Skenario b Blok 17 2014
-
Upload
mandy-fisher -
Category
Documents
-
view
239 -
download
0
description
Transcript of Skenario b Blok 17 2014
SKENARIO B
Ny.W 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang
hebat, disertai demam dan menggigil.
Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.W mengeluh nyeri di perut kanan atas yang menjalar sampai ke
bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah berat bila makan
makanan berlemak. Biasanya Ny.W minum obat penghilang nyeri.
Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul, mata
dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis
Tanda vital : TD 110/70 mmHg, Nadi: 106 x/menit, RR: 24 x/menit, Suhu: 39,00C
BB: 80 kg, TB: 158 cm
Pemeriksaan spesifik:
Kepala: Sklera Ikterik
Leher dan thoraks dalam batas normal.
Abdomen: Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphy sign (+), hepar dan lien
tidak teraba, kandung empedu: sulit dinilai.
Perkusi : shifting dullness (-)
Extremitas : palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)
Pemeriksaan Laboratorium:
Darah rutin :
Hb: 12,4 g/dl, Ht: 36 vol%, Leukosit: 15.400/mm3, Trombosit: 329.000/mm3, LED: 77
mm/jam
Liver Function Test (LFT) :
Bilirubin total: 20,49 mg/dl, Bilirubin Direct: 19,94 mg/dl, Bilirubin Indirect: 0,55 mg/dl,
SGOT: 29 u/l, SGPT: 37 ul, Fosfatase alkali: 864 u/l
Amilase: 40 unit/L dan Lipase: 50 unit/L.
1 | P a g e
Klarifikasi istilah
menggigil: gerakan involunter sebagai respon terhadap demam; perasaan dingin disertai
getaran tubuh
mual: sensasi tidak enyenangkan yang sama pada epigastrium dan abdomen dengan
kecenderungan untuk muntah
BAB seperti dempul: gambaran BAB berwarna putih keabu-abuan
sclera ikterik: sclera yang berwarna kuning akibat timbunan bilirubin
murphy sign: Tanda penyakit kantung empedu berupa nyeri saat inspirasi ketika jari
pemeriksa menekan daerah kanan atas abdomen.
akral: berkenaan dengan tungkai atau ekstremitas lain
SGOT: Enzim yang biasanya terdapat dalam jaringan tubuh, seperti jantung dan hati.
Dilepaskan ke dalam serum sebagai akibat dari cidera jaringan.
SGPT: Enzim yang normal nya dijumpai dalam serum dan jaringan tubuh terutama pada hati.
Enzim ini dilepaskan ke dalam serum sebagai hasil cidera jaringan karena itu konsentrasinya
meningkat pada pasien dengan kerusakan sel hati yang akut.
Fosfatase alkali: Sekelompok enzim yang terdapat dalam kadar tinggi pada empedu dan
tulang yang sedang bertumbuh. (normal = 10-32 u/l)
Amilase: Enzim yang mengkatalisis peristiwa hidrolisis zat tepung menjadi molekul yang
lebih kecil
Lipase: Setiap enzim yang mengkatalisis pemecahan anion asam lemak dari trigliserida dan
fosfolipid.
2 | P a g e
Identifikasi Masalah
1. Ny.W 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang
hebat, disertai demam dan menggigil.
2. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.W mengeluh nyeri di perut kanan atas yang menjalar sampai
ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah berat bila
makan makanan berlemak. Biasanya Ny.W minum obat penghilang nyeri.
3. Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul,
mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.
4. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis
Tanda vital : TD 110/70 mmHg, Nadi: 106 x/menit, RR: 24 x/menit, Suhu: 39,00C
BB: 80 kg, TB: 158 cm
Pemeriksaan spesifik:
Kepala: Sklera Ikterik
Leher dan thoraks dalam batas normal.
Abdomen: Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphy sign (+), hepar dan lien
tidak teraba, kandung empedu: sulit dinilai.
Perkusi : shifting dullness (-)
Extremitas : palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)
5. Pemeriksaan Laboratorium:
Darah rutin :
Hb: 12,4 g/dl, Ht: 36 vol%, Leukosit: 15.400/mm3, Trombosit: 329.000/mm3, LED: 77
mm/jam
Liver Function Test (LFT) :
Bilirubin total: 20,49 mg/dl, Bilirubin Direct: 19,94 mg/dl, Bilirubin Indirect: 0,55 mg/dl,
SGOT: 29 u/l, SGPT: 37 ul, Fosfatase alkali: 864 u/l
Amilase: 40 unit/L dan Lipase: 50 unit/L.
3 | P a g e
Analisis Masalah
1. Ny.W 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang
hebat, disertai demam dan menggigil.
a. Apa saja regio-regio yang ada di abdomen beserta organ yang ada di dalamnya?
Jawab:
4 | P a g e
b. Bagaimana hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan keluhan di atas?
Usia lanjut.
Resiko untuk terkena batu empedu meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena batu empedu
dibandingkan dengan orang usia yang lebih muda. Semakin meningkat usia,
prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan:
i. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
ii. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya
usia.
iii. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.
Jenis kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena batu empedu dibandingkan
dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormone esterogen berpengaruh terhadap peningkatan
5 | P a g e
eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar
esterogen juga meningkatkan resiko terkena batu empedu. Penggunaan pil kontrasepsi
dan terapi hormone (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu
dan penurunan aktivitis pengosongan kandung empedu.
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan
perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu,
sementara di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki. Sementara di Indonesia jumlah
penderita wanita lebih banyak dari pada laki-laki.
c. Bagaimana mekanisme terjadinya keluhan nyeri perut kanan atas, demam, dan menggigil?
Jawab:
Nyeri perut kanan atas
Obstruksi saluran vesica biliaris oleh batu empedu meningkatkan tekanan di
kantong empedu saat lemak melewati duodenum merangsang pengeluaran
empedu oleh hormone kolesitokinin proses eksresi meningkat dan karena adanya
obstruksi nyeri perut kanan atas
Demam
Batu empedu di kandung empedu menyumbat ductus syscticus berpindah ke
ductus choledocus (gerakan peristaltik) obstruksi total cairan empedu menjadi
statis potensial sebagai tempai perkembangbiakan kuman infeksi dan
inflamasi pembentukan PGE2 di hipotalamus peningkatan set point
dihipotalamus demam
Menggigil
adanya choledokolitiasis aliran cairan empedu menjadi terhambat dan terjadi
inflamasi pada dinding saluran empedu menjadi tempat yang potensial untuk
perkembangan bakteri difagositosis oleh sel-sel radang terjadi pelepasan IL-1
dan TNF alfa mempengaruhi pusat pengaturan suhu dihipotalamus demam
kompensasi tubuh untuk meningkatkan suhu tubuh sesuai dengan yang di set oleh
hipotalus menggigil.
d. Apa saja penyakit yang menimbulkan gejala seperti di atas?
Jawab:
Nyeri perut kanan atas dapat disebabkan oleh kelainan organ di dalam rongga perut
ataupun rongga dada. Organ dalam abdomen yang dapat menyebabkan nyeri pada perut
6 | P a g e
kanan atas adalah penyakit saluran makan (lambung, duodenum, ileum, kolon), hepar,
empedu serta salurannya, dan, pankreas. Sedangkan organ di dalam rongga dada yang
dapat menyebabkan nyeri di perut kanan atas adalah jantung, dan, esofagus. Keluhan pada
organ-organ ini akan menggambarkan nyeri pada perut kanan atas.
Demam, menggigil, serta kolik bilier merupakan gejala khas jika terdapat batu
2. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.W mengeluh nyeri di perut kanan atas yang menjalar sampai
ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah berat bila
makan makanan berlemak. Biasanya Ny.W minum obat penghilang nyeri.
a. Bagaimana mekanisme nyeri perut yang menjalar ke bahu dan mual?
Jawab:
- Nyeri perut yang menjalar ke bahu
Pada kasus batu empedu biasanya akan terjadi usaha dari otot polos dinding vesica
biliaris untuk mengeluarkan batu tersebut. Hal ini akan mensensitasi serabut saraf yang
menpersarafi otot polos dinding vesica biliaris yaitu plexus coeliacus dan nervus
splanchnicus major, dan akan dirasakan nyeri alih di kuadran kanan atau daerah
epigastrium (dermatome T7,8,9). Sedangkan nyeri yang menjalar hingga kebahu kanan
berkaitan dengan kolesistitis akut yang dapat menyebabkan iritasi peritoneum parietale
subdiagfragmaticus yang sebagain dipersarafi oleh nervus phrenicus (C3,4 dan 5). Hal ini
akan menimbulkan nyeri alaih ke bahu karena kulit dibahu dipersarafi oleh nervus
supraclaviculaer (C3,4).
7 | P a g e
- Mual
Perangsangan mual dapat diakibatkan dari adanya obstruksi saluran empedu sehingga
mengakibatkan alir balik cairan empedu ke hepar (bilirubin, garam empedu dan kolesterol)
menyebabkan terjadinya proses peradangan disekitar hepatobiliar yang mengeluarkan
enzim-enzim SGOT dan SGPT, menyebabkan peningkatan SGOT dan SGPT yang bersifat
iritatif di saluran cerna sehingga merangsang nervus vagal dan menekan rangsangan
sistem saraf parasimpatis sehingga terjadi penurunan peristaltik sistem pencernaan di usus
dan lambung, menyebabkan makanan tertahan di lambung dan peningkatan rasa mual
yang juga diakibatkan karena perangsangan pusat mual di hipotalamus.
b. Mengapa nyeri hilang timbul dan bertambah berat bila makan makanan berlemak?
Jawab:
Makanan yang berlemak merangsang pengeluaran empedu yang berfungsi untuk
mengemulsi lemak/penyerapan lemak. Sehingga, jika pasien mengkonsumsi banyak lemak
dapat menyebabkan peristaltik duktus meningkat sehingga menyebabkan obstruksi yang
akan memperberat kolik.
c. Apa saja macam-macam obat penghilang nyeri dan efek sampingnya? (indikasi dan kontra
indikasi)
Jawab:
Analgesik-antipiretik terdiri dari empat golongan, yaitu:
1. SALISILAT
Salisilat dipasaran dikenal sebagai aspirin. Dalam dosis tinggi, aspirin mempunyai khasiat
antiradang sehingga sering digunakan untuk mengobati radang sendi (rematik). Obat ini
juga bersifat mengurangi daya ikat sel- sel pembeku darah sehingga penting untuk segera
diberikan pada penderita angina (serangan jantung), untuk mencegah penyumbatan
pembuluh darah jantung karena penggumpalan/ pembekuan darah. Aspirin dapat
menimbulkan nyeri dan pendarahan lambung, karena itu sebaiknya dikonsumsi setelah
makan. Dosis yang berlebihan dapat menyebabkan telinga berdenging, tuli, penglihatan
kabur, bahkan kematian.
2. ASETAMINOFEN
Asetaminofen di pasaran dikenal sebagai parasetamol. Obat ini mempunyai khasiat
antiradang yang jauh lebih lemah dari aspirin sehingga tidak bisa digunakan untuk
mengobati rematik. Asetaminofen tidak merangsang lambung sehingga dapat digunakan
oleh penderita sakit lambung.
8 | P a g e
3. PIRALOZON
Di pasaran piralozon terdapat dalam antalgin, neuralgin,dannovalgin. Obat ini amat
manjur sebagai penurun panas dan penghilang rasa nyeri. Namun piralozon diketahui
menimbulkan efek berbahaya yakniagranulositosis (berkurangnya sel darah putih),
karena itu penggunaan analgesik yang mengandung piralozon perlu disertai resep dokter.
4. ASAM-MEFENAMAT
Asam mefenamat termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan sebagai NSAID (Non
steroidal antiinflammatory drugs). Asam mefenamat digunakan untuk mengatasi berbagai
jenis rasa nyeri, namun lebih sering diresepkan untuk mengatasi sakit gigi, nyeri otot,
nyeri sendi dan sakit ketika atau menjelang haid. Seperti juga obat lain, asam mefenamat
dapat menyebabkan efek samping.Salah satu efek samping asam mefenamat yang paling
menonjol adalah merangsang dan merusak lambung. Sebab itu, asam mefenamat
sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang mengidap gangguan lambung.
3. Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul,
mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.
a. Bagaimana mekanisme keluhan demam ringan yang hilang timbul, mata dan badan kuning,
BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal?
