Sistem Kesadaran Dan Aplikasi Klinisnya
-
Upload
ade-dian-lestari -
Category
Documents
-
view
199 -
download
2
Transcript of Sistem Kesadaran Dan Aplikasi Klinisnya
SISTEM KESADARAN DAN APLIKASI KLINISNYA
I. PENDAHULUAN
Kata 'kesadaran' berasal dari bahasa Latin conscio, dibentuk oleh
penggabungan dari ‘cum’, yang berarti 'dengan', dan ‘scio’, artinya 'tahu'. Dalam
pengertiannya dalam bahasa Latin adalah sadar terhadap sesuatu sehingga dapat
berbagi pengetahuan tentang hal itu dengan orang lain, atau dengan diri sendiri.1,2
Sebagai teori kerja dalam bidang kedokteran, kesadaran dapat didefinisikan sebagai
Keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls aferen dan eferen.1,2
Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Untuk
mempertahankan fungsi kesadaran yang baik, perlu suatu interaksi yang konstan dan
efektif antara hemisfer cerebri yang intak dan formatio retikularis di batang otak.3
Gangguan pada hemisfer cerebri atau formatio retikularis dapat menimbulkan
gangguan kesadaran.3,4 Kesadaran yang terganggu dapat menonjolkan kedua seginya
yaitu unsur derajat dan kualitasnya. Kualitas kesadaran yang menurun tidak
senantiasa menurunkan derajat kesadaran tetapi derajat kesadaran yang menurun
senantiasa mengganggu kualitas kesadaran.2,5 Oleh karena itu fungsi mental yang
dicirikan oleh berbagai macam kualitas kesadaran sangat ditentukan oleh derajat
kesadaran. Koma sebagai kegawatan maksimal fungsi susunan saraf pusat
memerlukan tindakan yang cepat dan tepat, sebab makin lama koma berlangsung
makin parah keadaan susunan saraf pusat sehingga kemungkinan makin kecil
terjadinya penyembuhan sempurna.3 Referat ini membahas anatomi fisiologi,
patofisologi, serta aplikasi klinik penanggulangan gangguan kesadaran.
II. ANATOMI FISIOLOGI
Lintasan ascendens dalam susunan saraf pusat yang menyalurkan impuls
sensorik protopatik, proprioseptik dan perasa panca indra dari perifer ke daerah
korteks perseptif primer disebut lintasan ascendens spesifik atau lintasan ascendens
1
lemniskal.6 Ada pula lintasan ascendens aspesifik yakni formatio retikularis di
sepanjang batang otak yang menerima dan menyalurkan impuls dari lintasan spesifik
melalui kolateral ke pusat kesadaran pada batang otak bagian atas serta
meneruskannya ke nukleus intralaminaris thalami yang selanjutnya disebarkan difus
ke seluruh permukaan otak.3,5 Pada hewan, pusat kesadaran(arousal centre) terletak di
rostral formartio retikularis di daerah pons sedangkan pada manusia pusat kesadaran
terdapat didaerah pons, formatio retikularis daerah mesensefalon dan diensefalon
(gbr.1). Lintasan aspesifik ini oleh Merruzi dan Magoum disebut diffuse ascending
reticular activating system (ARAS) (gbr.2).1,3,5,6
(gbr 1) Formatio Reticularis 4
2
(gbr.2) Diffuse Ascending Reticular System 2, 3,5
Melalui lintasan aspesifik ini, suatu impuls dari perifer akan menimbulkan
rangsangan pada seluruh permukaan korteks serebri. Dengan adanya 2 sistem lintasan
tersebut terdapatlah penghantaran ascendens yang pada pokoknya berbeda. Lintasan
spesifik menghantarkan impuls dari satu titik pada alat reseptor ke satu titik pada
korteks perseptif primer. Sebaliknya lintasan asendens aspesifik menghantarkan
setiap impuls dari titik manapun pada tubuh ke seluruh korteks serebri kedua sisi.5,8
Neuron-neuron di seluruh korteks cerebri yang digalakkan oleh impuls
ascendens aspesifik itu dinamakan neuron pengemban kewaspadaan, sedangkan yang
berasal dari formatio retikularis dan nuklei intralaminaris thalami disebut neuron
penggalak kewaspadaan. Gangguan pada kedua jenis neuron tersebut oleh sebab
apapun akan menimbulkan gangguan kesadaran.5,8
III. TIDUR
3
Tidur adalah suatu proses aktif yang merupakan aktivitas sinkronisasi bagian
ventral dari substansia retikularis medulla oblongata. Tidur berbeda dengan lain-lain
jenis gangguan derajat kesadaran karena keadaan tidur dapat langsung diubah dalam
keadaan awas-waspada. Tidur merupakan aktivitas susunan saraf pusat yang berperan
sebagai lonceng biologik dan memiliki irama sirkadian. Aktivitas tidur dapat direkam
dengan EEG.2,6,9
(gbr.3). Biologic clock 9
Perubahan aktivitas otak selama tidur adalah sesuai dengan tahap-tahap tidur.
