Skenario 1 Blok Emergensi

52
SKENARIO 1 PERDARAHAN PERSALINAN Seorang wanita, usia 29 tahun (G4P3A0) aterm, melahirkan bayi laki-laki, ditolong oleh bidan. Bayi langsung menangis, BB 1500 gr, PB 48 cm. Pasca persalinan ibu mengalami perdarahan sehingga bidan merujuk ibu dan bayi ke rumah sakit terdekat. Pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter laki-laki yang sedang bertugas di UGD terhadap ibu didapatkan : TD : 90/60 mmHg ; N : 120 x/mnt ; RR : 24 x/mnt ; suhu : 37,5 0 C. Ibu di diagnosis mengalami HPP (Haemorrhagic Post Partum) ec Atonia uteri. Pemeriksaan terhadap bayi didapatkan suhu 36 0 C. Pada usia 40 jam bayi terlihat kuning, kadar bilirubin total 15 gr/dL, bilirubin indirek 14,2 gr/dL, sehingga dilakukan fototerapi. 1

description

pbl

Transcript of Skenario 1 Blok Emergensi

Page 1: Skenario 1 Blok Emergensi

SKENARIO 1

PERDARAHAN PERSALINAN

Seorang wanita, usia 29 tahun (G4P3A0) aterm, melahirkan bayi laki-laki, ditolong oleh bidan. Bayi langsung menangis, BB 1500 gr, PB 48 cm. Pasca persalinan ibu mengalami perdarahan sehingga bidan merujuk ibu dan bayi ke rumah sakit terdekat.

Pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter laki-laki yang sedang bertugas di UGD terhadap ibu didapatkan : TD : 90/60 mmHg ; N : 120 x/mnt ; RR : 24 x/mnt ; suhu : 37,5 0C. Ibu di diagnosis mengalami HPP (Haemorrhagic Post Partum) ec Atonia uteri.

Pemeriksaan terhadap bayi didapatkan suhu 36 0C. Pada usia 40 jam bayi terlihat kuning, kadar bilirubin total 15 gr/dL, bilirubin indirek 14,2 gr/dL, sehingga dilakukan fototerapi.

1

Page 2: Skenario 1 Blok Emergensi

Wanita (G4P3A0)

Bayi :- BBLR- Hipotermia- Hiperbilirubin

Ibu :- HPP et causa Atonia Uteri- Pre syok

STEP 1

A. Mencari Definisi Kata-Kata Sulit

1. Atonia Uteri : Kegagalan uterus untuk berkontraksi.2. HPP : Perdarahan setelah persalinan.3. Fototerapi : Penyinaran.

B. Membuat Pertanyaan Berdasarkan Skenario

1. Apakah penyebab bayi BBLR?2. Mengapa ibu tersebut mengalami HPP?3. Mengapa bayi menjadi Hiperbilirubinemia?4. Mengapa terjadi HPP et causa Atonia Uteri?5. Mengapa bayi mengalami Hipotermia?

C. Menjawab Pertanyaan Secara Brainstorming

1. Hipertensi, Anemia, Gizi kurang, dll.2. Karena terjadi Atonia uteri, adanya faktor-faktor yang mendukung terjadinya HPP.3. Fisiologis : 72 jam setelah lahir 10 mg/dL. Patologis : 10 jam setelah lahir 10 mg/dL.4. -Karena ibu tersebut sudah melahirkan 4x. -Kekurangan hormon.5. Karena perbedaan suhu.

D. Membuat Hipotesis Berdasarkan Skenario

E. Membuat Sasaran Belajar

2

Page 3: Skenario 1 Blok Emergensi

1. Mampu Menjelaskan dan Memahami tentang Perdarahan Post Partum1.1. Definisi1.2. Epidemiologi1.3. Etiologi1.4. Klasifikasi1.5. Faktor Resiko1.6. Diagnosis1.7. Penatalaksanaan1.8. Pencegahan1.9. Komplikasi1.10. Prognosis

2. Mampu Menjelaskan dan Memahami tentang Hipotermia pada Bayi2.1. Definisi2.2. Etiologi dan Faktor Resiko2.3. Klasifikasi2.4. Manifestasi Klinis2.5. Diagnosis2.6. Penatalaksanaan2.7. Pencegahan2.8. Komplikasi

3. Mampu Menjelaskan dan Memahami tentang Hiperbilirubinemia pada Neonatus3.1. Definisi3.2. Etiologi3.3. Klasifikasi3.4. Faktor Resiko3.5. Diagnosis3.6. Penatalaksanaan3.7. Pencegahan3.8. Komplikasi3.9. Prognosis

4. Mampu Menjelaskan dan Memahami tentang Syok Hipovolemik pada Ibu4.1. Definisi4.2. Etiologi4.3. Manifestasi Klinis4.4. Penatalaksanaan4.5. Prognosis

STEP 2

3

Page 4: Skenario 1 Blok Emergensi

Belajar Mandiri

STEP 3

4

Page 5: Skenario 1 Blok Emergensi

1. Mampu Menjelaskan dan Memahami tentang Perdarahan Post Partum

1.1. Definisi

Pendarahan pasca persalinan (post partum) adalah pendarahan pervaginam 500 ml atau lebih sesudah anak lahir. Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Pendarahan pasca persalinan dapat disebabkan oleh atonia uteri, sisa plasenta, retensio plasenta, inversio uteri, laserasi jalan lahir dan gangguan pembekuan darah.

1.2. Epidemiologi

Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas.Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas- batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih. Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.

1.3. Etiologi

Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas, adalah :a. Etiologi perdarahan postpartum dini :

1. Atonia uteriPerdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta

dari rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum. Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam.

Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim. Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim. Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan

5

Page 6: Skenario 1 Blok Emergensi

secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim

.Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri :

• Umur yang terlalu muda / tua• Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara• Partus lama dan partus terlantar• Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion / janin besar• Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio

plasenta• Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi

2. Laserasi Jalan lahirRobekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan

postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina.- Robekan Serviks

Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri. - Robekan Vagina

Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.- Robekan Perineum

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika.

Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.3. Hematoma

Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami. Hematoma

6

Page 7: Skenario 1 Blok Emergensi

yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan perineum.

4. Retensio PlasentaRetensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam

setelah bayi lahir. Penyebab retensio plasenta :A. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh

lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :1) Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium

lebih dalam.2) Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus

desidua endometrium sampai ke miometrium.3) Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke

serosa.4) Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau

peritoneum dinding rahim.B. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni

uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.

5. SubinvolusiSubinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal

involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.

6. Inversio UteriInversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian

atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.Pembagian inversio uteri :• Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri

namun belum keluar dari ruang rongga rahim.• Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.

7

Page 8: Skenario 1 Blok Emergensi

• Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.

Penyebab inversio uteri :• Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan

intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).• Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta

yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :• Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.• Tarikan tali pusat yang berlebihan.

b. Etiologi perdarahan postpartum lambat :1. Tertinggalnya sebagian plasenta2. Subinvolusi di daerah insersi plasenta3. Dari luka bekas seksio sesaria

1.4. Klasifikasi

1) Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera). Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.

2) Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder atau Perdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau Late PPH). Perdarahan pasca persalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

1.5. Faktor Resiko

Riwayat hemorraghe postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan faktor resiko paling besar untuk terjadinya hemorraghe postpartum sehingga segala upaya harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan penyebabnya. Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan terjadinya hemorraghe postpartum:

1. Grande multipara2. Perpanjangan persalinan3. Chorioamnionitis4. Kehamilan multiple5. Injeksi Magnesium sulfat6. Perpanjangan pemberian oxytocin

1.6. Diagnosis

Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan postpartum 1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :

a. Sisa plasenta dan ketuban

8

Page 9: Skenario 1 Blok Emergensi

b. Robekan rahim c. Plasenta succenturiata

4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang pecah.5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan lain-lain

Tabel.1. Tanda dan Gejala berdasarkan Diagnosis Kerja

DIAGNOSIS GEJALA

DAN TANDA

TANDA DAN GEJALA

LAIN

DIAGNOSIS KERJA

Uterus tidak berkontraksi

dan lembek Perdarahan

segera setelah anak lahir

Syok

Bekukan darah pada

serviks atau posis

terlentang akan

menghambat aliran darah

ke luar

Atonia uteri

Darah segar yang

mengalir segera setelah

bayi lahir

Uterus kontraksi dan

keras

Plasenta lengkap

Pucat

Lemah

Menggigil

Robekan jalan lahir

Plasenta belum lahir

setelah 30 menit

Perdarahan segera (P3)

Uterus berkontraksi dan

keras

Tali pusat putus akibat

traksi berlebihan

Inversio uteri akibat

tarikan

Perdarahan lanjutan

Retensio plasenta

Plasenta atau sebagian

selaput (mengandung

pembuluh darah) tidak

lengkap

Perdarahan segera (P3)

Uterus berkontraksi tetapi

tinggi fundus tidak

berkurang

Tertinggalnya sebagian

plasenta atau ketuban

Uterus tidak teraba

Lumen vagina terisi masa

Tampak tali pusat (bila

Neurogenik syok

Pucat dan limbung

Inversio uteri

9

Page 10: Skenario 1 Blok Emergensi

plasenta belum lahir)

Sub-involusi uterus

Nyeri tekan perut bawah

dan pada uterus

Perdarahan

Lokhia mukopurulen dan

berbau

Anemia

Demam

Endometristis atau sisa

fragmen plasenta

(terinfeksi atau tidak)

Late postpartum

hemorrhage

Perdarahan postpartum

sekunder

1. AnamnesisAnamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung

pada pasien (Auto anamnese) atau pada orang tua atau sumber lain (Allo anamnese). 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis.

Tujuan anamnesis yaitu untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya mengenai kondisi pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara. Ada beberapa kondisi yang sudah dapat ditegaskan dengan anamnesis saja, membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya.

Anamnesis yang baik merupakan tiang utama diagnosis. Anamnesis dimulai dengan mencari keterangan mengenai nama, alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan sebagainya. Keterangan yang didapat ini kadang sudah memberi petunjuk permulaan kepada kita.

Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut:1) Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien

(kemungkinan diagnosis)2) Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan

pasien (diagnosis banding)3) Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor

predisposisi dan faktor risiko)4) Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)5) Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor

prognostik, termasuk upaya pengobatan)6) Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan

diagnosisnya

Riwayat obstetric:A. Riwayat menstruasi meliputi: menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya, keluhan

waktu haid, HPHT.B. Riwayat perkawinan meliputi: usia kawin, kawin yang keberapa, usia mulai hamil.C. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu.1. Riwayat hamil meliputi: waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi

plasenta.2. Riwayat persalinan meliputi: tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin,

apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir.

10

Page 11: Skenario 1 Blok Emergensi

3. Riwayat nifas meliputi: keadaan luka, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi.

4. Riwayat kehamilan sekarang.i. Hamil muda, keluhan selama hamil muda.ii. Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu,

nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain.Riwayat antenatal care meliputi: dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat.

2. Pemeriksaan fisikPemeriksaan tanda-tanda vital:1. Suhu badan. Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap normal. Setelah satu hari

suhu akan kembali normal (360 C – 370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia.2. Denyut nadi. Nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang

semakin berat.3. Tekanan darah. Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia.4. Pernafasan. Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.

Pemeriksaan Khusus:Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi:1. Nyeri/ketidaknyamanan: nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan),

ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma).2. Sistem vaskuler:

a. Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam berikutnya.b. Tensi diawasi tiap 8 jam.c. Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah.d. Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan.e. Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital,

idiopatik trombositopeni purpura.3. Sistem Reproduksi

a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya.

b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau.c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan

apakah ada jahitannya yang lepas.d. Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak.e. Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum.f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum

kehamilan (sub involusi).4. Traktus urinarius.Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar

atau tidak, spontan dan lain-lain.5. Traktur gastro intestinal.Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi.6. Integritas Ego: mungkin cemas, ketakutan dan khawatir.

3. Pemeriksaan penunjang1. Golongan darah: menentukan Rh, ABO, dan percocokan silang.2. Jumlah darah lengkap: menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah

putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil: 12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak

11

Page 12: Skenario 1 Blok Emergensi

hamil: 37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000).

3. Kultur uterus dan vagina: mengesampingkan infeksi pasca partum.4. Urinalisis: memastikan kerusakan kandung kemih.5. Profil koagulasi: peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin

(FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen: masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID Sonografi: menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.

1.7. Penatalaksanaan

Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin.Terapi pada pasien dengan perdarahan postpartum mempunyai 2 bagian pokok : a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan

Pasien dengan perdarahan postpartum memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ – organ penting. Pantau terus perdarahan, kesadaran dan tanda tanda vital pasien. Pastikan dua kateter intravena ukuran besar untuk memudahkan pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat.

Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (dikatakan perfusi cairan

ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1 jam 30 cc atau lebih)

b. Manajemen penyebab perdarahan postpartumTentukan penyebab perdarahan postpartum :

Atonia uteriPeriksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di fundus uteri dan

lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina. Apabila uterus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras dan pemberian oxytocin.

Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus dan memudahkan tindakan selanjutnya. Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut, letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan ditekankan pada fornix anterior.

Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian oxytocin dan kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah ergotamine.

(KOMPRESI BIMANUAL INTERNAL) Sisa plasenta

Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelahkompresi bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian uterotonica lakukan eksplorasi. Beberapa ahlimenganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal ini sulitdilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalamsyok. Jangan hentikan pemberian uterotonica selama dilakukaneksplorasi. Setelah eksplorasi lakukan massase dan kompresibimanual ulang tanpa menghentikan pemberian uterotonica.

Pemberian antibiotic spectrum luas setelah tindakan ekslorasi dan manual removal. Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan tamponade uterrovaginal juga cukup berguna untuk menghentikan perdarahan selama persiapan operasi.