Jawab:
1. Demam ringan hilang timbul
Inflamasi dan infeksi sistem hepatobilier akibat permukaan batu empedu . Sumbatan
batu empedu pada duktus sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan
gangguan aliran darah dan limfe sehingga menyebabkan mikroorganisme seperti
bakteri mudah untuk berkembang, dan menyebabkan demam.
2. Mata dan badan kuning
Mata dan badan kuning atau disebut ikterus disebabkan karena penimbunan bilirubin,
pada kasus terdapat peningkatan bilirubin total dan bilirubin direk. Peningkatan ini
disebabkan karena adanya obstruksi yang terjadi di saluran empedu, atau ikterus pos
hepatik karena adanya batu.
Batu empedu terbentuk atas timbunan satu atau lebih komponen empedu, yaitu,
kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan, fosfo lipid.
Batu empedu memiliki komposisi yang terutama terbagi atas pigmen, kolesterol, dan,
batu campuran.
9 | P a g e
Batu pigmen terdiri atas kalsium, ataupun bilirubinat, karbonat, fosfat, atau asam
lemak rantai panjang. Batu ini berukuran kecil, dan bisa berwarna hitam atau
kecoklatan. Batu yang berwarna hitam biasa disebabkan karena hemolisis kronis,
sedangkan batu yang berwarna coklat disebabkan karena infeksi empedu kronis.
Batu kolesterol biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur oval atau bulat, sering
mengandung kalsium, dan pigmen. Sedangkan batu campuran memiliki gambaran
seperti batu pigmen dan batu kolesterol. Batu yang paling sering ditemukan.
Faktor predisposisi terpenting timbulnya batu adalah perubahan komposisi empedu,
stasis empedu, dan, infeksi kandung empedu. Perubahan komposisi empedu
disebabkan karena hati menyekresikan empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol,
kolesterol ini kemudian mengendap dan menjadi batu. Stasis empedu dapat
disebabkan karena gangguan kontraksi kandung empedu, ataupun spasme sfingter
oddi. Akibatnya, empedu akan mengalami supersaturasi dan akan terjadi perubahan
komposisi kimia, dan terjadi pengendapan. Pada wanita hamil, pengosongan kandung
empedu juga akan mengalami penurunan, sehingga wanita hamil mudah terjadi batu
empedu. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam terbentuknya
batu. Hal ini dikarenakan mukus akan meningkatkan kekentalan empedu, dan sel atau
bakteri dapat menyebabkan presipitasi, sehingga terjadi endapan dan terbentuk batu.
Namun, infeksi bakteri ini kebanyakan merupakan akibat dari terbentuknya batu
empedu, bukan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu.
Mekanisme ikterus :
Faktor predisposisi terbentuk batu terbentuk batu di kandung empedu berjalan
menyusuri saluran empedu menyumbat bilirubin terkonjugasi tidak dapat
dilepas ke duodenum kembali ke hepar sirkulasi sitemik bilirubin plasma
meningkat mata dan badan ikterus.
Gambaran khas ikterus hemolitik, hepatoselular, dan, obstruktif (Price & Wilson,
2003)
Gambaran Hemolitik Hepatoselular Obstruksi
Warna kulit Kuning pucat Oranye-kuning
muda , atau tua
Kuning-hijau muda
atau tua
Warna urin Normal (atau gelap Gelap (bilirubin Gelap (bilirubin
10 | P a g e
dengan urobilin) terkonjugasi) terkonjugasi)
Warna feses Normal atau gelap
(lebih banyak
sterkobilin)
Pucat (sterkobilin
sedikit)
Warna dempul
(tidak ada
sterkobilin)
Pruritus Tidak ada Tidak menetap Biasanya menetap
Bilirubin serum
indirek
Meningkat sekali Meningkat Meningkat
Biliribun serum
direk
Meningkat Meningkat Meningkat sekali
Bilirubin urin Tidak ada Meningkat Meningkat
Urobilinogen urin Meningkat Sedikit meningkat Menurun
3. BAK seperti teh tua
BAK seperti teh juga disebabkan karena obstruksi saluran empedu.
Bilirubin terkonjugasi seharusnya masuk ke dalam kandung empedu dan mengalir
dalam duktus sistikus, duktus koledokus, kemudian bergabung dengan muara duktus
pankreatikus dan dikeluarkan ke duodenum melalui ampula vater yang terdapat
sfingter oddi.
Ketika terjadi obstruksi, bilirubin terkonjugasi tidak dapat masuk ke dalam
duodenum, akibatnya akan kembali lagi ke hepar dan masuk dalam sirkulasi sistemik.
Bilirubin terkonjugasi ini larut air, dan dapat difiltrasi ginjal, selanjutnya keluar
bersama urin, dan berwarna seperti teh.
Adanya obstruksi pada ductus choledokus bilirubin terkonjugasi tidak dapat masuk
ke duodenum regurgitasi cairan cairan empedu ke sistemik, dalam hal ini termasuk
bilirubin terkonjugasi peningkatan bilirubin konjugasi di plasma larut air, ikut
terfitrasi di ginjal urin berwarna teh tua
4. BAB seperti dempul
Feses diwarnai oleh bilirubin direk yang oleh bakteri usus akan direduksi dan menjadi
sterkobilin. Sterkobilin ini yang akan mewarnai feses, apabila terjadi sumbatan yang
menyebabkan bilirubin tidak dapat direduksi oleh bakteri usus menjadi sterkobilin,
maka feses akan berwarna seperti dempul. Hal ini menunjukkan bahwa obstruksi yang
terjadi adalah obstruksi total .
11 | P a g e
Batu empedu obstruksi saluran empedu bilirubin tidak masuk ke duodenum
tidak terbentuk sterkobilin feses dempul
5. Gatal-gatal
Garam empedu berperan sebagai pruritogen. Pada saat terjadi obstruksi, garam
empedu akan ke aliran darah dan mempengaruhi saraf. Pruritogen menyebabkan
ujung serabut saraf C pruritoseptif teraktivasi.Serabut saraf C tersebut kemudian
menghantarkan impuls sepanjang serabut saraf sensoris. Terjadi input eksitasi di
Lamina-1 kornu dorsalis susunan saraf tulang belakang. Hasil dari impuls tersebut
adalah akson refleks mengeluarkan transmiter yang menghasilkan inflamasi
neurogenik (substansi P, CGRP, NKA, dll). Setelah impuls melalui pemrosesan di
korteks serebri, maka akan timbul suatu perasaan gatal dan tidak enak yang
menyebabkan hasrat untuk menggaruk bagian tertentu tubuh.
b. Apa saja DD dari badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-
gatal?
Jawab:
Diagnosa banding dari keluhan yang dialami adalah :
1. Atresia saluran empedu
2. Kista kholedokus
3. Kholedokholitiasis
4. Striktur
5. Pankreatitis
12 | P a g e
6. Askariasis
7. Tumor caput pankreas
8. Tumor ampula vater
9. Tumor duktus kholedokhus.
4. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis
Tanda vital : TD 110/70 mmHg, Nadi: 106 x/menit, RR: 24 x/menit, Suhu: 39,00C
BB: 80 kg, TB: 158 cm
Pemeriksaan spesifik:
Kepala: Sklera Ikterik
Leher dan thoraks dalam batas normal.
Abdomen: Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphy sign (+), hepar
dan lien tidak teraba, kandung empedu: sulit dinilai.
Perkusi : shifting dullness (-)
Extremitas : palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)
a. Bagaimana interpretasi pemerisaan fisik?
Jawab:
Pemeriksaan Hasil Normal Interpretasi
Keadaan umum Sakit sedang Tidak tampak
sakit
Abnormal
Kompos mentis Kompos mentis Normal
TD 110/70 mmHg
Nadi 106x/menit 60-100x/menit Takikardi
RR 24x/menit 16-24x/menit Normal
Suhu 39oC 36.5oC-37.5oC Meningkat
BB dan TB (IMT)
BB: 80 kg
TB: 158 cm
32 18.5-22.9 Obesitas tingkat
II
- Kepala & ektremitas
a. Kepala : skela ikterik
Interpretasi : abnormal (sklera mata berwarna kekuningan).
b. Ektemitas palmar eritema (-) akral pucat, edema perifer (-)
13 | P a g e
Interpretasi : palmar tidak eritema (normal), akral pucat (abnormal), tidak ada edema
perifer (normal)
- Abdomen
Abdomen
Inspeksi Datar Normal
Palpasi Lemas,
Nyeri tekan kanan atas (+),
Murphy’s sign (+),
Hepar tidak teraba,
Kandung empedu sulit
dinilai
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Abnormal
Kolesistitis
Perkusi Shifting dullness (-) (-) Normal
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas?
Jawab:
1. Febris akibat inflamasi dan infeksi system hepatobilier cholangitis (ini
merupakan komplikasi dari batu pada duktus choledochus, infeksi bakteri yang terjadi
Peningkatan nadi dapat disebabkan karena peningkatan suhu tubuh. Ketika demam,
maka metabolisme tubuh akan meningkat, oleh karena itu setiap peningkatan suhu
tubuh, nadi juga akan meningkat sebagai kompensasi.
2. Febris (37,50-390)
Batu empedu akan menyebabkan stasis aliran empedu, dan ini akan mempermudah
terjadinya inflamasi seperti kolesistitis akut, atau peradangan akut pada dinding
kandung empedu.
Batu empedu di kandung empedu menyumbat ductus syscticus berpindah ke
ductus choledocus (gerakan peristaltik) obstruksi total cairan empedu menjadi
statis potensial sebegai tempai perkembang biakan kuman infeksi dan
inflamasi pengeluaran prostaglandin mengubah set point hipotalamus terjadi
peningkatan febris
3. Ikterik
Faktor predisposisi terbentuk batu terbentuk batu di kandung empedu berjalan
menyusuri saluran empedu menyumbat bilirubin terkonjugasi tidak dapat
dilepas ke duodenum kembali ke hepar sirkulasi sitemik bilirubin plasma
meningkat mata dan badan ikterus.
14 | P a g e
4. Nyeri tekan perut kanan atas , murphy sign (+)
Tanda ini khas pada kolelitiasis atau adanya batu pada saluran empedu, nyeri yang
dirasa adalah nyeri kolik bilier. Ciri kolik bilier adalah :
a. Episode sporadis dan tak terduga
b. Nyeri yang terlokalisir pada epigastrium atau kuadran kanan atas , kadang-kadang
menjalar ke ujung kanan scapular, bisa juga di rasa di kiri dan prekordial
c. Nyeri dirasa setelah makan , intens , berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari
12 jam.
d. Nyeri yang konstan ; tidak berkurang dengan emesis , antasida , buang air besar ,
kentut , atau perubahan posisi ; dan kadang-kadang disertai dengan diaforesis , mual ,
dan muntah
e. Gejala tidak spesifik (misalnya , gangguan pencernaan , dispepsia , bersendawa , atau
kembung )
Pada obstruksi duktus yang lanjut, nyeri kolisistitis bisa persisten untuk beberapa jam
bahkan beberapa hari. Jika proses inflamasi berlanjut dan melibatkan permukaan
serosa dari vesica felea (gallbladder), maka peritoneum parietal yang didekatnya
teriritasi. Sehingga, nyeri menjadi lebih kuat dan lebih terlokalisasi dengan jelas pada
kuadran kanan atas. Pergerakan dari gallbladder yang mengalami inflamasi melawan
peritoneum parietal selama bernafas akan dihalangi selama inspirasi yang dalam. Hal
ini ditandai dengan murphy’s sign positif pada saat pemeriksaan.
5. Akral pucat
Akral atau ujung ekstremitas pucat disebabkan karena berkurangnya oksigen yang
sampai ke ujung-ujung ekstremitas.
c. Bagaimana cara pemeriksaan Murphy sign?
Jawab:
Pasien di periksa dalam posisi supine (berbaring).Ketika pemeriksa menekan/palpasi
regio subcostal kanan (hipokondriaka dextra) pasien, kemudian pasien diminta untuk
menarik nafas panjang yang dapat menyebabkan kandung empedu turun menuju tangan
pemeriksa.Ketika manuver ini menimbulkan respon sangat nyeri kepada pasien,
kemudian tampak pasien menahan penarikan nafas (inspirasi terhenti), maka hal ini
disebut “murphy’s sign positif”.
