sken 5

14
Mekanisme Nyeri Aktivasi serabut A dihubungkan dengan sensitivitas dentin. Lebih sukar dijelaskan karena tidak pernah ditemukan adanya hubungan langsung antara dentin perifer dan ujung saraf. Ada tiga teori yang menjelaskan mekanisme rasa nyeri pada kasus sensitivitas dentin, yaitu teori persarafan langsung dari dentin, teori persarafan odontoblas, dan teori hidrodinamik. Akan tetapi, teori hidrodinamik-lah yang paling dapat diterima dan dipertahankan dibandingkan teori lainnya. Teori hidrodinamik mengatakan bahwa rasa nyeri terjadi akibat adanya pergerakan cairan di dalam tubulus dentin. Pergerakan cairan tubulus ini merupakan akibat dari rangsangan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan di dalam dentin sehingga mengaktifkan serabut saraf tipe A yang ada di sekeliling odontoblas dan di sepanjang prosesus odontoblas dalam tubulus dentin, yang kemudian direspon sebagai rasa nyeri. Aliran hidrodinamik ini akan meningkat bila ada pemicu, seperti perubahan temperatur (panas atau dingin), kelembapan (udara), dan tekanan osmotik atau tekanan yang terjadi pada gigi. Sedangkan aktivasi serabut C dihubungkan dengan adanya injuri jaringan pulpa yang menyebabkan timbulnya mediator nyeri akibat proses inflamasi, misalnya prostaglandin, dan meningkatnya tekanan intrapulpa.

description

fvgbkujhh

Transcript of sken 5

Page 1: sken 5

Mekanisme Nyeri

Aktivasi serabut A dihubungkan dengan sensitivitas dentin. Lebih sukar dijelaskan

karena tidak pernah ditemukan adanya hubungan langsung antara dentin perifer dan ujung saraf.

Ada tiga teori yang menjelaskan mekanisme rasa nyeri pada kasus sensitivitas dentin, yaitu teori

persarafan langsung dari dentin, teori persarafan odontoblas, dan teori hidrodinamik. Akan

tetapi, teori hidrodinamik-lah yang paling dapat diterima dan dipertahankan dibandingkan teori

lainnya.

Teori hidrodinamik mengatakan bahwa rasa nyeri terjadi akibat adanya pergerakan cairan

di dalam tubulus dentin. Pergerakan cairan tubulus ini merupakan akibat dari rangsangan yang

mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan di dalam dentin sehingga mengaktifkan serabut

saraf tipe A yang ada di sekeliling odontoblas dan di sepanjang prosesus odontoblas dalam

tubulus dentin, yang kemudian direspon sebagai rasa nyeri. Aliran hidrodinamik ini akan

meningkat bila ada pemicu, seperti perubahan temperatur (panas atau dingin), kelembapan

(udara), dan tekanan osmotik atau tekanan yang terjadi pada gigi.

Sedangkan aktivasi serabut C dihubungkan dengan adanya injuri jaringan pulpa yang

menyebabkan timbulnya mediator nyeri akibat proses inflamasi, misalnya prostaglandin, dan

meningkatnya tekanan intrapulpa.

Ketika pulpa terkena injuri dan mengalami inflamasi, terjadilah vasodilatasi dan

permeabilitas pembuluh darah pun meningkat. Reaksi vaskular ini menyebabkan

terakumulasinya eksudat di dalam jaringan dan lama-kelamaan jaringan akan membengkak.

Namun, karena jaringan pulpa terkurung dalam suatu ruangan yang dibatasi oleh dentin yang

keras dan kaku, jaringan pulpa tidak bisa membengkak dengan bebas sehingga timbullah tekanan

intrapulpa yang akan meningkat secara signifikan. Meningkatnya tekanan intrapulpa ini akan

mengaktivasi serabut saraf C yang terdistribusi di dalam pulpa.

Impuls yang menjalar dari serabut saraf C (injuri jaringan pulpa) ataupun dari saraf A

(sensitivitas dentin) ini akan berjalan melalui pleksus Raschkow menuju batang saraf di daerah

sentral pulpa. Impuls menjalar melalui batang saraf keluar melalui foramen apikal. Pada daerah

periapikal, batang saraf bergabung dengan nervus maksilaris/mandibularis, dan impuls menuju

Page 2: sken 5

nervus trigeminal. Selanjutnya, melalui nervus trigeminal, impuls diteruskan ke trigeminal neural

complex yang terletak di medulla. Di sini, impuls diolah sebelum diteruskan ke korteks serebral.

