Skenario b Blok 17 2014

88
SKENARIO B Ny.W 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang hebat, disertai demam dan menggigil. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.W mengeluh nyeri di perut kanan atas yang menjalar sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah berat bila makan makanan berlemak. Biasanya Ny.W minum obat penghilang nyeri. Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul, mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal. Pemeriksaan fisik: Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis Tanda vital : TD 110/70 mmHg, Nadi: 106 x/menit, RR: 24 x/menit, Suhu: 39,0 0 C BB: 80 kg, TB: 158 cm Pemeriksaan spesifik: Kepala: Sklera Ikterik Leher dan thoraks dalam batas normal. Abdomen: Inspeksi : datar Palpasi : lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphy sign (+), hepar dan lien tidak teraba, kandung empedu: sulit dinilai. Perkusi : shifting dullness (-) Extremitas : palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-) Pemeriksaan Laboratorium: Darah rutin : 1 | Page

description

thanks

Transcript of Skenario b Blok 17 2014

Page 1: Skenario b Blok 17 2014

SKENARIO B

Ny.W 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang

hebat, disertai demam dan menggigil.

Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.W mengeluh nyeri di perut kanan atas yang menjalar sampai ke

bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah berat bila makan

makanan berlemak. Biasanya Ny.W minum obat penghilang nyeri.

Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul, mata

dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.

Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis

Tanda vital : TD 110/70 mmHg, Nadi: 106 x/menit, RR: 24 x/menit, Suhu: 39,00C

BB: 80 kg, TB: 158 cm

Pemeriksaan spesifik:

Kepala: Sklera Ikterik

Leher dan thoraks dalam batas normal.

Abdomen: Inspeksi : datar

Palpasi : lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphy sign (+), hepar dan lien

tidak teraba, kandung empedu: sulit dinilai.

Perkusi : shifting dullness (-)

Extremitas : palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)

Pemeriksaan Laboratorium:

Darah rutin :

Hb: 12,4 g/dl, Ht: 36 vol%, Leukosit: 15.400/mm3, Trombosit: 329.000/mm3, LED: 77

mm/jam

Liver Function Test (LFT) :

Bilirubin total: 20,49 mg/dl, Bilirubin Direct: 19,94 mg/dl, Bilirubin Indirect: 0,55 mg/dl,

SGOT: 29 u/l, SGPT: 37 ul, Fosfatase alkali: 864 u/l

Amilase: 40 unit/L dan Lipase: 50 unit/L.

1 | P a g e

Page 2: Skenario b Blok 17 2014

Klarifikasi istilah

menggigil: gerakan involunter sebagai respon terhadap demam; perasaan dingin disertai

getaran tubuh

mual: sensasi tidak enyenangkan yang sama pada epigastrium dan abdomen dengan

kecenderungan untuk muntah

BAB seperti dempul: gambaran BAB berwarna putih keabu-abuan

sclera ikterik: sclera yang berwarna kuning akibat timbunan bilirubin

murphy sign: Tanda penyakit kantung empedu berupa nyeri saat inspirasi ketika jari

pemeriksa menekan daerah kanan atas abdomen.

akral: berkenaan dengan tungkai atau ekstremitas lain

SGOT: Enzim yang biasanya terdapat dalam jaringan tubuh, seperti jantung dan hati.

Dilepaskan ke dalam serum sebagai akibat dari cidera jaringan.

SGPT: Enzim yang normal nya dijumpai dalam serum dan jaringan tubuh terutama pada hati.

Enzim ini dilepaskan ke dalam serum sebagai hasil cidera jaringan karena itu konsentrasinya

meningkat pada pasien dengan kerusakan sel hati yang akut.

Fosfatase alkali: Sekelompok enzim yang terdapat dalam kadar tinggi pada empedu dan

tulang yang sedang bertumbuh. (normal = 10-32 u/l)

Amilase: Enzim yang mengkatalisis peristiwa hidrolisis zat tepung menjadi molekul yang

lebih kecil

Lipase: Setiap enzim yang mengkatalisis pemecahan anion asam lemak dari trigliserida dan

fosfolipid.

2 | P a g e

Page 3: Skenario b Blok 17 2014

Identifikasi Masalah

1. Ny.W 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang

hebat, disertai demam dan menggigil.

2. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.W mengeluh nyeri di perut kanan atas yang menjalar sampai

ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah berat bila

makan makanan berlemak. Biasanya Ny.W minum obat penghilang nyeri.

3. Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul,

mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.

4. Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis

Tanda vital : TD 110/70 mmHg, Nadi: 106 x/menit, RR: 24 x/menit, Suhu: 39,00C

BB: 80 kg, TB: 158 cm

Pemeriksaan spesifik:

Kepala: Sklera Ikterik

Leher dan thoraks dalam batas normal.

Abdomen: Inspeksi : datar

Palpasi : lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphy sign (+), hepar dan lien

tidak teraba, kandung empedu: sulit dinilai.

Perkusi : shifting dullness (-)

Extremitas : palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)

5. Pemeriksaan Laboratorium:

Darah rutin :

Hb: 12,4 g/dl, Ht: 36 vol%, Leukosit: 15.400/mm3, Trombosit: 329.000/mm3, LED: 77

mm/jam

Liver Function Test (LFT) :

Bilirubin total: 20,49 mg/dl, Bilirubin Direct: 19,94 mg/dl, Bilirubin Indirect: 0,55 mg/dl,

SGOT: 29 u/l, SGPT: 37 ul, Fosfatase alkali: 864 u/l

Amilase: 40 unit/L dan Lipase: 50 unit/L.

3 | P a g e

Page 4: Skenario b Blok 17 2014

Analisis Masalah

1. Ny.W 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang

hebat, disertai demam dan menggigil.

a. Apa saja regio-regio yang ada di abdomen beserta organ yang ada di dalamnya?

Jawab:

4 | P a g e

Page 5: Skenario b Blok 17 2014

b. Bagaimana hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan keluhan di atas?

Usia lanjut.

Resiko untuk terkena batu empedu meningkat sejalan dengan bertambahnya

usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena batu empedu

dibandingkan dengan orang usia yang lebih muda. Semakin meningkat usia,

prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan:

i. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.

ii. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya

usia.

iii. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.

Jenis kelamin

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena batu empedu dibandingkan

dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormone esterogen berpengaruh terhadap peningkatan

5 | P a g e

Page 6: Skenario b Blok 17 2014

eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar

esterogen juga meningkatkan resiko terkena batu empedu. Penggunaan pil kontrasepsi

dan terapi hormone (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu

dan penurunan aktivitis pengosongan kandung empedu.

Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan

perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu,

sementara di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki. Sementara di Indonesia jumlah

penderita wanita lebih banyak dari pada laki-laki.

c. Bagaimana mekanisme terjadinya keluhan nyeri perut kanan atas, demam, dan menggigil?

Jawab:

Nyeri perut kanan atas

Obstruksi saluran vesica biliaris oleh batu empedu meningkatkan tekanan di

kantong empedu saat lemak melewati duodenum merangsang pengeluaran

empedu oleh hormone kolesitokinin proses eksresi meningkat dan karena adanya

obstruksi nyeri perut kanan atas

Demam

Batu empedu di kandung empedu menyumbat ductus syscticus berpindah ke

ductus choledocus (gerakan peristaltik) obstruksi total cairan empedu menjadi

statis potensial sebagai tempai perkembangbiakan kuman infeksi dan

inflamasi pembentukan PGE2 di hipotalamus peningkatan set point

dihipotalamus demam

Menggigil

adanya choledokolitiasis aliran cairan empedu menjadi terhambat dan terjadi

inflamasi pada dinding saluran empedu menjadi tempat yang potensial untuk

perkembangan bakteri difagositosis oleh sel-sel radang terjadi pelepasan IL-1

dan TNF alfa mempengaruhi pusat pengaturan suhu dihipotalamus demam

kompensasi tubuh untuk meningkatkan suhu tubuh sesuai dengan yang di set oleh

hipotalus menggigil.

d. Apa saja penyakit yang menimbulkan gejala seperti di atas?

Jawab:

Nyeri perut kanan atas dapat disebabkan oleh kelainan organ di dalam rongga perut

ataupun rongga dada. Organ dalam abdomen yang dapat menyebabkan nyeri pada perut

6 | P a g e

Page 7: Skenario b Blok 17 2014

kanan atas adalah penyakit saluran makan (lambung, duodenum, ileum, kolon), hepar,

empedu serta salurannya, dan, pankreas. Sedangkan organ di dalam rongga dada yang

dapat menyebabkan nyeri di perut kanan atas adalah jantung, dan, esofagus. Keluhan pada

organ-organ ini akan menggambarkan nyeri pada perut kanan atas.

Demam, menggigil, serta kolik bilier merupakan gejala khas jika terdapat batu

2. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.W mengeluh nyeri di perut kanan atas yang menjalar sampai

ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah berat bila

makan makanan berlemak. Biasanya Ny.W minum obat penghilang nyeri.

a. Bagaimana mekanisme nyeri perut yang menjalar ke bahu dan mual?

Jawab:

- Nyeri perut yang menjalar ke bahu

Pada kasus batu empedu biasanya akan terjadi usaha dari otot polos dinding vesica

biliaris untuk mengeluarkan batu tersebut. Hal ini akan mensensitasi serabut saraf yang

menpersarafi otot polos dinding vesica biliaris yaitu plexus coeliacus dan nervus

splanchnicus major, dan akan dirasakan nyeri alih di kuadran kanan atau daerah

epigastrium (dermatome T7,8,9). Sedangkan nyeri yang menjalar hingga kebahu kanan

berkaitan dengan kolesistitis akut yang dapat menyebabkan iritasi peritoneum parietale

subdiagfragmaticus yang sebagain dipersarafi oleh nervus phrenicus (C3,4 dan 5). Hal ini

akan menimbulkan nyeri alaih ke bahu karena kulit dibahu dipersarafi oleh nervus

supraclaviculaer (C3,4).

7 | P a g e

Page 8: Skenario b Blok 17 2014

- Mual

Perangsangan mual dapat diakibatkan dari adanya obstruksi saluran empedu sehingga

mengakibatkan alir balik cairan empedu ke hepar (bilirubin, garam empedu dan kolesterol)

menyebabkan terjadinya proses peradangan disekitar hepatobiliar yang mengeluarkan

enzim-enzim SGOT dan SGPT, menyebabkan peningkatan SGOT dan SGPT yang bersifat

iritatif di saluran cerna sehingga merangsang nervus vagal dan menekan rangsangan

sistem saraf parasimpatis sehingga terjadi penurunan peristaltik sistem pencernaan di usus

dan lambung, menyebabkan makanan tertahan di lambung dan peningkatan rasa mual

yang juga diakibatkan karena perangsangan pusat mual di hipotalamus.

b. Mengapa nyeri hilang timbul dan bertambah berat bila makan makanan berlemak?

Jawab:

Makanan yang berlemak merangsang pengeluaran empedu yang berfungsi untuk

mengemulsi lemak/penyerapan lemak. Sehingga, jika pasien mengkonsumsi banyak lemak

dapat menyebabkan peristaltik duktus meningkat sehingga menyebabkan obstruksi yang

akan memperberat kolik.

c. Apa saja macam-macam obat penghilang nyeri dan efek sampingnya? (indikasi dan kontra

indikasi)

Jawab:

Analgesik-antipiretik terdiri dari empat golongan, yaitu:

1. SALISILAT

Salisilat dipasaran dikenal sebagai aspirin. Dalam dosis tinggi, aspirin mempunyai khasiat

antiradang sehingga sering digunakan untuk mengobati radang sendi (rematik). Obat ini

juga  bersifat mengurangi daya ikat sel- sel pembeku darah sehingga penting untuk segera

diberikan pada penderita angina (serangan jantung), untuk mencegah penyumbatan

pembuluh darah jantung karena penggumpalan/ pembekuan darah. Aspirin dapat

menimbulkan nyeri dan pendarahan lambung, karena itu sebaiknya dikonsumsi setelah

makan. Dosis yang berlebihan dapat menyebabkan telinga berdenging, tuli, penglihatan

kabur, bahkan kematian.

2. ASETAMINOFEN

Asetaminofen di pasaran dikenal sebagai parasetamol. Obat ini mempunyai khasiat

antiradang yang jauh lebih lemah dari aspirin sehingga tidak bisa digunakan untuk

mengobati rematik. Asetaminofen tidak merangsang lambung sehingga dapat digunakan

oleh penderita sakit lambung.

8 | P a g e

Page 9: Skenario b Blok 17 2014

3. PIRALOZON

Di pasaran piralozon terdapat dalam antalgin, neuralgin,dannovalgin. Obat ini amat

manjur sebagai penurun panas dan penghilang rasa nyeri. Namun piralozon diketahui

menimbulkan efek berbahaya  yakniagranulositosis (berkurangnya sel darah putih),

karena itu penggunaan analgesik yang mengandung piralozon perlu disertai resep dokter.

