Skenario 8

25
Penanganan Kasus Malpraktek yang Marak Terjadi di Kalangan Dokter LISA AMBALINGGI 102012032 JIMMY CHRISTEVEN 102012045 JANETTY 102012109 HARY TRI ATMAJA 102012189 NOVITA SARI 102012193 SUWANDI KHOWANTO 102012264 JESSICA 102012373 SITI NUR AFIQAH BINTI MD HANIF 102012486 E9 [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara no. 6 Jakarta Abstract Medical malpractice so far seems to be understood as a criminal matter rather than of civil matter by the public in Indonesia. It is possible because the Indonesian Penal Code (KUHP) provides some provisions which are relevant to several medical malpractice cases, mainly if the cases in question involving bodily injury even though it happened because of negligence. Negligence which causes bodily injury or death constitutes as criminal act under Indonesian Penal Code. Since the cases involved bodily injury of the patients or even death, most of the people associated the settlement of medical malpractice cases to the work of the police. That is why we can see from the news that most of the victims or their family submit the cases mentioned to the police for seeking justice. Yet, there were only a few in number those who sued the defendants in civil court. Keyword: Negligence, Medical malpractice 1

description

g

Transcript of Skenario 8

Page 1: Skenario 8

Penanganan Kasus Malpraktek yang Marak Terjadi di Kalangan DokterLISA AMBALINGGI 102012032

JIMMY CHRISTEVEN 102012045

JANETTY 102012109

HARY TRI ATMAJA 102012189

NOVITA SARI 102012193

SUWANDI KHOWANTO 102012264

JESSICA 102012373

SITI NUR AFIQAH BINTI MD HANIF 102012486

E9

[email protected]

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara no. 6 Jakarta

Abstract

Medical malpractice so far seems to be understood as a criminal matter rather than

of civil matter by the public in Indonesia. It is possible because the Indonesian Penal Code

(KUHP) provides some provisions which are relevant to several medical malpractice cases,

mainly if the cases in question involving bodily injury even though it happened because of

negligence. Negligence which causes bodily injury or death constitutes as criminal act under

Indonesian Penal Code. Since the cases involved bodily injury of the patients or even death,

most of the people associated the settlement of medical malpractice cases to the work of the

police. That is why we can see from the news that most of the victims or their family submit

the cases mentioned to the police for seeking justice. Yet, there were only a few in number

those who sued the defendants in civil court.

Keyword: Negligence, Medical malpractice

Abstrak

Malpraktik medis sejauh ini tampaknya dipahami sebagai masalah criminal daripada

materi sipil oleh masyarakat di Indonesia.Hal ini dimungkinkan karena KUHP Indonesia

(KUHP) memberikan beberapa ketentuan yang relevan dengan beberapa kasus malpraktik

medis, terutama jika kasus tersebut melibatkan cedera meskipun itu terjadi karena kelalaian.

Kelalaian yang menyebabkan luka-luka atau kematian merupakan sebagai tindak pidana di

1

Page 2: Skenario 8

bawah KUHP Indonesia. Karena kasus melibatkan cedera pasien atau bahkan kematian,

sebagian besar orang terkait penyelesaian kasus malpraktik medis untuk pekerjaan polisi.

Itulah sebabnya kita bisa melihat dari berita bahwa sebagian besar korban atau keluarga

mereka menyerahkan kasus disebutkan kepada polisi untuk mencari keadilan namun, hanya

ada sedikit jumlahnya mereka yang menggugat terdakwa di pengadilan sipil.

Kata kunci: Kelalaian, Malpraktik medis

Pendahuluan

Zaman sekarang ini tidak jarang ditemui kasus-kasus antara dokter dan pasien,

dimana pasien menuntut sang dokter. Situasi tersebut bisa dikarenakan kesalahan seorang

dokter maupun bukan kesalahan dokter. Tidak jarang juga karena tindakan yang dilakukan

seorang dokter sampai menyebabkan pasien meninggal. Sebagai seorang dokter harus

melakukan segala sesuatu dengan baik dan benar sesuai ketentuan yang berlaku. Meskipun

begitu sering kali sebagai seorang dokter lupa akan apa yang harus dilakukan dan yang tidak

harus dilakukan.

