skenario 3 blok neuro

68
Niken Audi Lestari 1102011194 1. Memahami dan menjelaskan fisiologi nyeri Neuroanatomi JALAN RAYA SENSORIK Berfungsi membawa informasi sensorik baik extroseptif dan propioseptif dari reseptor ke pusat sensorik sadar diotak. Informasi Ekstroseptif meliputi: Sakit Suhu (panas atau dingin) Sentuhan Tekanan Informasi Propioseptif meliputi: Keadaan otot sadar/otot lurik Keadaan sendi Keadaan ligamentum

description

pbl skenario 3 neuro

Transcript of skenario 3 blok neuro

Page 1: skenario 3 blok neuro

Niken Audi Lestari1102011194

1. Memahami dan menjelaskan fisiologi nyeri

Neuroanatomi

JALAN RAYA SENSORIK 

Berfungsi membawa informasi sensorik baik extroseptif  dan propioseptif  dari

reseptor ke pusat sensorik sadar diotak.

Informasi Ekstroseptif meliputi:

Sakit

Suhu (panas atau dingin)

Sentuhan

Tekanan

Informasi Propioseptif meliputi:

Keadaan otot sadar/otot lurik 

Keadaan sendi

Keadaan ligamentum

Untuk bisa mencapai pusat sadar pada GYRUS POSTCENTRALIS (area

brodmann 3,2,1) maka semua informasi sensorik harus melewati sedikitnya 3

NEURON.

1. neuron orde pertama : terletak pada ganglion radix posterior s.ganglion spinale(ganglion

adalah sel saraf yg terletak diluar susunan saraf pusat) dimana dendrite dari selsaraf

tersebut datang dari reseptor, sedangkan axon-nya pergi memasuki medulla

spinalisuntuk bersinapsis pada neuron orde kedua.

Page 2: skenario 3 blok neuro

2. neuron orde kedua : pada cornu posterius medulla spinalis, axon-nya dapatmenyilang

garis tengah atau langsung dalam columna lateralis pada sisi yang sama,selanjutnya

dari medulla spinalis naik ke atas untuk bersinapsis pada neuron ordeketiga.

3. neuron orde ketiga : pada thalamus, dimana axon-nya akan menuju pusat sensorik sadar

pada gyrus postcentralis (area pusat sensorik-area brodmann 3,2,1)

Jalan raya sensorik yang mengantarkan sensasi sakit dan suhu  

Nama jalan : Tractus spinothalamicus lateralis

Melewati medulla

spinalis → medulla

oblongata → pons →

mesencephalon →

diencephalon→ korteks

cerebri

1. Axon dari neuron orde

pertama (ganglion spinale)

memasuki ujung cornu

posterius substansiagrissea

medulla spinalis dan segera

bercabang

Serabut yg naik 

Serabut yg turun

Setelah masuk ke

medulla spinalis, maka

akan membentuk Traktus

Posterolateral (Lissauri).

Lalu berlanjut ke neuron

orde kedua yang terletak pada kelompok selsubstansia gelatinosa pada cornu

posterius.Axon dari orde kedua menyilang garis tengah pada commisura anterior

substansia grisseadan substansia alba, kemudian naik ke atas pada sisi kotralateral

sebagai traktus spinothalamicus lateralis. Traktus tersebut berjalan medialis dari traktus

spinocerebrallis anterius. Sewaktu jalan ke atas, serabut syaraf baru terus bertambah

sesuai dengan banyaknya segmen medulla spinalis.

2

Page 3: skenario 3 blok neuro

2. Saraf berlanjut pada medulla oblongata, yaitu pada dataran lateral antara

nucleus olivariusinferius dengan Nucleus tractus spinalis N. Trigeminus. Dan

nantinya bergabung dengan

Tractus spinothalamicus anterius

Tractus spinotectalis

Ketiga tractus ini bersama-sama membentuk Lemniscus Spinalis

3. Berlanjut pada pons. Lemnicus spinalis naik ke atas dibagian belakang pons

4. Berlanjut pada mesencephalon, Lemnicus spinalis jalan pada tegmentum ,

lateralis dari Lemnicus medialis.

5. Diencephalon, serabut syaraf traktus spino thalamicus lateralis akan

bersinapsis denganneuron orde ketiga yaitu: Nucleus postlateral dari kelompok

ventral thalamus (bagian darinucleus lateralis thalamus). Disinilah terjadi penilaian

kasar sensasisakit dan suhu dan reaksi emosi mulai timbul.

6. Di Korteks cerebri, axon dari neuron orde ketiga memasuki Crus posterior

capsula internadan Corona radiata untuk berakhir pada gyrus postcentralis (area

brodmann 3,2,1) dari sini informasi sakit dan suhu akan diteruskan ke area motorik

dan areaasosiasi di cortex lobus parietale.

Jalan raya yang mengatur sensasi sentuhan ringan dan tekanan

1 . Ax on da r i ne u ron o rde pe r t a ma (gang l i on s p ina l e ) mema suk i

u jung co rnu pos t e r iu s s ubs t ans i a grissea medulla spinalis dan segera

bercabang 2:

Serabut yg naik 

Serabut yg turun

Setelah masuk ke medulla spinalis, maka akan membentuk Traktus Posterolateral

(Lissauri). Lalu berlanjut ke neuron orde kedua yang terletak pada kelompok sel

substansia gelatinosa cornu posterius substansia grissea.

Axon dari orde kedua menyilang garis tengah pada commisura anterior substansia

grisseadan substansia alba, kemudian naik ke atas pada sisi kotralateral sebagai traktus

spinothalamicus anterior. Traktus tsb berjalan medialis dari traktus

3

Page 4: skenario 3 blok neuro

spinocerebrallisanterius. Sewaktu jalan ke atas, serabut syaraf baru terus bertambah

sesuai dengan banyaknya segmen medulla spinalis.

2. saraf berlanjut pada medulla

oblongata, traktus

spinothalamicus anterior

nantinya bergabung dengan

Tractus spinothalamicus lateralis &

Tractus spinotectalis. Ketigatractus

ini bersama-sama

membentuk lemniscus spinalis

3. Berlanjut ke pons,

mesencephalon, dan

diencephalon. Lemniscus

spinalis beriringan dengan

Lemnicus Medialis bersinapsis pada

neoron orde ketiga yaitu:

Nucleus postlateral dari kelompok

ventral thalamus (bagian dari

nucleus lateralis thalamus).

Disinilah terjadi penilaian kasar

sentuhan dan tekananmulai diinterpretasi.

4. Lanjut ke korteks cerebri, axon dari neuron orde ketiga memasuki Crus

posteriorcapsula interna dan Corona radiata untuk berakhir pada gyrus postcentralis (area

brodmann 3,2,1) dari sini sensasi sentuhan dan tekanan disadari.

Jalan raya pembedaan sensasi diskriminasi sentuhan, getaran sendi/otot sadar    

Nama jalan : fasciculus gracilis dan fasciculus cuneatus

1. Jalan dalam medula spinalis memasuki cornu posterius substansia alba sisi

yang sama.Untuk segera bercabang 2 :

Cabang turun

Jalan melewati beberapa segmen medulla spinalis sambil memberikan beberapa

cabang collateral dan bersinapsis dengan neuron pada cornu posterius dan

neuron pada cornu anterius pada segmen yang dilewati. Hubungan intersegmental

iniberfungsi dalam refleks intersegmental.

4

Page 5: skenario 3 blok neuro

Cabang naik 

Serabut sarafnya lebih panjang dan sebagian akan bersinapsis dengan neuron orde

kedua pada cornu posterius dan anterius substansia grissea. Hubungan

ini berperan dalam refleks intersegmental. Sebagian besar serabut saraf yang

naik  berjalan dalam columna posterius substansia alba sebagai:

Fasciculus gracilis

Fasciculus cutaneus

2 . Ja l an da l am m edu l l a O b longa t a

Axon dari neuro orde pertama jalan keatas secara ipsilateral (tidak menyilang

garistengah) dan bersinapsis dgn neuron orde kedua : nuclei gracilis dan nuclei

cuneatus. Dari orde kedua akan membentuk serabut saraf disebut sebagai : fibra

arcuata interna. Kemudian menyilang garis tengah membentuk decussiatio sensorik.

Selanjutnya pergi ke dua tempat :

Ke cerebellum melalui pedunculus cerebelli inferior dan membantuk

traktuscuneocerebellaris. Serabutnya sendiri mengelompok membentuk fibra

arcuata eksterna. Fungsinya untuk mengirimkan informasi sensasi otot skelet

dan sensasi ke serebellum.

kepons

3. Jalan ke pons, ke mesencephalon dan diencephalon setelah membentuk

decussatio (pada medulla oblongata saraf jalan ke atas sebagai lemniscus medialis

untuk berakhir pada neuron orde ketiga: nuclei posterolateral dari kelompok ventral

thalamus (bagian dari kelompok nuclei lateralis thalamus).

4. Ke korteks cerebri neuron orde ketiga melewati crus posterius capsula

interna dan coronaradiata menuju gyrus postcentralis. Disini baru kita menyadari

pembedaansensasi diskriminasi sentuhan dan getaran dari sendi atau otot sadar.

Jalan raya sensasi otot sadar (otot lurik) dan sendi ke cerebellum  

Ada 3 jalan :

1 . T rak t u s s p inoc e rebe l l a r i s pos t e r iu s

Axon orde pertama memasuki medula spinalis pada collumna posterius

substansiagrissea untuk bersinapsis dengan neuron orde kedua: nucleus dorsalis

(Clarki) yangterletak pada basis cornu posterius substansia grissea.Axon orde kedua

memasuki poterolateral substansia alba pada sisi yang sama untuk naik keatas sebagai

5

Page 6: skenario 3 blok neuro

: traktus spinocerebellaris posterius. Traktus spinocerebellaris posterius masuk ke

peduncullus cerebellaris inferior untuk menuju corteks cerebellum.

