mengalami perikarditis tetapi jarang terjadi endokaritis. Tromboflebitis,

periostitis dan nekrosis tulang dan juga bronkhitis serta meningitis kadang-kadang

dapat terjadi pada demam tifoid.

Manifestasi Klinis

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang

timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga

gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu

pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan

penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,

anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk, dan

epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. sifat

demam adalah meningkat perlahan-lahan dna terutama pada sore hingga malam hari.

Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia

relatif (bradikardia relatif adalah peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan

denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung

merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental

berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. Roseolae jarang ditemukan

pada orang Indonesia.

Diagnosis

17

Page 18: Skenario E(1)

Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menguji sampel najis atau darah bagi

mengesan kehadiran bakteri Salmonella spp dalam darah penderita, dengan

membiakkan darah pada hari 14 yang pertama dari penyakit.

Selain itu tes widal (O dah H agglutinin) mulai posotif pada hari kesepuluh dan titer

akan semakin meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal selang

2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari titer agglutinin (diatas 1:200)

menunjukkkan diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid.

Namun, penggunaan tes Widal dalam membantu diagnosis demam tifoid masih

kontroversial dan tidak dianjurkan. Hal ini dikarenakan tes Widal kurang sensitif dan

kurang spesifik untuk diganosis, ditambah lagi hasilnya bervariasi antar daerah yang

satu dengan daerah yang lain. Tes ini sebenarnya untuk mendeteksi antibodi terhadap

antigen O dan H dari S typhi. Masalahnya, tidak hanya S typhi yang memiliki antigen

O dan H ini, tetapi Salmonella serotype lain juga. Selain itu antigen O dan H pada S

typhi juga bereaksi silang dengan antigen Enterobacteriaceae. Pasien dengan demam

tifoid juga tidak selalu menimbulkan kadar antibodi yang dapat terdeteksi ataupun

menunjukkan kenaikan titer antibodi. Jika diagnosa demam tifoid ditegakkan hanya

berdasarkan tes Widal ini, maka tidak jarang terjadi overdiagnosis.

Pemeriksaan penunjang lain masih dikembangkan untuk membantu mendiagnosis

demam tifoid. Sekarang sdh ada pemeriksaaan demam Typoid yg spesifik dan sensitif

dengan menggunakan Metode terbaru yaitu TUBEX TF memang lebih unggul

dibandingkan tes Widal, akan tetapi biayanya mencapai 4 kali biaya tes Widal.

Biakan tinja dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada minggu

ketiga dan keempat dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya Salmonella.

Gambaran darah juga dapat membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat lekopeni

polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari demam,

maka arah demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi lekositosis

polimorfonuklear, maka berarti terdapat infeksi sekunder bakteri di dalam lesi usus.

Peningkatan yang cepat dari lekositosis polimorfonuklear ini mengharuskan kita

waspada akan terjadinya perforasi dari usus penderita. Tidak selalu mudah

mendiagnosis karena gejala yang ditimbulkan oleh penyakit itu tidak selalu khas

seperti di atas. Bisa ditemukan gejala- gejala yang tidak khas. Ada orang yang setelah

terpapar dengan kuman S typhi, hanya mengalami demam sedikit kemudian sembuh

tanpa diberi obat. Hal itu bisa terjadi karena tidak semua penderita yang secara tidak

18

Page 19: Skenario E(1)

sengaja menelan kuman ini langsung menjadi sakit. Tergantung banyaknya jumlah

kuman dan tingkat kekebalan seseorang dan daya tahannya, termasuk apakah sudah

imun atau kebal. Bila jumlah kuman hanya sedikit yang masuk ke saluran cerna, bisa

saja langsung dimatikan oleh sistem pelindung tubuh manusia. Namun demikian,

penyakit ini tidak bisa dianggap enteng, misalnya nanti juga sembuh sendiri.

Tapi untuk menentukan dengan cepat sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah.

Tata laksana

- Istirahat dan Perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat

penyembuhan

Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum,

mandi, buang air kecil, dan BAB akan membantu dan mempercepat proses

penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali di jaga kebersihan tempat tidur,

pakaian dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk

mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap

perlu diperhatikan dan dijaga.

- Diet dan terapi penunjang (simptomatik dan supportive), dengan tujuan

mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasian secara optimal.

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit

demam tifoid karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan

gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.

Di masaa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring , kemudian

ditingkatkan menjadi bubur kasar, dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan

diet tersebut disesuaikan dengna tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur

saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna

atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus

diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukan bahwa pemberian makanan padat

dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa ( menghindari sementara

sayuran yang berserat) dapat diberikan denagn aman pada pasien demam tifoid.

- Pemberian antimikroba, dengna tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran

kuman.Pembagian obat-obatan untuk demam tifoid, yaitu:

19

Page 20: Skenario E(1)

Kloramfenikol. Di Indonesia merupakan obat utama yang digunakan, dosis yang

diberiakan adalah 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara per oral atau

intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas . Penyuntikan

intramuscular tidak dibolehkan karena hidrolisis ester ini tidak dapat

diramalkandan tempat penyuntikan terasa nyeri. Obat ini dapat menurunkan

demam rata-rata 7,2 hari atau ada juga yang menyebutkan turun demam rata-rata

setelah hari ke 5.