Definisi Malpraktek

Black’s Law Dictionary mendefinisikan malpraktik sebagai “professional misconduct

or unreasonable lack of skill” atau “failure of one rendering professional services to exercise

that degree of skill and learning commonly applied under all the circumstances in the

community by the average prudent reputable member of the profession with the result injury,

loss or damage to the recipient of those services or to those entitled to rely upon them”

(bahasa mudahnya: lalai). 1

Dari segi hukum, di dalam definisi di atas dapat ditarik pemahaman bahwa malpraktik

dapat terjadi karena tindakan yang disengaja (intentional) seperti misconduct tertentu,

tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran/ ketidak-kompetenan yang

beralasan. Malpraktik dapat dilakukan oleh profesi apa saja, tidak hanya oleh dokter.

Profesional dibidang hukum, perbankan dan akuntansi adalah beberapa profesional lain di

luar kedokteran yang dapat ditunjuk sebagai pelaku malpraktik dalam pekerjannya masing-

masing. 1

Professional misconduct yang merupakan kesengajaan dapat dilakukan dalam bentuk

pelanggaran ketentuan etik, ketentuan disiplin profesi, hukum administratif, serta hukum

pidana dan perdata, seperti melakukan kesengajaan yang merugikan pasien, fraud,

2

Page 3: Skenario 8

“penahanan” pasien, pelanggaran wajib simpan rahasia kedoktean, aborsi ilegal, euthanasia,

penyerangan seksual, misrepresentasi atau fraud, keterangan palsu, menggunakan iptekdok

yang belum teruji/diterima, berpraktek tanpa SIP, berpraktek di luar kompetensinya, sengaja

melanggar standar, dan lain-lain. 1

Selain itu malpraktik juga dapat terjadi sebagai akibat kelalaian. Sementara itu

ketidak-kompetenan dapat menuju ke suatu tindakan misconduct ataupun suatu kelalaian. 1

Dengan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kesimpulan adanya malpraktik

bukanlah dilihat dari hasil tindakan medis pada pasien melainkan harus ditinjau dari

bagaimana proses tindakan medis tersebut dilaksanakan. 1

Suatu hasil yang tidak diharapkan di bidang medik sebenarnya diakibatkan oleh

beberapa kemungkinan yaitu:

1. Hasil dari suatu perjalanan penyakitnya sendiri, tidak berhubungan dengan

tindakan medis yang dilakukan dokter.

2. Hasil dari suatu risiko yang tak dapat dihindari, yaitu risiko yang tak dapat

diketahui sebelumnya (unforseeable), atau risiko yang meskipun telah diketahui

sebelumnya tetapi dianggap acceptable, sebagaimana telah diuraikan di atas.

3. Hasil dari suatu kelalaian medik.

4. Hasil dari suatu kesengajaan. 1

Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian itu tidak sampai

membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya. Ini

berdasarkan prinsip hukum “De minimis noncurat lex,” yang berarti hukum tidak

mencampuri hal-hal yang dianggap sepele. Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian

materi, mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka ini diklasifikasikan sebagai

kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminil.1

Tolak ukur culpa lata adalah:

1. Bertentangan dengan hukum

2. Akibatnya dapat dibayangkan

3. Akibatnya dapat dihindarkan

4. Perbuatannya dapat dipersalahkan.1

3

Page 4: Skenario 8

Jadi malpraktek medik merupakan kelalaian yang berat dan pelayanan kedokteran di bawah

standar.1

Malpraktek medik murni (criminal malpractice) sebenarnya tidak banyak dijumpai. Misalnya

melakukan pembedahan dengan niat membunuh pasiennya atau adanya dokter yang sengaja

melakukan pembedahan pada pasiennya tanpa indikasi medik, (appendektomi, histerektomi

dan sebagainya), yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, jadi semata-mata untuk mengeruk

keuntungan pribadi. Memang dalam masyarakat yang menjadi materialistis, hedonistis dan

konsumtif, di mana kalangan dokter turut terimbas, malpraktek di atas dapat meluas.2

Pasien/keluarga menaruh kepercayaan kepada dokter, karena:

1. Dokter mempunyai ilmu pengetahuan dan ketrampilan untuk menyembuhkan

penyakit atau setidak-tidaknya meringankan penderitaan.

