sken 5
-
Upload
vinanti-n-chumairhoh -
Category
Documents
-
view
225 -
download
2
description
Transcript of sken 5
Mekanisme Nyeri
Aktivasi serabut A dihubungkan dengan sensitivitas dentin. Lebih sukar dijelaskan
karena tidak pernah ditemukan adanya hubungan langsung antara dentin perifer dan ujung saraf.
Ada tiga teori yang menjelaskan mekanisme rasa nyeri pada kasus sensitivitas dentin, yaitu teori
persarafan langsung dari dentin, teori persarafan odontoblas, dan teori hidrodinamik. Akan
tetapi, teori hidrodinamik-lah yang paling dapat diterima dan dipertahankan dibandingkan teori
lainnya.
Teori hidrodinamik mengatakan bahwa rasa nyeri terjadi akibat adanya pergerakan cairan
di dalam tubulus dentin. Pergerakan cairan tubulus ini merupakan akibat dari rangsangan yang
mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan di dalam dentin sehingga mengaktifkan serabut
saraf tipe A yang ada di sekeliling odontoblas dan di sepanjang prosesus odontoblas dalam
tubulus dentin, yang kemudian direspon sebagai rasa nyeri. Aliran hidrodinamik ini akan
meningkat bila ada pemicu, seperti perubahan temperatur (panas atau dingin), kelembapan
(udara), dan tekanan osmotik atau tekanan yang terjadi pada gigi.
Sedangkan aktivasi serabut C dihubungkan dengan adanya injuri jaringan pulpa yang
menyebabkan timbulnya mediator nyeri akibat proses inflamasi, misalnya prostaglandin, dan
meningkatnya tekanan intrapulpa.
Ketika pulpa terkena injuri dan mengalami inflamasi, terjadilah vasodilatasi dan
permeabilitas pembuluh darah pun meningkat. Reaksi vaskular ini menyebabkan
terakumulasinya eksudat di dalam jaringan dan lama-kelamaan jaringan akan membengkak.
Namun, karena jaringan pulpa terkurung dalam suatu ruangan yang dibatasi oleh dentin yang
keras dan kaku, jaringan pulpa tidak bisa membengkak dengan bebas sehingga timbullah tekanan
intrapulpa yang akan meningkat secara signifikan. Meningkatnya tekanan intrapulpa ini akan
mengaktivasi serabut saraf C yang terdistribusi di dalam pulpa.
Impuls yang menjalar dari serabut saraf C (injuri jaringan pulpa) ataupun dari saraf A
(sensitivitas dentin) ini akan berjalan melalui pleksus Raschkow menuju batang saraf di daerah
sentral pulpa. Impuls menjalar melalui batang saraf keluar melalui foramen apikal. Pada daerah
periapikal, batang saraf bergabung dengan nervus maksilaris/mandibularis, dan impuls menuju
nervus trigeminal. Selanjutnya, melalui nervus trigeminal, impuls diteruskan ke trigeminal neural
complex yang terletak di medulla. Di sini, impuls diolah sebelum diteruskan ke korteks serebral.
Sampai di korteks, impuls akhirnya diinterpretasikan sebagai rasa nyeri.
Injuri jaringan pulpa Sensitivitas dentin
Tekanan intrapulpa dan Teori hidrodinamik
mediator kimia inflamasi
aktivasi serabut C aktivasi serabut A-δ
impuls menuju
pleksus Raschkow
impuls menjalar melalui batang saraf di daerah sentral pulpa
keluar melalui foramen apikal, menuju nervus trigeminal
melalui nervus trigeminal, impuls diteruskan
menuju trigeminal neural complex yang terletak di medulla
di medulla, impuls diolah
sebelum diteruskan ke korteks serebral
impuls sampai di korteks, diinterpretasikan menjadi RASA NYERI
Dentin Hipersensitif
Hipersensitivitas dentin adalah nyeri yang timbul dari dentin yang terekspos. Biasanya
rasa nyeri timbul setelah mendapatkan rangsang termal, rangsang kimia, taktil, atau osmotik dan
tidak disebabkan oleh defek pada gigi atau suatu keadaan patologis lainnya. Rasa nyeri ini
konsisten dengan respon berlebihan dari kompleks pulpodentinal yang normal, dan sudah parah
dan menyebabkan rasa yang tajam pada penerapan stimulus pada dentin terekspos. Namun, tidak
ada rasa tidak nyaman yang berlangsung lama sekali jika stimulus dihilangkan.