Tiamfenikol . Dosis dan efektifitas sama dengna obat Kloramfenikol akan tetapi

komplikasi hematologinya lebih rendan dari obat Kloramfenikol yaitu terjadinya

anemia aplastik lebih rendah. Demam turun rata-rata Pada hari ke-5 samapai ke-

6.

Kotrimoksazol. Efektifitas dan komplikasi sama dengan obat Tiamfenikol . Dosis

orang dewasa 2 x 2 tablet ( 1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80

mg trimetropim) deberikan selama 2 minggu.

Ampisilin dan Amoksilin . Kemampuan menurunkan demam lebih rendah dari

pada Kloramfenikol, dosis yang diberikan 50-150 mg/kg BB digunakan selama 2

minggu.

Sefalosporin generasi ketiga. Seftriakson adalah gol. obat ini sangat efektif dan

dosisnya 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc selama ½ jam perinfus sekali/hari

diberikan selama 3 hingga 5 hari.

Golongan Fluorokuinolon.Gol ini beberapa, jenis bahan sediaan dan aturan

pemberiannya:

Norfloksasin dosis 2x400 mg/hari selama 14 hari

Siprofloksasin 2x500 mg/hari selama 16 hari

Ofloksain 2x400 mg/hari selama 7 hari

Pefloksain 400 mg/hari selama 7 hari

Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

20

Page 21: Skenario E(1)

Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke-3 atau menjelang hari k-4.

Hasil penurunan demam sedikit lebih lambat pada penggunaan Norfloksasin yang

memiliki bioavailabilitas tidak sebaik dengan Fluorokuinolon yang

dikembangkan kemudian.

Kombinasi obat anti mikroba. Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan

pada keadaan tertentu saja antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta

syok septic, yang pernah terbukti ditemuakn 2 macam organism dalam kultur

darah selain kuman salmonella.

Kortikosteroid. Penggunaan steoid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau

demam tifoid yang mengalami syok septic dosis 3x5 mg.

Pengobatan demam tifoid pada wanita hamil. Kloramfenikol tidak dianjurkan

pada trimester ke-3 kehamilan karena dikhawatirkan terjadi partus premature,

kematian fetus intrauterine dan grey syndrome pada neonatus. Tiamfenikol tidak

dianjurkan digunakan pada trimester ke-1 karena kemungkinan efek teratogenik

pada fetus , pada kehamilan lanjut boleh digunakan . Obat yang dianjurkan

Ampisilin, Amoksisilin, Sftriakson.

b. Siprofloksasin

Farmakologi:

Siprofloksasin merupakan antibiotik golongan fluorokuinolon, bekerja dengan cara

mempengaruhi enzim DNA gyrase pada bakteri.Siprofloksasin merupakan antibiotik

untuk bakteri gram positif dan negatif yang sensitif.

Indikasi

Infeksi saluran kemih termasuk prostatitis

Uretritis dan servisitis gonorhea

21

Page 22: Skenario E(1)

Infeksi saluran cerna, demam tifoid yang disebabkan oleh S. typhi khasiat

Siprofloksasin untuk eradikasi “chronic thypoid carrier” belum diketahui.

Infeksi saluran nafas kecuali pneumonia akibat streptococcus

Infeksi kulit dan jaringan lunak

Infeksi tulang dan sendi.

Kontraindikasi:

Penderita yang hipersensitif terhadap siprofloksasin atau antibiotik derivat

kuinolon lainnya.

Wanita hamil dan menyusui

Anak-anak di bawah usia 18 tahun.

Efek Samping:

Efek terhadap saluran cerna

Mual, diare, muntah, gangguan pencernaan, dyspepsia nyeri abdomen, flatulensi,

anoreksia, dispagia.

Efek terhadap sistem syaraf

Pusing, sakit kepala, rasa letih, insomnia, agitasi, tremor, sangat jarang:

paralgesia perifer, berkeringat, kejang, anxietas, mimpi buruk, konfusi, depresi,

halusinasi, gangguan pengecapan dan penciuman, gangguan penglihatan (misal

penglihatan ganda, warna-warni).

Reaksi hipersensitifitas

Reaksi kulit kemerahan pada kulit pruritus, drug fever. Reaksi anafilaktik/

anafilaktoid (seperti edema pada wajah, vaskuler dan larynx, dispnea yang

bertambah berat sehingga terjadi syok yang mengancam jiwa). Hemoragia

punklata (petechiae), pembentukan blister disertai pendarahan kulit (bullae

22

Page 23: Skenario E(1)

haemorrhagica) dan nodulus-nodulus kecil (papula) disertai pembentukan krusta

yang menunjukkan adanya kelainan vaskuler (vaskulitis), sindroma Steven-

Johnson.

Efek terhadap renal/urogenital

Nefritis interstisiel, gagal ginjal, termasuk gagal ginjal yang transient, polyuria,

retensi urine, pendarahan urethal, vaginitis dan asidosis.

Efek terhadap hati

Hepatitis, sangat jarang: kelainan hati yang luas seperti nekrosis hati.

Efek terhadap kardiovaskuler

Jarang: takikardia, palpitasi, atrial flutter, venticular ectopi, sinkope-hipertensi

angina pektoris, infark myocardial, cardiopulmonary arrest, cerebral trombosis,

wajah merah dan panas, migren, pingsan.

