Sken 2

download Sken 2

of 11

description

PBL 21

Transcript of Sken 2

Diabetes Melitus Gestasional pada Usia Kehamilan 25 MingguNama: Octaviani Sanjaya JaminNIM / Kelompok : 102012012 / F5Email: [email protected] Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaAlamat Korespondensi : Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat

PendahuluanTahun 1909 Peel dkk mengumpulkan 66 kasus diabetes mellitus hamil, dimana 22% diantaranya meninggal saat hamil atau 1-2 minggu setelah persalinan. Seperdelapan dari kehamilan berakhir dengan abortus, sedang sepertiga dari kelahiran aterm melahirkan bayi yang mati. Tahun 1922 setelah ditemukan insulin, angka kematian ibu menurun mencolok dari 45% menjadi 2%.Menurunnya angka kematian perinatal disebabkan penatalaksanaan diabetes mellitus semakin membaik, antara lain penatalaksanaan terpadu, terdapat insulin jenis baru, dan diperkenalkannya cara memantau glukosa darah sendiri oleh pasien untuk mencapai kendali glikemik yang ketat.PembahasanAnamnesis Menanyakan banyak makan, minum, dam miksi Menanyakan lemas yang disertai rasa sesak Menanyakan berat badan yang meningkat disertai peningkatan nafsu makan Menanyakan adanya buram, katarak, buta, retinopati, glukoma Menanyakan adanya kesemutan, sakit maag, dan impotensi Menanyakan adanya bengkak pada kaki Menanyakan adanya hipertensi Menanyakan adanya luka yang sukar sembuh, jaringan parut pada kulit dan luka yang bau Menanyakan apakah ada batuk > 3 minggu Menanyakan riwayat sakit jantung Menanyakan riwayat keluarga diabetes Menanyakan adanya minum susu kehamilan Faktor risiko DMGPemeriksaan fisikPemeriksaan fisik pada kaki biasanya dilakukan secara rutin pada pasien DM. tahapan pemeriksaan kaki meliputi inspeksi dan palpasiUntuk inspeksi pada kaki, yang perlu diamati adalah apakah adanya atrofi kulit, otot, warna kulit, lesi kulit, dan deformitas. Lesi kulit harus dilaporkan jenis, ukuran, dan lokasinya. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai untuk membedakan berat ringannya kaki diabetik diantaranya klasifikasi Wagner, Liverpool, Texas, dan Pedis.Kriteria Wagner: Grade I: ulkus superficial, lesi atau kerusakan kulit tanpa adanya penetrasi ke lapisam subkutan. Infeksi superficial dengan atau tanpa selulitis mungkin terjadi. Lesi yang ada masih dapat sembuh dengan cepat dengan perawatan kaki dan istirahatkan kaki. Grade II: ulkus dalam, terjadi penetrasi sampai ke lapisan lemak dan tendon, atau kapsul sendi tanpa abses dalam atau osteomielitis. Grade III: ulkus dalam dengan infeksi, ulkus dalam dengan osteomielitis atau sepsis sendi. Terdiri dari infeksi atau abses plantar yang dalam, mecrotizing fasciitis, infeksi sarung tendon. Grade IV: ulkus dengan gangren pada 1-2 jari, gangrene terjadi pada sebagian kaki, contohnya pada ibu jari, telunjuk kaki, dll. Sisa dari kaki lainnya masih dapat diselamatkan. Grade V: ulkus dengan gangren luas seluruh kaki, gangren atau nekrosis sisa kaki mungkin sampai perlu amputasi tungkai.Untuk palpasi kita memeriksa suhu dengan perabaan menggunakan punggung tangan merasakan suhu permukaan kaki dan tungkai bawah kanan dan kiri pada berbagai lokasi. Suhu raba hangat biasanya timbul pada bagian yang mengalami inflamasi. Selain itu juga memeriksa pulsasi pada arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior. Pemeriksaan sensorik kaki juga diperlukan menggunakan monofilament. Pada pemeriksaan sensorik kita meminta pasien untuk berbaring dan