Tahap tidur pertama sesuai dengan keadaan seseorang yang baru saja terlena. Seluruh
otot menjadi lemas, kelopak mata menutupi seluruh mata dan kedua bola mata
bergerak-gerak ke samping. EEG tahap pertama ini memperlihatkan penurunan
voltase dengan gelombang-gelombang alfa yang makin menurun frekuensinya.
Keadaan tidur masuk pada tahap kedua. Dalam tahap kedua ini kedua bola mata
berhenti bergerak. Tetapi tonus otot masih terpelihara. Pada tahap tidur ketiga EEG
4
memperlihatkan gelombang dasar yang lambat dengan sekali-kali timbulnya “sleep
spidles”. Pada tahap tidur ke empat terlihat hanya gelombang lambat saja tanpa “sleep
spidles”. Keadaan fisik pada tahap ketiga dan kempat ini adalah lemah lunglai karena
tonus otot sangat rendah.2,6 Pada tahap tidur kelima, tonus otot meninggi kembali,
terutama otot-otot rahang bawah. Bahkan otot – otot anggota gerak dan badan dapat
berkejang. Bola mata mulai bergerak kembali dengan kecepatan yang lebih tinggi.
Karena itu tahap tidur kelima ini dinamakan “rapid eye movement sleep” (REMS).
Tahap tidur pertama sampai keempat dimana gerak bola mata tidak secepat tahap
kelima dinamakan “non-rapid eye movement sleep” (NREMS). REMS dan NREMS
selama semalam (7 jam) bergantian 4 – 6 kali.2,6
IV. PENENTUAN DERAJAT KESADARAN
Untuk menentukan derajat gangguan kesadaran dapat digunakan Glasgow Coma
Scale (GCS). Tanggapan respon penderita yang dinilai adalah:
a. Respon eye (membuka mata)
b. Respon motorik (gerakan)
c. Respon verbal (bicara)
Membuka kelopak mata Nilai
Spontan 4
Terhadap bicara 3
Dengan rangsang nyeri 2
Tidak ada reaksi 1
Motorik
Menurut perintah (bangun,duduk) 6
Mengetahui lokasi nyeri 5
Reaksi menghindar 4
Reaksi fleksi (dekortikasi) 3
5
Reaksi eksteni (deserebrasi) 2
Tidak ada reaksi 1
Verbal
Baikdan tidak ada disorientasi 5
Kacau 4
Tidak tepat 3
Mengerang 2
Tidak ada jawaban 1
Bila kita gunakan skala Glasgow sebagai patokan untuk koma. Maka koma =
tidak didapatkan respon membuka mata, bicara dan gerakan dengan jumlah
nilai=3.2,5,7
V. PERUBAHAN PATOLOGIS TINGKAT KESADARAN
Penyakit dapat mengubah tingkat kesadaran ke dua arah, yaitu: meningkatkan
atau menurunkan tingkat kesadaran. Peningkatan tingkat kesadaran dapat pula
mendahului penurunan kesadaran, jadi merupakan suatu siklus. Pada kesadaran yang
meningkat atau eksitasi cerebral dapat ditemukan tremor, euforia dan mania. Pada
mania, penderitanya dapat merasakan ia hebat (Glandios); alur pikiran cepat berubah,
hiperaktif, banyak bicara dan insomnia (tak dapat atau sulit tidur).7
Delirium Penderita delirium menunjukan penurunan kesadaran disertai peningkatan
yang abnormal dari aktivitas psikomotor dan siklus tidur-bangun yang terganggu.