4. ASAM-MEFENAMAT

Asam mefenamat termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan sebagai NSAID (Non

steroidal antiinflammatory drugs). Asam mefenamat digunakan untuk mengatasi berbagai

jenis rasa nyeri, namun lebih sering diresepkan untuk mengatasi sakit gigi, nyeri otot,

nyeri  sendi dan sakit ketika atau menjelang haid. Seperti juga obat lain, asam mefenamat

dapat menyebabkan efek samping.Salah satu efek samping asam mefenamat yang paling

menonjol adalah merangsang dan merusak lambung. Sebab itu, asam mefenamat

sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang mengidap gangguan lambung.

3. Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul,

mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.

a. Bagaimana mekanisme keluhan demam ringan yang hilang timbul, mata dan badan kuning,

BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal?

Jawab:

1. Demam ringan hilang timbul

Inflamasi dan infeksi sistem hepatobilier akibat permukaan batu empedu . Sumbatan

batu empedu pada duktus sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan

gangguan aliran darah dan limfe sehingga menyebabkan mikroorganisme seperti

bakteri mudah untuk berkembang, dan menyebabkan demam.

2. Mata dan badan kuning

Mata dan badan kuning atau disebut ikterus disebabkan karena penimbunan bilirubin,

pada kasus terdapat peningkatan bilirubin total dan bilirubin direk. Peningkatan ini

disebabkan karena adanya obstruksi yang terjadi di saluran empedu, atau ikterus pos

hepatik karena adanya batu.

Batu empedu terbentuk atas timbunan satu atau lebih komponen empedu, yaitu,

kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan, fosfo lipid.

Batu empedu memiliki komposisi yang terutama terbagi atas pigmen, kolesterol, dan,

batu campuran.

9 | P a g e

Page 10: Skenario b Blok 17 2014

Batu pigmen terdiri atas kalsium, ataupun bilirubinat, karbonat, fosfat, atau asam

lemak rantai panjang. Batu ini berukuran kecil, dan bisa berwarna hitam atau

kecoklatan. Batu yang berwarna hitam biasa disebabkan karena hemolisis kronis,

sedangkan batu yang berwarna coklat disebabkan karena infeksi empedu kronis.

Batu kolesterol biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur oval atau bulat, sering

mengandung kalsium, dan pigmen. Sedangkan batu campuran memiliki gambaran

seperti batu pigmen dan batu kolesterol. Batu yang paling sering ditemukan.

Faktor predisposisi terpenting timbulnya batu adalah perubahan komposisi empedu,

stasis empedu, dan, infeksi kandung empedu. Perubahan komposisi empedu

disebabkan karena hati menyekresikan empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol,

kolesterol ini kemudian mengendap dan menjadi batu. Stasis empedu dapat

disebabkan karena gangguan kontraksi kandung empedu, ataupun spasme sfingter

oddi. Akibatnya, empedu akan mengalami supersaturasi dan akan terjadi perubahan

komposisi kimia, dan terjadi pengendapan. Pada wanita hamil, pengosongan kandung

empedu juga akan mengalami penurunan, sehingga wanita hamil mudah terjadi batu

empedu. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam terbentuknya

batu. Hal ini dikarenakan mukus akan meningkatkan kekentalan empedu, dan sel atau

bakteri dapat menyebabkan presipitasi, sehingga terjadi endapan dan terbentuk batu.

Namun, infeksi bakteri ini kebanyakan merupakan akibat dari terbentuknya batu

empedu, bukan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu.

Mekanisme ikterus :

Faktor predisposisi terbentuk batu terbentuk batu di kandung empedu berjalan

menyusuri saluran empedu menyumbat bilirubin terkonjugasi tidak dapat

dilepas ke duodenum kembali ke hepar sirkulasi sitemik bilirubin plasma

meningkat mata dan badan ikterus.

Gambaran khas ikterus hemolitik, hepatoselular, dan, obstruktif (Price & Wilson,

2003)

Gambaran Hemolitik Hepatoselular Obstruksi

Warna kulit Kuning pucat Oranye-kuning

muda , atau tua

Kuning-hijau muda

atau tua

Warna urin Normal (atau gelap Gelap (bilirubin Gelap (bilirubin

10 | P a g e

Page 11: Skenario b Blok 17 2014

dengan urobilin) terkonjugasi) terkonjugasi)

Warna feses Normal atau gelap

(lebih banyak

sterkobilin)

Pucat (sterkobilin

sedikit)

Warna dempul

(tidak ada

sterkobilin)

Pruritus Tidak ada Tidak menetap Biasanya menetap

Bilirubin serum

indirek

Meningkat sekali Meningkat Meningkat

Biliribun serum

direk

Meningkat Meningkat Meningkat sekali

Bilirubin urin Tidak ada Meningkat Meningkat

Urobilinogen urin Meningkat Sedikit meningkat Menurun

3. BAK seperti teh tua

BAK seperti teh juga disebabkan karena obstruksi saluran empedu.

Bilirubin terkonjugasi seharusnya masuk ke dalam kandung empedu dan mengalir

dalam duktus sistikus, duktus koledokus, kemudian bergabung dengan muara duktus

pankreatikus dan dikeluarkan ke duodenum melalui ampula vater yang terdapat

sfingter oddi.

Ketika terjadi obstruksi, bilirubin terkonjugasi tidak dapat masuk ke dalam

duodenum, akibatnya akan kembali lagi ke hepar dan masuk dalam sirkulasi sistemik.

Bilirubin terkonjugasi ini larut air, dan dapat difiltrasi ginjal, selanjutnya keluar

bersama urin, dan berwarna seperti teh.

Adanya obstruksi pada ductus choledokus bilirubin terkonjugasi tidak dapat masuk

ke duodenum regurgitasi cairan cairan empedu ke sistemik, dalam hal ini termasuk

bilirubin terkonjugasi peningkatan bilirubin konjugasi di plasma larut air, ikut

terfitrasi di ginjal urin berwarna teh tua

4. BAB seperti dempul

Feses diwarnai oleh bilirubin direk yang oleh bakteri usus akan direduksi dan menjadi

sterkobilin. Sterkobilin ini yang akan mewarnai feses, apabila terjadi sumbatan yang

menyebabkan bilirubin tidak dapat direduksi oleh bakteri usus menjadi sterkobilin,

maka feses akan berwarna seperti dempul. Hal ini menunjukkan bahwa obstruksi yang

terjadi adalah obstruksi total .

11 | P a g e

Page 12: Skenario b Blok 17 2014

Batu empedu obstruksi saluran empedu bilirubin tidak masuk ke duodenum

tidak terbentuk sterkobilin feses dempul

5. Gatal-gatal

Garam empedu berperan sebagai pruritogen. Pada saat terjadi obstruksi, garam

empedu akan ke aliran darah dan mempengaruhi saraf. Pruritogen menyebabkan

ujung serabut saraf C pruritoseptif teraktivasi.Serabut saraf C tersebut kemudian

menghantarkan impuls sepanjang serabut saraf sensoris. Terjadi input eksitasi di

Lamina-1 kornu dorsalis susunan saraf tulang belakang. Hasil dari impuls tersebut

adalah akson refleks mengeluarkan transmiter yang menghasilkan inflamasi

neurogenik (substansi P, CGRP, NKA, dll). Setelah impuls melalui pemrosesan di

korteks serebri, maka akan timbul suatu perasaan gatal dan tidak enak yang

menyebabkan hasrat untuk menggaruk bagian tertentu tubuh.

b. Apa saja DD dari badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-

gatal?

Jawab:

Diagnosa banding dari keluhan yang dialami adalah :

1. Atresia saluran empedu

2. Kista kholedokus

3. Kholedokholitiasis

4. Striktur

5. Pankreatitis

12 | P a g e

Page 13: Skenario b Blok 17 2014

6. Askariasis

7. Tumor caput pankreas

8. Tumor ampula vater

9. Tumor duktus kholedokhus.

4. Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis

Tanda vital : TD 110/70 mmHg, Nadi: 106 x/menit, RR: 24 x/menit, Suhu: 39,00C

BB: 80 kg, TB: 158 cm

Pemeriksaan spesifik:

Kepala: Sklera Ikterik

Leher dan thoraks dalam batas normal.

Abdomen: Inspeksi : datar

Palpasi : lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphy sign (+), hepar

dan lien tidak teraba, kandung empedu: sulit dinilai.

Perkusi : shifting dullness (-)

Extremitas : palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)

a. Bagaimana interpretasi pemerisaan fisik?

Jawab:

Pemeriksaan Hasil Normal Interpretasi

Keadaan umum Sakit sedang Tidak tampak

sakit

Abnormal

Kompos mentis Kompos mentis Normal

TD 110/70 mmHg

Nadi 106x/menit 60-100x/menit Takikardi

RR 24x/menit 16-24x/menit Normal

Suhu 39oC 36.5oC-37.5oC Meningkat

BB dan TB (IMT)

BB: 80 kg

TB: 158 cm

32 18.5-22.9 Obesitas tingkat

II

- Kepala & ektremitas

a. Kepala : skela ikterik

Interpretasi : abnormal (sklera mata berwarna kekuningan).

b. Ektemitas palmar eritema (-) akral pucat, edema perifer (-)

13 | P a g e

Page 14: Skenario b Blok 17 2014

Interpretasi : palmar tidak eritema (normal), akral pucat (abnormal), tidak ada edema

perifer (normal)

- Abdomen

Abdomen

Inspeksi Datar Normal

Palpasi Lemas,

Nyeri tekan kanan atas (+),

Murphy’s sign (+),

Hepar tidak teraba,

Kandung empedu sulit

dinilai

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Abnormal

Kolesistitis

Perkusi Shifting dullness (-) (-) Normal

b. Bagaimana mekanisme abnormalitas?

Jawab:

1. Febris akibat inflamasi dan infeksi system hepatobilier cholangitis (ini

merupakan komplikasi dari batu pada duktus choledochus, infeksi bakteri yang terjadi

Peningkatan nadi dapat disebabkan karena peningkatan suhu tubuh. Ketika demam,

maka metabolisme tubuh akan meningkat, oleh karena itu setiap peningkatan suhu

tubuh, nadi juga akan meningkat sebagai kompensasi.

2. Febris (37,50-390)

Batu empedu akan menyebabkan stasis aliran empedu, dan ini akan mempermudah

terjadinya inflamasi seperti kolesistitis akut, atau peradangan akut pada dinding

kandung empedu.

Batu empedu di kandung empedu menyumbat ductus syscticus berpindah ke

ductus choledocus (gerakan peristaltik) obstruksi total cairan empedu menjadi

statis potensial sebegai tempai perkembang biakan kuman infeksi dan

inflamasi pengeluaran prostaglandin mengubah set point hipotalamus terjadi

peningkatan febris

3. Ikterik

Faktor predisposisi terbentuk batu terbentuk batu di kandung empedu berjalan

menyusuri saluran empedu menyumbat bilirubin terkonjugasi tidak dapat

dilepas ke duodenum kembali ke hepar sirkulasi sitemik bilirubin plasma

meningkat mata dan badan ikterus.

14 | P a g e

Page 15: Skenario b Blok 17 2014

4. Nyeri tekan perut kanan atas , murphy sign (+)

Tanda ini khas pada kolelitiasis atau adanya batu pada saluran empedu, nyeri yang

dirasa adalah nyeri kolik bilier. Ciri kolik bilier adalah :

a. Episode sporadis dan tak terduga

b. Nyeri yang terlokalisir pada epigastrium atau kuadran kanan atas , kadang-kadang

menjalar ke ujung kanan scapular, bisa juga di rasa di kiri dan prekordial

c. Nyeri dirasa setelah makan , intens , berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari

12 jam.

d. Nyeri yang konstan ; tidak berkurang dengan emesis , antasida , buang air besar ,

kentut , atau perubahan posisi ; dan kadang-kadang disertai dengan diaforesis , mual ,

dan muntah

e. Gejala tidak spesifik (misalnya , gangguan pencernaan , dispepsia , bersendawa , atau

kembung )

Pada obstruksi duktus yang lanjut, nyeri kolisistitis bisa persisten untuk beberapa jam

bahkan beberapa hari. Jika proses inflamasi berlanjut dan melibatkan permukaan

serosa dari vesica felea (gallbladder), maka peritoneum parietal yang didekatnya

teriritasi. Sehingga, nyeri menjadi lebih kuat dan lebih terlokalisasi dengan jelas pada

kuadran kanan atas. Pergerakan dari gallbladder yang mengalami inflamasi melawan

peritoneum parietal selama bernafas akan dihalangi selama inspirasi yang dalam. Hal

ini ditandai dengan murphy’s sign positif pada saat pemeriksaan.

5. Akral pucat

Akral atau ujung ekstremitas pucat disebabkan karena berkurangnya oksigen yang

sampai ke ujung-ujung ekstremitas.

c. Bagaimana cara pemeriksaan Murphy sign?