2. Dokter akan bertindak hati-hati dan teliti

3. Dokter akan bertindak berdasarkan standar profesinya.2

Dokter dikatakan melakukan malpraktek jika:

1. Dokter kurang menguasai iptek kedokteran yang sudah berlaku umum di kalangan

profesi kedokteran

2. Memberikan pelayanan kedokteran di bawah standar profesi (tidak lege artis).

3. Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan dengan tidak hati-hati.

4. Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum.2

Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran, maka ia

hanya telah melakukan malpraktek etik. Untuk dapat menuntut penggantian kerugian karena

kelalaian, maka penggugat harus dapat membuktikan adanya 4 unsur berikut:

1. Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien

2. Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan

3. Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya

4. Secara factual kerugian itu disebabkan oleh tindakan di bawah standar.2

Kadang-kadang penggugat tidak perlu membuktikan adanya kelalaian yang tergugat. Dalam

hukum terdapat suatu kaedah yang berbunyi “Res Ipsa Loquitur”, yang berarti faktanya telah

berbicara, misalnya terdapatnya kain kasa yang tertinggal di rongga perut pasien, sehingga

menimbulkan komplikasi pasca bedah. Dalam hal ini maka dokterlah yang harus

membuktikan tidak adanya kelalaian pada dirinya.2

4

Page 5: Skenario 8

Kelalaian dalam arti perdata berbeda dengan arti pidana. Dalam arti pidana (kriminil),

kelalaian menunjukkan kepada adanya suatu sikap yang sifatnya lebih serius, yaitu sikap

yang sangat sembarangan atau sikap sangat tidak hati-hati terhadap kemungkinan timbulnya

resiko yang bisa menyebabkan orang lain terluka atau mati, sehingga harus bertanggung

jawab terhadap tuntutan kriminal oleh negara.2

Kelalaian dapat terjadi dalam tiga bentuk, yaitu: 2

a. Malfeasance: melakukan tindakan melanggar hukum atau tidak tepat atau tidak layak

(unlawfull/improper), misalnya: melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang

memadai (pilihan tindakan medis tersebut sudah inproper).

b. Misfeasance: melakukan pilihan tindakan medis yang tepat namun dilaksanakan

dengan tidak tepat (improper performa), misalnya: melakukan tindakan medis

menyalahi prosedur.

c. Nonfeasance: tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban.

Macam-macam Malpraktek

Malpraktek dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu malpraktek etik dan malpraktek yuridis,

ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum.3

1. Malpraktek etik

Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah kesalahan profesi karena kelalaian dalam

melaksanakan etika profesi, maka sanksinya adalah sanksi etika yang berupa sanksi

administrasi sesuai dengan tingkat kesalahannya.

Contoh konkrit yang merupakan malpraktek etik ini antara lain:

a. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap pasien kadangkala tidak

diperlukan bilamana dokter mau memeriksa secara lebih teliti. Namun karena

laboratorium memberikan janji untuk memberikan “hadiah” kepada dokter

yang mengirimkan pasiennya, maka dokter kadang-kadang bisa tergoda juga

mendapatkan hadiah tersebut.

b. Berbagai perusahaan yang menawarkan antibiotika kepada dokter dengan janji

kemudahan yang akan diperoleh dokter bila mau menggunakan obat tersebut,

kadang-kadang juga bisa mempengaruhi pertimbangan dokter dalam

memberikan terapi kepada pasien. Orientasi terapi berdasarkan janji-janji

5

Page 6: Skenario 8

pabrik obat yang sesungguhnya tidak sesuai dengan indikasi yang diperlukan

pasien juga merupakan malpraktek etik.3

2. Malpraktek yuridis

Malpraktek yuridis dibagi menjadi malpraktek civil, malpraktek pidana dan malpraktek

administratif.

a. Malpraktek perdata (civil malpractice)

Terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak dipenuhinya isi

perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh dokter atau tenaga

kesehatan lain, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechmatige

daad) sehingga menimbulkan kerugian pada pasien.

Adapun isi dari tidak dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa:

Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan.

Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi

terlambat melaksanakannya.