Pada keadaan ini pasien tampak gaduh-gelisah, kacau, disorientasi, berteriak,
aktivitas motoriknya meningkat, meronta-ronta. Penyebab delirium beragam,
diantaranya ialah kurang tidur oleh berbagai obat, dan gangguan metabolik toksik.
Pada manula, delirium kadang didapatkan waktu malam hari. Penghentian mendadak
obat anti-depresan yang telah lama digunakan dapat menyebabkan delirium-tremens.
Demikian juga bila pecandu alkohol mendadak menghentikan minum alkohol dapat
mengalami keadaan delirium dengan keadaan gaduh-gelisah.5,7,10
6
Secara sederhana tingkat kesadaran dapat dibagi atas: kesadaran yang
normal (kompos mentis), apati, somnolen, sopor, koma-ringan dan koma.
Apati Keadaan acuh tak acuh. Enggan memperhatikan keadan diri sendiri bahkan
sekitarnya.5,7,11
Somnolen Keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang.
Somnolen disebut juga sebagai lethargia, obtundasi. Tingkat kesadaran ini ditandai
oleh mudahnya penderita dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan
menangkis rangsang nyeri.5,7,11
Sopor (Stupor) Kantuk yang dalam. Penderita masih dapat dibangunkan dengan
rangsangan yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat
mengikuti suruhan yang singkat, dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan
rangsang nyeri penderita tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap
perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari
penderita. Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.5,7,11
Koma-ringan (semi-koma) Pada keadaan ini, tidak ada respons terhadap rangsang
verbal. Refleks (kornea, pupil dan lain sebagainya) masih baik. Gerakan terutama
timbul sebagai respons terhadap rangsang nyeri. Reaksi terhadap rangsang nyeri tidak
terorganisir, merupakan jawaban ‘primitif’. Penderita sama sekali tidak dapat
dibangunkan.5,7
Koma Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang
nyeri yang bagaimanapun kuatnya. Pembagian tingkat kesadaran di atas merupakan
pembagian dalam pengertian klinis, dan batas antara tingkatan ini tidak tegas.
Tidaklah mengherankan bila kita menjumpai penggunaan kata soporo-koma,
somnolen-sopor.5,7
VI. KOMA
7
Koma ialah Suatu keadaan dimana kesadaran menurun pada derajat yang
terendah. Dalam eksperimen, koma dapat dibangkitkan jika lapisan substansia grisea
pada kedua hemisfer dibuang (dekortikasi), atau jika inti intralaminar thalami
semuanya dirusak atau jika substansia grisea di sekitar aquaductus Sylvii
dihancurkan. Akibat dekortikasi, sudah jelas bahwa korteks kedua sisi tidak ada
sehingga dalam kenyataannya adalah sama artinya dengan keadaan pada mana
penyaluran impuls ascendens aspesifik tersumbat pada nuklei intralaminares atau di
substansia grisea di sekitar aquaductus Sylvii.2,5,7
Kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari bahan autopsi manusia sesuai
dengan hasil penyelidikan eksperimental. Semua gangguan yang dapat menimbulkan
koma dapat tercakup dalam gangguan di substansia retikularis bagian batang otak
yang paling rostral dan gangguan difus pada kedua hemisfer. Bagiah rostral batang
otak merupakan bagian batang otak yang sebagian terletak infratentorial dan sebagian
supratentorial. Hemisfer kedua sisi dapat terganggu secara menyeluruh jika sel-sel
yang menyusun korteks cerebri kedua sisi mengalami gangguan metabolik, baik
akibat racun endogenik atau eksogenik. Maka dari itu koma dapat dibagi dalam.:
1. Koma supratentorial diensefalik