15 | P a g e
Hal ini terjadi karena adanya sentuhan antara kandung empedu yang mengalami
inflamasi dengan peritoneum abdomen selama inspirasi dalam yang dapat menimbulkan
reflek “menahan” nafas karena rasa nyeri.Bernafas dalam menyebabkan rasa yang sangat
nyeri dan berat beberapa kali lipat walaupun tanpa tekanan/palpasi pada pasien dengan
inflamasi akut kandung empedu.
Pasien dengan kolesistitis biasanya tampak kesakitan dengan manuver ini dan mungkin
akan terjadi penghentian mendadak dari inspirasi (menarik nafas) ketika kandung
empedu yang terinflamasi tersentuh jari pemeriksa. Hal ini disebut dengan istilah
inspirasi terhenti (inspiration arrest) dan dideskripsikan sebagai “shutting off” dari
inspirasi (menarik nafas).
d. Apa tujuan pemeriksaan di atas? (sebutkan DD nya)
Jawab:
Pemeriksaan fisik diatas bertujuan untuk menyingkirkan beberapa diagnosis banding yang
dapat ditemukan dalam pemeriksaan fisik. Demam dan nyeri di epigastrium atau kuadran
kanan atas sering berkaitan dengan koledokolitiasis, kolangitis, atau kolesistitis. Obstruksi
yang disebabkan karena keganasan akan memberikan gambaran ikterik, namun tidak sakit.
Hati yang teraba membesar dan lunak menggambarkan peradangan hati akut, atau tumor
yang cepat membesar, sedangkan kandung empedu yang teraba menggambarkan obstruksi
biliaris akibat tumor ganas. Palmar eritema dapat dijumpai pada sirosis hepatis, karena
penumpukan hormon esterogen. Edema perifer juga dapat disebabkan karena kelainan hati
seperti sirosis hepatis, penyakit jantung , maupun ginjal.
5. Pemeriksaan Laboratorium:
Darah rutin :
16 | P a g e
Hb: 12,4 g/dl, Ht: 36 vol%, Leukosit: 15.400/mm3, Trombosit: 329.000/mm3, LED: 77
mm/jam
Liver Function Test (LFT) :
Bilirubin total: 20,49 mg/dl, Bilirubin Direct: 19,94 mg/dl, Bilirubin Indirect: 0,55 mg/dl,
SGOT: 29 u/l, SGPT: 37 ul, Fosfatase alkali: 864 u/l
Amilase: 40 unit/L dan Lipase: 50 unit/L.
a. Bagaimana interpretasi pemerisaan fisik?
Jawab:
Ny. M Nilai Normal Keterangan
Darah Rutin
Hb 12,4 g% 12-16 g% Normal
Ht 36% 38-48 % Rendah
Leukosit 16.800/mm3 5.000-11.000/ mm3 Tinggi, adanya infeksi
dan inflamasi
Trombosit 329.000/ mm3 150.000-350.000 mm3 Normal
LED 77 mm/jam Wintrobe: 0-15 mm/jam
Westergren:0-20mm/jam
Meningkat, karena
viskositas darah yang
meningkat.
Liver Function Test
Bil Total 0,1-1,2 mg/dL 20,49 mg/dL Meningkat
Bil Direct 0,1-0,3 mg/dL 19,94 mg/dL Meningkat – sirosis, obstruksi
biliaris, hepatitis infeksius,
karsinoma pankreas, obat
(kontrasepsi oral, sulfonamid,
rifamfisin, aspirin, morfin, tiazid,
prokainamid)
Bil Indirect 0,1-1 mg/dL 0,55 mg/dL Normal (meningkat pada kondisi
peningkatan kerusakan SDM)
SGOT 8-38 U/L
8-33 U/L pada
suhu 37oC
(Satuan SI)
29 u/L Normal – enzim yg sebagian
besar terdapat pada otot jantung
dan hati.
Meningkat pada
SGPT 45 – 115 U/L 37 U/L
17 | P a g e
Fosfatase
Alkali
43-136U/L 864 u/L Meningkat – ALP terutama
ditemukan di tulang dan hati,
juga usus, ginjal, dan plasenta.
Meningkat pada kerusakan hati
yang berat (kanker hati, masalah
hepatoseluler)
isoenzim – ALP1 Hati, ALP2
tulang
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas?
Jawab:
Pertumbuhan bakteri akibat kolestasis kolesistitis dan atau kolangitis leukosit
meningkat untuk melawan infeksi dan LED meningkat
Bilirubin total dan bilirubin direk meningkat :
Adanya obstruksi pada ductus choledokus bilirubin terkonjugasi tidak dapat masuk
ke duodenum memumpuk di hati regurgitasi cairan cairan empedu ke sistemik,
dalam hal ini termasuk bilirubin terkonjugasi peningkatan bilirubin konjugasi dan
bilirubin total di dalam plasma
Fosfatase alkali meningkat :
fosfatase alkali dibuat oleh sel hati dan disekresikan bersama cairan empedu. Jika
terjadi obstruksi total pada ductus choledokus cairan empedu beserta fosfatase alkali
tidak dapat di sekresikan kedalam duodenum regusgitasi ke sistemik peningkatan
fosfatase alkali
Amilase dan lipase diperiksa untuk menyingkirkan kemungkinan pancreatitis.
c. Bagaimana mekanisme produksi bilirubin dan gangguan pada kasus ini?
Jawab:
Bilirubin adalah pigem empedu utama yang berasal dari penguraian sel darah using
dan dihasilkan dari pemecahan hemoglobin. Prosesnya adalah eritrosit yang imatur atau
yang telah berumur 120 hari membrane selnya rapuh dan akhirnya pecah. Hemoglobin
difagosit oleh jaringan makrofag di seluruh tubuh. Disini hemoglobin dipecah menjadi
globin dan heme. Heme kemudian dipecah lagi menjadi besi bebas dan diubah menjadi
18 | P a g e
Amylase: 40 unit/L Amilase: <120 unit/L Normal
Lipase: 50 unit/L Lipase: < 190 unit/L Normal
biliverdin lalu direduksi menjadi bilirubin bebas dan secara bertahap dilepaskan ke
plasma. Disini bilirubin bebas segera bergabung dengan albumin dan diantarkan ke hati.
Di dalam sel hati, bilirubin bebas dikonjugasikan dengan asam glukuronat. Bilirubin
terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran empedu dan
diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi urobilinogen
dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil melalui urin. Bilirubin terkonjugasi
bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi
van den Bergh), karena itu sering dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung.
Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang
terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain
sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak
langsung.
Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati
(kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak
dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke
dalam aliran darah.
d. Apa pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk diagnosis kasus ini?
Jawab:
Pemeriksaan Radiologis/Penunjang
19 | P a g e
Tujuan dibuat pencitraan adalah:
1. Memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah jaundice
akibat post-hepatik dibandingkan hepatik),
2. Untuk menentukan level obstruksi,
3. Untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi,
4. Memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang mendasarinya
(misal, informasi staging pada kasus malignansi)
USG : memperlihatkan ukuran duktus biliaris, mendefinisikan level obstruksi,
mengidentifikasi penyebab dan memberikan informasi lain sehubuungan dengan penyakit
(mis, metastase hepatik, kandung empedu, perubahan parenkimal hepatik).
USG : identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu kandung
empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan untuk batu
kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di pankreas, hepar
dan struktur yang mengelilinginya.
CT : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas, ginjal dan
retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik dengan akurasi
95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier.
ERCP dan PTC : menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Namun prosedur ini
invasif dan bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis
dan perdarahan.
EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging malignansi
gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi modalitas penting
dalam evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi dan staging
tumor ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris
benigna atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat.
Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) merupakan teknik
visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini terutama
berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP. Visualisasi yang baik
dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari ERCP. Tidak seperti ERCP,
MRCP adalah murni diagnostik.
Hipotesis
Ny. W 42 tahun mengalami ikterus obstruktif e.c. koledokolitiasis, kolekistitis, kolangitis.
a. Apa DD ikterus obstruktif pada kasus ini?
20 | P a g e
Jawab:
- Ikterus Obstruktif e.c. choledocolithiasis
- Pankreatitis akut
- Keganasan pada sistem bilier (kolangiokarsinoma, Ca caput pankreas, Ca kandung
empedu, limfoma maligna)
b. Apa WD ikterus obstruktif pada kasus ini?
Jawab:
Ikterus Obstruktif Posthepatik
Cara penegakan diagnosis
a. Anamnesis
i. Pada kasus asimptomatik, setengah sampai dua pertiga penderita batu empedu
mengeluh dyspepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak
ii. Pada kasus simptomatik, keluhan utama adalah nyeri di daerah epigastrium
(kuadran atas kanan) dengan tipe kolik bilier yang mungkin memanjang lebih dari
15 menit dan kadang hilang beberapa jam kemudian. Nyeri datang perlahan tetapi
1/3 kasus timbul tiba-tiba. Nyeri sering menjalar ke punggung tengah, scapula atau
puncak bahu, disertai juga dengan mual dan muntah.
iii. Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri kolik akan disertai dengan demam dan
menggigil jika terjadi kolangitis. Biasanya terdapat ikterus dan urin berwarna
gelap.
iv. Pruritus (gatal) ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan banyak
ditemukan di daerah tungkai daripada badan
b. Pemeriksaan Fisik
Adanya nyeri tekan dengan punctum maksimum di daerah letak anatomik kandung
empedu.Tanda Murphy (+) apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik
nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh jari pemeriksa.
c. Pemeriksaan Laboratorium
v. Ditemukan kenaikan bilirubin serum (total) akibat penekanan duktus koledokus
oleh batu
vi. Kadar fosfatese alkali serum dan juga kadar amylase serum biasanya meningkat
ketika serangan akut
vii. Peningkatan leukosit dan LED mengindikasikan adanya infeksi dan inflamasi
21 | P a g e
d. Pemeriksaan Pencitraan
viii. Foto Polos Abdomen , Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat
radioopak sehingga terlihat pada foto polos abdomen.
ix. Ultasonografi (US) :Gelombangsuara ini diarahkan ke tubuh dan pantulan
gelombangnya kemudian diolah komputer yang akan menunjukkan ada atau
tidaknya batu empedu
x. Endoscopic ultrasonografi (EUS), adalah suatu metode pemeriksaan dengan
memakai instrument gatroskop dengan echoprob di ujung skop yang dapat terus
berputar. Dibandingkan dengan ultrasound transabdominal, EUS akan memberikan
gambaran yang lebih jelas sebab echoprobenya diletakkan didekat organ yang
diperiksa.
xi. ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography), dapat digunakan
untuk mendeteksi adanya batu di dalam duktus. Batu empedu dapat terlihat pada
foto polos bila mengalami kalsifikasi secara bermakna.
xii. Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP), merupakan teknik
pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrument, dan
radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang
karena mempunyai intensitas sinyal tinggi sedangkan batu saluran empedu akan
terlihat sebagai intensitas rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal
tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu.
studi terkini MRCP menunjukan nilai sensitivitasnya antara 91% sampai dengan
100% nilai spesifitasnya antar 92% hingga 100% dan nilai prediktif positif antara
93% sampai dengan 100% pada keadaan dengan dugaan batu saluran empedu.
Nilai diagnostic MRCP yang tinggi membuat teknik ini makin sering dikerjakan
untuk diagnosis atau eksklusi batu saluran empedu khususnya pada pasien dengan
kemungkinan kecil mengandung batu.
22 | P a g e
MRCP mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan ERCP. Salah satu
manfaat yang besar adalah pencitraan saluran empedu tanpa resiko yang
berhubungan dengan instrumentasi, zat kontras, dan radiasi.
Sebaliknya MRCP juga mempunyai limitasi mayor yaitu bukan merupakan
modalitas terapi dan juga aplikasinya bergantung pada operator, sedangkan ERCP
dapat berfungsi sebagai sarana diagnostic dan terapi pada saat yang sama.
c. Apa definisi ikterus obstruktif pada kasus ini?
Jawab:
Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi bila
sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan sel hati
(yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi
bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus.
d. Apa epidemiologi ikterus obstruktif pada kasus ini?