Efek pada darah

Eosinofilia, leukositopenia, leukositosis, anemia granulositopenia.

Efek pada nilai laboratorium/deposit urin

Kadar transaminase dan alkali fosfatase dalam darah mungkin meningkat untuk

sementara; ikterus kolestatik dapat terjadi terutama pada pasien yang pernah

mengalami kelainan; peningkatan kadar urea, kreatinin dan bilirubin darah secara

transien; hiperglikemia; pada kasus tertentu: kristaluria dan hematuria.

Dosis

Dewasa:

Infeksi ginjal yang tidak terkomplikasi dan infeksi saluran urin bagian atas dan

bawah: 2 x 100 mg sehari

Infeksi lain: 2 x 200 mg sehari

23

Page 24: Skenario E(1)

Gonorrhea akut dan cystitis akut yang tidak terkomplikasi pada wanita: infus

tunggal 100 mg. Penderita usia lanjut mungkin diberikan dosis lebih rendah

tergantung dari beratnya penyakit dan bersihan kreatinin.

Dosis pada gangguan fungsi ginjal:Bila bersihan kreatinin kurang dari 20

ml/menit, maka dosis normal hanya diberikan 1 kali sehari atau jika diberikan 2

kali sehari, dosis harus dikurangi separuhnya.

Farmakodinamik

Antibiotik fluorokuinolon memasuki sel dengan cara difusi pasif melalui kanal protein

terisi air (porins) pada membran luar bakteri secara intra selular, secara unik obat-obat

ini menghambat replikasi DNA bakteri dengan cara mengganggu kerja DNA girase

(topoisomerase II) selama pertumbuhan dan reproduksi bakteri.

Topoisomerase II adalah enzim yang mengubah konfigurasi atau topologi DNA

dengan cara suatu mekanisme menakik (nicking), menembus, dan menutup kembali

(re-sealing) tanpa mengubah struktur primernya.

Pengikatan kuinolon pada enzim dan DNA untuk membentuk suatu kompleks

menghambat langkah penggabungan kembali dan dapat menyebabkan kematian sel

dengan menimbulkan keretakan DNA.

Spektrum Antibakteri Siprofloksasin

Siprofloksasin bersifat bakterisid, terutama aktif terhadap bakteri gram negatif dan

memiliki aktivitas lemah terhadap gram positif.

Berikut ini adalah spektrum antibakteri siprofloksasin :

Mikroorganisme gram positif aerobik

Enterococcus faecalis (banyak strain hanya memiliki sensitivitas sedang)

Staphylococcus aureus (hanya strain yang sensitif terhadap metisilin)

Staphylococcus epidermidis (hanya strain yang sensitif terhadap metisilin)

Staphylococcus saprophyticus

Streptococcus pneumoniae (hanya strain yang sensitif terhadap penisilin)

Streptococcus pyogenes

24

Page 25: Skenario E(1)

Mikroorganisme gram negatif aerobik

Campylobacter jejuni Proteus mirabilis

Citrobacter diversus Proteus vulgaris

Citrobacter freundii Providencia rettgeri

Enterobacter cloacae Providencia stuartii

Escherichia coli Pseudomonas aeruginosa

Haemophilus influenzae Salmonella typhi

Haemophilus parainfluenzae Serratia marcescens

Klebsiella pneumoniae Shigella boydii

Moraxella catarrhalis Shigella dysenteriae

Morganella morganii Shigella flexneri

Neisseria gonorrhoeae Shigella sonnei

Lainnya : Bacillus anthracis

Farmakokinetik

- Absorpsi

Siprofloksasin oral diserap dengan baik melalui saluran cerna. Bioavailabilitas

absolut adalah sekitar 70%, tanpa kehilangan yang bermakna dari metabolisme

fase pertama. Berikut ini adalah konsentrasi serum maksimal dan area di bawah

kurva (area under the curve, AUC) dari siprofloksasin yang diberikan pada dosis

250 ~ 1000 mg.

Konsentrasi serum maksimal dicapai 1 sampai 2 jam setelah dosis oral.

Konsentrasi rata-rata 12 jam setelah dosis 250, 500 dan 750 mg adalah 0,1; 0,2

dan 0,4 mg/mL.

- Distribusi

Ikatan siprofloksasin terhadap protein serum adalah 20-40% sehingga tidak cukup

untuk menyebabkan interaksi ikatan protein yang bermakna dengan obat lain.

Setelah administrasi oral, siprofloksasin didistribusikan ke seluruh tubuh.

Konsentrasi jaringan seringkali melebihi konsentrasi serum, terutama di jaringan

25

Page 26: Skenario E(1)

genital, termasuk prostat. Siprofloksasin ditemukan dalam bentuk aktif di saliva,

sekret nasal dan bronkus, mukosa sinus, sputum cairan gelembung kulit, limfe,

cairan peritoneal, empedu dan jaringan prostat. Siprofloksasin juga dideteksi di

paru-paru, kulit, jaringan lemak, otot, kartilago dan tulang. Obat ini berdifusi ke

cairan serebro spinal, namun konsentrasi di CSS adalah kurang dari 10%

konsentrasi serum puncak. Siprofloksasin juga ditemukan pada konsentrasi

rendah di aqueous humor dan vitreus humor.

- Metabolisme

Empat metabolit siprofloksasin yang memiliki aktivitas antimikrobial yang lebih

rendah dari siprofloksasin bentuk asli telah diidentifikasi di urin manusia sebesar

15% dari dosis oral.