2. Koma infratentorial diensefalik
3. Koma bihemisferik difus.2,5,7
Koma supratentorial diensefalik
Semua proses supratentorial yang dapat mengakibatkan destruksi dan
kompresi pada substansia retikularis diensefalon (nuklei intralaminares) akan
menimbulkan koma. Destruksi dalam arti destruksi morfologik, dapat terjadi akibat
perdarahan atau infiltrasi dan metastasis tumor ganas. Destruksi dalam arti destruksi
biokimia, dijumpai pada meningitis. Dan kompresi yang tersebut di atas disebabkan
oleh proses desak ruang, baik yang berupa hematoma atau neoplasma. Pertama proses
desak ruang mendesak secara radial kemudian ia akan mendesak ke bawah secara
progresif, mengingat adanya foramen magnum sebagai satu-satunya pintu dari suatu
8
ruang yang tertutup. Akibat kompresi rostro-kaudal itu, secara berturut-turut
mesensefalon, pons atau medulla oblongata akan mengalami desakan. Sehingga
sindrom lesi transversal setinggi mesensefalon, pons dan medulla oblongata, akan
timbul secara bergiliran.2,5,7
Koma supratentorial akibat proses desak ruang menunjukkan tahap-tahap
progresi yang sesuai dengan gangguan di tingkat diensefalon, mesensefalon, pons dan
medulla oblongata. Jika jenis proses desak ruang itu berupa hematoma atau abses,
progresi yang lazimnya bertahap sesuai dengan urutan rostro-kaudal batang otak itu,
bisa mendadak berakhir pada kematian karena ruptur abses ke dalam ventrikel
ketiga.2,5,7
Proses-proses desak ruang supratentorial yang bisa menimbulkan koma supratentorial
dapat dibagi dalam 3 golongan:
1. Proses desak ruang yang meninggikan tekanan di dalam ruang intrakranial
supratentorial secara akut,
2. Lesi yang menimbulkan sindrom unkus.
3. Lesi supratentorial yang menimbulkan sindrom kompresi rostrokaudal
terhadap batang otak.
Sindrom Unkus
Sindrom unkus dikenal juga sebagai sindrom kompresi diensefalon ke lateral.
Proses desak ruang di bagian lateral dari fossa kranii media biasanya mendesak tepi
medial unkus dan girus hipokampalis dan ke bawah tepi bebas daun tentorium.
Karena desakan itu, bukannya diensefalon yang pertama-tama mengalami gangguan,
melainkan bagian ventral nervus oculomotorius. Maka dari itu gejala yang pertama
akan dijumpai bukannya gangguan kesadaran akan tetapi dilatasi pupil kontralateral.
Anisokor ini merupakan suatu tanda bahwa herniasi tentorial kelak terjadi. Yang
dimaksud dengan hernia tentorial itu ialah terjepitnya diensefalon oleh tentorium.
Pupil yang melebar itu mencerminkan penekanan terhadap nervus oculomotorius dari
9
bawah oleh arteri cerebelli superior karena penggeseran diensefalon ke arah garis
tengah dan bawah.2,5,7,12
Tahap yang segera menyusulnya ialah tahap kelumpuhan nervus
oculomotorius totalis. Progresi dari kelumpuhan nervus oculomotorius internus (pupil
dilatasi maksimal) ke kelumpuhan oculomotorius totalis bisa cepat sekali. Lagi pula,
pedunculus cerebri kontralateral mengalami iskemia pada tahap ini. Sehingga
hemiparesis timbul pada sisi proses desak ruang supratentorial yang bersangkutan.
Pada tahap-tahap berkembangnya paralisis nervus oculomotorius internus ke totalis,
derajat kesadaran menurun secara progresif. Bila pertolongan (operatif) tidak segera
diberikan, penyebaran ke seluruh bagian rostral dari batang otak akan terjadi.2,5,7
Sindrom kompresi rostrokaudal terhadap batang otak
Proses desak ruang supratentorial secara berangsur-angsur dapat menimbulkan
kompresi terhadap bagian rostral batang otak.