Melakukan apa yang menurut  kesepakatannya wajib dilakukan tetapi

tidak sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya.

Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya

dilakukan.3

Sedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum haruslah

memenuhi beberapa syarat seperti:

Harus ada perbuatan (baik berbuat naupun tidak berbuat)

Perbuatan tersebut melanggar hukum (baik tertulis maupuntidak

tertulis)

Ada kerugian

Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan yang

melanggar hukum dengan kerugian yang diderita.

Adanya kesalahan (schuld)3

Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi) karena

kelalaian dokter, maka pasien harus dapat membuktikan adanya empat unsure

berikut:

Adanya suatu kewajiban dokter terhadap pasien.

6

Page 7: Skenario 8

Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim.

Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan

ganti ruginya.

Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar.3

Namun ada kalanya seorang pasien tidak perlu membuktikan adanya kelalaian

dokter. Dalam hukum ada kaidah yang berbunyi “res ipsa loquitor” yang

artinya fakta telah berbicara. Misalnya karena kelalaian dokter terdapat kain

kasa yang tertinggal dalam perut sang pasien tersebut akibat tertinggalnya kain

kasa tersebut timbul komplikasi paksa bedah sehingga pasien harus dilakukan

operasi kembali. Dalam hal demikian, dokterlah yang harus membuktikan

tidak adanya kelalaian pada dirinya.3

b. Malpraktek pidana (criminal malpractice)

Terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat dokter

atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-hati atua kurang cermat dalam

melakukan upaya penyembuhan terhadap pasien yang meninggal dunia atau

cacat tersebut. Malpraktek medis yang dipidana membutuhkan pembuktian

adanya unsure culpa lata atau kelaalaian berat atau “zware schuld” dan pula

adanya akibat fatal atau serius.

Malpraktek pidana karena kesengajaan (intensional)

Misalnya pada kasus-kasus melakukan aborsi tanpa indikasi medis,

euthanasia, membocorkan rahasia kedokteran, tidak melakukan

pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada

orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan

dokter yang tidak benar.

Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness)

Misalnya melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai

dengan standar profesi serta melakukan tindakn tanpa disertai

persetujuan tindakan medis.

Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence)

Misalnya terjadi cacat atau kematian pada pasien sebagai akibat

tindakan dokter yang kurang hati-hati atau alpa dengan tertinggalnya

alat operasi yang didalam rongga tubuh pasien.

7

Page 8: Skenario 8

Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance

dan nonfeasance. Malfeasance berarti melakukan tindakan yang

melanggar hukum atau tidak tepat/layak (unlawful atau improper),

misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai

(pilihan tindakan medis tersebut sudah improper). Misfeasance berarti

melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan

dengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan

tindakan medis dengan menyalahi prosedur. Nonfeasance adalah tidak

melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya.

Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan bentuk-bentuk

error(mistakes, slips and lapses) yang telah diuraikan sebelumnya,

namun pada kelalaian harus memenuhi ke-empat unsur kelalaian dalam

hukum – khususnya adanya kerugian, sedangkan error tidak selalu

mengakibatkan kerugian. Demikian pula adanya latent error yang

tidak secara langsung menimbulkan dampak buruk. Kelalaian medik

adalah salah satu bentuk dari malpraktik medis, sekaligus merupakan

bentuk malpraktik medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya

kelalaian terjadi apabila seseorang dengan tidak sengaja, melakukan

sesuatu (komisi) yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak

melakukan sesuatu (omisi) yang seharusnya dilakukan oleh orang lain

yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi

yang sama. Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang

dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat

dihukum, kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya

(berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati, dan telah

mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain.3

c. Malpraktek administrative (administrative malpractice)

Terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lain melakukan pelanggaran

terhadap hukum Administrasi Negara yang berlaku, misalnya menjalankan

praktek dokter tanpa lisensi atau izinnya, manjalankan praktek dengan izin

yang sudah kadaluarsa dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan

medik.