memejamkan matanya, kemudian kita melakukan penekanan dengan monofilament pada 12 lokasi dan meminta pasien untuk memberi respon ada atau tidaknya sensasi sentuhan.1Pemeriksaan penunjangAmerican Diabetes Association menggunakan skrining DMG melalui pemeriksaan glukosa darah dua tahap. Tahap pertama dikenal dengan nama tes tantangan glukosa yang merupakan tes skrining. Pada semua wanita hamil yang datang di klinik diberikan minum glukosa sebanyak 50 gram kemudian diambil contoh darah satu jam kemudian. Hasil glukosa darah ( umumnya plasma vena ) > 140mg/dl disebut tes tantangan glukosa positif dan harus dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu tes toleransi glukosa oral ( TTGO ).1Prosedur pemeriksaan bagi Tes Tolenrasi Glukosa Oral (TTGO) adalah selama 3 hari sebelum tes dilakukan penderita harus mengkonsumsi sekitar 150 gram karbohidrat setiap hari. Terapi obat yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium harus dihentikan hingga tes dilaksanakan. Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium adalah insulin, kortikosteroid (kortison), kontrasepsi oral, estrogen, anticonvulsant, diuretik, tiazid, salisilat, asam askorbat. Selain itu penderita juga tidak boleh minum alkohol. Protokol urutan pengambilan darah berbeda-beda; kebanyakan pengambilan darah setelah puasa, dan setelah 1 dan 2 jam. Ada beberapa yang mengambil darah jam ke-3, sedangkan yang lainnya lagi mengambil darah pada jam dan 1 jam setelah pemberian glukosa. Yang akan diuraikan di sini adalah pengambilan darah pada waktu jam, 1 jam, 1 jam, dan 2 jam.Sebelum dilakukan tes, penderita harus berpuasa selama 12 jam. Pengambilan sampel darah dilakukan sebagai berikut : Pagi hari setelah puasa, penderita diambil darah vena 3-5 ml untuk uji glukosa darah puasa. Penderita mengosongkan kandung kemihnya dan mengumpulkan sampel urinenya. Penderita diberikan minum glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam segelas air (250ml). Lebih baik jika dibumbui dengan perasa, misalnya dengan limun. Pada waktu jam, 1 jam, 1 jam, dan 2 jam, penderita diambil darah untuk pemeriksaan glukosa. Pada waktu 1 jam dan 2 jam penderita mengosongkan kandung kemihnya dan mengumpulkan sampel urinenya secara terpisah.Selama TTGO dilakukan, penderita tidak boleh minum kopi, teh, makan permen, merokok, berjalan-jalan, atau melakukan aktifitas fisik yang berat. Minum air putih yang tidak mengandung gula masih diperkenankan.Faktor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium: Penggunaan obat-obatan tertentu Stress (fisik, emosional), demam, infeksi, trauma, tirah baring, obesitas dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Aktifitas berlebihan dan muntah dapat menurunkan kadar glukosa darah. Obat hipoglikemik dapat menurunkan kadar glukosa darah. Usia. Orang lansia memiliki kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Sekresi insulin menurun karena proses penuaan.Intepretasi hasil Lab TTGO bagi GDM: Puasa: 95 mg / dL atau lebih tinggi Jam Pertama: 180 mg / dL atau lebih tinggi Jam Kedua: 155 mg / dL atau lebih tinggi Jam Ketiga: 140 mg / dL atau lebih tinggi2Penilaian hasil TTGO untuk menyatakan DMG, baik untuk TTGO 3 jam maupun yang hanya 2 jam berlaku sama yaitu ditemukannya dua atau lebih angka yang abnormal.1Working diagnosisDiabetes mellitus gestasional ( DMG ) dengan gejala-gejala khas diabetes yaitu poliuri, polidipsi, dan peningkatan berat badan yang mungkin dicetuskan karena polifagi.Differential