Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

67
SKENARIO 1 BLOK MEDIKOLEGAL Nama : Risyad Alamsyah H. NPM : 1102008220 Tutorial : B-9 MM Fungsi lembaga hukum Kedokteran MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERAN (MKEK) Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung- jawaban (etik dan disiplin profesi)nya. Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme dan keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis profesi yang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik dan/atau disiplin profesi di kalangan kedokteran. Di kemudian hari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), lembaga yang dimandatkan untuk didirikan oleh UU No 29 / 2004, akan menjadi majelis yang menyidangkan dugaan pelanggaran disiplin profesi kedokteran. Dalam hal MKDKI dalam sidangnya menemukan adanya pelanggaran etika, maka MKDKI akan meneruskan kasus tersebut kepada MKEK. Fungsi MKEK Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan anggota) bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai penuntut. Persidangan MKEK secara formil tidak menggunakan sistem pembuktian sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim. Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang memperoleh : 1. Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari pihak- pihak terkait (pengadu, teradu, pihak lain yang terkait) dan peer-group / para ahli di bidangnya yang dibutuhkan 2. Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah/ brevet dan pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin Praktek Tenaga Medis, Perijinan rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan dokter dengan rumah sakit, hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis, dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya. Tugas MKEK 1. Melakukan tugas bimbingan, pengawasan dan penilaian dalam pelaksanaan etik kedokteran, termasuk perbuatan anggota yang melanggar kehormatan dan tradisi luhur kedokteran. 2. Memperjuangkan agar etik kedokteran dapat ditegakkan di Indonesia. 3. Memberikan usul dan saran diminta atau tidak diminta kepada pengurus cabang. 4. Membina hubungan baik dengan majelis atau instansi yang berhubungan dengan etik profesi, baik pemerintah maupun organisasi profesi lain 5. Bertanggung jawab kepada musyawarah cabang.

Transcript of Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Page 1: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

SKENARIO 1 BLOK MEDIKOLEGALNama : Risyad Alamsyah H.NPM : 1102008220Tutorial : B-9

MM Fungsi lembaga hukum Kedokteran

MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERAN (MKEK)

Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik dan disiplin profesi)nya. Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme dan keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis profesi yang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik dan/atau disiplin profesi di kalangan kedokteran. Di kemudian hari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), lembaga yang dimandatkan untuk didirikan oleh UU No 29 / 2004, akan menjadi majelis yang menyidangkan dugaan pelanggaran disiplin profesi kedokteran. Dalam hal MKDKI dalam sidangnya menemukan adanya pelanggaran etika, maka MKDKI akan meneruskan kasus tersebut kepada MKEK.

Fungsi MKEKPersidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan anggota) bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai penuntut. Persidangan MKEK secara formil tidak menggunakan sistem pembuktian sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim. Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang memperoleh :1. Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari pihak-pihak terkait (pengadu, teradu, pihak

lain yang terkait) dan peer-group / para ahli di bidangnya yang dibutuhkan2. Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah/ brevet dan pengalaman, bukti

keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin Praktek Tenaga Medis, Perijinan rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan dokter dengan rumah sakit, hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis, dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.

Tugas MKEK1. Melakukan tugas bimbingan, pengawasan dan penilaian dalam pelaksanaan etik kedokteran, termasuk

perbuatan anggota yang melanggar kehormatan dan tradisi luhur kedokteran.2. Memperjuangkan agar etik kedokteran dapat ditegakkan di Indonesia.3. Memberikan usul dan saran diminta atau tidak diminta kepada pengurus cabang.4. Membina hubungan baik dengan majelis atau instansi yang berhubungan dengan etik profesi, baik

pemerintah maupun organisasi profesi lain5. Bertanggung jawab kepada musyawarah cabang.

MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN KEDOKTERAN INDONESIA ( MKDKI )

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia, dan dalam menjalankan tugasnya bersifat independen, serta bertanggung jawab kepada Konsil Kedokteran Indonesia. Berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi dapat dibentuk oleh Konsil Kedokteran Indonesia atas usul Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

Pimpinan MKDKI terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, dan seorang sekretaris. Keanggotaan MKDKI terdiri atas 3 orang dokter gigi dan organisasi profesi masing-masing, seorang dokter dan seorang dokter gigi mewakili asosiasi rumah sakit, dan 3 orang sarjana hukum. Anggota MKDKI ditetapkan oleh Menteri atas usul organisasi profesi. Masa bakti keanggotaan MKDKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 adalah 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 kali masa jabatan. Pimpinan MKDKI dipilih dan ditetapkan oleh rapat pleno anggota. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan MKDKI diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

Fungsi MKDKIMajelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) adalah lembaga Negara yang berwenang untuk :

Page 2: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

1. Menentukan ada atau tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter/dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran/kedokteran gigi

2. Menetapkan sanksi bagi dokter/dokter gigi yang dinyatakan bersalah.3. Dasar pembentukan dan kewenangan MKDKI adalah Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang

Praktik Kedokteran.

Tugas MKDKIMajelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas :1. Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang

diajukan2. Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi.

Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang seharusnya diikuti oleh dokter dan dokter gigi. Sebagian dari aturan dan ketentuan tersebut terdapat dalam UU Praktik Kedokteran, dan sebagian lagi tersebar didalam Peraturan Pemerintah, Permenkes, Peraturan KKI, Pedoman Organisasi Profesi, KODEKI, Pedoman atau ketentuan lain.Pelanggaran disiplin pada hakikatnya dibagi menjadi :1. Melaksanakan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.2. Tugas dan tanggung jawab profesional pada pasien tidak dilaksanakan dengan baik.3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi kedokteran.

Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua MKDKI. Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :1. Identitas pengadu2. Nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan dan3. Alasan pengaduan.

Pengaduan sebagaimana dimaksud diatas, tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan. MKDKI memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, MKDKI meneruskan pengaduan pada organisasi profesi. Keputusan MKDKI mengikat dokter, dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia. Keputusan dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin. Sanksi disiplin dapat berupa:1. Pemberian peringatan tertulis;2. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara pengaduan, dan tata cara pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia. (Buku Himpunan Peraturan tentang MKDKI Tahun 2008)

MM Malpraktek

Malpraktek adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Jika akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara tenagakesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis).

Malpraktek secara Umum, seperti disebutkan di atas, teori tentang kelalaian melibatkan lima elemen : (1) tugas yang mestinya dikerjakan, (2) tugas yang dilalaikan, (3) kerugian yang ditimbulkan, (4) Penyebabnya, dan (5) Antisipasi yang dilakukan.

Apabila tenaga tenaga kesehatan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan.

Page 3: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Dalam hal tenaga kesehatan didakwa telah melakukan criminal malpractice, harus dibuktikan apakah perbuatan tenaga kesehatan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidanya yakni :a. Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang tercelab. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah (sengaja, ceroboh atau

adanya kealpaan). Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.

Cara penelusuran dan pembuktian malpraktekDalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :Cara langsungOleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni : Duty (kewajiban) : Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga perawatan haruslah

bertindak berdasarkan :o Adanya indikasi mediso Bertindak secara hati-hati dan telitio Bekerja sesuai standar profesio Sudah ada informed consent.

Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban) : Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka tenaga perawatan tersebut dapat dipersalahkan.

Direct Causation (penyebab langsung) : Penyebab langsung yang dimaksudkan dimana suatu tindakan langsung yang terjadi, yang mengakibatkan kecacatan pada pasien akibat kealpaan seorang dokter pada diagnosis dan perawatan terhadap pasien. Secara hukum harus dapat dibuktikan secara medis yang menjadi bukti penyebab langsung terjadinya malpraktik dalam kasus manapun. Untuk berhasilnya suatu gugatan ganti-rugi berdasarkan malpraktek medik, maka harus ada hubungan kausal yang wajar antara sikap-tindak tergugat (dokter) dengan kerugian (damage) yang menjadi diderita oleh pasien sebagai akibatnya. Tindakan dokter itu harus merupakan penyebab langsung. Hanya atas dasar penyimpangan saja, belumlah cuklup untuk mengajukan tutunyutan ganti-kerugian. Kecuali jika sifat penyimpangan itu sedemikian tidak wajar sehingga sampai mencederai pasien. Namun apabila pasien tersebut sudah diperiksa oleh dokter secara edekuat, maka hanya atas dasar suatu kekeliruan dalam menegakkan diagnosis saja, tidaklah cukup kuat untuk meminta pertanggungjawaban hukumannya.

Damage (kerugian) : adalah cedera atau kerugian yang diakibatkan kepada pasien. Walaupun seorang dokter atau rumah sakit dituduh telah berlaku lalai, tetapi jika tidak sampai menimbulkan luka/cedera/kerugian (damage, injury, harm) kepada pasien, maka ia tidak dapat dituntut ganti-kerugian. Istilah luka (injury) tidak saja dala bentuk fisik, namun kadangkala juga termasuk dalam arti ini gangguan mental yang hebat (mental anguish). Juga apabila tejadi pelanggaran terhadap hak privasi orang lain.

Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga perawatan. Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).Cara tidak langsungCara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalaib. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatanc. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence.d. Gugatan pasien

Page 4: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Penanganan MalpraktekPada dasarnya penanganan kasus malpraktik dilakukan dengan mendasarkan kepada konsep malpraktik

medis dan adverse events yang diuraikan di atas. Dalam makalah ini tidak akan diuraikan pelaksanaan pada kasus per-kasus, namun lebih ke arah hasil pembelajaran (lesson learned) dari pengalaman penanganan berbagai kasus dugaan malpraktik, baik dari sisi profesi maupun dari sisi hukum.

Suatu tuntutan hukum perdata, dalam hal ini sengketa antara pihak dokter dan rumah sakit berhadapan dengan pasien dan keluarga atau kuasanya, dapat diselesaikan melalui dua cara, yaitu cara litigasi (melalui proses peradilan) dan cara non litigasi (di luar proses peradilan).

Apabila dipilih penyelesaian melalui proses pengadilan, maka penggugat akan mengajukan gugatannya ke pengadilan negeri di wilayah kejadian, dapat dengan menggunakan kuasa hukum (pengacara) ataupun tidak. Dalam proses pengadilan umumnya ingin dicapai suatu putusan tentang kebenaran suatu gugatan berdasarkan bukti-bukti yang sah (right-based) dan kemudian putusan tentang jumlah uang ganti rugi yang "layak" dibayar oleh tergugat kepada penggugat. Dalam menentukan putusan benar-salahnya suatu perbuatan hakim akan membandingkan perbuatan yang dilakukan dengan suatu norma tertentu, standar, ataupun suatu kepatutan tertentu, sedangkan dalam memutus besarnya ganti rugi hakim akan mempertimbangkan kedudukan sosial-ekonomi kedua pihak (pasal 1370-1371 KUH Perdata).

Apabila dipilih proses di luar pengadilan (alternative dispute resolution), maka kedua pihak berupaya untuk mencari kesepakatan tentang penyelesaian sengketa (mufakat). Permufakatan tersebut dapat dicapai dengan pembicaraan kedua belah pihak secara langsung (konsiliasi atau negosiasi), ataupun melalui fasilitasi, mediasi, dan arbitrasi, atau cara-cara kombinasi. Fasilitator dan mediator tidak membuat putusan, sedangkan arbitrator dapat membuat putusan yang harus dipatuhi kedua pihak. Dalam proses mufakat ini diupayakan mencari cara penyelesaian yang cenderung berdasarkan pemahaman kepentingan kedua pihak (interest-based, win-win solution), dan bukan right-based. Hakim pengadilan perdata umumnya menawarkan perdamaian sebelum dimulainya persidangan, bahkan akhir-akhir ini hakim memfasilitasi dilakukannya mediasi oleh mediator tertentu.

Dalam hal tuntutan hukum tersebut diajukan melalui proses hukum pidana, maka pasien cukup melaporkannya kepada penyidik dengan menunjukkan bukti-bukti permulaan atau alasan-alasannya. Selanjutnya penyidiklah yang akan melakukan penyidikan dengan melakukan tindakan-tindakan kepolisian, seperti pemeriksaan para saksi dan tersangka, pemeriksaan dokumen (rekam medis di satu sisi dan bylaws, standar dan petunjuk di sisi lainnya), serta pemeriksaan saksi ahli. Visum et repertum mungkin saja dibutuhkan penyidik. Berkas hasil pemeriksaan penyidik disampaikan kepada jaksa penuntut umum untuk dapat disusun tuntutannya. Dalam hal penyidik tidak menemukan bukti yang cukup maka akan dipikirkan untuk diterbitkannya SP3 atau penghentian penyidikan.

