SKENARIO E BLOK 23 Kelompok L9 Gabung

download SKENARIO E BLOK 23 Kelompok L9 Gabung

of 66

description

gizi

Transcript of SKENARIO E BLOK 23 Kelompok L9 Gabung

  • 1

    LAPORAN TUTORIAL

    SKENARIO C BLOK 23

    Disusun oleh: Kelompok L9

    Beuty Savitri 04111001031

    Mary Gisca Theressi 04111001036

    Johannes Lie 04111001038

    Hajrini Andwiarmi Adfirama 04111001047

    Denis Puja Sakti 04111001049

    Maghfiroh Rahayu Nindatama 04111001050

    Lidya Kartika 04111001051

    Liliana Surya Fatimah 04111001080

    Diva Zuniar Ritonga 04111001108

    Randina Dwi Megasari 04111001110

    Ridhya Rahmayani 04111001111

    Moza Guyanto 04111001112

    Rizki Febrina R. 04111001116

    Agung Hadi Wibowo 04111001135

    Prass Ekasetia Poetra 04111001139

    Tutor: dr. Syahril Aziz,DAFK, M.Kes,SpFK

    PENDIDIKAN DOKTER UMUM

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

    TAHUN 2014

  • 2

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya

    Laporan Tutorial Skenario E Blok 23 ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

    Adapun laporan ini bertujuan untuk mengetahui penyelesaian dari skenario

    yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem

    pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

    Tim penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat

    dalam pembuatan laporan ini.

    Tim penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat

    banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan sangat

    bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan tim penyusun lakukan.

    Palembang, 25 Februari 2014

    Tim Penyusun

  • 3

    DAFTAR ISI

    Halaman Judul ..................................................................................i

    Kata Pengantar .................................................................................ii

    Daftar Isi ...........................................................................................iii

    Skenario D Blok 23 ..........................................................................1

    I. Klarifikasi Istilah...........................................................................1

    II. Identifikasi Masalah.....................................................................2

    III. Analisis Masalah ........................................................................2

    IV. Hipotesis ................................................................................... 41

    V. Sintesis ....................................................................................... 42

    VI. Kesimpulan .............................................................................. 62

    Daftar Pustaka ...63

  • 4

    SKENARIO E BLOK 23

    A male newborn was reffered to Moh Hoesin Hospital by a midwife who helped his

    mother, Mrs. Utamis delivery- with chief complain of grunting. Mothers history was taken

    from the midwife. She said that Mrs. Utamis pregnancy was full term. The baby was born 3

    hours a go with Apgar score 5 for 1st minutes and 8 for 5th

    minutes, birth body weight was 3 kg.

    the mother had premature rupture of membrane 2 days ago and bad smell liquor. From the

    physical examination the baby was hypoactive and tachypnoe, no sucking reflex , and there was

    chest indrawing.

    As a general practitioner , please analyze the problems and management.

    Klarifikasi Istilah

    - Grunting : Suara pada akhir ekspirasi, paling sering terdengar

    pada bayi baru lahir atau bayi yang mengalami

    gawat penapasan.

    - Full term : Usia kehamilan cukup bulan yaitu 37 40 minggu

    - Hypoactive : Penurunan abnormal suatu aktivitas

    - Tachypnoe : Pernapasan yang sangat cepat

    - Sucking reflex : Gerakan menghisap pada bayi ketika bibirnya

    disentuh dengan ujung jari atau puting susu ibu

    - Chest indrawing : Penarikan dinding dad bagian bawah ke bagian

    dalam

    - Premature rupture of membrane : Ketuban Pecah sebelum masuk in partu

    - Apgar Score : Angka yang menunjukkan kondisi bayi, biasanya

    ditentukan 60 detik setelah lahir berdasarkan

    frekuensi denyut jantung, upaya bernapas, tonus

    otot, iritabilitas refleks, dan warna kulit

  • 5

    Identifikasi masalah

    - Neonatus laki laki dari Ny. Utami dikirim ke Rumah Sakit Moh. Hoesin dengan

    keluhan utama merintih.

    - Riwayat Kelahiran : Bayi cukup bulan dengan riwayat ketuban pecah dini 2 hari yang

    lalu disertai cairan yang berbau busuk.

    - Bayi lahir 3 jam yang lalu dengan skor Apgar 1 menit pertama 5 dan menit kelima 8.

    Bayi lahir dengan berat badan 3 kg.

    - Pemeriksaan Fisik : bayi hipoaktif dan takipneu, tidak ada reflex hisap , dan ada retraksi

    dada.

    Analisis masalah

    Neonatus laki laki dari Ny. Utami dikirim ke Rumah Sakit dengan keluhan utama

    merintih

    1. Bagaimana etiologi dan mekanisme grunting?

    Banyak keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya grunting atau suara merintih pada

    neonatus. Beberapa diantaranya adalah:

    Term infants with a spontaneous pneumothorax

    Hyaline Membrane Disease (Respiratory Distress Syndrome)

    Transient Tachypnea of The Newborn

    Meconium Aspiration Syndrome

    Pneumonia

    Congenital Heart Disease

    Neonatal Sepsis

    Pada kasus ini, kemungkinan penyebab suara merintih pada pasien adalah sepsis

    neonatus. Berdasarkan waktu munculnya gejala, maka keadaan pasien tergolong sepsis

    neonatus onset awal. Sepsis neonatus onset awal memiliki gejala gangguan sistem

    pernafasan yang dominan.

    Dengan pecahnya ketuban, flora dari vagina (paling sering streptokokus grup B,

    organisme enterik gram negatif, terutama Escherichia coli) atau berbagai bakteri patogen

    lain (Listeria monocytogenes, Staphylococcus, streptococci lainnya, termasuk

    enterococci, anaerobes, dan Haemophilus influenzae) dapat menjalar ke atas mencapai

    cairan ketuban dan fetus. Kemudian, terjadilah korioamnionitis yang menyebabkan

  • 6

    kolonisasi pada janin dan infeksi. Aspirasi dari cairan ketuban yang telah terinfeksi oleh

    janin atau neonatus mungkin menjadi penyebab utama munculnya gejala gangguan

    sistem pernafasan. Selain itu, bayi juga dapat terinfeksi flora vagina saat ia melewati

    jalan lahir. Lokasi kolonisasi bakteri terutama terjadi pada kulit, nasofaring, orofaring,

    konjungtiva dan tali pusat.

    Suara seperti merintih terjadi karena tertutupnya glotis selama ekspirasi (terdapat udara

    yang berusaha untuk keluar dan mendesak melewati glotis yang dangat sempit). Keadaan

    pernafasan yang kurang optimal setelah lahir dapat menyebabkan grunting sebagai suatu

    usaha kompensasi karena grunting dapat menurunkan systemic venous return ke jantung

    dan menurunkan distensi vena dan kapiler pulmonal serta menurunkan transudasi plasma.

    Pada saat yang bersamaan, dengan memperpanjang ekspirasi menggunakan tekanan

    yang positif, hal ini juga bisa meningkatkan ventilasi alveolar dengan meningkatkan

    distribusi ventilasi, dan membuka alveolus-alveolus yang masih tertutup. Selain itu

    grunting juga dapat menyebabkan peningkatan volume residu paru-paru.

    Selain itu, grunting juga dapat terjadi karena bakteri dapat menyebabkan peradangan

    pada jaringan paru, kerusakan epitel saluran pernapasan, kebocoran proteinaceous fluid

    ke dalam alveoli dan interstisial, yang kemudian menyebabkan terjadinya disfungsi

    surfactant. Alveolus yang mengalami radang akan gagal mengembang. Saat lahir, terjadi

    kegagalan nafas dan bayi memerlukan resusitasi (dilihat dari Apgar score yang rendah).

    Selanjutnya terjadi mekanisme kompensasi agar alveoli tetap terbuka dan tidak kolaps.

    Saat ekspirasi, glottis akan menutup sebagian yang kemudian menimbulkan suara

    merintih (grunting).

    2. Bagaimana hubungan jenis kelamin bayi dengan kejadian dalam kasus ?

    Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang

    dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki.

  • 7

    Riwayat Kelahiran : KPD, cairan berbau dan bayi lahir cukup bulan

    1. Etiologi dan mekanisme :

    - Ketuban Pecah Dini

    Penyebab ketuban pecah dini masih belum diketahui dengan pasti kemungkinan yang

    menjadi faktor predisposisi adalah:

    a. Serviks inkompeten ( leher rahim yang lemah )

    b. Melemahnya selaput ketuban

    c. Melemahnya kekuatan regang selaput ketuban

    d. Air ketuban yang banyak (polihidraamnion)

    e. Hamil kembar (gamelli)

    f. Infeksi : saluran kencing dan vagina

    Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini :

    a. Faktor golongan darah

    b. Faktor multi graviditas

    c. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin c)

    d. Faktor disproporsi antar kepala dan tulang panggul

    Mekanisme

    Sebenarnya etiologi Ketuban Pecah dini masih belum dapat diketaui dengan pasti apalagi

    pada kasus ini belum bisa ditegakkan etiologinya karena belum ada riwayat ibu Utami

    secara lengkap. Tetapi ada kemungkinan kecil KPD pada kasus ini disebabkan oleh

    infeksi sebelumnya. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan

    retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh

    sistem aktivitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan

    inflamasi, terjadi peningkatan aktivitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase

    jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion,

    menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.

    Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut : selaput

    ketuban tidak kuat sebagai akibat dari kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi sehingga

  • 8

    bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban akan sangat lemah dan mudah untuk

    pecah dengan respon mengeluarkan air ketuban.