1. Herniasi girus cinguli di bawah falx cerebri.
2. Herniasi lobus temporalis di kolong tentorium.
3. Penjiratan diensefalon dan bagian rostral mesensefalon oleh tepi bebas daun
tentorium secara bilateral.2,5,7
Pada tahap sebelum kesadaran menurun, tentu saja sudah terdapat manifestasi
proses desak ruang supratentorial. Derajat kesadaran muIai menurun pada waktu
gejala-gejala diensefalon muncul. Tanda bahwa suatu tumor supratentorial mulai
mengganggu diensefalon biasanya berupa gangguan perangai. Yang pertama-tama
dihadapkan ialah keluhan-keluhan cepat lupa, tidak bisa berkonsentrasi dan tidak bisa
mengingat. Kemudian tampak kelembaman mental. Adakalanya sukar sekali untuk
menentukan adanya kelembaman mental atau disfasia ringan. Dalam hal ini penelitian
respirasi, tanda-tanda okular dan tanda UMN akan memberikan bantuan
diagnostik.2,5,7
10
Pada tahap dini dari kompresi rostro-kaudal terhadap batang otak akan kita
dapati (1) respirasi yang kurang teratur, yang sering mendahului respirasi jenis
Cheyne-Stokes; (2) pupil kedua sisi sempit sekali; (3) kedua bola mata bergerak
perlahan-lahan secara konjugat ke samping kiri dan kanan bahkan dapat bergerak
juga secara divergen. Dengan memutarkan kepala, gerakan bola mata yang tidak
bertujuan itu bisa dihentikan; dan (4) gejala-gejala UMN pada kedua sisi. Itulah
gejala-gejala tahap diensefalon.2,5,7
Pada tahap kompresi rostro-kaudal berikutnya (1) kesadaran menurun sampai
derajat yang paling rendah; (2) suhu badan mulai meningkat dan cenderung untuk
melonjak terus; (3) respirasi menjadi cepat dan mendengkur, (4) pupil yang tadinya
sempit berangsur-angsur menjadi lebar dan tidak bereaksi lagi terhadap sinar cahaya.
Itulah manifestasi tahap mesensefalon. Tahap selanjutnya ialah tahap pontin, dimana
hiperventilasi berselingan dengan apneu dan rigiditas deserebrasi akan dijumpai.
Tahap terminalnya dinamakan tahap medulla oblongata. Pernafasan menjadi lambat
namun dalam dan tidak teratur. Nadi menjadi lambat pula atau justru menjadi cepat
lagi dan tekanan darah menurun secara progresif.2,5,7
Koma infratentorial diensefalik
Adapun dua macam proses patologik di dalam ruang infratentorial yang dapat
menimbulkan koma, ialah (1) Proses patologik di dalam batang otak yang merusak
substansia retikularis dan (2) Proses di luar batang otak yang mendesak dan
mengganggu fungsi substansia retikularis. Lesi vaskular yang merusak substansia
retikularis mesensefali terjadi akibat penyumbatan arteri cerebelli superior. Yang
mengakibatkan lesi vaskular di pons ialah penyumbatan arteri-arteri perforantes yang
berinduk pada arteri basillaris. Di samping lesi vaskular, perdarahan karena trauma
kapitis dapat merusak tegmentum batang otak berikut substansia retikularis.
Neoplasma, granuloma, abses dan perdarahan di dalam cerebelum mendesak batang
otak dari luar.2,5,7
11
Kompresi karena proses desak ruang di fossa cranii posterior (infratentorial)
dapat menimbulkan koma dengan cara berikut (1) Penekanan langsung terhadap
tegmentum, biasanya tegmentum pontis. (2) Herniasi cerebellum ke rostral dan
dengan demikian menimbulkan pendesakan transversal terhadap mesensefalon. (3)
Herniasi tonsil cerebellum di foramen magnum dan dengan demikian menimbulkan
desakan terhadap medulla oblongata.2,5,7
Koma infratentorial akan cepat timbul jika substansia retikularis mesensefalon
mengalami gangguan sehingga tidak bisa berfungsi lagi. Hal ini timbul akibat
perdarahan. Frekuensi perdarahan di batang otak, lebih sering merusak tegmentum
pontis daripada mesensefalon. Karena masifnya perdarahan tersebut, maka koma
akan timbul serentak dengan terjadinya perdarahan. Lagi pula perdarahan yang masif
itu seringkali merupakan infark hemoragik sepanjang tegmentum mesensefalon dan
pons. Gejala-gejala gangguan pupil, pernafasan, okular dan tekanan darah berikut
nadi yang menandakan terlibatnya tegmentum mesensefalon, pons dan medulla
oblongata akan dijumpai juga pada pemburukan koma subtentorial.2,5,7
Koma bihemisferik difus
Koma ini terjadi karena metabolisme neuronal kedua belah hemisfer
terganggu secara difus. Unsur fungsional utama neuron-neuron ialah kemampuan
untuk dapat digalakkan sehingga menghasilkan potensial aksi. Gaya listrik inilah
yang mewujudkan fenomena perasaan dan gerakan. Proses-proses yang memelihara
kehidupan neuron-neuron serta unsur-unsur selular otak ialah metabolisme oksidatif.