- Ekskresi

Waktu paruh eliminasi serum pada subjek dengan fungsi ginjal normal adalah

sekitar 4 jam. Sebesar 40-50% dari dosis yang diminum akan diekskresikan

melalui urin dalam bentuk awal sebagai obat yang belum diubah. Ekskresi

siprofloksasin melalui urin akan lengkap setelah 24 jam . Dalam urin semua

fluorokuinolon mencapai kadar yang melampaui konsentrasi hambat minimal

(KHM) untuk kebanyakan kuman patogen selama minimal 12 jam. Klirens ginjal

dari siprofloksasin, yaitu sekitar 300 mL/menit, melebihi laju filtrasi glomerulus

yang sebesar 120 mL/menit. Oleh karena itu, sekresi tubular aktif memainkan

peran penting dalam eliminasi obat ini. Pemberian siprofloksasin bersama

probenesid berakibat pada penurunan 50% klirens renal siprofloksasin dan

peningkatan 50% pada konsentrasi sistemik.

c. Parasetamol

Indikasi :

Nyeri ringan sampai sedang (termasuk sakit kepala, mialgia, keluahan sesudah

imunisasi, dan keluhan sesudah tonsilektomi), serta menurunkan demam yang

menyertai infeksi bakteri dan virus.

26

Page 27: Skenario E(1)

Dosis

- Demam setelah imunisasi

per oral:

BAYI 2-3 bulan, 60 mg diikuti dosis kedua, jika perlu, 4-6 jam kemudian.

Ingatkan orang tua untuk menghubungi tenaga kesehatan jika demam menetap

setelah dosis kedua

Nyeri ringan – sedang atau demam

per oral:

DEWASA 0,5 – 1 g tiap 4-6 jam, maksimal 4 g sehari;

ANAK dibawah 3 bulan (lihat di bawah), 3 bulan – 1 tahun 60-125 mg, 1-5 tahun

120-250 mg, 6-12 tahun 250-500 mg,

dosis ini dapat diulang tiap 4-6 jam jika perlu (maksimal 4 dosis dalam 24 jam)

per rectal:

DEWASA 0,5 – 1 g;

ANAK 1-5 tahun 125-250 mg, 6-12 tahun 250-500 mg; dosis diberikan tiap 4-6

jam jika perlu, maksimal 4 dosis dalam 24 jam

Bayi kurang dari 3 bulan sebaiknya tidak diberikan parasetamol kecuali

dianjurkan dokter; dosis 10 mg/kg (5 mg/kg jika jaundice) bisa diberikan

- Pengobatan serangan migren akut

per oral:

DEWASA 0,5 – 1 g saat serangan pertama, dapat diulang tiap 4-6 jam jika perlu,

maksimal 4 g sehari;

27

Page 28: Skenario E(1)

ANAK 6-12 tahun 250-500 mg saat serangan pertama, dapat diulang tiap 4-6 jam

jika perlu, maksimal 4 dosis dalam 24 jam

per rectal:

DEWASA dan ANAK di atas 12 tahun 0,5 – 1 g saat tanda pertama serangan,

dapat diulang tiap 4-6 jam jika perlu, maksimal 4 dosis dalam 24 jam; ANAK 6-

12 tahun 250-500 mg saat tanda pertama serangan, dapat diulang tiap 4-6 jam jika

perlu, maksimal 4 dosis dalam 24 jam

Kontra Indikasi

Pasien dengan penyakit hati atau ikterus.

Perhatian

Untuk penggunaan tanpa resep dokter : jangan melebihi dosis maximum yang

dianjurkan, dan jangan dipakai terus-menerus lebih dari 10 hari tanpa pengawasan

dokter.

Efek samping

Jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitifitas dan kelainan darah. Pada penggunaan

kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis di atas 6 g

mengakibatkan nekrose hati yang reversible. Hepatotoksisitas ini disebabkan oleh

metabolit-metabolitnya, yang pada dosis normal dapat ditangkal oleh glutation (suatu

tripeptida dengan –SH). Pada dosis diatas 10 g, persediaan peptida tersebut habis dan

metabolit-metabolit mengikat pada protein dengan –SH di sel-sel hati, dan terjadilah

kerusakan irreversible. Parasetamol dengan dosis diatas 20 g sudah berefek fatal.

Over dosis bisa menimbulkan antara lain mual, muntah, dan anorexia.

Penanggulanganya dengan cuci lambung, juga perlu diberikan zat-zat penawar (asam

amino N-asetilsisten atau metionin) sedini mungkin, sebaiknya dalam 8-10 jam

setelah intoksikasi (Tjay dan Rahardja, 2002) Wanita hamil dapat menggunakan

parasetamol dengan aman, juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu.

Over dosis

28

Page 29: Skenario E(1)

6-10 gr parasetamol sekaligus dapat menimbulkan kerusakan hati yang fatal.

Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa N-acetylcysteine dipakai sebagai antidotum.

- Tanda dan gejala :

Awal : mual, muntah dan malaise (beberapa penderita mungkin asimptomatik).

Kemudian : terjadinya kelainan klinis dan laboratorium hepatotoksik (muntah,

nyeri perut kanan atas; meningkatnya SGOT, SGPT, serum bilirubin, dan waktu

protrombin; dan mungkin hipoglikemia) meungkin belum akan tampak dalam 48-

72 jam.