Dua macam pelanggaran administrasi tersebut adalah:

8

Page 9: Skenario 8

Pelanggaran hukum administrasi tentang kewenangan praktek

kedokteran

Pelanggaran administrasi mengenai pelayanan medis3

Pembuktian Malpraktek di Pelayanan Kesehatan

Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan

dua cara yakni :

1. Cara langsung

Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni:

a. Duty (kewajiban)

Dalam hubungan perjanjian tenaga dokter dengan pasien, dokter haruslah

bertindak berdasarkan:

Adanya indikasi medis

Bertindak secara hati-hati dan teliti

Bekerja sesuai standar profesi

Sudah ada informed consent

b. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)

Jika seorang dokter melakukan tindakan menyimpang dari apa yang

seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut

standard profesinya, maka dokter dapat dipersalahkan.

c. Direct Cause (penyebab langsung)

d. Damage (kerugian)

Dokter untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung)

antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya

dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah

dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar

menyalahkan dokter. Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka

pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si

penggugat (pasien).4

2. Cara tidak langsung

9

Page 10: Skenario 8

Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan

mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res

ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada

memenuhi kriteria:

a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila dokter tidak lalai

b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab dokter

c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak

ada contributory negligence.4

Kejadian Tidak Diharapkan

Ketika memberikan pelayanan kepada pasien, terjadilah hubungan yang disebut

kontrak terapeutik. Dalam hubungan tersebut timbul hak, kewajiban dan tanggungjawab yang

mengikat para pihak dengan dilandaskan pada niat baik, kepercayaan dan kesetaraan. Di satu

pihak pasien dengan jujur menjelaskan masalahnya dan mempercayakan pengobatannya

kepada dokter dan di pihak lain dokter akan memberikan pelayanan yang terbaik untuk

menolong pasien tersebut. Dalam perikatan ini, dokter harus berupaya sebaik mungkin

(inspannings verbintenis) sesuai standar profesi namun tidak dibenarkan untuk menjamin

hasil pengobatannya karena memang bukan perikatan hasil (resultaat verbintenis).5

Sekalipun dokter telah berupaya sebaik mungkin, adakalanya hasil pengobatan tidak sesuai

dengan harapan pasien ataupun dokter, ketidakberhasilan itu dapat berupa antara lain

timbulnya nyeri kronik, kecacatan, koma atau bahkan kematian. Kejadian tidak diharapkan

(KTD) ini disebut dengan adverse event. KTD dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Perjalanan penyakit yang tidak dapat dihentikan misal karena keganasan atau stadium

yang sudah lanjut; atau karena komplikasi penyakit yang terjadi kemudian.

2. Merupakan risiko yang tidak dapat diketahui atau dibayangkan sebelumnya

(unforeseeable risk)

3. Merupakan risiko yang sudah dapat diketahui namun dapat diterima oleh pasien

(foreseeable but accepted)

4. Akibat dari kegagalan dokter melaksanakan pelayanan yang layak (reasonable care)

dalam melaksanakan tugas profesionalnya, tanpa alasan yang dapat dibenarkan.5

10

Page 11: Skenario 8

Dalam hal nomer 1,2,3 diatas, dokter tidak harus bertanggungjawab selama dokter tersebut

telah melakukan asuhan medis sesuai standar profesi. Bila terjadi yang nomer 4, dokter dapat

dimintai pertangungjawaban karenanya.5

Mengingat adanya risiko pada tindakan pengobatan oleh dokter, maka dipandang perlu

diterbitkan Undang-Undang No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang mengatur

praktik kedokteran di Indonesia. Pengaturan Praktik Kedokteran dilaksanakan oleh Konsil

Kedokteran Indonesia (KKI) sebagai perwujudan otonomi profesi dalam melakukan

pengaturan diri (self regulation) pada profesi kedokteran dan kedokteran gigi. Pengaturan

praktik kedokteran oleh KKI bertujuan 1) untuk melindungi masyarakat dan 2) untuk

meningkatkan mutu praktik kedokteran dan kedokteran gigi.5

Untuk mencapai tujuan tersebut, pengaturan dilakukan oleh KKI melalui berbagai kegiatan

diantaranya:

1. Meregistrasi dokter/dokter gigi praktik (practitioner) melakui penilaian kredential.

Bila dinilai memenuhi persyaratan mutu, kepada yang bersangkutan akan diberikan

surat tanda registrasi (STR) sebagai bukti kewenangannya untuk melaksanakan

asuhan medis.