diagnosisDiabetes melitus tipe 1Diabetes melitus tipe 1 disebut jugainsulin dependent diabetes mellitus(IDDM). DM tipe 1 terjadi 5-10% dari semua kasus diabetes. Secara umum, DM tipe ini terjadi pada anak-anak atau pada awal masa dewasa yang disebabkan oleh kerusakan sel pankreas akibat autoimun, sehingga terjadi defisiensi insulin absolut. Anak-anak dapat mengalami kerusakan sel pulau Langerhans yang cepat sehingga menyebabkan ketoasidosis. Sementara itu, orang dewasa mampu mengatur sekresi insulinnya sehingga dapat mencegah terjadinya ketoasidosis. Oleh karena itu, penyakit ini umumnya terjadi pada anak-anak.Pasien dengan DM tipe 1 sangat kekurangan insulin sehingga bergantung pada pengobatan dengan insulinuntuk kelangsungan hidup mereka.Gangguan produksi insulin pada DM tipe 1 terjadi karena destruksi sel-sel pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi autoimun yang mengakibatkan defisiensi sekresi insulin dan ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella, Citomegalo Virus, Herpes, dan lain-lain. Ada beberapa tipe autoantibodi yang terkait dengan DM tipe 1, antara lain: ICCA (Islet Cell Cytoplasmic Antibodies)ICCA merupakan autoantibodi utama yang ditemukan pada penderita DM tipe 1. Hampir 90% penderita DM tipe 1 memiliki ICCA di dalam darahnya. Di dalam tubuh non-diabetik, frekuensi ICCA hanya 0,5-4%. Keberadaan ICCA merupakan prediktor yang cukup akurat untuk DM tipe 1. ICCA tidak spesifik untuk sel Langerhans saja, tetapi juga dapat dikenali oleh sel lain yang terdapat di pulau Langerhans. Pada pulau Langerhans kelenjar pankreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel , sel dan sel . Sel-sel memproduksi insulin, sel-sel memproduksi glukagon, dan sel-sel memproduksi hormon somatostatin. Namun, serangan autoimun secara selektif menghancurkan sel-sel . Titer ICCA akan menurun sejalan dengan berjalannya penyakit. ICSA (Islet Cell Surface Antibodies)Autoantibodi terhadap antigen permukaan sel ini ditemukan pada sekitar 80% penderita DM tipe 1. Sama seperti ICCA, titer ICSA juga makin menurun sejalan dengan lamanya waktu. Tidak hanya pada DM tipe 1, beberapa penderita DM tipe 2 juga ditemukan positif ICSA. Anti-GAD (Glutamic Acid Decarboxylase)Autoantibodi terhadap enzim glutamat dekarboksilase ditemukan pada hampir 80% pasien yang baru terdiagnosis positif menderita DM tipe 1. Titer antibodi anti-GAD juga akan menurun sejalan dengan perjalanan penyakit. Keberadaan antibodi anti-GAD merupakan prediktor kuat untuk DM tipe 1, terutama pada populasi risiko tinggi. AIA (Anti-Insulin Antibody)AIA merupakan autoantibodi lain yang sudah diidentifikasi, ditemukan pada sekitar 40% anak-anak yang menderita DM tipe 1. AiA bahkan sudah dapat dideteksi dalam darah pasien sebelum onset terapi insulinSelain defisiensi insulin, fungsi sel-sel kelenjar pankreas pada penderita DM tipe 1 juga menjadi tidak normal, yaitu ditemukannya sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel pulau Langerhans. Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon. Pada penderita DM tipe 1, hal ini tidak terjadi. Sekresi glukagon tetap tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia yang memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan ini adalah cepatnya penderita DM tipe 1 mengalami ketoasidosis diabetik apabila tidak mendapat terapi insulin. Apabila diberikan terapi somatostatin untuk menekan sekresi glukagon, maka akan terjadi penekanan terhadap kenaikan kadar gula dan badan keton. Salah satu masalah jangka panjang pada penderita DM tipe 1 adalah rusaknya kemampuan tubuh untuk mensekresi glukagon sebagai respon terhadap hipoglikemia. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya hipoglikemia yang dapat berakibat fatal pada penderita DM tipe 1 yang sedang mendapat terapi insulin.Defisiensi sekresi insulin merupakan masalah utama pada DM tipe 1, namun pada penderita yang tidak dikontrol dengan baik, dapat terjadi penurunan kemampuan sel-sel sasaran untuk merespons terapi insulin yang diberikan. Ada beberapa mekanisme biokimia yang dapat menjelaskan hal ini, salah satu diantaranya adalah defisiensi insulin menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas di dalam darah sebagai akibat dari lipolisis yang tak terkendali di jaringan adiposa. Asam lemak bebas di dalam darah akan menekan metabolisme glukosa di jaringan-jaringan perifer seperti misalnya di jaringan otot rangka, dengan perkataan lain akan menurunkan penggunaan glukosa oleh tubuh. Defisiensi insulin juga akan menurunkan ekskresi dari beberapa gen yang diperlukan sel-sel sasaran untuk merespons insulin secara normal, misalnya gen glukokinase di hati dan gen GLUT4 (protein transporter yang membantu transpor glukosa di sebagian besar jaringan tubuh) di jaringan adipose.Diabetes mellitus tipe 2DM tipe II disebabkan kegagalan relatif sel dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.Seseorang yang menderita DM tipe II biasanya mengalami peningkatan frekuensi buang air (poliuri), rasa lapar (polifagia), rasa haus (polidipsi), cepat lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya, mudah sakit berkepanjangan, biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun, tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak-anak dan remaja. Gejala-gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan akibat kerja, jika glukosa darah sudah tumpah kesaluran urin dan urin tersebut tidak disiram, maka dikerubuti oleh semut yang merupakan tanda adanya gula.1EtiologiDiabetes gestasional disebabkan karena adanya perubahan metabolisme karbohidrat selama kehamilan, dimana keadaan resistensi insulin tidak diimbangi dengan sekresi insulin yang adekuat. Insulin disekresi oleh sel pankreas, ibu dengan diabetes gestasional memiliki defek pada fungsi sel pankreas ini. Ibu yang menderita diabetes gestasional kebanyakan telah mengalami resistensi insulin kronis karena disfungsi sel pankreas sejak sebelum masa kehamilan. Disfungsi sel pankreas dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah destruksi sel pankreas oleh reaksi autoimun yang ditemukan pada diabetes tipe 1.Selain reaksi autoimun, defek fungsi sel pankreas juga dapat disebabkan oleh mutasi autosomal yang menyebabkan maturity onset diabetes of the young (MODY). MODY terdiri atas beberapa subtipe, mutasi dapat terjadi pada gen yang mengkode glukokinase (MODY 2), hepatocyte nuclear factor 1(MODY 3) dan insulin promoter factor 1 (MODY 4). Selain karena adanya defek fungsi sel pankreas, diabetes gestasional juga dapat disebabkan karena adanya gangguan pada insulin signaling pathway, penurunan ekspresi PPAR dan penurunan transport glukosa yang dimediasi insulin pada otot skelet dan adiposity.3Faktor risiko dapat terjadinya DMG adalah berdasarkan riwayat kebidanan dan riwayat kesehatan pasien. Pada riwayat kebidanan yang mempengaruhi adalah berapa kali keguguran, riwayat melahirkan anak mati tanpa sebab