sistem pemerintahan indonesia
-
Upload
wurdiyanti-yuli-astuti -
Category
Education
-
view
1.793 -
download
5
description
Transcript of sistem pemerintahan indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu
kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan
separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat
ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat
dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan
mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan
berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk
memprotes hal tersebut.
Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan
masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga
fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi,
keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang berkelanjutan dan
demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam
pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit
negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh.
Secara sempit,Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk
menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu
relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari
rakyatnya itu sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian sistem pemerintahan?
2. Apa perbedaan sistem pemerintahan Parlementer dan Presidensial?
3. Bagaimana sistem pemerintahan Negara RI menurut UUD 1945?
4. Bagaimana sistem pemerintahan Negara Indonesia berdasarkan UUD 1945
setelah di Amandemen?
1
5. Bagaimana contoh kasus yang dapat merusak Sistem Pemerintahan
Indonesia?
6. Bagaimana analisis sebab dan akibat dari kasus yang dapat merusak
Sistem Pemerintahan Indonesia?
7. Apa solusi untuk mengatasi kasus yang dapat merusak Sistem
Pemerintahan Indonesia?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian sistem pemerintahan.
2. Mengetahui perbedaan sistem pemerintahan Parlementer dan
Presidensial.
3. Mengetahui sistem pemerintahan Negara RI menurut UUD 1945.
4. Mengetahui sistem pemerintahan Negara Indonesia berdasarkan UUD
1945 setelah di Amandemen.
5. Mengetahui contoh kasus yang dapat merusak Sistem Pemerintahan
Indonesia.
6. Mengetahui sebab dan akibat dari kasus yang dapat merusak Sistem
Pemerintahan Indonesia.
7. Mengetahui solusi untuk mengatasi kasus yang dapat merusak Sistem
Pemerintahan Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teori
Sistem Pemerintahan
2.1.1 Pengertian sistem pemerintahan
1) Sistem pemerintahan dalam arti sempit, yakni sebuah kajian yang
melihat hubungan antar legislatif dan eksekutif dalam sebuah
negara. Berdasarkan kajian diatas maka dibedakan dua model
pemerintahan yakni, sistem parlementer dan sistem presidensial.
2) Sistem pemerintahan dalam arti luas, yakni suatu kajian
pemerintahan negara yang bertolak dari hubungan antara semua
organ negara, termasuk hubungan antara pemerintah pusat dengan
bagian-bagian yang ada di dalam negara. Dari pandangan diatas
maka sistem pemerintahan negara dibedakan menjadi negara
kesatuan, negara serikat (federal), dan negara konfederasi.
3) Sistem pemerintahan dalam arti sangat luas, yakni kajian yang
menitikberatkan hubungan antara negara dan rakyat. Dari kajian
tersebut dapat dibedakan Sistem Pemerintahan Monarki.
Pemerintahan Aristokrasi dan Pemerintahan Demokrasi.
Sistem Pemerintahan Menurut Para Ahli
1) Aristoteles, menurutnya bentuk pemerintahan dibagi menjadi enam
berdasarkan jumlah orang yang memerintah dan sifat
pemerintahanya yakni monarki, tirani, aristokrasi, oligarki, republik
(politea), dan demokrasi.
2) Polybius, membagi bentuk pemerintahan menurut jumlah orang
yang memerintah dan sifat pemerintahanya. Berdasarkan sudut
pandang ini dapat dibedakan menjadi enam jenis pemerintahan,
yakni monarki, tirani, aristokrasi, oligarki, demokrasi dan anarki
(oklokrasi).
3
3) Kranenburg menyatakan adanya ketidakpastian penggunaan istilah
monarki dan republik untuk menyebut bentuk negara atau bentuk
pemerintahan
4) Leon Duguit membagi bentuk pemerintahaan berdasarkan cara
penunjukan kepala negaranya,yakni sistem republik yang kepala
negaranya diangkat lewat pemilihan dan sistem monarki yang
kepala negaranya diangkat secara turun temurun
5) Jellinec membagi bentuk pemerintahan menjadi dua, yakni republik
dan monarki. Pendapat ini sesuai dengan Leon Duguit.