2. Melakukan pembinaan dan pengawasan kepada para praktisi diatas, melalui

penyusunan standar-standar praktik kedokteran diantaranya standar pendidikan

profesi, standar kompetensi, standar perilaku profesional dan manual-manual teknis

lainnya.

3. Melakukan penegakan disiplin profesi kedokteran berupa penilaian kinerja dan

perilaku profesional dari dokter/dokter gigi yang berpraktik, yang dalam hal ini

dilakukan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)5

MKDKI adalah bagian dari KKI yang bersifat otonom dalam melaksanakan tugas

fungsionalnya. Tugas pokok MKDKI adalah menegakkan disiplin profesi kedokteran, yang

meliputi keahlian profesional (professional expertise) dan perilaku profesional (professional

behaviour)6

Keluhan pasien pada umumnya adalah, hasil pengobatan yang tidak sesuai harapan dan

komunikasi yang tidak adekuat, baik karena pasien tidak memahami penjelasan dokter atau

karena informasi dokter yang tidak memadai sehingga pasien tidak memahami

permasalahnya dan kemudian menimbulkan respons emosional.5

Bila pasien tidak puas pada pelayanan dokter/dokter gigi, ada beberapa langkah yang dapat

dilakukan, yaitu:

11

Page 12: Skenario 8

1. Menanyakan kepada dokter atau manajemen rumah sakit dalam rangka meminta

penjelasan tentang penanganan terhadapnya.

2. Bila pasien menduga adanya pelanggaran disiplin yang serius, dan dalam rangka

meningkatkan kinerja dokter/dokter gigi, sebaiknya pasien mengadukan keluhannya

kepada MKDKI. Pengaduan tentang kinerja dokter/dokter gigi dapat disampaikan

oleh pasien atau keluarganya, atau oleh otoritas kesehatan seperti dinas kesehatan,

departemen kesehatan, sarana kesehatan, dan lain-lain.5

Setelah menerima laporan/pengaduan, MKDKI akan mengumpulkan fakta data dan

informasi untuk kemudian membentuk majelis yang akan melakukan pemeriksaan dalam

rangka menemukan ada atau tidaknya pelanggaran disiplin profesi yang telah dilakukan oleh

seorang dokter/dokter gigi.5

Bila ditemukan pelanggaran disiplin profesi maka MKDKI akam memberikan sanksi

disiplin dalam rangka memperbaiki inerja yang bersangkutan berupa peringatan tertulis,

reedukasi, pencabutan sementara STR dan SIP, atau pencabutan selamanya bila dipandang

kinerja dokter/dokter gigi tersebut tidak dapat diperbaiki lagi.5

MKDKI tidak berwenang menyelesaikan sengketa medik atau memerintahkan pihak

lain untuk memberikan kompensasi atau ganti rugi, maka bila menginginkan hal tersebut

pengadu dapat memanfaaatkan lembaga mediasi atau peradilan umum.5

Upaya Pencegahan Malpraktek

Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga dokter, bidan dan

ahli kesehatan lainnya karena adanya mal praktek diharapkan para dokter,bidan dan ahli

kesehatan lainnya dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:

a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena

perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan

berhasil (resultaat verbintenis).

b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.

c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.

d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.

e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala

kebutuhannya.

f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.5

12

Page 13: Skenario 8

Penanganan Malpraktek

Walaupun dalam KODEKI telah tercantum tindakan-tindakan yang selayaknya

dilakukan oleh seorang dokter dalam menjalankan profesinya, akan tetapi sanksi bila terjadi

pelanggaran etik tidak dapat diterapkan dengan seksama. Dalam etik sebenarnya tidak ada

batas-batas yang jelas antara boleh atau tidak, oleh karena itu kadang kala sulit memberikan

sanksi-sanksinya.