Jawab:
Epidemiologi batu empedu di Amerika Serikat cukup tinggi sekitar 10-20% orang
dewasa (± 20 juta orang). Setiap tahunnya bertambah sekitar 1–3 % kasus baru dan
sekitar 1–3% nya dari penderita kandung empedu menimbulkan komplikasi . Kira – kira
500.000 orang yang menderita simptom batu empedu atau batu empedu dengan
komplikasi dilakukan kolesistektomi. Batu empedu bertanggung jawab pada 10.000
kematian per tahun. Di Amerika Serikat, ditemukan pula sekitar 2000–3000 kematian
disebabkan oleh kanker kandung empedu dan sekitar 80% dari kejadian penyakit batu
empedu disertai dengan kolesistitis kronik. Sedangkan, epidemiologi di Indonesia belum
dapat diketahui.
e. Apa etilogi ikterus obstruktif pada kasus ini?
Jawab:
Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati
(kanalikulus), sampai ampula vateri, sehingga ikterus obstruktif berdasarkan lokasi
obstruksinya dibedakan atas ikterus obstruktif intrahepatik dan ekstrahepatik.
- Penyebab Ikterus Obstruktif Intrahepatik :
1. Virus Hepatitis, peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin terkonyugasi
dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self-limited dan
23 | P a g e
dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut. Hepatitis B dan C
akut sering tidak menimbulkan pada tahap awal (akut),tetapi bisa berjalan kronik dan
menahun dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi
sirosis hati.
2. Alkohol, bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan sekresinya,dan
mengakibatkan kolestasis. Pemakaian alkohol secara terus menerus bisa menimbulkan
perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan berbagai tingkat ikterus. Hepatitis
karena alkohol biasanya memberi gejala ikterus sering timbul akut dan dengan keluhan
dan gejala yang lebih berat. Jika ada nekrosis sel hati ditandai dengan peningkatan
transaminase yang tinggi.
3. Infeksi bakteri Entamoeba histolitica, terjadi reaksi radang dan akhirnya terjadi nekrosis
jaringan hepar.
4. Adanya tumor hati maupun tumor yang telah menyebar ke hati dari bagian tubuh lain.
- Penyebab Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik :
1. Atresia bilier, ditandai dengan penghapusan atau diskontinuitas dari sistem bilier
ekstrahepatik, sehingga obstruksi aliran empedu. Atresia bilier merupakan penyebab
kolestasis ekstrahepatik tersering pada bayi baru lahir. Gangguan tersebut merupakan
ikterus obstruktif yang paling sering dilakukan pembedahan yang ditemukan selama
periode baru lahir. Jika tidak dikoreksi melalui pembedahan, akan bermanifestasi
menjadi sirosis bilier sekunder. Pasien dengan atresia bilier dapat dibagi lagi menjadi 2
kelompok yang berbeda: mereka dengan atresia bilier terisolasi (bentuk postnatal), yang
menyumbang 65-90% kasus, dan pasien dengan asosiasi Situs inversus atau polysplenia
/ asplenia dengan atau tanpa kelainan kongenital lain (janin / embrio bentuk), yang
terdiri dari 10-35% kasus.
2. Kolelitiasis, Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan
dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang
memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis jarang pada anak-
anak, lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita
dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan
genetik.
3. Kolesistitis, adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya merupakan
akibat dari adanya batu empedu didalam duktus sistikus, yang secara tiba-tiba
menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.
24 | P a g e
4. Kista duktus kholedokus, koledukus adalah dilatasi kongenital pada duktus empedu
yang dapat menyebabkan obstruksi bilier progresif dan sirosis bilier. Kista silinder dan
bulat dari duktus ekstrahepatik adalah jenis yang paling sering. Sekitar 75% kasus
munculselama masa anak-anak.
5. Tumor Pankreas, Sekitar 95% tumor yang bersifat kanker (malignant ) pada pankreas
adalah adenocarcinoma. Adenocarcinoma biasanya berasal dari sel kelenjar yang
melapisi saluran pankreas. Kebanyakan adenocarcinoma terjadi di dalam kepala
pankreas, bagian yang paling dekat bagian pertama usus kecil (duodenum)
f. Apa faktor risiko ikterus obstruktif pada kasus ini?
Jawab:
Batu empedu dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya batu empedu. Faktor resiko batu kolesterol antara lain:
1. Obesitas
Sindrom metabolik pada obesitas trunkal, resistensi insulin, diabetes melitus tipe 2,
hipertensi, dan hiperlipidemia dapat meningkatkan sekresi kolesterol hepatik yang
kemudian mengakibatkan kadar kolesterol dalam kandung empedu tinggi. Kadar
kolesterol dalam kandung empedu yang tinggi dapat mengurangi garam empedu serta
mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung empedu sehingga meningkatkan
resiko terjadinya kolelitiasis.
2. Obat-obatan
Penggunaan estrogen dapat meningkatkan sekresi kolesterol di dalam empedu.Obat-
obat clofibrat dan fibrat dapat meningkatkan eliminasi kolesterol melalui sekresi
empedu dan tampaknya meningkatkan resiko terjadinya batu kolesterol
empedu.Sedangkan obat-obat dari analog somatostatin dapat dapat mengurangi
pengosongan kandung empedu.
3. Kehamilan
Faktor resiko meningkat pada wanita yang telah beberapa kali hamil. Kadar
progesteron tinggi dapat mengurangi kontraktilitas kandung empedu yang
mengakibatkan retensi memanjang dan konsentrasi tinggi bile dalam kandung
empedu.
4. Kandung empedu statis
25 | P a g e
Kandung empedu yang statis diakibatkan dari konsumsi obat-obatan dan terlalu lama
puasa setelah pasca operasi dengan total nutrisi parenteral dan penurunan berat badan
yang berlebihan.
5. Keturunan
Faktor genetik memegang peranan sekitar 25%.Batu empedu terjadi 1½ sampai 2 kali
lebih umum diantara orang-orang Skandinavia dan orang-orang Amerika keturunan
Meksiko.Diantara orang-orang Amerika keturunan Indian, kelaziman batu empedu
mencapai lebih dari 80%.Perbedaan-perbedaan ini mungkin dipertanggungjawabkan
oleh faktor-faktor genetik (yang diturunkan).
g. Apa manifestasi klinis ikterus obstruktif pada kasus ini?
Jawab:
a. Ikterus obstruktif intrahepatikTerdapat tiga fase :
1) Fase pra-ikterikPeriode dimana infektivitas paling besar. Gejala meliputi mual,
muntah, diare, konstipasi, penurunan berat badan, malaise, sakit kepala, demam ringan,
sakit sendi, ruam kulit.
2) Fase ikterik-jaundice (temuan paling menonjol). Urine gelap berkabut (disebabkan
oleh peningkatan kadar bilirubin), hepatomegali dengan nyeri tekan, pembesaran nodus
limfa, pruritus (akibat akumulasi garam empedu pada kulit); gejala fase pra-ikterik
berkurang sesuai menonjolnya gejala.
3) Fase pasca ikterik.
Gejala sebelumnya berkurang tetapi kelelahan berlanjut; empat bulan diperlukan untuk
pemulihan komplit.
b. Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis
gejala yaitu gejala yang disebabkan oleh kandung empedu sendiri dan gejala yang terjadi
akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut
atau kronis seperti:
1) Gangguan epigrastrium seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar
pada kuadran kanan. Gejala ini dapat terjadi setelah individu mengkonsumsi makanan
yang berlemak atau digoreng.
2) Rasa nyeri dan kolik bilier.
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami
distensi dan akhirnya infeksi. Klien akan menderita panas dan mungkin teraba massa
26 | P a g e
padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada
abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini
biasanya disertai dengan mual dan muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa
jam sesudah makan makanan dalam porsi besar.
3) Ikterus
Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan persentase
yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran
getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas yaitu getah
empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan
empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering
disertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit
4) Perubahan warna urine dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses
yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasanya pekat
yang disebut “clay-colored”
5) Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu abosorpsi vitamin A,D,E dan K yang larut
lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamn ini jika
obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin A dapat menggangu pembekuan darah
yang normal.
h. Apa patofisiologi ikterus obstruktif pada kasus ini?
Jawab:
Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan
dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan, dan
metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan
produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon.
Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen
empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan
cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya menjadi
pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus.Ketiadaan garam empedu dapat
menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A,
D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin.Pada kolestasis
27 | P a g e
berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau
osteomalasia.
Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran.Beberapa bilirubin
terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam
empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi
fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya
sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida
sebagian besar tidak terpengaruh.
Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi
mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati.Penyimpanan asam empedu
hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan sejumlah
fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria.Gangguan metabolisme mitokondria
dan akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi
oksigen jenis radikal bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif.
Patogenesis batu empedu, terdapat 3 jenis batu empedu yaitu:
1. Batu Kolesterol
Batu kolestrol merupakan jenis batu yang paling banyak ditemukan dari semua kasus
batu empedu. Tiga faktor utama yang menentukan terbentuknya batu kolesterol adalah
supersaturasi kolesterol, nukleasi kristal kolesterol monohidrat, disfungsi kandung
empedu.
Supersaturasi kolesterol
Supersaturasi kolesterol terjadi karena sekresi kolesterol bilier yang berlebihan, dan
atau karena hiposekresi asam empedu.Faktor risiko hipersekresi kolesterol bilier adalah
obesitas.
Nukleasi kolesterol
Protein yang berperan dalam nukleasi kolesterol, antara lain musin, ? 1- acid
glycoprotein, ?1-antichymotrypsin, dan fosfolipase C. Musin adalah protein yang
mempercepat kristalisasi kolesterol dengan membentuk vesikel kolesterol multilamelar
yang mempunyai kecenderungan lebih besar untuk mengkristal.
Disfungsi kandung Empedu
Disfungsi terjadi pada epitel mukosa kandung empedu dan dismotilitas kandung
empedu.Kontraksi batu empedu yang tidak baik menyebabkan statis empedu. Statis
empedu ini yang menyebabkan terbentuknya batu empedu karena musin akan
28 | P a g e
terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung
empedu. Musin akan mengganggu pengosongan kandung empedu.
2. Batu pigmen hitam
Batu pigmen hitam terbentuk dari kalsium bilirubinat yang sebagian besar berasal dari
bilirubin yang tak terkonjugasi.Batu pigmen hitam sering terjadi pada kondisi hemolitik
kronis dan sirosis hepatis. Pada sirosis hepatis terjadi peningkatan turnover sel darah
merah akibat proses pemecahannya di limpa yang berlebihan.
3. Batu pigmen coklat
Batu pigmen coklat dapat terbentuk di saluran empedu.Batu pigmen coklat
mengandung asam lemak bebas yang cukup besar, terutama palmitat dan stearat. Batu
pigmen coklat terjadi pada proses dismotilitas sistem bilier dan adanya proses infeksi
kronis. Batu pigmen coklat dapat terbentuk sendiri pada saluran empedu tanpa didahului
migrasi dari kandung empedu. Batu ini cukup banyak ditemukan pada pasien yang
sudah dilakukan kolesistektomi yang mengalami disfungsi spingter oddi.
i. Apa tata laksana kasus ini?
Jawab:
Tatalaksana secara umum dilakukan tergantung pada tingkatan penyakit. Idealnya,
intervensi pada tingkat litogenik dapat mencegah pembentukan batu empedu. Terapi
konseravatif dapat dipertimbangkan pada batu empedu yang asimptomatik sedangkan pada
batu empedu simptomatik pembedahan merupakan terapi pilihan.
Pengobatan umum seperti istirahat total, pemerian nutrisi parenteral (agar tidak terjadi
gerakan paristaltik vecisa biliaris), diet ringan, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin
dan antispasmodic. Pemberian antibiotic penting untuk mencegah komplikasi. Golongan
AB yang dapat digunakan seperti ampisilin, sefalosporin, dan metramidazol karena
biasanya kuman-kuman penyebab adalah E. coli, s. faecalis, dan klebsiella.
Nutrisi
1. Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.
2. Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi.
3. Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.
4. Intake banyak cairan untuk mencegah dehidrasi.
29 | P a g e
j. Apa komplikasi ikterus obstruktif ?
Jawab:
a. Kegagalan hati,
b. Perforasi, gangrene, empyema kandung empedu.
c. Kegagalan ginjal
d. Pancreastitis
e. Coagulopathy
Penyakit batu empedu dapat menimbulkan komplikasi organ dan komplikasi sistemik.
Hepatorenal sindrom, karena bilirubin yang meningkat dalam darah dapat merusak
ginjal, hal ini ditandai dengan meningkatnya ureum kreatinin.