2.1.2 Perbedaan Parlementer dan Presidensial
Sistem pemerintahan parlementer adalah sistem pemerintahan yang
badan eksekutif dan legislatif (pemerintahan dan parlemen atau DPR)
memiliki hubungan yang bersifat timbal balik dan saling mempengaruhi.
Sistem pemerintahan parlementer diterapkan di negara Inggris, Eropa
Barat, dan Indonesia ketika berlaku UUD RIS dan UUDS 1950. Sistem
pemerintahan presindensial adalah sistem pemerintahan yang badan
legislatif dan badan eksekutif boleh dikatakan tidak terdapat hubungan
seperti pada sistem pemerintahan parlementer. Sistem pemerintahan
presidensial diterapkan di Amerika Serikat, filipina, dan Indonesia pada
saat ini.
Ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial :
a. Kekuasaan pemerintahan terpusat pada satu orang yaitu presiden,
sehingga presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan.
b. Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang diangkat dan
bertanggung jawab kepadanya.
c. Masa jabatan presiden ditetapkan dalam jangka waktu tertentu.
d. Presiden dan para menteri tidak bertanggung jawab kepada parlemen
atau DPR.
4
Ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer :
a. Kedudukan kepala negara tidak dapat diganggu gugat.
b. Kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri bertanggung jawab
kepada parlemen.
c. Susunan anggota dan program kabinet didasarkan atas suara
terbanyak dalam parlemen.
d. Kabinet dapat dijatuhkan atau dibubarkan setiap waktu oleh
parlemen.
e. Kedudukan kepala negara dan kepala pemerintahan tidak terletak
dalam satu tangan atau satu orang.
Menurut S.L.Witman, seperti dikutip Inu Kencana Syafi’i (2001),
terdapat 4 ciri yang membedakan sistem pemerintahan parlementer dan
presidensial.
Sistem Pemerintahan Parlementer Sistem Pemerintahan Presidensial
Didasarkan pada prinsip kekuasaan
yang menyebar (diffusion of power)
Didasarkan pada prinsip pemisah
kekuasaan (separation of power)
Terdapat saling bertanggung jawab
antara eksekutif dengan parlemen
atau legislatif.
Eksekutif tidak memiliki kekuasaan
untuk membubarkan parlemen
maupun ia (eksekutif) harus berhenti
ketika kehilangan dukungan dari
mayoritas anggota parlemen.
Terdapat saling bertanggung jawab
secara terpisah antara eksekutif
dengan parlemen dan antara kabinet
dengan parlemen.
Tidak ada hubungan saling
bertanggung jawab antara presiden
dan kabinetnya kepada parlemen.
Eksekutif (perdana menteri, kanselir)
dipilih oleh kepala negara yang telah
memperoleh persetujuan dan
dukungan mayoritas di parlemen.
Eksekutif dipilih oleh para pemilih
(rakyat yang melakukan pemilihan
secara langsung atau pemilihan yang
secara tidak langsung melalui dewan
pemilih (electoral college)
Sistem Pemerintahan Indonesia
5
2.2.3 Sistem Pemerintahan Negara RI menurut UUD 1945
Sistem Pemerintahan menurut UUD ’45 sebelum diamandemen:
1. Kekuasaan tertinggi diberikan rakyat kepada MPR.
2. DPR sebagai pembuat UU.
3. Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan.
4. DPA sebagai pemberi saran kepada pemerintahan.
5. MA sebagai lembaga pengadilan dan penguji aturan.
6. BPK pengaudit keuangan.
Sistem Pemerintahan setelah amandemen (1999 – 2002)
1. MPR bukan lembaga tertinggi lagi.
2. Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD
yang dipilih oleh rakyat.
3. Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
4. Presiden tidak dapat membubarkan DPR.
5. Kekuasaan Legislatif lebih dominan.
2.2.4 Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945
Setelah di Amandemen
Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa
transisi. Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru
berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat tahun 2002, sistem
pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan
beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem
pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan
mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004.
Berdasarkan undang – undang dasar 1945 sistem pemerintahan
Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan
kekuasaan belaka.
2. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar)
tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas) .
6
3. Kekuasaan Negara yang tertinggi berada di tangan majelis
permusyawaratan rakyat.
4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi
dibawah MPR. Dalam menjalankan pemerintahan Negara
kekuasaan dan tanggung jawab adalah ditangan prsiden.
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden harus
mendapat persetujuan dewan perwakilan rakyat dalam membentuk
undang – undang dan untuk menetapkan anggaran dan belanja
Negara.
6. Menteri Negara adalah pembantu presiden yang mengangkat dan
memberhentikan mentri Negara. Menteri Negara tidak bertanggung
jawab kepada DPR.
7. Kekuasaan kepala Negara tidak terbatas. presiden harus
memperhatikan dengan sungguh – sungguh usaha DPR.
2.2 Analisis Masalah
2.2.1 Contoh Kasus yang dapat merusak Sistem Pemerintahan Indonesia
Dinasti Politik merusak Sistem Pemerintahan Indonesia
Dinasti politik merupakan sebuah serangkaian strategi politik
manusia yang bertujuan untuk memperoleh kekuasaan, agar kekuasaan
tersebut tetap berada di pihaknya dengan cara mewariskan kekuasaan
yang sudah dimiliki kepada orang lain yang mempunyai hubungan
keluarga dengan pemegang kekuasaan sebelumnya.
(TEMPO.CO, Jakarta). Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar
Agus Gumiwang Kartasasmita memahami kekecewaan masyarakat
Banten terhadap politik dinasti Ratu Atut. Apalagi ada pertanyaan dari
masyarakat mengenai politik dinasti Ratu Atut di Provinsi Banten. Agus
mengatakan, penempatan dan pemilihan seseorang untuk posisi
tertentu di Banten tidak memakai ukuran yang jelas. Agus merupakan
bekas koordinator wilayah Golkar Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten
saat kepengurusan Jusuf Kalla. Agus mengatakan, pada 2007 dialah
yang merekomendasikan Ratu Atut untuk mencalonkan diri sebagai
7
Gubernur Banten. Dalam sejumlah survei ketika itu, Ratu Atut selalu
berada di posisi teratas jadi tidak ada alasan jika tidak mencalonkan
Ratu Atut.
Agus mengingatkan, saat terpilih belum ada politik dinasti di
Banten. Namun dalam perjalanannya, ternyata politik dinasti makin
berkembang di sana. Agus sendiri tidak sepakat dengan politik dinasti.