Fungsi : Membawa informasi dari otot sadar dan sendi, terutama dari reseptor Muscle

spindle dan reseptor yang ada di tendo, ligamentum dan capsula

articularedari tubuh dan anggota badan.

2 . T rak t u s s p inoc e rebe l l a r i s a n t e r iu s

Jalan dari medulla spinalis, axon Axon orde pertama memasuki medula

spinalis padacollumna posterius substansia grissea untuk bersinapsis dengan neuron

orde kedua:nucleus dorsalis (Clarki) berlanjut menjadi traktus spinocerebellaris

posterius danmasuk ke peduncullus cerebellaris superior dan berakhir pada korteks

cerebella

Fungsi : Membawa informasi dari reseptor muscle spindle dan tendo dari anggota

badan atas dan bawah

3 . T r a k t u s c u n e o c e r e b e l l a r i s

Pusatnya di nucleus cuneatus. Perjalannya mulai dengan memasuki

pedunculuscerebelli inferior menuju corteks cerbelli. Disebut juga fibra arcuata

externa posterius.

Fungsi: meneruskan informasi dari muscle spindle dantendo ke cerebellum.

Jalan raya naik lainnya

1 . T r a k t u s s p i n o t e c t a l i s

Neuron orde pertama memasuki cornu posterius dan bersinapsis dengan

neuron orde kedua yang letaknya pada cornu posterius.

Dari neuron orde kedua jalan menyilang garis tengah kemudian naik ke atas

pada anterolateral substansia alba sebagai traktus spinotektalis.

Beriringan dengan traktus spinothalamicus lateralis et anterius,

kemudian bersama-sama membentuk lemniscus spinalis dan menuju ke otak 

Fungsi : Membawa informasi untuk refleks spinovisual dan akan menimbulkan

gerakan bola mata dan kepala yang menunujuk ke arah datangnya sumber

stimuli.

2 . T r a k t u s s p i n o r e t i c u l a r i s

Neuron orde pertama memasuki cornu posterius dan bersinapsis dengan

neuron orde kedua yang letaknya pada cornu posterius.

6

Page 7: skenario 3 blok neuro

Dari neuron orde kedua jalan menyilang garis tengah kemudian naik ke atas

pada anterolateral substansia alba dan bercampur dengan traktus spinothalamicus

Traktus spinoreticularis jalan pada sisi yang sama dan akan bersinapsis

denganneuron orde ketiga: formatio retikulare dimedulla oblongata, pons,

danmesencephalon.

Fungsi : membawa informasi tentang tingkat-tingkatkesadaran

3 . T r a k t u s s p i n o o l i v a r i u s

Neuron orde pertama memasuki cornu posterius dan bersinapsis dengan

neuronorde ke2 yang letaknya pada cornu posterius.

Dari neuron orde ke2 jalan menyilang garis tengah dan naik ke atas antara

cornuanterius dengan cornu laterale substansia alba sebagai

traktusspinoolivarius.

Traktus spinoolivarius bersinapsis dengan neuron ketiga : nuclei

olivariusinferius. Neuron orde ketiga menyilang garis tengah dan memasuki

cerebellummelalui peduncullus cerebelli inferius untuk pergi ke korteks

cerebellum.

Fungsi : Membawa informasi exteroseptif dan proprioseptifke cerebellum.

Jalan raya visceral

Axon orde pertama dari thorax dan abdomen memasuki cornu posterius untuk

bersinapsisdengan neuron orde kedua dalam substansia grissea. Kemudian axon pada

orde kedua bergabung dengan traktus spinothalamicus untuk berakhir pada neuron

orde ketiga : nuclei posterolateral dari kelompok ventral thalami. Axon neuron ketiga

diduga pergi ke gyrus postcentralis (area Brodmann 3,2,1)

Fungsi : Informasi pressoreceptor dari tunica mucosa rectum dan vesica urinaria

untuk keperluan dafaecatio dan mixtio.

Fisiologi nyeri

Mekanisme Nyeri

Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan jaringan.

Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius yang diperantarai

oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui medulla

spinalis, batang otak, thalamus dan korteks serebri. Apabila telah terjadi kerusakan jaringan,

7

Page 8: skenario 3 blok neuro

maka sistem nosiseptif akan bergeser fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang

membantu perbaikan jaringan yang rusak.

Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat perbaikan

kerusakan jaringan. Sensitifitas akan meningkat, sehingga stimulus non noksius atau noksius

ringan yang mengenai bagian yang meradang akan menyebabkan nyeri. Nyeri inflamasi akan

menurunkan derajat kerusakan dan menghilangkan respon inflamasi.

Sensitisasi Perifer

Cidera atau inflamasi jaringan akan menyebabkan munculnya perubahan lingkungan

kimiawi pada akhir nosiseptor. Sel yang rusak akan melepaskan komponen intraselulernya

seperti adenosine trifosfat, ion K+, pH menurun, sel inflamasi akan menghasilkan sitokin,

chemokine dan growth factor. Beberapa komponen diatas akan langsung merangsang

nosiseptor (nociceptor activators) dan komponen lainnya akan menyebabkan nosiseptor

menjadi lebih hipersensitif terhadap rangsangan berikutnya (nociceptor sensitizers).

Komponen sensitisasi, misalnya prostaglandin E2 akan mereduksi ambang aktivasi

nosiseptor dan meningkatkan kepekaan ujung saraf dengan cara berikatan pada reseptor

spesifik di nosiseptor. Berbagai komponen yang menyebabkan sensitisasi akan muncul secara

bersamaan, penghambatan hanya pada salah satu substansi kimia tersebut tidak akan

menghilangkan sensitisasi perifer. Sensitisasi perifer akan menurunkan ambang rangsang dan

berperan dalam meningkatkan sensitifitas nyeri di tempat cedera atau inflamasi.

Sensitisasi Sentral

Sama halnya dengan sistem nosiseptor perifer, maka transmisi nosiseptor di sentral

juga dapat mengalami sensitisasi. Sensitisasi sentral dan perifer bertanggung jawab terhadap

munculnya hipersensitivitas nyeri setelah cidera. Sensitisasi sentral memfasilitasi dan

memperkuat transfer sipnatik dari nosiseptor ke neuron kornu dorsalis. Pada awalnya proses

ini dipacu oleh input nosiseptor ke medulla spinalis (activity dependent), kemudian terjadi

perubahan molekuler neuron (transcription dependent).

Sensitisasi sentral dan perifer merupakan contoh plastisitas sistem saraf, dimana

terjadi perubahan fungsi sebagai respon perubahan input (kerusakan jaringan). Dalam

beberapa detik setelah kerusakan jaringan yang hebat akan terjadi aliran sensoris yang masif

kedalam medulla spinalis, ini akan menyebabkan jaringan saraf didalam medulla spinalis

menjadi hiperresponsif.

8

Page 9: skenario 3 blok neuro

Reaksi ini akan menyebabkan munculnya rangsangan nyeri akibat stimulus non noksius dan

pada daerah yang jauh dari jaringan cedera juga akan menjadi lebih sensitif terhadap

rangsangan nyeri.

Nosiseptor (Reseptor Nyeri)

Nosiseptor adalah reseptor ujung saraf bebas yang ada di kulit, otot, persendian,

viseral dan vaskular. Nosiseptor-nosiseptor ini bertanggung jawab terhadap kehadiran

stimulus noksius yang berasal dari kimia, suhu (panas, dingin), atau perubahan mekanikal.

Pada jaringan normal, nosiseptor tidak aktif sampai adanya stimulus yang memiliki energi

yang cukup untuk melampaui ambang batas stimulus (resting). Nosiseptor mencegah

perambatan sinyal acak

(skrining fungsi) ke SSP untuk interpretasi nyeri.

Saraf nosiseptor bersinap di dorsal horn dari spinal cord dengan lokal interneuron dan

saraf projeksi yang membawa informasi nosiseptif ke pusat yang lebih tinggi pada batang

otak dan thalamus. Berbeda dengan reseptor sensorik lainnya, reseptor nyeri tidak bisa

beradaptasi. Kegagalan reseptor nyeri beradaptasi adalah untuk proteksi karena hal tersebut

bisa menyebabkan individu untuk tetap awas pada kerusakan jaringan yang berkelanjutan.

Setelah kerusakan terjadi, nyeri biasanya minimal. Mula datang nyeri pada jaringan karena

iskemi akut berhubungan dengan kecepatan metabolisme. Sebagai contoh, nyeri terjadi pada

saat beraktifitas kerena iskemia otot skeletal pada 15 sampai 20 detik tapi pada iskemia kulit

bisa terjadai pada 20 sampai 30 menit.

Tipe nosiseptor spesifik bereaksi pada tipe stimulus yang berbeda. Nosiseptor C

tertentu dan nosiseptor A-delta bereaksi hanya pada stimulus panas atau dingin, dimana yang

lainnya bereaksi pada stimulus yang banyak (kimia, panas, dingin). Beberapa reseptor A-beta

mempunyai aktivitas nociceptor-like. Serat –serat sensorik mekanoreseptor bisa diikutkan

untuk transmisi sinyal yang akan menginterpretasi nyeri ketika daerah sekitar terjadi

inflamasi dan produkproduknya. Allodynia mekanikal (nyeri atau sensasi terbakar karena

sentuhan ringan) dihasilkan mekanoreseptor A-beta.

Nosiseptor viseral, tidak seperti nosiseptor kutaneus, tidak didesain hanya sebagai

reseptor nyeri karena organ dalam jarang terpapar pada keadaan yang potensial merusak.

Banyak stimulus yang sifatnya merusak (memotong, membakar, kepitan) tidak

menghasilkan nyeri bila dilakukan pada struktur viseralis. Selain itu inflamasi, iskemia,

regangan mesenterik, dilatasi, atau spasme viseralis bisa menyebabkan spasme berat.

9

Page 10: skenario 3 blok neuro

Stimulus ini biasanya dihubungkan dengan proses patologis, dan nyeri yang dicetuskan untuk

mempertahankan fungsi.