Gangren, adalah abses yang disebabkan karena kematian sel/jaringan. Gangren
kandung empedu, saluran empedu dan pankreas diawali oleh infeksi pada organ-organ
tersebut.
Sepsis, adalah menyebarnya agen infeksi (misalnya bakteri) ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah. Sepsis berat dapat menimbulkan syok, dimana tekanan darah turun.
Fistula, adalah saluran abnormal yang terbentuk antara dua organ. Batu empedu
mengerosi dinding kandung empedu atau saluran empedu, menimbulkan saluran baru
ke lambung, usus dan rongga perut.
Peritonitis, adalah radang rongga perut, disebabkan karena rongga perut yang steril
terkontaminasi oleh cairan empedu melalui suatu fistula ke rongga perut.
Ileus, dapat terjadi karena batu menyumbat isi usus. Dapat terjadi bila batu berukuran
cukup besar.
k. Apa prognosis kasus ini?
Jawab:
Prognosis quo ad vitam adalah ad bonam, jarang menyebabkan kematian. Prognosis quo
ad functionam adalah ad bonam, namun sebagian besar penderita mengalami perjalan
penyakit yang kronik
l. Bagaimana pencegahan ikterus obstruktif?
Jawab:
a. Ursodeoxycholic acid
30 | P a g e
Pengobatan ursodeoxycholicacid dapat mencegah pembentukan batu empedu.Hal ini
telah di lakukan pada pasien yang kehilangan berat badan secara cepat karena pola
makan rendah kalori atau karena pembedahan bariatrik yang berkaitan dengan risiko
tinggi pembentukan batu empedu kolesterol baru (20-30% dalam 4 bulan). Kemudian
dilakukan pemberian dosis 600 mg ursodeoxycholic acid perhari selama 16 minggu dan
berhasil mengurangi insiden batu empedu tersebut sebesar 80%. Anjuran perubahan
pola makan berupa pengurangan konsumsi lemak sangat diperlukan.Hal ini bertujuan
untuk mengurangi serangan kolik bilier.Namun, ini tidak dapat mengakibatkan
pengurangan batu empedu.
b. Pola Makan dan Olah Raga
Sedikit bukti yang menunjukkan bahwa komposisi makanan dapat mempengaruhi
riwayat penyakit batu empedu pada manusia.Pasien obesitas yang mengikuti program
penurunan berat badan cepat atau melakukan pembedahan bariatric berisiko menderita
batu empedu.Pencegahan jangka pendek dengan Ursodeoxycholic acid perlu
dipertimbangkan.Olah raga teratur mungkin mengurangi kejadian kolesistektomi.
m. Apa SKDI kasus ini?
Jawab:
3A : Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan
pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan
yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Sintesis
1. ANATOMI HISTOLOGY FISIOLOGI HEPATOBILIAR
A. SISTEM HEPATOBILIER
a. Anatomi
Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia dan memiliki 200 fungsi dalam
tugasnya. Namun, tiga fungsi dasarnya yaitu (1) membentuk dan mensekresikan empedu
ke dalam ductus tractus intestinalis; (2) berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein; (3) menyaring darah untuk membuang bakteri dan benda asing lain yang
masuk ke darah dari lumen intestinum. Hepar bertekstur lunak, lentur dan terletak di
bagian atas cavitas abdominalis di bawah diafragma.
31 | P a g e
Anterior view posterior view
Hepar dapat dibagi menjadi lobus hepatis dexter yang besar dan lobus hepatis sinister
yang kecil oleh perlekatan ligamentum falciforme. Lobus hepatis dexter terbagi lagi
menjadi lobus quadrates dan lobus caudatus oleh adanya vesica biliaris, fissura ligamenti
teres, vena cava inferior dan fissura ligamenti venosi.
Porta hepatis, atau hilus hepatis terdapat pada facies visceralis dan terletak antara lobus
quadratus dan lobus caudatus.Pada bagian ini terdapat ductus hepaticus dexter dan
sinister, arteria hepatica, vena porta hepatis, serta serat-serat serabut saraf simpatis dan
parasimpatis.
Seluruh hepar dikelilingi
oleh capsula fibrosa, tetapi
hanya sebagian ditutupi
oleh peritoneum.Hepar
tersusun atas lobuli
hepatis.Vena centralis pada
masing-masing lobulus
bermuara ke vena
hepatica.Di dalam ruangan antar lobulus terdapat canalis hepatis yang berisi cabang-
cabang arteria hepatica, vena portae hepatis, dan cabang ductus choledocus.Darah dari
arteria dan vena berjalan diantara sel-sel hepar menuju sinusoid dan dialirkan ke vena
centralis.
DUCTUS HEPATICUS
Ductus hepaticus dexter dan sinister keluar dari lobus hepatis dexter dan sinister pada
porta/hilus hepatis. Keduanya akan membentuk ductus hepaticus communis. Ductus ini
akan bergabung dengan ductus cysticus dari vesica biliaris di sisi kanannya dan
32 | P a g e
membentuk ductus choledocus. Ductus choledocus berakhir di bawah dengan menembus
dinding medial pars descendens duodenum, kira-kira di pertengahan panjangnya.
Biasanya ductus choledocus bergabung dengan ductus pankreaticus dan bersama-sama
bermuara ke dalam ampulla kecil di dinding duodenum, yaitu ampulla hepatopancreatica
(ampulla vater).Ampulla ini bermuara ke papilla duodeni major yang dikelilingi serabut
otot sirkular yang disebut spinchter oddi.
VESICA BILIARIS
Merupakan sebuah kantong berbentuk
buah pir yang terletak pada permukaan
bawah hepar. Vesica biliaris memiliki
kemampuan untuk menampung
empedu sebanyak 30-50 ml dan
menyimpannyam serta memekatkan
empedu dengan cara mengabsorpsi air.
Vesica biliaris dibagi menjadi fundus,
corpus, dan collum
Vesica biliaris memiliki fungsi sebagai
tempat penyimpanan empedu,
memekatkan empedu dan untuk membantu proses ini, vesica biliaris mempunyai lipatan-
lipatan permanen yang saling berhubungan sehingga tampak seperti sarang tawon. Sel-
sel toraks (kolumner) terletak pada permukaan mucosa memiliki banyak vili (dijelaskan
pada bagian histologi).
Empedu dialirkan ke duodenum sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial vesica
biliaris. Mekanisme: makanan berlemak masuk ke duodenum merangsang sekresi
hormone kolesistokinin dari tunica mucosa duodenum hormon masuk ke darah
kontraksi vesica biliaris, relaksasi distal ductus choledocus dan ampulla masuknya
empedu yang pekat ke dalam duodenum
Ductus cysticus
Ductus ini menghubungkan collum vesica biliaris dengan ductus hepaticus communis
untuk membentuk ductus choledocus. Tunica mucosa ductus cysticus menonjol untuk
membentuk plica spiralis dan melanjutkan diri dengan plica yang sama pada collum
vesica biliaris. Plica dikenal sebagai valvula spiralis dan berfungsi untuk
mempertahankan lumen secara konstan
33 | P a g e
b. Fisiologi
Hepar merupakan kelenjar yang menghasilkan empedu.Empedu diproduksi sebanyak
500-1500cc/hari oleh hepar.
Komposisi getah empedu antara lain:
1. Kolesterol
2. Asam empedu dan garam empedu
a) Macam-macam asam empedu: asam kolat, asam deoksikolat, dan asam
kenodioksikolat.
b) Garam empedu: Natrium atau Kalium yang berasal dari asam-asam empedu.
3. Pigmen empedu:
a) Bilirubin (paling banyak)
b) Biliverdin
c) Mesobilirubin
d) Mesobiliverdin
e) Mesobilicyanin
Empedu disekresikan dalam dua tahap oleh hepar:
1. Sekresi oleh sel-sel fungsional hepar → hepatosit
o mengandung sejumlah besar asam empedu dan kolesterol
o sekresi ke dalam kanalikuli biliaris kecil
2. Kanalikuli biliaris → canalis biliferis → ductulus biliaris → ductus biliaris → ductus
hepaticus dextra dan sinistra → ductus hepaticus communis → ductus cysticus →
vesica biliaris
o penyimpanan dan pemekatan hingga lima belas kali
sekresi ion Natrium dan Bikarbonat oleh sel sekretoris ductus
hormon sekretin: merangsang sekresi ductus hepar
o pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh:
hormon kolesistokinin: kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi
N. vagus: kontraksi lemah kandung empedu
Sistem saraf enterik
34 | P a g e
Kontraksi vesica biliaris → pengeluaran getah empedu menuju ductus cysticus → + ductus
hepaticus communis → ductus choledochus → + ductus pancreaticus → ampulla Vateri →
papilla Vateri → duodenum pars descenden.
Fungsi asam empedu:
1. Emulsifikasi: mempermudah emulsifikasi lemak dengan menurunkan tegangan
permukaan air.
2. Netralisasi asam: adanya ion Bikarbonat → pH empedu 7,8-8,6
3. Ekskresi: bilirubin, kolesterol, obat-obatan, toksin, dan lain-lain
4. Daya pelarut kolesterol
o Kolesterol + lesitin dalam empedu akan membentuk misel
o Absorbsi produk akhir lemak yang telah dicerna melalui membran mukosa
intestinal
o Empedu : Lesitin : Kolesterol = 80 : 15 : 5
Pembentukan Pigmen Empedu
B. BILIRUBIN
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin
dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20%
35 | P a g e
bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin
tidak larut dalam air; bilirubin yang disekresikan dalam darah harus diikatkan kepada
albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati.Di dalam hati, hepatosit melepaskan
ikatan itu dan mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air.
Proses konjugasi ini melibatkan enzim glukoroniltransferase.
Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran
empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi
urobilinogen dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil melalui urin. Bilirubin
terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk
azobilirubin (reaksi van den Bergh), karena itu sering dinamakan bilirubin direk atau
bilirubin langsung.
Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang
terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain
sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak
langsung.
Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati
(kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak
dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke
dalam aliran darah.
Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi
eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau
eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan
kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin
indirek.
Hati bayi yang baru lahir belum berkembang sempurna sehingga jika kadar bilirubin
yang ditemukan sangat tinggi, bayi akan mengalami kerusakan neurologis permanen
yang lazim disebut kenikterus. Kadar bilirubin (total) pada bayi baru lahir bisa mencapai
12 mg/dl; kadar yang menimbulkan kepanikan adalah > 15 mg/dl. Ikterik kerap nampak
jika kadar bilirubin mencapai > 3 mg/dl. Kenikterus timbul karena bilirubin yang
berkelebihan larut dalam lipid ganglia basalis.
Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direk.
Sedangkan bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan
bilirubin direk. Metode pengukuran yang digunakan adalah fotometri atau
spektrofotometri yang mengukur intensitas warna azobilirubin.
36 | P a g e
Nilai Rujukan
DEWASA :total : 0.1 – 1.2 mg/dl, direk : 0.1 – 0.3 mg/dl, indirek : 0.1 – 1.0 mg/dl
ANAK :total : 0.2 – 0.8 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.
BAYI BARU LAHIR :total : 1 – 12 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.
Masalah Klinis
Bilirubin Total, Direk
PENINGKATAN KADAR : ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis,
sirosis hati, mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson.
Pengaruh obat : antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin,
linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis ( asam para-
aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic (asetazolamid, asam etakrinat),
mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturate, narkotik (kodein, morfin,
meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin,
prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.
PENURUNAN KADAR : anemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat
(aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi.
Bilirubin indirek
PENINGKATAN KADAR : eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse,
malaria, anemia pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis
terdekompensasi, hepatitis. Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin (lihat
biliribin total, direk)
PENURUNAN KADAR : pengaruh obat (lihat bilirubin total, direk)
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
- Makan malam yang mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksaan dapat
mempengaruhi kadar bilirubin.
- Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin.
- Hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
- Sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan pigmen
empedunya akan menurun.
- Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin.
Histologi Hepar
37 | P a g e
Hepar tersusun atas lobulus-lobulus yang terbagi menjadi :
Lobulus klasik
Lobulus portal
Asinus hepar
Lobulus-lobulus itu terdiri dari Sel hepatosit dan sinusoid. Sinusoid memiliki sel endotelial
yang terdiri dari sel endotelial, sel kupffer, dan sel fat storing.