    - Cairan berbau

    Cairan amnion normal:

    a. Pada usia kehamilan cukup bulan, volume 1000-1500 cc.

    b. Keadaan jernih agak keruh

    c. Steril

    d. Bau khas, agak manis dan amis

    e. Terdiri dari 98-99% air, 1-2% garam-garam anorganik dan bahan organik (protein

    terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, vernix caseosa, dan sel-sel epitel.

    f. Sirkulasi sekitar 500 cc/jam

    Etiologi cairan amnion bau:

    a. Infeksi dan kuman yang sering ditemukan adalah Streptococcus, Staphylococcus

    (gram positif), E.coli(gram negatif), Bacteroides, Peptococcus (anaerob).

    b. Ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung antara

    ruang intraamnion dengan dunia luar.

    c. Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan penjalaran

    infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion.

    d. Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar

    melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).

    e. Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang

    terlalu sering, dan sebagainya sebagai predisposisi infeksi

    Mekanisme:

    Keadaan lingkungan yang alkalis dan bakteri yang menginfeksi cairan amnion

    mengurai asam organik seperti asam laktat (beta laktamase) menyebabkan bau yang

    tidak sedap pada cairan amnion.

  • 9

    2. Bagaimana hubungan ini dengan keluhan utama bayi grunting

    Bayi grunting pada kasus ini menunjukkan bahwa bayi dalam kondisi komplikasi

    akibat KPD yang tidak ditatalaksana dengan baik yaitu early onset neonatal sepsis karena

    manifestasi klinis muncul

  • 10

    dalam 24 jam setelah ketuban pecah, pada kehamilan antara 28-34 minggu, 50%

    persalinan dalam 24 jam, pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam

    1 minggu. Akan tetapi, secara umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini

    meningkat sebanding dengan lamanya periode laten. Oleh karena itu, pada kehamilan

    aterm, untuk mencegah terjadinya infeksi, setelah terjadi pecah ketuban, bayi diusahakan

    dilahirkan dalam kurun waktu kurang dari 12-18 jam.

    Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of membrane)

    seringkali disertai dengan infeksi intrauterine dengan segala akibatnya.

    4. Bagaimana tatalaksana KPD pada kehamilan aterm?

    Kehamilan > 37 minggu,induksi dengan oksitosin .Bila gagal seksio sesaria.Dapat pula

    diberikan misoprostol 25ug 50 ug intravagina tiap 6 jam maksimal 4 kali.Bila ada

    infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri.

    - Bila skor pelvik 5, induksi persalinan

    5. Apa saja klasifikasi ketuban pecah dini ?

    Ketuban pecah dini (Premature Rupture of Membranes/PROM) mengacu kepada pasien

    yang melampaui usia kehamilan 37 minggu dan ditampilkan dengan adanya pecah

    ketuban (Rupture of Membranes/ROM) sebelum awal persalinan. Ketuban pecah dini

    preterm (Preterm Premature Rupture of Membranes/PPROM) adalah pecahnya ketuban

    (ROM) sebelum kehamilan 37minggu. Dan pecah ketuban berkepanjangan adalah setiap

    pecahnya ketuban yang berlangsung selama lebih dari 24 jam dan lebih dahulu pecah

    pada awal persalinan (Hamilton C, 2010).

    a. PROM ( Premature Rupture of Membrane)

    Ketuban pecah pada saat usia kehamilan 37 minggu. Pada PROM penyebabnya

    mungkin karena melemahnya membran amnion secarafisiologis. Kondisi klinis seperti

    inkompetensi serviks dan polihidramniontelah diidentifikasi sebagai faktor risiko yang

  • 11

    jelas dalam beberapa kasusketuban pecah dini. Untuk penangananya melalui Seksio

    Sesarea(Syaifuddin, 2002).

    b. PPROM ( Preterm Premature Rupture of membrane)Ketuban pecah dini premature

    (PPROM) mendefinisikan ruptur spontan membran janin sebelum mencapai umur

    kehamilan 37 minggudan sebelum onset persalinan (American College of Obstetricians

    dan Gynecologists, 2007). Pecah tersebut kemungkinan memiliki

    berbagai penyebab, namun banyak yang percaya infeksi intrauterin menjadi salahsatu

    predisposisi utama (Gomez dan rekan, 1997; Mercer, 2003)Sebuah tinjauan ilmiah

    penyebab PPROM diidentifikasi penyebab potensial banyak dalam kasus tertentu. Ini

    termasuk penurunan umumdalam kekuatan peregangan membran amnion, cacat lokal

    pada membranamnion, penurunan kolagen cairan ketuban dan perubahan dalam

    struktur kolagen, iritabilitas uterus, apoptosis, degradasi kolagen, dan peregangan

    membran. Pada jaringan Maternal-Fetal Medicine Unit (MFMU)menemukan bahwa

    faktor risiko PPROM adalah PPROM sebelumnya,fibronektin janin positif pada

    kehamilan 23 minggu, dan leher rahim pendek (

  • 12

    KPD yang terjadi terlalu dini dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,

    kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hypoplasia

    pulmonar.

    7. Jelaskan macam macam abnormalitas pada cairan amnion !

    Kelainan Volume Air Ketuban

    A. Polihydramnion atau Hydramnion

    adalah suatu jumlah cairan amnion yang berlebihan (lebih dari 2000 ml). Normal

    volume cairan amnion meningkat secara bertahap selama kehamilan dan mencapai

    puncaknya kira-kira 1000 ml antara 34 sampai 36 minggu yang berlebihan.

    Klasifikasi

    a. Hidramnion Kronis

    Penambahan air ketuban perlahan-lahan, berangsur-angsur dalam beberapa minggu

    atau bulan, dan biasanya terjadi pada kehamilan lanjut

    b. Hidramnion Akut

    Penambahan air ketuban terjadi sangat tiba-tiba dan cepat dalam beberapa hari.

    Biasanya terjadi pada kehamilan muda pada bulan ke-4 atau ke-5.

    B. Oligohidramnion

    Cairan aminion < 200 ml pada kehamilan aterm

    Oligohidramnion kadang terjadi pada kehamilan lebih bulan dan diyakini berkaitan

    dengan insufisiensi plasenta. Jika fungsi plasenta berkurang, perfusi ke system organ

    janin juga akan berkurang, termasuk ke ginjal. Penurunan pembentukan urin janin

    menyebabkan oligohidramnion plasenta.

    c. Kelainan Lain

    1. Kista Amnion

    Kadang-kadang terbentuk banyak kista amnion kecil yang dilapisi oleh epitel

    amnion yang khas. Hal ini biasanya muncul akibat fusi lipatan-lipatan amnion

    yang kemudian diikuti oleh retensi cairan.

    2. Amnionodosum

    Adalah nodus-nodus di amnion yang kadang-kadang disebut metaplasma

    amnioskuamosa atau kurunkula amnion. Nodus-nodus ini peling sering dijumpai

  • 13

    dibagian amnion yang berkontak dengan lempeng korion, walupun dapat

    ditemukan juga di tempat lain. Nodus-nodus biasanya muncul di dekat insersi tali

    pusat sebagai elevasi opak kuning keabu-abuan yanag berkisar dengan diameter 1

    sampai 5 mm. nodus-nodus terdiri dari debris ectoderm janin, termasuk fernik

    kaseosa disertai rambut, skuama, dan sebum. Kelainan ini berkaitan dengan

    oligohidramnion dan paling sering dijumpai pada janin dengan agenesis ginjal atau

    ketuban pecah dini berkepanjangan, atau pada plasenta dari janin donor pada

    sindrom transfuse antar kembar

    3. Pita Amnion

    Pita amnion (amnionic bands) terbentuk apabila terjadi kerusakan amnion yang

    kemudian menyebabkan terbentuknya pita-pita atau tali-tali yang melekat ke janin

    dan menggangu pertumbuhan dan perkembangan sturktur terkait. Beberapa

    kelainan yang tampaknya ditimbulakan oleh fenomene ini termasuk amputasi intra

    uterus (F. Gary Cunningham, 2005: 907-909).

    Bayi lahir 3 jam yang lalu skor Apgar 1 menit pertama 5 dan menit ke lima 8 dengan

    berat badan 3 kg

    1. Apa interpretasi dari Apgar skor dan berat badan bayi ?

    Apgar skor adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk menilai

    keadaan umum bayi sesaat setelah kelahiran (Prawirohardjo : 2002). Penilaian ini perlu

    untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak. Yang dinilai adalah

    frekuensi jantung (Heart rate), usaha nafas (respiratory effort), tonus otot (muscle tone),

    warna kulit (colour) dan reaksi terhadap rangsang (respon to stimuli) yaitu dengan

    memasukkam kateter ke lubang hidung setelah jalan nafas dibersihkan (Prawirohardjo :

    2002). Setiap penilaian diberi angka 0,1,2. Dari hasil penilaian tersebut dapat diketahui

    apakah bayi normal (vigorous baby = nilai apgar 7-10), asfiksia ringan (nilai apgar 4-6),

    asfiksia berat (nilai apgar 0-3) (Prawirohardjo : 2002).

    Apgar skor 1 menit pertama 5

    Interpretasi : menunjukkan bayi mengalami depresi sedang dan membutuhkan

    tindakan resusitasi. Bayi segera memerlukan penghisapan lendir di jalan napas

    dan pemberian oksigen. Skor Apgar 1 menit digunakan untuk mengidentifikasi

    perlu tidaknya resusitasi segera. Sebagian besar bayi saat lahir berada dalam

    kondisi sempurna, seperti ditunjukkan oleh skor apgar 7-10, dan mereka tidak

    memerlukan bantuan kecuali mungkin pengisapan nasofaring. Bayi dengan skor

  • 14

    4-6 pada 1 menit memperlihatkan depresi pernapasan, falksiditas, dan warna

    pucat hingga biru. Namun, denyut jantung dan iritabilitas refleks baik.

    Apgar skor 5 menit 8

    Interpretasi : normal. Skor Apgar 5 menit, dan terutama perubahan skor antara 1

    dan 5 menit merupakan indeks yang bermanfaat untuk menilai efektivitas upaya

    resusitasi.

    Berat badan lahir bayi ini, berdasarkan kuva Lubchenco, untuk bayi laki-laki,

    termasuk berat badan lahir normal.