Ada beberapa teori yang telah diajukan dan setiap teori memiliki kekurangan sehingga
mendukung anggapan bahwa keadaan itu ditimbulkan oleh lebih dari satu mekanisme. Ketiga
mekanisme yang telah diajukan tersebut adalah: (1) persarafan langsung dari dentin, (2)
odontoblas sebagai restptor, dan (3) teori hidrodinamik.
(1) Persarafan Langsung
Saraf memang ada di dentin. Namun, saraf-saraf ini hanya terdapat di predentin dan
sepertiga-dalam dari dentin termineralisasi. Saraf tidak dijumpai di sepertiga-luar, di PED atau
PSD, yang merupakan daerah yang sangat sensitif. Lebih jauh lagi, tidak seperti pada jaringan
yang mengandung saraf lainnya, zat penimbul nyeri atau zat pereda nyeri yang diaplikasikan ke
dentin tidak menimbulkan potensial aksi (respons saraf). Oleh karena itu, konsensusnya adalah
bahwa walaupun saraf yang berasal dari trigeminus memang terdapat di dentin, stimulasi
langsung dari saraf-saraf ini tidak merupakan mekanisme utama dalam menimbulkan sensitivitas
dentin.
(2) Odontoblas sebagai Reseptor
Teori ini awalnya timbul ketika diketahui bahwa secara embriologi odontoblas berasal
dari batang saraf dan bahwa pewarnaan odontoblas untuk asetilkolin adalah positif. Akan tetapi,
penelitian yang kemudian dilakukan menunjukkan bahwa prosesus odontoblas tidak mengisi
seluruh dentin dan bahwa potensial membran odontoblas masih terlalu rendah bagi
berlangsungnya transduksi. Walaupun demikian, teori ini memperoleh kredibilitasnya kembali
ketika ditemukan bahwa pada beberapa gigi prosesus odontoblas benar-benar berada sepanjang
ketebalan dentin dan bahwa gap junction benar-benar ada di antara odontoblas dan mungkin
antara odontoblas dengan saraf. Saat ini dukungan terhadap teori transduksi tidak begitu banyak.
(3) Teori Hidrodinamik
Teori hidrodinamik, diusulkan oleh Brannstrem dan Astrom, memuaskan sebagian besar
data morfologik dan eksperimental yang berkaitan dengan sensitivitas dentin. Teori ini
mempostulasikan bahwa pergerakan cairan yang cepat di dalam tubulus dentin (ke luar dan ke
dalam) akan mengakibatkan distorsi ujung saraf di daerah pleksus saraf subodontoblas (pleksus
Raschkow) yang akan menimbulkan impuls saraf dan sensasi nyeri. Ketika dentin dipotong, atau
ketika larutan hipertonik diletakkan di atas permukaan dentin yang terpotong, cairan akan
bergerak ke luar dan mengawali nyeri. Prosedur yang menyumbat tubulus, seperti
mengaplikasikan resin di permukaan dentin atau membuat kristal di dalam lumen tubulus, akan
menginterupsi aliran cairan dan mengurangi sensitivitas.
Pada gigi yang utuh, aplikasi dingin dan panas pada permukaan gigi menimbulkan
kecepatan kontraksi yang berbeda dalam dentin dan cairan dentin; hal ini mengakibatkan
pergerakan cairan dan diawalinya rasa nyeri. Respons ini akan menghebat jika dentinnya
terbuka. Pada akhirnya, semua rangsang hidrodinamik akan menghasilkan efek mekanis yang
mengaktifkan reseptor nyeri. Rangsang hidrodinamik yang dimaksud antara lain penguapan zat,
pengeringan, perubahan suhu baik panas maupun dingin, larutan hipertonik.
