Sistem Pertanian Berkelanjutan: Aspek Lahan dan Manajemen Nutrisi dalam Pertanian Organik

6
S ecara prinsip dasar, tanah dan tanaman merupakan elemen penting yang terkan- dung dalam konsep "Pertani- an Organik". Seperti yang ditegaskan oleh Biocert dalam "Prinsip-prinsip Pertanian Organik": Pertanian or- ganik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan. Beker- ja, meniru dan berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan. Prinsip ekologi meletakkan pertanian organik dalam sistem ekologi kehidu- pan. Prinsip ini menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses dan daur ulang ekologis. Makanan dan kesejahteraan diperoleh melalui ekologi suatu lingkungan produksi yang khusus; sebagai contoh, tana- man membutuhkan tanah yang subur, hewan membutuhkan eko- sistem peternakan, ikan dan organ- isme laut membutuhkan lingkungan perairan. Budidaya pertanian, pe- ternakan dan pemanenan produk liar or- gan- ik ha- rus- lah ses- u a i dengan siklus dan keseimbangan ekologi di alam. Sik- lus-siklus ini bersifat universal tetapi pengoperasiannya bersifat spesifik- lokal. Pengelolaan organik harus disesuai- kan dengan kondisi, ekologi, budaya dan skala lokal. Bahan-bahan asu- pan sebaiknya dikurangi dengan cara dipakai kembali, didaur ulang dan dengan pengelolaan bahan-ba- han dan energi secara efisien guna memelihara, meningkatkan kualitas dan melindungi sumber daya alam. Pertanian organik dapat menca- pai keseimbangan ekologis melalui pola sistem pertanian, membangun habitat, pemeliharaan keragaman genetika dan pertanian. Mereka yang menghasilkan, memproses, mema- sarkan atau mengkonsumsi produk- produk organik harus melindungi dan memberikan keuntungan bagi lingkungan secara umum, termasuk di dalamnya tanah, iklim, habitat, ker- agaman hayati, udara dan air. sistem pertanian berkelanjutan A SPEK L AHAN DAN M ANAJEMEN N UTRISI DALAM P ERTANIAN O RGANIK K Mugi Bentang Faatihah @ 150610120145 @ [email protected] J URNAL TUGAS prinsip dasar hubungan tanah dan tanaman pada pertanian organik 1

description

Jurnal saduran ini membahas esensi seluk beluk dasar tentang pertanian organik yang marak digalakkan di Indonesia akhir-akhir ini. Dimulai dari prinsip pertanian organik, syarat dasar pertanian organik, hingga pembuatan pupuk kompos aerob.

Transcript of Sistem Pertanian Berkelanjutan: Aspek Lahan dan Manajemen Nutrisi dalam Pertanian Organik

Page 1: Sistem Pertanian Berkelanjutan: Aspek Lahan dan Manajemen Nutrisi dalam  Pertanian Organik

Secara prinsip dasar, tanah dan tanaman merupakan elemen penting yang terkan-dung dalam konsep "Pertani-

an Organik". Seperti yang ditegaskan oleh Biocert dalam "Prinsip-prinsip Pertanian Organik": Pertanian or-ganik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan. Beker-ja, meniru dan berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan.

Prinsip ekologi meletakkan pertanian organik dalam sistem ekologi kehidu-pan. Prinsip ini menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses dan daur ulang ekologis. Makanan dan kesejahteraan diperoleh melalui ekologi suatu lingkungan produksi yang khusus; sebagai contoh, tana-man membutuhkan tanah yang

subur, hewan membutuhkan eko-sistem peternakan, ikan dan organ-isme laut membutuhkan lingkungan perairan. Budidaya pertanian, pe-ternakan dan p e m a n e n a n produk liar or-gan - ik ha-

rus- l a h s e s - u a i d e n g a n siklus dan keseimbangan ekologi di alam. Sik-lus-siklus ini bersifat universal tetapi pengoperasiannya bersifat spesifik-lokal.

Pengelolaan organik harus disesuai-

kan dengan kondisi, ekologi, budaya dan skala lokal. Bahan-bahan asu-pan sebaiknya dikurangi dengan cara dipakai kembali, didaur ulang dan dengan pengelolaan bahan-ba-han dan energi secara efisien guna memelihara, meningkatkan kualitas dan melindungi sumber daya alam.