Perjalanan Nyeri (Nociceptive Pathway)

Perjalanan nyeri termasuk suatu rangkaian proses neurofisiologis kompleks yang

disebut sebagai nosiseptif (nociception) yang merefleksikan empat proses komponen yang

nyata yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi, dimana terjadinya stimuli yang kuat

diperifer sampai dirasakannya nyeri di susunan saraf pusat (cortex cerebri).

Proses Transduksi

Proses dimana stimulus noksius diubah ke impuls elektrikal pada ujung saraf. Suatu

stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia, suhu dirubah menjadi suatu aktifitas

listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf perifer (nerve ending) atau organ-organ tubuh

(reseptor meisneri, merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni). Kerusakan jaringan karena

trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin,

dimana prostaglandin inilah yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor

nosiseptif dan dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan

menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi perifer.

Proses Transmisi

Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses transduksi

melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke medulla spinalis, dimana impuls

tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalamicus

dan sebagian ke traktus spinoretikularis. Traktus spinoretikularis terutama membawa

rangsangan dari organ-organ yang lebih dalam dan viseral serta berhubungan dengan nyeri

yang lebih difus dan melibatkan emosi. Selain itu juga serabut-serabut saraf disini

mempunyai sinaps interneuron dengan saraf-saraf berdiameter besar dan bermielin.

Selanjutnya impuls disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di cortex cerebri dan

dirasakan sebagai persepsi nyeri.

Proses Modulasi

Proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat (medulla spinalis

dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh

tubuh kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan

10

Page 11: skenario 3 blok neuro

proses ascenden yang dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin, endorphin,

serotonin, noradrenalin) dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis.

Dimana kornu posterior sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls

nyeri untuk analgesik endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi nyeri sangat

subjektif pada setiap orang.

Persepsi

Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi, transmisi dan

modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses subjektif yang dikenal sebagai

persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi

dari sensorik.

Klasifikasi Nyeri

Kejadian nyeri memiliki sifat yang unik pada setiap individual bahkan jika cedera

fisik tersebut identik pada individual lainnya. Adanya takut, marah, kecemasan, depresi dan

kelelahan akan mempengaruhi bagaimana nyeri itu dirasakan. Subjektifitas nyeri membuat

sulitnya mengkategorikan nyeri dan mengerti mekanisme nyeri itu sendiri. Salah satu

pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengklasifikasi nyeri adalah berdasarkan durasi

(akut, kronik), patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

kanker).

Nyeri Akut dan Kronik

Nyeri akut dihubungkan dengan kerusakan jaringan dan durasi yang terbatas setelah

nosiseptor kembali ke ambang batas resting stimulus istirahat.Nyeri akut ini dialami segera

setelah pembedahan sampai tujuh hari. Sedangkan nyeri kronik bisa dikategorikan sebagai

malignan atau nonmalignan yang dialami pasien paling tidak 1 – 6 bulan. Nyeri kronik

malignan biasanya disertai kelainan patologis dan indikasi sebagai penyakit yang life-limiting

disease seperti kanker, end-stage organ dysfunction, atau infeksi HIV. Nyeri kronik

kemungkinan mempunyai baik elemen nosiseptif dan neuropatik. Nyeri kronik nonmalignan

(nyeri punggung, migrain, artritis, diabetik neuropati) sering tidak disertai kelainan patologis

yang terdeteksi dan perubahan neuroplastik yang terjadi pada lokasi sekitar (dorsal horn pada

spinal cord) akan membuat pengobatan menjadi lebih sulit

Pasien dengan nyeri akut atau kronis bisa memperlihatkan tanda dan gejala sistem

saraf otonom (takikardi, tekanan darah yang meningkat, diaforesis, nafas cepat) pada saat

11

Page 12: skenario 3 blok neuro

nyeri muncul. Guarding biasa dijumpai pada nyeri kronis yang menunjukkan allodinia.

Meskipun begitu, muncul ataupun hilangnya tanda dan gejala otonom tidak menunjukkan ada

atau tidaknya nyeri.

Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik

Nyeri organik bisa dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif

adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia, mekanik dan suhu yang

menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf yang bertanggung

jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif biasanya memberikan respon terhadap

analgesik opioid atau non opioid.

Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan neural pada

saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf aferen sentral dan

perifer, biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan menusuk. Pasien yang mengalami

nyeri neuropatik sering memberi respon yang kurang baik terhadap analgesik opioid.

Nyeri Viseral

Nyeri viseral biasanya menjalar dan mengarah ke daerah permukaan tubuh jauh dari

tempat nyeri namun berasal dari dermatom yang sama dengan asal nyeri. Sering kali, nyeri

viseral terjadi seperti kontraksi ritmis otot polos. Nyeri viseral seperti keram sering

bersamaan dengan gastroenteritis, penyakit kantung empedu, obstruksi ureteral, menstruasi,

dan distensi uterus pada tahap pertama persalinan. Nyeri viseral, seperti nyeri somatik dalam,

mencetuskan refleks kontraksi otototot lurik sekitar, yang membuat dinding perut tegang

ketika proses inflamasi terjadi pada peritoneum. Nyeri viseral karena invasi malignan dari

organ lunak dan keras sering digambarkan dengan nyeri difus, menggrogoti, atau keram jika

organ lunak terkena dan nyeri tajam bila organ padat terkena.

Penyebab nyeri viseral termasuk iskemia, peregangan ligamen, spasme otot polos,

distensi struktur lunak seperti kantung empedu, saluran empedu, atau ureter. Distensi pada

organ lunak terjadi nyeri karena peregangan jaringan dan mungkin iskemia karena kompresi

pembuluh darah sehingga menyebabkan distensi berlebih dari jaringan.

Rangsang nyeri yang berasal dari sebagian besar abdomen dan toraks menjalar

melalui serat aferen yang berjalan bersamaan dengan sistem saraf simpatis, dimana rangsang

dari esofagus, trakea dan faring melalui aferen vagus dan glossopharyngeal, impuls dari

struktur yang lebih dalam pada pelvis dihantar melalui nervus parasimpatis di sakral. Impuls

nyeri dari jantung menjalar dari sistem saraf simpatis ke bagian tengah ganglia cervical,

12

Page 13: skenario 3 blok neuro

ganglion stellate, dan bagian pertama dari empat dan lima ganglion thorasik dari sistem

simpatis. Impuls ini masuk ke spinal cord melalui nervus torak ke 2, 3, 4 dan 5. Penyebab

impuls nyeri yang berasal dari jantung hampir semua berasal dari iskemia miokard. Parenkim

otak, hati, dan alveoli paru adalah tanpa reseptor. Adapun, bronkus dan pleura parietal sangat

sensitif pada nyeri.

Nyeri Somatik

Nyeri somatik digambarkan dengan nyeri yang tajam, menusuk, mudah dilokalisasi

dan rasa terbakar yang biasanya berasal dari kulit, jaringan subkutan, membran mukosa, otot

skeletal, tendon, tulang dan peritoneum. Nyeri insisi bedah, tahap kedua persalinan, atau

iritasi peritoneal adalah nyeri somatik. Penyakit yang menyebar pada dinding parietal, yang

menyebabkan rasa nyeri menusuk disampaikan oleh nervus spinalis. Pada bagian ini dinding

parietal menyerupai kulit dimana dipersarafi secara luas oleh nervus spinalis. Adapun, insisi

pada peritoneum parietal sangatlah nyeri, dimana insisi pada peritoneum viseralis tidak nyeri

sama sekali. Berbeda dengan nyeri viseral, nyeri parietal biasanya terlokalisasi langsung pada

daerah yang rusak

Munculnya jalur nyeri viseral dan parietal menghasilkan lokalisasi dari nyeri dari

viseral pada daerah permukaan tubuh pada waktu yang sama. Sebagai contoh, rangsang nyeri

berasal dari apendiks yang inflamasi melalui serat – serat nyeri pada sistem saraf simpatis ke

rantai simpatis lalu ke spinal cord pada T10 ke T11. Nyeri ini menjalar ke daerah umbilikus

dan nyeri menusuk dan kram sebagai karakternya. Sebagai tambahan, rangsangan nyeri

berasal dari peritoneum parietal dimana inflamasi apendiks menyentuh dinding abdomen,

rangsangan ini melewati nervus spinalis masuk ke spinal cord pada L1 sampai L2. Nyeri

menusuk berlokasi langsung pada permukaan peritoneal yang teriritasi di kuadran kanan

bawah.

Penilaian Nyeri

Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi nyeri paska

pembedahan yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien digunakan untuk

menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin selama pasien dapat

berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan.

Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang ini :

1. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale:

13

Page 14: skenario 3 blok neuro

Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari

senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien dengan

gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang kebingungan atau pada

pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.

2.

Verbal Rating Scale (VRS)

Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan berdasarkan skala lima poin ;

tidak nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat.

3. Numerical Rating Scale (NRS)

Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada tahun 1978, dimana pasien

ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan angka 0 – 5 atau 0 –

10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri dan angka 5 atau 10 menunjukkan nyeri

yang hebat.

4.

Vi

su

al

Analogue Scale (VAS)

14

Page 15: skenario 3 blok neuro

Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang merupakan

skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak ada nyeri dan akhir garis

(10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk membuat tanda digaris tersebut untuk

mengekspresikan nyeri yang dirasakan. Penggunaan skala VAS lebih gampang, efisien dan

lebih mudah dipahami oleh penderita dibandingkan dengan skala lainnya. Penggunaan VAS

telah direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain telah digunakan secara luas, VAS juga

secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana juga penggunaannya realtif mudah,

hanya dengan menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak menjadi permasalahan.

