Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

45
ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN BALI BEBAS RABIES 2015 Nama Kelompok: Andrean Prawira Hadi Jayusman (1220015009) Made Ayu Widyarini (1220015011) Ni Nyoman Widiari (1220015021) Ni Nyoman Rieta Harum (1220015030) Fajar Isnaini (1220015035) Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran 1

Transcript of Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

Page 1: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN

BALI BEBAS RABIES 2015

Nama Kelompok:

Andrean Prawira Hadi Jayusman (1220015009)

Made Ayu Widyarini (1220015011)

Ni Nyoman Widiari (1220015021)

Ni Nyoman Rieta Harum (1220015030)

Fajar Isnaini (1220015035)

Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana

2014

1

Page 2: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

KATA PENGANTAR

Pertama-tama, rasa syukur yang sangat mendalam penulis panjatkan

kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmatNYA, laporan dengan judul “

Analisis Kebijakan Kesehatan Penanggulangan Rabies di Bali” dapat diselesaikan

tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penyusunan paper ini adalah sebagai wujud

pertanggungjawaban dalam meningkatkan pengetahuan Dalam bidang Analisis

Kebijakan Kesehatan.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, seperti

pepatah ”Tak ada gading yang tak retak”. Penulis akan sangat gembira bila di

antara para pembaca memberikan saran dan kritik yang membangun dalam

penyempurnaan karya tulis ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak

yang telah mendukung terselesaikannya laporan ini.

Denpasar, Januari 2014

Penulis

Page 3: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................iDAFTAR ISI............................................................................................................iiBAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................11.2 Tujuan.............................................................................................................3

1.2.1 Tujuan Umum..........................................................................................31.2.2 Tujuan Khusus.........................................................................................3

BAB II ANALISIS INSTRUMEN KEBIJAKAN...................................................42.1 Analisis Kerangka Kebijakan Kesehatan Pada Kebijakan Penanggulangan Rabies Di Bali...........................................................................4

2.1.1 Context....................................................................................................42.1.2 Content/Isi...............................................................................................72.1.3 Proses......................................................................................................8

2.1.4 Aktor.....................................................................................................122.2 Analisis Model Hall dalam penentuan Agenda Kebijakan Pengendalian Rabies di Bali.....................................................................................................162.3 Analisis Model Kingdon dalam penentuan Agenda Kebijakan..............172.4 Peran sektor publik dan sektor private dalam kebijakan Penanggulangan Rabies di Bali.....................................................................................................20

2.4.1 Peran Sektor Publik..........................................................................202.4.2 Peran Sektor Privat..........................................................................20

2.5 Hambatan dalam pelaksanaan Perda Provinsi Bali No 15 Tahun 2009. .202.6 Kekuatan pendorong dalam pelaksanaan Perda Provinsi Bali No 15 Tahun 2009 ……………………..............................................………………..22 2.7 Saran/Rekomendasi.................................................................................23

2.7.1 Peningkatan Peran Serta Masyarakat (PSM)...................................232.7.2 Peningkatan Kemitraan....................................................................232.7.3 Peningkatan Keterpaduan Mutu Program Lintas Sektor..................232.7.4 Peningkatan mutu program pelayanan kesehatan............................242.7.5 Peningkatan Profesionalisme...........................................................25

2.8 Percepatan Desentralisasi........................................................................25DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26

Page 4: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rabies atau yang sering disebut juga sebagai penyakit anjing gila,

merupakan suatu penyakit zoonosis yang dapat menyerang hewan dan

manusia. Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies jenis genus Lyssavirus

family Rhabdhoviridae yang dapat menginfeksi susunan saraf pusat hewan

berdarah panas, termasuk manusia. Rabies merupakan penyakit yang sangat

berbahaya, karena apabila gejala klinis penyakit rabies timbul biasanya akan

diakhiri dengan kematian

Di Indonesia Kasus rabies pertama kali dilaporkan di Jawa Barat pada

kerbau tahun 1884, pada anjing tahun 1889, dan pada manusia pertama kali

ditemukan pada tahun 1894 di Jawa Barat. Sampai dengan tahun 2009,

kasus rabies ditemukan di 24 provinsi di Indonesia, dengan Provinsi

Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, NTT, Lampung dan Sumatera Barat

merupakan daerah endemis tinggi. Hanya 9 provinsi yang masih dinyatakan

sebagai daerah bebas yaitu Provinsi Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI

Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, Papua dan Papua

Barat. Dikatakan, selama periode Tahun 2006-2008 Departemen Kesehatan,

mencatat sebanyak 18.945 kasus gigitan hewan penular rabies, 13.175 kasus

diantaranya mendapat Vaksin Anti Rabies dan 122 orang positif rabies

(angka kematian 100%). Selama 5 tahun terakhir (2008 - 12 September

2012) tercatat di Kementerian Kesehatan, terdapat 44.981 kasus gigitan

hewan penular rabies dan 40.552 kasus diantaranya mendapat Vaksin Anti

Rabies dan sebanyak 51 orang positif rabies. (Kemenkes.2012)

Kasus rabies di Bali mulai mencuat pada November 2008 dan kasus

gigitan anjing terus meningkat setelahnya. Berdasarkan data Dinas

Kesehatan Provinsi Bali sepanjang tahun 2009 telah terjadi 20.888 kasus

gigitan kemudian meningkat tajam di tahun 2010, 50.301 kasus, atau

peningkatannya 58,5%. Jumlah kasus meninggal diduga rabies hingga April

Page 5: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

2011 mencapai 126 orang dan 52 orang (41,27%) dinyatakan positif rabies

dari pemeriksaan laboratorium (FAT). Luas sebaran rabies di Bali dari 710

desa yang ada, 253 desa (35,63%) di 54 kecamatan (92,74%) telah tertular

rabies. Bahkan hingga pertengahan Agustus 2013 masih ditemukan kasus

rabies pada anjing di Kabupaten Gianyar. (Santika.TT)

Bagi Bali masalah ini tidak hanya menyangkut masalah kesehatan

masyarakat, melainkan juga masalah ekonomi. Isu ini menjadi sangat

penting mengingat Bali adalah daerah yang mengandalkan pariwisata

sebagai kegiatan perekonomian utama. Industri pariwisata identik dengan

rasa aman dan nyaman. Namun dampak citra kesehatan masyarakat yang

tidak cukup terjamin akibat ancaman rabies telah mengancam perekonomian

masyarakat secara luas. Diperlukan upaya yang terpadu dalam menekan

aktifitas rabies di seluruh kebupaten di Bali untuk mencegah kerugian yang

lebih besar.

Pemerintah Provinsi Bali telah mengambil langkah-langkah dalam

menanggulangi penyebaran penyakit rabies. Program yang telah dilakukan

Pemerintah Bali diantaranya adalah vaksinasi dan eleminasi anjing di

banjar-banjar di seluruh kabupaten di Bali. Upaya lain yang telah

dilaksanakan Pemerintah Prov. Bali dalam rangka mencegah penyebaran

rabies antara lain dengan dikeluarkannya instruksi pelarangan lalu lintas

hewan penular rabies dari kabupaten tertular ke kabupaten bebas lainnya

melalui penetapan Peraturan Gubernur Nomor 88 tahun 2008 tentang

Penutupan Sementara Pemasukan dan atau Pengeluaran HPR dari dan atau

ke Provinsi Bali. Selain itu diterbitkan pula Surat Edaran dan Instruksi

Nomor 1 tahun 2009 tentang pencegahan, pengendalian dan pemberantasan

penyakit rabies yang bertujuan agar Bupati dan Walikota se Bali tetap

meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya penyakit rabies. Terakhir

pemerintah Provinsi Bali menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi Bali

Nomor 15 Tahun 2009 Tentang Penanggulangan Rabies.