(KOMPRESI AORTA)

12

Page 13: Skenario 1 Blok Emergensi

Trauma jalan lahirPerlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus sudah berkontraksi

dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai.

Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi laserasi pembuluh darah dibawah mukosa, penatalaksanaannya bisa dilakukan incise dan drainase.Apabila hematom sangat besar curigai sumber hematom karena pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan perdarahan.

Gangguan pembekuan darahJika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya ruptur uteri, sisa plasenta dan

perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik maka kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan darah. Lanjutkan dengan pemberian produk darah pengganti ( trombosit, fibrinogen).

Terapi pembedahano Laparatomi

Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel) adalah tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk memudahkan mengeksplorasi uterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat rupture uteri ataupun hematom. Reparasi tergantung tebal tipisnya rupture. Pastikan reparasi benar-benar menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena hanya akan menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina. Pemasangan drainase apabila perlu. Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intact dan tidak ada perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi bimanual disertai pemberian uterotonica.o Ligasi arteri

Ligasi uteri uterineProsedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang berasal dari uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus. Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan kesuburan.

Ligasi arteri ovariiMudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikan.

Ligasi arteri iliaca internaEfektif mengurangi perdarahan yang bersumber dari semua traktus genetalia dengan mengurangi tekanan darah dan sirkulasi darah sekitar pelvis. Apabila tidak berhasil menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah histerektomi.

o HisterektomiMerupakan tindakan kuratif dalam menghentikan perdarahan yang berasal dari

uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus ini walaupun subtotal histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan subtotal histerektomi tidak begitu efektif menghentikan perdarahan apabila berasal dari segmen bawah rahim, servix, fornix vagina.

Referensi pemberian uterotonica :1. Pitocin

a. Onset in 3 to 5 minutesb. Intramuscular : 10-20 unitsc. Intravenous : 40 units/liter at 250 cc/hour

13

Page 14: Skenario 1 Blok Emergensi

2. Ergotamine ( Methergine )a. Dosing : 0.2 mg IM or PO every 6-8 hourb. Onset in 2 to 5 minutesc. Kontraindikasi

o Hypertensio Pregnancy Induced hypertntiono Hypersensitivity

3. Prostaglandin ( Hemabate )a. Dosing : 0.25 mg Intramuscular or intra – myometriumb. Onset < 5 minutesc. Administer every 15 minutes to maximum of 2 mg

4. Misoprostol 600 mcg PO or PR

Tambahan :Tampon Kasa/ HaasMerupakan penatalaksanaan standar hingga tahun 1950-an. Kasa panjang steril 16 meter dipasang dengan menggunakan klem ovarium dari fundus lapis demi lapis dari kiri ke kanan hingga porsio. Tidak dipakai lagi karena RISIKO INFEKSI! Kateter urologi Rüsch-Teknik

Masukkan kateter Rüsch 24 ke kavum uteri Kembangkan dengan NaCl 0.9 % 400-500cc dengan spuit 50 cc Pertahankan sampai 24 jam Antibiotik dan drips oksitosin

Gambar.1. Kateter Urologi Rüsch

14

Page 15: Skenario 1 Blok Emergensi

Tampon Balon SOS Bakri Kapasitas maksimum 800 cc (Anjuran : 250 hingga 500cc) Menggunakan kateter silicon no. 24

Gambar.2. Tampon balon SOS Bakri

Balon Kondom-Teknik

Antibiotik dan drips oksitosin! Kateter Foley 16 dimasukkan ke dalam kondom dan diikat dengan benang silk Sambung dengan infus set dan NaCl 0.9%

Gambar.3. Balon Kondom

Jepit porsio anterior dan posterior dengan klem ovarium, masukkan kondom hingga kavum uteri

Masukkan NaCl 0.9% hingga 250-500 cc atau hingga perdarahan tampak berkurang Bila perlu tampon di vagina Keluarkan setelah 24-48 jam

15

Page 16: Skenario 1 Blok Emergensi

Tata Laksana Gambar

Skema.1. Tahap-tahap Penatalaksanaan

1.8. Pencegahan

Perawatan masa kehamilanMencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan

terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik.

16

Page 17: Skenario 1 Blok Emergensi

Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.

Persiapan persalinanDi rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan

bila memungkinkan sediakan donor darah dandititipkan di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobangyang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasiendengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi.Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan postpartumuntuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan.

PersalinanSetelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circularatau maju mundur

sampai uterus menjadi keras dan berkontraksidengan baik. Massae yang berlebihan atau terlalu keras terhadaputerus sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisamengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepatkontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan danmemicu terjadinya perdarahan postpartum.

Kala tiga dan Kala empatUterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depandilahirkan. Study memperlihatkan

penurunan insiden perdarahanpostpartum pada pasien yang mendapat oxytocin setelah bahudepan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan insidenterjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-hatipada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak adaUSG untuk memastikan. Pemberian oxytocin selama kala tigaterbukti mengurangi volume darah yang hilang dan kejadianperdarahan postpartum sebesar 40%.

Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasantidak ada untungnya justru dapat menyebabkan kerugian.Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil danmengeras, tampak aliran darah yang keluar mendadak darivagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasentaterlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapatdikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secara hati-hati.

Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atautidak. Untuk “ manual plasenta “ ada perbedaan pendapat waktudilakukannya manual plasenta. Apabila sekarang didapatkanperdarahan adalah tidak ada alas an untuk menunggu pelepasanplasenta secara spontan dan manual plasenta harus dilakukantanpa ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan, banyakyang menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelahbayi lahir. Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidaklengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari bagian-bagiankecil dari sisa plasenta.

Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanyaperlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahandengan penerangan yang cukup. Luka trauma ataupun episiotomisegera dijahit sesudah didapatkan uterus yang mengeras danberkontraksi dengan baik.

17

Page 18: Skenario 1 Blok Emergensi

1.9. Komplikasi

Perdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan:1. Syok hemorragic

Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan selanjutnya merusak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan

2. AnemiaAnemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan

hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak juga pada asupan ASI bayi.

3. Sindrom SheehanHal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai syok.

Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisis dapat mempengaruhi sistem endokrin.

    1.10. PrognosisAngka kematian ibu mencapai 7,9 % (Mochtar R.) dan menurut Wygniosastro angka

kematian ibu mencapai 1,8-4,5% dari kasus yang ada.