    2. Bagaimana cara pemriksaan Apgar ?

    Merupakan alat untuk mengkaji kondisi bayi sesaat setelah lahir meliputi 5 variabel

    (pernafasan, frek. Jantung, warna, tonus otot & iritabilitas reflek)

    Ditemukan oleh Dr. Virginia Apgar (1950)

    Dilakukan pada :

    1 menit kelahiran

    yaitu untuk memberi kesempatan pada bayi untuk memulai perubahan

    Menit ke-5

    Menit ke-10

    penilaian dapat dilakukan lebih sering jika ada nilai yg rendah dan perlu tindakan

    resusitasi. Penilaian menit ke-10 memberikan indikasi morbiditas pada masa mendatang,

    nilai yg rendah berhubungan dengan kondisi neurologis

    Aspek pengamatan

    bayi baru lahir

    Skor

    0 1 2

    Appeareance/warna

    kulit

    Seluruh tubuh bayi

    berwarna kebiruan.

    Warna kulit tubuh normal,

    tetapi tangan dan kaki

    berwarna kebiruan.

    Warna kulit seluruh

    tubuh normal.

    Pulse/nadi Denyut jantung tidak

    ada.

    Denyut jantung 100 kali

    per menit.

    Grimace/respons

    reflex

    Tidak ada respons

    terhadap stimulasi.

    Wajah meringis saat

    distimulasi.

    Meringis , menarik,

    batuk atau bersin saat

    stimulasi.

    Activity/tonus otot Lemah, tidak ada

    gerakan.

    Lengan dan kaki dalam posisi

    fleksi dengan sedikit gerakan.

    Bergerak aktif dan

    spontan.

    Respiratory/pernapasa

    n

    Tidak bernapas,

    pernapasan lambat dan

    tidak teratur.

    Menangis lemah, terdengar

    seperti merintih.

    Menangis kuat,

    pernapasan baik dan

    teratur.

  • 15

    Preosedur penilaian APGAR

    Pastikan pencahayaan baik

    Catat waktu kelahiran, nilai APGAR pada 1 menit pertama dg cepat & simultan.

    Jumlahkan hasilnya

    Lakukan tindakan dg cepat & tepat sesuai dg hasilnya

    Ulangi pada menit kelima

    Ulangi pada menit kesepuluh

    Dokumentasikan hasil & lakukan tindakan yg sesuai

    Penilaian

    Setiap variabel dinilai : 0, 1 dan 2

    Nilai tertinggi adalah 10

    Nilai 7-10 menunjukkan bahwa bayi dalam keadaan baik

    Nilai 4 - 6 menunjukkan bayi mengalami depresi sedang & membutuhkan tindakan

    resusitasi

    Nilai 0 3 menunjukkan bayi mengalami depresi serius & membutuhkan resusitasi

    segera sampai ventilasi

    3. Bagaimana klasifikasi berat badan menurut usia kelahiran ?

    Penyesuaian antara umur kehamilan dengan berat badan bayi baru lahir disebutkan dalam

    batas normal apabila berada dalam percentile 10 sampai persentil 90 dalam kurva

    Battaglia dan Lubchenco.

    Berdasarkan kurva tersebut, maka berat badan menurut usia kehamilan

    dapat digolongkan sebagai berikut:

    a. Kecil Masa Kehamilan (KMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB dibawah persentilke-

    10.

    b. Sesuai Masa Kehamilan (SMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB diantara persentilke-

    10 dan ke-90.

    c. Besar Masa Kehamilan (BMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB diatas persentil ke-90

    pada kurva pertumbuhan janin

  • 16

    Pemeriksaan Fisik

    1. Apa interpretasi dan mekanisme pemeriksaan fisik ?

    a. Hipoaktif

    Keaktifan neonatus dilihat dari posisi dan gerakan tungkai dan lengan.Pada neonatus

    yang sehat, posisi ekstremitas adalah dalam keadaan fleksi sedang gerakan tungkai dan

    lengannya aktif dan simetris.

    Apabila neonatus diam saja atau hipoaktif mungkin terdapat depresi SSP atau akibat

    Tidak ada reflex mencucu: Bayi lemas karena kurang oksigen, keluaran energi untuk

    upaya bernapas, ditambah lagi dengan kondisi hipermetabolisme disebabkan infeksi

    (sepsis) abnormal kurang suplai O2 ke jaringan ototobat.

    Mekanisme:

    Infeksi pada parenkim paru gangguan pernafasanO2 tak terpenuhi ke otak ggn

    SSP bayi tampak hipoaktif.

    b. Takipneu

    Frekuensi respirasi normal bayi cukup bulan adalah 30-40/ menit.Takipneu: kompensasi

    dari kesulitan bernapas supaya kebutuhan oksigen terpenuhi maka frekuensi pernapasan

    ditingkatkan

  • 17

    Mekanisme:

    Kompensasi dari kesulitan bernapas supaya kebutuhan oksigen terpenuhi maka frekuensi

    pernapasan ditingkatkan abnormal (lebih 60x/menit) kompensasi dari kekurangan

    O2 dalam tubuh

    c. Sucking reflex

    Refleks mengisap dilakukan dengan memasukkan ujung jari ke dalam mulutnya. Jika

    ujung jari diisap maka refleks isapnya baik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai

    kelainan saraf V, VII dan XII.Sucking reflex: tidak ada reflex menghisap karena

    septisemia yang menyebabkan gangguan sistem saraf pusat.

    Mekanisme:

    Sucking reflex (-) abnormal akibat suplai O2 ke otot sekitar mulut kurang, tidak

    ada reflex menghisap karena septisemia yang menyebabkan gangguan sistem saraf pusat.

    d. Chest indrawing

    Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi

    jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding

    dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal.

    Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih

    tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.

    Mekanisme:

    Retraksi intercostal disebabkan patologi yang terjadi pada paru mengakibatkan tekanan

    intrapleura yang semakin negatif sewaktu inspirasi sehingga terjadi retraksi otot-otot

    subkostal, interkostal, suprasternal, dan supraclavicularAbnormal akibat usaha

    bernapas yang lebih. tarikan dinding dada, biasa terjadi pada pneumonia, atau pada

    respiratori distress.

  • 18

    Pertanyaan Tambahan

    1. Bagaimana cara penegakan diagnosis kasus ini ?

    Diagnosis KPD :

    - Pastikan selaput ketuban pecah.

    - Tanyakan waktu terjadi pecah ketuban.

    - Cairan ketuban yang khas jika keluar cairan ketuban sedikit-sedikit, tampung cairan yang

    keluar dan nilai 1 jam kemudian.

    - Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakan sedikit bagian terbawah janin atau

    meminta pasien batuk atau mengedan.

    - Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (nitrazintes), jika lakmus

    merah berubah menjadi biru menunjukan adanya cairan ketuban (alkalis). pH normal dari

    vagina adalah 4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3. Tes tersebut dapat

    memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan trikomonas, darah, semen,

    lendir leher rahim, dan air seni.

    - Tes Pakis, dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering.

    Pemeriksaan mikroskopik menunjukan kristal cairan amniom dan gambaran daun pakis.

    Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG.Tentukan ada tidaknya

    infeksi.

    Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38OC serta cairan ketuban keruh dan

    berbau.

    - Leukosit darah lebih dari 15.000/mm3.

    - Janin yang mengalami takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin.

    - Tentukan tanda-tanda persalinan.

    - Tentukan adanya kontraksi yang teratur

    - Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan)

    Pemeriksaan Fisik

    Ibu:

    Ketuban pecah dini 2 hari sebelum persalinan dan cairan ketuban berbau

    busuk resiko infeksi intrauterin karena ketuban pecah > 18 jam dan berbau

    busuk merupakan factor risiko terjadinya infeksi intrauterin.

  • 19

    Bayi:

    Grunting : akibat pengeluaran udara yang tersedak- sedak

    Full term : bayi cukup bulan; minggu 37 - 42 kehamilan

    BB lahir : 3000 gram; normal = 2500 - 4000 g bayi

    diklasifikasikan sebagai bayi baru lahir cukup bulan dan sesuai dengan

    masa kehamilan.

    Hipoaktif

    refleks mengisap (-)

    retraksi interkostal, merintih, takipnea dengan menggunakan Downes

    score, dapat diketahui bayi ini mengalami distress pernafasan.

    APGAR score menit 1 = 5 asfiksia ringan

    Nilai APGAR menit 1: 5

    8-10 : tidak asfiksia

    5-7 : asfiksia ringan

    3-4 : asfiksia sedang

    0-2 : asfiksia berat

    Nilai APGAR menit 5 = 9 normal

    Pemeriksaan Diagnostik

    a. Ultrasonografi

    Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin atau

    melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis.

    b. Amniosintesis

    Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin.

    c. Protein C-reaktif

    Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan terjadinya korioamnionitis

    tanda- tanda

    sepsis

    neonatorum.

  • 20

    Diagnosis Sepsis Neonatorum

    Saat ini, upaya penegakan diagnosis sepsis mengalami beberapa perkembangan. Pada

    tahun 2004, The International Sepsis Forum mengajukan usulan kriteria diagnosis sepsis

    pada neonatus berdasarkan perubahan klinis sesuai dengan perjalanan infeksi. Gambaran

    klinis sepsis neonatorum dikelompokkan menjadi 4 variabel, yaitu variabel klinik,

    variabel hemodinamik, variabel perfusi jaringan, dan variabel inflamasi

    Dalam menentukan diagnosis klinik sepsis, setiap lembaga hendaknya membuat sendiri

    kriteria yang cocok untuk dipakai ditempatnya. Pengkajian secara statistik mengenai hal

    ini sangat sulit, karena faktor predisposisi infeksi maupun gejala klinis sangat sulit

    digolongkan karena saling tumpang tindih.

  • 21

    2. Apa pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan pada kasus ini ?

    KPD

    Pemeriksaan Lab

    - Pemeriksaan alpha-fetoprotein (AFP). Konsentrasinya tinggi di dalam cairan amnion

    tetapi tidak di semen dan urin.

    - Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalisis

    - Tes Pakis

    - Tes Lakmus (Nitrazine test)

    Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus merah menjadi biru.

    Pemeriksaan Ultrasonography (USG)

    Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum

    uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit (oligohidramnion

    atau anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan anamnesis dari pasien bisa

    membantu diagnosis tetapi bukan menegakkan diagnosis rupturnya membrane fetal.