Teori hidrodinamik telah diterima walaupun tidak lepas dari kritik. Menurut teori ini
diperlukan keberadaan pleksus Raschkow, tetapi hipersensitivitas dentin tetap terjadi pada gigi
yang pulpanya rusak parah. Akhirnya, sensitivitas yang ditimbulkan oleh aplikasi dingin dan
panas dapat diterangkan melalui keberadaan reseptor termis pada pulpa dan melalui teori
hidrodinamik.
Nervus-nervus sensoris pulpa dikategorikan dalam Aβ dan Aδ bermielin, dan serabut-C
yang tidak bermielin. Yang tajam, sakit yang terlokalisir pada hipersensitif dentin dianggap
bergantung pada nervus Aδ. Seluruh nervus ada pada batas ambang untuk hal itu. Pada kondisi
yang normal, ambang ini sifatnya konstan. Bagaimanapun, pada tubuli dentin pasien, produk-
produk bakteri yang berasal dari plak secara perlahan akan berdifusi ke dalam pulpa di mana
dapat menginduksi tingkat inflamasi (akut dan kronis) yang bervariasi. Sitokin dan mediator
yang terkait dengan inflamasi dianggap untuk menurunkan saluran natrium yang normal
(sensitive terhadap Tetrodotoxin(TTX)) dan menaikkan ekspresi dari saluran sodium yang
resisten terhadap TTX, seperti misalnya saluran Navl.8. Kami berspekulasi bahwa inflamasi
pulpa yang ringan di bawah sensitifitas yang paten dari tubuli dentin dapat menginduksi ekspresi
hipersensitivitas dentin .
Scanning studi mikroskopis elektron menunjukkan bahwa dentin hipersensitif memiliki
jumlah permukaan tubulus tujuh kali lebih banyak dibanding jumlah tubulus dentin yang tidak
sensitif. Meskipun tubulus dentin dari gigi yang tidak sensitif tertutup, celah dari tubulus dentin
yang hipersensitif sifatnya terbuka, atau melebar. Studi menunjukkan bahwa tubulus yang
terbuka bersifat paten untuk pulpa, dan sebagai hasilnya, bakteri dan produk beracunnya dapat
berpenetrasi ke dalam dentin dan menyebabkan peradangan.
Ketika ada gejala yang berhubungan dengan dentin terbuka, diagnosisnya adalah
hipersensitivitas dentin. Namun, ketika ada faktor etiologi khusus yang menyebabkan
sensitivitas, seperti karies, fraktur, restorasi bocor, atau perawatan restoratif terakhir, gigi dengan
pulpa vital mungkin menunjukkan gejala yang identik dengan hipersensitivitas dentin. Ketika
gejala berkembang dalam situasi ini, diagnosis yang tepat adalah pulpitis reversible. Jadi riwayat
yang cermat, bersama dengan pemeriksaan klinis dan radiografi, diperlukan untuk
menyimpulkan diagnosis definitif hypersentivity dentin. Diagnosis definitif lebih sulit ketika
penyebab klinis pulpitis reversibel ada dalam kombinasi dengan dentin terbuka.
Hipersensitivitas dentin mungkin timbul gejala yang kompleks, melainkan hasil dari
transmisi rangsangan di seluruh dentin terbuka. Meskipun mekanisme yang tepat untuk
sensitivitas gigi tidak diketahui, mekanisme hidrodinamik, sebagaimana dikemukakan oleh
Brannstrorm, adalah teori yang paling sering dikutip.
Daftar Pustaka
Byers, M.R. dan Narhi, M.V.O. 2002.Nerve supplu of the pulpodentin complex and responses to
injury. Dalam: Seltzer and Bender’s Dental Pulp. Hargreaves, K.M. dan Goodis, H.E.