Willianson dkk juga melakukan kajian pustaka atas tiga skala ukur nyeri dan menarik

kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling kuat rasionya karena dapat menyajikan data

dalam bentuk rasio. Nilai VAS antara 0 – 4 cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah

dan digunakan sebagai target untuk tatalaksana analgesia. Nilai VAS > 4 dianggap nyeri

sedang menuju berat sehingga pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat

analgesic penyelamat (rescue analgetic).

Penanganan Nyeri

Penanganan nyeri paska pembedahan yang efektif harus mengetahui patofisiologi dan

pain pathway sehingga penanganan nyeri dapat dilakukan dengan cara farmakoterapi

(multimodal analgesia), pembedahan, serta juga terlibat didalamnya perawatan yang baik

dan teknik non-farmakologi (fisioterapi, psikoterapi).

Farmakologis

Modalitas analgetik paska pembedahan termasuk didalamnya analgesik oral

parenteral, blok saraf perifer, blok neuroaksial dengan anestesi lokal dan opioid intraspinal.

15

Page 16: skenario 3 blok neuro

Pemilihan teknik analgesia secara umum berdasarkan tiga hal yaitu pasien, prosedur dan

pelaksanaannya. Ada empat grup utama dari obat-obatan analgetik yang digunakan untuk

penanganan nyeri paska pembedahan.

2. Memahami dan menjelaskan nyeri kepala

Definisi

Nyeri kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang

berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit ( sumber : Neurology and neurosurgery

illustrated Kenneth).

Epidemiologi

Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis

kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik.

16

Page 17: skenario 3 blok neuro

Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang

menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 % dari

jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada menurunnya konsentrasi

belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %. Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan

usia 12 tahun sedangkan pada wanita, migren sering terjadi pada usia besar dari 12 tahun.

IHS juga mengemukakan cluster headaache 80 – 90 % terjadi pada pria dan prevalensi sakit

kepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.

Etiologi

Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf, (3) gigi –

geligi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak di kepala, kulit,

jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala. Selain kelainan yang telah disebutkan diatas,

sakit kepala dapat disebabkan oleh stress dan perubahan lokasi (cuaca, tekanan, dll.).

Klasifikasi

Nyeri kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepalasekunder,

dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya. Nyeri kepala primer dapat dibagi

menjadi migraine, tension type headache, cluster headache dengan sefalgia

trigeminal/autonomik, dan nyeri kepala primer lainnya. Nyeri kepala sekunder dapat dibagi

menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher, nyeri kepala

akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, nyeri kepala yang bukan disebabkan kelainan

vaskular intrakranial, nyeri kepala akibat adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat

infeksi, sakit kepala akibat gangguan homeostasis, nyeri kepala atau nyeri pada wajah akibat

kelainan kranium, leher, telinga, hidung, dinud, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan

wajah, nyeri kepala akibat kelainan psikiatri.

A. Migren

Definisi Migren

Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala dengan

serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya

berdenyut, intensitas nyerinya sedang samapai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan

dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.

Etiologi dan Faktor Resiko Migren

Etiologi migren adalah sebagai berikut : (1) perubahan hormon (65,1%), penurunan

konsentrasi esterogen dan progesteron pada fase luteal siklus menstruasi, (2) makanan

(26,9%), vasodilator (histamin seperti pada anggur merah, natrium nitrat),

vasokonstriktor (tiramin seperti pada keju, coklat, kafein), zat tambahan pada makanan

17

Page 18: skenario 3 blok neuro

(MSG), (3) stress (79,7%), (4) rangsangan sensorik seperti sinar yang terang

menyilaukan(38,1%) dan bau yang menyengat baik menyenangkan maupun tidak

menyenangkan, (5) faktor fisik seperti aktifitas fisik yang berlebihan (aktifitas seksual)

dan perubahan pola tidur, (6) perubahan lingkungan (53,2%), (7) alkohol (37,8%), (7)

merokok (35,7%). Faktor resiko migren adalah adanya riwayat migren dalam keluarga,

wanita, dan usia muda.

Klasifikasi Migren

Migren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura, dan migren

kronik (transformed). Migren dengan aura adalah migren dengan satu atau lebih aura

reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi

batang otak, paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur – angsur lebih dari 4

menit, aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, dan sakit kepala mengikuti aura dalam

interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit. Migren tanpa aura adalah migren tanpa

disertai aura klasik, biasanya bilateral dan terkena pada periorbital. Migren kronik adalah

migren episodik yang tampilan klinisnya dapat berubah berbulan- bulan sampai

bertahun- tahun dan berkembang menjadi sindrom nyeri kepala kronik dengan nyeri

setiap hari.

Patofisiologi Migren

Terdapat berbagai teori yang menjelaskan terjadinya migren. Teori vaskular, adanya

gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak berkonstriksi sehingga terjadi

hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual dan menyebar ke depan. Penyebaran

frontal berlanjuta dan menyebabkan fase nyeri kepala dimulai. Teori cortical spread

depression, dimana pada orang migrain nilai ambang saraf menurun sehingga mudah

terjadi eksitasi neuron lalu berlaku short-lasting wave depolarization oleh pottasium-

liberating depression (penurunan pelepasan kalium) sehingga menyebabkan terjadinya

periode depresi neuron yang memanjang. Selanjutnya, akan terjadi penyebaran depresi

yang akan menekan aktivitas neuron ketika melewati korteks serebri.

Teori Neovaskular (trigeminovascular), adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS dan

produksi NO akan merangsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh darah sehingga

melepaskan CGRP (calcitonin gene related). CGRP akan berikatan pada reseptornya di

sel mast meningens dan akan merangsang pengeluaran mediator inflamasi sehingga

menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga bekerja pada arteri serebral dan otot polos

yang akan mengakibatkan peningkatan aliran darah. Selain itu, CGRP akan bekerja pada

post junctional site second order neuron yang bertindak sebagai transmisi impuls nyeri.

18

Page 19: skenario 3 blok neuro

Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokus sereleus

sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain itu, sistem ini juga mengaktifkan

nukleus dorsal rafe sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin. Peningkatan kadar

epinefrin dan serotonin akan menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah lalu terjadi

penurunan aliran darah di otak. Penurunan aliran darah di otak akan merangsang serabut

saraf trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka dapat terjadi aura. Apabila

terjadi penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah

intrakranial dan ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri kepala pada migren.

B. Tension type headache

Definisi Tension Type Headache (TTH)

Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otot- otot

kepala dan tengkuk ( M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter,

M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula).

Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH)

Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi,

bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot

yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter

seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.

Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)

Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan dan Tension Type

Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak

mencapai 15 hari setiap bulan. Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat

berlangsung selama 30 menit – 7 hari. Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila

frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.

Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)

Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan hasil

penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya TTH

sebagai berikut : (1) disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem

saraf perifer dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH sedangkan

disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada CTTH, (2) disfungsi saraf perifer meliputi

kontraksi otot yang involunter dan permanen tanpa disertai iskemia otot, (3) transmisi

nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan mensensitasi

second order neuron pada nukleus trigeminal dan kornu dorsalis ( aktivasi molekul NO)

19

Page 20: skenario 3 blok neuro

sehingga meningkatkan input nosiseptif pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan

terjadi regulasi mekanisme perifer yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial.

Hal ini akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofasial, (4)

hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus, dan korteks

serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif. Nilai

ambang deteksi nyeri ( tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan

ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga penurunan supraspinal decending pain inhibit

activity, (5) kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan

interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri, (6) terdapat hubungan jalur

serotonergik dan monoaminergik pada batang otak dan hipotalamus dengan terjadinya

TTH. Defisiensi kadar serotonin dan noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin

platelet, penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal

dan maseter, (7) faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological motor

stress pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan

aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi dan

ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasi sentral

pada jalur transmisi nyeri, (8) aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada

kornu dorsalis.

Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada beberapa teori

yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik (kelelahan) akan

menyebabkan pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah menurun yang

akan mengganggu keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan menyebabkan

terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam

sel dan menimbulkan kontraksi otot yang berlebihan sehingga terjadilah nyeri kepala. (2)

stress mengaktifasi saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak

selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferen gamma trigeminus yang

akan menghasilkan neuropeptida (substansi P). Neuropeptida ini akan merangsang

ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu alarm reaction,

stage of resistance, dan stage of exhausted. Alarm reaction dimana stress menyebabkan

vasokontriksi perifer yang akan mengakibatkan kekurangan asupan oksigen lalu

terjadilah metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan mengakibatkan penumpukan

asam laktat sehingga merangsang pengeluaran bradikinin dan enzim proteolitik yang

selanjutnya akan menstimulasi jaras nyeri. Stage of resistance dimana sumber energi

yang digunakan berasal dari glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron,

20

Page 21: skenario 3 blok neuro

dimana aldosteron akan menjaga simpanan ion kalium. Stage of exhausted dimana

sumber energi yang digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga

terjadi deplesi K+. Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.

C. Cluster headache

Definisi

Cluster headache adalah suatu sindrom idiopatik yang terdiri dari serangan yang jelas

dan berulang dari suatu nyeri periorbital unilateral yang mendadak dan parah.

Patofisiologi

Patofisiologi dari cluster headache belum sepenuhnya dimengerti. Periodisitasnya

dikaitkan dengan pengaruh hormon pada hipotalamus (terutama nukleus

suprachiasmatik). Baru-baru ini neuroimaging fungsional dengan positron emision

tomografi (PET) dan pencitraan anatomis dengan morfometri voxel-base telah

mengidentifikasikan bagian posterior dari substansia grisea dari hipotalamus sebagai area

kunci dasar kerusakan pada cluster headache.

Nyeri pada cluster headache diperkirakan dihasilkan pada tingkat kompleks

perikarotid atau sinus kavernosus. Daerah ini menerima impuls simpatis dan

parasimpatis dari batang otak, mungkin memperantarai terjadinya fenomena otonom

pada saat serangan. Peranan pasti dari faktor-faktor imunologis dan vasoregulator,

sebagaimana pengaruh hipoksemia dan hipokapnia pada cluster headache masih

kontroversial.