Selain itu, kasus medikolegal dan kasus potensial menjadi kasus medikolegal, juga harus diselesaikan dari sisi profesi dengan tujuan untuk dijadikan pelajaran guna mencegah terjadinya pengulangan di masa mendatang, baik oleh pelaku yang sama ataupun oleh pelaku lain. Dalam proses tersebut dapat dilakukan pemberian sanksi (profesi atau administratif) untuk tujuan penjeraan, dapat pula tanpa pemberian sanksi - tetapi memberlakukan koreksi atas faktor-faktor yang berkontribusi sebagai penyebab terjadinya "kasus" tersebut. Penyelesaian secara profesi umumnya lebih bersifat audit klinis, dan dapat dilakukan di tingkat institusi kesehatan setempat (misalnya berupa Rapat Komite Medis, konferensi kematian, presentasi kasus, audit klinis terstruktur, proses lanjutan dalam incident report system, dll), atau di tingkat yang lebih tinggi (misalnya dalam sidang Dewan Etik Perhimpunan Spesialis, MKEK, Makersi, MDTK, dll). Bila putusan MKEK menyatakan pihak medis telah melaksanakan profesi sesuai dengan standar dan tidak melakukan pelanggaran etik, maka putusan tersebut dapat digunakan oleh pihak medis sebagai bahan pembelaan.

Page 5: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Pencegahan MalpraktekUpaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan

Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni :a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya

upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.Terdapat pencegahan-pencegahan tertentu yang dapat dilakukan secara rutin sehingga tuduhan malpraktik dapat dielakkan. Hal ini termasuk :o Mempekerjakan dan melatih asisten dengan arahan langsung sampai asisten tersebut dapat memenuhi

standar kualifikasi yang adao Mengambil langkah hati-hati untuk menghilangkan faktor resiko di tempat praktik.o Memeriksa secara periodik peralatan yang tersedia di tempat praktik.o Menghindari dalam meletakkan literatur medis di tempat yang mudah diakses oleh pasien. Kesalahpahaman

dapat mudah terjadi jika pasien membaca dan menyalahartikan literatur yang ada.o Menghindari menyebut diagnosis lewat telepon.o Jangan meresepkan obat tanpa memeriksa pasien terlebih dahulu.o Jangan memberikan resep obat lewat telepon.o Jangan menjamin keberhasilan pengobatan atau prosedur operasi yang ada.o Rahasiakanlah sesuatu yang seharusnya menjadi rahasia. Jangan membocorkan informasi yang ada kepada

siapapun. Rahasia ini hanya diketahui oleh dokter dan pasien.o Simpanlah rekam medis secara lengkap, jangan menghapus atau mengubah isi yang ada.o Jangan menggunakan singkatan-singakatan atau simbol-simbol tertentu di rekam mediso Gunakan formulir persetujuan yang sah dan sesuai Docu-books adalah alat bantu yang penting dalam

menyimpan surat persetujuan yang telah dibuat.o Jangan mengabaikan pasienmu.o Cobalah untuk menghindari debat dengan pasien tentang tarif dokter yang terlampau mahal. Buatlah diskusi

dan pengertian dengan pasien mengenai tarif dokter yang wajar.o Pada tiap kali pertemuan, gunakanlah bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien. Jangan pernah menduga

jika pasien mengerti apa yang kita ucapkan.o Jalinlah empati untuk setiap masalah yang dialami pasien, dengan ini tata laksana akan menjadi

komprehensif.o Jangan pernah berbohong, memaksa, mengancam, atau melakukan penipuan kepada pasien. Jangan

mengakali pasienmu. Jangan mengarang-ngarang cerita mengenai penyakit pasien.o Jangan pernah melakukan pemasangan alat bantu, pengobatan atau tata laksana jika pasien masih berada

dalam pengaruh alkohol atau pengaruh pengobatan yang mengandung narkotika.o Jangan pernah menawarkan untuk membiayai pengobatan pasien dengan dana sendiri. Jika pengobatan yang

diberikan melebihi polis asuransi yang pasien miliki, maka jangan limpahkan kepada polis asuransi yang kita miliki.

o Jangan menjelek-jelekkan pasien atau teman sejawatmu.o Jangan pernah ikut serta dalam gerakan tutup mulut.Upaya menghadapi tuntutan hukum

Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan. Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan dapat melakukan :a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan

tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.

b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa. Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat

Page 6: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya. Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan  dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga perawatan.

MM Rekam Medis

Rekam Medis adalah berkas yang menyatakan siapa, apa, mengapa, dimana, kapan dan bagaimana pelayanan yang diperoleb seorang pasien selama dirawat atau menjalani pengobatan. (Edna K Huffman)

Rekam Medis adalah berkas yang beiisi catatan dan dokumen mengenai identitas pasien, basil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya yang diterima pasien pada sarana kesebatan, baik rawat jalan maupun rawat inap. (Permenkes No. 749a/Menkes!Per/XII/1989)

Rekam Medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis oleb para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. (Gemala Hatta)

Kompendium (ikhtisar) yang berisi  informasi tentang keadaan pasien selama perawatan atau selama pemeliharaan kesehatan. (Waters dan Murphy)

Sebagai rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan medik/kesehatan kepada seorang pasien. (Ikatan Dokter Indonesia)

Tujuan Rekam MedisTujuan Rekam Medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya

peningkatan pelayanan kesehatan  . Tanpa didukung  suatu  sistem pengelola rekam medis yang baik dan benar, maka tertib administrasi tidak akan berhasil.

Manfaat Rekam MedisPermenkes no. 749a tahun 1989 menyebutkan bahwa Rekam Medis memiliki 5 manfaat, yaitu: 1. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien. 2. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum3. Bahan untuk kepentingan penelitian 4. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan 5. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.

 Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis memiliki 6 manfaat, yang untuk mudahnya disingkat

sebagai ALFRED, yaitu: 1. Adminstrative value: Rekam medis merupakan rekaman data adminitratif pelayanan kesehatan. Suatu berkas

rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena  isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung  jawab sebagai tenaga medis dan perawat dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.

2. Legal value:  Rekam medis dapat dijadikan bahan pembuktian di pengadilan. 3. Financial value: Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya pelayanan kesehatan yang harus

dibayar oleh pasien. Isi Rekam Medis dapat dijadikan sebagai bahan untuk menetapkan biaya pembayaran pelayanan. Tanpa adanya bukti catatan tindakan /pelayanan, maka pembayaran tidak dapat dipertanggungjawabkan .

4. Research value: Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan untuk penelitian dalam lapangan kedokteran, keperawatan dan kesehatan. Berkas Rekam Medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya menyangkut data/informasi yang dapat digunakan sebagai aspek penelitian.

5. Education value: Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan pengajaran dan pendidikan mahasiswa kedokteran, keperawatan serta tenaga kesehatan lainnya. Berkas Rekam Medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut data/informasi tentang kronologis dari pelayanan medik yang diberikan pada pasien.

6. Documentation value: Rekam medis merupakan sarana untuk penyimpanan berbagai dokumen yang berkaitan dengan kesehatan pasien. Isi Rekam medis menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan sarana kesehatan.

Jenis Rekam Medis

Page 7: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Di rumah sakit didapat dua jenis Rekam Medis, yaitu :o Rekam Medis untuk pasien rawat jalan

Untuk pasien rawat jalan, termasuk pasien gawat darurat, rekam medis mempunyai informasi pasien antara lain: Identitas dan formulir perizinan (lembar hak kuasa) Riwayat penyakit (anamnesa) tentang :

• Keluhan utama• Riwayat sekarang• Riwayat penyakit yang pernah diderita• Riwayat keluarga tentang penyakit yang pernah diturunkan

Laporan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan laboratorium, foto rontgen, scanning, MRI dll Diagnosa dan atau diagnosis banding Instruksi diagnosis dan terapeutik dengan tanda tangan pejabat kesehatan yang berwenang.

o Rekam Medis untuk pasien rawat inapUntuk rawat inap, memuat informasi yang sama dengan yang terdapat dalam rawat jalan, dengan tambahan :

Persetujuan tindakan medic Catatan konsultasi Catatan perawat dan tenaga kesehatan lainnya

Catatan observasi klinik dan hasil pengobatan

Resume akhir dan evaluasi pengobatan

Isi Rekam MedisIsi Rekam Medis merupakan catatan keadaan tubuh dan kesehatan, termasuk data tentang identitas dan data

medis seorang pasien. Secara umum isi Rekam Medis dapat dibagi dalam dua kelompok data yaitu:1. Data medis atau data klinis : Yang termasuk data medis adalah segala data tentang riwayat penyakit, hasil

pemeriksaan fisik, diagnosis, pengobatan serta hasilnya, laporan dokter, perawat, hasil pemeriksaan laboratorium, ronsen dsb. Data-data ini merupakan data yang bersifat rahasia (confidential) sebingga tidak dapat dibuka kepada pibak ketiga tanpa izin dari pasien yang bersangkutan kecuali jika ada alasan lain berdasarkan peraturan atau perundang-undangan yang memaksa dibukanya informasi tersebut.

2. Data sosiologis atau data non-medis: Yang termasuk data ini adalah segala data lain yang tidak berkaitan langsung dengan data medis, seperti data identitas, data sosial ekonomi, alamat dsb. Data ini oleh sebagian orang dianggap bukan rahasia, tetapi menurut sebagian lainnya merupakan data yang juga bersifat rahasia (confidensial).

Yang Berkewajiban Membuat Rekam MedisSetiap sarana kesehatan wajib membuat rekam medis, dibuat oleh dokter dan atau tenaga kesehatan lain yang

terkait, harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan, & harus dibubuhi tandatangan yang memberikan pelayanan. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.

Tatacara Penyelenggara Rekam MedisPenyelenggaraan Rekam Medis pada suatu sarana pelayanan kesehatan merupakan salah satu indikator mutu

pelayanan pada institusi tersebut. Berdasarkan data pada Rekam Medis tersebut akan dapat dinilai apakah pelayanan yang diberikan sudah cukup baik mutunya atau tidak, serta apakah sudah sesuai standar atau tidak. Untuk itulah, maka pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan merasa perlu mengatur tata cara penyelenggaraan Rekam Medis dalam suatu peraturan menteri keehatan agar jelas rambu-rambunya, yaitu berupa Permenkes No.749a1Menkes/Per/XII/1989. Secara garis besar penyelenggaraan Rekam Medis dalam Permenkes tersebut diatur sebagai berikut:1. Rekam Medis harus segera dibuat dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien menerima pelayanan (pasal 4).

Hal ini dimaksudkan agar data yang dicatat masih original dan tidak ada yang terlupakan karena adanya tenggang waktu.

2. Setiap pencatatan Rekam Medis harus dibubuhi nama dan tanda tangan petugas pelayanan kesehatan. Hal ini diperlukan untuk memudahkan sistim pertanggung-jawaban atas pencatatan tersebut (pasal 5).

Pada saat seorang pasien berobat ke dokter, sebenamya telah terjadi suatu hubungan kontrak terapeutik antara pasien dan dokter. Hubungan tersebut didasarkan atas kepercayaan pasien bahwa dokter tersebut mampu mengobatinya, dan akan merahasiakan semua rahasia pasien yang diketahuinya pada saat hubungan tersebut terjadi.

Dalam hubungan tersebut se«ara otomatis akan banyak data pribadi pasien tersebut yang akan diketahui oleh dokter serta tenaga kesehatan yang memeriksa pasien tersebut. Sebagian dari rahasia tadi dibuat dalam bentuk

Page 8: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

tulisan yang kita kenal sebagai Rekam Medis. Dengan demikian, kewajiban tenaga kesehatan untuk menjaga rahasia kedokteran, mencakup juga kewajiban untuk menjaga kerahasiaan isi Rekam Medis.

Pada prinsipnya isi Rekam Medis adalah milik pasien, sedangkan berkas Rekam Medis (secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau institusi kesehatan. Pasal 10 Permenkes No. 749a menyatakan bahwa berkas rekam medis itu merupakan milik sarana pelayanan kesehatan, yang harus disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun terhitung sejak tanggal terakhir pasien berobat. Untuk tujuan itulah di setiap institusi pelayanan kesehatan, dibentuk Unit Rekam Medis yang bertugas menyelenggarakan proses pengelolaan serta penyimpanan Rekam Medis di institusi tersebut.

Pembuatan rekam medis dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan secara langsung. Bila terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis dapat dilakukan pembetulan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan. Dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan bertanggungjawab atas pencatatan atau pendokumentasian pada rekam medis.

Penyimpanan & Pemusnahan Rekam MedisDalam audit medis, umumnya sumber data yang digunakan adalah rekam medis pasien, baik yang rawat

jalan maupun yang rawat inap. Rekam medis adalah sumber data yang paling baik di rumah sakit, meskipun banyak memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan rekam medis adalah sering tidak adanya beberapa data yang bersifat sosial-ekonomi pasien, seringnya pengisian rekam medis yang tak lengkap, tidak tercantumnya persepsi pasien, tidak berisi penatalaksanaan “pelengkap” seperti penjelasan dokter dan perawat, seringkali tidak memuat kunjungan kontrol pasca perawatan inap, dll.