Sampai di korteks, impuls akhirnya diinterpretasikan sebagai rasa nyeri.

Injuri jaringan pulpa Sensitivitas dentin

Tekanan intrapulpa dan Teori hidrodinamik

mediator kimia inflamasi

aktivasi serabut C aktivasi serabut A-δ

impuls menuju

pleksus Raschkow

impuls menjalar melalui batang saraf di daerah sentral pulpa

keluar melalui foramen apikal, menuju nervus trigeminal

melalui nervus trigeminal, impuls diteruskan

menuju trigeminal neural complex yang terletak di medulla

di medulla, impuls diolah

sebelum diteruskan ke korteks serebral

impuls sampai di korteks, diinterpretasikan menjadi RASA NYERI

Page 3: sken 5

Dentin Hipersensitif

Hipersensitivitas dentin adalah nyeri yang timbul dari dentin yang terekspos. Biasanya

rasa nyeri timbul setelah mendapatkan rangsang termal, rangsang kimia, taktil, atau osmotik dan

tidak disebabkan oleh defek pada gigi atau suatu keadaan patologis lainnya. Rasa nyeri ini

konsisten dengan respon berlebihan dari kompleks pulpodentinal yang normal, dan sudah parah

dan menyebabkan rasa yang tajam pada penerapan stimulus pada dentin terekspos. Namun, tidak

ada rasa tidak nyaman yang berlangsung lama sekali jika stimulus dihilangkan.

Ada beberapa teori yang telah diajukan dan setiap teori memiliki kekurangan sehingga

mendukung anggapan bahwa keadaan itu ditimbulkan oleh lebih dari satu mekanisme. Ketiga

mekanisme yang telah diajukan tersebut adalah: (1) persarafan langsung dari dentin, (2)

odontoblas sebagai restptor, dan (3) teori hidrodinamik.

(1) Persarafan Langsung

Saraf memang ada di dentin. Namun, saraf-saraf ini hanya terdapat di predentin dan

sepertiga-dalam dari dentin termineralisasi. Saraf tidak dijumpai di sepertiga-luar, di PED atau

PSD, yang merupakan daerah yang sangat sensitif. Lebih jauh lagi, tidak seperti pada jaringan

Page 4: sken 5

yang mengandung saraf lainnya, zat penimbul nyeri atau zat pereda nyeri yang diaplikasikan ke

dentin tidak menimbulkan potensial aksi (respons saraf). Oleh karena itu, konsensusnya adalah

bahwa walaupun saraf yang berasal dari trigeminus memang terdapat di dentin, stimulasi

langsung dari saraf-saraf ini tidak merupakan mekanisme utama dalam menimbulkan sensitivitas

dentin.

(2) Odontoblas sebagai Reseptor

Teori ini awalnya timbul ketika diketahui bahwa secara embriologi odontoblas berasal

dari batang saraf dan bahwa pewarnaan odontoblas untuk asetilkolin adalah positif. Akan tetapi,

penelitian yang kemudian dilakukan menunjukkan bahwa prosesus odontoblas tidak mengisi

seluruh dentin dan bahwa potensial membran odontoblas masih terlalu rendah bagi

berlangsungnya transduksi. Walaupun demikian, teori ini memperoleh kredibilitasnya kembali

ketika ditemukan bahwa pada beberapa gigi prosesus odontoblas benar-benar berada sepanjang

ketebalan dentin dan bahwa gap junction benar-benar ada di antara odontoblas dan mungkin

antara odontoblas dengan saraf. Saat ini dukungan terhadap teori transduksi tidak begitu banyak.

(3) Teori Hidrodinamik

Teori hidrodinamik, diusulkan oleh Brannstrem dan Astrom, memuaskan sebagian besar

data morfologik dan eksperimental yang berkaitan dengan sensitivitas dentin. Teori ini

mempostulasikan bahwa pergerakan cairan yang cepat di dalam tubulus dentin (ke luar dan ke

dalam) akan mengakibatkan distorsi ujung saraf di daerah pleksus saraf subodontoblas (pleksus

Raschkow) yang akan menimbulkan impuls saraf dan sensasi nyeri. Ketika dentin dipotong, atau

ketika larutan hipertonik diletakkan di atas permukaan dentin yang terpotong, cairan akan

bergerak ke luar dan mengawali nyeri. Prosedur yang menyumbat tubulus, seperti

mengaplikasikan resin di permukaan dentin atau membuat kristal di dalam lumen tubulus, akan

menginterupsi aliran cairan dan mengurangi sensitivitas.