Jawab:

Pasien di periksa dalam posisi supine (berbaring).Ketika pemeriksa menekan/palpasi

regio subcostal kanan (hipokondriaka dextra) pasien, kemudian pasien diminta untuk

menarik nafas panjang yang dapat menyebabkan kandung empedu turun menuju tangan

pemeriksa.Ketika manuver ini menimbulkan respon sangat nyeri kepada pasien,

kemudian tampak pasien menahan penarikan nafas (inspirasi terhenti), maka hal ini

disebut “murphy’s sign positif”.

15 | P a g e

Page 16: Skenario b Blok 17 2014

Hal ini terjadi karena adanya sentuhan antara kandung empedu yang mengalami

inflamasi dengan peritoneum abdomen selama inspirasi dalam yang dapat menimbulkan

reflek “menahan” nafas karena rasa nyeri.Bernafas dalam menyebabkan rasa yang sangat

nyeri dan berat beberapa kali lipat walaupun tanpa tekanan/palpasi pada pasien dengan

inflamasi akut kandung empedu.

Pasien dengan kolesistitis biasanya tampak kesakitan dengan manuver ini dan mungkin

akan terjadi penghentian mendadak dari inspirasi (menarik nafas) ketika kandung

empedu yang terinflamasi tersentuh jari pemeriksa. Hal ini disebut dengan istilah

inspirasi terhenti (inspiration arrest) dan dideskripsikan sebagai “shutting off” dari

inspirasi (menarik nafas).

d. Apa tujuan pemeriksaan di atas? (sebutkan DD nya)

Jawab:

Pemeriksaan fisik diatas bertujuan untuk menyingkirkan beberapa diagnosis banding yang

dapat ditemukan dalam pemeriksaan fisik. Demam dan nyeri di epigastrium atau kuadran

kanan atas sering berkaitan dengan koledokolitiasis, kolangitis, atau kolesistitis. Obstruksi

yang disebabkan karena keganasan akan memberikan gambaran ikterik, namun tidak sakit.

Hati yang teraba membesar dan lunak menggambarkan peradangan hati akut, atau tumor

yang cepat membesar, sedangkan kandung empedu yang teraba menggambarkan obstruksi

biliaris akibat tumor ganas. Palmar eritema dapat dijumpai pada sirosis hepatis, karena

penumpukan hormon esterogen. Edema perifer juga dapat disebabkan karena kelainan hati

seperti sirosis hepatis, penyakit jantung , maupun ginjal.

5. Pemeriksaan Laboratorium:

Darah rutin :

16 | P a g e

Page 17: Skenario b Blok 17 2014

Hb: 12,4 g/dl, Ht: 36 vol%, Leukosit: 15.400/mm3, Trombosit: 329.000/mm3, LED: 77

mm/jam

Liver Function Test (LFT) :

Bilirubin total: 20,49 mg/dl, Bilirubin Direct: 19,94 mg/dl, Bilirubin Indirect: 0,55 mg/dl,

SGOT: 29 u/l, SGPT: 37 ul, Fosfatase alkali: 864 u/l

Amilase: 40 unit/L dan Lipase: 50 unit/L.

a. Bagaimana interpretasi pemerisaan fisik?

Jawab:

Ny. M Nilai Normal Keterangan

Darah Rutin

Hb 12,4 g% 12-16 g% Normal

Ht 36% 38-48 % Rendah

Leukosit 16.800/mm3 5.000-11.000/ mm3 Tinggi, adanya infeksi

dan inflamasi

Trombosit 329.000/ mm3 150.000-350.000 mm3 Normal

LED 77 mm/jam Wintrobe: 0-15 mm/jam

Westergren:0-20mm/jam

Meningkat, karena

viskositas darah yang

meningkat.

Liver Function Test

Bil Total 0,1-1,2 mg/dL 20,49 mg/dL Meningkat

Bil Direct 0,1-0,3 mg/dL 19,94 mg/dL Meningkat – sirosis, obstruksi

biliaris, hepatitis infeksius,

karsinoma pankreas, obat

(kontrasepsi oral, sulfonamid,

rifamfisin, aspirin, morfin, tiazid,

prokainamid)

Bil Indirect 0,1-1 mg/dL 0,55 mg/dL Normal (meningkat pada kondisi

peningkatan kerusakan SDM)

SGOT 8-38 U/L

8-33 U/L pada

suhu 37oC

(Satuan SI)

29 u/L Normal – enzim yg sebagian

besar terdapat pada otot jantung

dan hati.

Meningkat pada

SGPT 45 – 115 U/L 37 U/L

17 | P a g e

Page 18: Skenario b Blok 17 2014

Fosfatase

Alkali

43-136U/L 864 u/L Meningkat – ALP terutama

ditemukan di tulang dan hati,

juga usus, ginjal, dan plasenta.

Meningkat pada kerusakan hati

yang berat (kanker hati, masalah

hepatoseluler)

isoenzim – ALP1 Hati, ALP2

tulang

b. Bagaimana mekanisme abnormalitas?

Jawab:

Pertumbuhan bakteri akibat kolestasis kolesistitis dan atau kolangitis leukosit

meningkat untuk melawan infeksi dan LED meningkat

Bilirubin total dan bilirubin direk meningkat :

Adanya obstruksi pada ductus choledokus bilirubin terkonjugasi tidak dapat masuk

ke duodenum memumpuk di hati regurgitasi cairan cairan empedu ke sistemik,

dalam hal ini termasuk bilirubin terkonjugasi peningkatan bilirubin konjugasi dan

bilirubin total di dalam plasma

Fosfatase alkali meningkat :

fosfatase alkali dibuat oleh sel hati dan disekresikan bersama cairan empedu. Jika

terjadi obstruksi total pada ductus choledokus cairan empedu beserta fosfatase alkali

tidak dapat di sekresikan kedalam duodenum regusgitasi ke sistemik peningkatan

fosfatase alkali

Amilase dan lipase diperiksa untuk menyingkirkan kemungkinan pancreatitis.

c. Bagaimana mekanisme produksi bilirubin dan gangguan pada kasus ini?

Jawab:

Bilirubin adalah pigem empedu utama yang berasal dari penguraian sel darah using

dan dihasilkan dari pemecahan hemoglobin. Prosesnya adalah eritrosit yang imatur atau

yang telah berumur 120 hari membrane selnya rapuh dan akhirnya pecah. Hemoglobin

difagosit oleh jaringan makrofag di seluruh tubuh. Disini hemoglobin dipecah menjadi

globin dan heme. Heme kemudian dipecah lagi menjadi besi bebas dan diubah menjadi

18 | P a g e

Amylase: 40 unit/L Amilase: <120 unit/L Normal

Lipase: 50 unit/L Lipase: < 190 unit/L Normal

Page 19: Skenario b Blok 17 2014

biliverdin lalu direduksi menjadi bilirubin bebas dan secara bertahap dilepaskan ke

plasma. Disini bilirubin bebas segera bergabung dengan albumin dan diantarkan ke hati.

Di dalam sel hati, bilirubin bebas dikonjugasikan dengan asam glukuronat. Bilirubin

terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran empedu dan

diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi urobilinogen

dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil melalui urin. Bilirubin terkonjugasi

bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi

van den Bergh), karena itu sering dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung.

Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang

terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain

sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak

langsung.

Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati

(kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak

dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke

dalam aliran darah.

d. Apa pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk diagnosis kasus ini?

Jawab:

Pemeriksaan Radiologis/Penunjang

19 | P a g e

Page 20: Skenario b Blok 17 2014

Tujuan dibuat pencitraan adalah:

1. Memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah jaundice

akibat post-hepatik dibandingkan hepatik),

2. Untuk menentukan level obstruksi,

3. Untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi,

4. Memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang mendasarinya

(misal, informasi staging pada kasus malignansi)

USG : memperlihatkan ukuran duktus biliaris, mendefinisikan level obstruksi,

mengidentifikasi penyebab dan memberikan informasi lain sehubuungan dengan penyakit

(mis, metastase hepatik, kandung empedu, perubahan parenkimal hepatik).

USG : identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu kandung

empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan untuk batu

kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di pankreas, hepar

dan struktur yang mengelilinginya.

CT : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas, ginjal dan

retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik dengan akurasi

95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier.

ERCP dan PTC : menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Namun prosedur ini

invasif dan bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis

dan perdarahan.

EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging malignansi

gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi modalitas penting

dalam evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi dan staging

tumor ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris

benigna atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat.

Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) merupakan teknik

visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini terutama

berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP. Visualisasi yang baik

dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari ERCP. Tidak seperti ERCP,

MRCP adalah murni diagnostik.

Hipotesis

Ny. W 42 tahun mengalami ikterus obstruktif e.c. koledokolitiasis, kolekistitis, kolangitis.

a. Apa DD ikterus obstruktif pada kasus ini?

20 | P a g e

Page 21: Skenario b Blok 17 2014

Jawab:

- Ikterus Obstruktif e.c. choledocolithiasis

- Pankreatitis akut

- Keganasan pada sistem bilier (kolangiokarsinoma, Ca caput pankreas, Ca kandung

empedu, limfoma maligna)

b. Apa WD ikterus obstruktif pada kasus ini?

Jawab:

Ikterus Obstruktif Posthepatik

Cara penegakan diagnosis

a. Anamnesis

i. Pada kasus asimptomatik, setengah sampai dua pertiga penderita batu empedu

mengeluh dyspepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak

ii. Pada kasus simptomatik, keluhan utama adalah nyeri di daerah epigastrium

(kuadran atas kanan) dengan tipe kolik bilier yang mungkin memanjang lebih dari

15 menit dan kadang hilang beberapa jam kemudian. Nyeri datang perlahan tetapi

1/3 kasus timbul tiba-tiba. Nyeri sering menjalar ke punggung tengah, scapula atau

puncak bahu, disertai juga dengan mual dan muntah.

iii. Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri kolik akan disertai dengan demam dan

menggigil jika terjadi kolangitis. Biasanya terdapat ikterus dan urin berwarna

gelap.

iv. Pruritus (gatal) ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan banyak

ditemukan di daerah tungkai daripada badan

b. Pemeriksaan Fisik

Adanya nyeri tekan dengan punctum maksimum di daerah letak anatomik kandung

empedu.Tanda Murphy (+) apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik

nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh jari pemeriksa.

c. Pemeriksaan Laboratorium

v. Ditemukan kenaikan bilirubin serum (total) akibat penekanan duktus koledokus

oleh batu

vi. Kadar fosfatese alkali serum dan juga kadar amylase serum biasanya meningkat

ketika serangan akut

vii. Peningkatan leukosit dan LED mengindikasikan adanya infeksi dan inflamasi

21 | P a g e

Page 22: Skenario b Blok 17 2014

d. Pemeriksaan Pencitraan

viii. Foto Polos Abdomen , Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat

radioopak sehingga terlihat pada foto polos abdomen.

ix. Ultasonografi (US) :Gelombangsuara ini diarahkan ke tubuh dan pantulan

gelombangnya kemudian diolah komputer yang akan menunjukkan ada atau

tidaknya batu empedu

x. Endoscopic ultrasonografi (EUS), adalah suatu metode pemeriksaan dengan

memakai instrument gatroskop dengan echoprob di ujung skop yang dapat terus

berputar. Dibandingkan dengan ultrasound transabdominal, EUS akan memberikan

gambaran yang lebih jelas sebab echoprobenya diletakkan didekat organ yang

diperiksa.

xi. ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography), dapat digunakan

untuk mendeteksi adanya batu di dalam duktus. Batu empedu dapat terlihat pada

foto polos bila mengalami kalsifikasi secara bermakna.

xii. Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP), merupakan teknik

pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrument, dan

radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang

karena mempunyai intensitas sinyal tinggi sedangkan batu saluran empedu akan

terlihat sebagai intensitas rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal

tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu.

studi terkini MRCP menunjukan nilai sensitivitasnya antara 91% sampai dengan

100% nilai spesifitasnya antar 92% hingga 100% dan nilai prediktif positif antara

93% sampai dengan 100% pada keadaan dengan dugaan batu saluran empedu.

Nilai diagnostic MRCP yang tinggi membuat teknik ini makin sering dikerjakan

untuk diagnosis atau eksklusi batu saluran empedu khususnya pada pasien dengan

kemungkinan kecil mengandung batu.

22 | P a g e

Page 23: Skenario b Blok 17 2014

MRCP mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan ERCP. Salah satu

manfaat yang besar adalah pencitraan saluran empedu tanpa resiko yang

berhubungan dengan instrumentasi, zat kontras, dan radiasi.

Sebaliknya MRCP juga mempunyai limitasi mayor yaitu bukan merupakan

modalitas terapi dan juga aplikasinya bergantung pada operator, sedangkan ERCP

dapat berfungsi sebagai sarana diagnostic dan terapi pada saat yang sama.

c. Apa definisi ikterus obstruktif pada kasus ini?