Pertanian organik dapat menca-pai keseimbangan ekologis melalui pola sistem pertanian, membangun habitat, pemeliharaan keragaman genetika dan pertanian. Mereka yang menghasilkan, memproses, mema-sarkan atau mengkonsumsi produk-produk organik harus melindungi dan memberikan keuntungan bagi lingkungan secara umum, termasuk di dalamnya tanah, iklim, habitat, ker-agaman hayati, udara dan air.

sistem pertanian berkelanjutanA s p e k L A h A n d A n M A n A j e M e n n u t r i s i d A L A M

p e r t A n i A n O r g A n i k

K Mugi Bentang Faatihah

@ 150610120145

@ [email protected]

j u r n A L t u g A s

prinsip dasar hubungan tanah dan tanaman padapertanian organik

1

Page 2: Sistem Pertanian Berkelanjutan: Aspek Lahan dan Manajemen Nutrisi dalam  Pertanian Organik

Terdapat fase-fase yang ter-jadi kala pertanian konven-sional dialihkan menjadi pertanian organik. Dari tabel

di atas, disajikan perubahan-peruba-han yang terjadi ditilik dari "tanaman sehat" kala dilakukan konversi tanah konvensional menjadi tanah pertani-an organik. Bila merujuk dari metode Kementan, dalam Panduan Penyusu-nan Cara Budidaya yang Baik (Good Agriculture Practices/GAP) Pertanian Organik yang diliris pada tahun 2007, kiat-kiat tersebut didasari pada:

1. Lahan yang digunakan untuk produksi pertanian organik harus be-bas dari bahan kimia sintetis.

2. Jika lahan yang akan digunakan un-tuk pertanian organik berasal dari la-han yang sebelumnya digunakan un-tuk produksi pertanian non organik, maka lahan tersebut harus dilakukan konversi dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Untuk tanaman semusim diperlu-kan masa konversi minimal 2 (dua) tahun, sedangkan untuk tanaman ta-hunan (tidak termasuk padang rum-put) diperlukan masa konversi mini-mal 3 (tiga) tahun.

Bergantung pada situasi dan kon-disi yang ada, masa konversi bisa diperpanjang atau diperpendek, na-mun tidak boleh kurang dari 12 bu-lan. Keputusan penambahan atau pengurangan masa konversi terse-but dibuat oleh Lembaga Sertifikasi dengan mengacu pada ketetapan Otoritas Kompeten Pangan Organik (OKPO) berdasar masukan dari pakar yang kompeten.

b. Prinsip-prinsip budidaya pertanian organik seperti tercantum dalam SNI Sistem Pangan Organik harus telah diterapkan pada lahan yang sedang dalam periode konversi. Selama masa konversi tersebut dianjurkan tanah tetap diusahakan untuk budi-daya tanaman.

c. Lahan yang telah atau sedang dikonversi ke lahan untuk produksi pertanian organik tidak diperboleh-kan untuk diubah bolak-balik antara lahan pertanian organik dan non or-ganik (konvensional)

d. Jika lahan pertanian tidak dapat dikonversi secara bersamaan, maka perlu adanya batas yang tegas dan cukup antara lahan yang dalam kon-versi dengan lahan lainnya sehingga terhindar dari kontaminasi, seperti yang dapat terjadi pada saat penyem-protan pestisida yang dilakukan pada lahan non organik atau rembesan air pada lahan organik dari lahan non organik. Terutama juga pada lahan budidaya non organik yang lokasinya berada di atas budidaya pertanian or-ganik.

e. Perlu adanya batasan yang jelas mengenai lahan yang diusahakan se-cara organik dan lahan non organik (konvensional).

sistem pertanian berkelanjutanj u r n A L t u g A s i

langkah-langkah konversi tanah pertanian konvensional menjadi pertanian organik

Tim Tanah Faperta Unpad (2014)

2

Page 3: Sistem Pertanian Berkelanjutan: Aspek Lahan dan Manajemen Nutrisi dalam  Pertanian Organik

sistem pertanian berkelanjutanj u r n A L t u g A s i

2MANAJEMEN k e s u B u r A n t A n A hORGANIK

Pengelolaan kesuburan tanah bertujuan untuk meningkatkan dan men-jaga kesuburan tanah dalam jangka panjang, dengan prinsip mem-

berikan masukan berbagai bahan alami dan meningkatkan serta men-jaga aktivitas biologis tanah, jika perlu dengan melakukan pengolahan tanah serta pengelolaan air dalam rangka memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

Pada aplikasi pemupukan misalnya, harus menggunakan pupuk kandang atau pupuk organik lainnya harus pada tingkat yang tidak menyumbang terhadap kontaminasi air permu-kaan/air tanah. Saat dan cara aplikasi harus tidak meningkatkan potensi untuk limpasan permukaan ke dalam situ, sungai dan parit. Lalu untuk ak-tivasi kompos, penambahan mikroor-ganisme atau bahan-bahan lain yang berbasis tanaman yang sesuai dapat digunakan.