Dampak dari audit medis yang diharapkan tentu saja adalah peningkatan mutu dan efektifitas pelayanan medis di sarana kesehatan tersebut. Namun di samping itu, kita juga perlu memperhatikan dampak lain, seperti dampaknya terhadap perilaku para profesional, tanggung-jawab manajemen terhadap nilai dari audit medis tersebut, seberapa jauh mempengaruhi beban kerja, rasa akuntabilitas, prospek karier dan moral, dan jenis pelatihan yang diperlukan.

Diantara semua manfaat Rekam Medis, yang terpenting adalah aspek legal Rekam Medis. Pada kasus malpraktek medis, keperawatan maupun farmasi, Rekam Medis merupakan salah satu bukti tertulis yang penting. Berdasarkan informasi dalam Rekam Medis, petugas hukum serta Majelis Hakim dapat menentukan benar tidaknya telah terjadi tindakan malpraktek, bagaimana terjadinya malpraktek tersebut serta menentukan siapa sebenarnya yang bersalah dalam perkara tersebut.

Tatacara pemusnahan rekam medis JADWAL RETENSI ARSIP REKAM MEDIS : Untuk pertama kalinya sebelum melakukan proses

pemusnahan harus terlebih dahulu ditetapkan jadual Retensi Arsip Rekam Medis sebagaimana berikut : Umum Anak : di retensi menurut kebutuhan tertentu KIUP+Register+Indek, disimpan permanen/abadi Retensi berkas-berkas Rekam Medis berdasarkan penggolongan penyakit : Rumah Sakit harus membuat

ketentuan sendiri bila retensinya lebih lama dari ketentuan umum yang ada, antara lain untuk riset dan edukasi, kasus-kasus terlibat hukum ( legal aspek) minimal 23 tahun setelah ada ketetapan hokum, untuk kepentingan tertentu, penyakit jiwa, ketergantungan obat, Orthopaedi, kusta, mata, perkosaan, HIV, penyesuaian kelamin, pasien orang asing, kasus adopsi, bayi Tabung, cangkok Organ, plastik Rekontruksi

Retensi berdasarkan diagnosaMasing-masing Rumah Sakit berdasarkan keputusan Komite Rekam Medis/ Komite Medis menetapkan jadual Retensi dari diagnosis tertentu, bila lebih dari ketentuan umum dengan pertimbangan nilai guna . Indikator nilai guna :

Primer :1. Adminstrsi2. Hukum3. Keuangan4. IPTEK

Sekunder :1. Pembuktian2. Sejarah

TATA CARA PENILAIAN BERKAS REKAM MEDIS DALAM PROSES PEMUSNAHAN PEMINDAHAN BERKAS RM AKTIF MENJADI BERKAS RM INAKTIF

a. Dilihat dari tanggal kunjungan terakhir .

Page 9: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

b. Setelah 5 (lima) tahun dari kunjungan terakhir tersebut berkas dipisahkan di ruang lain/terpisah dari berkas RM aktif

c. Berkas rekam medis inaktif dikelompokkan sesuai dengan tahun terakhir kunjunganPENILAIAN

a. Berkas rekam medis yang dinilai adalah berkas rekam medis yang telah 2 tahun inaktifb. Indikator yang digunakan untuk menilai berkas rekam medis inaktif : Seringnya rekam medis digunakan untuk pendidikan dan penelitian Nilai guna :

a) Primer : Administrasi, Hukum, Keuangan, Iptekb) Sekunder : Pembuktian, Sejarahc) Lembar rekam medis yang dipilah : ringkasan masuk dan keluar, resume, lembar operasi,

identifikasi bayi, lembar persetujuan, lembar kematian, berkas rekam medis tertentu disimpan diruang berkas rekam medis inaktif, lembar rekam medis sisa dan berkas rekam medis rusak tidak terbaca disiapkan untuk dimusnahkan, tim penilai dibentuk dengan SK Direktur beranggotakan Komite Rekam Medis/Komite Medis, petugas rekam medis senior, perawat senior dan tenaga lain yang terkait.

TATA CARA PEMUSNAHANa) Pembentukan Tim Pemusnah dari unsur Rekam Medis dan Tata Usaha dengan SK Direktur

RSb) Tim pembuat pertelaanc) Pelaksanaan pemusnahan :

Dibakar : menggunakan incinerator, dibakar biasa, dicacah, dibuat bubur. Pihak ke III disaksikan Tim Pemusnah

d) Tim Pemusnah membuat Berita Acara Pemusnahan yang ditandatangani Ketua dan Sekretaris dan diketahui Direktur Rumah Sakit

e) Berita Acara Pemusnahan RM, yang asli disimpan di Rumah Sakit, lembar ke 2 dikirim kepada pemilik RS (RS, Vertikal kepada Dirjen. Pelayanan Medik)

f) Khusus untuk arsip Rekam Medis yang sudah rusak/tidak terbaca dapat langsung dimusnahkan dengan terlebih dahulu membuat pernyataan diatas kertas segel oleh Direktur Rumah Sakit.

Untuk Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit dalam mengelola dan pemusnahan rekam medis maka harus memenuhi aturan sebagai berikut: Rekam medis pasien rawat inap wajib disimpan sekurang-kuangnya 5 tahun sejak pasien berobat terakhir

atau pulang dari berobat di rumah sakit. Setelah 5 tahun rekam medis dapat dimusnahkan kecuali ringakasan pulang dan persetujuan tindakan medik. Ringakasan pulang dan persetujuan tindakan medik wajib disimpan dalam jangka waktu 10 sejak ringkasan

dan persetujuan medik dibuat Rekam medis dan ringkasan pulang disimpan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan sarana pelayanan

kesehatan.Untuk Pelayanan Kesehatan non rumah Sakit dalam mengelola dan pemusnahan rekam medis harus memenuhi aturan sebagai berikut: Rekam medis pasien wajib disimpan sekurang-kuangnya 2 tahun sejak pasien berobat terakhir atau pulang

dari berobat. Setelah 2 tahun maka rekam medis dapat dimusnahkan.Kerahasiaan isi rekam medis yang berupa identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, petugas kesehatan lain, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Untuk keperluan tertentu rekam medis tersebut dapat dibuka dengan ketentuan: Untuk kepentingan kesehatan pasien. Atas perintah pengadilan untuk penegakan hukum. Permintaan dan atau persetujuan pasien sendiri. Permintaan lembaga /institusi berdasarkan undang-undang. Untuk kepentingan penelitian, audit, pendidikan dengan syarat tidak menyebutkan identitas pasien.

Kepemilikan & Tanggung Jawab terhadap Rekam Mediso Pasien berhak mendapatkan copy rekam mediso Dijaga kerahasiaannya, bahkan sampai pasien meninggal dunia. Jika pasien meninggal dunia, maka keluarga

tidak berhak untuk meminta rekam mediso Untuk kepentingan penelitian, dapat diberikan, namun tanpa identitaso Apabila sudah menjadi perkara baru dapat diberikan kepada penegak hokumo Dasar dari pengaduan dan gugatan pasien hanya melalui rekam mediso Pasien atau pengacara pasien sulit membaca rekam medis, harus dibaca oleh dokter

Page 10: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

o Belum tentu dokter lain juga dapat membaca rekam medis dari doktero Dokter menggunakan Rekam medis untuk pembuktian kasus yang menimpa dirinya? (rahasia pasien?)o Rekam medis lengkap dan tidak lengkap ukurannya adalah apabila semua yang ditentukan telah dilakukan.o Berkas rekam medis hilang, maka yang bertanggungjawab adalah petugas yang menjaga arsip rekam medis,

sanksinya cukup berat, dapat dikatagorikan menghilangkan barang buktio Penghapusan rekam medis, dapat dikategorikan sebagai pemalsuan, jadi kalau salah tulis hanya dapat

dibetulkan pada saat itu, dengan cara mencoret yang salah dan dibubuhkan paraf. Sekali ditulis tidak dapat diperbaiki kemudian

o Pemeriksaan penunjang, selalu diberikan kepada pasien, karena adanya pendapat itu milik pasieno Apabila dilakukan harus ditulis hasilnya diberikan kepada pasien. Masalah timbul apabila pasien

menghilangkan hasil pemeriksaan tersebut.Berkas Rekam Medis di Pengadilano Rekam medis bukan akta otentiko Pembuktian di pengadilan, masih memerlukan interpretasio Jadi rekam medis dapat digunakan untuk pembuktian, namun masih tetap saja dapat diperdebatkano Berguna untuk dokter, sedikit gunanya untuk pasien

Pada saat seorang pasien berobat ke dokter, sebenamya telah terjadi suatu hubungan kontrak terapeutik antara pasien dan dokter. Hubungan tersebut didasarkan atas kepercayaan pasien bahwa dokter tersebut mampu mengobatinya, dan akan merahasiakan semua rahasia pasien yang diketahuinya pada saat hubungan tersebut terjadi. Dalam hubungan tersebut se«ara otomatis akan banyak data pribadi pasien tersebut yang akan diketahui oleh dokter serta tenaga kesehatan yang memeriksa pasien tersebut. Sebagian dari rahasia tadi dibuat dalam bentuk tulisan yang kita kenal sebagai Rekam Medis. Dengan demikian, kewajiban tenaga kesehatan untuk menjaga rahasia kedokteran, mencakup juga kewajiban untuk menjaga kerahasiaan isi Rekam Medis.

Pada prinsipnya isi Rekam Medis adalah milik pasien, sedangkan berkas Rekam Medis (secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau institusi kesehatan. Pasal 10 Permenkes No. 749a menyatakan bahwa berkas rekam medis itu merupakan milik sarana pelayanan kesehatan, yang harus disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun terhitung sejak tanggal terakhir pasien berobat. Untuk tujuan itulah di setiap institusi pelayanan kesehatan, dibentuk Unit Rekam Medis yang bertugas menyelenggarakan proses pengelolaan serta penyimpanan Rekam Medis di institusi tersebut. Karena isi Rekam Medis merupakan milik pasien, maka pada prinsipnya tidak pada tempatnya jika dokter atau petugas medis menolak memberitahu tentang isi Rekam Medis kepada pasiennya, kacuali pada keadaan-keadaan tertentu yang memaksa dokter untuk bertindak sebaliknya. Sebaliknya, karena berkas Rekam Medis merupakan milik institusi, maka tidak pada tempatnya pula jika pasien meminjam Rekam Medis tersebut secara paksa, apalagi jika institusi pelayanan kesehatan tersebut menolaknya.Masa simpan rekam medis disarana rumah sakit adalah selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal terakhir pasien mendapat perawatan, kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan selama 10 (sepluh) tahun.Sedangkan masa simpan disarana kesehatan selain rumah sakit adalah 2 (dua) tahun.Setelah batas waktu tersebut, maka rekam medis dapat dimusnahkan dengan mengikuti aturan yang telah ditentukan untuk pemusnahan dokumen.

Kerahasiaan Rekam Medis

Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal:

Untuk kepentingan kesehatan pasien Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan; Permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.

Permintaan rekam medis untuk tujuan tersebut diatas harus dilakukan secara tertulis kepada pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

SanksiS anksi Hukum

Setiap tenaga kesehatan yang mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia tentang penyakit pasien beserta data-data medisnya dapat dijatuhi sanksi pidana, sanksi perdata maupun sanksi administratif, apabila dengan sengaja membocorkan rahasia tersebut tanpa alasan yang sah, sehingga pasien menderita kerugian akibat tindakan tersebut. Akibat yang mungkin timbul karena pembocoran rahasia ini, misalnya :

Page 11: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Tidak jadi menerima santunan asuransi karena pihak asuransi membatalkan keputusannya setelah mendapat informasi tentang penyakit yang diderita oleh calon kliennya.

Tidak jadi menikah, karena salah satu pihak mendapat informasi mengenai penyakit yang diidap oleh calon pasangannya.

Terjadi perceraian, karena salah satu pihak mengetahui penyakit yang diidap oleh pasangannya. Seorang pemimpin kalah dalam percaturan politik karena lawan politiknya mendapat informasi mengenai

penyakit yang diidapnya. Merugikan negara, apabila informasi yang dibocorkan itu merupakan rahasia negara. Sanksi PidanaPasal 322 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan bahwa :1) Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia, yang menurut jabatan atau pekerjaannya, baik yang

sekarang maupun yang dahulu, ia diwajibkan untuk menyimpannya, dihukum dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah

2) Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka perbuatn itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.