Jawab:

Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi bila

sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan sel hati

(yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi

bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus.

d. Apa epidemiologi ikterus obstruktif pada kasus ini?

Jawab:

Epidemiologi batu empedu di Amerika Serikat cukup tinggi sekitar  10-20% orang

dewasa (± 20 juta orang). Setiap tahunnya bertambah  sekitar 1–3 % kasus baru dan

sekitar 1–3% nya dari penderita kandung empedu  menimbulkan komplikasi . Kira – kira

500.000 orang yang menderita simptom batu empedu atau batu empedu dengan

komplikasi dilakukan  kolesistektomi. Batu empedu bertanggung jawab pada 10.000

kematian  per tahun. Di Amerika Serikat, ditemukan  pula  sekitar 2000–3000 kematian

disebabkan oleh kanker kandung empedu dan sekitar 80% dari kejadian penyakit batu

empedu disertai dengan kolesistitis kronik. Sedangkan, epidemiologi di Indonesia belum

dapat diketahui.

e. Apa etilogi ikterus obstruktif pada kasus ini?

Jawab:

Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati

(kanalikulus), sampai ampula vateri, sehingga ikterus obstruktif berdasarkan lokasi

obstruksinya dibedakan atas ikterus obstruktif intrahepatik dan ekstrahepatik.

- Penyebab Ikterus Obstruktif Intrahepatik :

1. Virus Hepatitis, peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin terkonyugasi

dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self-limited dan

23 | P a g e

Page 24: Skenario b Blok 17 2014

dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut. Hepatitis B dan C

akut sering tidak menimbulkan pada tahap awal (akut),tetapi bisa berjalan kronik dan

menahun dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi

sirosis hati.

2. Alkohol, bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan sekresinya,dan

mengakibatkan kolestasis. Pemakaian alkohol secara terus menerus bisa menimbulkan

perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan berbagai tingkat ikterus. Hepatitis

karena alkohol biasanya memberi gejala ikterus sering timbul akut dan dengan keluhan

dan gejala yang lebih berat. Jika ada nekrosis sel hati ditandai dengan peningkatan

transaminase yang tinggi.

3. Infeksi bakteri Entamoeba histolitica, terjadi reaksi radang dan akhirnya terjadi nekrosis

jaringan hepar.

4. Adanya tumor hati maupun tumor yang telah menyebar ke hati dari bagian tubuh lain.

- Penyebab Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik : 

1. Atresia bilier, ditandai dengan penghapusan atau diskontinuitas dari sistem bilier

ekstrahepatik, sehingga obstruksi aliran empedu. Atresia bilier merupakan penyebab

kolestasis ekstrahepatik tersering pada bayi baru lahir. Gangguan tersebut merupakan

ikterus obstruktif yang paling sering dilakukan pembedahan yang ditemukan selama

periode baru lahir. Jika tidak dikoreksi melalui pembedahan, akan bermanifestasi

menjadi sirosis bilier sekunder. Pasien dengan atresia bilier dapat dibagi lagi menjadi 2

kelompok yang berbeda: mereka dengan atresia bilier terisolasi (bentuk postnatal), yang

menyumbang 65-90% kasus, dan pasien dengan asosiasi Situs inversus atau polysplenia

/ asplenia dengan atau tanpa kelainan kongenital lain (janin / embrio bentuk), yang

terdiri dari 10-35% kasus.

2. Kolelitiasis, Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan

dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang

memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis jarang pada anak-

anak, lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita

dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan

genetik.

3. Kolesistitis, adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya merupakan

akibat dari adanya batu empedu didalam duktus sistikus, yang secara tiba-tiba

menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.

24 | P a g e

Page 25: Skenario b Blok 17 2014

4. Kista duktus kholedokus, koledukus adalah dilatasi kongenital pada duktus empedu

yang dapat menyebabkan obstruksi bilier progresif dan sirosis bilier. Kista silinder dan

bulat dari duktus ekstrahepatik adalah jenis yang paling sering. Sekitar 75% kasus

munculselama masa anak-anak.

5. Tumor Pankreas, Sekitar 95% tumor yang bersifat kanker (malignant ) pada pankreas

adalah adenocarcinoma. Adenocarcinoma biasanya berasal dari sel kelenjar yang

melapisi saluran pankreas. Kebanyakan adenocarcinoma terjadi di dalam kepala

pankreas, bagian  yang paling  dekat bagian pertama usus kecil (duodenum)

f. Apa faktor risiko ikterus obstruktif pada kasus ini?

Jawab:

Batu empedu dapat terjadi dengan atau  tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,

semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk

terjadinya batu empedu. Faktor resiko batu kolesterol antara lain:

1. Obesitas

Sindrom metabolik pada obesitas trunkal, resistensi insulin, diabetes melitus tipe 2,

hipertensi, dan hiperlipidemia dapat meningkatkan sekresi kolesterol hepatik yang

kemudian mengakibatkan kadar kolesterol dalam kandung empedu  tinggi. Kadar

kolesterol dalam kandung empedu yang tinggi dapat mengurangi garam empedu serta

mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung empedu sehingga meningkatkan

resiko terjadinya kolelitiasis.

2. Obat-obatan

Penggunaan estrogen dapat meningkatkan sekresi kolesterol di dalam empedu.Obat-

obat clofibrat dan fibrat dapat meningkatkan eliminasi kolesterol melalui sekresi

empedu dan tampaknya meningkatkan resiko terjadinya batu kolesterol

empedu.Sedangkan obat-obat dari analog somatostatin dapat dapat mengurangi

pengosongan kandung empedu.

3. Kehamilan

Faktor resiko meningkat pada wanita yang telah beberapa kali hamil. Kadar

progesteron tinggi dapat mengurangi kontraktilitas kandung empedu  yang

mengakibatkan retensi memanjang dan konsentrasi tinggi bile dalam kandung

empedu.

4. Kandung empedu statis

25 | P a g e

Page 26: Skenario b Blok 17 2014

Kandung empedu yang statis diakibatkan dari konsumsi obat-obatan dan terlalu lama

puasa setelah pasca operasi dengan total nutrisi parenteral dan penurunan  berat badan

yang berlebihan.

5. Keturunan

Faktor genetik memegang peranan sekitar 25%.Batu empedu terjadi 1½ sampai 2 kali

lebih umum diantara orang-orang Skandinavia dan orang-orang Amerika keturunan

Meksiko.Diantara orang-orang Amerika keturunan Indian, kelaziman batu empedu

mencapai lebih dari 80%.Perbedaan-perbedaan ini mungkin dipertanggungjawabkan

oleh faktor-faktor genetik (yang diturunkan).

g. Apa manifestasi klinis ikterus obstruktif pada kasus ini?

Jawab:

a. Ikterus obstruktif intrahepatikTerdapat tiga fase :

1) Fase pra-ikterikPeriode dimana infektivitas paling besar. Gejala meliputi mual,

muntah, diare, konstipasi, penurunan berat badan, malaise, sakit kepala, demam ringan,

sakit sendi, ruam kulit.

2) Fase ikterik-jaundice (temuan paling menonjol). Urine gelap berkabut (disebabkan

oleh peningkatan kadar bilirubin), hepatomegali dengan nyeri tekan, pembesaran nodus

limfa, pruritus (akibat akumulasi garam empedu pada kulit); gejala fase pra-ikterik

berkurang sesuai menonjolnya gejala.

3) Fase pasca ikterik.

Gejala sebelumnya berkurang tetapi kelelahan berlanjut; empat bulan diperlukan untuk

pemulihan komplit.

b. Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik

Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis

gejala yaitu gejala yang disebabkan oleh kandung empedu sendiri dan gejala yang terjadi

akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut

atau kronis seperti:

1) Gangguan epigrastrium seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar

pada kuadran kanan. Gejala ini dapat terjadi setelah individu mengkonsumsi makanan

yang berlemak atau digoreng.

2) Rasa nyeri dan kolik bilier.

Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami

distensi dan akhirnya infeksi. Klien akan menderita panas dan mungkin teraba massa

26 | P a g e

Page 27: Skenario b Blok 17 2014

padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada

abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini

biasanya disertai dengan mual dan muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa

jam sesudah makan makanan dalam porsi besar.

3) Ikterus

Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan persentase

yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran

getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas yaitu getah

empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan

empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering

disertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit

4) Perubahan warna urine dan feses

Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses

yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasanya pekat

yang disebut “clay-colored”

5) Defisiensi Vitamin

Obstruksi aliran empedu juga mengganggu abosorpsi vitamin A,D,E dan K yang larut

lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamn ini jika

obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin A dapat menggangu pembekuan darah

yang normal.

h. Apa patofisiologi ikterus obstruktif pada kasus ini?

Jawab:

Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan

dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan, dan

metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan

produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon.

Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen

empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan

cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya menjadi

pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus.Ketiadaan garam empedu dapat

menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A,

D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin.Pada kolestasis

27 | P a g e

Page 28: Skenario b Blok 17 2014

berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau

osteomalasia.

Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran.Beberapa bilirubin

terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam

empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi

fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya

sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida

sebagian besar tidak terpengaruh.

Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi

mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati.Penyimpanan asam empedu

hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan sejumlah

fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria.Gangguan metabolisme mitokondria

dan akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi

oksigen jenis radikal bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif.

Patogenesis batu empedu, terdapat 3  jenis batu empedu yaitu:

1. Batu Kolesterol

Batu kolestrol merupakan jenis batu yang paling banyak ditemukan dari semua kasus

batu empedu. Tiga faktor utama yang menentukan terbentuknya batu kolesterol adalah

supersaturasi kolesterol, nukleasi kristal kolesterol monohidrat, disfungsi kandung

empedu.

Supersaturasi kolesterol

Supersaturasi kolesterol terjadi karena sekresi kolesterol bilier yang berlebihan, dan

atau karena hiposekresi asam empedu.Faktor risiko hipersekresi kolesterol bilier adalah

obesitas.

Nukleasi kolesterol

Protein yang berperan dalam nukleasi kolesterol, antara lain musin, ? 1- acid

glycoprotein, ?1-antichymotrypsin, dan fosfolipase C. Musin adalah protein yang

mempercepat kristalisasi kolesterol dengan membentuk vesikel kolesterol multilamelar

yang mempunyai kecenderungan lebih besar untuk mengkristal.

Disfungsi kandung Empedu

Disfungsi terjadi pada epitel mukosa kandung empedu dan dismotilitas kandung

empedu.Kontraksi batu empedu yang tidak baik menyebabkan statis empedu. Statis

empedu ini yang menyebabkan terbentuknya batu empedu karena musin akan

28 | P a g e

Page 29: Skenario b Blok 17 2014

terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung

empedu. Musin akan mengganggu pengosongan kandung empedu.

2. Batu pigmen hitam

Batu pigmen hitam terbentuk dari kalsium bilirubinat yang sebagian besar berasal dari

bilirubin yang tak terkonjugasi.Batu pigmen hitam sering terjadi pada kondisi hemolitik

kronis dan sirosis hepatis. Pada sirosis hepatis terjadi peningkatan turnover sel darah

merah akibat proses pemecahannya di limpa yang berlebihan.

3. Batu pigmen coklat

Batu pigmen coklat dapat terbentuk di saluran empedu.Batu pigmen coklat

mengandung asam lemak bebas yang cukup besar, terutama palmitat dan stearat. Batu

pigmen coklat terjadi pada proses dismotilitas sistem bilier dan adanya proses infeksi

kronis. Batu pigmen coklat dapat terbentuk sendiri pada saluran empedu tanpa didahului

migrasi dari  kandung empedu. Batu ini cukup banyak ditemukan pada pasien yang

sudah dilakukan kolesistektomi yang mengalami disfungsi spingter oddi.

i. Apa tata laksana kasus ini?

Jawab:

Tatalaksana secara umum dilakukan tergantung pada tingkatan penyakit. Idealnya,

intervensi pada tingkat litogenik dapat mencegah pembentukan batu empedu. Terapi

konseravatif dapat dipertimbangkan pada batu empedu yang asimptomatik sedangkan pada

batu empedu simptomatik pembedahan merupakan terapi pilihan.

Pengobatan umum seperti istirahat total, pemerian nutrisi parenteral (agar tidak terjadi

gerakan paristaltik vecisa biliaris), diet ringan, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin

dan antispasmodic. Pemberian antibiotic penting untuk mencegah komplikasi. Golongan

AB yang dapat digunakan seperti ampisilin, sefalosporin, dan metramidazol karena

biasanya kuman-kuman penyebab adalah E. coli, s. faecalis, dan klebsiella.

Nutrisi

1. Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.

2. Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi.

3. Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.

4. Intake banyak cairan untuk mencegah dehidrasi.

29 | P a g e

Page 30: Skenario b Blok 17 2014

j. Apa komplikasi ikterus obstruktif ?