Pada awalnya pemerintah Provinsi Bali optimis menargetkan Bali

Bebas Rabies 2012, namun karena belum tercapai maka target diubah

menjadi Bali Bebas Rabies 2015. Untuk memahami bagaimana pemerintah

Page 6: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

Bali membuat Kebijakan Bali Bebas Rabies tersebut, maka akan dilakukan

analisis salah satu instrumen kebijakan yaitu Peraturan Daerah Provinsi Bali

No 15 Tahun 2009, dengan menelaah peran pemerintah serta kelompok-

kelompok yang membentuk masyarakat sosial secara nasional dan global,

serta memahami bagaimana mereka berinteraksi dan mempengaruhi

kebijakan kesehatan. Pemahaman akan fokus terhadap proses dimana

pengaruh-pengaruh tersebut dibuat, dan konteks dimana para pelaku dan

proses yang berbeda saling berinteraksi serta isi dari kebijakan itu sendiri.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Memahami kebijakan kesehatan penanggulangan Rabies di Bali

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan kerangka kebijakan kesehatan pada kebijakan

Penanggulangan Rabies di Bali berdasarkan pada teori segi tiga kebijakan

kesehatan menurut Walt & Gilson (1994)

2. Menjelaskan penerapan teori Hall dan Kingdon pada kebijakan

Penanggulangan Rabies di Bali

3. Menjelaskan peran sektor publik dan sektor private dalam kebijakan

Penanggulangan Rabies di Bali

4. Menjelaskan hambatan dalam pelaksanaan Perda Provinsi Bali No 15

Tahun 2009

5. Memberikan opsi/saran lain terkait upaya penanggulangan rabies di Bali

Page 7: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

BAB II

ANALISIS INSTRUMEN KEBIJAKAN

2.1 Analisis Kerangka Kebijakan Kesehatan Pada Kebijakan

Penanggulangan Rabies Di Bali

Kebijakan Bali Bebas Rabies 2015 akan dianalisis melalui analisis

terhadap salah satu instrumen kebijakan yaitu Peraturan Daerah No 15

Tahun 2009 dengan menggunakana teori Health Policy Triangle oleh Walt

& Gilson (1994). :

Gambar 2.1 Teori health policy Triangle

Berdasarkan teori tersebut, maka dapat dijelaskan seperti dibawah ini.

2.1.1 Context

Munculnya kembali kasus rabies di Bali pada November 2008

merupakan kejadian yang mengejutkan semua pihak mengingat sebelumnya

Bali termasuk salah satu provinsi bebas rabies di Indonesia. Jika

dikelompokkan seperti dijelaskan oleh Leichter (1997) maka konteks

munculnya strategi penanggulangan rabies di Bali dapat dijelaskan sebagai

berikut :

ACTORS

CONTEXT

PROSESCONTENT

Page 8: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

1. Faktor Situasional

Peningkatan kasus rabies yang signifikan dalam waktu yang singkat

dengan jumlah kematian yang cukup tinggi membuat pemerintah harus

bertindak cepat untuk meredam meluasnya rabies. Populasi anjing sebagai

salah satu hewan penular sangat tinggi di Bali lebih dari 500.000 ekor

dengan kepadatan per kilometer antara 56 ekor di pedesaan hingga 256 ekor

di daerah perkotaan. Alasan tersebut diperkuat lagi dengan belum adanya

regulasi khusus terkait peredaran HPR. Penyebaran rabies yang relatif cepat

direspon oleh Pemerintah Provinsi Bali (Pemprov Bali) dengan menerbitkan

Peraturan Gubernur Nomor 88 tahun 2008 tentang Penutupan Sementara

Pemasukan dan atau Pengeluaran HPR dari dan atau ke Provinsi Bali serta

beberapa surat edaran kepada Bupati dan Wali Kota se-Bali terkait instruksi

kewaspadaan dan pelarangan lalu lintas hewan penular rabies dari

kabupaten tertular ke kabupaten bebas lainnya. Namun seiring dengan kasus

yang justru terus meningkat dan meluas penyebarannya terakhir pemerintah

Provinsi Bali menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 15 Tahun

2009 Tentang Penanggulangan Rabies.

2. Faktor Struktural

Kondisi sosisal ekonomi Bali dengan masyarakatnya yang

mengandalkan pariwisata sebagai motor perekonomian utama tentu akan

merasakan dampak terhadap isu apapun terkait keamanan dan kenyamanan.