Catatan Pasal ini berlaku bagi orang yang membocorkan rahasia pekerjaannya maupun rahasia jabatan (dan atau

rahasia jabatan). Pasal ini berlaku bagi orang yang membocorkan rahasia pekerjaannya dan atau rahasia jabatan, baik yang

sekarang maupun yang telah lalu, karena dia pindah pekerjaan atau telah pensiun. Ayat (2) menunjukkan bahwa delik ini adalah delik aduan, dimana perkara itu tidak dapat diusut tanpa

pengaduan dari orang yang dirugikan. Pengaduan itu dapat dicabut kembali, selama belum diajukan ke sidang pengadilan. Namun demikian, pada pasal 4 Penjelasan PP Nomor 10 Tahun 1966 disebutkan bahwa :“ Demi kepentingan umum Menteri Kesehatan dapat bertindak terhadap pembocoran rahasia kedokteran, meskipun tidak ada suatu pengaduan.”

Pasal 112 KUHP menyebutkan bahwa : “Barang siapa dengan sengaja mengumumkan atau mengabarkan atau menyampaikan surat, kabar dan keterangan tentang suatu hal kepada negara asing, sedang diketahuinya bahwa surat, kabar atau keterangan itu harus dirahasiakan demi kepentingan negara, maka ia dihukum dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”S anksi Perdata

Apabila pembocoran rahasia tentang penyakit pasien termasuk data-data medisnya, mengakibatkan kerugian terhadap pasien, keluarganya maupun orang lain yang berkaitan dengan hal tersebut, maka orang yang membocorkan rahasia itu dapat digugat secara perdata untuk mengganti kerugian. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Tentang Kesehatan maupun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Sipil atau Perdata (KUHS). Pasal 55 Undang-Undang Tentang Kesehatan menyebutkan bahwa :1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelaian yang dilakukan tenaga kesehatan.2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.Pasal 1365 KUHS menyebutkan bahwa : “ Setiap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian

bagi orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya mengakibatkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Pasal 1366 KUHS menyebutkan bahwa : “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian karena perbuatannya, tetapi atas kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hati.”

Pasal 1367 KUHS menyebutkan bahwa : “Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang dibawah kekuasaannya.”

Orang tua dan wali bertanggung jawab tentang kerugian yang disebabkan oleh anak-anak belum dewasa yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua atau wali. Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain yang mewakili urusan-urusan mereka mereka adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang ditimbulkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang dipakainya. Guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang bertanggung jawab tentang kerugian yang ditimbulkan oleh murid-murid dan tukang-tukang mereka selama waktu orang-orang ini berada dibawah pengawasan mereka. Tanggung jawab yang disebutkan diatas berakhir, jika orang tua-orang tua, wali-wali, guru-guru sekolah dan tukang itu membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana mereka seharusnya bertanggung jawab.

SANKSI PIDANA UNTUK PEMBOCORAN RAHASIA REKAM MEDIS BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TENAGA KESEHATAN.

Pasal 35 huruf d. Tentang Ketentuan Pidana yang diatur dalam PP Nomor 32 tahun 1966 Tentang Tenaga Kesehatan menyebutkan : “Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 10

Page 12: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

dipidana denda paling banyak Rp.10.000.000.00,- (sepuluh juta rupiah)”. Sedangkan bunyi pasal 22 ayat (1) yang dimaksud adalah : “Bagi setiap tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk:

a. Menghormati hak pasien;b. Menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien;c. Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan;d. Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;e. Membuat dan memelihara rekam medis.

Sanksi AdministratifSanksi administratif untuk tenaga kesehatan sehubungan dengan peraturan tentang rekam medis diatur dalam

pasal 20 PERMENKES Tentang Rekam Medis yang berbunyi : “Pelanggaran terhadap ketentuan –ketentuan dalam peraturan ini dapat dikenakan sanksi administratif mulai dari teguran sampai pencabutan ijin.”

MM Informed Consent

Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.

Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak (yaitu pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi informasi secukupnya.

Elemen Inform Consent Threshold elements : Elemen ini sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang

yang kompeten (cakap). Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis. Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suaut kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang reasonable). Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental sedemikian rupa sehingga kemampuan membuat keputusan menjadi terganggu.

Information elements : Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan understanding (pemahaman). Pengertian ”berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat. Dalam hal ini, seberapa ”baik” informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3 standar :o Standar Praktik Profesi : Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an informasi

ditentukan bagaimana BIASANYA dilakukan dalam komunitas tenaga medis. Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang ”tidak bermakna” (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi sosial pasien.

o Standar Subyektif : Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut dalam membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara individual dianut oleh pasien.

o Standar pada reasonable person : Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan umumnya orang awam.

Consent elements : Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari ”tekanan” yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan ”dibiarkan” apabila tidak menyetujui tawarannya.

Bentuk Inform ConsentDinyatakan (expressed)

o Dinyatakan secara lisano Dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari,

umumnya pada tindakan yang invasif atau yang beresiko mempengaruhi kesehatan penderita secara

Page 13: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

bermakna. Permenkes tentang persetujuan tindakan medis menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis.Tidak dinyatakan (implied)

o Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya.

o Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang paling banyak dilakukan dalam praktik sehari-hari.

o Misalnya adalah seseorang yang menggulung lengan bajunya dan mengulurkan lengannya ketika akan diambil darahnya.

Proxy Consent adalah consent yang diberikan oelh orang yang bukan si pasien itu sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien, bukan baik buat orang banyak). Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy consent adalah suami/istri, anak, orang tua, saudara kandung, dst. Proxy consent hanya boleh dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan ketat.

Konteks dan Informed Consent : doktrin Informed Consent tidak berlaku pada 5 keadaan : Keadaan darurat medis Ancaman terhadap kesehatan masyarakat Pelepasan hak memberikan consent (waiver) Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada pasien yang melepaskan haknya

memberikan consent. Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan consent.

Contextual circumstances juga seringkali mempengaruhi pola perolehan informed consent. Seorang yang dianggap sudah pikun, orang yang dianggap memiliki mental lemah untuk dapat menerima kenyataan, dan orang dalam keadaan terminal seringkali tidak dianggap “cakap” menerima informasi yang benar – apalagi membuat keputusan medis. Banyak keluarga pasien melarang para dokter untuk berkata benar kepada pasien tentang keadaan sakitnya.

Keluhan pasien tentang proses informed consent : Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada waktu untuk tanya-jawab. Pasien sedang dalam keadaan stress emosional sehingga tidak mampu mencerna informasi Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk.

Keluhan dokter tentang informed consent : Pasien tidak mau diberitahu. Pasien tak mampu memahami. Resiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi. Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit.

Persetujuan Informed ConsentSeorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus mengetahui terapi yang direncanakan. Orang

dewasa yang tidak kompeten karena penyakit fisik atau kejiwaan dan tidak mampu mengerti tentu saja tidak dapat memberikan informed consent yang sah. Sebagai akibatnya, persetujuan diperoleh dari orang lain yang memiliki otoritas atas nama pasien. Ketika pengadilan telah memutuskan bahwa pasien inkompeten, wali pasien yang ditunjuk pengadilan harus mengambil otoritas terhadap pasien.

Persetujuan pengganti ini menimbulkan beberapa masalah. Otoritas seseorang terhadap persetujuan pengobatan bagi pasien inkompeten termasuk hak untuk menolak perawatan tersebut. Pengadilan telah membatasi hak penolakan ini untuk kasus dengan alasan yang tidak rasional. Pada kasus tersebut, pihak dokter atau rumah sakit dapat memperlakukan kasus sebagai keadaan gawat darurat dan memohon pada pengadilan untuk melakukan perawatan yang diperlukan. Jika tidak cukup waktu untuk memohon pada pengadilan, dokter dapat berkonsultasi dengan satu atau beberapa sejawatnya.

Jika keluarga dekat pasien tidak setuju dengan perawatan yang direncanakan atau jika pasien, meskipun inkompeten, mengambil posisi berlawanan dengan keinginan keluarga, maka dokter perlu berhati-hati. Terdapat beberapa indikasi dimana pengadilan akan mempertimbangkan keinginan pasien, meskipun pasien tidak mampu untuk memberikan persetujuan yang sah. Pada kebanyakan kasus, terapi sebaiknya segera dilakukan (1) jika keluarga dekat setuju, (2) jika memang secara medis perlu penatalaksanaan segera, (3) jika tidak ada dilarang undang-undang. Cara terbaik untuk menghindari risiko hukum dari persetujuan pengganti bagi pasien dewasa inkompeten adalah dengan membawa masalah ini ke pengadilan.

Penolakan Informed Consent

Page 14: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Rumah sakit memiliki tugas untuk menjamin bahwa informed consent sudah didapat. Istilah untuk kelalaian rumah sakit tersebut yaitu ”fraudulent concealment”. Pasien yang akan menjalani operasi mendapat penjelasan dari seorang dokter bedah namun dioperasi oleh dokter lain dapat saja menuntut malpraktik dokter yang tidak mengoperasi karena kurangnya informed consent dan dapat menuntut dokter yang mengoperasi untuk kelanjutannya. Bentuk persetujuan tidaklah penting namun dapat membantu dalam persidangan bahwa persetujuan diperoleh. Persetujuan tersebut harus berdasarkan semua elemen dari informed consent yang benar yaitu pengetahuan, sukarela dan kompetensi.

Beberapa rumah sakit dan dokter telah mengembangkan bentuk persetujuan yang merangkum semua informasi dan juga rekaman permanen, biasanya dalam rekam medis pasien. Format tersebut bervariasi sesuai dengan terapi dan tindakan yang akan diberikan. Saksi tidak dibutuhkan, namun saksi merupakan bukti bahwa telah dilakukan informed consent. Informed consent sebaiknya dibuat dengan dokumentasi naratif yang akurat oleh dokter yang bersangkutan.

MM Undang-Undang Kesehatan

Pasal 27 ayat (1) UUD 19451) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung

hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

UU No. 36 tahun 2009 tentang KesehatanIntisari dari Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan sebagai berikut :1. Hak atas kesehatan.2. Hak atas pembangunan kesehatan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat,

pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma agama.

3. Hak mencapai kondisi sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

4. Hak untuk mendapatkan layanan dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau dengan bantuan partisipatif masyarakat.

5. Hak memperoleh sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi sehat.6. Hak memperoleh memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan

yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.7. Hak untuk turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.8. Hak untuk mendapatkan layanan kesehatan oleh tenaga kesehatan yang memenuhi kualitas minimum.9. Hak mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, bagi penyelamatan nyawa

pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.10. Hak mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien

dan/atau meminta uang muka dalam keadaan darurat (yang mengancam nyawa/menyebabkan gagal vital).11. Hak terjaminnya ketersediaan obat keadaan darurat, Pemerintah dapat melakukan kebijakan khusus untuk

pengadaan dan pemanfaatan obat dan bahan yang berkhasiat obat.12. Hak memberikan/menolak persetujuan sadar atas uji coba/penelitian dalam bidang kesehatan.13. Hak mendapatkan akses terhadap penyelenggaraan upaya kesehatan :

Pelayanan kesehatan Pelayanan kesehatan tradisional Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan Kesehatan reproduksi Keluarga berencana Kesehatan sekolah Kesehatan olahraga Pelayanan kesehatan pada bencana Pelayanan darah Kesehatan gigi dan mulut Penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran Kesehatan matra Pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan Pengamanan makanan dan minuman Pengamanan zat adiktif; dan/atau

Page 15: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Bedah mayat.14. Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dilaksanakan melalui kegiatan:15. Hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi kecuali pada saat adanya: perintah undang-undang; perintah

pengadilan; izin yang bersangkutan; kepentingan masyarakat; atau kepentingan orang tersebut.\16. Hak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang

menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.17. Hak memperoleh informasi, edukasi, dan konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat

dipertanggungjawabkan.18. Hak mendapatkan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan

terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana.19. Hak untuk melakukan aborsi dengan beberapa alasan sebagai berikut: indikasi kedaruratan medis yang

dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan yang dilakukan melalui konseling yang baik, benar serta berkualitas terlebih dahulu.

20. Hak atas ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana yang dijaminkan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

21. Hak atas transfusi darah yang aman (sehat – contoh sudah melalui skrening anti HIV dan muatan virus VL, tes anyti Hepatitis B, Hepatitis C) sesuai menurut UU dan bebas dari transaksi jual beli dengan alasan apapun yang dilindungi hukum.

22. Hak bebas dari intimidasi dan penindasan struktural dikarenakan pengadaan, penyimpanan, pengolahan, promosi, dan pedaran obat dan bahan yang berkhasiat obat yang diselenggarakan oleh pihak yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan.

23. Hak untuk mengolah, memproduksi, mengedarkan, mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan obat tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya sesuai dengan Peraturan Pemerintah.