    Selain itu dinilai Amniotic Fluid Index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia

    janin. USG dapat mengidentifikasi kehamilan ganda, janin yang tidak normal atau

    melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosentesis dan sering digunakan dalam

    mengevaluasi janin. Pemeriksaan USG berguna untuk menegakkan diagnosis ketuban

    pecah dini.

    Respiratory distress

    - Foto toraks dada, untuk mencari kausa

    - Kultur darah

    Bakteriemia, tidak begitu membantu karena hasil baru didapatkan > 48 jam

    - Analisa Gas Darah

    Untuk menilai keasaman darah atau status asam basa

    - Kadar glukosa darah, bila curiga hipoglikemia

    - Darah lengkap, termasuk hitung jenis

  • 22

    3. Bagaimana manifestasi klnis pada kasus ini ?

    Manifestasi klinis sepsis neonatorum:

    Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik.Tanda dan

    gejala sepsis neonatorum yaitu:

    Tanda dan gejala umum meliputi hipertermia atau hipotermi bahkan normal,

    aktivitas lemah atau tidak ada tampak sakit, berat badan menurun tiba-tiba;

    Tanda dan gejala pada saluran pernafasan meliputi dispnea, takipnea, apnea, tampak

    tarikan otot pernafasan,merintih, mengorok, dan pernafasan cuping hidung;

    Tanda dan gejala pada system kardiovaskuler meliputi hipotensi, kulit lembab, pucat

    dan sianosis;

    Tanda dan gejala pada saluran pencernaan mencakup distensi abdomen, malas atau

    tidak mau minum, diare;

    Tanda dan gejala pada sistem saraf pusat meliputi refleks moro abnormal, iritabilitas,

    kejang, hiporefleksia, fontanel anterior menonjol, pernafasan tidak teratur;

    Tanda dan gejala hematology mencakup tampak pucat, ikterus, patikie, purpura,

    perdarahan, splenomegali.

    Gejala klinis yang terlihat sangat berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab

    dan respon tubuh terhadap masuknya kuman.Gambaran klinik yang bervariasi tersebut

    pada anak dan dewasa infeksi biasanya disertai dengan demam namun pada bayi baru

    lahir demam bukan merupakan tanda yang khas untuk infeksi. Berdasarkan penelitian

    hanya sekitar 10% bayi yang pada darahnya ditemukan bakteri akan mengalami demam,

    lebih banyak yang suhu tubuhnya normal atau malah rendah.

    Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan asfiksia dan

    memerlukan resusitasi karena nilai apgar rendah. Setelah lahir, bayi tampak lemah dan

    tampak gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-

    kadang hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi

    organ tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan saraf pusat (letargi, refleks hisap

    buruk, menangis lemah kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel

    dan dapat disertai kejang), kelainan kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis, dingin

  • 23

    dan clummy skin). Bayi dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik,

    gastrointestinal ataupun gangguan respirasi (perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi

    abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipnea,

    apnea, merintih dan retraksi).

    Gejala umum : bayi tampak lemah, iritable, malas, tidak mau minum, sklerema, sianosis,

    merintih, keadaan umum memburuk, Suhu tubuh tidak stabil (< 35,5 0C atau > 37,5

    0C)

    Laju nadi > 180 x/menit atau < 100 x/menit

    Laju nafas > 60 x/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen,apnea atau laju

    nafas < 30x/menit

    Letargi

    Intoleransi glukosa : hiperglikemia (plasma glukosa >10 mmol/L atau >170 mg/dl)

    atau hipoglikemia (< 2,5 mmol/L atau < 45 mg/dl)

    Intoleransi minum

    Tekanan darah < 2 SD menurut usia bayi

    Tekanan darah sistolik < 50 mmHg (usia 1 hari)

    Tekanan darah sistolik < 65 mmHg (usia < 1 bulan)

    Pengisian kembali kapiler/capillary refill time > 3 detik

    i. Gejala susunan saraf pusat : letargi, iritable, tremor, hiporefleksi, hipotoni, kejang,

    apnea

    ii. Gejala saluran pernapasan : dispnea, takipnea, apnea, sianosis

    iii. Gejala gastrointestinal : muntah, diare, meteorismus, hepatomegali

    iv. Gejala hematologi : peteki, purpura, perdarahan lain, ikterus, splenomegali

    v. Gejala kardiovaskuler : pucat, sianosis, takikardi, hipotensi, edema

    vi. Laboratorium :

    Leukositosis (> 34.000 x 109/L)

    Leukopenia (< 4.000 x 109/L)

    Netrofil muda > 10%

    Perbandingan netrofil immatur (stab) dibanding total (stab+segmen) atau I/T ratio

    > 0,2

    Trombositopenia < 100.000 x 109/L)

  • 24

    CRP > 10 mg/dl atau 2 SD dari normal

    Kriteria

    o Terduga/Suspek Sepsis Adanya satu atau lebih kriteria FIRS disertai gejala

    klinis infeksi.

    o Terbukti/Proven Sepsis Adanya satu atau lebih kriteria FIRS disertai

    bakteremia/kultur darah positif.

    Manifestasi klinis pneumonia neonatorum:

    Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan tingkat berat penyakit.Antara

    lain :

    Tachypnea (laju pernafasan >60 kali/menit).

    Dengkur ekspirasi mungkin terjadi.

    Perekrutan otot aksesori pernapasan, seperti cuping hidung dan retraksi di

    subcostal, interkostal, atau situs suprasternal, dapat terjadi.

    Sekresi saluran napas dapat bervariasi secara substansial dalam kualitas dan

    kuantitas, tetapi yang paling sering sedalam-dalamnya dan kemajuan dari

    serosanguineous untuk penampilan yang lebih bernanah, putih, kuning, hijau,

    atau perdarahan warna dan tekstur krim atau chunky tidak jarang terjadi. Jika

    aspirasi mekonium, darah, atau cairan properadangan lainnya dicurigai, warna dan

    tekstur lain bisa dilihat.

    Rales, rhonchi, dan batuk adalah semua diamati lebih jarang pada bayi dengan

    radang paru-paru daripada individu yang lebih tua. Jika ada, mereka mungkin

    disebabkan oleh proses menyebabkan peradangan, seperti gagal jantung kongestif,

    kondensasi dari gas humidified diberikan selama ventilasi mekanik, atau tabung

    endotracheal perpindahan. Meskipun alternatif penjelasan yang mungkin, temuan

    ini akan dimintakan pertimbangan cermat pneumonia dalam diagnosis diferensial.

    Sianosis pusat jaringan, menyiratkan deoxyhemoglobin konsentrasi sekitar 5 g/dL

    atau lebih dan konsisten dengan kerusakan pertukaran gas dari disfungsi paru

    berat seperti radang paru-paru, meskipun penyakit jantung bawaan struktural,

  • 25

    hemoglobinopathy, polisitemia, dan hipertensi pulmonal (dengan atau tanpa

    parenkim terkait lainnya penyakit paru-paru) harus dipertimbangkan.

    Peningkatan pernapasan seperti peningkatan menghirup oksigen konsentrasi,

    ventilasi tekanan positif, atau tekanan saluran udara positif terus menerus

    umumnya diperlukan sebelum pemulihan dimulai.

    Bayi dengan pneumonia dapat bermanifestasi asimetri suara napas dan dada yang

    menyatakan kebocoran udara atau perubahan emphysematous sekunder obstruksi

    jalan napas parsial.

    dapat juga muncul gambaran klinis APGAR Score rendah, segera setelah lahir

    terjadi distress nafas, perfusi perifir rendah, letargi, tidak mau minum, tidak mau

    minum, distensi abdomen, suhu tidak stabil, asisdosis metabolik, DIC.

    Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+),

    sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga. Palpasi : Stem fremitus yang

    meningkat pada sisi yang sakit. Perkusi : Sonor memendek. Sering tidak dijumpai

    adanya kelainan Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras

    )disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang.

    4. Apa differensial Diagnosis dan WD kasus ini ?

    Gejala/ tanda Bronkopneumonia

    Sepsis Neonatorum

    TTN Aspirasi mekonium PMH

    Usia kehamilan Aterm/preterm Aterm/preterm Aterm/preterm Preterm

    Onset timbulnya

    gejala

    Beberapa saat setelah

    lahir

    Beberapa saat

    setelah lahir

    Beberapa saat

    setelah lahir

    Segera (primary

    distress)

    Grunting + + + +

    Sianosis +/- +/- (jarang) ++ ++

    Perbaikan dengan

    O2

    Membaik Membaik dengan

    oksigen minimal

    Sementara Sementara

    Sucking reflex - + - +

    Retraksi ddg dada + +/- (jarang) + +

    Gejala khas lain Adanya ronki dan

    leukositosis

    Penyembuhan

    yang mendadak,

    Adanya cairan

    amnion yang

    berwarna kehijauan

    pada saat kelahiran

    Retraksi dinding

    dada

  • 26

    Diagnosis Kerja:

    Seorang bayi laki-laki mengalami distress pernapasan e.c. suspect sepsis neonatorum dan

    pneumonia.

    5. Bagaimana epidemiologi pada kasus ini ?

    a. Ketuban Pecah Dini

    Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007

    menunjukkan bahwa secara nasional Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia

    adalah 34 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan di provinsi NTB Angka Kematian

    Bayi tahun 2007 mncapai 71 per 1000 kelahiran hidup (Erlisnawati, 2011). Angka

    komplikasi neonatal yang yang tercatat pada laporan Dikes provinsi sangat tinggi

    mencapai 8880 kasus (54,05%). Ketuban pecah dini (KPD) merupakan salah satu

    komplikasi kehamilan yang paling sering ditemui. Insiden ketuban pecah dini adalah

    2,7% sampai 17%, bergantung pada lama periode fase laten yang digunakan untuk

    menegakkan diagnosis KPD. Angka kejadian kasus KPD terjadi lebih tinggi pada

    wanita dengan serviks inkompeten, polihidramnion, malpresentasi janin, janin

    kembar atau adanya infeksi pada serviks atau vagina (Varney, 2008).