- Pengobatan :

Segera keluarkan isi lambung dengan rangsangan muntah atau lavage lambung,

jangan menggunakan karbon aktif. Periksa kadar asetaminofen di dalam serum

secepat mungkin, namun jangan sebelum 4 jam setelah menelan obat. Segera

periksa fungsi hati dan diulangi setiap 24 jam. Acetylcysteine harus diberikan

secepat mungkin.

Interaksi obat :

Pada dosis tinggi dapat memperkuat efek antikoagulansia, dan pada dosis biasa tidak

interaktif. Kombinasi dengan obat penyakit AIDS zidovudin meningkatkan resiko

neutropenia (Tjay dan Rahardja, 2002)

Interaksi :

Antikoagulan Penggunaan parasetamol jangka panjang sebagai pemakaian

umum mungkin meningkatkan efek antikoagulan dari

koumarin

Antiepilepsi Carbamazepin mungkin meningkatkan metabolisme

parasetamol

Sitotoksik Parasetamol mungkin menghambat metabolisme busulfan

intravena (pabrik busulfan intravena menyatakan perhatian

dalam 72 jam penggunaan parasetamol)

Obat pengatur lipid Penyerapan parasetamol dikurangi oleh kolestiramin

Metoklopramid Kecepatan penyerapan parasetamol ditingkatkan oleh

29

Page 30: Skenario E(1)

parasetamol

Perubahan nilai laboratorium :

- Dalam darah/serum : meningkatkan waktu protrombin, meningkatkan kadar asam

urat (dengan metode phosphotungstat).

- Dalam urin : meningkatkan 5-HIAA (dengan tes reagen nitrosonaphthol)

Penggunaan pada anak-anak :

Lihat INDIKASI. Sirup untuk orang dewasa yang takarannya diperkuat, jangan

dipakai untuk anak-anak.

Penggunaan pada ibu hamil dan menyusui :

Parasetamol dapat digunakan oleh ibu hamil dan menyusui.

d. Sepsis

Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan

biakan positif terhadap organisme dari tempat tersebut). Biakan darah tidak harus

positif. Meskipun SIRS, sepsis, dan syok septik biasanya berhubungan dengan infeksi

bakteri, tidak harus terdapat bakteremia. Bakteriemia adalah keberadaan bakteri hidup

dalam komponen cairan darah. Bakteriemia bersifat sepintas, seperti biasanya

dijumpai setelah jejas pada permukaan mukosa, primer (tanpa fokus infeksi

teridentifikasi) atau seringkali sekunder terhadap fokus infeksi intravaskuler atau

ekstravaskular. Sepsis berat adalah sepsis yang bekaitan dengan disfungsi organ,

kelainan hypoperfusi, atau hypotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi pada, asidosis

laktat, oliguria atau perubahan akut pada status mental.

Berdasarkan konferensi internasional pada 2001, terdapat tambahan terhadap kriteria

sebelumnya. Dimana pada konferensi tahun 2001 menambahkan beberapa kriteria

diagnostik baru untuk sepsi. Bagian yang terpenting adalah dengan memasukkan

petanda biomolekuler yaitu procalcitonin (PCT) dan C-reactive protein (CRP),

sebagai langkah awal dalam diagnosa sepsis. Rekomendasi yang utama adalah

implementasi dari suatu sistem tingkatan predisposition, insult infection response, and

30

Page 31: Skenario E(1)

organ disfunction (PIRO) untuk menentukan pengobatan secara maksimum

berdasarkan karakteristik pasieb dengan stratafikasi gejala dan resiko yang individual.

Patogenesis

Sebagian besar penderita sepsis menunjukkan fokus infeksi jaringan sebagai

sumber bakteriaemia. Hal ini disebut sebagai bakteriaemia kedua. Sepsis gram ngetaif

merupakan komensal normal dalam saluran gastrointestinal, yang kemudian

menyebar ke struktur yang berdekatan seperti pada peritonitis setelah perforasi

apendikal, atau bila berpindah dari perineum ke urethra atau kandung kemih. Selain

itu sepsis gram negatif fokus primernya dapat berasal dari saluran gastrointestium.

Sepsis gram positif biasanya timbul dari infeksi kulti, saluran respirasi dan juga bisa

berasal dari luka terbuka, misalnya pada luka bkar.

Inflamasi sebagai tangapan imunitas tubuh terhadap berbagai macam stimulasi

imunogen dari luar. Inflamasi sesungguhnya merupakan upaya tubu untuk

menghilangkan dan eradikasi organsime penyebab. Berbagai jeinis sel akan

teraktivasi dna memproduksi berbagai jenis mediator inflamasi termasuk ebrbagai

sitokin. Mediator inflamasi sangat komplek karena melibatkan banyak sel dan

mediator yag dapat mempengaruhi satu sama lain.

Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis. Masih

banyak faktor lain (non sitokin) yang snagat berperan dalam menentukan perjalanan

suatu penyakit. Respon tubuh terhadap sutau patogen melibatkan bermacam-macam

komponen sistem imun dan berbagai macam sitokin baik itu yang bersifat

proinflamasi dan antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi adalah TNF, IL-1,

interferon (IFN-) yang bejerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme

yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin 1 reseptor

antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10 yang ebrtugas untuk memodulasi, koordinasi atau

represi terhadap respon yang berlebihan. Apabila keseimbangan kerja antara pro-

inflamasi dan anti-inflamasi mediator ini tidak tercapai dengan sempurna maka dapat

memberikan kerugian bagi tubuh.