24. Hak untuk memproduksi, menyimpan, mengedarkan, dan menggunakan narkotika dan psikotropika dengan wajib memenuhi standar dan/atau persyaratan tertentu sesuai aturan perundangan yang berlaku.

25. Hak untuk dilindungi dari kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

26. Hak bagi Ibu untuk menjaga kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu termasuk sediaan Parents to Child Transmission (PTCT)/ Mother to Child Transmission (MTCT).

27. Hak bayi mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis yang jelas serta memberikan pilihan bagi Ibu dan Bayi.

28. Hak pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak yang dijaminkan oleh Pemerintah.

29. Hak kesehatan bagi Remaja.30. Hak kesehatan bagi orang dengan kekhusus-an fungsi tubuh.31. Hak atas perbaikan gizi.32. Hak atas kesehatan jiwa.33. Hak tetap sehat dengan adanya situasi dan kondisi terkait penyakit menular.34. Hak mendapatkan kesehatan kerja.35. Hak untuk mendapatkan bagian dalam layanan yang dibiayai melalui 5% APBN dengan alokasi utama bagi

penduduk miskin, kelompok lanjut usia, dan anak terlantar.36. Hak untuk mendapatkan bagian dalam layanan yang dibiayai melalui 10% APBD terutama bagi penduduk

miskin, kelompok lanjut usia, dan anak terlantar.

UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :

Page 16: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Prektek kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan;

Dokter dan dokter gigi adalah dokter , dokter spesialis dokter gigi, dan dokter spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran baik di dalam maupun luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia

sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Konsil Kedokteran Indonesia adalah suatau badan otonom, mendiri, nonstructural dan Konsil kedokteran Gigi.

Sertifikat Konpentensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan prektek kedokteran si seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.

Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap dokter dan dokter gigi yang telah memiliki sertifikat konpetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk melakukan tindakan profesinya.

Regisrasi adalah pencatatan ulang terhadap dokter dan doktr gigi yang telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.

Surat izin praktik adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan.

Surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi adalah bukti tertulis yang diberika oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada dookter dan dokter gigi yang telah diregistrasi

Sarjana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedoktaran gigi.

Pasein adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.

Profesi kedokeran atau kedoketran gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran atau kedokteran gigi yang dilaksanakan berdasarkan auatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang

bersifat melayani masyarakat.

Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi.

Kolegium kedokteran Indonesia dan kolegium kedokteran gigi Indonesia adalah badan yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing cabang disiplin ilmu yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu

tersebut.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang berwanang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan

kedokteran gigi, dan menetapkan sangsi.

Menteri dalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.

Pasal 5

Konsil Kedokteran Indonesia berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.

Bagian Kedua

Funsi, Tugas, dan Wewenang

Pasal 6

Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai fungsi peraturan, pengesaha, serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis.

Page 17: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Pasal 7

Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai tugas :

Melakukan registrasi dokter dan dokter gigi.

Mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi; dan

Melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terakit sesuai dengan fungsi masing-masing.

Standar pendidikan profesi dikter dan dokter gigi yang disahkan Konsil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia dengan kolegium kedokteran, kolegium kedokteran gigi,

asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.

Pasal 8

Dalam menjalankan tugas sebagai mana dimaksud Pasal 7 Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai wewenang.

Menyetujui dan menolak peermohonan registrasi dokter dan dokter gigi;

Menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi;

Mengesahkan standar kompetensi doktrer dan dokter gigi;

Melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi;

Mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi;

Melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai pelaksanaanetika profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika profesi.

Pasal 9

Ketentuan labih lanjut mengenai fungsi dan tugas Konsil Kedokteran Indonesia diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 10

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi diatur dengan Peraturan Konsil kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi.

Bagian Ketiga

Susunan Organisasi dan Keanggotaan

Pasal 11

Susunan Organisasi Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas :

Konsil Kedokteran; dan

Konsil Kedokteran Gigi.

Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing terdiri atas 3 (tiga) divisi, yaitu:

Divisi Registrasi;

Divisi Standar Pendidikan Profesi; dan

Page 18: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Divisi Pembinaan

Pasal 12

Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas :

Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas 3 (tiga) orang merangkap anggota,

Pimpinan Konsil Kedokteran dan Pimpinan Konsil Kedokteran gigi masing-masing 1 (satu) orang merangkap anggota; dan

Pimpinan divisi pada Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokter Gigi masing-masing 1 (satu) orang merangkap anggota

Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja secara kolektif.

Pimpinan konsil Kedokteran Indonesia sebagai mana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penanggung jawaban tertinggi.

Pasal 13

Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang kedua dan 2 (dua) orang wakil ketua.

Pimpinan Konsil Kedokteran terdiri atas seseorang ketua dan 3 (tiga) orang ketua devisi

Pasal 14

Jumlah Anggota Konsil Kedokteran Indonesia 17 (tujuh belas) orang yang terdiri atas unsur-unsuryang berasal dari :

Organisasi profesi kedokteran 2 (dua) orang;

Organisasi profesi kedokteran gigi 2 (duaA) orang;

Asosiasi institusi pendidikan kedokteran 1 (satu) orang;

Asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi 1 (satu) orang;

Kolegium kedokteran 1 (satu) orang;

Kolegium kedokteran gigi 1 (satu) orang;

Asosiasi rumah sakit pendidikan 2 (dua) orang;

Tokoh masyarakat 3 (tiga) orang;

Departemen Kesehatan 2 (dua) orang;

Departemen Pendidikan Nasional 2 (dua) orang.

Tata cara pemilihan tokoh masyarakat sebagai mana domaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia

Keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri.

Menteri dalam mengusulkan keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia harus berdasarkan usulan dari organisasi dan asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia diatur dengan Peraturan Presiden.

Page 19: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Pasal 15

Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia, pimpinan Konsil Kedokteran, pimpinan Konsil Kedokteran Gigi, pimpinan divisi pada Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi dipilih oleh anggota dan ditetapkan oleh rapat pleno

anggota.

Pasal 16

Masa bakti keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

Pasal 17

Anggota Konsil Kedokteran Indonesia sebelum memangku jabatan wajib mencakup sumpah/janji, menurut agamanya di hadapan Presiden

Sumpah/Janji sebagaimana dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk melaksanakan tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau pemberian.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya dalam menjalankan tugas ini, senantiasa menjunjung tinggi ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dan mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan dokter atau dokter gigi.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia dan taat kepada dan akan mempertaruhkan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta peraturan

perundang-undangan yang berlaku bagi negara Republik Indonesia.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh seksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan

golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, Masyarakat, bangsa dan negara.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang

diamanatkan Undang-undang kepad saya".

Pasal 18

Untuk dapat diangkat sebagai anggota Konsil Kedokteran Indonesia, yang bersangkutan harus memenuhi syarat sebagai berikut :

Warga negara Republik Indonesia

Sehat jasmani dan rohani

Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia

Berkelakuan baik

Berusia sekurang-kurangnya 40(empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada waktu menjadi anggota Konsil Kedokteran Indonesia

Pernah melakukan praktik kedokteran paling sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi, kecuali untuk wakil dari masyarakat

Cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integrasi lainnya pada saat diangkat dan selama menjadi anggota Konsil Kedokteran Indonesia

Page 20: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Melepaska jabatan structural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat danselama menjadi anggota Konsil Kedokteran Indonesia

Pasal 19

Anggota Konsil Kedokteran Indonesia berhanti atau diberhentikan karena :

Berakhir masa jabatan sebagai anggota.

Mengundurka diri atas permintaan sendiri

Meninggal dunia

Bertampat timggal di luar wilayah Republik Indonesia

Tidak mampu lagi melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan, atau

Dipindahkan karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dalam hal anggota Konsil Kedokteran Indonesia menjadi tersangka tindak podana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya.

Pemberhentiaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 (dua) bukan anggota Konsil Kedokteran Indonesia.

Dalam menjalankan tugasnyha sekretaris bertanggung jawab kepada pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia.

Ketentuan fungi dan tugas sekretaris dilakukan oleh pegawai Konsil Kedokteran Indonesia

Pasal 20

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya Konsil Kedokteran Indonesia dibantu sekretaris yang dipimpin oleh seorang sekretaris.

Sektretaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.

Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan anggota Konsil Kedokteran Indonesia.

Dalam menjalankan tugasnya sekretaris bertanggung jawab kepada pemimpinan Konsil Kedokteran Indonesia.

Ketentuan fungi dan tugas sekretaris dilakukan oleh pegawai Konsil Kedokteran Indonesia

Pasal 21

Pelaksanaan tugas secretariat dilakukan oleh pagawai Konsil Kedokteran Indonesia

Pegawai sebagai mana dimaksud pada ayat (1) untuk pada peraturan perundang-undangan tentang kepegawaian.

Bagian Keempat

Tata Kerja

Pasal 22

Setiap keputusan Konsil Kedokteran Indonesia yang bersifat mengatur diputuskan oleh rapat pleno anggota.

Rapat Pleno Konsil Kedokteran Indonesia dianggap sah jika dihadiri oleh oaling sedikit setengah dari jumlah anggota ditambah satu.

Keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat.

Page 21: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Dalam hal tidak terdapat kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka dapat dilakukan pemungutan suara.

Pasal 23

Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan tugas anggota dan pegawai konsil agar pelaksanaan tugas dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 24

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Konsil Kedokteran Indonesia diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia

Bagian Kelima

Pembiayaan

Pasal 25

Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Konsil Kedokteran Indonesia dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

BAB IV

STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEDOKETERAN DAN KEDOKTERAN GIGI

Pasal 26

Standar pendidikan profesi kedokteran dan standar pemdidikan profesi kedokteran gigi disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia

Standar pendidikan profesi kedokteran dan standar pendidikan profesi kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Untuk pendidikan profesi dokter atau dokter gigi disusun oleh asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokeran gigi; dan

Untuk pendidikan profesi dokter spesialis atau dokter atau dokter gigi spesialis disusun oleh kkolegium kedokteran atau kedokteran gigi.

Asosiasi institusi pendidikan kedokterann atau kedokteran gigi dalam menyusun standar pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hururf a berkoordinasi dengan organisasi profesi, kolegium,asosiasi rumah

sakit pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional, dan Departemen Kesehatan.

Kolegium kedokteran atau kedokteran gigi dalam menyusun standar pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berkoordinasi dengan organisasi profesi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau

kedokteran gigi, asosiasi rumah sakit pendidikan, Departemen Pendidikan Nasiolan, dan Departemen Kesehatan.

BAB V

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEDOKTERAN DANNKEDOKTERAN GIGI

Pasal 27

Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi, untuk memberikan kompetensi kepada dokter atau dokter gigi, dilaksanakan sesuai dengan pendidikan standar pendidikan profesi kedokteran atau kedokteran gigi.

Pasal 28

Setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh

Page 22: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

organisasi profesi dalam rangka penyerapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi.

Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh organisasi profesi kedokteran atau kedokteran gigi.

BAB VI

REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI

Pasal 29

Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.

Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi sebagai mana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.

Untuk memperoleh surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi harus memilih persyaratan :

Memiliki ijazah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, atau dokter gigi spesialis;

Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janjji dokter atau dokter gigi;

Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;

Memiliki sertifikat kompetensi; dan

Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasidokter gigi berlaku selama 5 (lima) tahun dan registrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali dengan tetap memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 (tiga) huruf c

dan huruf d.

Ketua Konsil Kedokteran dan Kedokteran Gigi dalam melakukan registrasi ulang harus mendengar pertimbangan ketuqa divisi registrasi dan ketua divisi pembinaan.

Ketua Konsil Kedokteran dan Ketua Konsil Kedokteran Gigi berkewajiban untuk memelihara dan menjaga registrasi dokter dan dokter gigi.

Pasal 30

Dokter dan dokter gigi lulusan luar negriyang akan melaksanakan praktik kedokteran di Indonesia harus dilakukan evaluasi.

Evaluasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) meliputi :

Kesahan ijazah;

Kemampuan untuk melakukan praktik kedokteran yang dinyatakan dengan suarat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi.

Mempunyai surat pernyataan telah megucapkan sumpah/janji dokter atau dokter gigi.

Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

Dokter dan dokter gigi warga negara asing selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan

berbahasa Indonesia

Page 23: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3) diberikan surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi oleh Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 33

Dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;

Habis masa berlakunya dan yang bersangkutan tidak mendaftar ulang;

Atas permintaan yang bersangkutan;

Yang bersangkutan meninggal dunia; atau

Dicabut Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 34

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara registrasi, registrasi ulang, registrasi sementara, dan registrasi bersyarat diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 35

Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas :

Mewawncarai pasien;

Memeriksa fisik dan mental pasien;

Menentukan pemeriksaan penunjang;

Menegakkan diagnosis;

Menetukan penataletakan dan pengobatan pasien;

Melakukan tindakan kedokteran atau tindakan kedokteran gigi;

Menulis resep obat dan alat kesehatan;

Menerbitka surat keterangan dokter atau dokter gigi;

Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diijinkan; dan

Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang prektik di daerah terpencil yang tidak ada apotik.