Upaya menciptakan dan menjaga situasi Bali sebagai tujuan wisata nasional

dan internasional agar tetap aman dan nyaman bagi wisatawan menjadi

prioritas semua pihak. Ancaman bagi kesehatan masyarakat akibat

merebaknya kasus rabies menjadi masalah yang harus segera ditanggulangi.

Langkah serius pemerintah dalam mengatasi permasalahan ini dengan cepat

dan tepat secara tidak langsung dapat menyelamatkan perekonomian Bali.

3. Faktor Budaya

Masyarakat Bali dikenal sangat gemar memelihara anjing, hampir

tidak ada lingkungan banjar di Bali yang tidak memiliki anjing. Selain

sebagai penjaga rumah dan kebun, anjing di Bali biasanya dipelihara

sebagai penyaluran hobi. Anjing juga digunakan sebagai sarana upacara

Page 9: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

adat. Kalangan tertentu di masyarakat Bali percaya bahwa anjing dapat

sebagai pendeteksi hal gaib. Melihat kondisi tersebut maka pemerintah

memandang perlu membuat regulasi yang mengatur lalulintas dan peredaran

HPR.

4. Faktor Eksternal

Bali sebagai tujuan wisata dunia menjadi perhatian bagi khalayak

internasional. Penilaian positif terhadap keamanan dan kenyamanan Bali

merupakan kepercayaan internasional yang harus dijaga dan dipertahankan

oleh semua pihak khususnya pemerintah. Kasus rabies telah mengancam

penurunan kunjungan wisatawan ke Bali. Beberapa agenda internasional

yang akan di selenggarakan di Bali menjadi tekanan tersendiri bagi

pemerintah.

Negara-negara dengan kunjungan wisatawan tinggi ke Bali seperti

Australia ikut serta secara aktif untuk memantau perkembangan rabies di

Bali dengan memberikan dukungan dana melalui lembaga donor mereka

AUSAID. Pemerintah Amerika melalui USAID juga tergerak untuk

membantu Indonesia dalam menanggulangi rabies di Bali melalui vaksinasi

dengan memberikan bantuan sebesar 500.000 dolar AS (Rp4,27 miliar).

Bantuan dari Pemerintah Amerika Serikat itu diberikan melalui Badan

Pangan dan Pertanian PBB (FAO) untuk membantu pembebasan wilayah

Bali dari rabies. Kesemuanya dilakukan tentu bukan tanpa tujuan,

melainkan untuk mengamankan warga Negara mereka yang berada di Bali.

Berbagai bentuk penolakan atas tindakan eleminasi terhadap anjing

dari kelompok masyarakat pecinta binatang yaitu LSM Bawa (Bali Animal

Welfare Association) dan WSPA (World Society fot the Protection of

Animals) yang menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam memberi

jaminan keamanan dari ancaman rabies serta mengakomodir tuntutan

kelompok masyarakat yang berkepentingan menuntut pemerintah

menghasilkan aturan yang adil bagi masyarakat.

Page 10: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

2.1.2 Content/Isi

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 15 Tahun 2009 Tentang

Penanggulangan Rabies sebagai salah satu instrumen kebijakan dalam

penanggulangan rabies memiliki ruang lingkup kebijakan dasar yaitu :

1. Pencegahan rabies yang meliputi vaksinasi, registrasi, sosialisasi

penyakit, eleminasi selektif dan terarah, pengendalian kelahiran dan

surveilans.

Positif : Eleminasi yang sebelumnya dilakukan secara sporadis, kini

diatur secara selektif hanya pada anjing yang tidak teregistrasi.