yang jelas, riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan, pernah melahirkan bayi > 400 gram, pernah mengalami preeklamsia dan polihidramnion. Usia ibu saat kehamilan lebih dari 30 tahun, adanya riwayat DM pada keluarga, pernah mengalami DMG pada kehamilan sebelumnya, dan infeksi saluran kemih berulang saat kehamilan juga meningkatkan resiko DMG.1EpidemiologiPrevalensi diabetes mellitus gestasional (DMG) sangat bervariasi dari 1-14%, tergantung subyek yang diteliti dan kriteria diagnosa yang digunakan. Dengan menggunakan kriteria yang digunakan oleh American Diabetes Association prevalensi antara 2-3%. Penelitian di Makasar menggunakan kriteria yang sedikit berbeda melaporkan angka prevalensi sebesar 2%. DMG lebih banyak didapatkan pada usia di atas 32 tahun dan lebih dari 50% memiliki riwayat keluarga diabetes mellitus (DM).Pada kelompok DMG dengan hasil pemeriksaan TTGO menunjukan TGT ( 3 dari 37 subyek ), semuanya dapat terkendali dengan pengaturan diet saja. Sedangkan pada kelompok yang memenuhi kriteria DM pada pemeriksaan awal ( 18 dari 37 subyek ), sebanyak 70% mendapat terapi insulin. Sedangkan pada kelompok DMG yang meragukan ( tidak memenuhi criteria diagnosis ADA 1997 dan Perkeni 2002 untuk DMG ), sebanyak 80% dikelola dengan pengaturan diet saja.PatofisiologiPada kehamilan terjadi resistensi insulin fisiologis karena peningkatan hormone kehamilan ( human placenta lactogen/ HPL, progestron, kortisol, prolaktin ) yang mencapai puncaknya pada trimester ketiga kehamilan. Tidak berbeda pada patofisiologi DM tipe 2, pada DMG juga terjadi gangguan sekresi sel beta pankreas. Gangguan sel beta diperkirakan disebabkan antara lain autoimun, kelainan genetik, dan resistensi insulin kronis. Studi oleh Xiang melaporkan bahwa pada wanita dengan DMG mengalami gangguan kompensasi produksi insulin oleh sel beta sebesar 67% dibandingkan kehamilan normal. Sedangkan sekitar 5%dari populasi DMG diketahui memiliki gangguan sel beta akibat defek pada sel beta seperti mutasi pada glukokinase.Resistensi insulin selama kehamilan merupakan mekanisme adaptif tubuh untuk menjaga asupan nutrisi ke janin. Resistensi insulin kronis sudah terjadi sebelum kehamilan pada ibu-ibu obesitas. Kebanyakan wanita dengan DMG memiliki kedua jenis resistensi insulin ini yaitu kronis dan fisiologis sehingga resistensi insulinnya lebih berat dibanding kehamilan normal. Kondisi ini akan membaik segera setelah partus dan akan kembali ke kondisi awal setelah selesai masa nifas, dimana konsentrasi HPL sudah kembali seperti awal.1Manifestasi klinisDiabetes mellitus gestasional adalah bentuk sementara (dalam banyak kasus) diabetes dimana tubuh tidak memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup untuk menangani gula selama kehamilan. Hal ini juga bisa disebut intoleransi glukosa atau intoleransi karbohidrat. Tanda dan gejala dapat termasuk: Gula dalam urin Sentiasa rasa haus Sering buang air kecil Kelelahan Mual Sering infeksi kandung kemih, vagina dan kulit Penglihatan kabur2PenatalaksanaanDimulai dengan terapi nutrisi medik yang diatur oleh ahli gizi. Secara umum, pada trimester pertama tidak diperlukan penambahan asupan kalori. Sedangkan pada ibu hamil dengan berat badan normal secara umum memerlukan tambahan 300 kcal pada trimester kedua dan ketiga. Jumlah kalori yang dianjurkan adalah 30 kcal/ berat badan saat hamil. Pada mereka yang obes dengan indeks masa tubuh ( IMT ) >30kg/m2 maka perlu dilakukan pembatasan