Jawab:

a. Kegagalan hati,

b. Perforasi, gangrene, empyema kandung empedu.

c. Kegagalan ginjal

d. Pancreastitis

e. Coagulopathy

Penyakit batu empedu dapat menimbulkan komplikasi organ dan komplikasi sistemik.

Hepatorenal sindrom, karena bilirubin yang meningkat dalam darah dapat merusak

ginjal, hal ini ditandai dengan meningkatnya ureum kreatinin.

Gangren, adalah abses yang disebabkan karena kematian sel/jaringan. Gangren

kandung empedu, saluran empedu dan pankreas diawali oleh infeksi pada organ-organ

tersebut.

Sepsis, adalah menyebarnya agen infeksi (misalnya bakteri) ke seluruh tubuh melalui

peredaran darah. Sepsis berat dapat menimbulkan syok, dimana tekanan darah turun.

Fistula, adalah saluran abnormal yang terbentuk antara dua organ. Batu empedu

mengerosi dinding kandung empedu atau saluran empedu, menimbulkan saluran baru

ke lambung, usus dan rongga perut.

Peritonitis, adalah radang rongga perut, disebabkan karena rongga perut yang steril

terkontaminasi oleh cairan empedu melalui suatu fistula ke rongga perut.

Ileus, dapat terjadi karena batu menyumbat isi usus. Dapat terjadi bila batu berukuran

cukup besar.

k. Apa prognosis kasus ini?

Jawab:

Prognosis quo ad vitam adalah ad bonam, jarang menyebabkan kematian. Prognosis quo

ad functionam adalah ad bonam, namun sebagian besar penderita mengalami perjalan

penyakit yang kronik

l. Bagaimana pencegahan ikterus obstruktif?

Jawab:

a. Ursodeoxycholic acid

30 | P a g e

Page 31: Skenario b Blok 17 2014

Pengobatan ursodeoxycholicacid dapat mencegah pembentukan batu empedu.Hal ini

telah di lakukan pada pasien yang kehilangan berat badan secara cepat karena pola

makan rendah kalori atau karena pembedahan bariatrik yang berkaitan dengan risiko

tinggi pembentukan batu empedu kolesterol baru (20-30% dalam 4 bulan). Kemudian

dilakukan pemberian dosis 600 mg ursodeoxycholic acid perhari selama 16 minggu dan

berhasil mengurangi insiden batu empedu tersebut sebesar 80%. Anjuran perubahan

pola makan berupa pengurangan konsumsi lemak sangat diperlukan.Hal ini bertujuan

untuk mengurangi serangan kolik bilier.Namun, ini tidak dapat mengakibatkan

pengurangan batu empedu.

b. Pola Makan dan Olah Raga

Sedikit bukti yang menunjukkan bahwa komposisi makanan dapat mempengaruhi

riwayat penyakit batu empedu pada manusia.Pasien obesitas yang mengikuti program

penurunan berat badan cepat atau melakukan pembedahan bariatric berisiko menderita

batu empedu.Pencegahan jangka pendek dengan Ursodeoxycholic acid perlu

dipertimbangkan.Olah raga teratur mungkin mengurangi kejadian kolesistektomi.

m. Apa SKDI kasus ini?

Jawab:

3A : Bukan gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan

pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan

yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu

menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Sintesis

1. ANATOMI HISTOLOGY FISIOLOGI HEPATOBILIAR

A. SISTEM HEPATOBILIER

a. Anatomi

Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia dan memiliki 200 fungsi dalam

tugasnya. Namun, tiga fungsi dasarnya yaitu (1) membentuk dan mensekresikan empedu

ke dalam ductus tractus intestinalis; (2) berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak

dan protein; (3) menyaring darah untuk membuang bakteri dan benda asing lain yang

masuk ke darah dari lumen intestinum. Hepar bertekstur lunak, lentur dan terletak di

bagian atas cavitas abdominalis di bawah diafragma.

31 | P a g e

Page 32: Skenario b Blok 17 2014

Anterior view posterior view

Hepar dapat dibagi menjadi lobus hepatis dexter yang besar dan lobus hepatis sinister

yang kecil oleh perlekatan ligamentum falciforme. Lobus hepatis dexter terbagi lagi

menjadi lobus quadrates dan lobus caudatus oleh adanya vesica biliaris, fissura ligamenti

teres, vena cava inferior dan fissura ligamenti venosi.

Porta hepatis, atau hilus hepatis terdapat pada facies visceralis dan terletak antara lobus

quadratus dan lobus caudatus.Pada bagian ini terdapat ductus hepaticus dexter dan

sinister, arteria hepatica, vena porta hepatis, serta serat-serat serabut saraf simpatis dan

parasimpatis.

Seluruh hepar dikelilingi

oleh capsula fibrosa, tetapi

hanya sebagian ditutupi

oleh peritoneum.Hepar

tersusun atas lobuli

hepatis.Vena centralis pada

masing-masing lobulus

bermuara ke vena

hepatica.Di dalam ruangan antar lobulus terdapat canalis hepatis yang berisi cabang-

cabang arteria hepatica, vena portae hepatis, dan cabang ductus choledocus.Darah dari

arteria dan vena berjalan diantara sel-sel hepar menuju sinusoid dan dialirkan ke vena

centralis.

DUCTUS HEPATICUS

Ductus hepaticus dexter dan sinister keluar dari lobus hepatis dexter dan sinister pada

porta/hilus hepatis. Keduanya akan membentuk ductus hepaticus communis. Ductus ini

akan bergabung dengan ductus cysticus dari vesica biliaris di sisi kanannya dan

32 | P a g e

Page 33: Skenario b Blok 17 2014

membentuk ductus choledocus. Ductus choledocus berakhir di bawah dengan menembus

dinding medial pars descendens duodenum, kira-kira di pertengahan panjangnya.

Biasanya ductus choledocus bergabung dengan ductus pankreaticus dan bersama-sama

bermuara ke dalam ampulla kecil di dinding duodenum, yaitu ampulla hepatopancreatica

(ampulla vater).Ampulla ini bermuara ke papilla duodeni major yang dikelilingi serabut

otot sirkular yang disebut spinchter oddi.

VESICA BILIARIS

Merupakan sebuah kantong berbentuk

buah pir yang terletak pada permukaan

bawah hepar. Vesica biliaris memiliki

kemampuan untuk menampung

empedu sebanyak 30-50 ml dan

menyimpannyam serta memekatkan

empedu dengan cara mengabsorpsi air.

Vesica biliaris dibagi menjadi fundus,

corpus, dan collum

Vesica biliaris memiliki fungsi sebagai

tempat penyimpanan empedu,

memekatkan empedu dan untuk membantu proses ini, vesica biliaris mempunyai lipatan-

lipatan permanen yang saling berhubungan sehingga tampak seperti sarang tawon. Sel-

sel toraks (kolumner) terletak pada permukaan mucosa memiliki banyak vili (dijelaskan

pada bagian histologi).

Empedu dialirkan ke duodenum sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial vesica

biliaris. Mekanisme: makanan berlemak masuk ke duodenum merangsang sekresi

hormone kolesistokinin dari tunica mucosa duodenum hormon masuk ke darah

kontraksi vesica biliaris, relaksasi distal ductus choledocus dan ampulla masuknya

empedu yang pekat ke dalam duodenum

Ductus cysticus

Ductus ini menghubungkan collum vesica biliaris dengan ductus hepaticus communis

untuk membentuk ductus choledocus. Tunica mucosa ductus cysticus menonjol untuk

membentuk plica spiralis dan melanjutkan diri dengan plica yang sama pada collum

vesica biliaris. Plica dikenal sebagai valvula spiralis dan berfungsi untuk

mempertahankan lumen secara konstan

33 | P a g e

Page 34: Skenario b Blok 17 2014

b. Fisiologi

Hepar merupakan kelenjar yang menghasilkan empedu.Empedu diproduksi sebanyak

500-1500cc/hari oleh hepar.

Komposisi getah empedu antara lain:

1. Kolesterol

2. Asam empedu dan garam empedu

a) Macam-macam asam empedu: asam kolat, asam deoksikolat, dan asam

kenodioksikolat.

b) Garam empedu: Natrium atau Kalium yang berasal dari asam-asam empedu.

3. Pigmen empedu:

a) Bilirubin (paling banyak)

b) Biliverdin

c) Mesobilirubin

d) Mesobiliverdin

e) Mesobilicyanin

Empedu disekresikan dalam dua tahap oleh hepar:

1. Sekresi oleh sel-sel fungsional hepar → hepatosit

o mengandung sejumlah besar asam empedu dan kolesterol

o sekresi ke dalam kanalikuli biliaris kecil

2. Kanalikuli biliaris → canalis biliferis → ductulus biliaris → ductus biliaris → ductus

hepaticus dextra dan sinistra → ductus hepaticus communis → ductus cysticus →

vesica biliaris

o penyimpanan dan pemekatan hingga lima belas kali

sekresi ion Natrium dan Bikarbonat oleh sel sekretoris ductus

hormon sekretin: merangsang sekresi ductus hepar

o pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh:

hormon kolesistokinin: kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi

N. vagus: kontraksi lemah kandung empedu

Sistem saraf enterik

 

34 | P a g e

Page 35: Skenario b Blok 17 2014

Kontraksi vesica biliaris → pengeluaran getah empedu menuju ductus cysticus → + ductus

hepaticus communis → ductus choledochus → + ductus pancreaticus → ampulla Vateri →

papilla Vateri → duodenum pars descenden.

 

Fungsi asam empedu:

1. Emulsifikasi: mempermudah emulsifikasi lemak dengan menurunkan tegangan

permukaan air.

2. Netralisasi asam: adanya ion Bikarbonat → pH empedu 7,8-8,6

3. Ekskresi: bilirubin, kolesterol, obat-obatan, toksin, dan lain-lain

4. Daya pelarut kolesterol

o Kolesterol + lesitin dalam empedu akan membentuk misel

o Absorbsi produk akhir lemak yang telah dicerna melalui membran mukosa

intestinal

o Empedu : Lesitin : Kolesterol = 80 : 15 : 5

 

Pembentukan Pigmen Empedu

B. BILIRUBIN

Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin

dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20%

35 | P a g e

Page 36: Skenario b Blok 17 2014

bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin

tidak larut dalam air; bilirubin yang disekresikan dalam darah harus diikatkan kepada

albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati.Di dalam hati, hepatosit melepaskan

ikatan itu dan mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air.

Proses konjugasi ini melibatkan enzim glukoroniltransferase.

Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran

empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi

urobilinogen dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil melalui urin. Bilirubin

terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk

azobilirubin (reaksi van den Bergh), karena itu sering dinamakan bilirubin direk atau

bilirubin langsung.

Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang

terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain

sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak

langsung.

Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati

(kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak

dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke

dalam aliran darah.

Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi

eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau

eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan

kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin

indirek.

Hati bayi yang baru lahir belum berkembang sempurna sehingga jika kadar bilirubin

yang ditemukan sangat tinggi, bayi akan mengalami kerusakan neurologis permanen

yang lazim disebut kenikterus. Kadar bilirubin (total) pada bayi baru lahir bisa mencapai

12 mg/dl; kadar yang menimbulkan kepanikan adalah > 15 mg/dl. Ikterik kerap nampak

jika kadar bilirubin mencapai > 3 mg/dl. Kenikterus timbul karena bilirubin yang

berkelebihan larut dalam lipid ganglia basalis.

Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direk.

Sedangkan bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan

bilirubin direk. Metode pengukuran yang digunakan adalah fotometri atau

spektrofotometri yang mengukur intensitas warna azobilirubin.

36 | P a g e

Page 37: Skenario b Blok 17 2014

Nilai Rujukan

DEWASA :total : 0.1 – 1.2 mg/dl, direk : 0.1 – 0.3 mg/dl, indirek : 0.1 – 1.0 mg/dl

ANAK :total : 0.2 – 0.8 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.

BAYI BARU LAHIR :total : 1 – 12 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.

Masalah Klinis

Bilirubin Total, Direk

PENINGKATAN KADAR : ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis,

sirosis hati, mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson.

Pengaruh obat : antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin,

linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis ( asam para-

aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic (asetazolamid, asam etakrinat),

mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturate, narkotik (kodein, morfin,

meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin,

prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.

PENURUNAN KADAR : anemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat

(aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi.

Bilirubin indirek

PENINGKATAN KADAR : eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse,

malaria, anemia pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis

terdekompensasi, hepatitis. Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin (lihat

biliribin total, direk)

PENURUNAN KADAR : pengaruh obat (lihat bilirubin total, direk)

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

- Makan malam yang mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksaan dapat

mempengaruhi kadar bilirubin.

- Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin.

- Hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

- Sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan pigmen

empedunya akan menurun.

- Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin.