Sosialisasi lebih sering di masyarakat.

Negatif : Tidak semua masyarakat mau membawa anjing mereka ke

balai banjar untuk diregistrasi dan vaksinasi dengan berbagai alasan.

2. Pengaturan dan pengawasan pemeliharaan serta peredaran HPR

meliputi kegiatan peredaran dan pemeliharaan HPR, kewajiban setiap

pemilik HPR, serta tindakan yang diambil pemerintah terkait

pengawasan dan izin peredaran HPR baik untuk tujuan komersial

maupun non komersial.

Positif : pemerintah telah lebih rinci dalam mengatur kewajiban setiap

pemilik HPR, pengawasan dan peredarannya.

Negatif : butir pengurusan perizinan kepemilikan HPR untuk

komersial berpotensi menimbulkan kecurangan, sehingga perlu

metode pengawasan dalam pelaksanaannya.

3. Pemantauan dan pengawasan pelaksanaan penanggulangan rabies

meliputi kegiatan pengawasan dan pemantauan oleh tim yang

dibentuk dan bertanggung jawab kepada gubernur serta berkoordinasi

dengan bupati/walikota.(pasal 14)

Positif : koordinasi antar pemerintah provinsi dan kabupaten tampak

lebih diutamakan.

Negatif : pengawasan dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh gubernur

membutuhkan aturan tambahan dan waktu lebih.

4. Penetapan dan pencabutan kembali status daerah wabah. Bagian ini

mengatur kewenangan gubernur dalam menetapkan dan mencabut

Page 11: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

status daerah wabah dengan mempertimbangkan pada kriteria yang

ada.(pasal 15)

5. Peran serta masyarakat alam penanggulangan rabies mencakup:

pemeliharaan HPR secara baik, mengikuti program vaksinasi,

pembatasan kepemilikan HPR, melaporkan korban gigitan HPR,

melaporkan dan menangkap HPR yang menggigit, dan mengikuti

penyuluhan. (Pasal 16)

6. Pembiayaan dalam penanggulangan rabies bersumber pada APBN,

APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota serta sumber biaya lain yag sah

dan untuk pertanggungjawaban pembiayaannya dilakukan sesuai

ketentuan peraturan perundang-undngan.(pasal 17)

7. Setiap pelanggaran yang dilakukan akan dikenai sanksi administratif

berupa: peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan,

penutupan lokasi, pencabutan izin, pembatalan izin, dan denda

administratif. Pasal (18)

8. Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana

sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat juga

dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan

Pemerintah Provinsi. Penyidik PNS dapat memberitahukan

dimulainya penyidikan dan menyerahkan hasil penyidikan tersebut

kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Kepolisian Negara

Republik Indonesia. (pasal 19)

9. Setiap orang dan/atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat

(1) dan ayat (3), Pasal 8, Pasal 9 ayat (2) , Pasal 10, Pasal 11 ayat (1),

dan Pasal 12 ayat (5), diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam)

bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta

rupiah). (pasal 20)

2.1.3 Proses

Kebijakan pengendalian rabies di Bali berawal dari munculnya

kembali kasus rabies di Bali pada bulan November 2008. Peningkatan kasus

Page 12: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

dan penyebaran yang cepat memaksa pemerintah untuk mengambil tindakan

segera. Pemerintah Provinsi Bali mengambil langkah-langkah dalam

menanggulangi penyebaran penyakit rabies diantaranya adalah vaksinasi

dan eleminasi anjing di banjar-banjar di seluruh kabupaten di Bali. Upaya

lain yang telah dilaksanakan Pemerintah Prov. Bali dalam rangka mencegah

penyebaran rabies antara lain dengan dikeluarkannya instruksi pelarangan

lalu lintas hewan penular rabies dari kabupaten tertular ke kabupaten bebas

lainnya. Pelarangan tersebut ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Nomor

88 tahun 2008 tentang Penutupan Sementara Pemasukan dan atau

Pengeluaran HPR dari dan atau ke Provinsi Bali. Selain itu diterbitkan pula

Surat Edaran dan Instruksi Nomor 1 tahun 2009 tentang pencegahan,

pengendalian dan pemberantasan penyakit rabies yang bertujuan agar

Bupati dan Walikota se Bali tetap meningkatkan kewaspadaan terhadap

bahaya penyakit rabies.