Selain kewenangan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) kewenangan lainnya diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

BAB VII

PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

Bagian Kesatu

Surat Izin Praktik

Pasal 36

Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik.

Pasal 37

Page 24: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Surat izin praktik sebagaiman dimaksudkan dalam Pasal 36 dikeluarkann oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan.

Suatu izin peraktik dokter atau dokter gigi sebagai mana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat.

Suatu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.

Pasal 38

Untuk mendapatkan surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dokter atau dokter gigi harus :

memiliki surat tanda registrasi kedokteran atau surat tanda registrasi dokter gigi yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 31, dan Pasal 32;

Mempunyai tempat praktik; dan

Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.

Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang :

Surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi masih berlaku; dan

Tempat izin praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin praktik.

Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin paraktik diatur Peraturan Materi.

Bagian Kedua

Palaksanaan Praktik

Pasal 39

Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau doktrer gigi dengan pasien dalam upaya untuk memelihara kesehatan, pencegahan penyakit, meningkatkan kesehatan, pengobatan penyakit

dan pemulihan kesehatan.

Pasal 40

Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 wajib memasang papan nama praktik kedokteran.

Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik disarana pelayanan kesehatan, pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran.

Pasal 42

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran disarana pelayanan kesehatan tersebut.

Pasal 43

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanan praktik kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga

Pemberian Pelayanan

Paragaraf 1

Page 25: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Standar Pelayanan

Pasal 44

Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.

Standar pelayanan sebagaimana pada ayat (1) dibedakan menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.

Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Mentri.

Paragraf 2

Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi

Pasal 45

Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapatkan persetujuan.

Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapatkan penjelasan secara lengkap.

Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :

Diagnosis dan tata cara tindakan medis;

Tujuan tindakan medis yang dilakukan;

Alternatif tindakan lain dan resikonya;

Risiko dan komplikasi yang mukin terjadi; dan

Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.

Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetuajuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.

Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 3

Rekam Medis

Pasal 46

Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalanka praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.

Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai meneriman pelayanan kesehatan.

Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.

Pasal 47

Dokumen rekam medis sebagai mana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.

Page 26: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Rekam medis sebagaimana simaksudkan pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 4

Rahasia Kedokteran

Pasal 48

Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.

Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi paraturan penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 5

Kendali Mutu dan Kendali Biaya

Pasal 49

Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran atau kedokteran gigi wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya.

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan audit medis.

Pembinaan dan pengawasan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh organisasi profesi.

Paragraf 6

Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi

Pasal 50

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak:

Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

Memberika pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;

Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan

Menerima imbalan jasa.

Pasal 51

Dokter atau dookter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban:

Memberikan pelayanan medis sesuai dengan stanadr profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

Merujuk pasien kedokter atau kedokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kamampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;

Page 27: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;

Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan

Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

Paragraf 7

Hak dan Kewajiban Pasien

Pasal 52

Pasien, dalam menerima pelayanan para praktik kedokteran, mempunyai hak:

Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3);

Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;

Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

Menolak tindakan medis; dan

Mendapat isi rekam medis.

Paragraf 8

Pembinaan

Pasal 54

Dalam rangka terselenggaranya praktik kedokteran yang bermutu dan melidungi masyarakat sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, perlu dilakukan pembinaan terhadap dokter atau

dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran.

Pembinaan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dilakukan oleh Konsil Kedokteran Indonesia bersama-sama dengan organisasi profesi.

BAB VIII

DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI

Bagian Kesatu

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

Pasal 55

Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran, dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedoktrean Indonesia merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia.

Mejelis Kehormatan Disiplin Indonesia dalam menjalankan tugasnya bersifat independent.

Pasal 56

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertanggung jawab kepada Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 57

Page 28: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi dapat dibentuk oleh Konsil Kedokteran Indonesia atas usul Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

Pasal 58

Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang ketua, seorang wakil, dan seorang sekretaris.

Pasal 59

Keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia tersiri atas 3 (tiga) orang dokter dan 3 (tiga) orang dokter gigi dari organisasi profesi masing-masing, seorang dokter dan seorang dokter gigi mewakili asosiasi

rumah sakit, dan 3 (tiga) orang sarjana hukum.

Untuk dapat diangkat sebagai anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia harus dipenuhi syarat sebagai berikut :

Warga negara Republik Indonesia;

Sehat jasmani dan rahani;

Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;

Berkelakuan baik;

Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat diangkat;

Bagi dokter atau dokter gigi, pernah melakukan praktik kedokteran paling sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi;

Bagi sarjana hukum, pernah melakukan praktik dibidang hukum paling sedikit 10 (sepuluh) tahundan memiliki pengetahuan di bidang hukum kesehatan; dan

Cakap, juju, memiliki moral, etika, dan integritas yang tinggi serta memiliki reputasi yang baik.

Pasal 60

Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Menteri atas usul organisasi profesi.

Pasal 61

Masa bakti keanggotaan Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 adalah 5 (lima) kali masa jabatan.

Pasal 62

Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sebelum mengaku jabatan wajib mengucapkan sumpah/janji sesuai dengan agama masing-masing di hadapan Ketua Kedokteran Indonesia

Sumpah /janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :

"Sumpah/Janji sebagaimana dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk melaksanakan tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau pemberian.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya dalam menjalankan tugas ini, senantiasa menjunjung tinggi ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dan mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan dokter atau dokter gigi.

Page 29: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia dan taat kepada dan akan mempertaruhkan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta peraturan

perundang-undangan yang berlaku bagi negara Republik Indonesia.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh seksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan

golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, Masyarakat, bangsa dan negara.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang

diamanatkan Undang-undang kepada saya".

Pasal 63

Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dipilih dan ditetapkan oleh rapat pleno anggota.

Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :

Identitas pengadu;

Nama dan alat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan; dan

Alasan pengaduan.

Pengaduan sebagai dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.

Bagian Keempat

Pemeriksaan

Pasal 67

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan kepurusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi.

Pasal 68

Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan kepada organisasi profesi.

Bagian Keempat

Keputusan

Pasal 69

Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter, dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia.

Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sangsi disiplin

Sangsi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :

Pemberian peringatan tertulis;

Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktek; dan /atau

Page 30: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.

Bagian Kelima

Pengaturan Lebih Lanjut

Pasal 70

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara pengaduan, dan tata cara pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur

dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

BAB IV

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 71

Pemerintah Pusat, Konsil Kedokteran Indonesia, pemerintahan daerah, organisasi profesi membina serta mengawasi praktik kedokteran sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing.

Pasal 72

Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 diarahkan untuk :

Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan dokter dan dokter gigi;

Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan dokter dan dokter gigi; dan

Memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, dokter, dan dokter gigi.

Pasal 73

Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi

dan/ atau surat izin praktik.

Setiap orang dilarang menggunakan alat, netode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat

tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan prundang-undangan.

Pasal 74

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan dokter gigi yang menyelenggarakan praktik dokter dapat dilakukan audit medis.

BAB X

KETENTUAN PIDANA

Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana penjara palikg lama 3 (tiga) tahun atau denda

paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Setiap dokter atau dokter gigi warganegara asing yang dengan sengaja melakukan praktiknkedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana

penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau dengan paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Page 31: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana

penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda palling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 76

Setiap dokter dan dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda

paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 77

Setiap orang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuklain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi

dokter gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 78

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara-cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang

telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (20 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau

denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 79

Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paloing banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:

Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 ayat (1);

Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagai mana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1); atau

Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagai mana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e.

Pasal 80

Setiap orang yang dengan sengaja memperkejakan dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau dengan paling banyak Rp. 300.000.00,00

(tigaratus juta rupiah).

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman

tambahan berupa pencabutan izin.

BAB XI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 81

Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan uang merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik kedokteran,

masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 82

Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki surat penugasan dan/atau surat izin praktik, dinyatakan telah memiliki surat tanda registrasi dan surat izin praktik berdasarkan Undang-undang ini.

Page 32: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Surat penugasan dan surat izin praktik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) harus disesuaikan dengan surat tanda registrasi dokter, suraat registrasi dokter gigi, dan surat izin praktik berdasarkan Undang-Undang ini paling

lama 2 (dua) tahun setelah Konsil Kedokteran Indonesia terbentuk.

Pasal 83

Pengaduan atas adanya dugaan pelanggaran disiplin pada saat belum terbentuknya Majelis Kehoramatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditangani oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi di Tingkat Pertama dan Menteri pada

Tingkat Banding.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Menteri dalam menangani pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membentuk Tim yang terdiri dari unsur-unsur profesi untuk memberikan pertimbangan.

Putusan berdasarkan pertimbangan Tim dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi atau Menteri sesuai dengan fungsi dan tugasnya.

Pasal 84

Untuk pertama kali anggota Konsil Kedokteran Indonesia diusulkan oleh Menteri dan diangkat oleh Presiden.

Keanggotan Konsil Kedokteran Indonesiasebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku uintuk masa jabatan 3 (tiga) tahun sejak diangkat.

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 85

Dengan Undang-Undang ini maka Pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan dokter dan dokter gigi, dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 86

Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) harus dibentuk paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 87

Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus dibentuk paling lambat 1(satu) bulan sebelum masa jabatan keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2)

berakhir.

Pasal 88

Undang-Undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan.

Undang-Undang No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran diundangkan pada tanggal 6 Oktober 2004 untuk mengatur praktik kedokteran dengan tujuan agar dapat memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.

Pada bagian awal, Undang-Undang No 29/2004 mengatur tentang persyaratan dokter untuk dapat berpraktik kedokteran, yang dimulai dengan keharusan memiliki sertifikat kompetensi kedokteran yang diperoleh dari Kolegium selain ijasah dokter yang telah dimilikinya, keharusan memperoleh Surat Tanda Registrasi dari Konsil Kedokteran Indonesia dan kemudian memperoleh Surat ijin Praktik dari Dinas Kesehatan Kota / Kabupaten. Dokter juga harus telah mengucapkan sumpah dokter, sehat fisik dan mental serta menyatakan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. Dengan demikian secara formal dokter harus memiliki STR dan SIP yang masih berlaku apabila ingin berpraktik.

Selain mengatur persyaratan praktik kedokteran di atas, Undang-Undang No 29/2004 juga mengatur tentang organisasi Konsil Kedokteran, Standar Pendidikan Profesi Kedokteran serta Pendidikan dan Pelatihannya, dan

Page 33: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

proses registrasi tenaga dokter. Pada bagian berikutnya, Undang-Undang No 29/2004 mengatur tentang penyelenggaraan praktik kedokteran. Dalam bagian ini diatur tentang perijinan praktik kedokteran, yang antara lain mengatur syarat memperoleh SIP (memiliki STR, tempat praktik dan rekomendasi organisasi profesi), batas maksimal 3 tempat praktik, dan keharusan memasang papan praktik atau mencantumkan namanya di daftar dokter bila di rumah sakit. Dalam aturan tentang pelaksanaan praktik diatur agar dokter memberitahu apabila berhalangan atau memperoleh pengganti yang juga memiliki SIP, keharusan memenuhi standar pelayanan, memenuhi aturan tentang persetujuan tindakan medis, memenuhi ketentuan tentang pembuatan rekam medis, menjaga rahasia kedokteran, serta mengendalikan mutu dan biaya.

Penjelasan pada proses informed consent setidaknya harus meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan lain dan risikonya, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosisnya. Persetujuan pasien atau oleh yang berhak menyetujuinya dapat dilakukan secara lisan ataupun tertulis, namun demikian disebutkan bahwa tindakan yang memiliki risiko tinggi membutuhkan persetujuan tertulis. Undang-undang mengijinkan pengungkapan rahasia kedokteran untuk kepentingan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri atau berdasarkan ketentuan undang-undang.

Pada bagian tersebut Undang-Undang juga mengatur tentang hak dan kewajiban dokter dan pasien. Beberapa hak dokter adalah memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional, bekerja sesuai dengan standar profesi dan SOP, menerima informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan memperoleh imbalan jasa. Sedangkan hak pasien adalah hak memperoleh penjelasan tentang penyakit, tindakan medis, manfaat, alternatif, risiko, komplikasi dan prognosisnya, hak untuk menyetujui atau menolak tindakan medis, serta hak mendapatkan isi rekam medis.