2. Mampu Menjelaskan dan Memahami tentang Hipotermia pada Bayi

2.1. Definisi

Hipotermia adalah penurunan suhu tubuh di bawah 36 C. Suhu normal bayi, baru lahir berkisar 36,5 C – 37,5 C (suhu ketiak). Gejala awal hipotermia apabila suhu < 36 C atau kedua kaki, dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (Suhu 32 C – 36 C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 32 C. Hipotermia menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya metoblis anerobik, meningkatkan kebutuhan oksigen, mengakibatkan hipoksemia dan berlanjut dengan kematian. (Saifudin, 2002)Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir : 

a. Radiasi : dari objek ke panas bayi Contoh : timbangan bayi dingin tanpa alas 

b. Evaporasi : karena penguapan cairan yang melekat pada kulit Contoh : air ketuban pada tubuh bayi, baru lahir, tidak cepat dikeringkan. 

c. Konduksi : panas tubuh diambil oleh suatu permukaan yang melekat ditubuh Contoh : pakaian bayi yang basah tidak cepat diganti. 

d. Konveski : penguapan dari tubuh ke udara Contoh : angin dari tubuh bayi baru lahir

18

Page 19: Skenario 1 Blok Emergensi

2.2. Etiologi dan Faktor Resiko

a. Penyebab utamaKurang pengetahuan cara kehilangan panas dari tubuh bayi dan pentingnya mengeringkan bayi secepat mungkin. b. Resiko untuk terjadinya hipotermia 

1) Perawatan yang kurang tepat setelah bayi lahir 2) Bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir 3) Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan prematur 4) Tempat melahirkan yang dingin (putus rantai hangat). 5) Bayi asfiksia, hipoksia, resusitasi yang lama, sepsis, sindrom dengan pernafasan,

hipoglikemia perdarahan intra kranial.

Faktor PencetusFaktor pencetus terjadinya hipotermia :

a. Faktor lingkungan b. Syok c. Infeksi d. Gangguan endokrin metabolik e. Kurang gizi, energi protein (KKP) f. Obat – obatan g. Aneka cuaca 

2.3. Klasifikasi

1. Hipotermi spintaspenurunan suhu tubuh1-2◦c sesudah lahir. Suhu tubuh akan menjadi normal kembali setelah bayi berumur 4-8 jam, bila suhu ruang di atur sebaik-baiknya. Hipotermi sepintas ini terdapat pada bayi dengan BBLR, hipoksia, resusitasi lama, ruangan tempat bersalin yang dingin, bila bayi segera di bungkus setelah lahir terlalucepat di mandikan(kurang dari 4 -6 jam sesudah lahir).

2. Hipotermi akutterjadi bila bayi berada di lingkungan yang dingin selama 6-12 jam, terdapat pada bayi dengan BBLR, diruang tempat bersalin yang dingin, incubator yang cukup panas. Terapinya adalah: segeralah masukan bayi segera kedalam inkubataor yang suhunya sudah menurut kebutuhan bayi dan dalam kaadaan telanjang supaya dapat di awasi secara teliti. Gejala bayi lemah,gelisah, pernafasan dan bunyi jantung lambat serta kedu kaki dingin.

3. Hipotermi sekunderPenurunan suhu tubuh yang tidak di sebabkan oleh suhu lingkungan yang dingin, tetapi oleh sebab lain seperti sepsis, syndrome gangguan nafas, penyakit jantung bawaan yang berat,hipoksia dan hipoglikemi, BBLR. Pengobatan dengan mengobati penyebab. Misalnya: pemberian antibiotika,larutan glukosa, oksigen dan sebagainya.

4. Cold injurihipotermi yang timbul karena terlalu lama dalam ruang dingin (lebih dari 12 jam). Gejala: lemah, tidak mau minum, badan dingin, oligouria , suhu berkisar sekitar 29,5◦c-35◦c,

19

Page 20: Skenario 1 Blok Emergensi

tidak banyak bergerak, edema, serta kemerahan pada tangan, kaki dan muka, seolah-olah dalam keadaan sehat, pengerasan jaringan sub kutis. Pengobatan : memanaskan secara perlahan-lahan, antibiotika, pemberian larutan glukosa10% dan kortikostiroid.

2.4. Manifestasi Klinis

Gejala hipotermia bayi baru lahir :a. Bayi tidak mau minum / menyusuib. Bayi tampak lesu atau mengantuk c. Tubuh bayi teraba dingin d. Dalam keadaan berat, denyut jantung bayi, menurun dan kulit tubuh bayi mengeras

(sklerema).Tanda – tanda hipotermia sedang :

a. Aktifitas berkurang, letargis b. Tangisan lemah c. Kulit berwarna tidak rata (cutis malviorata)d. Kemampuan menghisap lemah e. Kaki teraba dinginf. Jika hipotermia berlanjut akan timbul cidera dingin

Tanda – tanda hipotermia berat :a. Aktifitas berkurang, letargis b. Bibir dan kuku kebiruan c. Pernafasan lambat d. Pernafasan tidak terature. Bunyi jantung lambat f. Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metabolik g. Resiko untuk kematian bayi 

Tanda – tanda stadium lanjut hipotermia :a. Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terangb. Bagian tubuh lainnya pucatc. Kulit mengeras merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan

(sklerema) 

2.5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil pengukuran suhu tubuh.

2.6. Penatalaksanaan

Prinsip dasar mempertahankan suhu tubuh bayi baru lahir dan mencegah hipotermia. a. Mengeringkan bayi baru lahir segera setelah lahir 

Bayi lahir dengan tubuh basah oleh air ketuban. Aliran udara melalui jendela / pintu yang terbuka akan mempercepat terjadinya penguapan dan bayi lebih cepat kehilangan panas tubuh. Akibatnya dapat timbul serangan dingin (cols stres) yang merupakan gejala awal hipotermia. Untuk mencegah terjadinya serangan dingin, setiap bayi lahir harus segera dikeringkan dengan handuuk yang kering dan bersih (sebaiknya handuk tersebut dihangatkan terlebih dahulu). Setelah tubuh bayi kering segera dibungkus dengan selimut, diberi topi / tutup kepala, kaus tangan dan kaki.

20

Page 21: Skenario 1 Blok Emergensi

Selanjutnya bayi diletakkan dengan telungkup diatas dada untuk mendapat kehangatan dari dekapan bayi. 

b. Menunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu tubuh bayi stabil Untuk mencegah terjadinya serangan dingin, ibu / keluarga dan penolong persalinan harus menunda memandikan bayi. 

1) Pada bayi baru lahir sehat yaitu lahir cukup bulan, berat > 2.500 gram, langsung menangis kuat, maka memandikan bayi, ditunda selama + 24 jam setelah kelahiran. 

2) Pada bayi lahir dengan resiko (tidak termasuk kriteria diatas), keadaan bayi lemah atau bayi dengan berat lahir < 2.000 gram, sebaiknya bayi, jangan dimandikan, ditunda beberapa hari sampai keadaan umum membaik yaitu bila suhu tubuh bayi, stabil, bayi sudah lebih kuat dan dapat menghisap ASI dengan baik.

Penanganan Pada Hipotermiaa. Segera hangatkan bayi, apabila terdapat alat yang canggih seperti inkubaator gunakan

sesuai ketentuan. Apabila tidak tersedia inkubator cara ilmiah adalah menggunakan metode kanguru cara lainnya adalah dengan penyinaran lampu. 

a. Hipotermia Sedang 1) Keringkan tubuh bayi dengan handuk yang kering, bersih, dapat hangat 2) Segera hangatkan tubuh bayi dengan metode kanguru bila ibu dan bayi berada

dalam satu selimut atau kain hangaat yang diserterika terlebih dahulu. Bila selimut atau kain mulai mendingin, segera ganti dengan selimut / kain yang hangat. 