Lobulus hepar:
Lobulus klasik:
Berbentuk prisma dengan 6 sudut.
Dibentuk oleh sel hepar yang tersusun radier disertai sinusoid.
Pusat lobulus ini adalah v.Sentralis
Sudut lobulus ini adalah portal area (segitiga kiernann), yang pada segitiga/trigonum
kiernan ini ditemukan:
o Cabang a. hepatica
o Cabang v. porta
o Cabang duktus biliaris
o Kapiler lymphe
Lobulus portal:
Diusulkan oleh Mall cs (lobulus ini disebut juga lobulus Mall cs)
Berbentuk segitiga
Pusat lobulus ini adalah trigonum Kiernann
38 | P a g e
Sudut lobulus ini adalah v. sentralis
Asinus hepar:
Diusulkan oleh Rappaport cs (lobulus ini disebut juga lobulus rappaport cs)
Berbentuk rhomboid
Terbagi menjadi 3 area
Pusat lobulus ini adalah sepanjang portal area
Sudut lobulus ini adalah v. Sentralis
Mikroskopik sel hepatosit:
39 | P a g e
Berbentuk kuboid, tersusun radier, inti sel bulat dan letaknya sentral, sitoplasma mendandung
: eosinofil, mitokondria banyak, retikulum Endoplasma kasar dan banyak, apparatus Golgi
bertumpuk-tumpuk
Batas sel hepatosit :
o Berbatasan dengan kanalikuli bilaris
o Berbatasan dengan ruang sinusoid
o Berbatasan antara sel hepatosit lainnya
Mikroskopi sinusoid:
Ruangan yang berbentuk irregular , ukurannya lebih besar dari kapiler, mempunyai dinding
seluler yaitu kapiler yang diskontinu , dinding sinusoid dibentuk oleh sel hepatosit dan sel
endotelial , ruang Disse (perivascular space) merupakan ruangan antara dinding sinusoid
dengan sel parenkim hati, yang fungsinya sebagai tempat aliran lymphe.
Sel endothelial:
Berbentuk gepeng, paling banyak, sifat fagositosisnya tidak jelas, letaknya tersebar
Sel Kupffer:
Inti sel lebih menonjol, terletak pada bagian dalam sinusoid, bersifat makrofag, tergolong
pada RES (reticuloendothelial system), sitoplasma Lisozim banyak dan apparatus golgi
berkembang baik
Sel Fat Storing:
Disebut juga Sel Intertitiel oleh Satsuki, disebut juga Liposit oleh Bronfenmeyer, disebut juga
Sel Stelata oleh Wake. Terletak perisinusoid, mampu menyimpan lemak, berfungsi dalam
membuat dan mendegradasi matriks ekstraseluler.
40 | P a g e
2. IKTERUS OBSTRUKTIF E.C. KOLEDOKOLITIASIS, KOLEKISTITIS,
KOLENGITIS
Ikterus Obstruktif
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran
mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat
konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin
hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. Kata ikterus (jaundice) berasal
dari kata Perancis yaitu jaune yang berarti kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa di bawah
cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata. Ikterus dapat dibagi dalam dua
kelompok yaitu ikterus hemolitik dan ikterus obstruktif.
Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi bila
sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan sel hati (yang
terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang
dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus.
Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu kolestasis
intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah
hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun
sedangkan penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus
koledokus dan kanker pankreas.
EPIDEMIOLOGI
Ikterus obstruktif dapat ditemukan pada semua kelompok umur, tetapi bayi baru lahir
dan anak-anak lebih rentan mengalami ikterus obstruktif karena struktur hepar yang masih
immatur. Bayi-bayi yang lahir prematur, BBLR, dan riwayat sepsis, serta riwayat mendapat
nutrisi parenteral dalam waktu lama meningkatkan resiko terjadinya ikterus obstruktif.
Adapun angka kejadian ikterus obstruksi kausa Atresia Bilier (AB) di USA sekitar 1 : 15.000
kelahiran, dan dominasi oleh pasien berjenis kelamin wanita. Didunia angka kejadian atresia
bilier tertinggi di Asia, dengan perbandingan bayi-bayi di negara Cina lebih banyak
dibandingkan Bayi di Negara Jepang.
Dari segi gender, Atresia bilier lebih sering ditemukan pada anak perempuan. Dan
dari segi usia, lebih sering ditemukan pada bayi-bayi baru lahir dengan rentang usia kurang
dari 8 minggu. Insiden tinggi juga ditemukan pada pasien dengan ras kulit hitam yang dapat
mencapai 2 kali lipatinsiden bayi ras kulit putih.
41 | P a g e
Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377
(34,7%), Hepatitis Neonatal 331 (30,5%), @-1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%), hepatitis
lain 94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34 (3,1%).
Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antarra tahun 1999-2004
penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatasl hepatitis 68
(70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%) dan
sindroma inspissated-bie 1 (1,04%).
ETIOLOGI
Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati
(kanalikulus), sampai ampula vateri, sehingga ikterus obstruktif berdasarkan lokasi
obstruksinya dibedakan atas ikterus obstruktif intrahepatik dan ekstrahepatik.
- Penyebab Ikterus Obstruktif Intrahepatik :
1. Virus Hepatitis, peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin
terkonyugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self-
limited dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut.
Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan pada tahap awal (akut),tetapi
bisa berjalan kronik dan menahun dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun
atau bahkan sudah menjadi sirosis hati.
2. Alkohol, bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan sekresinya,dan
mengakibatkan kolestasis. Pemakaian alkohol secara terus menerus bisa
menimbulkan perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan berbagai
tingkat ikterus. Hepatitis karena alkohol biasanya memberi gejala ikterus sering
timbul akut dan dengan keluhan dan gejala yang lebih berat. Jika ada nekrosis sel
hati ditandai dengan peningkatan transaminase yang tinggi.
3. Infeksi bakteri Entamoeba histolitica, terjadi reaksi radang dan akhirnya terjadi
nekrosis jaringan hepar.
4. Adanya tumor hati maupun tumor yang telah menyebar ke hati dari bagian tubuh
lain.
- Penyebab Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik :
1. Atresia bilier, ditandai dengan penghapusan atau diskontinuitas dari sistem bilier
ekstrahepatik, sehingga obstruksi aliran empedu. Atresia bilier merupakan
penyebab kolestasis ekstrahepatik tersering pada bayi baru lahir. Gangguan
42 | P a g e
tersebut merupakan ikterus obstruktif yang paling sering dilakukan pembedahan
yang ditemukan selama periode baru lahir. Jika tidak dikoreksi melalui
pembedahan, akan bermanifestasi menjadi sirosis bilier sekunder. Pasien dengan
atresia bilier dapat dibagi lagi menjadi 2 kelompok yang berbeda: mereka dengan
atresia bilier terisolasi (bentuk postnatal), yang menyumbang 65-90% kasus, dan
pasien dengan asosiasi Situs inversus atau polysplenia / asplenia dengan atau
tanpa kelainan kongenital lain (janin / embrio bentuk), yang terdiri dari 10-35%
kasus.
2. Kolelitiasis, Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan
dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang
memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis jarang pada
anak-anak, lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama
pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia lanjut, diet
tinggi lemak dan genetik.
3. Kolesistitis, adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya
merupakan akibat dari adanya batu empedu didalam duktus sistikus, yang secara
tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.
4. Kista duktus kholedokus, koledukus adalah dilatasi kongenital pada duktus
empedu yang dapat menyebabkan obstruksi bilier progresif dan sirosis bilier.
Kista silinder dan bulat dari duktus ekstrahepatik adalah jenis yang paling sering.
Sekitar 75% kasus munculselama masa anak-anak.
5. Tumor Pankreas, Sekitar 95% tumor yang bersifat kanker (malignant ) pada
pankreas adalah adenocarcinoma. Adenocarcinoma biasanya berasal dari sel
kelenjar yang melapisi saluran pankreas. Kebanyakan adenocarcinoma terjadi di
dalam kepala pankreas, bagian yang paling dekat bagian pertama usus kecil
(duodenum)
PATOFISIOLOGI
Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor fungsional maupun
obstruktif terutama menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin
terkonjugasi larut dalam air sehingga dapat dieksresi dalam urin dan menimbulkan
bilirubinuria serta urin yang gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen urin sering menurun
sehingga feses terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai bukti-
bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fosfatase alkali, AST,
43 | P a g e
kolesterol dan garam empedu dalam serum. Kadar garam empedu yang meningkat dalam
darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.
Ikterus akibat hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning dibandingkan
akibat hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari orange-kuning
muda atau tua sampai kuning-hijau muda atau tua bila terjadi obstruksi total saluran empedu.
Perubahan ini merupakan bukti adanya icterus kolestatik, yang merupakan nama lain icterus
obstruktif. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik ( mengenai sel hati, kanalikuli, atau
kolangiola) atau ekstrahepatik ( mengenai saluran empedu diluar hati). Pada kedua keadaan
ini terdapat gangguan biokimia yang serupa.
Penyebab tersering kolestasis intrahepatic adalah penyakit hepatoseluler dengan
kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus atau berbagai jenis sirosis. Pada penyakit
ini, pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat kanalikuli atau
kolangiola. Penyakit hepatoseluler biasanya mengganggu semua fase metabolism bilirubin-
ambilan, konjugasi, dan ekskresi-tetapi eksresi biasanya paling terganggu, sehingga yang
paling menonjol adalah hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab kolestasis intra hepatic
yang lebih jarang adalah pemakaian obat-obat tertentu, dan gangguan herediter Dubin
Jhonson serta sindrom Rotor ( jarang terjadi). Pada keadaan ini, terjadi gangguan transfer
bilirubin melalui membran hepatosit yang menyebabkan terjadinya retensi bilirubin dalam
sel. Obat yang sering mencetuskan gangguan ini adalah halotan ( anastetik) kontrasepsi oral,
estrogen, steroid anabolic, isoniazid, dan chlorpromazine.
Penyebab tersering kolestatis ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu, biasanya
pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pancreas menyebabkan tekanan pada
duktus koledokus dari luar; demikian juga dengan karsinoma ampula vateri. Penyebab yang
lebih jarang adalah striktur pasca peradangan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar
limfe pada porta hepatis. Lesi intra hepatic seperti hepatoma kadang-kadang dapat
menyumbat duktu hepatikus kanan atau kiri.
MANIFESTASI KLINIS
a. Ikterus obstruktif intrahepatik
Terdapat tiga fase :
1) Fase pra-ikterik
Periode dimana infektivitas paling besar. Gejala meliputi mual, muntah, diare, konstipasi,
penurunan berat badan, malaise, sakit kepala, demam ringan, sakit sendi, ruam kulit.
2) Fase ikterik-jaundice (temuan paling menonjol).
44 | P a g e
Urine gelap berkabut (disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin), hepatomegali dengan
nyeri tekan, pembesaran nodus limfa, pruritus (akibat akumulasi garam empedu pada kulit);
gejala fase pra-ikterik berkurang sesuai menonjolnya gejala.
3) Fase pasca ikterik.
Gejala sebelumnya berkurang tetapi kelelahan berlanjut; empat bulan diperlukan untuk
pemulihan komplit.
b. Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis gejala
yaitu gejala yang disebabkan oleh kandung empedu sendiri dan gejala yang terjadi akibat
obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis
seperti:
1) Gangguan epigrastrium seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada
kuadran kanan. Gejala ini dapat terjadi setelah individu mengkonsumsi makanan yang
berlemak atau digoreng.
2) Rasa nyeri dan kolik bilier.
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi
dan akhirnya infeksi. Klien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada
abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran
kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai
dengan mual dan muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan
makanan dalam porsi besar.
3) Ikterus
Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan persentase yang
kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah
empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas yaitu getah empedu yang
tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat
kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-
gatal yang mencolok pada kulit
4) Perubahan warna urine dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang
tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasanya pekat yang disebut
“clay-colored”
5) Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu abosorpsi vitamin A,D,E dan K yang larut lemak.
45 | P a g e
Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamn ini jika obstruksi
bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin A dapat menggangu pembekuan darah yang normal.
DIAGNOSIS
a. Ikterus Obstruktif Intrahepatik
1) Tes fungsi hati : Abnormal (4-10 kali dari normal). Catatan : Merupakan batasan nilai
untuk membedakan hepatitis virus dari non virus.