Penyebab sepsis dan syok septik yang paling banyak berasal dari stimulasi toksin,

baik dari endotoksin gram (-) maupun eksotoksin gram (+). Endotoksin dapat secara

langsung dengan LPS dna bersama-sama dengan antibodi dalam serum darah

31

Page 32: Skenario E(1)

penderita akan bereaksi dengan makrofag melalui TLRs4 (Toll Like Receptors 4)

sebagai reseptor transmembran dengan perantaraan reseptor CD 14+ dna makrofag

mengekspresikan imuno modulator, hal ini hanya dapat terjadi pada bakteri gram

negatif yang mempunyai LPS pada dindingnya.

Pada bakteri gram positif eksotoksin dapat merangsang langsung terhadap

makrofag dengan melalui TLRs2 (Toll Like Receptors 2) tetapi ada juga eksotoksin

sebagai superantigen.

Padahal sepsis dapat terjadi pada rangsangan endotoksin, eksotoksin, virus dan

parasit, maka mekanisme tersebut diatas masih kurang lengkap dan tidak dapat

menerangkan patogenesis sepsis dalam arti keseluruhan, oleh karena konsep tersebut

tidak melibatkan peran limfosit T dalam keadaan sepsis dan kejadian syok septik.

Di Indonesia dna negara berkembang sepsis tidak hanya disebabkan oleh gram

negatif saja, tetapi juga disebabkan oleh gram positif yang menegluarkan eksotoksin.

Eksotoksin, virus, dan parasit yang dapat berperan sebagai Antigen processing Cell

dan kemudian ditampilkan dalam Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini

membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility

Complex (MHC). Antigen yang bermuatan peptida MCH kelas II akan berikatan

dengan CD4+ (limfosit Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T Cell Receptor).

Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit T akan

menegluarkan substansi daro Th1 yang berfungsi sebagai imuno modulator yaitu :

IFN-, IL-2 dan M-CSF (Macrophage colony stimulating factor). Limfosit Th2 akan

mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. IFN- merangsang makrofag

mengeluarkan IL-1b dan TNF-. IFN-, IL-1 dan TNF- merupakan sitokin

proinflamatori, sehingga pada keadaan sepsis terjadi peningkatan kadar IL-1 dan

TNF- serum penderita. Pada beberapa kajian biasanya selama terjadi sepsis tingkat

IL-1 dan TNF- berkolerasi dengan keparahan penyakit dalam kematian, tetapi

ternyata sitokin IL-2 dna TNF- selain merupakan reaksi terhadap sepsis dapat pula

merusakkan endotel pembuluh darah yang mekanismenya sampai dengan saat ini

belum jelas. IL-1 sebagai imuno regulator utama juga mempunyai efek pada saat

endotelial termasuk di dalamnya pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan

mernagsang ekspresi intercellular adhesion molecule -1 (ICAM-1). Dengan adanya

ICAM-1 menyebabkan neutrofil yang telah tersensitasi oelh granulocyte-macrophage

32

Page 33: Skenario E(1)

colony stimulating factor (GM-CSF) akan mudah mengadakan adhesi. Interaksi

endotel dengan neutrofil terdiri dari tiga langkah, yaitu :

8. Bergulirnya neutrofil, P dan E-selektin yang dikeluarkan oleh endotel dan L-

selektin neutrofil dalam emngikat ligan respektif.

9. Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dna aktivasi neutrofil yang

mengikat integretin CD-11 atau CD-18, yang melekatkan neutrofil pada endotel

dnegan molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh endotel.

10. Transmigrasi neutrofil menembus dinding endotel.

Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang akan

menyebabkan dinding endotle lisism akibatnya endotel terbuka. Neutrofil juga

membawa superoksidan yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi

oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs. Akibat dari proses tersebut endotel

menjadi nekrosis, sehingga terjadi kerusakan endotel pembuluh darah. Ternyata

kerusakan endotel pembuluh darah tersebut akan menyebabkan terjadinya gangguan

vaskuler (Vascular leak) sehingga menyebabkan kerusakan organ multiple sesuai

pendapat Bone bahwa kelainan organ multiple tidak disebabkan oleh infeksi tetapi

akibat inflamasi yang sistemik dengan stikoin sebagai mediator. Pendapat tersebut

diperkuat oleh Cohen bahwa kelainan organ multiple disebabkan karena trombosis

dna koagulasis dalam pembuluh darah kecil sehingga terjadi syok septik yang

berakhir dengan kematian.

Syok septik merupakan diagnosis klinik sesuai dengan sindroma sepsis disertai

dengan hipotensi (tekanan darah turun < 90 mmHg0 atau terjadi penurunan tekana

darah sistolik > 40 mmHg dari tekanan darah sebelumnya. Organ yang paling penting

adalah hati, paru dan ginjal, angka kematian sangat tinggi bila terjadi kerusakan lebih

dari tiga organ tersebut. Dalam suatu penelitian disebutkan angks kematian syok

septik adalh 72% dan 50% penderita meninggal bila terjadi syok lebih dari 72 jam,

30% - 80% penderita dengan syok septik menderita ARDS.