Di negara-negara maju terdapat suatu Dewan Medis (Medical Council) yang bertugas

melakukan pembinaan etik profesi dan menanggulangi pelanggaran-pelanggaran yang

dilakukan terhadap etik kedokteran. Di negara kita IDI telah mempunya Majelis Kehormatan

Etik Kedokteran (MKEK), baik di tingkat pusat maupun di tingkat cabang. Walaupun

demikian, MKEK ini belum lagi dimanfaatkan dengan baik oleh para dokter ataupun

masyarakat. 6

Gambar 1. Skema pengaduan kasus malpraktik.6

Selama ini pasien dan atau keluarga mengadukan dokter yang diduga melakukan malpraktek

ke berbagai instansi dan badan seperti polisi, jaksa pengacara, IDI/MKEK, Dinas Kesehatan,

Menteri Kesehatan, LSM, Komnas HAM, dan media cetak/elektronik.

13

Page 14: Skenario 8

Dengan terbitnya UU R.I. No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, diharapkan bahwa

setiap orang yang merasa kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter dapat mengadukan

kasusnya ke Majelis Kehormatan Disipin Kedokteran Indonesia (MKDKI) secara tertulis,

atau lisan jika tidak mampu secara tertulis. Pengaduan ini tidak menghilangkan hak setiap

orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak berwenang dan atau

menggugat kerugian perdata kepada pengadilan.

MKDKI memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan tersebut.Apabila

ditemukan pelanggaran etik, MKDKI meneruskan pengaduan dimaksud kepada MKEK IDI.

Jika terdapat pelanggaran disiplin oleh dokter, MKDKI dapat memberikan sanksi disiplin

berupa peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR), atau Surat

Izin Praktik (SIP) atau wajib mengikutin pendidikan/pelatihan kembali di Institusi Pendidikan

Kedokteran. Tujuannya adalah untuk penegakan disiplin dokter, yaitu penegakan aturan-

aturan dan atau ketentuan penerapan keilmuan dalam hubungannya dengan pasien.

Jika terdapat bukti-bukti awal adanya dugaan tindak pidana, MKDKI meneruskan pengaduan

tersebut kepada pihak yang berwenang dan atau pengadu penggugat kerugian perdata ke

pengadilan.6

Syok anafilaktik

Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai

oleh Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah jantung dan

tekanan arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu reaksi antigen-

antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen yang sensitif masuk dalam sirkulasi. Syok

anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis yang merupakan syok

distributif, ditandai oleh adanya hipotensi yang nyata akibat vasodilatasi mendadak pada

pembuluh darah dan disertai kolaps pada sirkulasi darah yang dapat menyebabkan terjadinya

kematian. Syok anafilaktik merupakan kasus kegawatan, tetapi terlalu sempit untuk

menggambarkan anafilaksis secara keseluruhan, karena anafilaksis yang berat dapat terjadi

tanpa adanya hipotensi, seperti pada anafilaksis dengan gejala utama obstruksi saluran napas.

Mekanisme umum terjadinya reaksi anafilaksis dan anafilaktoid adalah berhubungan

dengan degranulasi sel mast dan basophil yang kemudian mengeluarkan mediator kimia yang

selanjutnya bertanggung jawab terhadap symptom. Degranulasi tersebut dapat terjadi melalui

kompleks antigen dan Ig E maupun tanpa kompleks dengan Ig E yaitu melalui pelepasan

14

Page 15: Skenario 8

histamine secara langsung. Mekanisme lain adalah adanya gangguan metabolisme asam

arachidonat yang akan menghasilkan leukotrien yang berlebihan kemudian menimbulkan

keluhan yang secara klinis tidak dapat dibedakan dengan meknisme diatas. Hal ini dapat

terjadi pada penggunaan obat-obat NSAID atau pemberian gama-globulin intramuscular.

Penatalaksanaan Syok Anafilaktik

Bila kita mencurigai adanya reaksi anafilaksis segera bertindak dan jangan ditunggu-

tunggu. Salah seorang penulis mengatakan “Do not wait until it is fully developed” artinya

“segeralah bertindak”. 7

Apakah yang harus kita lakukan bila berhadapan dengan penderita syok anafilaksis?

1. Posisi: Segera penderita dibaringkan pada posisi yang nyaman /comfortable dengan

posisi kaki ditinggikan (posisi trendelenberg), dengan ventilasi udara yang baik dan

jangan lupa melonggarkan pakaian.

2. Airways : Jaga jalan nafas dan berikan oksigen nasal/mask 5-10 I/menit, dan jika

penderita tak bernafas disiapkan untuk intubasi.