Selain itu, Teknologi pengolahan tanah minimum diterapkan dalam rangka memperoleh kondisi fisik ta-nah yang baik bagi aktivitas biologi tanah dan pertumbuhan tanaman.

Kesuburan dan aktivitas biologis ta-nah harus dipelihara atau ditingkat-kan dengan cara:

a. Penanaman kacang-kacangan (le-guminoceae), pupuk hijau atau tana-man berperakaran dalam melalui ro-tasi tanaman yang sesuai.

b. Mencampur bahan organik ke dalam tanah baik dalam bentuk kom-pos maupun lainnya, dari unit produk-si yang sesuai dengan ketentuan SNI Sistem Pangan Organik.

c. Produk limbah peternakan, sep-erti kotoran hewan, dapat digunakan apabila berasal dari peternakan yang dilakukan sesuai dengan persyaratan dalam SNI Sistem Pangan Organik.

d. Bahan-bahan sebagaimana tercan-tum dalam Lampiran 3 Tabel 1 dapat digunakan hanya sepanjang upaya mencukupi nutrisi tanah tidak mung-kin dilakukan dengan menggunakan cara-cara sebagaimana ditetapkan dalam paragraf 2.a dan 2.b di atas, atau dalam hal pupuk kandang/ko-toran hewan tidak tersedia dari peter-nakan secara organik.

e. Bahan-bahan biodinamik dari stone meal, kotoran hewan atau tanaman dapat digunakan untuk tujuan penyu-buran dan aktivitas biologis tanah.

Pengelolaan air dilakukan dengan prinsip sebagai berikut:

a. Air irigasi yang digunakan tidak bo-leh yang terkontaminasi bahan kimia sintetis seperti pupuk, pestisida dan bahan cemaran pemukiman maupun industri.

b. Penggunaan air irigasi dibatasi sam-pai pada batas optimal yang diperlu-kan untuk pertumbuhan tanaman.

c. Kelebihan air pada lahan harus did-rainasi dengan upaya meminimalkan dampak negatif terhadap daerah ali-ran air yang bersangkutan.

d. Pada sistem budidaya pertanian la-han basah (sawah) dianjurkan meng-gunakan tata guna air selang-seling (intermitten) dan menghindari masa penggenangan yang berlebihan. Hal ini dimaksudkan dalam rangka men-gurangi emisi gas rumah kaca ke udara.

3

Page 4: Sistem Pertanian Berkelanjutan: Aspek Lahan dan Manajemen Nutrisi dalam  Pertanian Organik

rekayasa tanah pertanian organikRekayasa tanah pada pertanian organik umumnya berprinsip sama: menambahkan unsur hara pada tanah yang bersifat "me-nyuburkan dan menyehatkan" kondisi tanah. Namun apa yang berbeda dalam pertanian organik, ialah asal-usul "hara" tersebut. Dalam pertanian organik, pemberian hara pada tanah dilarang be-rasal dari bahan sintetis, seperti urea. Semuanya harus murni dari hasil hayati, seperti kompos kohe.

rekayasak e s u B u r A n d A n k e s e h A t A n t A n A h p e r t A n i A n O r g A n i k

4

Contoh Bahan penyubur tanah pada pertanian organikTerdapat 3 kategori penyubur tanah pada pertanian organik: 1. Diperbolehkan, seperti: kotoran ternak, kompos daun, guano, sisa tanaman, serbuk gergaji, dan tatal. 2. Dibatasi, seperti: natrium klorida, alumunium kalsium fosfat, trace elements, boron, dan sulfur. 3. Dilarang, seperti: pupuk urea, NPK, magnesium batu.

5

Page 5: Sistem Pertanian Berkelanjutan: Aspek Lahan dan Manajemen Nutrisi dalam  Pertanian Organik

Pembuatan Komposs e c A r A A e r O B p A d A p e r t A n i A n O r g A n i k

Disadur dari artikel milik Alam Tani berjudul Cara Membuat Kompos Metode Anaerob dan Aerob

Proses pembuatan kompos aerob se-baiknya dilakukan di tempat terbuka dengan sirkulasi udara yang baik. Karakter dan jenis bahan baku yang cocok untuk pengomposan aerob adalah material organik yang mempu-nyai perbandingan unsur karbon (C) dan nitrogen (N) kecil (dibawah 30:1), kadar air 40-50% dan pH sekitar 6-8. Contohnya adalah hijauan legumi-nosa, jerami, gedebog pisang dan kotoran unggas. Apabila kekurangan bahan yang megandung karbon, bisa ditambahkan arang sekam padi ke dalam adonan pupuk.