Menurut dia, seharusnya ada cara-cara lain yang bisa dilakukan agar
kekuasaan memperoleh legitimasi. Dia mengingatkan, bahwa dia sendiri
merupakan putra Ginanjar Kartasasmita, politikus senior Golkar. Hanya
saja, pemilihan seseorang untuk menduduki jabatan politik seharusnya
memperhatikan faktor kompetensi dan kapabilitas. Dinasti Atut tetap
terpilih di Banten karena Golkar merupakan partai kuat di sana. Dia juga
menuturkan, kasus Ratu Atut tidak akan menimbulkan tsunami di
kalangan internal Golkar Banten. Namun dia mengakui, ada efek dan
getaran kepada Golkar atas kasus ini. Agus menilai, wajar masyarakat
Banten kaget dan kecewa atas kasus yang menimpa Atut, tapi Golkar
masih punya tokoh lain yang kuat. Berikut ini daftar Dinasti Politik Ratu
Atut yang duduk di pemerintahan :
Jabatan Eksekutif
1. Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah
2. Walikota Serang Tubagus Haerul Jaman (adik Atut)
3. Wakil Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah (adik Atut)
4. Wakil Bupati Pandeglang Heryani (ibu tiri Atut)
5. Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany (adik ipar Atut)
Jabatan Legislatif
1. Anggota DPR RI Hikmat Tomet (suami Atut)
2. Anggota DPD RI Andika Hazrumy (anak Atut)
3. Anggota DPRD Banten Aden Absul Khaliq (adik ipar Atut)
4. Anggota DPRD Kota Serang Ratna Komalasari (ibu tiri Atut)
5. Wakil Ketua DPRD Kota Serang Ade Rossi Chairunnisa (menantu
Atut)
8
Jabatan Fungsionaris di Partai Golkar
1. Ketua DPD II Provinsi Banten Hikmat Tomet (suami Atut)
2. Ketua DPD II Kota Serang Ratu Lilis Kadarwati (adik tiri Atut)
3. Ketua DPD Kabupaten Pandeglang Ratu Tatu (adik Atut)
4. Angkatan Muda Partai Golkar Tubagus Chaeri Wardhana (adik
Atut)
Daftar Caleg 2014
1. Hikmat Tomet (suami Atut)
2. Andika Hazrumy (anak Atut), caleg nomor urut 1, Dapil Banten 1
(Pandeglang dan Lebak)
3. Ade Rossi Chairunnisa (menantu Atut, caleg DPRD Banten, Dapil
Serang
4. Andiara Aprilia Hikmat (anak perempuan Atut), caleg DPD asal
Banten.
5. Tanto Warsini Arban (menantu Atut), caleg DPRD nomor urut 1,
Dapil Banten 7.
6. Aden Abdul Khaliq (adik Airin Rachmi Diani, adik ipar Atut), caleg
DPRD Banten, Dapil Banten.
2.2.2 Analisis Sebab dan Akibat Dinasti Politik Ratu Atut di Banten
A. Sebab
• Pilkada langsung membuat praktek money politic merebak, dan
suara mudah “dibeli” oleh elit lokal yang ingin menguasai arena
politik .
• Pembiayaan politik yang yang besar membuat para politisi
membentuk dinasti.
• Mandegnya kaderisasi dalam partai politik.
• Masyarakat cenderung apatis terhadap fenomena politik tanah air
sehingga kontrol sosial menjadi lemah.
• Kekuasaan telah mendatangkan berbagai macam kemudahan
dan fasilitas hidup, bahkan dijadikan sebagai sarana untuk
mengumpulkan harta kekayaan. Mereka cenderung
9
mempertahankan kekuasaan yang telah mereka raih,
termasuk dengan cara membatasi sirkulasinya hanya kepada
kalangan tertentu saja yang masih memiliki kedekatan dalam
kekerabatan.
• Dengan kekuasaan tetap berada dalam genggaman orang-
orang yang masih memiliki hubungan keluarga yang dekat,
penyelewengan kekuasaan yang mereka lakukan akan
berhasil ditutupi, sehingga aman dari jeratan hukum.
• Pragmatisme partai politik. Terdapat partai-partai yang ingin
mendapatkan suara signifikan walaupun dengan menggunakan
kekuasaan para pemimpin daerah. Untuk itu, partai politik
melakukan pinangan kepada anggota keluarga penguasa
daerah.
B. Akibat
• Dinasti politik, terutama di daerah seperti di banten, hanya akan
memperkokoh politik oligarkhi yang bernuansa negatif. Bila
jabatan-jabatan penting di lembaga eksekutif dan legislatif
dikuasai oleh satu keluarga, maka mekanisme checks and
balances tidak akan efektif. Akibatnya, rawan terjadi
penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan diri dan keluarga.
• Dinasti politik mengarah pada terbentuknya kekuasaan yang
absolut dan itu bertentangan dengan UUD 1945 yang
menyatakan bahwa pemerintahan berdasarkan atas sistem
konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme.