Pada gigi yang utuh, aplikasi dingin dan panas pada permukaan gigi menimbulkan

kecepatan kontraksi yang berbeda dalam dentin dan cairan dentin; hal ini mengakibatkan

pergerakan cairan dan diawalinya rasa nyeri. Respons ini akan menghebat jika dentinnya

terbuka. Pada akhirnya, semua rangsang hidrodinamik akan menghasilkan efek mekanis yang

Page 5: sken 5

mengaktifkan reseptor nyeri. Rangsang hidrodinamik yang dimaksud antara lain penguapan zat,

pengeringan, perubahan suhu baik panas maupun dingin, larutan hipertonik.

Teori hidrodinamik telah diterima walaupun tidak lepas dari kritik. Menurut teori ini

diperlukan keberadaan pleksus Raschkow, tetapi hipersensitivitas dentin tetap terjadi pada gigi

yang pulpanya rusak parah. Akhirnya, sensitivitas yang ditimbulkan oleh aplikasi dingin dan

panas dapat diterangkan melalui keberadaan reseptor termis pada pulpa dan melalui teori

hidrodinamik.

Nervus-nervus sensoris pulpa dikategorikan dalam Aβ dan Aδ bermielin, dan serabut-C

yang tidak bermielin. Yang tajam, sakit yang terlokalisir pada hipersensitif dentin dianggap

bergantung pada nervus Aδ. Seluruh nervus ada pada batas ambang untuk hal itu. Pada kondisi

yang normal, ambang ini sifatnya konstan. Bagaimanapun, pada tubuli dentin pasien, produk-

produk bakteri yang berasal dari plak secara perlahan akan berdifusi ke dalam pulpa di mana

dapat menginduksi tingkat inflamasi (akut dan kronis) yang bervariasi. Sitokin dan mediator

yang terkait dengan inflamasi dianggap untuk menurunkan saluran natrium yang normal

(sensitive terhadap Tetrodotoxin(TTX)) dan menaikkan ekspresi dari saluran sodium yang

resisten terhadap TTX, seperti misalnya saluran Navl.8. Kami berspekulasi bahwa inflamasi

pulpa yang ringan di bawah sensitifitas yang paten dari tubuli dentin dapat menginduksi ekspresi

hipersensitivitas dentin .

Scanning studi mikroskopis elektron menunjukkan bahwa dentin hipersensitif memiliki

jumlah permukaan tubulus tujuh kali lebih banyak dibanding jumlah tubulus dentin yang tidak

sensitif. Meskipun tubulus dentin dari gigi yang tidak sensitif tertutup, celah dari tubulus dentin

yang hipersensitif sifatnya terbuka, atau melebar. Studi menunjukkan bahwa tubulus yang

terbuka bersifat paten untuk pulpa, dan sebagai hasilnya, bakteri dan produk beracunnya dapat

berpenetrasi ke dalam dentin dan menyebabkan peradangan.

Ketika ada gejala yang berhubungan dengan dentin terbuka, diagnosisnya adalah

hipersensitivitas dentin. Namun, ketika ada faktor etiologi khusus yang menyebabkan

sensitivitas, seperti karies, fraktur, restorasi bocor, atau perawatan restoratif terakhir, gigi dengan

pulpa vital mungkin menunjukkan gejala yang identik dengan hipersensitivitas dentin. Ketika

gejala berkembang dalam situasi ini, diagnosis yang tepat adalah pulpitis reversible. Jadi riwayat

yang cermat, bersama dengan pemeriksaan klinis dan radiografi, diperlukan untuk

Page 6: sken 5

menyimpulkan diagnosis definitif hypersentivity dentin. Diagnosis definitif lebih sulit ketika

penyebab klinis pulpitis reversibel ada dalam kombinasi dengan dentin terbuka.

Hipersensitivitas dentin mungkin timbul gejala yang kompleks, melainkan hasil dari

transmisi rangsangan di seluruh dentin terbuka. Meskipun mekanisme yang tepat untuk

sensitivitas gigi tidak diketahui, mekanisme hidrodinamik, sebagaimana dikemukakan oleh

Brannstrorm, adalah teori yang paling sering dikutip.