kalori hanya 25 kcal/ kg berat badan. Asupan karbohidrat sebaiknya terbagi sepanjang hari untuk mencegah ketonemia yang berdampak pada perkembangan kognitif bayi.1 Untuk menjamin pertumbuhan janin yang baik harus diingat bahwa kebutuhan protein ibu hamil dianjurkan 1-1,5 g/kgBB.4Sasaran glukosa darah yang ingin dicapai adalah konsentrasi glukosa plasma puasa 105mg/dl dan dua jam setelah makan 120mg/dl. Apabila sasaran tersebut tidak tercapai maka perlu ditambahkan insulin. Beberapa klinik menganjurkan bila konsentrasi glukosa plasma puasa >130mg/dl dapat dimulai dengan insulin.1Jenis insulin yang dipakai adalah insulin human. Insulin analog belum dianjurkan untuk wanita hamil karena struktur asam aminonya berbeda dengan insulin human. Perbedaan struktur menimbulkan perbedaan afinitas antara insulin analog dengan insulin human terhadap reseptor insulin dan reseptor IGF 1. Mengingat kerja HPL melalui reseptor IGF 1, maka dikhawatirkan dapat mempengaruhi janin atau kehamilan.1Berbeda dengan diabetes pragestasional, pemberian insulin pada DMG selain dosis yang lebih rendah juga frekuensi pemberian lebih sederhana. Pemberian insulin kombinasi kerja singkat dan kerja sedang seperti Mixtard ( Novo-Nordik ) atau Humulin 30-70 ( Eli-Lily ) dilaporkan sangat berhasil.1 Pada umumnya, insulin dimulai dengan dosis kecil seiring dengan meningkatnya usia kehamilan. Insulin yang dipakai sebaiknya human insulin. Dosis insulin diperkirakan 0,5-1,5 unit/kg BB.4Kendali glikemik ketat sangat dibutuhkan pada semua wanita diabetes mellitus dengan kehamilan. Sangat penting memantau glukosa darah sendiri oleh pasien di rumah, terutama pada mereka yang mendapat suntikan insulin. Pasien perlu dibekali dengan alat meter ( Reflectance meter ) untuk memantau glukosa darah sendiri di rumah.1 Selain pemantauan glukosa darah sendiri, pada pasien DMG dilakukan pemeriksaan HbA1c, secara berkala setiap 6-8 minggu sekali. Kadar HbA1c yang diharapkan adalah < 6%.Pemantauan janin juga perlu dilakukan dengan mengukur tinggi fundus uteri dan mendengarkan denyut jantung janin secara khusus memakai USG dan kardiotokografi ( KTG ). Penilaian menyeluruh janin dilakukan dengan skor fungsi dinamik janin plasenta ( FDJP ). Skor < 5 merupakan tanda gawat janin. Penilaian dilakukan setiap minggu sejak usia kehamilan 36 minggu. Adanya makrosomia, pertumbuhan janin yang terhambat ( PJT ) dan gawat janin merupakan indikasi dilakukan persalinan secara seksio sesarea. Janin yang sehat ( skor FDJP > 6 ) dapat dilahirkan pada umur kehamilan cukup waktu ( 40-42 minggu ) dengan persalinan biasa. Ibu hamil DMG tidak perlu dirawat bila keadaan diabetesnya terkendali baik, namun harus selalu diperhatikan gerak janin ( normal > 10 kali/ 12 jam ).Evaluasi pada bayi yang lahir dari ibu DMG ( BIDMG ) juga perlu dilakukan segera setelah lahir dengan menghitung nilai Apgar, memeriksan keadaan umum bayi, pemeriksaan fisik untuk melihat adanya cacat bawaan, pemeriksaan plasenta, pemeriksaan kadar glukosa, pemeriksaan hematokrit tali pusar. Pemeriksaan fisik diulangi untuk melihat perubahan yang mungkin terjadi pada janin seperti gemetaran, apnea, kejang, tangis lemah, malas minum dan adanya sindrom gawat nafas, kelainan jantung, kelainan ginjal, trauma lahir pada ekstremitas, kelainan metabolik, dan kelainan saluran cerna.Untuk mengatasi kelainan metabolik seperti hipoglikemia dengan gejala diberikan larutan glukosa 10% sebanyak 2-4ml/kgBB/mnt intravena selama 2-3 menit. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian 6-8ml/kgBB/mnt agar dapat mencapai kadar glukosa darah normal. Konsentrasi glukosa yang diberikan tidak boleh melebihi 12,5% karena konsentrasi glukosa yang tinggi dapat merusak vena. Pemberian glukosa intravena tidak boleh dihentikan tiba-tiba karena risiko terjadinya hipoglikemia reaktif.Hipokalsemia dengan kejang harus diobati dengan larutan kalsium glukonat 10% sebanyak 1 ml/kgBB intravena. Larutan tersebut diencerkan dahulu dengan larutan glukosa 5% dengan perbandingan 1:4 diberikan secara perlahan. Sesudah pemberian pertama harus dilanjutkan dengan pemberian dosis pemeliharaan selama beberapa hari, dapat secara iv atau oral, dan diturunkan secara bertahap. Kadar kalsium darah harus dipantau setiap 12 jam. Selama pemberian kalsium, harus dipantau adanya bradikardi, aritmia jantung, dan ekstravasasi cairan dari alat infuse yang dapat menyebabkan nekrosis kulit.Untuk penanganan hipomagnesemi dapat diberikan larutan magnesium sulfat 50% sebanyak 1,2 ml/kgBB/hari intramuskular dalam, dibagi dalam 2-3 dosis. Biasanya hipomagnesemi berhubungan dengan hipokalsemia dan bila hipomagnesemi diobati maka hipokalsemi pun dapat teratasi.Pada keadaan hiperbilirubin, dilakukan pemantauan terhadap kadar bilirubin serum dengan seksama sejak bayi mulai kuning, kalau perlu diberikan terapi sinar dan transfusi tukar. Pada polisitemia, bila kadar hematokrit darah vena 60-70% tanpa gejala diberikan tambahan minum sebanyak 20-40ml/kgBB/hari. Kadar hematokrit diperiksa setiap 6-12 jam, sampai nilainya di bawah 65%. Bila kadar hematokrit lebih dari 70% dan timbul gejala, harus dilakukan transfusi tukarparsial dengan plasma beku segar.4PrognosisPrognosis tergantung dari perawatan antenatal, pertolongan persalinan, dan perawatan di bangsal neonates, juga pemantauan jangka panjang. Prognosis untuk hidup umumnya baik. Prognosis intelegensia yang normal tergantung dari lama dan beratnya hipoglikemia dengan gejala, terutama jika diderita oleh bayi dengan berat badan lahir rendah dan BIDMG cenderung mengalami penurunan intelegensia dibandingkan dengan hipoglikemia tanpa gejala.4KomplikasiDMG merupakan gangguan metabolism yang ringan, tetapi hiperglikemia ringan tetap dapat memberikan penyulit pada ibu seperti: Preeklamsia Polihidramnion Infeksi saluran kemih Persalinan seksio sesarea Trauma persalinan karena bayi besarSekitar 40-60% wanita yang pernah DMG pasca persalinan akan mengidap diabetes mellitus atau toleransi glukosa terganggu.Kematian perinatal BIDMG sangat dipengaruhi keadaan hiperglikemi ibu. Komplikasi yang dapat terjadi pada BIDMG adalah: Makrosomia Ibu dengan DMG 40% akan melahirkan bayi dengan BB berlebih pada semua usia kehamilan. Makrosomia mempertinggi terjadinya trauma lahir, sindrom aspirasi mekoneum, dan hipertensi pulmonal persisten. Trauma lahir biasanya terjadi akibat distosia bahu, sehingga dapat menyebabkan fraktur humerus, klavikula, palsi Erb syaraf frenikus bahkan kematian janin. Hambatan pertumbuhan janin Ibu DMG dengan komplikasi vaskular dapat menyebabkan bayi lahir dengan BB rendah pada kehamilan 37-40 minggu. Hal ini dapat terjadi dengan adanya perubahan metabolik ibu selama masa awal persalinan. Cacat bawaanKejadian cacat bawaan adalah 4,1% BIDMG. Cacat bawaan paling banyak pada kehamilan dengan DMG yang tidak terpantau sebelum kehamilan dan pada trimester pertama. 