    Komplikasi tidak langsung yang ditimbulkan oleh ketuban pecah dini pada janin

    yaitu terjadinya gawat janin yang diakibatkan oleh hipoksia sampai asfiksia dari

    oligohidramnion yang menekan tali pusat dan prematuritas. Sekitar 8-10% wanita

    hamil akan mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan aterm, sedangkan 1%

    terjadi pada kehamilan preterm (Saifuddin, 2008).

    Berdasarkan laporan pada register Ruang Bersalin jumlah ibu bersalin selama

    periode tahun 2012 sebanyak 2391 orang. Berdasarkan laporan obstetrik Rekam

    Medis RSUP NTB disebutkan jumlah kasus ketuban pecah dini pada tahun 2012

    sebanyak 282 kasus dan angka kejadian gawat janin sebanyak 71 kasus. Sedangkan

    pada periode bulan Januari sampai Desember 2012 pada register persalinan di VK

    Teratai RSUP NTB angka kejadian ketuban pecah dini sebanyak 452 kasus,

    Gambaran

    Rontgen

    Terdapat infiltrat dan

    konsolidasi paru

    star burst Banyak corakan

    vaskuler di bagian

    tengah

    Terdapat bercak

    infiltrat yang kasar

    atau berkabut

    Gambaran

    retikuloendotelial

    dan berkabut

    ground glass

  • 27

    sedangakan kasus KPD 12 jam sebanyak 351 kasus dan angka kejadian gawat janin

    sebanyak 89 kasus Berdasarkan uraian diatas.

    Distribusi jumlah sampel berdasarkan kasus KPD di Ruang Bersalin RSUP

    NTB tahun 2012 dapat dilihat pada table dibawah ini:

    No KPD N %

    1 KPD 12 jam 122 67,8

    2 KPD < 12 jam 58 32,2

    Total 180 100

    Tabel 1. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Angka Kejadian KPD di Ruang

    Bersalin RSUP NTB Tahun 2012

    Tabel diatas dapat terlihat bahwa sampel terbanyak adalah KPD 12 jam

    sebanyak 122 sampel (67,8%) dan 58 sampel (32,2%) dengan KPD < 12 jam.

    Ketuban pecah dini (KPD) merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang paling

    sering ditemui. Insiden ketuban pecah dini adalah 2,7% sampai 17%, bergantung pada

    lama periode fase laten yang digunakan untuk menegakkan diagnosis KPD. Angka

    kejadian kasus KPD terjadi lebih tinggi pada wanita dengan serviks inkompeten,

    polihidramnion, malpresentasi janin, janin kembar

    Analisis hubungan ketuban pecah dini dengan kejadian gawat janin di ruang

    bersalin RSUP NTB tahun 2012

    Hubungan ketuban pecah dini 12 jam dengankejadian gawat janin di Ruang

    Bersalin RSUP NTBtahun 2012 dapat dilihat pada table 4.3 dibawah ini:

    No KPD

    Keadaan Janin

    Jumlah P Value Gawat Janin

    Tidak Gawat

    Janin

    n % n % n %

    1 12 jam 10 5,6 112 62,2 122 67,8 P Value=

    1000 (p >

    0,05)

    2

  • 28

    Tabel 3. Distribusi Kejadian KPD 12 Jam denganGawat janin di Ruang Bersalin Di

    RSUPNTB Tahun 2012

    Tabel diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 122sampel (67,8%) dengan KPD

    sampel 12 jam,terdapat 112 sampel (62,2%) dengan gawat janindan 10 sampel

    (5,6%) dengan tidak gawat janin.Dari hasil analisi statistic dengan uji Chi

    Squarediperoleh nilai X2 = 0,000 dan p = 1,000 denganmenggunakan = 0,05

    dengan demikian p >sehingga H0 diterima dan Ha ditolak. Dengandemikian dapat

    disimpulkan bahwa tidak adahubungan antara kebuan pecah dini 12 jam

    dengankejadian gawat janin.Ketuban pecah dini lebih dari 12 jam ternyataberkaitan

    dengan komplikasi obstetric lain yangmempengaruhi hasil perinatal, antara lain

    kehamilanmulti janin, presentasi bokong, korioamnionitis dangawat janin intrapartum

    secara tidak langsung. Daridata sampel yang dikumpulkan, terdapat

    beberapakomplikasi yang muncul dikarenakan ketuban pecahdalam waktu yang

    cukup lama, seperti febris yangmenunjukkan gejala infeksi, oligohiramnion dan

    gawat janin meskipun dalam angka yang sangat kecil 5 sampel (33,3%.). Jika ketuban

    pecah terjadi pada saat kehamilan sudah mencapai cukup bulan, persalinan spontan

    dapat diantisipasi pada 86% ibu dalam waktu 24 jam dan 90% dalam waktu 72

    jam.Pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini harus diberikan pilihan

    penatalaksanaan baik secara pasif ataupun aktif.

    b. Asfiksia Neonatorum

    Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun pertama

    kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama.Dua pertiga dari yang

    meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama.Dua pertiga dari yang

    meninggal pada minggu pertama, meninggal pada hari pertama.Penyebab utama kematian

    pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia,

    sepsis dan komplikasi berat lahir rendah.Kurang lebih 99% kematian ini terjadi di negara

    berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini dan

    pengobatan yang tepat.

    Diperkirakan bahwa sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus di seluruh

    dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir mati yang lebih

  • 29

    besar.2 Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa sejak

    tahun 2000-2003 asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu sebanyak 8%, sebagai

    penyebab kematian anak diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis

    neonatorum dan kelahiran prematur. Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah

    mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti

    cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan belajar. Menurut hasil riset kesehatan

    dasar tahun 2007, tiga penyebab utama kematian perinatal di Indonesia adalah

    gangguan pernapasan/respiratory disorders (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis

    neonatorum (12.0%).

    Hubungan Asfiksia neonatorum dengan Ketuban Pecah Dini

    KPD >12 jam dengan asfiksia 44,7%, sedangkan KPD

  • 30

    i. Distribusi Frekuensi Menurut Orang

    Penelitian Nugrahani, dkk tahun 2005 di RS Dr. Sardjito Yogyakarta

    menyebutkan bahwa berdasarkan umur, proporsi bayi dengan sepsis yang

    berumur 0-7 hari adalah 77,2% sedangkan yang berumur > 7 hari adalah 22,8%.

    Berdasarkan jenis kelamin, proporsi bayi laki-laki dengan sepsis adalah 61,4%

    sedangkan bayi perempuan adalah 38,6%. 15 Menurut Jumah, dkk tahun 2007 di

    Iraq terdapat 22 bayi yang berumur < 7 hari (62,9%) meninggal akibat sepsis, dan

    terdapat 31 bayi yang berumur 7-28 hari (36,5%) meninggal akibat sepsis. Sepsis

    lebih sering terjadi pada bayi berkulit hitam daripada bayi berkulit putih, namun

    hal ini dapat dijelaskan berdasarkan tingginya insiden prematur, pecah ketuban,

    ibu demam, dan berat lahir rendah.18 Perbedaan kejadian sepsis neonatorum pada

    suku bangsa lebih dikaitkan dengan kebiasaan dan pola makan yang telah dianut

    oleh ibu dari bayi tersebut. Hal ini sangat berpengaruh pada kondisi gizi ibu yang

    kemudian berdampak pada keadaan bayi. Menurut Thirumoorthi dalam

    simposium penanggulangan infeksi pada kehamilan menyebutkan bahwa dari

    semua penderita sepsis awitan dini, sebanyak 54% terjadi pada bayi berkulit hitam

    dan dari semua penderita sepsis awitan lambat, sebanyak 65% juga terjadi pada

    bayi berkulit hitam.

    ii. Distribusi Frekuensi Menurut Tempat dan Waktu

    Insiden sepsis neonatorum di negara berkembang sangat bervariasi menurut

    waktu dan lokasi. Insiden yang bervariasi di berbagai rumah sakit tersebut

    dihubungkan dengan angka prematuritas, perawatan perinatal, persalinan, dan

    kondisilingkungan waktu perawatan.26 Penelitian Rasul tahun 2007 di

    Banglasdesh menyebutkan bahwa insiden infeksi perinatal yang tinggi yaitu 50-

    60% selama dua puluh tahun yang lalu mengalami penurunan menjadi 20-30% di

    negara-negara berkembang. Di India, berbagai studi menunjukkan bahwa kejadian

    bervariasi antara 10-20 per 1.000 kelahiran hidup.

    Dalam penelitian Jumah, dkk tahun 2007 di Iraq, CFR sepsis neonatus tinggi

    dilaporkan sekitar 44,2%, hasil yang sama dilaporkan di Basrah (Iraq) oleh Radhy

    H. pada tahun 2001 yaitu 43,5%, kemudian di Abha (Saudia Arabia) oleh Asindi

    A, dkk pada tahun 1999 diperoleh sebanyak 44% dan oleh Rodriguez-weber, dkk

  • 31

    di Mexico pada tahun 2003 sebanyak 43,9%. Sementara angka kematian sepsis

    neonatus rendah oleh peneliti lain seperti yang dilaporkan oleh Ezechukwze C,

    dkk di Nigeria pada tahun 2004 yaitu 19,3%, oleh Koutouby A, dkk di UAE

    (United Arab Emirates) pada tahun 1995 melaporkan sebanyak 26%, Stall B. di

    USA pada tahun 2002 melaporkan sebanyak 28% dan Dawodu A, dkk di Al-

    Dammam (Saudi Arabia) pada tahun 1997 melaporkan sebanyak 28%, perbedaan

    angka kematian sepsis neonatus ini di beberapa negara dapat dijelaskan oleh

    beberapa faktor seperti keadaan sosial ekonomi, keadaan geografi dan faktor ras,

    penggunaan ventilator dan inkubator, perbedaan mikroorganisme dan penggunaan

    antibiotik yang berbeda.

    6. Bagaimana etiologi dan faktor risiko ?

    Etiologi KPD

    1. Inkompetensi serviks (leher rahim)

    Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher

    atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka

    ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin

    besar. Inkompetensi serviks disebabkan oleh laserasi sebelumnya melalui ostium uteri

    atau merupakan suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya

    dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester

    kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput

    janin serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2002).