Page 7: sken 5

Daftar Pustaka

Byers, M.R. dan Narhi, M.V.O. 2002.Nerve supplu of the pulpodentin complex and responses to

injury. Dalam: Seltzer and Bender’s Dental Pulp. Hargreaves, K.M. dan Goodis, H.E.

(eds).Quintessence, Chicago. Hlm. 151-79.

Cohen, A.S. dan Brown, D.C. 2002. Orofacial dental pain emergencies: endodontic diagnoses

and management. Dalam : Pathways of the pulp. Cohen, S. dan Burns, R.C. (eds). Ed. Ke-8.

Mosby, St.Louis. Hlm.31-75

Eli, I. 2003. The multidisciplinary nature of pain. Dalam: Textbook of Endodontology,

Bergenholtz, G., Horsted-Bindslev, P. dan Reit, C. (eds).. Blackwell, Munksgaard. Hlm.57-65.

Hargreaves, K.M. 2002. Pain mechanism of the pulpodentin complex. Dalam: Seltzer and

Bender’s Dental Pulp. Hargreaves, K.M. dan Goodis, H.E. (eds).Quintessence, Chicago. Hlm

181-203.

Grossman LI. Oliet S. Rio CED. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek, Ed. 11. Jakarta: EGC

Sumawinata, Narlan, drg. SpKG. 2004. Senarai Istilah Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC

Tarigan R. 2006. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti), Ed. 2. Jakarta: EGC

Walton, Richard E. 2008. Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia, Ed. 3. Jakarta: EGC

Page 8: sken 5

kekurangan SSC yang berkaitan dengan kesalahan prosedur klin ik. Penempatan

SSC yang tidak tepat dapat menimbulkan beberapa gangguan antara lain pada kesehatan

gusi dan tulang pendukung

Prosedur SSC

Dengan crimping plier tepi SSCdibengkokkan sedikit ke dalam sekeliling tepi mahkota. (Gambar

3B dan C). Mahkota dipasang kembali pada gigi. Adaptasi dapat diperiksa d engan

menggunakan sonde pada semua tepi mahkota . Jika terdapat daerah tepi yang terb uka,

maka daerah terse but harus dibentuk kembali dengan plier (Gambar 3 D) . Penyelesaian

terakhir dilaku kan dengan menghaluskan tepi SSC dengan batu putih dan dipoles dengan

rubber wheel. Selanjutnya sementasi SSC dengan semen ionomer kaca, semen seng-fosfat, atau

polikarboksilat.

Gambar A. Pengurangan 1 mm di bawah g aris goresan. B. Pembentukan kontur mahkota dengan plier no. 114.

C. Pembentukan tepi mahkota dengan crown crimping plier. D. Pemeriksaan tepi mahkota untuk adaptasi.

Page 9: sken 5

Sementasi Mahkota

Sebelum sementasi mahkota daerah kontak diaplikasikan vaselin untuk memudahkan

pembuangan kelebihan semen setelah sementasi. Kuadran gigi yang akan direstorasi diisolasi

dengan cotton roll. Semen yang telah dimanipulasi sesuai dengan jenis yang digunakan,

diaplikasikan pada mahkota (Gambar 4A). Pemasangan mahkota biasanya

pertamadilakukanpada sisi lingual kemudian sisi bukal. Mahkota harus dipastikan masuk

dengan tepat (Gambar 4B) . Jika gigi diisolasi dengan cotton roll, tutupi mahkota dengan foil

kering agar mahkota gigi tetap bebas kelembaban sampai semen mengeras (Gambar 4C) .

Setelah semen mengeras, kelebihan semen dibuang dengan scaleratau sonde (Gambar 4D).

Gambar A. Pengisian mahkota dengan semen. B. Penempatan mahkota dari sisi lingual ke sisi bukal. C.

Mahkota dibiarkan dalam keadaan kering. D. Pembuangan kelebihan semen dengan scaler .

Sumber : LAPORAN PENELITIAN EFEKKLINIS PENGGUNAAN MAHKOTA STAINLESS

STEELPADA GIGI MOLAR SULUNGTERHADAP KESEHATAN GUSI

Oleh :Arlette Suzy Puspa Pertiwi, drg., Sp.KGA, Meirina Gartika, drg., Sp.Ped, Inne Suherna

Sasmita, drg., Sp.Ped

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

Page 10: sken 5

UNIVERSITAS PADJADJARAN

Nopember 2006