Penyebab

Penyebab cluster headache masih belum diketahui. Cluster headache sepertinya tidak

berkaitan dengan penyakit lainnya pada otak.

Berdasarkan jangka waktu periode cluster dan periode remisi, international headache

society telah mengklasifikasikan cluster headache menjadi dua tipe :

1. Episodik, dalam bentuk ini cluster headache terjadi setiap hari selama satu minggu

sampai satu tahun diikuti oleh remisi tanpa nyeri yang berlangsung beberapa minggu

sampai beberapa tahun sebelum berkembangnya periode cluster selanjutnya.

2. Kronik, dalam bentuk ini cluster headache terjadi setiap hari selama lebih dari satu

tahun dengan tidak ada remisi atau dengan periode tanpa nyeri berlangsung kurang

dari dua minggu.

21

Page 22: skenario 3 blok neuro

Sekitar 10 sampai 20 % orang dengan cluster headache mempunyai tipe kronik.

Cluster headache kronik dapat berkembang setelah suatu periode serangan episodik atau

dapat berkembang secara spontan tanpa di dahului oleh riwayat sakit kepala sebelumnya.

Beberapa orang mengalami fase episodik dan kronik secara bergantian.

Para peneliti memusatkan pada mekanisme yang berbeda untuk menjelaskan karakter

utama dari cluster headache. Mungkin terdapat riwayat keluarga dengan cluster headache

pada penderita, yang berarti ada kemungkinan faktor genetik yang terlibat. Beberapa

faktor dapat bekerja sama menyebabkan cluster headache.

Pemicu Cluster Headache : Tidak seperti migraine dan sakit kepala tipe tension, cluster

headache umumnya tidak berkaitan dengan pemicu seperti makanan, perubahan

hormonal atau stress. Namun pada beberapa orang dengan cluster headache adalah

merupakan peminum berat dan perokok berat. Setelah periode cluster dimulai, konsumsi

alkohol dapat memicu sakit kepala yang sangat parah dalam beberapa menit. Untuk

alasan ini banyak orang dengan cluster headache menjauhkan diri dari alkohol selama

periode cluster. Pemicu lainnya adalah penggunaan obat-obatan seperti nitrogliserin,

yang digunakan pada pasien dengan penyakit jantung.

Permulaan periode cluster seringkali setelah terganggunya pola tidur yang normal,

seperti pada saat liburan atau ketika memulai pekerjaan baru atau jam kerja yang baru.

Beberapa orang dengan cluster headache juga mengalami apnea pada saat tidur, suatu

kondisi dimana terjadinya kolaps sementara pada dinding tenggorokan sehingga

menyumbat jalan nafas berulang kali pada saat tidur.

Peningkatan Sensitivitas dari Jalur Saraf

Nyeri yang sangat pada cluster headache berpusat di belakang atau di sekitar

mata, di suatu daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus, suatu jalur nyeri

utama. Rangsangan pada saraf ini menghasilkan reaksi abnormal dari arteri yang

menyuplai darah ke kepala. Pembuluh darah itu akan berdilatasi dan

menyebabkan nyeri.

Beberapa gejala dari cluster headache seperti mata berair, hidung tersumbat

dan atau berair, serta kelopak mata yang sulit diangkat melibatkan sistem saraf

otonom. Saraf yang merupakan bagian dari sistem ini membentuk suatu jalur

pada dasar otak. Ketika saraf trigeminus di aktivasi, menyebabkan nyeri pada

mata, sistem saraf otonom juga diaktivasi dengan apa yang disebut refleks

trigeminal otonom. Para peneliti percaya bahwa masih ada proses yang belum

22

Page 23: skenario 3 blok neuro

diketahui yang melibatkan peradangan atau aktivitas pembuluh darah abnormal

pada daerah ini yang mungkin terlibat menyebabkan sakit kepala.

Fungsi Abnormal dari Hipotalamus

Serangan cluster biasanya terjadi dengan pengaturan seperti jam 24 jam sehari.

Siklus periode cluster seringkali mengikuti pola musim dalam satu tahun. Pola ini

menunjukkan bahwa jam biologis tubuh ikut terlibat. Pada manusia jam biologis

terletak pada hipotalamus yang berada jauh di dalam otak. Dari banyak fungsi

hipotalamus, bagian ini mengontrol siklus tidur bangun dan irama internal

lainnya. Kelainan hipotalamus mungkin dapat menjelaskan adanya pengaturan

waktu dan siklus pada cluster headache. Penelitian telah menemukan peningkatan

aktivitas di dalam hipotalamus selama terjadinya cluster headache. Peningkatan

aktivitas ini tidak ditemukan pada orang-orang dengan sakit kepala lainnya

seperti migraine.

Penelitian juga menemukan bahwa orang-orang yang mempunyai tingkat

hormon tertentu yang abnormal, termasuk melatonin dan testoteron, kadar

hormon tersebut meningkat pada periode cluster. Perubahan hormon-hormon

tersebut dipercayai karena ada masalah pada hipotalamus. Peneliti lainnya

menemukan bahwa orang-orang dengan cluster headache mempunyai

hipotalamus yang lebih besar daripada mereka yang tidak memiliki cluster

headache. Namun masih belum diketahui mengapa bisa terjadi kelainan-kelainan

semacam itu.

Patofisiologi

Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri kepala

adalah sebagai berikut(Lance,2000) : (1) peregangan atau pergeseran pembuluh darah;

intrakranium atau ekstrakranium, (2) traksi pembuluh darah, (3) kontraksi otot kepala dan

leher ( kerja berlebihan otot), (3) peregangan periosteum (nyeri lokal), (4) degenerasi spina

servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya, arteritis vertebra

servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).

ManifestasiFase I : ProdromalSebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-pelan selama

24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan , tidak enak, iritabel, memburuk bila

makan makanan tertentu seperti makanan manis, mengunyah terlalu kuat, sulit/malas

berbicara.

23

Page 24: skenario 3 blok neuro

Fase II : Aura

• Gangguan penglihatan yang paling sering dikeluhkan pasien. Khas pasien melihat seperti

melihat kilatan lampu blits (photopsia) atau melihat garis zig zag disekitar mata dan

hilangnya sebagian penglihatan pada satu atau kedua mata (scintillating scotoma).

• Gejala sensoris yang timbul berupa rasa kesemutan atau tusukan jarum pada lengan,

dysphasia.

• Fase ini berlangsung antara 5 – 60 menit. Sebanyak 80% serangan migraine tidak disertai

aura.

Fase III : Headache

Nyeri kepala yang timbul terasa berdenyut dan berat. Biasanya hanya pada salah satu sisi

kepal tetapi dapat juga pada kedua sisi. Sering disertai mual muntah tidak tahan cahaya

(photofobia) atau suara (phonofobia). Nyeri kepala sering memburuk saat bergerak dan

pasien lebih senang istrahat ditempat yang gelap dan ini sering berakhir antara 2 – 72 jam.

Fase IV : Postdromal

Saat ini nyeri kepala mulai mereda dan akan berakhir dalam waktu 24 jam, pada fase ini

pasien akan merasakan lelah, nyeri pada ototnya kadang kadang euphoria. Setelah nyeri

kepala hilang

Diagnosis dan Diagnosis Banding Kwalitas nyeri kepala. Kwalitas nyeri kepala sangat subyektif tergantung pada keadaan

psikologi pasien. Saat timbulnya nyeri kepala. Cluster headache sering nyeri timbul pada saat pasien tidur

sehingga sering membangunkan pasien. Tumor otak dalam ventrikel juga dapat menyebabkan nyeri kepala pada saat tidur.

Fenomena lain yang menyertainya seperti photofobia,phonofobia, gangguan penglihatan, dizziness, kelemahan otot, febris.

Hal hal lain yang memperburuk nyeri kepala misalnya batuk.1) Pemeriksaan fisisk

– Keadaan umum pasien & mentalnya.– Tanda tanda rangsangan meningeal– Adakah kelainan saraf cranial ?– Adakah kelainan pada kekuatan otot, refleks dankoordinasinya ?

2) Pemeriksaan penunjang– Laboratorium darah ,LED– Lumbal punksi– Elektroensefalografi

24

Page 25: skenario 3 blok neuro

– CT Scan kepala , MRI

Tension Type Headache (TTH)Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang ± kurangnya

dua dari berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan ±sedang, (3) lokasi bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpaimual muntah, tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia.Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang ± berat, tumpul sepertiditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulitkepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress,insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, danrasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH) Tidak ada uji spesifikuntuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa neurologik tidakditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan pemeriksaan darah,rontgen, CT scan kepala maupun MRI.

MigrenAnamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda ± tanda

khas migren. Kriteria diagnostik IHS untuk migren dengan aura mensyaratkan bahwaharus terdapat paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut : (1) migren dengansatu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks danatau tanpa disfungsi batang otak, (2) paling tidak ada satu aura yang terbentukberangsur ± angsur lebih dari 4 menit, (3) aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, (4)sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menitKriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan bahwa harusterdapat paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang memenuhikriteria berikut : (a) berlangsung 4 ± 72 jam, (b) paling sedikit memenuhi dua dari :(1) unilateral , (2) sensasi berdenyut, (3) intensitas sedang berat, (4) diperburuk olehaktifitas, (3) bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.Pemeriksaan Penunjang Migren Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakitlain ( jika ada indikasi) adalah pencitraan ( CT scan dan MRI) dan punksi lumbal.