2) AST (SGOT)/ALT(SGPT) : Awalnya meningkat. Dapat meningkat dalam 1-2 minggu
sebelum ikterik kemudian tampak menurun.
3) Darah lengkap : SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan
enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.
4) Leukopenia : Trombositopenia mungkin ada (splenomegali).
5) Diferensial darah lengkap : Leukositosis, monositosis, limfosit atipikal, dan sel plasma.
6) Alkali fosfatase : Agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat).
7) Feces : Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati).
8) Albumin serum : Menurun.
9) Gula darah : Hiperglikemia transien/hipoglikemia (gangguan fungsi hati).
10) Anti HAV IgM : Positif pada tipe A.
11) HbsAG : Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A).
12) Masa protrombin : Mungkin memanjang (disfungsi hati).
13) Bilirubin serum : Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk mungkin
berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler).
14) Biopsi hati : Menunjukkan diagnosis dan luasnya nekrosis.
15) Skan hati : Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkim.
16) Urinalisa : Peninggian kadar bilirubin; protein/hematuri dapat terjadi.
b. Ikterus Obstruktif Estrahepatik
1) Foto polos abdomen.
Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu dikandung empedu atau di duktus
koledokus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk skrening, melihat keadaan secara
keseluruhan dalam rongga abdomen.
2) Ultrasonografi (USG).
Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan kholestasis.
Pemeriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra hepatal
46 | P a g e
sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus obstruksi atau ikterus non
obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah bagian
distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang kemudian
diikuti pelebaran bagian proximal.
3) Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP).
ERCP merupakan tindakan yang langsung dan invasif untuk mempelajari traktus biliaris dan
sistem duktus pankreatikus. Ditangan yang berpengalaman ERCP mempunyai keberhasilan
yang cukup tinggi dan tingkat keakuratan atau ketepatan kurang lebih 90%.
4) Magnetic Resonance Cholangiopancreaotography (MRCP)
MRCP adalah pemeriksaan duktus biliaris dan duktus pankreatikus dengan memakai pesawat
MRI. Dengan memakai heavily T2W acquisition untuk memaksimalkan signal dari cairan
yang menetap pada duktus biliaris dan duktus pankreatikus.
5) Percutaneus Transhepatik Cholangiography (PTC)
PTC merupakan sarana diagnosis invasif untuk membedakan ikterus obstruktif ekstra dan
intra hepatik serta menentukan lokasi sumbatan dan juga pada kebanyakan kasus etiologi dari
pada obstruksi lainnya. Gambaran saluran empedu yang diperoleh PTC tidak hanya
memberikan informasi mengenai saluran empedu tetapi juga mempermudah menduga
penyebabnya, sehingga dapat menjadi pedoman bagi ahli bedah dalam perencanaan
operasinya.
6) Percutaneus Transhepatic Billiary Drainage (PTBD)
Teknik sama dengan PTC hanya di sini kateter masuk sampai melampaui obstruksi dan bisa
sampai duodenum. Lebih ke arah terapi, karena flow dan cairan empedu masuk ke dalam
“side hole” dari kateter.
7) CT-Scan
Pemeriksaan CT Scan mengenai tractus biliaris banyak dilakukan untuk melengkapi data
suatu pemeriksaan sonografi yang telah dilakukan sebelumnya. Secara khusus CT Scan
dilakukan guna menegaskan tingkat atau penyebab yang tepat adanya obstruksi/kelainan pada
saluran empedu. Dalam hal ini CT Scan dinilai untuk membedakan antara ikterus obstruktif,
apakah intra atau ekstra hepatik dengan memperhatikan adanya dilatasi dari duktus biliaris.
8) Pemerisaan Laboratorium.
a) Peningkatan level bilirubin direk (terkonjugasi) (> 0,4 mg/ml), Normal = 0,1-0,3 mg/ml.
b) Peningkatan level bilirubin indirek (tak terkonjugasi) (> 0,8 mg/ml), Normal = 0,2-0,8
mg/ml.
c) Tidak adanya bilirubin dalam urin atau peningkatan bilirubin urin (konsentrasi tinggi
47 | P a g e
dalam darah).
d) Peningkatan urobilinogen (> 4 mg/24 jam) tergantung pada kemampuan hati untuk
mengabsorbsi urobilinogen dari sistem portal, Normal = 0-4 mg/hari.
e) Menurunnya urobilinogen fekal (< 40 mg/24 jam), Normal = 40-280 mg/hari, karena tidak
mencapai usus.
f) Peningkatan alkalin fosfat dan level kolesterol karena tidak dapat diekskresi ke kandung
empedu secara normal.
g) Pada kasus penyakit hati yang sudah parah, penurunan level kolesterol mengindikasikan
ketidakmampuan hati untuk mensintesisnya.
h) Peningkatan garam empedu yang menyebabkan deposisi di kulit, sehingga menimbulkan
pruritus.
i) Pemanjangan waktu PTT (Prothrombin Time) (> 40 detik) dikarenakan penurunan absorbsi
vitamin K.
TATALAKSANA
a. Ikterus Obstruktif Intrahepatik
Tidak terdapat terapi spesifik untuk hepetitis virus akut. Tirah baring selama fase akut
penting dilakukan, dan diet rendah lemak dan tinggi karbohidrat umumnya merupakan
makanan yang paling dapat dimakan oleh penderita. Pemberian makanan secara intravena
mungkin perlu diberikan selama fase akut bila pasien terus menerus muntah. Aktifitas fisik
biasanya perlu dibatasi hingga gejala mereda dan tes fungsi hati kembali normal.
b. Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik
Operasi pengangkatan kandung empedu melalui pembedahan tradisional dianggap sebagai
cara pendekatan yang baku dalam penatalaksanaan penyakit ini. Namun demikian, perubahan
dramatis telah terjadi dalam penatalaksanaan bedah dan nonbedah terhadap penatalaksanaan
kandung empedu.
1) Penatalaksanaan Nonbedah
a) Penatalaksanaan Pendukung dan Diet
Diet yang diterapkan segera setelah suatu serangan yang akut biasanya dibatasi pada
makanan cair rendah lemak. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke
dalam susu skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat menerimanya: buah
yang dimasak, nasi atau ketela, daging tanpa lemak, kentang yang dilumatkan, sayuran yang
tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh.
Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya mengalami
intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluhkan gejala gastrointestinal ringan.
48 | P a g e
b) Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol, chenofalk) telah digunakan
untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari
kolesterol. Asam ursodeoksikolat dibandingkan dengan asam kenodeoksikolat jarang
menimbulkan efek samping dan dapat diberikan dengan dosis yang lebih kecil untuk
mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis kolesterol
dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah empedu.
c) Pelarutan Batu Empedu
Beberapa metode telah digunakan untuk melarutkan batu empedu dengan menginfuskan
suatu bahan pelarut (Monooktanion atau Metal Tertier Butil Eter (MTBE) ke dalam kandung
empedu. Pelarut tersebut dapat diinfuskan melalui jalur berikut ini : melalui selang atau
kateter yang dipasang perkutan langsung ke dalam kandung empedu; melaui selang atau drain
yang dimasukan melalui saluran T-tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada
saat pembedahan; melalui endoskop ERCP (Endoscopic Retrograde
Cholangiopancreatography); atau kateter bilier transnalas.
d) Pengangkatan Nonbedah
Beberapa metode nonbedah digunakan untuk mengeluarkan batu yang belum terangkat pada
saat cholesistektomy atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Sebuah kateter dan alat
disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T-tube atau lewat fistule yang
terbentuk pada saat insersi T-tube, jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar
batu yang terjepit dalam duktus koledokus.
e) Extracorporeal Shock-Wafe Lithotripsy (ESWL)
Prosedur litotripsi atau ESWL ini telah berhasil memecah batu empedu tanpa pembedahan.
Prosedur noninvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock waves)
kepada batu empedu di dalam kandung empedu atau duktus koledokus.
f) Litotripsi Intrakorporeal
Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau duktus koledokus
dapat dipecah dengan menggunakan gelombang ultrasound, laser berpulsa atau litotripsi
hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan diarahkan langsung pada batu. Kemudian
fragmen batu atau debris dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi.
2) Penatalaksanaan Bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk
mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier
dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif kalau gejala yang dirasakan
49 | P a g e
klien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi
pasien mengharuskannya.
a) Kolesistektomi
Kolesistektomi merupakan salah satu prosedur yang paling sering dilakukan, di Amerika
lebih dari 600.000 orang menjalani pembedahan ini setiap tahunnya. Dalam prosedur ini,
kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.
b) Minikolesistektomi
Minikolesistektomi merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat
insisi selebar 4 cm.
c) Kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik)
Prosedur ini dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui dinding
abdomen pada umbilikus. Pada prosedur kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen ditiup
dengan gas karbon dioksida (pneumoperitoneum) untuk membantu pemasangan endoskop
dan menolong dokter bedah melihat struktur abdomen.
d) Koledokostomi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk mengeluarkan batu.
e) Bedah Kolesistostomi
Kolesistostomi dikerjakan bila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan operasi
yang lebih luas atau bila reaksi infalamasi yang akut membuat system bilier tidak jelas.
Kolelitiasis
Kolelitiasis adalah suatu penyakit dimana terdapat batu pada kandung empedu atau
salurannya (sistem bilier). Kolesistolitiasis adalah batu yang terdapat pada kandung empedu,
sedangkan koledokolitiasis adalah batu yang terdapat pada duktus koledokus. Kebanyakan
pasien batu empedu tanpa memiliki gejala yang khas atau asimptomatik.
Epidemiologi
Epidemiologi batu empedu di Amerika Serikat cukup tinggi sekitar 10-20% orang dewasa (±
20 juta orang). Setiap tahunnya bertambah sekitar 1–3 % kasus baru dan sekitar 1–3% nya
dari penderita kandung empedu menimbulkan komplikasi . Kira – kira 500.000 orang yang
menderita simptom batu empedu atau batu empedu dengan komplikasi dilakukan
kolesistektomi. Batu empedu bertanggung jawab pada 10.000 kematian per tahun. Di
Amerika Serikat, ditemukan pula sekitar 2000–3000 kematian disebabkan oleh kanker
50 | P a g e
kandung empedu dan sekitar 80% dari kejadian penyakit batu empedu disertai dengan
kolesistitis kronik. Sedangkan, epidemiologi di Indonesia belum dapat diketahui.
Patogenesis
Terdapat 3 jenis batu empedu yaitu:
1. Batu Kolesterol
Batu kolestrol merupakan jenis batu yang paling banyak ditemukan dari semua kasus batu
empedu. Tiga faktor utama yang menentukan terbentuknya batu kolesterol adalah
supersaturasi kolesterol, nukleasi kristal kolesterol monohidrat, disfungsi kandung empedu.
Supersaturasi kolesterol
Supersaturasi kolesterol terjadi karena sekresi kolesterol bilier yang berlebihan, dan atau
karena hiposekresi asam empedu. Faktor risiko hipersekresi kolesterol bilier adalah obesitas.
Nukleasi kolesterol
Protein yang berperan dalam nukleasi kolesterol, antara lain musin, ? 1- acid glycoprotein, ?
1-antichymotrypsin, dan fosfolipase C. Musin adalah protein yang mempercepat kristalisasi
kolesterol dengan membentuk vesikel kolesterol multilamelar yang mempunyai
kecenderungan lebih besar untuk mengkristal.
Disfungsi kandung Empedu
Disfungsi terjadi pada epitel mukosa kandung empedu dan dismotilitas kandung empedu.
Kontraksi batu empedu yang tidak baik menyebabkan statis empedu. Statis empedu ini yang
menyebabkan terbentuknya batu empedu karena musin akan terakumulasi seiring dengan
lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung empedu. Musin akan mengganggu
pengosongan kandung empedu.
2. Batu pigmen hitam
Batu pigmen hitam terbentuk dari kalsium bilirubinat yang sebagian besar berasal dari
bilirubin yang tak terkonjugasi. Batu pigmen hitam sering terjadi pada kondisi hemolitik
kronis dan sirosis hepatis. Pada sirosis hepatis terjadi peningkatan turnover sel darah merah
akibat proses pemecahannya di limpa yang berlebihan.