Proses biokimia ini (1) Menyediakan dan mengatur keseimbangan natrium dan
kalium di dalam. dan di luar sel. (2) membuat zat-zat yang diperlukan unluk
memungkinkan serah terima potensial aksi antar neuron, yang dinamakan
neurotransmitter, dan (3) mengolah katabolit-katabolit yang akan dimanfaatkan untuk
resintesis enzim dan unsur-unsur sel. Otak tidak mendapat bahan energi dari luar,
sehingga metabolisme oksidatif cerebral akan berjalan dengan energi intrinsik. Maka
bahan energi diri-sendiri tidak lagi mencukupi kebutuhan dan otak akan tetap
12
memakai energi yang terkandung oleh neuron-neuronnya untuk masih bisa berfungsi
sebagaimana mestinya. Jika keadaan ini berlangsung cukup lama, neuron-neuron
akan menghancurkan diri sendiri. Bahan yang diperlukan untuk metabolisme
oksidatif cerebral ialah glukosa dan zat asam. Yang mengangkut glukosa dan oksigen
ke otak ialah aliran darah cerebral. Semua proses yang menghalang-halangi
transportasi itu dapat mengganggu dan akhirnya memusnahkan neuron-neuron
otak.2,5,7
Jika neuron-neuron kedua belah hemisfer tidak lagi berfungsi, maka koma menjadi
suatu kenyataan. Koma akibat proses patologik itu disebabkan oleh 2 golongan
penyakit, yaitu:
(1) Ensefalopati metabolik primer dan
(2) Ensefalopati sekunder.2,5,7
Ensefalopati metabolik primer
Yang tergolong dalam ensefalopati metabolik primer ialah penyakit-penyakit yang
memperlihatkan:
1. Degenerasi di substansia grisea otak, yaitu:
1. Penyakit Pick.
2. Penyakit Alzheimer.
3. Korea Huntington.
4. Epilepsi mioklonik progresiva.
5. Penyakit penimbunan lipid.
2. Degenerasi di substansia alba otak.2,5,7
Ensefalopati metabolik sekunder
Sebab-sebab ensefalopati metabolik sekunder banyak sekali, sehingga dapat diadakan
13
klasifikasi menurut sebab pokoknya..
1. Kekurangan zat asam, glukosa dan kofaktor-kofaktor yang diperlukan untuk
metabolisme sel.
a. Hipoksia, yang bisa timbul karena: Penyakit paru-paru. Anemia,
Intoksikasi karbon monoksida, Methemoglobinemia.
b. Iskemia, yang bisa berkembang karena: “Cerebral blood flow”. (CBF)
yang menurun akibat penurunan “cardiac output”, seperti pada
sindrom Stokes-Adams, aritmia, infark jantung, dekompensasio kordis
dan stenosis aortae. CBF menurun akibat penurunan resistensi vaskular
perifer, seperti pada sinkope ortostatik atau vasovagal, hipersensitivitas
sinus karotikus dan volume darah yang rendah. CBF menurun akibat
resistensi vaskular yang meningkat, seperti pada ensefalopati
hipertensif, sindrom hiperventilasi dan sindrom hiperviskositas.
2. Hipoglikemia, yang bisa timbul karena pemberian insulin atau pembuatan
insulin endogenik meningkat.
3. Defisiensi kofaktor thiamin, niacin, pyridoxin, dan vitamin B1.
4. Penyakit-penyakit organik di luar susunan saraf.
5. Penyakit non-endokrinologik seperti: Penyakit hepar, ginjal, jantung
dan paru.
6. Penyakit endokrinologik: Cushing sindrom, tumor pankreas miksedema,
feokromositoma dan tirotoksikosis.
7. Intoksikasi eksogenik:
a. Sedativa, seperti barbiturat, opiat, obat antikolinergik, ethanol, dan
penenang.
b. Racun yang menghasilkan banyak katabolit asid, seperti paraldehyde,
methylalkohol, dan ethylene.
c. Inhibitor enzim, seperti cyanide, salicylat dan logam-logam berat.
14
8. Gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
a. Hipo dan hipernatremia.
b. Asidosis respiratorik dan metabolik.
c. Alkalosis respiratorik dan metabolik.
d. Hipo dan Hiperkalemia.