Histologi Hepar

37 | P a g e

Page 38: Skenario b Blok 17 2014

Hepar tersusun atas lobulus-lobulus yang terbagi menjadi :

Lobulus klasik

Lobulus portal

Asinus hepar

Lobulus-lobulus itu terdiri dari Sel hepatosit dan sinusoid. Sinusoid memiliki sel endotelial

yang terdiri dari sel endotelial, sel kupffer, dan sel fat storing.

Lobulus hepar:

Lobulus klasik:

Berbentuk prisma dengan 6 sudut.

Dibentuk oleh sel hepar yang tersusun radier disertai sinusoid.

Pusat lobulus ini adalah v.Sentralis

Sudut lobulus ini adalah portal area (segitiga kiernann), yang pada segitiga/trigonum

kiernan ini ditemukan:

o Cabang a. hepatica

o Cabang v. porta

o Cabang duktus biliaris

o Kapiler lymphe

Lobulus portal:

Diusulkan oleh Mall cs (lobulus ini disebut juga lobulus Mall cs)

Berbentuk segitiga

Pusat lobulus ini adalah trigonum Kiernann

38 | P a g e

Page 39: Skenario b Blok 17 2014

Sudut lobulus ini adalah v. sentralis

Asinus hepar:

Diusulkan oleh Rappaport cs (lobulus ini disebut juga lobulus rappaport cs)

Berbentuk rhomboid

Terbagi menjadi 3 area

Pusat lobulus ini adalah sepanjang portal area

Sudut lobulus ini adalah v. Sentralis

Mikroskopik sel hepatosit:

39 | P a g e

Page 40: Skenario b Blok 17 2014

Berbentuk kuboid, tersusun radier, inti sel bulat dan letaknya sentral, sitoplasma mendandung

: eosinofil, mitokondria banyak, retikulum Endoplasma kasar dan banyak, apparatus Golgi

bertumpuk-tumpuk

Batas sel hepatosit :

o Berbatasan dengan kanalikuli bilaris

o Berbatasan dengan ruang sinusoid

o Berbatasan antara sel hepatosit lainnya

Mikroskopi sinusoid:

Ruangan yang berbentuk irregular , ukurannya lebih besar dari kapiler, mempunyai dinding

seluler yaitu kapiler yang diskontinu , dinding sinusoid dibentuk oleh sel hepatosit dan sel

endotelial , ruang Disse (perivascular space) merupakan ruangan antara dinding sinusoid

dengan sel parenkim hati, yang fungsinya sebagai tempat aliran lymphe.

Sel endothelial:

Berbentuk gepeng, paling banyak, sifat fagositosisnya tidak jelas, letaknya tersebar

Sel Kupffer:

Inti sel lebih menonjol, terletak pada bagian dalam sinusoid, bersifat makrofag, tergolong

pada RES (reticuloendothelial system), sitoplasma Lisozim banyak dan apparatus golgi

berkembang baik

Sel Fat Storing: 

Disebut juga Sel Intertitiel oleh Satsuki, disebut juga Liposit oleh Bronfenmeyer, disebut juga

Sel Stelata oleh Wake. Terletak perisinusoid, mampu menyimpan lemak, berfungsi dalam

membuat dan mendegradasi matriks ekstraseluler.

40 | P a g e

Page 41: Skenario b Blok 17 2014

2. IKTERUS OBSTRUKTIF E.C. KOLEDOKOLITIASIS, KOLEKISTITIS,

KOLENGITIS

Ikterus Obstruktif

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran

mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat

konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin

hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. Kata ikterus (jaundice) berasal

dari kata Perancis yaitu jaune yang berarti kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa di bawah

cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata. Ikterus dapat dibagi dalam dua

kelompok yaitu ikterus hemolitik dan ikterus obstruktif.

Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi bila

sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan sel hati (yang

terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang

dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus.

Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu kolestasis

intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah

hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun

sedangkan penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus

koledokus dan kanker pankreas.

EPIDEMIOLOGI

Ikterus obstruktif dapat ditemukan pada semua kelompok umur, tetapi bayi baru lahir

dan anak-anak lebih rentan mengalami ikterus obstruktif karena struktur hepar yang masih

immatur. Bayi-bayi yang lahir prematur, BBLR, dan riwayat sepsis, serta riwayat mendapat

nutrisi parenteral dalam waktu lama meningkatkan resiko terjadinya ikterus obstruktif.

Adapun angka kejadian ikterus obstruksi kausa Atresia Bilier (AB) di USA sekitar 1 : 15.000

kelahiran, dan dominasi oleh pasien berjenis kelamin wanita. Didunia angka kejadian atresia

bilier tertinggi di Asia, dengan perbandingan bayi-bayi di negara Cina lebih banyak

dibandingkan Bayi di Negara Jepang.

Dari segi gender, Atresia bilier lebih sering ditemukan pada anak perempuan. Dan

dari segi usia, lebih sering ditemukan pada bayi-bayi baru lahir dengan rentang usia kurang

dari 8 minggu. Insiden tinggi juga ditemukan pada pasien dengan ras kulit hitam yang dapat

mencapai 2 kali lipatinsiden bayi ras kulit putih.

41 | P a g e

Page 42: Skenario b Blok 17 2014

Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377

(34,7%), Hepatitis Neonatal 331 (30,5%), @-1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%), hepatitis

lain 94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34 (3,1%).

Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antarra tahun 1999-2004

penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatasl hepatitis 68

(70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%) dan

sindroma inspissated-bie 1 (1,04%).

ETIOLOGI

Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati

(kanalikulus), sampai ampula vateri, sehingga ikterus obstruktif berdasarkan lokasi

obstruksinya dibedakan atas ikterus obstruktif intrahepatik dan ekstrahepatik.

- Penyebab Ikterus Obstruktif Intrahepatik :

1. Virus Hepatitis, peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin

terkonyugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self-

limited dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut.

Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan pada tahap awal (akut),tetapi

bisa berjalan kronik dan menahun dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun

atau bahkan sudah menjadi sirosis hati.

2. Alkohol, bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan sekresinya,dan

mengakibatkan kolestasis. Pemakaian alkohol secara terus menerus bisa

menimbulkan perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan berbagai

tingkat ikterus. Hepatitis karena alkohol biasanya memberi gejala ikterus sering

timbul akut dan dengan keluhan dan gejala yang lebih berat. Jika ada nekrosis sel

hati ditandai dengan peningkatan transaminase yang tinggi.

3. Infeksi bakteri Entamoeba histolitica, terjadi reaksi radang dan akhirnya terjadi

nekrosis jaringan hepar.

4. Adanya tumor hati maupun tumor yang telah menyebar ke hati dari bagian tubuh

lain.

- Penyebab Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik : 

1. Atresia bilier, ditandai dengan penghapusan atau diskontinuitas dari sistem bilier

ekstrahepatik, sehingga obstruksi aliran empedu. Atresia bilier merupakan

penyebab kolestasis ekstrahepatik tersering pada bayi baru lahir. Gangguan

42 | P a g e

Page 43: Skenario b Blok 17 2014

tersebut merupakan ikterus obstruktif yang paling sering dilakukan pembedahan

yang ditemukan selama periode baru lahir. Jika tidak dikoreksi melalui

pembedahan, akan bermanifestasi menjadi sirosis bilier sekunder. Pasien dengan

atresia bilier dapat dibagi lagi menjadi 2 kelompok yang berbeda: mereka dengan

atresia bilier terisolasi (bentuk postnatal), yang menyumbang 65-90% kasus, dan

pasien dengan asosiasi Situs inversus atau polysplenia / asplenia dengan atau

tanpa kelainan kongenital lain (janin / embrio bentuk), yang terdiri dari 10-35%

kasus.

2. Kolelitiasis, Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan

dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang

memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis jarang pada

anak-anak, lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama

pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia lanjut, diet

tinggi lemak dan genetik.

3. Kolesistitis, adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya

merupakan akibat dari adanya batu empedu didalam duktus sistikus, yang secara

tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.

4. Kista duktus kholedokus, koledukus adalah dilatasi kongenital pada duktus

empedu yang dapat menyebabkan obstruksi bilier progresif dan sirosis bilier.

Kista silinder dan bulat dari duktus ekstrahepatik adalah jenis yang paling sering.

Sekitar 75% kasus munculselama masa anak-anak.

5. Tumor Pankreas, Sekitar 95% tumor yang bersifat kanker (malignant ) pada

pankreas adalah adenocarcinoma. Adenocarcinoma biasanya berasal dari sel

kelenjar yang melapisi saluran pankreas. Kebanyakan adenocarcinoma terjadi di

dalam kepala pankreas, bagian  yang paling  dekat bagian pertama usus kecil

(duodenum)

PATOFISIOLOGI

Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor fungsional maupun

obstruktif terutama menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin

terkonjugasi larut dalam air sehingga dapat dieksresi dalam urin dan menimbulkan

bilirubinuria serta urin yang gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen urin sering menurun

sehingga feses terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai bukti-

bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fosfatase alkali, AST,

43 | P a g e

Page 44: Skenario b Blok 17 2014

kolesterol dan garam empedu dalam serum. Kadar garam empedu yang meningkat dalam

darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.

Ikterus akibat hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning dibandingkan

akibat hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari orange-kuning

muda atau tua sampai kuning-hijau muda atau tua bila terjadi obstruksi total saluran empedu.

Perubahan ini merupakan bukti adanya icterus kolestatik, yang merupakan nama lain icterus

obstruktif. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik ( mengenai sel hati, kanalikuli, atau

kolangiola) atau ekstrahepatik ( mengenai saluran empedu diluar hati). Pada kedua keadaan

ini terdapat gangguan biokimia yang serupa.

Penyebab tersering kolestasis intrahepatic adalah penyakit hepatoseluler dengan

kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus atau berbagai jenis sirosis. Pada penyakit

ini, pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat kanalikuli atau

kolangiola. Penyakit hepatoseluler biasanya mengganggu semua fase metabolism bilirubin-

ambilan, konjugasi, dan ekskresi-tetapi eksresi biasanya paling terganggu, sehingga yang

paling menonjol adalah hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab kolestasis intra hepatic

yang lebih jarang adalah pemakaian obat-obat tertentu, dan gangguan herediter Dubin

Jhonson serta sindrom Rotor ( jarang terjadi). Pada keadaan ini, terjadi gangguan transfer

bilirubin melalui membran hepatosit yang menyebabkan terjadinya retensi bilirubin dalam

sel. Obat yang sering mencetuskan gangguan ini adalah halotan ( anastetik) kontrasepsi oral,

estrogen, steroid anabolic, isoniazid, dan chlorpromazine.

Penyebab tersering kolestatis ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu, biasanya

pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pancreas menyebabkan tekanan pada

duktus koledokus dari luar; demikian juga dengan karsinoma ampula vateri. Penyebab yang

lebih jarang adalah striktur pasca peradangan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar

limfe pada porta hepatis. Lesi intra hepatic seperti hepatoma kadang-kadang dapat

menyumbat duktu hepatikus kanan atau kiri.

MANIFESTASI KLINIS

a. Ikterus obstruktif intrahepatik

Terdapat tiga fase :

1) Fase pra-ikterik

Periode dimana infektivitas paling besar. Gejala meliputi mual, muntah, diare, konstipasi,

penurunan berat badan, malaise, sakit kepala, demam ringan, sakit sendi, ruam kulit.

2) Fase ikterik-jaundice (temuan paling menonjol).

44 | P a g e

Page 45: Skenario b Blok 17 2014

Urine gelap berkabut (disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin), hepatomegali dengan

nyeri tekan, pembesaran nodus limfa, pruritus (akibat akumulasi garam empedu pada kulit);

gejala fase pra-ikterik berkurang sesuai menonjolnya gejala.

3) Fase pasca ikterik.

Gejala sebelumnya berkurang tetapi kelelahan berlanjut; empat bulan diperlukan untuk

pemulihan komplit.

b. Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik

Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis gejala

yaitu gejala yang disebabkan oleh kandung empedu sendiri dan gejala yang terjadi akibat

obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis

seperti:

1) Gangguan epigrastrium seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada

kuadran kanan. Gejala ini dapat terjadi setelah individu mengkonsumsi makanan yang

berlemak atau digoreng.

2) Rasa nyeri dan kolik bilier.

Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi

dan akhirnya infeksi. Klien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada

abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran

kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai

dengan mual dan muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan

makanan dalam porsi besar.

3) Ikterus

Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan persentase yang

kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah

empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas yaitu getah empedu yang

tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat

kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-

gatal yang mencolok pada kulit

4) Perubahan warna urine dan feses

Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang

tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasanya pekat yang disebut

“clay-colored”

5) Defisiensi Vitamin

Obstruksi aliran empedu juga mengganggu abosorpsi vitamin A,D,E dan K yang larut lemak.

45 | P a g e

Page 46: Skenario b Blok 17 2014

Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamn ini jika obstruksi

bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin A dapat menggangu pembekuan darah yang normal.