Pada bagian berikutnya Undang-Undang No 29/2004 mengatur tentang disiplin profesi. Undang-Undang memandatkan pendirian Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang bertugas menerima pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter. Sanksi yang diberikan oleh MKDKI adalah berupa peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan STR dan/atau SIP, dan kewajiban mengikuti pendidikan dan pelatihan tertentu yang dibutuhkan. Pengaduan ke MKDKI tidak menghalangi penuntutan pidana dan/atau perdata.

Pada akhirnya Undang-Undang No 29/2004 mengancam pidana bagi mereka yang berpraktik tanpa STR (ps 75) dan atau SIP (ps 76), mereka yang bukan dokter tetapi bersikap atau bertindak seolah-olah dokter (ps 77 dan 78), dokter yang berpraktik tanpa membuat rekam medis, tidak memasang papan praktik atau tidak memenuhi kewajiban dokter (ps 79). Pidana lebih berat diancamkan kepada mereka yang mempekerjakan dokter yang tidak memiliki STR dan/atau SIP (ps 80).

Undang-Undang No 29/2004 berlaku setelah satu tahun sejak diundangkan (6 Oktober 2005), bahkan penyesuaian STR dan SIP diberi waktu hingga dua tahun sejak Konsil Kedokteran terbentuk (29 April 2007).

UU Praktik Kedokteran belum bisa diterapkan secara sempurna apabila peraturan pelaksanaannya belum seluruhnya dibuat. Peraturan Konsil yang harus dibuat adalah ketentuan tentang Fungsi & Tugas KKI; Fungsi, Tugas, Wewenang KK / KKG; Pemilihan tokoh masyarakat sebagai anggota; Tata Kerja KKI; Tata cara Registrasi; Kewenangan dokter / dokter gigi; Tata cara pemilihan Pimpinan MKDKI dan Tata Laksana kerja MKDKI. Peraturan Menteri Kesehatan yang harus dibuat, atau direvisi bila sudah ada, adalah peraturan tentang Ijin Praktik, Pelaksanaan Praktik, Standar Pelayanan, Persetujuan Tindakan Medik, Rekam Medis, dan Rahasia Kedokteran.

Selain itu masih diperlukan pembuatan berbagai standar seperti standar profesi yang di dalamnya meliputi standar kompetensi, standar perilaku dan standar pelayanan medis, serta standar pendidikan. Bahkan beberapa peraturan pendukung juga diperlukan untuk melengkapinya, seperti UU perumahsakitan, peraturan tentang penempatan dokter dalam rangka pemerataan pelayanan kedokteran, pendidikan dokter spesialis, pelayanan medis oleh tenaga kesehatan non medis – terutama dalam hal tidak adanya tenaga medis, penataan layanan kesehatan non medis (salon, pengobatan tradisionil, pengobatan alternatif), dan lain-lain.

Saat ini Konsil Kedokteran Indonesia telah mengeluarkan Peraturan KKI No 1 tahun 2005 tentang Registrasi Dokter dan Doktergigi berikut Pedomannya, sedangkan Menteri Kesehatan telah mengeluarkan Permenkes No 1419 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan praktik dokter dan dokter gigi.

Beberapa ketentuan dalam peraturan-peraturan tersebut telah “memperluas dan menjelaskan” ketentuan dalam UU, seperti ketentuan bagi mahasiswa kedokteran dan peserta PPDS, evaluasi lulusan luar negeri, registrasi ulang, kewenangan dinas kesehatan kabupaten/kota mempertimbangkan keseimbangan jumlah dokter dengan kebutuhan pelayanan kesehatan serta kewenangan untuk menugaskan dokter untuk bekerja di rumah sakit tertentu untuk kepentingan pelayanan tanpa memiliki SIP di rumah sakit tersebut. Permenkes 1419 bahkan “memperlunak” ketentuan tentang pembatasan 3 tempat praktik dengan membolehkan dokter bekerja di rumah sakit pendidikan berikut seluruh jejaringnya dengan keharusan hanya memiliki satu SIP dan kemungkinan dokter bekerja dengan berdasarkan surat tugas dari dinkes Kab/kota sebagaimana di atas.

Masyarakat kedokteran dapat mengidentifikasi beberapa kelemahan UU, bahkan juga “kesalahan” UU, diantaranya tentang ketentuan pidana yang berlebihan, tidak diaturnya PPNS, mudahnya pembukaan rahasia kedokteran, pembatasan 3 tempat praktik tanpa jalan keluar bagi keahlian yang terbatas jumlahnya, serta belum adanya ketentuan yang berkaitan dengan malpraktik medis. Mukernas IDI di bulan Desember 2005 menyepakati

Page 34: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

perlunya peninjauan kembali UU Praktik Kedokteran, tidak hanya bertujuan untuk menambal-sulam kekurangan UU, melainkan juga melengkapinya sehingga UU tersebut betul-betul dapat mencapai tujuannya.

UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:1.Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.2.Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan

nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.3.Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif.4.Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan

kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di Rumah Sakit.5.Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang

kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

6.Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

7.Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

BAB IIASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan

pasien, serta mempunyai fungsi sosial.

Pasal 3Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:

a.mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;b.memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya

manusia di rumah sakit;c.meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan

d.memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.

BAB IIITUGAS DAN FUNGSI

Pasal 4

Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.

Pasal 5Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Rumah Sakit mempunyai fungsi :

a.penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;b.pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua

dan ketiga sesuai kebutuhan medis;c.penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam

pemberian pelayanan kesehatan; dand.penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka

peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan;

BAB IVTANGGUNG JAWAB

PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAHPasal 6

Page 35: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

(1)Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk :a.menyediakan Rumah Sakit berdasarkan kebutuhan masyarakat;

b.menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit bagi fakir miskin, atau orang tidak mampu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

c.membina dan mengawasi penyelenggaraan Rumah Sakit;d.memberikan perlindungan kepada Rumah Sakit agar dapat memberikan pelayanan kesehatan secara profesional

dan bertanggung jawab;e.memberikan perlindungan kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan;f.menggerakkan peran serta masyarakat dalam pendirian Rumah Sakit sesuai dengan jenis pelayanan yang

dibutuhkan masyarakat;g.menyediakan informasi kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat;

h.menjamin pembiayaan pelayanan kegawatdaruratan di Rumah Sakit akibat bencana dan kejadian luar biasa;i.menyediakan sumber daya manusia yang dibutuhkan; dan

j.mengatur pendistribusian dan penyebaran alat kesehatan berteknologi tinggi dan bernilai tinggi.(2)Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan kewenangan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan

BAB VPERSYARATAN

Bagian KesatuUmumPasal 7

(1)Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan.

(2)Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau swasta.(3)Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi tertentu, atau Lembaga

Teknis Daerah dengan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4)Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan.

Bagian KeduaLokasiPasal 8

(1)Persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan

penyelenggaraan Rumah Sakit.(2)Ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyangkut

Upaya Pemantauan Lingkungan, Upaya Pengelolaan Lingkungan dan/atau dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3)Ketentuan mengenai tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan

dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.(4)Hasil kajian kebutuhan penyelenggaraan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan

pada studi kelayakan dengan menggunakan prinsip pemerataan pelayanan, efisiensi dan efektivitas, serta demografi.

Bagian KetigaBangunan

Pasal 9

Persyaratan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus memenuhi :a.persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung pada umumnya, sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan; dan

Page 36: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

b.persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang

usia lanjut.

Pasal 10

(1)Bangunan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harus dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi kesehatan.(2)Bangunan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas ruang:

a.rawat jalan;b.ruang rawat inap;

c.ruang gawat darurat;d.ruang operasi;

e.ruang tenaga kesehatan;f.ruang radiologi;

g.ruang laboratorium;h.ruang sterilisasi;

i.ruang farmasi;j.ruang pendidikan dan latihan;k.ruang kantor dan administrasi;

l.ruang ibadah, ruang tunggu;m.ruang penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit;

n.ruang menyusui;o.ruang mekanik;

p.ruang dapur;q.laundry;

r.kamar jenazah;s.taman;

t.pengolahan sampah; danu.pelataran parkir yang mencukupi.

(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian KeempatPrasaranaPasal 11

(1)Prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dapat meliputi:a.instalasi air;

b.instalasi mekanikal dan elektrikal;c.instalasi gas medik;

d.instalasi uap;e.instalasi pengelolaan limbah;

f.pencegahan dan penanggulangan kebakaran;g.petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat;

h.instalasi tata udara;i.sistem informasi dan komunikasi; dan

j.ambulan.

(2)Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggaraan Rumah Sakit

(3)Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik.(4)Pengoperasian dan pemeliharaan prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan

oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya.(5)Pengoperasian dan pemeliharaan prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan.(6)Ketentuan lebih lanjut mengenai prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan

ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kelima

Page 37: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Sumber Daya ManusiaPasal 12

(1)Persyaratan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) yaitu Rumah Sakit harus memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian,

tenaga manajemen Rumah Sakit, dan tenaga nonkesehatan.(2)Jumlah dan jenis sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan jenis dan

klasifikasi Rumah Sakit.(3)Rumah Sakit harus memiliki data ketenagaan yang melakukan praktik atau pekerjaan dalam penyelenggaraan

Rumah Sakit.(4)Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga tidak tetap dan konsultan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

Pasal 13

(1)Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di Rumah Sakit wajib memiliki Surat Izin Praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di Rumah Sakit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3)Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan

mengutamakan keselamatan pasien.(4)Ketentuan mengenai tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14

(1)Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga kesehatan asing sesuai dengan kebutuhan pelayanan.(2)Pendayagunaan tenaga kesehatan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan dengan

mempertimbangkan kepentingan alih teknologi dan ilmu pengetahuan serta ketersediaan tenaga kesehatan setempat.

(3)Pendayagunaan tenaga kesehatan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan bagi tenaga kesehatan asing yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi dan Surat Ijin Praktik

(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan tenaga kesehatan asing pada ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian KeenamKefarmasian

Pasal 15

(1)Persyaratan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau.

(2)Pelayanan sediaan farmasi di Rumah Sakit harus mengikuti standar pelayanan kefarmasian.(3)Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh

Instalasi farmasi sistem satu pintu.(4)Besaran harga perbekalan farmasi pada instalasi farmasi Rumah Sakit harus wajar dan berpatokan kepada harga

patokan yang ditetapkan Pemerintah.(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur

dengan Peraturan Menteri.

Bagian KetujuhPeralatanPasal 16

(1)Persyaratan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) meliputi peralatan medis dan nonmedis harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai.

(2)Peralatan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.

(3)Peralatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi ketentuan dan harus diawasi oleh lembaga yang berwenang.

Page 38: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

(4)Penggunaan peralatan medis dan nonmedis di Rumah Sakit harus dilakukan sesuai dengan indikasi medis pasien.

(5)Pengoperasian dan pemeliharaan peralatan Rumah Sakit harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya.

(6)Pemeliharaan peralatan harus didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan(7)Ketentuan mengenai pengujian dan/atau kalibrasi peralatan medis, standar yang berkaitan dengan keamanan,

mutu, dan manfaat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(8)

Pasal 17

Rumah Sakit yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 tidak diberikan izin mendirikan, dicabut atau tidak

diperpanjang izin operasional Rumah Sakit..

BAB VIJENIS DAN KLASIFIKASI

Bagian KesatuJenis

Pasal 18

Rumah Sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.

Pasal 19

(1)Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.

(2)Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.

(3)Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan

lainnya.

Pasal 20

(1)Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat.(2)Rumah Sakit publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,

dan badan hukum yang bersifat nirlaba.(3)Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan

Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4)Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit privat.

Pasal 21

Rumah Sakit privat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.

Pasal 22

(1)Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan.

(2)Rumah Sakit pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri yang membidangi urusan pendidikan.

Pasal 23

(1)Rumah Sakit pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 merupakan Rumah Sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran,

pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya.

Page 39: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

(2)Dalam penyelenggaraan Rumah Sakit Pendidikan dapat dibentuk Jejaring Rumah Sakit Pendidikan.(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai Rumah Sakit pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua KlasifikasiPasal 24

(1)Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit.

(2)Klasifikasi Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :a.Rumah Sakit umum kelas A;b.Rumah Sakit umum kelas Bc.Rumah Sakit umum kelas C;d.Rumah Sakit umum kelas D.

(3)Klasifikasi Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :a.Rumah Sakit khusus kelas A;b.Rumah Sakit khusus kelas B;c.Rumah Sakit khusus kelas C.

(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB VIIPERIZINAN

Pasal 25

(1)Setiap penyelenggara Rumah Sakit wajib memiliki izin.(2)Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari izin mendirikan dan izin operasional.

(3)Izin mendirikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun.

(4)Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan.

(5)Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Pasal 26

(1)Izin Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri diberikan oleh Menteri setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada

Pemerintah Daerah Provinsi.(2)Izin Rumah Sakit penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diberikan setelah mendapat rekomendasi dari instansi yang melaksanakan urusan penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri.