    2. Peninggian tekanan inta uterin

    Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat

    menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :

    a. Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis

    b. Gemelli

    Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga

    menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena

    jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relative

  • 32

    kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan

    selaput ketuban tipis dan mudah pecah. (Saifudin. 2002)

    c. Makrosomia

    Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram. Kehamilan dengan

    makrosomia menimbulkan over distensi uterus dan menyebabkan tekanan pada

    intrauterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban

    menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan

    selaput ketuban mudah pecah. (Winkjosastro, 2006)

    d. Hidramnion

    Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus

    dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah

    peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut,

    volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam

    waktu beberapa hari saja

    3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.

    4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo

    pelvic disproporsi).

    5. Korioamnionitis

    Biasanya disebabkan oleh penyebaran organism vagina ke atas. Dua factor

    predisposisi terpenting adalah pecahnya selaput ketuban >24 jam dan persalinan lama.

    6. Infeksi

    Infeksi mikroorganisme pada selaput ketuban menyebabkan terjadinya proses

    biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan

    ketuban pecah.

    7. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)

    8. Riwayat KPD sebelumya

    9. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban

    10. Serviks (leher rahim) yang pendek (

  • 33

    Etiologi Sepsis Neonatorum

    Perbedaan pola kuman penyebab sepsis antar negara berkembang telah diteliti oleh

    World Health Organization Young Infants Study Group pada tahun 1999 di empat negara

    berkembang yaitu Ethiopia, Philipina, Papua New Guinea dan Gambia. Penelitian

    tersebut mengemukakan bahwa kuman isolat yang tersering ditemukan pada kultur darah

    adalah

    Staphylococcus aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%) dan E. coli (18%).

    Tabel Perubahan pola kuman penyebab sepsis neonatorum

    Berdasarkan databased perinatologi RSHAM (Rumah Sakit H.Adam Malik) tahun 2008

    sampai tahun 2010 didapatkan pola kuman berdasarkan hasil kultur darah Staphylococus

    sp 33%, Klebsiela 23%, Pseudomonas 28% untuk tahun 2008, tahun 2009 staphylococus

    27%, enterobacter 18%, pseudomonas 16% dan tahun 2010 staphylococus 34%,

    pseudomonas 20%, enterobacter 14%.

    Pada cairan serebrospinal yang terjadi pada meningitis neonatus awitan dini banyak

    ditemukan bakteri gram negatif terutama Klebsiella sp dan E. Coli, sedangkan pada

    awitan lambat selain bakteri gram negatif juga ditemukan Streptococcus pneumoniae

    serotipe 2. E.coli biasa ditemukan pada neonatus yang tidak dilahirkan di rumah sakit

    serta pada usap vagina wanita di daerah pedesaan. Sementara Klebsiella sp biasanya

    diisolasi dari neonatus yang dilahirkan di rumah sakit. Selain mikroorganisme di atas,

  • 34

    patogen yang sering ditemukan adalah Pseudomonas, Enterobacter, dan Staphylococcus

    aureus.

    Faktor Risiko Sepsis Neonatorum

    Faktor risiko ibu:

    1. Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila ketuban pecah lebih

    dari 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai

    korioamnionitis, kejadian sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya.

    2. Infeksi dan demam (lebih dari 38C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis,

    infeksi saluran kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B (SGB), kolonisasi

    perineal oleh E. coli, dan komplikasi obstetrik lainnya.

    3. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau.

    4. Kehamilan multipel.

    5. Persalinan dan kehamilan kurang bulan.

    6. Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu.

    7. Ruptur selaput ketuban yang lama

    8. Persalinan prematur

    9. Amnionitis klinis

    10. Demam maternal

    11. Manipulasi berlebihan selama proses persalinan

    12. Persalinan yang lama

    Faktor risiko pada bayi:

    1. Prematuritas dan berat lahir rendah

    2. Asfiksia neonatorum

    3. Resusitasi pada saat kelahiran, misalnya pada bayi yang mengalami fetal distress dan

    trauma pada proses persalinan.

    4. Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian ventilator, kateter, infus,

    pembedahan, akses vena sentral, kateter intratorakal.

    5. Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli), defek imun, atau

    asplenia.

  • 35

    Faktor risiko lain:

    Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis neonatorum lebih sering terjadi pada

    bayi laki-laki daripada perempuan, pada bayi kulit hitam daripada kulit putih, pada bayi

    dengan status ekonomi rendah, dan sering terjadi akibat prosedur cuci tangan yang tidak

    benar pada tenaga kesehatan maupun anggota keluarga pasien, serta buruknya kebersihan

    di ruang perawatan bayi. Faktor-faktor di atas sering dijumpai dalam praktek sehari-hari

    dan masih menjadi masalah sampai saat ini. Hal ini merupakan salah satu penyebab tidak

    adanya perubahan pada angka kejadian sepsis neonatal dalam dekade terakhir ini. Faktor-

    faktor risiko ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan

    perhatian khusus terutama bila disertai gambaran klinis.

    Etiologi dan Faktor risiko distress pernapasan :

    Etiologi respiratory distress:

    Transient tachpnea of the newborn

    Hyaline membrane disease.

    Meconium aspiration syndrome (MAS)

    Air leak syndrome

    Pneumonia.

    Congenital heart disease.

    2. Faktor risiko respiratory distress:

    Ibu yang menggunakan obat yang jika berhenti dapat menyebabkan fetal

    distress.

    DM pada ibu.

    Infeksi pada ibu atau durasi pecah ketuban yang memanjang yang dapat

    menyebabkan sepsis ataupun pneumonia.

    Perdarahan pada saat persalinan.

    Persalinan premature.

    Penggunaan anestesi.

    Hydrops fetalis.

  • 36

    Cairan amnion yang bercampur mekonium.

    11. Bagaimana patofisiologi kasus ini ?

    Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi

    dalam kolagen matriks ekstraselular amnion, korion, dan apoptosis membran janin.

    Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan

    selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan

    protein hormon yang merangsang aktivitas matrix degrading enzyme. Hal ini

    menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban

    rapuh.

    Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks. Perubahan

    struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah

    dan menyebabkan selaput ketuban pecah.

    Faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah:

    a. Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen;

    b. Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur

    abnormal karena antara lain merokok.

    Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat oleh

    inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.

    Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada

    degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin. Aktivitas degradasi

    proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis di mana

    terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi ketuban pecah dini.

    Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban

    mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan

    pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin, selain itu pada trimester terakhir

    terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Ketika ketuban telah pecah, maka

    perlindungan intrauterin janin menjadi menghilang. Hal ini menyebabkan bakteri-bakteri

    yang berasal dari vagina, anus, rektum, atau traktus urogeniitalis dapat naik dan menjalar

    ke uterus dan kemudian berlanjut menginfeksi ibu dan janin. Infeksi pada janin dapat

  • 37

    menyebabkan septikemia, pneumonia, omfalitis. Peningkatan kejadian infeksi berbanding

    lurus dengan fase laten antara pecahnya ketuban dan persalinan.

    Pada pasien ini, telah terjadi sepsis neonatus karena pada pasien telah terdapat gejala

    berupa permasalahan pada pernafasan, penurunan refleks menghisap, dan hipoaktif.

    Sepsis neonatus yang dialami oleh pasien tergolong pada sepsis neonatus early onset

    (onset awal).

    Sepsis neonatus onset awal menunjukkan gejala paling banyak dan paling jelas yang

    berasal dari sistem pernafasan. Dengan pecahnya ketuban, flora vagina atau berbagai

    bakteri patogen ldapat menjalar naik mencapai cairan ketuban dan janin. Kemudian

    korioamnionitis terjadi, mengakibatkan kolonisasi pada fetus dan infeksi. Aspirasi dari

    cairan ketuban yang terinfeksi berbagai bakteri atau mikroorganisme oleh janin

    menyebabkan infeksi pada saluran pernafasan, kemungkinan terbesar pneumonia, dan

    mengakibatkan gejala sistem pernafasan yang dominan pada sepsis neonatus.

    12. Bagaiman Tatalaksana untuk Ibu dan anak ini ?

    Ketuban Pecah Dini

    PENANGANAN UMUM

    - Konfirmasi usia kehamilan, kalau ada dengan USG

    - Lakukan pemeriksaan inspekulo (dengan spekulum DTT) untuk menilai cairan yang

    keluar (jumlah,warna, bau) dan membedakannya dengan urin.

    - Jika ibu mengeluh perdarahan pada akhir kehamilan(setelah 22 minggu), jangan

    lakukan pemeriksaan dalam secara digital.

    - Tentukan ada/tidaknya infeksi.

    - Tentukan tanda-tanda inpartu.

    Penanganan (1)

    Rawat di Rumah Sakit.

    Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solusio plasenta.

    Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vaginaberbau), berikan antibiotika sama

    halnya dengan jika terjadi amnionitis.

  • 38

    Tata laksana pada kasus ini usia kehamilan aterm (>37 minggu)

    Penanganan (3)

    Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan > 37 minggu:

    Jika ketuban telah pecah > 18jam, berikan antibiotika profilaksis untuk mengurangi

    risiko infeksi streptokokus grup B:

    Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam,

    Atau penisilin G 2 juta unit I.V. setiap 6jam sampai persalinan,

    Jika tidak ada infeksi paskapersalinan, hentikan antibiotika.

    Nilai serviks:

    Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitoksin,

    Jika serviks belum matang, matangkan dengan prostaglandin dan infus oksitosin, atau

    lahirkan dengan seksio sesarea.

    Amnionitis

    Berikan antibiotika kombinasi sampai persalinan:

    Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5 mg/kgBB I.V. setiap 24 jam.

    Jika persalinan pervaginam, hentikan antibiotika paskapersalian.

    Jika persalinan dengan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika dan berikan metronidazol

    500mg I.V. setiap 8 jam sampai bebas demam selama 48 jam.

    Nilai serviks:

    Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitoksin,

    Jika serviks belum matang, matangkan dengan prostaglandin dan infus oksitosin, atau

    lakukan seksio sesarea.

    Jika terdapat metrisis (demam, cairan vagina berbau), berikan antibiotika.