9. Penyakit-penyakit yang membuat toksin atau menghambat fungsi enzim-
enzirn cerebral, seperti meningitis, ensefalitis dan perdarahan subaraknoidal.
10. Trauma kapitis yang menimbulkan gangguan difus tanpa perubahan
morfologik, seperti pada komosio.2,5,7
Gejala-gejala koma bihemisferik difus
Kedua jenis koma, yaitu di satu pihak koma supra dan infratentorial
diensefalik dan di lain pihak koma bihemisferik difus, mempunyai gejala prodromal
yang berbeda. Pada koma infra dan supratentorial, terdapat gambaran penyakit
dimana gejala-gejala defisit atau iritatif neurologik dapat dijumpai, seperti
hemiparesis, hemihipestesia, kejang epileptik simptomatik, afasia, disartria, ataksia.
Gejala-gejala tersebut bisa disertai gangguan kualitas kesadaran yang dinamakan
dalam keseluruhannya “organic brain syndrome”. Di pihak lain, prodromal koma
bihemisferik difus terdiri dari gejala-gejala “organic brain syndrome”, yang berarti
tidak disertai gejala defisit neurologik apapun. Gejala “release” dan iritatif masih bisa
menyertai “organic brain syndrome” yang mendahului timbulnya koma bihernisferik
difus, misalnya, tremor, “muscular twitching” dan ataksia.2,5,7
VII. PENDEKATAN DIAGNOSIS
Pendekatan diagnosis penting untuk etiologi dan letaknya proses patologik (hemisfer
batang otak atau gangguan sistemik). Pemeriksaan sistematis dilakukan sebagai
berikut :
Anamnesis
15
Riwayat penyakit sekarang
Penyakit-penyakit yang diderita sebelumnya.
Keluhan penderita sebelum terjadi gangguan kesadaran.
Obat-obat diminum sebelumnya.
Apakah gangguan kesadaran terjadi mendadak atau perlahan- lahan.
Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital : tensi, nadi, pernapasan, suhu.
Kulit : ikterus, sianosis, luka-luka karena trauma
Toraks : paru-paru, jantung. abdomen dan ekstremitas
Pemeriksaan neurologis
Observasi umum:
Gerakan primitif : gerakan menguap, menelan dan membasahi mulut.
Posisi penderita : dekortikasi dan deserebrasi.
Pola pernapasan : dapat membantu melokalisasi lesi dan kadang-kadang
menentukan jenis gangguan.
Cheyne-Stokes :pernapasan makin lama makin dalam kemudian makin
dangkal.
Hiperventilasi neurogen sentral pernapasan cepat dan dalam dengan frekuensi
± 25 per menit. Lokasi lesi pada tegmentum batang otak antara mesensefalon
dan pons.
Apnestik inspirasi yang memanjang diikuti apnoe dalam; ekspirasi dengan
frekuensi 1 - 2/menit.
Klaster (Cluster breathing) respirasi yang berkelompok diikuti oleh apnoe.
Ditemukan pada lesi pons.
Ataksik pernapasan tidak teratur, baik dalamnya maupun iramanya. Lesi di
medulla oblongata dan merupakan stadium preterminal.
Kelainan pupil : Perlu diperhatikan besarnya pupil (normal, midriasis, miosis),
16
bentuk pupil (isokor, anisokor), dan refleks. Midriasis dapat terjadi oleh
stimulator simpatik (kokain, efedrin, adrenalin dan lain-lain), inhibitor
parasimpatik (atropin, skopolamin dan lain-lain).
Miosis dapat terjadi oleh stimulator parasimpatik dan inhibitor simpatik. Lesi
pada mesensefalon menyebabkan dilatasi pupil yang tidak memberikan reaksi
terhadap cahaya. Pupil yang masih bereaksi menunjukkan bahwa
mesensefalon belum rusak. Pupil yang melebar unilateral dan tidak bereaksi
berarti adanya tekanan pada saraf otak III yang mungkin dapat disebabkan
oleh herniasi tentorial.
Refleks sefalik : Refleks-refleks mempunyai pusat pada batang otak. Dengan refleks
ini dapat diketahui bagian mana batang otak yang terganggu misalnya refleks
pupil (mesensefalon), refleks kornea (pons), Doll's head manouver ( pons),
refleks okulo-auditorik (pons), refleks okulo-vestibuler = uji kalori (pons), gag
reflex (medulla oblongata).