Sakit Kepala ClusterTidak seperti migraine, nyeri kepala cluster selalu unilateral dan biasanya

terjadi pada region yang sama secara berulang-ulang. Nyeri kepala ini umumnyaterjadi pada malam hari, membangunkan pasien dari tidur, terjadi tiap hari, seringkaliterjadi lebih dari sekali dalam satu hari. Nyeri kepala ini bermulai sebagai sensasiterbakar (burning sensastion) pada aspek lateral dari hidung atau sebagai sensasitekanan pada mata. Injeksi konjunctiva dan lakrimasi ipsilateral, kongesti nasal,ptosis, photophobia, sindrom Horner, bahkan ditemukan pula pasien dengan gejalagastrointestinal

Diagnosis Banding

Gejala Tension Headache

Cluster Headache

Migren Tumor Otak

Gender PR:LK=1,4:1 LK:PR=5:1 PR:LK=5:1 ???Usia Semua usia Semua usia 20-50 tahun 20-40

tahunKronis/Akut Akut dan Akut dan Akut Kronis

25

Page 26: skenario 3 blok neuro

Kronis KronisLokasi Nyeri Leher, rahang Mata, sisi

wajahSisi sebelah

atau semua sisiSeluruh kepala,

memberatWaktu Timbul Nyeri Pagi hari Setiap waktu Pagi hari Pagi hariMuntah - - + +Mual - - + +Sakit Kepala saat mengedan, BAB, batuk

- - - +

Tata LaksanaNyeri kepala dapat diobati dengan preparat asetilsalisilat dan jika nyeri kepala sangat

berat dapat diberikan preparat ergot (ergotamin atau dihidroergotamin). Bila perlu dapat

diberikan intravena dengan dosis 1 mg dihidroergotaminmetan sulfat atau ergotamin 0,5 mg.

Preparat Cafergot ( mengandung kafein 100 mg dan 1 mg ergotamin) diberikan 2 tablet pada

saat timbul serangan dan diulangi ½ jam berikutnya.

Pada pasien yang terlalu sering mengalami serangan dapat diberikan preparat Bellergal

(ergot 0,5 mg; atropin 0,3 mg; dan fenobarbital 15mg) diberikan 2 – 3 kali sehari selama

beberapa minggu. Bagi mereka yang refrakter dapat ditambahkan pemberian ACTH (40

u/hari) atau prednison (1mg/Kg BB/hari) selama 3 – 4 minggu.

Preparat penyekat beta,seperti propanolol dan timolol dilaporkan dapat mencegah

timbulnya serangan migren karena mempunyai efek mencegah vasodilatasi kranial. Tetapi

penyekat beta lainnya seperti pindolol, praktolol, dan aprenolol tidak mempunyai efek

teraupetik untuk migren, sehingga mekanisme kerjanya disangka bukan semata – mata

penyekat beta saja. Preparat yang efektif adalah penyekat beta yang tidak memiliki efek ISA (

Intrinsic Sympathomimetic Activity).

Cluster headache umunya membaik dengan pemberian preparat ergot. Untuk varian

Cluster headache umumnya membaik dengan indometasin. Tension type headache dapat

diterapi dengan analgesik dan/atau terapi biofeedback yang dapat digunakan sebagai

pencegahan timbulnya serangan.

Terapi preventif yang bertujuan untuk menurunkan frekuensi, keparahan, dan durasi

sakit kepala. Terapi ini diresepkan kepada pasien yang menderita 4 hari atau lebih serangan

dalam sebulan atau jika pengobatan di atas tidak efektif. Terapi ini harus digunakan setiap

26

Page 27: skenario 3 blok neuro

hari. Terapi preventif tersebut adalah pemberian beta bloker, botox, kalsium channel blokers,

dopamine reuptake inhibitors, SSRIs, serotonin atau dopamin spesifik, dan TCA.

Tatalaksana untuk nyeri kepala tipe tegangA. Terapi

Non farmakologiso Terapi perilaku

Konseling Terapi perilaku Terapi manajemen stress Latihan relaksasi Biofeedback.

o Intervensi medis Blokade saraf occipital Ice packs Panas

Farmakologiso Terapi farmakologis yang ada adalah NSAID berupa

Acetaminophen Aspirin Ibuprofen Naproxen Ketoprofen Ketorolac

Obat-obat ini tidak boleh dikonsumsi melebihi 9 hari karena akan

menyebabkan timbulnya komplikasi berupa progresi ke tipe kronik.

o Kegagalan terapi dengan Over the counter medicine menandakan perlunya obat preskripsi

o Dapat juga ditambahakan butalbital dan codeine pada regimen NSAIDo Terapi profilaksis dapat diberikan pada pasien yang bertipe kronik dengan

serangan lebih dari dua kali dalam satu minggu dengan durasi selama 3-4 jam.

o Tricyclic Anti Depressant dapat diberikan pada pasien untuk mencegah terjadinya suatu depresi.

Perlu diingat bahwa dengan adanya resiko substance abuse, maka terapi hanya digunakan

untuk membantu pasien-pasien yang mengalami kesulitan dengan hanya

menggunakan behavioural therapy, bukan sebagai suatu lini pertama.

KomplikasiKomplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh

penggunaan obat - obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dllyang berlebihan.

27

Page 28: skenario 3 blok neuro

Tension type headache episodik dapat berkembang menjadi tipe kronik, dan depresi akibat

gejalanya dapat terjadi sebagai suatu komplikasi pada pasien. Komplikasi Migren adalah

rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan analgesia

seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.

Pencegahan

Terapi Perilaku merupakan pencegahan yang baik pada pasien, mengingat ini adalah

suatu kelainan psikogenik, diharapkan,d engan adanya suatu terapi psikologis, pasien dapat

mengenali jika sakit kepalanya mulai timbul dan mulai melakukan perubahan-perubahan

sikap agar sakit kepalanya mereda.

Prognosis

Kelainan tipe episodik jauh lebih mudah ditangani daripada tipe kronik.

3. Memahami dan menjelaskan nyeri somatoformDefinisi

- Suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik di mana tidak ditemukan

penjelasan medis yang adekuat.

- Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan emosional/gangguan pada

kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan.

- Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan

buatan.

Klasifikasi nyeri somatoform

Ada 5 gangguan somatoform yang spesifik yaitu :

1. Gangguan konversi

Merupakan bentuk perubahan yang mengakibatkan adanya perubahan fungsi fisik yang

tidak dapat dilacak secara medis. Gangguan ini muncul dalam konflik atau

pengalaman traumatik yang memberikan keyakinan akan adanya penyebab

psikologis.

2. Hipokondriasis

Terpaku pada keyakinan bahwa dirinya menderita penyakit yang serius. Ketakukan akan

adanya penyakit terus ada meskipun secara medis telah diyakinkan. Sensasi atau rasa

nyeri fisik biasanya sering diasosiasikan dengan gejala penyakit kronis tertentu.

3. Gangguan somatisasi

Keluhan fisik yang muncul berulang mengenai simptom fisik yang tidak ada dasar

organis yang jelas. Gangguan ini menyebabkan seseorang untuk melakukan

28

Page 29: skenario 3 blok neuro

kunjungan medis berkali-kali atau menyebabkan hendaya yang signifikan dalam

fungsi.

4. Gangguan dismorfik tubuh

Terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau berlebih-lebihan. Menganggap

orang tidak memperhatikannya karena kerusakan tubuh yang dimilikinya

(dipersepsikannya). Gangguan ini akan membawa seseorang pada perilaku komplusif

seperti berulang-ulang berdandan, dll.

5. Gangguan nyeri

Gejala utamanya adalah adanya nyeri pada satu atau lebih tempat yang tidak sepenuhnya

disebabkan oleh kondisi medis atau neurologis nonpsikiatris, disertai oleh penderitaan

emosional dan gangguan fungsional dan gangguan memiliki hubungan sebab yang

masuk akal dengan factor psikologis.

Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi,

1. gangguan somatisasi

2. gangguan somatoform tak terperinci

3. gangguan hipokondriasis

4. disfungsi otonomik somatoform

5. gangguan nyeri somatoform menetap

6. gangguan somatoform lainnya

7. gangguan somayoform YTT

Etiologi

Gangguan Somatisasi : Substitusi instiktual yang direpresi, pengajaran parental,

kondisi rumah tidak stabil, penyiksaan fisik, penurunan metabolisme lobus frontalis dan

hemisfer nondominan, genetika, regulasi abnormal sitokin.

Gangguan Konversi : Represi konflik intrapsikis bawah sadar dan konversi kecemasan ke

dalam suatu gejala psikis, hipometabolisme hemisfer dominan, hipermetabolisme hemisfer

nondominan, gangguan komunikasi hemisferik.

Hipokondriasis : Misinterpretasi gejala-gejala tubuh, model belajar sosial, varian

gangguan depresif dan kecemasan, harapan agresif dan permusuhan terhadap orang lain.

Gangguan Dismorfik Tubuh : Melibatkan metabolisme serotonin, pengaruh kultural dan

sosial.

29

Page 30: skenario 3 blok neuro

Gangguan Nyeri : Ekspresi simbolik intrapsikis melalui tubuh (aleksitimia), perilaku

sakit, manipulasi untuk mendapat keuntungan hubungan interpersonal, melibatkan serotonin,

defisiensi endorfin.Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang

mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi

gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolism

(hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut (Nevid

dkk, 2005) :

a. Faktor-faktor Biologis Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis

(biasanya pada gangguan somatisasi).

b. Faktor Lingkungan Sosial Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih

bergantung, seperti “peran sakit” yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan

somatoform.

c. Faktor Perilaku. Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:

• Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi

yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder).

• Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit”

• Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan

dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang

diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau

kerusakan fisik yang dipersepsikan.

d. Faktor Emosi dan Kognitif Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi

dan kognitif, penyebab ganda yang terlibat adalah sebagai berikut:

• Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari

adanya penyakit serius (hipokondriasis).

• Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impulsimpuls

yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik (gangguan

konversi).

• Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan

suatu strategi self-handicaping (hipokondriasis).

ManifestasiManifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang

berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya (Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya mengeluhkan

30

Page 31: skenario 3 blok neuro

masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang “menekan di dalam tenggorokan”. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simtom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti “kelumpuhan” pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi di mana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan (Nevid, dkk, 2005).

Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.