(eds).Quintessence, Chicago. Hlm. 151-79.
Cohen, A.S. dan Brown, D.C. 2002. Orofacial dental pain emergencies: endodontic diagnoses
and management. Dalam : Pathways of the pulp. Cohen, S. dan Burns, R.C. (eds). Ed. Ke-8.
Mosby, St.Louis. Hlm.31-75
Eli, I. 2003. The multidisciplinary nature of pain. Dalam: Textbook of Endodontology,
Bergenholtz, G., Horsted-Bindslev, P. dan Reit, C. (eds).. Blackwell, Munksgaard. Hlm.57-65.
Hargreaves, K.M. 2002. Pain mechanism of the pulpodentin complex. Dalam: Seltzer and
Bender’s Dental Pulp. Hargreaves, K.M. dan Goodis, H.E. (eds).Quintessence, Chicago. Hlm
181-203.
Grossman LI. Oliet S. Rio CED. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek, Ed. 11. Jakarta: EGC
Sumawinata, Narlan, drg. SpKG. 2004. Senarai Istilah Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC
Tarigan R. 2006. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti), Ed. 2. Jakarta: EGC
Walton, Richard E. 2008. Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia, Ed. 3. Jakarta: EGC
kekurangan SSC yang berkaitan dengan kesalahan prosedur klin ik. Penempatan
SSC yang tidak tepat dapat menimbulkan beberapa gangguan antara lain pada kesehatan
gusi dan tulang pendukung
Prosedur SSC
Dengan crimping plier tepi SSCdibengkokkan sedikit ke dalam sekeliling tepi mahkota. (Gambar
3B dan C). Mahkota dipasang kembali pada gigi. Adaptasi dapat diperiksa d engan
menggunakan sonde pada semua tepi mahkota . Jika terdapat daerah tepi yang terb uka,
maka daerah terse but harus dibentuk kembali dengan plier (Gambar 3 D) . Penyelesaian
terakhir dilaku kan dengan menghaluskan tepi SSC dengan batu putih dan dipoles dengan
rubber wheel. Selanjutnya sementasi SSC dengan semen ionomer kaca, semen seng-fosfat, atau
polikarboksilat.
Gambar A. Pengurangan 1 mm di bawah g aris goresan. B. Pembentukan kontur mahkota dengan plier no. 114.
C. Pembentukan tepi mahkota dengan crown crimping plier. D. Pemeriksaan tepi mahkota untuk adaptasi.
Sementasi Mahkota
Sebelum sementasi mahkota daerah kontak diaplikasikan vaselin untuk memudahkan
pembuangan kelebihan semen setelah sementasi. Kuadran gigi yang akan direstorasi diisolasi
dengan cotton roll. Semen yang telah dimanipulasi sesuai dengan jenis yang digunakan,
diaplikasikan pada mahkota (Gambar 4A). Pemasangan mahkota biasanya
pertamadilakukanpada sisi lingual kemudian sisi bukal. Mahkota harus dipastikan masuk
dengan tepat (Gambar 4B) . Jika gigi diisolasi dengan cotton roll, tutupi mahkota dengan foil
kering agar mahkota gigi tetap bebas kelembaban sampai semen mengeras (Gambar 4C) .
Setelah semen mengeras, kelebihan semen dibuang dengan scaleratau sonde (Gambar 4D).
Gambar A. Pengisian mahkota dengan semen. B. Penempatan mahkota dari sisi lingual ke sisi bukal. C.
Mahkota dibiarkan dalam keadaan kering. D. Pembuangan kelebihan semen dengan scaler .
Sumber : LAPORAN PENELITIAN EFEKKLINIS PENGGUNAAN MAHKOTA STAINLESS
STEELPADA GIGI MOLAR SULUNGTERHADAP KESEHATAN GUSI
Oleh :Arlette Suzy Puspa Pertiwi, drg., Sp.KGA, Meirina Gartika, drg., Sp.Ped, Inne Suherna
Sasmita, drg., Sp.Ped
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Nopember 2006