• Dinasti politik pada masyarakat indonesia yang pendidikan
politiknya relatif kurang dan sistem hukum serta penegakan
hukum yang lemah, maka akan menyebabkan proses kontestasi
politik menjadi tidak adil. Keluarga pemegang jabatan yang maju
dalam kontestasi politik, seperti pemilukada, akan dengan mudah
memanfaatkan fasilitas pemerintah dan jaringannya untuk
memenangkan pertarungan dan menyingkirkan para
kompetitornya. Apalagi, bila keluarga spun turut berbisnis ikut
dalam tender-tender dalam proyek pemerintah di daerah
10
bersangkutan, maka dapat dibayangkan dana-dana pemerintah
dalam bentuk proyek mudah menjadi bancakan dengan aneka
warna kknnya. Dana pemerintah seolah milik uang keluarga.
• Dinasti politik dapat menutup peluang warga negara lainnya di
luar keluarga yang memegang jabatan untuk menjadi pejabat
publik.
2.3 Solusi Untuk Mengatasi Dinasti Poltik yang Merusak Sistem
Pemerintahan Indonesia
• Memperkuat daya imunitas PNS dari politisasi birokrasi karena selama ini
PNS menjadi mesin yang efektif bagi elite politik lokal dalam membangun
dinasti.
• Memberlakukan sistem meritokrasi (merit system), mengelola sumber
daya manusia atas dasar prestasi, bukan berdasar keturunan atau
kekayaan.
• Menggunakan kriteria conflict of interest untuk mencegah politik dinasti,
sebagai alternatif dari pelarangan anggota keluarga dalam kehidupan
politik.
• Partai-partai politik mesti memperkuat dirinya dan tidak terjebak dalam
pragmatisme merebut kekuasaan belaka. Partai politik harus berani
mengajukan kader yang telah meniti karier politik dari bawah sebagai
calon pemimpin.
• Persyaratan administratif untuk mengajukan diri sebagai calon pemimpin
politik harus lebih diperketat. Misalnya calon pemimpin politik harus
pernah memimpin satu organisasi dalam kurun waktu tertentu. Atau,
pernah mendapatkan penghargaan dari lembaga yang kredibel atas
prestasinya yang terkait kepentingan publik. Dengan demikian, calon
pemimpin politik yang diajukan sudah teruji memiliki kompetensi
berurusan dengan masalah publik. Bukan kader karbitan yang hanya
bermodal popularitas, citra sesaat, atau gelontoran uang.
• Proses perekrutan Kepala Daerah bisa dikembalikan ke DPRD. Konstitusi
kita menyatakan proses pemilihan demokratis bisa berbentuk elektoral
(pemilihan langsung) atau konsensual (musyawarah, termasuk lewat
DPRD). Lebih mudah bagi aparat hukum dan masyarakat sipil untuk
11
memantau money politics pada segelintir anggota DPRD daripada seluruh
warga pemilih.
• Menyusun rancangan Undang-Undang pemilukada yang didalamnya
berisi mengenai pembatasan politik dinasti.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem pemerintahan parlementer adalah sistem pemerintahan yang badan
eksekutif dan legislatif (pemerintahan dan parlemen atau DPR) memiliki
hubungan yang bersifat timbal balik dan saling mempengaruhi. Sedangkan
sistem pemerintahan presindensial adalah sistem pemerintahan yang
badan legislatif dan badan eksekutif boleh dikatakan tidak terdapat
hubungan seperti pada sistem pemerintahan parlementer. Dengan adanya
sistem pemerintahan maka terbentuklah suatu dinasti politik dimana terjadi
adanya sistem yang saling menghubungkan satu sama lain.
Di Indonesia, dinasti politik sebenarnya sudah muncul di dalam keluarga
Presiden pertama Indonesia, Soekarno. Hal tersebut terbukti dari anak-
anak Soekarno yang meneruskan pekerjaan ayahnya sebagai seorang
politisi, seperti Megawati Soekarno Putri , Guruh Soekarno Putra, dll.