(3)Izin Rumah Sakit kelas B diberikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

(4)Izin Rumah Sakit kelas C dan kelas D diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 27

Izin Rumah Sakit dapat dicabut jika:a.habis masa berlakunya;

b.tidak lagi memenuhi persyaratan dan standar;c.terbukti melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan; dan/atau

d.atas perintah pengadilan dalam rangka penegakan hukum.

Pasal 28

Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB VIIIKEWAJIBAN DAN HAK

Page 40: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Bagian KesatuKewajibanPasal 29

(1)Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban :a.memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat;

memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit;

b.memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya;c.berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya;

d.menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;e.melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin,

pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;

f.membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;

g.menyelenggarakan rekam medis;h.menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana

untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia;i.melaksanakan sistem rujukan;

j.menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan;

k.memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien;l.menghormati dan melindungi hak-hak pasien;

m.melaksanakan etika Rumah Sakit;n.memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;

o.melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional;p.membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan

lainnya;q.menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws);

r.melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas; dans.memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.

(2)Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi admisnistratif berupa:a.teguran;

b.teguran tertulis; atauc.denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.

(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian KeduaHak Rumah Sakit

Pasal 30

(1) Setiap Rumah Sakit mempunyai hak:a.menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit;

b.menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c.melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan pelayanan;d.menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

e.menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;f.mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan;

g.mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

h.mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.

(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai promosi layanan kesehatan sebagaimana dmaksud pada ayat (1) huruf g diatur dengan Peraturan Menteri.

(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif pajak sebagaimana dmaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Page 41: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Bagian KetigaKewajiban Pasien

Pasal 31

(1)Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit atas pelayanan yang diterimanya.(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian KeempatHak Pasien

Pasal 32

Setiap pasien mempunyai hak:a.memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;

b.memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;c.memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;

d.memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;e.memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;

f.mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;g.memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;h.meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik

(SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;i.mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya;

j.mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta

perkiraan biaya pengobatan;k.memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap

penyakit yang dideritanya;l.didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;

m.menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;

n.memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit;o.mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;

p.menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;q.menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak

sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; danr.mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan

elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IXPENYELENGGARAAN

Bagian KesatuPengorganisasian

Pasal 33

(1)Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel.(2)Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur

pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.

Pasal 34

(1)Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan.

(2)Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harus berkewarganegaraan Indonesia.(3)Pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala Rumah Sakit.

Pasal 35Pedoman organisasi Rumah Sakit ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

Bagian Kedua

Page 42: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Pengelolaan Klinik

Pasal 36

Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan tata kelola Rumah Sakit dan tata kelola klinis yang baik.Pasal 37

(1)Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di Rumah Sakit harus mendapat persetujuan pasien atau keluarganya.

(2)Ketentuan mengenai persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 38

(1)Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran.(2)Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, untuk pemenuhan permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, atas persetujuan

pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 39

(1)Dalam penyelenggaraan Rumah Sakit harus dilakukan audit.(2)Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa audit kinerja dan audit medis.

(3)Audit kinerja dan audit medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan secara internal dan eksternal.

(4)Audit kinerja eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan oleh tenaga pengawas.(5)Pelaksanaan audit medis berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri.

Bagian KetigaAkreditasiPasal 40

(1)Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali.

(2)Akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang berlaku.

(3)Lembaga independen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2)

diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian KeempatJejaring dan Sistem Rujukan

Pasal 41

(1)Pemerintah dan asosiasi Rumah Sakit membentuk jejaring dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan.(2)Jejaring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi informasi, sarana prasarana, pelayanan, rujukan,

penyediaan alat, dan pendidikan tenaga.

Pasal 42

(1)Sistem rujukan merupakan penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal, maupun struktural dan fungsional terhadap kasus penyakit atau

masalah penyakit atau permasalahan kesehatan.(2)Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban merujuk pasien yang memerlukan pelayanan di luar kemampuan

pelayanan rumah sakit.(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan

Menteri.

Bagian KelimaKeselamatan Pasien

Page 43: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

Pasal 43

(1)Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.(2)Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pelaporan insiden,

menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.

(3)Rumah Sakit melaporkan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh Menteri.

(4)Pelaporan insiden keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat secara anonim dan ditujukan untuk mengkoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.

(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian KeenamPerlindungan Hukum Rumah Sakit

Pasal 44

(1)Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada publik yang berkaitan dengan rahasia kedokteran.

(2)Pasien dan/atau keluarga yang menuntut Rumah Sakit dan menginformasikannya melalui media massa, dianggap telah melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada umum.

(3) Penginformasian kepada media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memberikan kewenangan kepada Rumah Sakit untuk mengungkapkan rahasia kedokteran pasien sebagai hak jawab Rumah Sakit.

Pasal 45(1)Rumah Sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau

menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif.

(2)Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.

Bagian KetujuhTanggung jawab Hukum

Pasal 46

Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.

Bagian KedelapanBentukPasal 47

(1)Rumah Sakit dapat berbentuk Rumah Sakit statis, Rumah Sakit bergerak, dan Rumah Sakit lapangan.(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan Rumah Sakit bergerak dan Rumah Sakit

lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB XPEMBIAYAAN

Pasal 48(1)Pembiayaan Rumah Sakit dapat bersumber dari penerimaan Rumah Sakit, anggaran Pemerintah, subsidi

Pemerintah, anggaran Pemerintah Daerah, subsidi Pemerintah Daerah atau sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai subsidi atau bantuan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 49

(1)Menteri menetapkan pola tarif nasional.(2)Pola tarif nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan komponen biaya satuan

pembiayaan dan dengan memperhatikan kondisi regional.(3)Gubernur menetapkan pagu tarif maksimal berdasarkan pola tarif nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

yang berlaku untuk rumah sakit di Provinsi yang bersangkutan.

Page 44: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

(4)Penetapan besaran tarif rumah sakit harus berdasarkan pola tarif nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pagu tarif maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 50

(1)Besaran tarif kelas III Rumah Sakit yang dikelola Pemerintah ditetapkan oleh Menteri.(2)Besaran tarif kelas III Rumah Sakit yang dikelola Pemerintah Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(3)Besaran tarif kelas III Rumah Sakit selain rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit dengan memperhatikan besaran tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 51Pendapatan Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah digunakan seluruhnya secara

langsung untuk biaya operasional Rumah Sakit dan tidak dapat dijadikan pendapatan negara atau Pemerintah Daerah.

BAB XIPENCATATAN DAN PELAPORAN

Pasal 52

(1)Setiap Rumah Sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan tentang semua kegiatan penyelenggaraan Rumah Sakit dalam bentuk Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit.

(2)Pencatatan dan pelaporan terhadap penyakit wabah atau penyakit tertentu lainnya yang dapat menimbulkan wabah, dan pasien penderita ketergantungan narkotika dan/atau psikotropika dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Pasal 53

(1)Rumah Sakit wajib menyelenggarakan penyimpanan terhadap pencatatan dan pelaporan yang dilakukan untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)Pemusnahan atau penghapusan terhadap berkas pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XIIPEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian KesatuUmum

Pasal 54

(1)Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Rumah Sakit dengan melibatkan organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan organisasi kemasyaratan lainnya sesuai dengan tugas

dan fungsi masing-masing.(2)Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk:

a.pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat;b.peningkatan mutu pelayanan kesehatan;

c.keselamatan pasien ;d.pengembangan jangkauan pelayanan; dan

e.peningkatan kemampuan kemandirian Rumah Sakit.(3)Dalam melaksanakan tugas pengawasan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengangkat tenaga pengawas

sesuai kompetensi dan keahliannya.(4)Tenaga pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melaksanakan pengawasan yang bersifat teknis medis

dan teknis perumahsakitan.(5)Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) Pemerintah dan

Pemerintah Daerah dapat mengambil tindakan administratif berupa:a.teguran;

b.teguran tertulis; dan/atauc.denda dan pencabutan izin.

(6)Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 55

Page 45: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

(1)Pembinaan dan pengawasan nonteknis perumahsakitan yang melibatkan unsur masyarakat dapat dilakukan secara internal dan eksternal.

(2)Pembinaan dan pengawasan secara internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Dewan Pengawas Rumah Sakit.

(3)Pembinaan dan pengawasan secara eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia.

Bagian KeduaDewan Pengawas Rumah Sakit

Pasal 56(1)Pemilik Rumah Sakit dapat membentuk Dewan Pengawas Rumah Sakit.

(2)Dewan Pengawas Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suatu unit nonstruktural yang bersifat independen dan bertanggung jawab kepada pemilik Rumah Sakit.

(3)Keanggotaan Dewan Pengawas Rumah Sakit terdiri dari unsur pemilik Rumah Sakit, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat.

(4)Keanggotaan Dewan Pengawas Rumah Sakit berjumlah maksimal 5 (lima) terdiri dari 1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan 4 (empat) orang anggota.

(5)Dewan Pengawas Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas :a.menentukan arah kebijakan Rumah Sakit;

b.menyetujui dan mengawasi pelaksanaan rencana strategis;c.menilai dan menyetujui pelaksanaan rencana anggaran;

d.mengawasi pelaksanaan kendali mutu dan kendali biaya;e.mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien;

f.mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit; dang.mengawasi kepatuhan penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan peraturan perundang-undangan;

(6)Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Pengawas Rumah Sakit diatur dengan Peraturan Menteri

Bagian KetigaBadan Pengawas Rumah Sakit Indonesia

Pasal 57(1)Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Badan

Pengawas Rumah Sakit Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri.(2)Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia bertanggung jawab kepada Menteri.

(3)Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia merupakan unit nonstruktural di Kementerian yang bertanggung jawab dibidang kesehatan dan dalam menjalankan tugasnya bersifat independen.

(4)Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia berjumlah maksimal 5 (lima) orang terdiri dari 1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan 4 (empat) orang anggota.

(5)Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia terdiri dari unsur pemerintah, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat.

(6)Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia dalam melaksanakan tugasnya dibantu sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris.

(7)Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara.

Pasal 58Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia bertugas:

a.membuat pedoman tentang pengawasan Rumah Sakit untuk digunakan oleh Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi;

b.membentuk sistem pelaporan dan sistem informasi yang merupakan jejaring dari Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia dan Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi; dan

c.Melakukan analisis hasil pengawasan dan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk digunakan sebagai bahan pembinaan.

Pasal 59(1)Badan Pengawas Rumah Sakit dapat dibentuk di tingkat provinsi oleh Gubernur dan bertanggung jawab kepada

Gubernur.(2)Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi merupakan unit nonstruktural pada Dinas Kesehatan Provinsi dan dalam

menjalankan tugasnya bersifat independen.(3)Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi terdiri dari unsur pemerintah, organisasi profesi, asosiasi

perumahsakitan, dan tokoh masyarakat.

Page 46: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

(4)Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi berjumlah maksimal 5 (lima) terdiri dari 1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan 4 (empat) orang anggota.

(5)Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Pasal 60Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) bertugas :

a.mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien di wilayahnya;b.mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit di wilayahnya;

c.mengawasi penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan peraturan perundang-undangan;d.melakukan pelaporan hasil pengawasan kepada Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia;

e.melakukan analisis hasil pengawasan dan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah untuk digunakan sebagai bahan pembinaan; dan

f.menerima pengaduan dan melakukan upaya penyelesaian sengketa dengan cara mediasi.

Pasal 61

Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia dan Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XIIIKETENTUAN PIDANA

Pasal 62Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah Sakit tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.

5.000.000.000,00- (lima milyar rupiah).

Pasal 63(1)Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara

dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62.

(2)Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:a.pencabutan izin usaha; dan/ataub.pencabutan status badan hukum.

BAB XIVKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 64(1)Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua Rumah Sakit yang sudah ada harus menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang ini, paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun setelah

Undang-Undang ini diundangkan.(2)Pada saat undang-undang ini berlaku, Izin penyelenggaraan Rumah Sakit yang telah ada tetap berlaku sampai

habis masa berlakunya.

BAB XVKETENTUAN PENUTUP

Pasal 65Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini berlaku semua peraturan perundang-undangan yang mengatur Rumah Sakit tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 66Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

Intisari :1) Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada publik yang berkaitan

dengan rahasia kedokteran.2) Pasien dan/atau keluarga yang menuntut Rumah Sakit dan menginformasikannya melalui

media massa, dianggap telah melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada umum.

Page 47: Skenario 1 Blok Medikolegal Edit

3) Penginformasian kepada media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memberikan kewenangan kepada Rumah Sakit untuk mengungkapkan rahasia kedokteran pasien sebagai hak jawab Rumah Sakit.