DIAGNOSIS

a. Ikterus Obstruktif Intrahepatik

1) Tes fungsi hati : Abnormal (4-10 kali dari normal). Catatan : Merupakan batasan nilai

untuk membedakan hepatitis virus dari non virus.

2) AST (SGOT)/ALT(SGPT) : Awalnya meningkat. Dapat meningkat dalam 1-2 minggu

sebelum ikterik kemudian tampak menurun.

3) Darah lengkap : SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan

enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.

4) Leukopenia : Trombositopenia mungkin ada (splenomegali).

5) Diferensial darah lengkap : Leukositosis, monositosis, limfosit atipikal, dan sel plasma.

6) Alkali fosfatase : Agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat).

7) Feces : Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati).

8) Albumin serum : Menurun.

9) Gula darah : Hiperglikemia transien/hipoglikemia (gangguan fungsi hati).

10) Anti HAV IgM : Positif pada tipe A.

11) HbsAG : Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A).

12) Masa protrombin : Mungkin memanjang (disfungsi hati).

13) Bilirubin serum : Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk mungkin

berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler).

14) Biopsi hati : Menunjukkan diagnosis dan luasnya nekrosis.

15) Skan hati : Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkim.

16) Urinalisa : Peninggian kadar bilirubin; protein/hematuri dapat terjadi.

b. Ikterus Obstruktif Estrahepatik

1) Foto polos abdomen.

Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu dikandung empedu atau di duktus

koledokus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk skrening, melihat keadaan secara

keseluruhan dalam rongga abdomen.

2) Ultrasonografi (USG).

Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan kholestasis.

Pemeriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra hepatal

46 | P a g e

Page 47: Skenario b Blok 17 2014

sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus obstruksi atau ikterus non

obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah bagian

distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang kemudian

diikuti pelebaran bagian proximal.

3) Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP).

ERCP merupakan tindakan yang langsung dan invasif untuk mempelajari traktus biliaris dan

sistem duktus pankreatikus. Ditangan yang berpengalaman ERCP mempunyai keberhasilan

yang cukup tinggi dan tingkat keakuratan atau ketepatan kurang lebih 90%.

4) Magnetic Resonance Cholangiopancreaotography (MRCP)

MRCP adalah pemeriksaan duktus biliaris dan duktus pankreatikus dengan memakai pesawat

MRI. Dengan memakai heavily T2W acquisition untuk memaksimalkan signal dari cairan

yang menetap pada duktus biliaris dan duktus pankreatikus.

5) Percutaneus Transhepatik Cholangiography (PTC)

PTC merupakan sarana diagnosis invasif untuk membedakan ikterus obstruktif ekstra dan

intra hepatik serta menentukan lokasi sumbatan dan juga pada kebanyakan kasus etiologi dari

pada obstruksi lainnya. Gambaran saluran empedu yang diperoleh PTC tidak hanya

memberikan informasi mengenai saluran empedu tetapi juga mempermudah menduga

penyebabnya, sehingga dapat menjadi pedoman bagi ahli bedah dalam perencanaan

operasinya.

6) Percutaneus Transhepatic Billiary Drainage (PTBD)

Teknik sama dengan PTC hanya di sini kateter masuk sampai melampaui obstruksi dan bisa

sampai duodenum. Lebih ke arah terapi, karena flow dan cairan empedu masuk ke dalam

“side hole” dari kateter.

7) CT-Scan

Pemeriksaan CT Scan mengenai tractus biliaris banyak dilakukan untuk melengkapi data

suatu pemeriksaan sonografi yang telah dilakukan sebelumnya. Secara khusus CT Scan

dilakukan guna menegaskan tingkat atau penyebab yang tepat adanya obstruksi/kelainan pada

saluran empedu. Dalam hal ini CT Scan dinilai untuk membedakan antara ikterus obstruktif,

apakah intra atau ekstra hepatik dengan memperhatikan adanya dilatasi dari duktus biliaris.

8) Pemerisaan Laboratorium.

a) Peningkatan level bilirubin direk (terkonjugasi) (> 0,4 mg/ml), Normal = 0,1-0,3 mg/ml.

b) Peningkatan level bilirubin indirek (tak terkonjugasi) (> 0,8 mg/ml), Normal = 0,2-0,8

mg/ml.

c) Tidak adanya bilirubin dalam urin atau peningkatan bilirubin urin (konsentrasi tinggi

47 | P a g e

Page 48: Skenario b Blok 17 2014

dalam darah).

d) Peningkatan urobilinogen (> 4 mg/24 jam) tergantung pada kemampuan hati untuk

mengabsorbsi urobilinogen dari sistem portal, Normal = 0-4 mg/hari.

e) Menurunnya urobilinogen fekal (< 40 mg/24 jam), Normal = 40-280 mg/hari, karena tidak

mencapai usus.

f) Peningkatan alkalin fosfat dan level kolesterol karena tidak dapat diekskresi ke kandung

empedu secara normal.

g) Pada kasus penyakit hati yang sudah parah, penurunan level kolesterol mengindikasikan

ketidakmampuan hati untuk mensintesisnya.

h) Peningkatan garam empedu yang menyebabkan deposisi di kulit, sehingga menimbulkan

pruritus.

i) Pemanjangan waktu PTT (Prothrombin Time) (> 40 detik) dikarenakan penurunan absorbsi

vitamin K.

TATALAKSANA

a. Ikterus Obstruktif Intrahepatik

Tidak terdapat terapi spesifik untuk hepetitis virus akut. Tirah baring selama fase akut

penting dilakukan, dan diet rendah lemak dan tinggi karbohidrat umumnya merupakan

makanan yang paling dapat dimakan oleh penderita. Pemberian makanan secara intravena

mungkin perlu diberikan selama fase akut bila pasien terus menerus muntah. Aktifitas fisik

biasanya perlu dibatasi hingga gejala mereda dan tes fungsi hati kembali normal.

b. Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik

Operasi pengangkatan kandung empedu melalui pembedahan tradisional dianggap sebagai

cara pendekatan yang baku dalam penatalaksanaan penyakit ini. Namun demikian, perubahan

dramatis telah terjadi dalam penatalaksanaan bedah dan nonbedah terhadap penatalaksanaan

kandung empedu.

1) Penatalaksanaan Nonbedah

a) Penatalaksanaan Pendukung dan Diet

Diet yang diterapkan segera setelah suatu serangan yang akut biasanya dibatasi pada

makanan cair rendah lemak. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke

dalam susu skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat menerimanya: buah

yang dimasak, nasi atau ketela, daging tanpa lemak, kentang yang dilumatkan, sayuran yang

tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh.

Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya mengalami

intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluhkan gejala gastrointestinal ringan.

48 | P a g e

Page 49: Skenario b Blok 17 2014

b) Farmakoterapi

Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol, chenofalk) telah digunakan

untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari

kolesterol. Asam ursodeoksikolat dibandingkan dengan asam kenodeoksikolat jarang

menimbulkan efek samping dan dapat diberikan dengan dosis yang lebih kecil untuk

mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis kolesterol

dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah empedu.

c) Pelarutan Batu Empedu

Beberapa metode telah digunakan untuk melarutkan batu empedu dengan menginfuskan

suatu bahan pelarut (Monooktanion atau Metal Tertier Butil Eter (MTBE) ke dalam kandung

empedu. Pelarut tersebut dapat diinfuskan melalui jalur berikut ini : melalui selang atau

kateter yang dipasang perkutan langsung ke dalam kandung empedu; melaui selang atau drain

yang dimasukan melalui saluran T-tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada

saat pembedahan; melalui endoskop ERCP (Endoscopic Retrograde

Cholangiopancreatography); atau kateter bilier transnalas.

d) Pengangkatan Nonbedah

Beberapa metode nonbedah digunakan untuk mengeluarkan batu yang belum terangkat pada

saat cholesistektomy atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Sebuah kateter dan alat

disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T-tube atau lewat fistule yang

terbentuk pada saat insersi T-tube, jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar

batu yang terjepit dalam duktus koledokus.

e) Extracorporeal Shock-Wafe Lithotripsy (ESWL)

Prosedur litotripsi atau ESWL ini telah berhasil memecah batu empedu tanpa pembedahan.

Prosedur noninvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock waves)

kepada batu empedu di dalam kandung empedu atau duktus koledokus.

f) Litotripsi Intrakorporeal

Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau duktus koledokus

dapat dipecah dengan menggunakan gelombang ultrasound, laser berpulsa atau litotripsi

hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan diarahkan langsung pada batu. Kemudian

fragmen batu atau debris dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi.

2) Penatalaksanaan Bedah

Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk

mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier

dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif kalau gejala yang dirasakan

49 | P a g e

Page 50: Skenario b Blok 17 2014

klien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi

pasien mengharuskannya.

a) Kolesistektomi

Kolesistektomi merupakan salah satu prosedur yang paling sering dilakukan, di Amerika

lebih dari 600.000 orang menjalani pembedahan ini setiap tahunnya. Dalam prosedur ini,

kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.

b) Minikolesistektomi

Minikolesistektomi merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat

insisi selebar 4 cm.

c) Kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik)

Prosedur ini dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui dinding

abdomen pada umbilikus. Pada prosedur kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen ditiup

dengan gas karbon dioksida (pneumoperitoneum) untuk membantu pemasangan endoskop

dan menolong dokter bedah melihat struktur abdomen.

d) Koledokostomi

Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk mengeluarkan batu.

e) Bedah Kolesistostomi

Kolesistostomi dikerjakan bila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan operasi

yang lebih luas atau bila reaksi infalamasi yang akut membuat system bilier tidak jelas.

Kolelitiasis

Kolelitiasis adalah suatu penyakit dimana terdapat batu pada kandung empedu atau

salurannya (sistem bilier). Kolesistolitiasis adalah batu yang terdapat pada kandung empedu,

sedangkan koledokolitiasis adalah batu yang terdapat pada duktus koledokus. Kebanyakan

pasien batu empedu  tanpa memiliki gejala yang khas atau asimptomatik.

Epidemiologi

Epidemiologi batu empedu di Amerika Serikat cukup tinggi sekitar  10-20% orang dewasa (±

20 juta orang). Setiap tahunnya bertambah  sekitar 1–3 % kasus baru dan sekitar 1–3% nya

dari penderita kandung empedu  menimbulkan komplikasi . Kira – kira 500.000 orang yang

menderita simptom batu empedu atau batu empedu dengan komplikasi dilakukan 

kolesistektomi. Batu empedu bertanggung jawab pada 10.000 kematian  per tahun. Di

Amerika Serikat, ditemukan  pula  sekitar 2000–3000 kematian disebabkan oleh kanker

50 | P a g e

Page 51: Skenario b Blok 17 2014

kandung empedu dan sekitar 80% dari kejadian penyakit batu empedu disertai dengan

kolesistitis kronik. Sedangkan, epidemiologi di Indonesia belum dapat diketahui.

Patogenesis

Terdapat 3  jenis batu empedu yaitu:

1. Batu Kolesterol

Batu kolestrol merupakan jenis batu yang paling banyak ditemukan dari semua kasus batu

empedu. Tiga faktor utama yang menentukan terbentuknya batu kolesterol adalah

supersaturasi kolesterol, nukleasi kristal kolesterol monohidrat, disfungsi kandung empedu.

Supersaturasi kolesterol

Supersaturasi kolesterol terjadi karena sekresi kolesterol bilier yang berlebihan, dan atau

karena hiposekresi asam empedu. Faktor risiko hipersekresi kolesterol bilier adalah obesitas.

 Nukleasi kolesterol

Protein yang berperan dalam nukleasi kolesterol, antara lain musin, ? 1- acid glycoprotein, ?

1-antichymotrypsin, dan fosfolipase C. Musin adalah protein yang mempercepat kristalisasi

kolesterol dengan membentuk vesikel kolesterol multilamelar yang mempunyai

kecenderungan lebih besar untuk mengkristal.

Disfungsi kandung Empedu

Disfungsi terjadi pada epitel mukosa kandung empedu dan dismotilitas kandung empedu.

Kontraksi batu empedu yang tidak baik menyebabkan statis empedu. Statis empedu ini yang

menyebabkan terbentuknya batu empedu karena musin akan terakumulasi seiring dengan

lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung empedu. Musin akan mengganggu

pengosongan kandung empedu.

2.   Batu pigmen hitam

Batu pigmen hitam terbentuk dari kalsium bilirubinat yang sebagian besar berasal dari

bilirubin yang tak terkonjugasi. Batu pigmen hitam sering terjadi pada kondisi hemolitik

kronis dan sirosis hepatis. Pada sirosis hepatis terjadi peningkatan turnover sel darah merah

akibat proses pemecahannya di limpa yang berlebihan.