    Jika terdapat sepsis pada bayi baru lahir, lakukan pemeriksaan kultur dan berikan

    antibiotika.

  • 39

    Tata laksana sepsis neonatorum dengan bronkopneumonia:

    a. Terapi Suportif

    Pertahankan suhu tubuh bayi tetap stabil bayi di incubator

    Beri Vitamin K1 0,5 mg IM

    ASI melalui NGT ( Parenteral feeding ) jika respiratory distress sudah teratasi

    Terapi Oksigen intranasal 1-2 liter/menit bila sianosis

    Terapi Nutrisi, cairan IVDF dekstrose 7,5 % atau 10% 500cc dalam NaCl 15%

    dengan jumlah yang sesuai

    b. Terapi Simptomatif dengan sendirinya mengalami perbaikan setelah diterapi

    suportif & Kausatif nya.

    c. Terapi Kausatif

    Pada kasus ini, diberikan terlebih dahulu antibiotik spektrum luas, karena belum

    diketahui secara pasti mikroorganisme penyebab infeksi nya.

    Ampisilin 100 mg/kgBB/hari IV dalam 3-4 dosis

    Gentamisin 2,5 mg/kgBB/18 jam IV bila BB > 2000 gram

    2,5 mg/kgBB/24 jam IV bila BB < 2000 gram

    Bila umur > 7 hari berikan tiap 12-18 jam

    Lama pemberian antara 7 10 hari

    Bila tidak ada perbaikan dalam 2 hari, ganti ampicilin dengan cefotaksim

    d. Monitoring

    Vital sign : denyut nadi, sesak napas, warna kulit, perubahan suhu

    Monitoring input

    Monitoring output urine tiap jam (untuk mengetahui fungsi ginjal)

    13. Apa saja upaya pencegahan untuk kasus seperti ini ?

    - Pencegahan pada ketuban pecah dini:

    Beberapa pencegahan dapat dilakukan namun belum ada yang terbukti cukup efektif.

    Mengurangi aktivitas atau istirahat pada akhir triwulan kedua atau awal triwulan ketiga

  • 40

    dianjurkan. Hindari rokok, motivasi untuk menambah berat badan selama kehamilan,

    anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trimester akhir bila ada predisposisi.

    - Pencegahan sepsis neonatorum

    Upaya mencegah infeksi selama persalinan sampai setelah lahir

    a. Cuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi

    b. Ajarkan ibu dan keluarga untuk mencegah infeksi dengan mencuci tangan

    c. Obati ibu yang mengalami infeksi selama kehamilan

    d. Berikan ASI ekslusif

    e. Hindari kontak bayi dengan orang sakit dan isolasi bayi yang sakit

    f. Apabila ada tanda-tanda infeksi intrapartum pada ibu seperti panas > 38 derajat +

    KPD > 18 jam, air ketuban keruh dan bau, rujuk ibu

    14. Apa saja kemungkinan komplikasi yang ditimbulkan dari kasus ini ?

    Ketuban Pecah Dini

    1) Komplikasi Prom aterm.

    2) Infeksi pada fetal.

    3) Infeksi pada ibu.

    Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal apalagi bila

    terlalu sering diperiksa dalam.Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis

    atau nifas, peritonitis dan septicemia, serta dry-labor. Ibu akan merasa lelah

    karena terbaring di tempat tidur, partus lama, maka suhu badan naik, nadi cepat ,

    dan menampakkan gejal-gejala infeksi lainnya.

    4) Kompresi talipusat atau prolapsus talipusat.

    5) Gagal induksi SC

    6) Asfiksia Neonatorum

    Asfiksia Neonatorum

    Kelainan yang terjadi akibat hipoksia dapat timbul pada stadium akut dan dapat

    pula terlihat beberapa waktu setelah hipoksia berlangsung. Pada keadaan hipoksia

    akut akan terjadi redistribusi aliran darah sehingga organ vital seperti otak, jantung,

    dan kelenjar adrenal akan mendapatkan aliran yang lebih banyak dibandingkan organ

  • 41

    lain seperti kulit, jaringan muskuloskeletal serta organ-organ rongga abdomen dan

    rongga toraks lainnya seperti paru, hati, ginjal, dan traktus gastrointestinal.

    Perubahan dan redistribusi aliran terjadi karena penurunan resistensi vaskular

    pembuluh darah otak dan jantung serta meningkatnya resistensi vaskular di perifer.18

    Hal ini dapat terlihat dalam penelitian lain oleh Akinbi dkk.(1994) yang melaporkan

    bahwa pada pemeriksaan ultrasonografi Doppler ditemukan kaitan yang erat antara

    beratnya hipoksia dengan menurunnya velositas aliran darah serta meningkatnya

    resistensi jaringan di ginjal dan arteri mesenterika superior. Perubahan ini dapat

    menetap sampai hari ke-3 neonatus.

    Perubahan resistensi vaskular inilah yang dianggap menjadi penyebab utama

    redistribusi curah jantung pada penderita, hipoksia dan iskemia neonatus. Faktor lain

    yang dianggap turut pula mengatur redistribusi vaskular antara lain timbulnya

    rangsangan vasodilatasi serebral akibat hipoksia yang disertai akumulasi karbon

    dioksida, meningkatnya aktivitas saraf simpatis dan adanya aktivitas kemoreseptor

    yang diikuti pelepasan vasopresin.20 Redistribusi aliran darah pada penderita

    hipoksia tidak hanya terlihat pada aliran sistemik tetapi juga terjadi saat darah

    mencapai suatu organ tertentu. Hal ini dapat terlihat pada aliran darah otak yang

    ditemukan lebih banyak mengalir ke batang otak dan berkurang ke serebrum, pleksus

    khoroid, dan masa putih.

    Pada hipoksia yang berkelanjutan, kekurangan oksigen untuk menghasilkan

    energi bagi metabolisme tubuh menyebabkan terjadinya proses glikolisis anerobik.

    Produk sampingan proses tersebut (asam laktat dan piruvat) menimbulkan

    peningkatan asam organik tubuh yang berakibat menurunnya pH darah sehingga

    terjadilah asidosis metabolik. Perubahan sirkulasi dan metabolisme ini secara

    bersama-sama akan menyebabkan kerusakan sel baik sementara ataupun menetap.

    Sepsis Neonatal

    Komplikasi sepsis neonatorum antara lain:

    1) Meningitis

    Neonatus dengan meningitis dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus dan/atau

    leukomalasia periventrikular

  • 42

    2) Pada sekitar 60 % keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi acut

    respiratory distress syndrome (ARDS).

    3) Komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan aminoglikosida, seperti

    ketulian dan/atau toksisitas pada ginjal.

    4) Komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit neurologis mulai dari

    gangguan perkembangan sampai dengan retardasi mental

    5) Kematian

    15. Bagaimana prognosis kasus ini ?

    Dengan tatalaksana dan pencegahan komplikasi yang baik, maka prognosis kasus ini

    adalah:

    Ibu: Dubia ad Bonam

    Janin: Dubia ad Bonam

    16. Bagaimana kompetensi dokter umum untuk kasus ini (SKDI) ? 1

    Penyakit

    Infeksi intra-uterin: korioamnionitis 3A

    Ketuban pecah dini (KPD) 3A

    Respiratory distress syndrome 3B

    Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan

    merujuk

    3A. Bukan gawat darurat

    Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan

    pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan

    yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu

    menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

    3B.Gawat darurat

    Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan

    pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan

  • 43

    dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling

    tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti

    sesudah kembali dari rujukan.

    Keterampilan medis

    Resusitasi bayi baru lahir 4A

    Menilai skor Apgar 4A

    Ventilasi tekanan positif pada bayi baru lahir 3

    Pemeriksaan fisik bayi baru lahir 4A

    Induksi kimiawi persalinan 3

    Tatalaksana bayi baru lahir dengan infeksi 3

    Refleks mengisap 4A

    Tingkat kemampuan 3 (Shows): Pernah melakukan atau pernah menerapkan di

    bawah supervisi

    Lulusan dokter menguasai pengetahuan teori keterampilan ini termasuk latar belakang

    biomedik dan dampak psikososial keterampilan tersebut, berkesempatan untuk melihat

    dan mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan

    langsung pada pasien/masyarakat, serta berlatih keterampilan tersebut pada alat peraga

    dan/atau standardized patient. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 3 dengan

    menggunakan Objective Structured Clinical Examination (OSCE) atau Objective

    Structured Assessment of Technical Skills (OSATS).

    4 (Does) Mampu melakukan secara mandiri

    Lulusan dokter dapat memperlihatkan keterampilannya tersebut dengan menguasai

    seluruh teori, prinsip, indikasi, langkah-langkah cara melakukan, komplikasi, dan

    pengendalian komplikasi. Selain pernah melakukannya di bawah supervisi, pengujian

    keterampilan tingkat kemampuan 4 dengan menggunakan Workbased Assessment

    misalnya mini-CEX, portfolio, logbook, dsb.

    4A. Keterampilan yang dicapai pada saat lulus dokter

  • 44

    Hipotesis : seorang bayi laki laki dengan keluhan utama merintih mengalami

    respiratory distress dengan faktor risiko infeksi intrauterine akibat KPD.

  • 45

    Learning Issue

    1. Ketuban Pecah Dini

    Pendahuluan

    Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion yang

    sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkim,

    dan sel trofoblas yang terikat eraat dalam matrik kolagen. Selaput ketuban berfungsi

    menghasilkan air ketuban dan melindungi janin dari infeksi.

    Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban Pecah

    Dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila Ketuban Pecah Dini

    terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut Ketuban Pecah Dini pada kehamilan

    prematur. Dalam keadaan normal 8 10 % perempuan hamil aterm akan mengalami

    Ketuban Pecah Dini1,2

    .

    Ketuban Pecah Dini Prematur terjadi pada 1 % kehamilan. Pecahnya selaput ketuban

    berkaitan dengan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matrik ekstra selular amnion,

    korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli

    infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti

    prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas matrix degrading

    enzym3.

    Mekanisme Ketuban Pecah Dini

    Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan olehh kontraksi uterus dan

    peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan

    biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput

    ketuban rapuh.

    Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks. Perubahan

    struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan

    menyebabkan selaput ketuban pecah.

  • 46

    Faktor risiko untuk terjadinya Ketuban Pecah Dini adalah :

    Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen ;

    Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal

    karena antara lain merokok.

    Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat oleh

    inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.

    Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada

    degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin. Aktivitas degradasi

    proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodonitis di mana terdapat

    peningkatan MMP, cenderung terjadi Ketuban Pecah Dini4,6

    .

    Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban

    mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran

    uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan

    biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal

    fisiologis. Ketuban Pecah Dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-

    faktor eskternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban Pecah Dini prematur

    sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks, solusio plasenta7,8

    .

    Komplikasi

    Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia kehamilan.

    Dapar terjadi infeksi maternal maupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena

    kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya

    persalinan normal

    Persalinan Prematur

    Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung

    umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90 % terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah.

    Pada kehamilan antara 28 - 34 minggu 50 % persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan

    kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.

  • 47

    Infeksi

    Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi

    korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi

    korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih

    sering terjadi daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah

    Dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.

    Hipoksia dan Asfiksia

    Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi

    asfiksia dan hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat

    oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.

    Sindrom Deformitas Janin

    Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan jaanin

    terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi

    pulmonar.

    Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini9-11

    Pastikan diagnosis

    Tentukan umur kehamilan

    Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin

    Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin

    Riwayat keluarnya air ketuban berupa cairan jernih keluar dari vagina yang kadang-

    kadang disertai tanda-tanda lain dari persalinan.

    Diagnosis Ketuban Pecah Dini prematur dengan inspekulo dilihat adanya cairan ketuban

    keluar dari cavum uteri. Pemeriksaan pH vagina perempuan hamil sekita 4,5; bila ada cairan

    ketuban keluar pHnya sekitar 7,1 7,3. Antiseptik yang alkalin akan menaikan pH vagina.

  • 48

    Dengan pemeriksaan ultrasound adanya Ketuban Pecah Dini dapat dikonfirmasikan dengan

    adanya oligohidramnion. Bila air ketuban normal agaknya ketuban pecah dapat diragukan

    serviks.

    Penderita dengan kemungkinan Ketuban Pecah Dini harus masuk rumah sakit untuk

    diperiksa lebih lanjut. Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar, pasien dapat pulang

    untuk rawat jalan. Bila terdapat persalinan dalam kala aktif, korioamnionitis, gawat janin,

    persalinan diterminasi. Bila Ketuban Pecah Dini pada kehamilan prematur, diperlukan

    penatalaksanaan yang komprehensif. Secara umum penatalaksanaan pasien Ketuban Pecah

    Dini yang tidak dalam persalinan serta tidak ada infeksi dan gawat janin,

    penatalaksanaannya bergantung pada usia kehamilan.

    Diagnosis

    Tentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan ketuban di vagina. Jika tidak

    ada dapat dicoba dengan menggerakan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien

    batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus

    (Nitrazin test) merah menjadi biru. Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan

    USG. Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38

    C serta air keruh dan berbau. Leukosit darah > 15.000/3. Janin yang mengalmi

    takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin. Tentukan tanda-tanda persalinan dan

    skoring pelvik. Tentukan adanya kontraksi yang teratur. Periksa dalam dilakukan bila akan

    dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan).

    Penanganan

    Konservatif

    Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak

    tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan < 32 34

    minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

    Jika usia kehamilan 32 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif beri

    deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada

    kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,

  • 49

    berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia

    kehamilan 32 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksim nilai tanda-

    tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 37

    minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan

    periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis

    tunggal selama 2 hari, deksametason I.M. 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

    Aktif

    Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat pula

    diberikan misoprostol 25 g 50 g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-

    tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri

    Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil,

    akhiri persalinan dengan seksio sesarea.

    Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.

    Korioamnionitis10

    Definisi

    Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil di mana korion, amnion, dan

    cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius

    bagi ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis.

    Peyebab

    Penyebab Korioamnionitis adalah infeksi bakteri yang terutama berasal dari traktus

    urogenitalis ibu. Secara spesifik permulaan infeksi berasal dari vagina, anus, atau rektum

    dan menjalar ke uterus. Angka kejadian Korioamnionitis 1 2 %.

    Diagnosis

    Faktor risiko terjadinya Korioamnionitis adalah kelahiran prematur atau ketuban pecah

    lama. Korioamnionitis tidak selalu menimbulkan gejala. Bila timbul gejala antara lain

    demam, nadi cepat, berkeringat, uterus pada perabaan lembek, dan cairan berbau keluar dari

    vagina. Diagnosis Korioamnionitis ditegakan dengan pemeriksaan fisik, gejala-gejala

    tersebut di atas, kultur darah, dan cairan amnion. Kesejahteraan janin dapat diperiksa dengan

    ultrasound dan kardiotokografi.

  • 50

    Penanganan9

    Tegakan diagnosis dini Korioamnionitis. Hal ini berhubungan dengan prognosis, segera

    janin dilahirkan. Bila kehamilan prematur, keadaan ini akan memperburuk prognosis janin.

    Bila janin telah meninggal upaayakan persalinan pervaginam, tindakan perabdominan

    (seksio sesarea) cenderung terjadi sepsis. Lakukan induksi atau akselerasi persalinan.

    Pemberian antibiotika sesegera mungkin. Dipilih yang berspektrum luas yaitu kombinasi

    ampisilin 3 x 1000 mg, gentamisin 5 mg/kgBB/hari, dam metronidazol 3 x 500 mg.

    Berikan uterotonika supaya kontraksi uterus baik pascapersalinan. Hal ini akan

    mencegah/menghambat invasi mikroorganisme melalui sinus-sinus pembuluh darah pada

    dinding uterus.

    2. Respiratory Distress

    Dikenal juga dengan sindroma gagal nafas. menurut Murray et.al (1988) disebut RDS bila

    ditemukan adanya kerusakan paru secara langsung dan tidak langsung, kerusakan paru

    ringan sampai sedang atau kerusakan yang berat dan adanya disfungsi organ non

    pulmonar

    Etiologi :

    - Kelainan paru: pneumonia

    - Kelainan jantung: penyakit jantung bawaan, disfungsi miokardium

    - Kelainan susunan syaraf pusat akibat: Aspiksia, perdarahan otak

    - Kelainan metabolik: hipoglikemia, asidosis metabolik

    - Kelainan bedah: pneumotoraks, fistel trakheoesofageal, hernia diafragmatika

    - Kelainan lain: sindrom Aspirasi mekonium, penyakit membran hialin.

    Manifestasi klinik

    - Takhipneu (>60x/menit)

    - Pernafasan dangkal

    - Mendengkur

    - Sianosis

    - Pucat

  • 51

    - Kelelahan

    - Apneu dan pernafasan tidak teratur

    - Penurunan suhu tubuh

    - Retraksi suprasternal dan substernal

    - Pernafasan cuping hidung.

    Pemeriksaan fisik

    Pada pemeriksaan fisik ditemukan takhipneu (> 60 x/i ), pernafasan mendengkur,retraksi

    subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu,

    gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas

    mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau

    dan pernafasan dalam. Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan nafas

    dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian

    fungsi respirasi meliputi:

    1. frekwensi nafas

    Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa tanda

    lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis

    metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan

    salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler

    sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda

    memburuknya keadaan klinik.

    2. mekanika usaha pernafasan

    Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding

    dada, yang sering dijumpai pada obstruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan

    kepala keatas, merintih, stridor dan akspansi memanjang menandakan terjadi gangguan

    mekanik usaha pernafasan

  • 52

    3. warna kulit/membran mukosa

    Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbecak (mottled),

    tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.

    Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:

    1) Frekuensi jantung dan tekanan darah

    Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietes, nyeri, demam,

    hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.

    2) Kualitas nadi

    Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan aliran sirkulasi

    perifer nadi yang tidak adekuat dan tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya

    aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit yang

    memburuk dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan sianosis. Pemeriksaan kapiler

    dapar dilakukan dengan cara:

    Nail bed pressure (Tekan pada kuku)

    Blancing skin test, caranya dengan meninggikan sedikit ekstremitas dibandingkan

    jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya

    tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik.

    3) Perfusi pada otak dan respirasi

    Gangguan fungsi serebral awalnay adalah gaduh, gelisah diselingi agitasi dan latergi.

    Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan

    otot, kejang dan dilatasi pupil.

    Penilaian RDS

  • 53

    1. Transient Tachypnea of the Newborn (TTN)

    Definisi

    Suatu penyakit ringan pada neonatus yang mendekati cukup bulan atau cukup bulan yang

    mengalami gawat napas segera setelah lahir dan hilang dengan sendirinya dalam waktu 3-

    5 hari.

    Faktor Risiko

    - Bedah sesar sebelum ada kontraksi

    - Makrosomia

    - Partus lama

    - Sedasi ibu berlebihan

    - Skor Apgar rendah (1 menit: < 7)

    Tanda klinis

    - Neonatus biasanya hampir cukup bulan atau cukup bulan dan segera setelah kelahiran

    mengalami takipnea (>80 pernapasan/menit)

    - Neonatus mungkin juga merintih, napas cuping hidung, mengalami retraksi dada dan

    mengalami sianosis

    - Keadaan ini biasanya tidak berlangsung > 72 jam.

    Tatalaksana

    Umum:

    - Pemberian oksigen

    - Pembatasan cairan

    - Pemberian asupan setelah takipnea membaik

    2. Penyakit membran hyalin

    Definisi

    Penyakit membran hialin juga dikenal sebagai sindrom gawat napas (respiratory distress

    syndrome / RDS) Kondisi ini biasanya terjadi pada bayi prematur

    Insidens

    HMD terjadi pada sekitar 25% neonatus yang lahir pada usia kehamilan 32 minggu.

    Insidens meningkat dengan semakin prematurnya neonatus.

  • 54

    Gejala Klinis :

    Kesulitan bernapas yang terlihat mencakup:

    - Takipnea yang meningkat (> 60/menit)

    - Retraksi dada

    - Sianosis pada udara kamar yang