Reaksi terhadap rangsang nyeri : Penderita dengan kesadaran menurun dapat
memberikan respons yang dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Sesuai (appropriate) Penderita mengetahui dimana stimulus nyeri dirasakan.
Hal ini menunjukkan utuhnya sistem sensorik dalam arti sistem asendens
spesifik.
b. Tidak sesuai (inappropriate) Dapat terlihat pada jawaban berupa rigiditas
dekortikasi dan rigiditas deserebrasi.
Fungsi traktus piramidalis : Bila terdapat hemiparesis, dipikirkan ke suatu
kerusakan struktural. Bila traktus piramidalis tidak terganggu, dipikirkan
gangguan metabolisme.3,5,7
Pemeriksaan Penunjang
Darah : glukose, ureum, kreatinin, elektrolit dan fungsi hepar.
17
Lumbal Punksi untuk meningitis dan ensefalitis.
Funduskopi mutlak dilakukan pada tiap kasus dengan kesadaran menurun
untuk melihat adanya edema papil dan tanda-tanda hipertensi.
Dan lain-lain seperti EEG, EKG, CT-scan dilakukan bila perlu.
VIII. PENATALAKSANAAN
Harus dilakukan cepat dan tepat. Gangguan yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kerusakan yang ireversibel bahkan kematian. Terapi bertujuan
mempertahankan homeostasis otak agar fungsi dan kehidupan neuron dapat terjamin.
Terapi umum :
1. Resusitasi kardio-pulmonal-serebral meliputi :
a. Memperbaiki jalan napas berupa pembersihan jalan napas, sniffing position,
artificial airway, endotracheal inlubation, tracheotomy.
b. Pernapasan buatan dikerjakan setelah jalan napas sudah bebas berupa :
pernapasan mulut ke mulut/hidung. pernapasan dengan balon ke masker.
pernapasan dengan mesin pernapasan otomatis.
c. Peredaran darah Bila peredaran darah terhenti, diberikan bantuan sirkulasi
berupa : kompresi jantung dari luar dengan tangan. kompresi jantung dari
luar dengan alat.
d. Obat-obatan Dalam keadaan darurat dianjurkan pemberian obat secara
intravena, seperti epinefrin, bikarbonas, deksametason, glukonas kalsikus dan
lain-lain.
e. Elektrokardiogram dilakukan untuk membuat diagnosis apakah terhentinya
peredaran darah karena asistol, fibrilasi ventrikel atau kolaps kardiovaskuler.
f. Resusitasi otak tidak banyak berbeda dengan orang dewasa, bertujuan untuk
melindungi otak dari kerusakan lebih lanjut.
g. , Intensive care
2. Anti konvulsan bila kejang.
3. Terapi kausal : segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan.3,5,7,12
18
IX. KESIMPULAN
Untuk mempertahankan fungsi kesadaran yang baik, perlu interaksi yang
konstan dan efektif antara hemisfer serebri dan formasio retikularis di batang otak.
Penyebab gangguan kesadaran ialah multi faktorial dengan proses patologis yang
berlokasi supratentorial, infratentorial ataupun difus dalam susunan saraf pusat. Pada
lesi supratentorial dan infratentorial, gangguan kesadaran terjadi karena kerusakan
pada ARAS sedangkan gangguan difus oleh kekurangan 02, kekurangan glukosa,
gangguan peredaran darah serta pengaruh toksin. Kesadaran meliputi dua aspek yakni
derajat kesadaran dan kualitas kesadaran. Tingkat kesadaran dapat berupa kompos
mentis, apati, delir, sopor dan koma. Untuk menentukan derajat gangguan kesadaran
sehari-hari dalam klinik dapat digunakan Glasgow Coma Scale yang menilai
kesadaran menurut 3 aspek yaitu kemampuan membuka mata, aktifitas motorik dan
kemampuan bicara. Pemeriksaan klinik dan neurologik secara sistematis perlu untuk
dapat mengetahui etiologi dan letaknya proses patologik penyebab gangguan
kesadaran. Penanggulangan gangguan kesadaran harus dilakukan cepat dan tepat
untuk menghindari terjadinya kematian dan kerusakan otak yang lebih berat.
19