Menurut Dale DC, bahwa pada penderita diabetes melitus, sirosis hati, gagal

ginjal kronik dan usia lanjut yang merupakan kelompok IC lebih mudah menderita

sepsis. Pada penderita IC bila megalami sepsis sering terjadi kompliaksi yang berat

yaitu syok septik dan berakhir dengan kematian. Untuk mencegah terjadinya sepsis

yang berkelanjutan, Th-2 mengekspresikan IL-10 sebagai sitokin anti inflamasi yang

33

Page 34: Skenario E(1)

akan menghambat ekspresi IFN-, TNF- dan fungsi APC. IL-10 juga memperbaiki

jaringan yang rusak akibat peradangan kejadian syok septik pada sepsis dapat dicegah.

Dengan mengetahui konsep patogenesis sepsis dan syok septik, maka kita dapat

mengetahui, stikoin yang berperan dalam syok septik dan dapat diketahui apakah

terdapat perbedaan peran sitokin pada beberapa penyakit dasar yang berbeda.

Diagnosa

Diagnosis awal sepsis atau syok septik tergantung pada kepekaan dokter untuk

menilai pasien dengan dan tanda awal yang tidak spesifik seperti takipnnea, dispnea,

takikardia dengan keadaan hiperdinamik, vasodilatasi perifer, instabilitas tempratur,

dan perubahan keadaan mental. Keadaan seperti ini penting di perhatikan pada

wanita-wanita dengan resiko tinggi seperti pyelonefritis, korioamnionitis,

endometritis, abortus septik, atau telah menjalani prosudur operasi emergensi.

Diagnosa dan penanganan awal ini sangat menentukan keberhasilan hidup pasien.

Tanda yang tampak tergantung dari fase syok septik ( syok panas atau dingin ) dan

tipe kerusakan organ yang terjadi, tetapi hipotensi selalu ditemukan. Kebanyakan

pasien mengalami peningkatan tempratur dan lekosit dengan pergeseranke kiri, tetapi

pada beberapa wanita terjadi penurunan temperatur dan kadar leukosit dibawah

normal. Sebagai akibat dari keadaan hiperdinamik jantung, terjadi gejala gejala pada

jantung seperti iskemia, gagal jantung kiri, atau aritmia. Konsekuansi klinik dari DIC

adalah perdarahan, trombosis dan hemolisis mikroangiopati. Karena pada syok sepsis

potensi terjadinya disfungsi ginjal dan hipovulemia, manifestasi klinik dapat berupa

oligouria, hematuria dan proteinuria.

Karena sebanyak 25 % wanita dapat mengalami ARDS dengan kegagalan

respirasi. ARDS merupakan gagal pernafasan mendadak tanpa kelainan paru yang

mendasari sebelumnnya. Faktor predisposisi yang mendasari dapat berupa sepsis,

perdarahan, ruda paksa paru atau bagian tubuh lain, pankreatitis, aspirasi airan

lambung dl. Dokter perlu mengamati tanda terjadinya distres pernafasan, hipoksemia,

dan tanda memburuknya hipoksemia. Pada awal sepsis pasien menunjukkan respirasi

alkalosis akibat hiperventilasi. Dengan memburuknya sepsis, terjadi respirasi asidosis

sebagai akibat dari pengumpulan asam laktat yang berasal dari metabolisme anaerobik

sel. Kadar asam laktat berhubungan dengan derajat hipoksia organ, dan meningkatnya

34

Page 35: Skenario E(1)

kadar asam laktat mencerminkan memburuknya prognosis dan dapat digunakan

sebagai parameter keberhasilan pengobatan.

Dalam hal membantu menegakkan diagnose sepsis stau syok septik, selain

melalui pemeriksaan fisik, juga diperlukan pemeriksaan rongen dan kultur.

Pemeriksaan fisik pasien obstetrik difukuskan pada sistem genitourinaria,

gastrointestinal, respirasi dan luka – luka seperti luka operasi, epiostomi dan lain –

lain. Kemungkinan fokus infeksi pada wanita post partum meliputi sisa hasil konsepsi,

mikroabses uterus, abses pelvis, infeksi luka, dan trombosis pelvis. Sedikitnya

diperlukan 2 bahan kultur darah yang berbeda. Sensitivitas kultur tunggal untuk

bakterimia adalah 80 %, dua bahan 89 % dan 3 bahan99%. Dua kuman yang sangat

virulen dengan angka mortalitas yang tinggi adalah Streptokokus pyogens (group A

streptokokus ) dan Clostridium Sordeli.

Pengobatan

Untuk penanganan dan pengobatan sepsis dan shock sepsis diperlukan tindakan

yang agresif terhadap penyebab infeksi, hemodinamik, fungsi respirasi. Untuk

memperbaiki perfusi dan oksigenasi organ vital. Jika perlu dipasang CVP untuk

mengukur secara akurat volume cairan, cardiac output, dan resistensi perifer sehingga

dapat dimonitor pemberian cairan dan tekanan darah (Root, 1991).