3) Ulangi sampai panas tubuh ibu mendingin, segera ganti dengan selimut / kain yang hangat. 

Mencegah bayi kehilangan panas dengan cara : a) Memberi tutup kepala / topi bayi b) Mengganti kain / popok bayi yang basah dengan yang kering dan hangat 

b. Hipotermi Berat 

1) Keringkan tubuh bayi dengan handuk yang kering, bersih, dan hangat 2) Segera hangatkan tubuh bayi dengan metode kanguru, bila perlu ibu dan bayi

berada dalam satu selimut atau kain hangat 3) Bila selimut atau kain mulai mendingin. Segera ganti dengan selimut atau

lainnya hangat ulangi sampai panas tubuh ibu menghangatkan tubuh bayi 4) Mencegah bayi kehilangan panas dengan cara : 

a) Memberi tutup kepala / topi kepala b) Mengganti kain / pakaian / popok yang basah dengan yang kering

atau hangat5) Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia. Karena itu ASI sedini

mungkin dapat lebih sering selama bayi menginginkan. Bila terlalu lemah hingga tidak dapat atau tidak kuat menghisap ASI. Beri ASI dengan menggunakan NGT. Bila tidak tersedia alat NGT. Beri infus dextrose 10% sebanyak 60 –80 ml/kg/liter

6) Segera rujuk di RS terdekat 

21

Page 22: Skenario 1 Blok Emergensi

Metode Kangguru

Gambar.4. Metode kangguru

Bayi yang mengalami hipotermia biasanya mudah sekali meninggal. Tindakan yang harus dilakukan adalah segera kontak langsung kulit ibu dengan kulit bayi (skin to skin contact) atau yang disebut metode kangguru. Suhu ibu merupakan sumber panas yang efisien dan murah. Kontak erat dan interaksi ibu-bayi akan membuat bayi merasa nyaman dan aman, serta meningkatkan perkembangan psikomotor bayi sebagai reaksi rangsangan sensoris dari ibu ke bayi.

Keuntungan yang di dapat dari metode kanguru bagi perawatan bayi :

a. Meningkatkan hubungan emosi ibu – anak b. Menstabilkan suhu tubuh, denyut jantung, dan pernafasan bayic. Meningkatkan pertumbuhan dan berat badan bayi dengan lebih baik d. Mengurangi strea pada ibu dan bayie. Mengurangi lama menangis pada bayif. Memperbaiki keadaan emosi ibu dan bayig. Meningkatkan produksi asih. Menurunkan resiko terinfeksi selama perawatan di rumah sakiti. Mempersingkat masa rawat di rumah sakit

Kriteria bayi untuk metode kanguru :

Bayi dengan berat badan ≤ 2000 gr

Tidak ada kelainan atau penyakit yang menyertai.

Refleks dan kordinasi isap dan menelan yang baik .

Perkembangan selama di inkubator baik .

Kesiapan dan keikut sertaan orang tua, sangat mendukung dalam keberhasilan.

22

Page 23: Skenario 1 Blok Emergensi

Cara Melakukan Metode Kanguru: Beri bayi pakaian, topi, popok dan kaus kaki yang telah dihangatkan lebih dahulu Letakkan bayi di dada ibu, dengan posisi tegak langsung ke kulit ibu dan pastikan kepala bayi

sudah terfiksasi pada dada ibu. Posisikan bayi dengan siku dan tungkai tertekuk, kepala dan dada bayi terletak di dada ibu dengan kepala agak sedikit mendongak..

Dapat pula memakai baju dengan ukuran lebih besar dari badan ibu,dan bayi diletakkan diantara payudara ibu, baju ditangkupkan, kemudian ibu memakai selendang yang dililitkan di perut ibu agar bayi tidak terjatuh.

Bila baju ibu tidak dapat menyokong bayi , dapat digunakan handuk atau kain lebar yang elastik atau kantong yang dibuat sedemikian untuk menjaga tubuh bayi.

Ibu dapat beraktivitas dengan bebas, dapat bebas bergerak walau berdiri,duduk, jalan, makan dan mengobrol. Pada waktu tidur, posisi ibu setengah duduk atau dengan jalan meletakkan beberapa bantal dibelakang punggung ibu.

Bila ibu perlu istirahat, dapat digantikan oleh ayah atau orang lain. Dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan persiapan ibu, bayi, posisi bayi,pemantauan bayi, cara

pemberian asi, dan kebersihan ibu dan bayi

2.7. Pencegahan Hipotermia 

Pencegahan hipotermia merupakan asuhan neonatal dasar agar BBL tidak mengalami hipotermia. Disebut hipotermia bila suhu tubuh turun dibawah 36,50C. Suhu normal pada neonatus adalah 36,5 – 37,50C pada pengukuran suhu melalui ketiak BBL mudah sekali terkena hipotermia, hal ini disebabkan karena : 

1) Pusat pengaturan panas pada bayi belum berfungsi dengan sempurna2) Permukaan tubuh bayi relatif luas 3) Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas 4) Bayi belum mampu mengatur posisi tubuh dari pakaiannya agar ia tidak

kedinginan. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk pencegahan hipotermi adalah mengeringkan bayi segera mungkin, menutup bayi dengan selimut atau topi dan menenmpatkan bayi di atas perut ibu (kontak dari kulit ke kulit). Jika kondisi ibu tidak memungkinkan untuk menaruh bayi di atas dada (karena ibu lemah atau syok) maka hal-hal yang dapat dilakukan :

1) Mengeringkan dan membungkus bayi dengan kain yang hangat2) Meletakkan bayi didekat ibu 3) Memastikan ruang bayi yang terbaring cukup hangat.

2.8. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat hipotermia: hipoglikemia karena kekurangan cadangan glikogen. Asidosis metabolik disebabkan vasokonstriksi perifer dengan metabolisme anaerobik dan asidosis. Hipoksia dengan kebutuhan oksigen yang meningkat, gangguan pembekuan, dan perdarahan pulmonal dapat menyertai hipotermia berat. Schok dengan akibat penurunan tekanan arteri sistemik, penurunan volume plasma, dan penurunan cardiac output. Apnea dan perdarahan intra ventrikuler.

23

Page 24: Skenario 1 Blok Emergensi

3. Mampu Menjelaskan dan Memahami tentang Hiperbilirubinemia pada Neonatus

3.1. Definisi

o Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. (Ni Luh Gede, 1995).

o Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 – 50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan) (IKA II, 2002).

o Hiperbilirubin adalah meningginya kadar bilirubin pada jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. (Ngastiyah, 1997)

o Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).

o Nilai normal : bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dlo Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena

adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL.

o Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL.o Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali:

• Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.• Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan

>10 mg/dL.• Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.• Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.• Ikterus menetap pada usia >2 minggu.• Terdapat faktor risiko.