3. Batu pigmen coklat
Batu pigmen coklat dapat terbentuk di saluran empedu. Batu pigmen coklat mengandung
asam lemak bebas yang cukup besar, terutama palmitat dan stearat. Batu pigmen coklat
terjadi pada proses dismotilitas sistem bilier dan adanya proses infeksi kronis. Batu pigmen
coklat dapat terbentuk sendiri pada saluran empedu tanpa didahului migrasi dari kandung
51 | P a g e
empedu. Batu ini cukup banyak ditemukan pada pasien yang sudah dilakukan kolesistektomi
yang mengalami disfungsi spingter oddi.
Faktor Resiko
Batu empedu dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin
banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya
batu empedu. Faktor resiko batu kolesterol antara lain:
1. Obesitas
Sindrom metabolik pada obesitas trunkal, resistensi insulin, diabetes melitus tipe 2,
hipertensi, dan hiperlipidemia dapat meningkatkan sekresi kolesterol hepatik yang kemudian
mengakibatkan kadar kolesterol dalam kandung empedu tinggi. Kadar kolesterol dalam
kandung empedu yang tinggi dapat mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi
atau pengosongan kandung empedu sehingga meningkatkan resiko terjadinya kolelitiasis.
2. Obat-obatan
Penggunaan estrogen dapat meningkatkan sekresi kolesterol di dalam empedu. Obat-obat
clofibrat dan fibrat dapat meningkatkan eliminasi kolesterol melalui sekresi empedu dan
tampaknya meningkatkan resiko terjadinya batu kolesterol empedu. Sedangkan obat-obat dari
analog somatostatin dapat dapat mengurangi pengosongan kandung empedu.
3. Kehamilan
Faktor resiko meningkat pada wanita yang telah beberapa kali hamil. Kadar progesteron
tinggi dapat mengurangi kontraktilitas kandung empedu yang mengakibatkan retensi
memanjang dan konsentrasi tinggi bile dalam kandung empedu.
4. Kandung empedu statis
Kandung empedu yang statis diakibatkan dari konsumsi obat-obatan dan terlalu lama puasa
setelah pasca operasi dengan total nutrisi parenteral dan penurunan berat badan yang
berlebihan.
5. Keturunan
Faktor genetik memegang peranan sekitar 25%. Batu empedu terjadi 1½ sampai 2 kali lebih
umum diantara orang-orang Skandinavia dan orang-orang Amerika keturunan Meksiko.
Diantara orang-orang Amerika keturunan Indian, kelaziman batu empedu mencapai lebih dari
80%. Perbedaan-perbedaan ini mungkin dipertanggungjawabkan oleh faktor-faktor genetik
(yang diturunkan).
Manifestasi klinis
52 | P a g e
1. Asimptomatik
Biasanya ditemukan secara tidak sengaja pada saat medical check up melalui plain
radiograf, sonogram abdomen atau CT scan.
Berikut adalah gambaran batu empedu yang ditemukan melalui pemeriksaan ultrasonografi
abdomen.
2. Simptomatik
a. Kolik Bilier
Terdapat nyeri kuadran kanan atas yang terjadi secara episodik, kadang menjalar ke daerah
punggung kanan belakang. Kondisi ini terjadi akibat obstuksi batu di daerah leher kandung
empedu, atau duktus kistikus. Kolik bilier biasanya dipengaruhi oleh makanan berlemak dan
dapat hilang dengan perubahan posisi tubuh. Biasanya tidak didapatkan demam dan fungsi
hati normal, kecuali bila disertai infeksi.
b. Kolesistitis akut
Kolesistitis merupakan suatu inflamasi akut pada kandung empedu. Hal ini disebabkan
karena adanya obstruksi dari duktus sistikus. Keluhan nyeri sering dimulai secara progresif
memberat. Nyeri sangat sering terjadi pada malam hari atau menjelang pagi. Nyeri ini
biasanya terdapat pada kuadran kanan atas abdomen atau di epigastrium. Keluhan nyeri ini
dapat disertai dengan demam. Pada kolesistitis akut dapat terjadi terjadi peningkatan sel
darah putih dan Murphy’Sign (nyeri perut kanan atas yang diraba saat inspirasi).
c. Kolesistitis kronik
Kolisistitis akut yang berulang mengarah pada inflamasi kandung empedu kronik. Biasanya
tidak terdapat demam atau peningkatan sel darah putih. Keluhannya bisa berupa seperti
dispepsia, rasa penuh di epigastrium, dan nausea khususnya setelah makan makanan
berlemak tinggi, yang kadang hilang setelah bersendawa.
d. Koledokolitiasis
Koledokolitiasis sebagian besar berasal dari migrasi batu kandung empedu. Sedangkan batu
koledokus dapat terbentuk di saluran empedu itu sendiri disebut koledolitiasis primer,
biasanya batu ini terbentuk akibat stasis empedu dan infeksi seperti pada kasus striktur akibat
trauma, kolangitis sklerosing atau kelainan bilier kongenital.
e. Kolangitis
Kolangitis merupakan infeksi bakteri pada cairan empedu di dalam saluran empedu akibat
obstruksi. Keluhan kolangitis digambarkan dengan Triad Charcot yaitu nyeri kuadran kanan
atas, ikterik dan demam. Kolangitis dapat mengarah pada syok septik.
Berikut ini adalah tabel gejala klinik dan komplikasi dari batu empedu:
53 | P a g e
Gamba
ran
Klinis
Kolik
bilier
Kolesis
titis
akut
Kolesis
titis
kronik
kolan
gitis
Pankrea
titis
Letak
Nyeri
Epigastr
ium
KKA KKA KKA Epigastri
k
Durasi
Nyeri
< 3 jam > 3 jam Variabl
e
Variab
le
Variable
Massa Tidak
Ada
Massa
Massa
di KKA
Tidak
Ada
Massa
± ±
Demam – ± ± ± ±
Peningk
atan sel
darah
putih
– ± ± ± ±
Peningk
atan
Level
Amilase
Normal ± – ± +
KKA = Kuadran kanan atas ;
Sel darah putih; + = ada; – = tidak ada ; ± = ada atau tidak ada
*— Karakteristik ini mungkin tidak selalu ada.
Penatalaksanaan
Tatalaksana secara umum dilakukan tergantung pada tingkatan penyakit. Idealnya, intervensi
pada tingkat litogenik dapat mencegah pembentukan batu empedu. Terapi konseravatif dapat
dipertimbangkan pada batu empedu yang asimptomatik sedangkan pada batu empedu
simptomatik pembedahan merupakan terapi pilihan.
a. Terapi Non Bedah
Terapi pengobatan untuk batu empedu, digunakan sendiri atau dikombinasikan, sebagai
berikut :
Terapi garam empedu oral (Ursodeoxycholic acid)
54 | P a g e
Ursodeoxycholic acid diindikasikan untuk batu empedu nonkalsifikasi radio lucent dengan
diameter lebih kecil dari 5 mm ketika kolesistektomi tidak dapat dilakukan. Ursodeoxycholic
acid bekerja sebagai penekan sintesis dan sekresi kolesterol hepatik serta penghambat
absorpsi intestinal. Efek penghambat sintesis dan sekresi asam endogenous bile kedalam bile
tidak mengganggu sekresi fosfolipid kedalam bile. Ursodeoxycholic acidjuga bekerja dengan
mendispersi kolesterol menjadi cairan kristal di aquous media. Secara keseluruhan efek dari
UDCA adalah untuk meningkatkan level konsentrasi pada saat saturasi kolesterol terjadi.
Litolisis dengan asam empedu peroral
Asam ursodeoksikolat (AUDK) telah digunakan untuk pelarutan batu empedu. Asam empedu
ini menekan sintesis kolesterol di hati dengan menghambat hidroksimetil glutaril CoA
(HMG-CoA) reduktase dan meningkatkan aktivitas dari 7a-hidroksilase sehingga
meningkatkan sintesis empedu. AUDK juga menurunkan absorpsi/reabsorpsi kolesterol di
usus dan memperpanjang waktu nukleasi dari empedu.
Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL)
ESWL merupakan terapi non-invasif, karena tidak memerlukan pembedahan atau pemasukan
alat kedalam tubuh pasien. Teknik ini dapat dilakukan untuk empedu batu radioopak dengan
diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau bila multiple diameter total kurang dari 3
cm dengan jumlah maksimal 3 batu.
Tabel Terapi Medikamentosa pada BatuEmpeduSimptomatik
Agen Potensi Catatan
Disolusi Asam Bile
Oral; Ursodeoxycholi
c acid(Actigall),8 - 10
mg/kg/hari
Stone
clearance: 30–
90%Mortaliti :
0%
Untuk batu kolesterol
non kalsifikasi; optimal
pada batu< 5 mm.
Contact solvents: Stone 70 % batu yang kambuh;
55 | P a g e
methyl tert-butyl
ether/ n-propyl acetate
clearance: 50–
90%
experimental, dengan
data insufficient;
duodenitis;
hemolisis
;nephrotoxicity; sedasi
ringan
Extracorporeal
shock-wave
lithotripsy:Elektro
hidraulik / Elektro
magnetic
Stone
clearance: 30
–90%Mortaliti
< 0.1%
70 % batu yang kambuh;
tidak dibuktikan dengan
FDA; hanya dilakukan
pada expert; kriteria:
tidak lebih dari satu batu
radiolucent(diameter
<20mm), cystic duct
paten, kandung empedu
yang masih berfungsi
disertai batu empedu
simptomatik tanpa
komplikasi.
b. Terapi bedah
Terdapat beberapa tindakan bedah yang dapat dilakukan untuk terapi batu empedu, yaitu:
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatgraphy (ERCP)
ERCP merupakan suatu prosedur yang dilakukan dengan cara kolangiografi dan
pankreatografi langsung secara retrograde. Melalui kanulasi dari papila vateri disuntikan
kontras kedalam saluran bilier atau pankreas.
Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis
simptomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus
biliaris. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti
oleh kolesistitis akut.
Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut.
Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat
mengurangi perawatan di rumah sakit dan pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun
56 | P a g e
Aliran balik sistemik
akholeInflamasi steril
Kolik bilier
Makan berlemak
Ny. W 42 tahun IMT 32
FR:usia
KOLEDOKOLITIASIS
FR: Obesitas II
Obstruksi cairan empedu
Stasis cairan empedu
Distensi lumen saluran empedu
FR: jenis kelamin
dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur
ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin
dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.
Pencegahan
a. Ursodeoxycholic acid
Pengobatan ursodeoxycholicacid dapat mencegah pembentukan batu empedu. Hal ini telah di
lakukan pada pasien yang kehilangan berat badan secara cepat karena pola makan rendah
kalori atau karena pembedahan bariatrik yang berkaitan dengan risiko tinggi pembentukan
batu empedu kolesterol baru (20-30% dalam 4 bulan). Kemudian dilakukan pemberian dosis
600 mg ursodeoxycholic acid perhari selama 16 minggu dan berhasil mengurangi insiden
batu empedu tersebut sebesar 80%. Anjuran perubahan pola makan berupa pengurangan
konsumsi lemak sangat diperlukan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi serangan kolik bilier.
Namun, ini tidak dapat mengakibatkan pengurangan batu empedu.
b. Pola Makan dan Olah Raga
Sedikit bukti yang menunjukkan bahwa komposisi makanan dapat mempengaruhi riwayat
penyakit batu empedu pada manusia. Pasien obesitas yang mengikuti program penurunan
berat badan cepat atau melakukan pembedahan bariatric berisiko menderita batu empedu.
Pencegahan jangka pendek dengan Ursodeoxycholic acid perlu dipertimbangkan. Olah raga
teratur mungkin mengurangi kejadian kolesistektomi.
KERANGKA KONSEP
57 | P a g e
KESIMPULAN
Ny. W 42 tahun mengalami ikterus obstruktif e.c. koledokolitiasis, kolekistitis, kolangitis.
DAFTAR PUSTAKA
Glenda N. Lindseth. Gangguan Hati, kandung Empedu, dan Pakreas.
Guyton, Arthur C.2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC
Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.
Murray, Robert K. dkk.2006. Biokimia Harper. Jakarta : EGC
Naskah Lengkap New Horizon of Diagnosis and Treatment in Internal Medicine Temu
Ilmiah Penyakit Dalam FK Unsri 2012
58 | P a g e
Snell, Richard S. 2000 Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Jakarta : EGC
Sudoyo, dkk. 2009. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalama Jilid 1 Edisi V. Jakarta :
InternaPublishing
Sylvia A Price, dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta : EGC 2003. 437 - 459
59 | P a g e