3.   Batu pigmen coklat

Batu pigmen coklat dapat terbentuk di saluran empedu. Batu pigmen coklat mengandung

asam lemak bebas yang cukup besar, terutama palmitat dan stearat. Batu pigmen coklat

terjadi pada proses dismotilitas sistem bilier dan adanya proses infeksi kronis. Batu pigmen

coklat dapat terbentuk sendiri pada saluran empedu tanpa didahului migrasi dari  kandung

51 | P a g e

Page 52: Skenario b Blok 17 2014

empedu. Batu ini cukup banyak ditemukan pada pasien yang sudah dilakukan kolesistektomi

yang mengalami disfungsi spingter oddi.

Faktor Resiko

Batu empedu dapat terjadi dengan atau  tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin

banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya

batu empedu. Faktor resiko batu kolesterol antara lain:

1. Obesitas

Sindrom metabolik pada obesitas trunkal, resistensi insulin, diabetes melitus tipe 2,

hipertensi, dan hiperlipidemia dapat meningkatkan sekresi kolesterol hepatik yang kemudian

mengakibatkan kadar kolesterol dalam kandung empedu  tinggi. Kadar kolesterol dalam

kandung empedu yang tinggi dapat mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi

atau pengosongan kandung empedu sehingga meningkatkan resiko terjadinya kolelitiasis.

2. Obat-obatan

Penggunaan estrogen dapat meningkatkan sekresi kolesterol di dalam empedu. Obat-obat

clofibrat dan fibrat dapat meningkatkan eliminasi kolesterol melalui sekresi empedu dan

tampaknya meningkatkan resiko terjadinya batu kolesterol empedu. Sedangkan obat-obat dari

analog somatostatin dapat dapat mengurangi pengosongan kandung empedu.

3. Kehamilan

Faktor resiko meningkat pada wanita yang telah beberapa kali hamil. Kadar progesteron

tinggi dapat mengurangi kontraktilitas kandung empedu  yang mengakibatkan retensi

memanjang dan konsentrasi tinggi bile dalam kandung empedu.

4. Kandung empedu statis

Kandung empedu yang statis diakibatkan dari konsumsi obat-obatan dan terlalu lama puasa

setelah pasca operasi dengan total nutrisi parenteral dan penurunan  berat badan yang

berlebihan.

5. Keturunan

Faktor genetik memegang peranan sekitar 25%. Batu empedu terjadi 1½ sampai 2 kali lebih

umum diantara orang-orang Skandinavia dan orang-orang Amerika keturunan Meksiko.

Diantara orang-orang Amerika keturunan Indian, kelaziman batu empedu mencapai lebih dari

80%. Perbedaan-perbedaan ini mungkin dipertanggungjawabkan oleh faktor-faktor genetik

(yang diturunkan).

Manifestasi klinis

52 | P a g e

Page 53: Skenario b Blok 17 2014

1. Asimptomatik

Biasanya ditemukan secara tidak sengaja pada saat medical check up melalui plain

radiograf, sonogram abdomen atau CT scan.

Berikut adalah gambaran batu empedu yang ditemukan melalui pemeriksaan ultrasonografi

abdomen.

2. Simptomatik

a. Kolik Bilier

Terdapat nyeri kuadran kanan atas yang terjadi secara episodik, kadang menjalar ke daerah

punggung kanan belakang. Kondisi ini terjadi akibat obstuksi batu di daerah leher kandung

empedu, atau duktus kistikus. Kolik bilier biasanya dipengaruhi oleh makanan berlemak dan

dapat hilang dengan perubahan posisi tubuh. Biasanya tidak didapatkan demam dan fungsi

hati normal, kecuali  bila disertai infeksi.

b. Kolesistitis akut

Kolesistitis merupakan suatu inflamasi akut pada kandung empedu. Hal ini disebabkan

karena adanya obstruksi dari duktus sistikus. Keluhan nyeri sering dimulai secara progresif

memberat. Nyeri sangat sering terjadi pada malam hari atau menjelang pagi. Nyeri ini

biasanya terdapat pada kuadran kanan atas abdomen atau di epigastrium. Keluhan nyeri ini

dapat disertai dengan demam. Pada kolesistitis akut dapat terjadi terjadi peningkatan sel

darah putih dan Murphy’Sign (nyeri perut kanan atas yang diraba saat inspirasi).

c. Kolesistitis kronik

Kolisistitis akut yang berulang mengarah pada inflamasi kandung empedu kronik. Biasanya

tidak terdapat demam atau peningkatan sel darah putih. Keluhannya bisa berupa seperti

dispepsia, rasa penuh di epigastrium, dan nausea khususnya setelah makan makanan

berlemak tinggi, yang kadang hilang setelah bersendawa.

d. Koledokolitiasis

Koledokolitiasis sebagian besar berasal dari migrasi batu kandung empedu. Sedangkan batu

koledokus dapat terbentuk di saluran empedu itu sendiri disebut koledolitiasis primer,

biasanya batu ini terbentuk akibat stasis empedu dan infeksi seperti pada kasus striktur akibat

trauma, kolangitis sklerosing atau kelainan bilier kongenital.

e. Kolangitis

Kolangitis merupakan infeksi bakteri pada cairan empedu di dalam saluran empedu akibat

obstruksi. Keluhan kolangitis digambarkan dengan Triad Charcot yaitu nyeri kuadran kanan

atas, ikterik dan demam. Kolangitis dapat mengarah pada syok septik.

Berikut ini adalah tabel gejala klinik dan komplikasi dari batu empedu:

53 | P a g e

Page 54: Skenario b Blok 17 2014

Gamba

ran

Klinis

 

Kolik

bilier

 

Kolesis

titis

akut

Kolesis

titis

kronik

kolan

gitis

 

Pankrea

titis

 

Letak

Nyeri

Epigastr

ium

KKA KKA KKA Epigastri

k

Durasi

Nyeri

< 3 jam > 3 jam Variabl

e

Variab

le

Variable

Massa Tidak

Ada

Massa

Massa

di KKA

Tidak

Ada

Massa

± ±

Demam – ± ± ± ±

Peningk

atan sel

darah

putih

– ± ± ± ±

Peningk

atan

Level

Amilase

Normal ± – ± +

KKA =  Kuadran kanan atas ;

Sel darah putih; + = ada; – = tidak ada ; ± = ada atau tidak ada

*— Karakteristik ini mungkin tidak selalu ada.

Penatalaksanaan

Tatalaksana secara umum dilakukan tergantung pada tingkatan penyakit. Idealnya, intervensi

pada tingkat litogenik dapat mencegah pembentukan batu empedu. Terapi konseravatif dapat

dipertimbangkan pada batu empedu yang asimptomatik sedangkan pada batu empedu

simptomatik pembedahan merupakan terapi pilihan.

a.     Terapi Non Bedah

Terapi pengobatan untuk batu empedu, digunakan sendiri atau dikombinasikan, sebagai

berikut :

Terapi garam empedu oral (Ursodeoxycholic acid)

54 | P a g e

Page 55: Skenario b Blok 17 2014

Ursodeoxycholic acid diindikasikan untuk batu empedu nonkalsifikasi radio lucent dengan

diameter lebih kecil dari 5 mm ketika kolesistektomi tidak dapat dilakukan. Ursodeoxycholic

acid bekerja sebagai penekan sintesis dan sekresi kolesterol hepatik serta penghambat

absorpsi intestinal. Efek penghambat sintesis dan sekresi asam endogenous bile kedalam bile

tidak mengganggu sekresi fosfolipid kedalam bile. Ursodeoxycholic acidjuga bekerja dengan

mendispersi kolesterol menjadi cairan kristal di aquous media. Secara keseluruhan efek dari

UDCA adalah untuk meningkatkan level konsentrasi pada saat saturasi kolesterol terjadi.

Litolisis dengan asam empedu peroral

Asam ursodeoksikolat (AUDK) telah digunakan untuk pelarutan batu empedu. Asam empedu

ini menekan sintesis kolesterol di hati dengan menghambat hidroksimetil glutaril CoA

(HMG-CoA) reduktase dan meningkatkan aktivitas dari 7a-hidroksilase sehingga

meningkatkan sintesis empedu. AUDK juga menurunkan absorpsi/reabsorpsi kolesterol di

usus dan memperpanjang waktu nukleasi dari empedu.

Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL)

ESWL merupakan terapi non-invasif, karena tidak memerlukan pembedahan atau pemasukan

alat kedalam tubuh pasien. Teknik ini dapat dilakukan untuk empedu batu radioopak dengan

diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau bila multiple diameter total kurang dari 3

cm dengan jumlah maksimal 3 batu.

Tabel Terapi Medikamentosa pada BatuEmpeduSimptomatik

 

Agen Potensi Catatan

Disolusi Asam Bile

Oral; Ursodeoxycholi

c acid(Actigall),8 - 10

mg/kg/hari

Stone

clearance: 30–

90%Mortaliti :

0%

Untuk batu kolesterol

non kalsifikasi; optimal

pada batu< 5 mm.

Contact solvents: Stone 70 % batu yang kambuh;

55 | P a g e

Page 56: Skenario b Blok 17 2014

methyl tert-butyl

ether/ n-propyl acetate

clearance: 50–

90%

experimental, dengan

data insufficient;

duodenitis;

hemolisis

;nephrotoxicity; sedasi

ringan

Extracorporeal

shock-wave

lithotripsy:Elektro

hidraulik / Elektro

magnetic

Stone

clearance: 30

–90%Mortaliti

< 0.1%

70 % batu yang kambuh;

tidak dibuktikan dengan

FDA; hanya dilakukan

pada expert; kriteria:

tidak lebih dari satu batu

radiolucent(diameter

<20mm), cystic duct

paten, kandung empedu

yang masih berfungsi

disertai batu empedu

simptomatik tanpa

komplikasi.

b.     Terapi bedah

Terdapat beberapa tindakan bedah yang dapat dilakukan untuk terapi batu empedu, yaitu:

Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatgraphy (ERCP)

ERCP merupakan suatu prosedur yang dilakukan dengan cara kolangiografi dan

pankreatografi langsung secara retrograde. Melalui kanulasi dari papila vateri disuntikan

kontras kedalam saluran bilier atau pankreas.

Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis

simptomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus

biliaris. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti

oleh kolesistitis akut.

Kolesistektomi laparaskopi

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut.

Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat

mengurangi perawatan di rumah sakit dan pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun

56 | P a g e

Page 57: Skenario b Blok 17 2014

Aliran balik sistemik

akholeInflamasi steril

Kolik bilier

Makan berlemak

Ny. W 42 tahun IMT 32

FR:usia

KOLEDOKOLITIASIS

FR: Obesitas II

Obstruksi cairan empedu

Stasis cairan empedu

Distensi lumen saluran empedu

FR: jenis kelamin

dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur

ini, berhubungan dengan insiden komplikasi  seperti cedera duktus biliaris yang mungkin

dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.

Pencegahan

a. Ursodeoxycholic acid

Pengobatan ursodeoxycholicacid dapat mencegah pembentukan batu empedu. Hal ini telah di

lakukan pada pasien yang kehilangan berat badan secara cepat karena pola makan rendah

kalori atau karena pembedahan bariatrik yang berkaitan dengan risiko tinggi pembentukan

batu empedu kolesterol baru (20-30% dalam 4 bulan). Kemudian dilakukan pemberian dosis

600 mg ursodeoxycholic acid perhari selama 16 minggu dan berhasil mengurangi insiden

batu empedu tersebut sebesar 80%. Anjuran perubahan pola makan berupa pengurangan

konsumsi lemak sangat diperlukan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi serangan kolik bilier.

Namun, ini tidak dapat mengakibatkan pengurangan batu empedu.

b. Pola Makan dan Olah Raga

Sedikit bukti yang menunjukkan bahwa komposisi makanan dapat mempengaruhi riwayat

penyakit batu empedu pada manusia. Pasien obesitas yang mengikuti program penurunan

berat badan cepat atau melakukan pembedahan bariatric berisiko menderita batu empedu.

Pencegahan jangka pendek dengan Ursodeoxycholic acid perlu dipertimbangkan. Olah raga

teratur mungkin mengurangi kejadian kolesistektomi.

KERANGKA KONSEP

57 | P a g e

Page 58: Skenario b Blok 17 2014

KESIMPULAN

Ny. W 42 tahun mengalami ikterus obstruktif e.c. koledokolitiasis, kolekistitis, kolangitis.

DAFTAR PUSTAKA

Glenda N. Lindseth. Gangguan Hati, kandung Empedu, dan Pakreas.

Guyton, Arthur C.2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC

Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.

Murray, Robert K. dkk.2006. Biokimia Harper. Jakarta : EGC

Naskah Lengkap New Horizon of Diagnosis and Treatment in Internal Medicine Temu

Ilmiah Penyakit Dalam FK Unsri 2012

58 | P a g e

Page 59: Skenario b Blok 17 2014

Snell, Richard S. 2000 Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Jakarta : EGC

Sudoyo, dkk. 2009. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalama Jilid 1 Edisi V. Jakarta :

InternaPublishing

Sylvia A Price, dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta : EGC 2003. 437 - 459

59 | P a g e