Perbaikan sepsis tergantung pada seberapa berat penyakit penyebab. Pasien yang

mendapat imunosupresan, perbaikan baru terlihat bila dosis imunosypresan

diturunkan atau dihentikan. Pada pasen dengan netropeni atau disfungsi netropil

mungkin memerlukan transfusi granulosit. Perlu juga diperhatikan adalah penggantian

kateter intra vena, kateter Folley. Sedangkan untuk fungsi respirasi perlu dimonitor

saturasi oksigen arteri tetap 95% dan jika terjadi respiratory failure perlu dipasang

intubasi.

Untuk pengobatan shock sepsis perlu diperhatikan obat yang esensial

(hemodinamik, antibiotik, vasopressor), kontroversial (kortikosteroid, heparin dan

opiat antagonis), masa mendatang (antibodi monoklonal).

Perbaikan hemodinamik.

Banyak pasen shock sepsis terjadi penurunan volume intravaskuler, sebagai

respon pertama harus diberikan cairan jika terjadi penurunan tekanan darah. Cairan

koloid dan kristaloid tak diberikan. Jika disertai anemia berat perlu transfusi darah

35

Page 36: Skenario E(1)

dan CVP dipelihara antara 10-12 mmH 0. Untuk mencapai cairan yang adekuat

pemberian pertama 1 L-1,5 L dalam waktu 1-2 jam. Jika tekanan darah tidak

membaik dengan pemberian cairan maka perlu dipertimbangkan pemberian

vasopressor seperti dopamin dengan dosis 5-10 ug/kgBB/menit

Pemakaian Antibiotik

Setelah diagnosa sepsis dutegakkan, antibiotik harus segera diberikan, dimana

sebelumnya harus dilakukan kultur darah, cairan tubuh, dan eksudat.Pemberian

antibiotik tak perlu menunggu hasil kultur. Untuk pemilihan antibiotik diperhatikan

dari mana kuman masuk dan dimana lokasi infeksi, dan diberikan terapi kombinasi

untuk gram positif dan gram negatif.

Indikasi terapi kombinasi yaitu:

- Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui

- Pasen yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni

- Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat patogen (pseudomonas

aureginosa, enterokokus)

Pemberian kortikosteroid pada binatang percobaan yang dibuat sepsis dapat

menurunkan angka mortalitas. Pada suatu studi prospektif pada manusia pemberian

dosis tinggi 30 mg metil prednisolon/kgBB dan diikuti 5 mg/kgBB/jam sampai 9 jam

pada ke dua studi ini tidak didapatkan perikan angka mortalitas (Root, 1991).

Pada penelitian yang lain juga didapatkan hasil yang sama dan hanya dapat

memperbaiki keadaan shock tetapi tidak memperbaiki angka mortalitas (Sprung,

1984; Bone, 1987; Hinshaw 1987; Cohen, 1991). Nalokson suatu opiat antagonis

diberikan pada binatang percobaan untuk mencegah shock karena diinduksi oleh

endotoksin (Robert 1988; Root, 1991; Bone, 1992). Pada manusia dilakukan suatu

studi prospektif dan didapatkan hasil yaitu naloksan tidak menaikkan tekanan darah

tetapi dapat mengurangi penggunaan vasopressor (Robert, 1988). DIC asimptomatik

tidak membutuhkan terapi spesifik, jika terjadi perdarahan berat diperlukan

penggantian faktor pembekuan dan platelet, penggunaan heparin dan fibrinolitik

lainnya masih kontraversial. Untuk masa mendatang pengobatan dengan antibodi

monoklonal merupakan harapan dan diharapkan dapat menurunkan biaya pengobatan

dan dapat meningkatkan efektifitas. Pada binatang percobaan pemberian TNF

antibodi hanya efektif bila diberikan sebagai profilak. Suatu studi preklinik dengan

antibodi CB0006 dan TNF antibodi lainnya dapat digunakan sebagai profilak dan

36

Page 37: Skenario E(1)

mungkin juga dapat digunakan untuk pengobatan walaupun terapeutic window-nya

sempit.

Prognosis

Prognosis pasien dengan sepsis berkaitan dengan tahap keparahan atau sepsis serta

status kesehatan dasar pasien. Sebagai contoh, pasien dengan sepsis dan tidak ada

tanda kegagalan organ berlangsung pada saat diagnosis memiliki sekitar 15% -30%

kemungkinan kematian. Pasien dengan sepsis berat atau syok septik memiliki

mortalitas (kematian) laju sekitar 40% -60%. Bayi dan pasien anak dengan sepsis

memiliki sekitar 9% -36% tingkat kematian. Para penyelidik telah mengembangkan

sistem penilaian (skor meds) berdasarkan gejala pasien untuk memperkirakan

prognosis.

Ada sejumlah besar komplikasi yang mungkin terjadi dengan sepsis. Komplikasi

yang terkait dengan jenis infeksi awal (misalnya, pada infeksi paru-paru dengan

sepsis, komplikasi potensial dapat berupa suatu kebutuhan untuk dukungan

pernafasan) dan beratnya sepsis (misalnya, syok septik terkait dengan infeksi

ekstremitas yang dapat memerlukan ekstremitas amputasi ). Akibatnya, setiap pasien

cenderung memiliki potensi untuk komplikasi yang terkait dengan sumber sepsis,

secara umum, komplikasi yang disebabkan oleh disfungsi organ, kerusakan, atau

kerugian.

Para dokter setuju bahwa semakin cepat pasien dengan sepsis didiagnosis dan

diobati, semakin baik prognosis dan komplikasi lebih sedikit, jika ada, untuk pasien.

37