Gambaran keluhan gejala somatoform :Neuropsikiatri: “kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik” ;“saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya”Kardiopulmonal: “ jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan mati”Gastrointestinal: “saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter yang dapat menyembuhkannya”Genitourinaria: “saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan namun tidak di temukan apa-apa”Musculoskeletal “saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu”Sensoris: “ pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata tidak akan membantu” Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.

Gangguan somatisasi1. Adanya beberapa keluhan fisik (multiple symptom) yang berulang, dimana ketika

diperiksa secara fisik/medis, tidak ditemukan adanya kelainan tetapi ia tetap kontinyu memeriksakan diri. Gangguan tidak muncul karena penggunaan obat. Keluhan yang umumnya, misalnya sakit kepala, sakit perut, sakit dada, mestruasi tidak teratur, dll

2. Pasien menunjukkan keluhan dengan cara histrionik, berlebihan, seakan tersiksa/merana.

3. Berulang memeriksa diri ke dokter, kadang menggunakan berbagai obat, dirawat di RS bahkan dilakukan operasi.

4. Sering ditemukan masalah perilaku atau hubungan personal seperti kesulitan dalam pernikahan.

Gangguan konversi

31

Page 32: skenario 3 blok neuro

1. Kondisi dimana panca indera atau otot-otot tidak berfungsi walaupun secara fisiologis, pada sistem saraf atau organ-organ tubuh tersebut tidak terdapat gangguan/kelainan.

2. Secara fisiologis, orang normal dapat mengalami sebagian atau kelumpuhan total pada tangan, lengan, atau gangguan koordinasi, kulit rasanya gatal atau seperti ditusuk-tusuk, ketidak pekaan terhadap nyeri atau hilangnya kemampuan untuk merasakan sensasi (anastesi), kelumpuhan, kebutaan, tidak dapat mendengar, tidak dapat membau, suara hanya berbisik, dll.

3. Biasanya muncul tiba-tiba dalam keadaan stres, adanya usaha individu untuk menghindari beberapa aktivitas atau tanggungjawab.

4. Konsep Freud : energi dari insting yang di repres berbalik menyerang dan menghambat fungsi saluran sensorimotor.

5. Kecemasan dan konflik psikologik diyakini diubah dalam bentuk simptom fisik.

Hipokondriasis1. Meyakini/ketakutan atau pikiran yang berlebihan dan menetap bahwa dirinya

memiliki suatu penyakit fisik yang serius2. Adanya reaksi fisik yang berlebihan terhadap sensasi fisik/tubuh (salah interpretasi

terhadap gejala fisik yang dialaminya), misalnya otot kaku, pusing/sakit kepala, berdebar-debar, kelelahan.

3. Melakukan banyak tes lab, menggunakan banyak obat, memeriksakan diri ke banyak dokter atau RS

4. Keyakinan ini terus berlanjut, tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dokter, walaupun hasil pemeriksaan medis tidak menunjukkan adanya penyakit dan sudah diyakinkan.

5. Keyakinan ini menyebabkan adanya distress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau aspek penting lainnya.

Gangguan dimorfik tubuh1. Keyakinan akan adanya masalah dengan penampilan atau melebih-lebihkan

kekurangan dalam hal penampilan (misalnya : keriput di wajah, bentuk atau ukuran tubuh)

2. Keyakinan/perhatian berlebihan ini meyebabkan stress, menghabiskan banyak waktu, menjadi mal-adaptive atau menimbulkan hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau aspek penting lainnya (menghindar/tidak mau bertemu orang lain, keluar sekolah atau pekerjaan), juga menyebabkan dirinya sering harus konsultasi untuk operasi plastik

3. Bagian tubuh yang diperhatikan sering bervariasi, kadang dipengaruhi budaya.

Gangguan nyeri1. Gangguan dimana individu mengeluhkan adanya rasa nyeri yang sangat dan

berkepanjangan, namun tidak dapat dijelaskan secara medis (bahkan setelah pemeriksaan yang intensif)

2. Rasa nyeri ini bersifat subyektif, tidak dapat dijelaskan, bersifat kronis, muncul di satu atau beberapa bagian tubuh.

3. Rasa nyeri ini menyebabkan stress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan dan aspek penting lainnya.

4. Faktor-faktor psikologis sering memainkan peranan penting dalam memunculkan, memperburuk rasa nyeri.

32

Page 33: skenario 3 blok neuro

Diagnosis dan Diagnosis Banding

Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:

a) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak

dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung

sedikitnya 2 tahun

b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa

tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.

c) Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang

berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.

Atau :

A. Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode

beberapa tahun

B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan,

−4 gejala (G) nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang

berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak,

dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau

selama miksi)

−2 G gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya

mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau

intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)

-1 G seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual,

disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi

berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).

-1 G pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau deficit yang mengarahkan pada

kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau

keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau

nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia;

atau hilangnya kesadaran selain pingsan).

C. Salah satu (1)atau (2):

−Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan

sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan

suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

33

Page 34: skenario 3 blok neuro

−Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan

yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau

pura-pura).

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatisasi Menurut DSM-IV

A. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan fungsi penting lainnya.

B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada sembarangan waktu selama perjalanan gangguan :

1. Empat gejala nyeri : riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum selama menstruasi, selama berhubungan seksual atau selama miksi)

2. Dua gejala gastrointestinal : riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)

3. Satu gejala seksual : riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, mendtruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan)

4. Salah satu gejala pseudoneurologis : riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yangmengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan setempat, ssulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang, amnesia, hilangnya kesadaran selain pingsan)

C. Salah (1) atau (2) :1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat

dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi umum medis yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat atau alkohol)

2. Jika terdapat kondisi umum medis, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkiraannya dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium

D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau pura-pura)

34

Page 35: skenario 3 blok neuro

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Konversi

A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain

B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stressor lain

C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (pura-pura)D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan

sepenuhnya oleh kondisi umum medis atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural

E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan medis.

F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.

Sebutkan tipe gejala atau defisit :

Dengan gejala atau defisit motorik Dengan gejala atau defisit sensorik Dengan kejang atau konvulsi Dengan gambaran campuran

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis

A. Perokupasi dengan ketakutan menderita atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh

B. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan penentraman

C. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan delusional, tipe somatik) dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti gangguan dimorfik tubuh)

D. Perokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain.

E. Lama gangguan sekurangnya 6 bulanF. Perokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum,

gangguan obsesif-komplusif, gangguan panik, gangguan depresi berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain

Sebutkan jika : dengan tilikan buruk : jika untuk sebagian besar waktu selama episode

berakhir, orang tidak menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit

serius adalah berlebihan atau tidak beralasan.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh

35

Page 36: skenario 3 blok neuro

A. Perokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyata.

B. Perokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,pekerjaan atau fungsi penting lain.

C. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya ketidakpuasaan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa)

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri

A. Nyerii pada satu tempat atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan cukup parah untuk memerlukan perhatian khusus

B. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain

C. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi atau bertahannya nyeri

D. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buatE. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau

gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Tuliskan seperti berikut : gangguan nyeri berhubungan dengan faktor psikologis :

faktor psikologis dianggap memiliki peranan besar dalam onset, keparahan,

eksaserbasi dan bertahannya nyeri

Sebutkan jika :

Akut : durasi kurang dari 6 bulan

Kronis : durasi 6 bulan atau lebih

Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologis maupun kondisi medis

umum

Sebutkan jika :

Akut : durasi kurang dari 6 bulan

Kronik : durasi 6 bulan atau lebih

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan

A. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan gastrointestinal, atau saluran kemih)

B. Salah satu (1) atau (2) :1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh

kondisi umum medis yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat atau alkohol)

2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa

36

Page 37: skenario 3 blok neuro

yang diperkiraan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium.

C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain

D. Durasi gangguan sekurangnya enam bulanE. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya

gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur atau gangguan psikotik)

F. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat

Diagnosis Menurut PPDGJ :

Gangguan Somatoform

Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-ulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan sudah dijelaskan dokternya bahwa tidak ditemukan keluhan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan depresi.

Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai kemungkinan penyebab keluhan-keluhannya yang menimbulkan frustasi dan kekecewaan pada kedua belah pihak

Gangguan Somatisasi

Pedoman diagnostik

Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :

Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas dasar kelainan fisik yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun

Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhannya

Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya

a. Gangguan Somatoform Tak Terinci

Pedoman diagnostik

Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi

Kemungkinan ada ataupun tidaknya faktor penyebab psikologis belum jelas, akan tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dan keluhan-keluhannya

b. Gangguan Hipokondrik

37

Page 38: skenario 3 blok neuro

Pedoman diagnostik

Untuk diagnostik pasti, kedua hal ini harus ada :

Keyakinan yang menetap adanya sekurang0kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang dilandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisik

Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhannya.

c. Gangguan Otonomik Somatoform

Pedoman diagnostik

Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :

Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas/flushing, yang menetap dan mengganggu

Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala tidak khas)

Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya gangguan yang serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau organ tertentu, yang tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan berulang, maupun penjelasan dari dokter

Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem atau organ yang dimaksud.

Karakter kelima : F45.30 = jantung dan sistem kardiovaskuler

F45.31 = saluran pencernaan bagian atas

F45.32 = saluran pencernaan bagian bawah

F45.33 = sistem pernafasan

F45.34 = sistem genito-urinaria

F45.35 = sistem atau organ lainnya

d. Gangguan Nyeri Somatoform Menetap

Pedoman diagnostik

Keluhan utama adalah nyeri hebat, menyiksa, menetap, yang tidak dapat dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya gangguan fisik

Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam mempengaruhi terjadinya gangguan tersebut

38

Page 39: skenario 3 blok neuro

Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal maupun medis, untuk yang bersangkutan.

e. Gangguan Somatoform Lainnya

Pedoman diagnostik

Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak sistem saraf otonom dan terbatas secara spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu

Tidak ada kaitannya dengan kerusakan jaringan

Tata Laksana

Terapi untuk Gangguan Somatoform

Kebijakan klinis menyarankan pendekatan halus dan suportif seraya memberikan

penghargaan kepada pasien atas setiap perbaikan kondisi sekecil apa pun yang

berhasil dicapai (Simon, 1998).