3.2. Etiologi

Penyebab ikterus pada neonatus dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :o Produksi bilirubin berlebihan dapat terjadi karena kelainan struktur dan enzim sel darah

merah, keracunan obat (hemolisis kimia: salisilat, kortikosteroid, klorampinekol), chepalhematoma.

o Gangguan dalam proses ambilan dan konjugasi hepar: obstruksi empedu, infeksi, masalah metabolik, Joundice ASI, hypohyroidisme.

o Gangguan transportasi dalam metabolisme bilirubin.o Gangguan dalam ekskresi bilirubin.o Komplikasi : asfiksia, hipotermi, hipoglikemi, menurunnya ikatan albumin; lahir

prematur, asidosis.(Ni Luh Gede Y, 1995)( Suriadi, 2001)

Menurut IKA, 2002 penyebab ikterus terbagi atas :o Ikterus pra hepatik : Terjadi akibat produksi bilirubin yang mengikat yang terjadi pada

hemolisis sel darah merah.o Ikterus pasca hepatik (obstruktif) : Adanya bendungan dalam saluran empedu (kolistasis)

yang mengakibatkan peninggian konjugasi bilirubin yang larut dalam air yang terbagi menjadi :a. Intrahepatik : bila penyumbatan terjadi antara hati dengan ductus koleductus.b. Ekstrahepatik : bila penyumbatan terjadi pada ductus koleductus.

24

Page 25: Skenario 1 Blok Emergensi

o Ikterus hepatoseluler (hepatik) : Kerusakan sel hati yang menyebabkan konjugasi blirubin terganggu.

o Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama dengan penyebab : Inkomtabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain Infeksi intra uterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang bakteri) Kadang oleh defisiensi G-6-PO

o Ikterus yang timbul 24 – 72 jam setelah lahir dengan penyebab: Biasanya ikteruk fisiologis Masih ada kemungkinan inkompatibitas darah ABO atau Rh atau golongan lain.

Hal ini diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam

Polisitemia Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sub oiponeurosis, perdarahan hepar

sub kapsuler dan lain-lain) Dehidrasis asidosis Defisiensi enzim eritrosis lainnya

o Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama dengan penyebab Biasanya karena infeksi (sepsis) Dehidrasi asidosis Defisiensi enzim G-6-PD Pengaruh obat Sindrom Gilber

o Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya dengan penyebab : Biasanya karena obstruks Hipotiroidime Hipo breast milk jaundice Infeksi Neonatal hepatitis Galaktosemia

3.3. Klasifikasi

o Ikterus Fisiologisa. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan

12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik

o Ikterus Patologika. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5

mg% pada neonatus kurang bulan.c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

3.4. Faktor Resiko

25

Page 26: Skenario 1 Blok Emergensi

Faktor risiko meliputi:1. Ras: Insiden lebih tinggi di Asia Timur dan Indian Amerika dan lebih rendah di Afrika

Amerika.2. Geografi: Insiden lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di ketinggian. Yunani yang

hidup di Yunani memiliki insiden yang lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di luar Yunani.

3. Genetika dan keluarga: Insiden lebih tinggi pada bayi dengan saudara kandung yang menderita sakit kuning neonatal signifikan dan terutama pada bayi yang lebih tua saudara dirawat karena penyakit kuning neonatal. Insiden juga lebih tinggi pada bayi dengan mutasi / polimorfisme pada gen yang kode untuk enzim dan protein yang terlibat dalam metabolisme bilirubin, dan pada bayi dengan homozigot atau heterozigot glukosa-6-fosfatase dehidrogenase (G-6-PD) kekurangan dan anemia hemolitik herediter . Kombinasi varian genetik seperti tampaknya memperburuk penyakit kuning neonatal

4. Gizi: Insiden lebih tinggi pada bayi yang mendapat ASI atau yang menerima nutrisi yang tidak memadai. Mekanisme untuk fenomena ini mungkin tidak sepenuhnya dipahami. Namun, ketika volume makan yang tidak memadai yang terlibat, peningkatan sirkulasi enterohepatik bilirubin mungkin memberikan kontribusi untuk penyakit kuning yang berkepanjangan. Data terbaru menunjukkan bahwa payudara sakit kuning susu berkorelasi dengan kadar faktor pertumbuhan epidermal, baik dalam ASI dan dalam serum bayi. Menunjukkan bahwa perbedaan antara ASI dan susu formula bayi mungkin kurang jelas dengan beberapa rumus yang modern . Namun, formula yang mengandung hidrolisat protein telah terbukti meningkatkan ekskresi bilirubin.

5. Faktor ibu: Bayi dari ibu dengan diabetes memiliki insiden yang lebih tinggi. Penggunaan beberapa obat dapat meningkatkan kejadian, sedangkan yang lain menurunkan kejadian.

6. Usia kehamilan dan berat lahir: Insiden lebih tinggi pada bayi prematur dan pada bayi dengan berat lahir rendah.

7. Infeksi Kongenital TORCH ( toxoplasmosis, other viruses, r  ubella, cytomegalo virus, herpes ( simplex viruses)

3.5. Diagnosis

a. Anamnesis : riwayat ikterus pada anak sebelumnya, riwayat keluarga anemi dan pembesaran hati dan limpa, riwayat penggunaan obat selama ibu hamil, riwayat infeksi maternal, riwayat trauma persalinan, asfiksia.

b. Pemeriksaan fisik :        Umum : keadaan umum (gangguan nafas, apnea, instabilitas suhu, dll) 

       Khusus : Dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan dan dilakukan pada pencahayaan yang memadai.

 

Berdasarkan Kramer dibagi :

26

Page 27: Skenario 1 Blok Emergensi

Derajat ikterus

Daerah ikterusPerkiraan kadar bilirubin

I Kepala dan leher 5,0 mg%

II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg%

IIISampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga tungkai atas (di atas lutut)

11,4 mg/dl

IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dl

V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl

Tabel.2. Derajat Ikterus

c. Pemeriksaan laboratorium: kadar bilirubin, golongan darah (ABO dan Rhesus) ibu dan anak, darah rutin, hapusan darah, Coomb tes, kadar enzim G6PD (pada riwayat keluarga dengan defisiensi enzim G6PD).

d. Pemeriksaan radiologis : USG abdomen (pada ikterus berkepanjangan) 

Penegakan diagnosis

a) VisualMetode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan

apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.

WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut:

1. Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.

2. Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan.

3. Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning. (tabel 2)

b) Bilirubin SerumPemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus

neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil)

27

Page 28: Skenario 1 Blok Emergensi

Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.

c) Bilirubinometer TranskutanBilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip

memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.

Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.

Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001), namun interval prediksi cukup besar, sehingga TcB tidak dapat digunakan untuk mengukur TSB. Namun disebutkan pula bahwa hasil pemeriksaan TcB dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan TSB.Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004) menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.

d) Pemeriksaan bilirubin bebas dan COBilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan

mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah.

Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.

Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.

Tabel 3. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus

Usia  Kuning terlihat pada  Tingkat keparahan ikterus 

28

Page 29: Skenario 1 Blok Emergensi

Hari 1

Hari 2

Hari 3

Bagian tubuh manapun

Tengan dan tungkai *

Tangan dan kaki

Berat

 

 

* Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar  secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.

3.6. Penatalaksanaan

Penanganan medis Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti,

infuse albumin dan therapi obat.

a. Fototerapi Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti

untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the bluelight spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin ta k terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersa ma feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.

Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indire k 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pe rtama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.

1. Ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah patologis. Tindakan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar.

2. Pada usia 25-48 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 12 mg/dl (170 mol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total 15 mg/dl (260 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total 20 mg/dl (> 340 mol/L) dilakukan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar.  Bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl       (> 260 mol/L) pada 25-48 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.

3. Pada usia 49-72 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (260 mol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total 18 mg/dl (310 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 25 mg/dl (430 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan

29

Page 30: Skenario 1 Blok Emergensi

tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 18 mg/dl (> 310 mol/L) fototerapi dilakukan sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl        (> 430 mol/L) pada 49-72 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.

4. Pada usia  > 72 jam pasca kelahiran, fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total > 17 mg/dl (290 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total sudah mencapai > 20 mg/dl (> 340 mol/L) dilakukan fototerapi sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mol/L) pada usia > 72 jam pasca kelahiran, masih dianjurkan untuk pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.

b. Transfusi Pengganti Transfusi pengganti digunkan untuk:

a) Mengatasi anemia yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel b) darah merah terhadap antibody maternal c) Menghilangkan sel eritrosit untuk yang tersensitisasi (kepekaan) d) Menghilangkan serum bilirubin e) Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan f) bilirubin

c. Terapi Obat Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan

konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai bebe \rapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada postnatal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika.

Catatan :Pemberian phenobarbital/luminal, hanya diberikan pada kasus-kasus tertentu seperti ikterus yang berkepanjangan dengan pemeriksaan bilirubin urin yang negatif. Bila bilirubin urin positif diperlukan pemeriksaan lebih lanjur seperti USG abdomen untuk mencari sebab lain (atresia bilier).

Tabel 4 : Tatalaksana hiperbilirubinemia pada neonatus cukup bulan yang sehat (American Academy of Pediatrics)

30

Page 31: Skenario 1 Blok Emergensi

* = Neonatus cukup bulan dengan ikterus pada umur < 24 jam, bukan neonatus sehat dan perlu evaluasi ketat

Tabel 5 : Tatalaksana hiperbilirubinemia pada bayi berat lahir rendahBerat badan (gram)

Konsentrasi bilirubin indirek (mg/dL)

5-7 7-9 10-12 12-15 15-20    > 20       >25< 1000 FT TT

1000 - 1500 Obs. Ulang Bil.

FT TT

1500 - 2000 Obs. Ulang Bil.

  FT                                        TT

2000 - 2500 Obs. Obs. Ulang Bil.

FT TT

> 2500 Obs. Bil. FT TT

  Keterangan :  Obs : observasi                        FT   : fototerapi                        TT   : transfusi tukar                        Bil   : bilirubin

3.7. Pencegahan

Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari untuk beberapa hari pertama

Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.

Menghindari obat yang dapat meningkatkan hiperbilirubinemia pada bayi pada masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazol, novobiotin, oksitosin

Bila memungkinkan, skrining golongan darah ibu dan ayah sebelum lahir. Bila ada riwayat bayi kuning dalam keluarga periksa G6PD Pencegahan infeksi

3.8. Komplikasi

31

Page 32: Skenario 1 Blok Emergensi

Ensefalopati hiperbilirubinemia (bisa terjadi kejang, malas minum, letargi dan dapat berakibat pada gangguan pendengaran, palsi serebralis).

3.9. Prognosis

Baik, bila ditangani dengan tepat. Buruk bila timbul kern ikterus. Kern ikterus adalah sindrom neurologik yang disebabkan oleh menumpuknya bilirubin indirek dalam sel otak.

4. Mampu Menjelaskan dan Memahami tentang Syok Hipovolemik pada Ibu

4.1. Definisi

Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai dengan penurunan volume intravascular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen intraselular dan ekstraseluler. Cairan intra seluler menempati hamper 2/3 dari air tubuh total sedangkan cairan tubuh ekstraseluler ditemukan dalam salah satu kompartemen intravascular dan intersisial. Volume cairan interstitial adalah kira-kira 3-4x dari cairan intravascular. Syok hipovolemik terjadi jika penurunan volume intavaskuler 15% sampai 25%. Hal ini akanmenggambarkan kehilangan 750 ml sampai 1300 ml pada pria dgn berat badan 70 kg. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik). 

4.2. Etiologi

Kehilangan darah Dapat akibat eksternal seperti melalui luka terbuka Perdarahan internal dapat menyebabkan syok hipovolemik jika perdarahan ini

diodalam thoraks, abdomen, retroperitoneal atau tungkai atas Kehilangan Plasma merupakan akibat yang umum dari luka bakar, cidera berat atau

inflamsi peritoneal Kehilangan cairan dapat disebabkan oleh hilangnya cairan secara berlebihan melalui

jalur gastrointestinal, urinarius, atau kehilangan lainnya tanpa adanya penggantian yang adekuat.

4.3. Manifestasi Klinis

Status mentalPerubahan dalam sensorium merupakan tanda khas dari stadium syok. Ansietas, tidak tenang, takut, apatis, stupor, atau koma dapat ditemukan. Kelainan-kelainan ini menunjukkan adanya perfusi cerebal yang menurun.

Tanda-Tanda Vital Tekanan darah

Perubahan awal dari tekanan darah  akibat Hipovolemia adalah adanya pengurangan selisih antara tekanan siastolik dan sistolik. Ini merupakan akibat adanya peningkatan tekanan diastolic yang disebabkan oleh vasokontraksi atas rangsangan simpatis. Tekanan sistolik dipertahankan pada batas normal sampai terjadinya kehilngan darah 15-25 %.

Denyut Nadi

32

Page 33: Skenario 1 Blok Emergensi

Takikardi postural dan bahkan dalam keadaan berbaring adalah karakteristik untuk syok. Tatikardi dapat tidak ditemukan pada pasien yang diobati dengan beta bloker.

PernafasanTakipneu adalah karakteristik, dan alkalosis respiratorius sering ditemukan pada tahap awal syok.

Kulit Kulit dapat terasa dingin, pucat, dan berbintik-bintik. Secara keseluruhan mudah

berubah menjadi pucat. Vena-vena ekstremitas menunjukkan tekanan yang rendah ini yang dinamakan

vena perifer yang kolaps. Tidak ditemukan adanya distensi vena jugularis.