50% kematian perinatal disebabkan kelainan jantung ( ASD, VSD, TAB ), kelainan ginjal ( agenesis ginjal ), kelainan saluran cerna ( situs inversus, sindrom colon kiri kecil ), kelainan neurologidan skelet. Kekerapan cacat bawaan ringan lebih besar yaitu 20%. HipoglikemiaKira-kira 25-50% BIDMG mengalami hipoglikemi pada 24 jam pertama setelah lahir, biasanya pada bayi makrosomia. Pada BIDMG dengan kelainan vaskular, hipoglikemia biasanya terjadi setelah 6-12 jam lahir, karena hiperinsulinemi dan cadangan glikogen yang kurang. Bayi dikatakan hipoglikemi bila kadar glukosa darah < 30mg/dl. Hipokalsemia dan hipomagnesemiaBayi dikatakan hipokalsemia bila kadar kalsium darah < 7mg/dl ( kalsium ion < 3mg/dl ). Beratnya hipokalsemia berhubungan dengan tingkat terkendalinya kadar glukosa ibu DMG. Bayi mengidap hipomagnesemia bila kadar magnesium < 1,5mg/dl. Biasanya hipomagnesemi terjadi bersamaan dengan hipokalsemia. HiperbilirubinemiaMeningkatnya kadar bilirubin indirek terjadi pada 20-25% BIDMG, akibatnya perusakan eritrosit akibat membrane eritrositnya berubah. Polisitemia hematologis Asfiksia perinatalTerjadi pada 25% BIDMG, mungkin disebabkan oleh makrosomia, pramaturitas, penyakit vaskular ibu yang menyebabkan hipoksia intrauterine atau pada bayi yang lahir dengan seksio sesarea. Sindrom gawat nafas neonatalKejadian ini berkolerasi dengan tingkat pengendalian glukosa ibu DMG. Kejadian sindrom gawat nafas sangat menurun pada ibu DMG dengan kadar glukosa terkendali baik. Sebagian lagi gawat nafas disebabkan prematuritas dengan produksi surfaktan paru yang belum cukup atau bayi lahir dengan seksio sesarea.4PenutupDiabetes Mellitus Gestasional (DMG) didefinisikan sebagai gangguan toleransi glukosa berbagai tingkat yang diketahui pertama kali saat hamil tanpa membedakan apakah penderita perlu mendapat insulin atau tidak. Sebagian besar DMG asimtomatis sehingga diagnosis ditentukan secara kebetulan pada saat pemeriksaan rutin. Diagnosis diabetes mellitus pada ibu hamil agak sukar karena terdapat beberapa factor yang meningkatkan dan menurunkan konsentrasi glukosa pada ibu hamil.Dugaan ibu hamil dengan diabetes mellitus:1.Riwayat keluarga2.Sering mengalami abortus tanpa sebab yang jelas3.Persalinan sulit dengan janin besar (makrosomia)4.Kematian janin intra uteri5.Intrautery growth retardasion6.Prematuritas7.Terdapat kelainan kongenital janinSesuai dengan pengelolaan medis DM pada umumnya, pengelolaan DMG juga terutama didasari atas pengelolaan gizi/diet dan pengendalian berat badan ibu. Jika dengan terapi diet selama 2 minggu kadar glukosa darah belum mencapai normal atau normoglikemia, yaitu kadar glukosa darah puasa di bawah 105 mg/dl dan 2 jam pp di bawah 120 mg/dl, maka terapi insulin harus segera dimulai.Pemantauan dapat dikerjakan dengan menggunakan alat pengukur glukosa darah kapiler. Perhitungan menu seimbang sama dengan perhitungan pada kasus DM umumnya, dengan ditambahkan sejumlah 300-500 kalori per hari untuk tumbuh kembang janin selama masa kehamilan sampai dengan masa menyusui selesai.

Daftar Pustaka1. Sudoyo AW, Settiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 3. Jakarta: Internal Publishing; 2009.h.1952-56.1. Ganathipan B. Diabetes mellitus gestasional. Repository USU. Sumatera Utara: 2012.1. Kaaja R, Ronnemaa T. Gestational Diabetes: Pathogenesis and Consequences to Mother and Offspring. Rev Diabet Stud. 2009;5(4):194202.1. Tracy L, Setji M, Brown AJ, Feinglos MN. Gestational Diabetes Mellitus. Clin Diabetes. 2005;23(1):1724. 11