3. Intravena access : Pasang IV line dengan cairan NacL 0,9% / Dextrose 5% 0,5-1

liter/30 menit

4. Drug: Epinefrin / Adrenalin adalah drug of choice pada syok anafilaksis dan diberikan

sesgera mungkin jika mencurigai syok anafilaksis (TD sistolik turun < 90 MmHg).

Namun harus hati-hati dengan penderita yang dalam sehari-hari memang hipotensi. 7

Untuk itu perlunya dilakukan pemeriksaan TD sebelum dilakukan tindakan.

Dosis : 0,3-0,5 ml/cc Adrenalin/Epinefrin 1 : 1000 diberikan IM (untuk anak-anak dosis :

0,01 ml/KgBB/.dose dengan maksimal 0,4 ml/dose). Bila anafilaksis berat atau tidak respon

dengan pemberian dengan cara SK/IM pemberian Epinefrin/adrenalin dapat langsung melalui

intavena atau intratekal (bila pasien sudah dilakukan intubasi melalui ETT) dengan dosis 1-5

ml (Epi 1 : 10.000, dengan cara membuatnya yaitu mengencerkan epinefrin 1 ml1: 1000

dengan 10 ml NaCl). Dapat diulang dalam 5-10 menit. Jika belum ada respons diberikan

adrenalin perdip dengan dosis ug/menit (cara membuat : 1 mg Epinefrin1: 1000 dilarutkan

dalam DX5% 250 cc). 7

Selain pemberian Epi/Adrenalin pemberian antihistamin ternyata cukup efektif untuk

mengontrol keluhan yang ditimbulkan pada kulit atau membantu pengobatan hipotensi yang

15

Page 16: Skenario 8

terjadi. Dapat diberikan antihistamin antagonist H1 yaitu Dipenhidram dengan dosis 25-50

mg IV (untuk anak-anak 2 mg/KgBB) dan bila dikombinasikan dengan antagonis H2 ternyata

lebih superioar yaitu denagn Ranitidin dosis 1 mg/kgbb IV atau dengan Cimetidine 4

mg/kgbb IV pemberian dilakukan secara lambat. 7 Pemberian golongan kortikosteroid dapat

diberikan walaupun bukan first line therapy. Obat ini kurang mempunyai efek untuk jangka

pendek, lebih berefek untuk jangka panjang. Dapat diberikan Hidrokortison 250-500 mg IV

atau metal prednisolon50-100 mg IV. 7

Bila terdapat bronkospasme yang tak respon dengan adrenalin dapat diberikan

aminophylin dengan dosis 6 mg/KgBB dala 50 ml NaCL 0.9% diberikan secara Iv dalam 30

menit. 7 Bila penderita menunjukan tanda-tanda perbaikan harus diobservasi minimal 6 jam

atau dirujuk ke RS bila belum menujukan respons.

Penutup

Malpraktek medik merupakan kelalaian yang berat dan pelayanan kedokteran di

bawah standar. Malpraktek dapat dibagi menjadi malpraktek etik dan malpraktek yuridis.

Selain itu dalam pelayanan kedokteran meskipun dokter telah berusaha sebaik mungkin,

terkadang timbul kejadian yang tidak diinginkan (adverse event) yang dapat berakibat

merugikan pasien. Apabila dokter sebenarnya dapat mencegah adverse event tetapi tidak

dilakukan maka dokter melakukan malpraktek.

Daftar Pustaka

1. Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Jakarta: EGC;

2009.h.87-9.

2. Sage WM, Kersh R. Medical malpractice. New York: Cambridge University;

2006.p.52-3.

3. McCellan FM. Medical malpractice:law, tactics, and ethics. Philadelphia: Temple

University; 2004.p.39.

4. Isfandyarie, Anny. Malpraktek dan resiko medik dalam kajian hukum pidana. Jakarta:

Prestasi Pustaka; 2005.h.46-7.

5. Samil RS. Etika kedokteran Indonesia. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo; 2004.h.178-180.

6. Jayanti NK. Penyelesaian hukum dalam malapraktik kedokteran. Yogyakarta:

Yustisia; 2009. h. 95-100.

7. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005. h. 128-9.

16

Page 17: Skenario 8

17