Gejala LainPasien mengeluh mual, lemah atau lelah. Sering ditemukan rasa haus yang sangat.

Tahap Syok Hipovolemik

Tahap I :  terjadi bika kehilangan darah 0-10% (kira-kira 500ml)Terjadi kompensasi dimana biasanya Cardiak output dan tekanan darah masih dapat  Dipertahankan

Tahap II:terjadi apabila kehilanagan darah 15-20%tekanan darah turun, PO2 turun, takikardi, takipneu, diaforetik, gelisah, pucat.

Tahap IIIbila terjadi kehilengan darah lebih dari 25%terjadi penurunan : tekanan darah, Cardiak output,PO2, perfusi jaringan secara cepatterjadi iskemik pada organterjadi ekstravasasi cairan

4.4. Penatalaksanaan

PemantauanParameter dibawah ini harus dipantau selama stabilisasi dan pengobatan : denyut jantung, Frekuensi pernafasan, tekanan darah, tekanan vena sentral (CVP) dan pengeluaran urin. Pengeluaran urin yang kurang dari 30ml/jam (atau 0,5 ml/kg/jam) menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat

Penatalaksanaan pernafasanPasien harus diberikan aliran oksigen yang tinggi melalui masker atau Kanula. Jalan napas yang bersih harus dipertahankan dengan posisi kepala dan mandubula yang tepat dan aliran pengisapan darah dan sekret yang sempurna. Penentuan gas darah arterial harus dilakukan untuk mengamati ventilasi dan oksigenasi. Jika ditemukan kelainan secara klinis atau laboratorium analisis gas darah, pasien harus diintubisi dan diventilasi dengan ventilator yang volumenya terukur. Volume tidal harus diatur sebesar 12 sampai 15 ml/kg, frekuensi pernapasan sebesar  12-16 permenit. Oksigen harus diberikan untuk mempertahankan PO2 sekitar 100mmHg. Jika pasien “melawan” terhadap ventilator, maka obat sedatif atatu pelumpuh otot harus diberikan. Jika cara pemberian ini gagal untuk menghasilkan oksigenase yang

33

Page 34: Skenario 1 Blok Emergensi

adekuat, atau jika fungsi paru-paru menurun harus menambahkan 3-10 cm tekanan ekspirasi akhir positif

Pemberian cairanPenggantian cairan harus dimulai dengan memasukkan larutan ringer laktat atau larutan garam fisiologis secara cepat. Umumnya paling sidikt 1-2 liter larutan RL harus diberikan dalam 45-60 menit pertama atau bisa lebih cepat lagio bila dibutuhkan. Jika hipotensi dapat diperbaiki dan tekanan darah tetap stabil, ini merupakan indikasi bahwa kehilangan darah sudah minimal. Jika hipotensi tetap berlangsung harus dilakukan tranfusi darah pada pasien ini secepat miungkin dan kecepatan serta jumlah yang diberikan disesuaikan dari respon yang dipantau.

Celana militer anti syok (MAST = Military Antishock Trousers)Tekanan berlawanan eksternal dengan pakaian MAST bermanfaat sebagai terapi tambahan pada terapi penggantian cairan. Pakaian MAST ini dikenakan pada kedua tungkai atau abdoomen pasien, dan masing-masing ketiga kompartemen individual ini dapat dikembungkan. Pakaian ini meristribusikan darah dari ekstremitas bawah ke sirkulasi sentral dan mengurangi darah arterial ke tungkai dengan memprkecil diameter pembuluh darah. Kontraindikasi pemakaian MAST :

Edema paru yang bersamaan Kehamilan . Ini hanya berlaku pada kompartemen abdomen Hal yang perlu diperhatikan : Pakaian mast dapat meningkatkan kejadian perdarahan karena cidera

diafragmatik. Pemakaian yang lama (24-48 jam) pada tungkai yang cedera dapat

menyebabkan timbulnya sindrom kompartemen pada fascia.

VasopresorPemakain vasopresor pada penangan syok hipovolemik akhir-akhir ini kurang disukai alasannya adalah bahwa ha ini akan lebih megurangi perfusi jaringan. Vasopresor dapat diberikan sebagai tindakana sementara untuk meningkatkan tekanan darah sampai mendapatkan cairan pengganti yang adekuat. Hal ini terutama bermanfaat bagi pasien yang lebih tua dengan penyakit koroner atau penyakit pembuluh darah otak yang berat, hal yang digunakan adalah Norepineorin 4-8 Mg yang dilarutkan dalam 500 ml 5% dekstrosa dalam air ( D5W, atau metaraminor, 5-10 ml yang dilarutkan dalam 500ml D5W yang bersifat pasokonstriktor predominan dengan efek yang minimal pada jantung.Dosis harus disesuaikan dengan tekanan darah.

4.5. Prognosis Prognosis tergantung pada penyebab dari syok, kesehatan keseluruhan pasien, dan kecepatan perawatan dan kesembuhan. Umumnya, syok hipovolemik dan syok anafilaktik merespon baik pada perawatan medis jika dimulai dengan awal.

34

Page 35: Skenario 1 Blok Emergensi

DAFTAR PUSTAKA

Prof.Dr.Rustam Mochtar, MPH.2002.Sinopsis Obstretis, edisi 2 jilid 1, Editor Dr. Delfi Lutan, SpOG

Depkes RI .1994. Pedoman Penanganan Kegawatdaruratan Obstektrik dan Neonatal, Jakarta : Departemen Kesehatan RI,

Depkes RI .Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Saifuddin, Abdul Bari, 2002, Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta : INPKKR-POGI & YBS – SP,

Wiknjosastro Gulardi H., dkk.2007.Asuhan Persalinan Normal.Jakarta: JNPK-KR

Handoko, I.S.2003. Hiperbilirubinemia. Jakarta: Klinikku.

Kosim,M,sholeh.2009.Buku Ajar Neonatalogi, Jakarta : IDAI

Saifuddin, Abdul bari , dkk.2006. Buku Panduan Praktis Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Usman Ali, dkk. 2002. Diktat Kuliah Perinatologi. Bandung : FKUP RSHS Bandung

Editor Prof.dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOg.1999.Ilmu Kebidanan edisi Ketiga cetakan Kelima. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

F.Gary Cunningham (Editor), Norman F.GrantMD,Kenneth J,.,Md Leveno, Larry C.,Iii,Md Gilstrap,John C.,Md Hauth,Katherine D.,Clark,Katherine D.Wenstrom.2001.Williams Obstretics 21 st Ed: by McGraw-Hill Profesional

Gabbe.2002.Obstretics – Normal and Problem Pregnancies,4th ed.,Copyright ©.Churchil Livingstone, Inc.

Editor Arif Mansjoer ,Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri , Wahyu Ika Wardani , Wiwiek Setiowulan.2000.Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke tiga Jilid Pertama.Jakarta:Media Aesculapius

Sudoyo, Aru W,dkk.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III.Jakarta:Interna Publishing

35