Cara membuat kompos aerob me-makan waktu 40-50 hari. Perlu ketelatenan lebih untuk membuat kompos dengan metode ini. Kita ha-rus mengontrol dengan seksama suhu dan kelembaban kompos saat proses pengomposan berlangsung. Secara berkala, tumpukan kompos harus dibalik untuk menyetabilkan suhu dan kelembabannya. Berikut ini cara membuat kompos aerob:

1. Siapkan lahan seluas 10 meter per-segi untuk tempat pengomposan. Lebih baik apabila tempat pengom-posan diberi peneduh untuk meng-hindari hujan.

2. Buat bak atau kotak persegi empat dari papan kayu dengan lebar 1 me-ter dan panjang 1,5 meter. Pilih papan kayu yang memiliki lebar 30-40 cm.

3. Siapkan material organik dari sisa-sisa tanaman, bisa juga dicampur

dengan kotoran ternak. Cacah bahan organik tersebut hingga menjadi po-tongan-potongan kecil. Semakin ke-cil potongan bahan organik semakin baik. Namun jangan sampai terlalu halus, agar aerasi bisa berlangsung sempurna saat pengomposan ber-langsung.

4. Masukan bahan organik yang su-dah dicacah ke dalam bak kayu, ke-mudidan padatkan. Isi seluruh bak kayu hingga penuh.

5. Siram bahan baku kompos yang sudah tersusun dalam kotak kayu un-tuk memberikan kelembaban. Untuk mempercepat proses pengomposan bisa ditambahkan starter mikroor-ganisme pembusuk ke dalam tum-pukan kompos tersebut. Setelah itu, naikkan bak papan ke atas kemudian tambahkan lagi bahan-bahan lain. Lakukan terus hingga ketinggian kompos sekitar 1,5 meter.

6. Setelah 24 jam, suhu tumpukan kompos akan naik hingga 65oC, bi-arkan keadaan yang panas ini hingga 2-4 hari. Fungsinya untuk membunuh bakteri patogen, jamur dan gulma. Perlu diperhatikan, proses pembi-aran jangan sampai lebih dari 4 hari. Karena berpotensi membunuh mik-roorganisme pengurai kompos. Apa-bila mikroorganisme dekomposer ikut mati, kompos akan lebih lama matangnya.

7. Setelah hari ke-4, turunkan suhu untuk mencegah kematian mikro-organisme dekomposer. Jaga suhu optimum pengomposan pada kisa-ran 45-60oC dan kelembaban pada 40-50%. Cara menjaga suhu adalah

dengan membolak-balik kompos, sedangkan untuk menjaga kelemba-ban siram kompos dengan air. Pada kondisi ini penguapan relatif tinggi, untuk mencegahnya kita bisa menu-tup tumpukan kompos dengan ter-pal plastik, sekaligus juga melindungi kompos dari siraman air hujan.

8. Cara membalik kompos sebaiknya dilakukan dengan metode berikut. Angkat bak kayu, lepaskan dari tum-pukan kompos. Lalu letakan persis disamping tumpukan kompos. Kemu-dian pindahkan bagian kompos yang paling atas kedalam bak kayu terse-but sambil diaduk. Lakukan seperti mengisi kompos di tahap awal. Laku-kan terus hingga seluruh tumpuka kompos berpindah kesampingnya. Dengan begitu, semua kompos dipas-tikan sudah terbalik semua. Proses pembalikan sebaiknya dilakukan se-tiap 3 hari sekali sampai proses pen-gomposan selesai. Atau balik apabila suhu dan kelembaban melebihi batas yang ditentukan.

9. Apabila suhu sudah stabil dibawah 45oC, warna kompos hitam kecokla-tan dan volume menyusut hingga 50% hentikan proses pembalikan. Se-lanjutnya adalah proses pematangan selama 14 hari.

10.Secara teoritis, proses pengom-posan selesai setelah 40-50 hari. Na-mun kenyataannya bisa lebih cepat atau lebih lambat tergantung dari ke-adaan dekomposer dan bahan baku kompos. Pupuk kompos yang telah matang dicirikan dengan warnanya yang hitam kecoklatan, teksturnya gembur, tidak berbau.

6

Referensi Utama:Departemen Pertanian. 2007. Panduan Penyusunan Cara Budidaya yang Baik (Good Agriculture Practices/GAP) Perta-nian Organik: Tanaman Semusim Lahan Kering, Tanaman Pangan Lahan Basah, dan Tanaman Tahunan. Jakarta.

Page 6: Sistem Pertanian Berkelanjutan: Aspek Lahan dan Manajemen Nutrisi dalam  Pertanian Organik

Fakultas PertanianUniversitas Padjadjaran? JATINANGOR, JAWA BARAT@ http://faperta.unpad.ac.id/

mugi bentang A g r i B u s i n e s s r e s e A r c h e r

K www.mugibentang.tk

@ [email protected]

t @mugibentang

l / mugib

jurnal