Orang-orang yang menderita gangguan somatoform jauh lebih sering datang ke dokter

dibanding ke psikiater atau psikolog karena mereka menganggap masalah berkait

dengan kondisi fisik. Para pasien tersebut menganggap rujukan dokter ke psikolog

atau psikiater sebagai tanda bahwa dokter menganggap penyakit mereka “terletak di

kepala”; sehingga mereka tidak merasa senang dirujuk ke “ahli jiwa”. Mereka

menguji kesabaran dokter mereka, yang sering kali meresepkan berbagai macam obat

atau penanganan medis dengan harapan akan menyembuhkan keluhan somatik

tersebut.

Penyembuhan dengan berbicara yang menjadi dasar psikoanalisis dilandasi oleh

asumsi bahwa suatu represif masif telah memaksa energi psikis diubah menjadi

anestesia atau kelumpuhan yang membingungkan. Namun demikian, psikoanalisis

tradisional dengan terapi jangka panjang dan psikoterapi yang berorientasi

psikoanalisis tidak menunjukkan hasil yang bermanfaat bagi gangguan konversi,

kecuali mungkin mengurangi kekhawatiran pasien atas penyakitnya. Penanganan

psikodinamika jangka pendek dapat menjadi efektif untuk menghilangkan simtom-

simtom gangguan somatoform (Junkert-Tress, 2001).

Pasien somatoform sering menderita kecemasan dan depresi. Dengan menangani

kecemasan dan depresi sering kali mengurangi kekhawatiran somatoform.

Pada kasus komorbiditas antara ganguan obsesif kompulsif dan gangguan somatoform

tertentu, seperti hipokondriasis dan gangguan dismorfik tubuh memiliki penanganan

pilihan untuk ganguan kompulsif-pemaparan dan pencegahan respons-dapat menjadi

efektif untuk gangguan somatoform tersebut.

39

Page 40: skenario 3 blok neuro

Terapis perlu memperhitungkan untuk memastikan pasien tidak kehilangan muka

ketika gangguan tersebut tidak lagi dialaminya. Terapis harus mempertimbangkan

kemungkinan pasien merasa dipermalukan ketika kondisinya menjadi lebih baik

melalui penanganan yang tidak berkaitan dengan masalah medis (fisik).

Terapi untuk gangguan somatisasi

Pemaparan atau terapi kognitif dapat digunakan untuk mengatasi ketakutan,

berkurangnya rasa takut dapat membantu mengurangi berbagai keluhan

somatik.

Terapi keluarga, membantu pasien dan keluarga mengubah jaringan hubungan

yang bertujuan untuk membantu usahanya menjadi lebih mandiri.

Training asersi dan keterampilan sosial, bermanfaat untuk membantunya

manguasai atau menguasai kembali, berbagai cara untuk berhubungan dengan

orang lain dan mengatasi berbagai tantangan tanpa harus mengatakan “Saya

seorang yang malang, lemah, dan sakit.”

Dokter tidak menghindari validitas keluhan-keluhan fisik, namun

meminimalkan penggunaan berbagai tes diagnostik dan pemberian obat,

mempertahankan kontak dengan pasien. Teknik-teknik seperti training

relaksasi dan berbagai bentuk terapi kognitif juga terbukti bermanfaat.

Biofeedback, yang mencangkup pengendalian atas proses-proses fisiologis

telah terbukti efektif dalam mengurangi berbagai pikiran yang merusak pada

para pasien yang menderita gangguan somatoform-bahkan lebih efektif

dibanding teknik relaksasi.

Terapi utuk hipokondriasis

Pendekatan kognitif behavioral. Penelitian menunjukkan bahwa para pasien

hipokondrial menunjukkan penyimpanan kognitif dengan menganggap

masalah kesehatan yang muncul sebagai suatu ancaman. Terapi kognitif-

behavioral dapat ditujukan untuk merestrukturisasi pemikiran pesimistik

semacam itu.

Penanganan dapat mencangkup beberapa strategi seperti mengarahkan

perhatian selektif pasien ke simtom-simtom fisik dan tidak mendorong pasien

mencari kepastian medis bahwa ia tidak sakit.

Terapi untuk rasa nyeri

40

Page 41: skenario 3 blok neuro

Nyeri mengandung dua komponen, yaitu nyeri psikogenik dan nyeri yang

benar-benar disebabkan factor medis, seperti cedera jaringan otot.

Penanganan yang efektif cenderung terdiri dari hal-hal berikut:

o Melakukan validasi bahwa rasa nyeri memang nyata, dan tidak hanya

dalam pikiran pasien.

o Pelatihan relaksasi

o Menghadiahi pasien karena berperilaku yang tidak sejalan dengan

rasa nyeri (menahan rasa nyeri).

Varian terapi psikodinamika jangka pendek, yang disebut terapi tubuh

psikodinamika, efektif untuk mengurangi rasa nyeri dan mempertahankannya

dalam jangka waktu lama.

Dosis rendah obat antidepresan, terutama imipramine, lebih tinggi manfaatnya

dibandingkan placebo untuk mengurangi rasa nyeri dan distress kronis. Obat-

obatan tersebut tidak menghilangkan depresi terkait.

a. Secara umum tampaknya perlu disarankan untuk mengalihkan focus dari hal-hal yang

tidak dapat dilakukan pasien karena penyakitnya dan bahkan mengajarkan pada pasien

bagaimana cara mengatasi stres, mendorong aktivitas yang lebih banyak, dan

meningkatkan kontrol diri, terlepas dari keterbatasan fisik atau rasa tidak nyaman yang

dialami pasien.

Komplikasi1. Kehidupan yang bergantung pada orang lain2. Suicide.

PencegahanPertama, mulai berolah raga dengan baik dan teratur serta menjaga pola makan dengan asupan gizi yang seimbang. Hal ini berguna untuk menjaga metabolism tubuh. Sehingga menjadi prima.

Kedua, Apabila gangguan serangan cemas akan rasa sakit menyerang, katakan pada diri anda stop, lalu lakukan relaksi dengan cara mengatur aliran nafas anda.

Ketiga, Lakukan lah medical check up 1 tahun 1 kali, secara rutin. Dengan harapan dapat mengetahui kondisi fisikyang sebenarnya (membuat anda tenang), dan melakukan langkah pencegahan jika ditemukan penyakit dalam diri.

Self talk “Tubuh saya sehat, dan saya baik-baik saja”. (katakan pada diri anda, setiap hari saat anda bercermin setiap saat, dan katakan juga “indahnya hari ini, saya bersyukur karena tuhan masih mengijinkan saya menikmati setiap karuniaNya”

41

Page 42: skenario 3 blok neuro

Prognosis Nyeri SomatoformPrognosis pada gangguan somatoform sangat bervariasi, tergantung umur pasien dan sifat

gangguannya (kronik atau episodik). Umumnya, gangguan somatoform prognosisnya

baik, dapatditangani secara sempurna. Sangat sedikit sekali yang mengalami eksarsebasi,

dapat bervariasidari mild-severe dan kronis. Pengobatan yang lebih awal dan menjadikan

prognosis menjadilebih baik. Secara independen tidak meningkatkan risiko kematian.

Kematian lebih disebabkankarena upaya bunuh diri. (Kaplan, 1999)

4. Memahami dan Menjelaskan Nilai Pernikahan Dalam Islam

Pengertian umum dari kalimat sakinah, mawadah wa rahmah yakni damai, tenang dan

tentram dalam rajut cinta dan kasih sayang nan sejuk dan abadi.

Secara historis-filologis, kalimat hasil rangkaian tiga kata utama:

Sakiinah artinya tenang, tentram

Mawaddah artinya cinta, harapan

Rahmah artinya kasih sayang dan satu kata sambung wa yang artinya dan

Tiga kata utama tersebut sejatinya merupakan istilah khas Arab-Islam yang dirujuk

dari :

"Di antara tanda-tanda (kemahaan-Nya) adalah Dia telah menciptakan dari jenismu

(manusia) pasangan-pasangan agar kamu memperoleh sakiinah disisinya, dan

dijadikannya di antara kamu mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya dalam hal yang

demikian itu terdapat tanda-tanda (kemahaan-Nya) bagi kaum yang berpikir." (QS.

Ar-Rum:21)

Dalam perkembangannya, kata sakiinah diadopsi ke dalam Bahasa Indonesia dengan ejaan

yang disesuaikan menjadi sakinah yang berarti kedamaian, ketentraman,

ketenangan,kebahagiaan.

Kata mawaddah juga sudah diadopsi ke Bahasa Indonesia menjadi mawadah yang b erarti

kasih sayang. Mawaddah mengandung pengertian filosofis --> adanya dorongan batin yang

kuat dalam diri sang pencinta untuk senantiasa berharap dan berusaha menghindarkan orang

yang dicintainya dari segala hal yang buruk, dibenci dan menyakitinya. Mawaddah adalah

kelapangan dada dan kehendak jiwa dari kehendak buruk.

Adapun kata rahmah, setelah diadopsi dalam Bahasa Indonesia ejaannya disesuaikan menjadi

rahmat yang berarti kelembutanhati dan perasaan empati yang mendorong seseorang

melakukan kebaikan kepada pihak lain yang patut dikasihi dan disayangi.

Karena itu, kedamaian dan kesejukan berumah tangga akan terbina dengan baik, harmonis

42

Page 43: skenario 3 blok neuro

serta penuh cinta kasih dan semangat berkorban bagi yang lain. Pada saat bersamaan jiwa dan

ruh rahmah tersebut akan membingkainya dengan dekap kasih dan sapaan lembut sang

Khalik.

43

Page 44: skenario 3 blok neuro

44