Dinasti politik juga terlihat pada diri keluarga mantan Presiden Indonesia
Alm K.H. Abdurrahman Wahid, juga Presiden kita saat ini.
Dinasti politik merupakan sebuah serangkaian strategi politik manusia yang
bertujuan untuk memperoleh kekuasaan, agar kekuasaan tersebut tetap
berada di pihaknya dengan cara mewariskan kekuasaan yang sudah
dimiliki kepada orang lain yang mempunyai hubungan keluarga dengan
pemegang kekuasaan sebelumnya.
Semenjak otonomi daerah diberlakukan di sejumlah daerah bermunculan
dinasti-dinasti politik. Banyak diantaranya adalah: dinasti keluarga
Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, yang menguasai jajaran eksekutif
dan legislatif di tingkat provinsi dan seluruh kabupaten di Banten; di
Bontang-Kaltim, istri walikota Bontang yang juga menjabat sebagai ketua
DPRD Bontang, Neni Moernaeni, maju dalam Pemilukada Bontang 2011,
dll.
13
Faktor internal menjadi penyebab utama terjadinya praktik politik dinasti ini.
Seseorang yang sedang memiliki kekuasaan pasti ingin mempertahankan
kekuasaannya, yang akhirnya pilihan jatuh pada keluarga terdekatnya, baik
suami, istri, anak, menantu atau kerabat lainnya.
3.2 Saran
Sebaiknya diadakan suatu pesta demokrasi seperti pemilu yang adil dan
jujur guna menghindari adanya dinasti politik yang mendominasi.
Ditegakkannya suatu pembatasan dinasti politik hal ini agar tidak
melanggar hak asasi manusia (HAM) seperti yang dilontarkan oleh Sekjend
Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Muchtar Sindang.
Diadakannya jeda (jarak) satu masa jabatan sebelum keluarga dekat
seorang kepala daerah atau yang lainnya mencalonkan diri.
Sebaiknya diadakan peraturan untuk tidak mencalonkan diri di wilayah
provinsi yang sama. Hal ini untuk meminimalisir adanya suatu kecurangan-
kecurangan dinasti politik yang berdampak negatif bagi pembangunan dan
demokrasi kita.
Siapapun yang nanti suatu saaat terpilih untuk menduduki kursi
pemerintahan benar-benar bisa diandalkan kualitas, kapabilitas, dan rasa
tanggungjawab dalam mengemban amanah.
14
DAFTAR PUSTAKA
Junaidi, SH. I., MH., Muhammad. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan/GHI.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Noor, Ms. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta : Pelajar Offset.
Soedarso. 2012. Filsafat Pancasila Identitas Indonesia. Surabaya : Buku Pustaka
Raja.
Srijanti, dkk. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan Perguruan Tinggi,
Mengembangkan Etika Berwarga Negara. Jakarta : Salemba Empat.
Sunarso, dkk. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan.Yogyakarta : UNY Press.
Sumber Lain :
Ahmad Syafii, 2013, Politik Dinasti di Negara Demokrasi,
http://syafviee.blogspot.com/2013/01/politik-dinasti-di-negara-demokrasi.html.
Diakses pada tanggal 22 November 2013.
Drs. Akbar Faizal, M.Si. , 2013, DINASTI POLITIK DI INDONESIA: BOLEH ATAU
TIDAK?,http://akbarfaizal.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=846:mereka-bicara-tentang-partai-
hanura&catid=119:politik&Itemid=101. Diakses pada tanggal 22 November
2013.
Indra Jaya Piliang, 2013, Politik Dinasti vs Dinasti Politik,
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/131706. Diakses pada tanggal
22 November 2013.
Tempo.Co, 2013, Golkar : Warga Kecewa Politik Dinasti Ratu Atut.
http://www.tempo.co/read/news/2013/10/11/078521108/Golkar-Warga-
Kecewa-Politik-Dinasti-Ratu-Atut. Diakses pada tanggal 22 November 2013.
15