Upaya pemerintah terutama eleminasi terhadap anjing liar dan

anjing yang diliarkan oleh pemiliknya mendapat penolakan dan reaksi dari

beberapa LSM penyayang binatang seperti Bawa (Bali Animal Welfare

Association) dan WSPA (World Society fot the Protection of Animals) yang

tidak setuju dengan adanya eleminasi anjing. Menurut mereka eleminasi

bukanlah cara yang tepat dan tidak manusiawi dalam menanggulangi rabies.

Meningkatkan cakupan vaksinasi pada anjing hingga 70% dari populasi

sudah cukup untuk mencegah penyebaran dengan menciptakan penghalang

melalui hewan yang sehat dan memiliki imunitas. Dengan 30% populasi

yang tidak tervaksinasi rantai penyebaran masih masih terlalu pendek untuk

penyebaran virus sehingga pnyebaran virus akan terputus dengan

sendirinya. Sterilisasi anjing betina juga dapat dilakukan untuk menekan

kelahiran sehingga populasi dapat dikendalikan dan cakupan vaksinasi akan

semakin tinggi.

Masalah rabies tidak hanya menyangkut masalah kesehatan

masyarakat, melainkan juga masalah ekonomi. Menurut pemerintah

Provinsi Bali dampak citra kesehatan masyarakat yang tidak cukup terjamin

dari ancaman HPR yang berpemilik namun tidak diberi perlakuaan

Page 13: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

kepemilikan seperti: pemeliharaan dan pengamanan yang memadai dan

HPR yang tidak berpemilik berkeliaran di jalan-jalan dan ditempat-tempat

umum. Pemeliharaan dan pengamanan HPR yang tidak memadai

menimbulkan gangguan terhadap ketertiban masyarakat dan kehidupan

perekonomian Bali. untuk melindungi kepentingan umum, memulihkan dan

menjamin ketertiban umum, serta memelihara keberlanjutan fungsi-fungsi

ekonomi kegiatan kepariwisataan bagi pemerintah daerah dan masyarakat

pada umumnya dianggap perlu untuk segera dilakukan tindakan legislasi.

Namun penertiban tersebut harus tetap memperhatikan dan menjamin hak

azasi manusia dari masyarakat yang mempunyai hobi penyayang dan

pemelihara binatang, termasuk HPR dan hak azasi masyarakat dalam

konteks identitas kultural dan kegiatan keagamaan.

Berlatar belakang pertimbangan tersebut, dengan persetujuan DPRD

Pemerintah Provinsi Bali menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Bali

Nomor 15 Tahun 2009 tentang Penanggulangan Rabies dengan

meletakkan dua tujuan dasar secara seimbang, yaitu di satu sisi menjamin

dan melindungi kepentingan umum berupa hak-hak masyarakat yang

bersifat azasi berkenaan dengan: (a) ketertiban dan ketentraman

masyarakat dari ancaman penyakit rabies; (b) hak-hak masyarakat atas

kesehatan umum berupa pencegahan dan keterhindaran dari serangan atau

keterjangkitan rabies; dan (c) hak-hak masyarakat atas akses terhadap

fungsi-fungsi ekonomi kepariwisataan serta keberlanjutannya yang telah

terganggu akibat adanya ancaman rabies; dan pada sisi lainnya, tetap

menghormati hak-hak anggota masyarakat yang bersifat azasi untuk

memiliki, memelihara, dan menyayangi binatang, termasuk jenis HPR.

Dalam pelaksanaannya Pemprov Bali mendapat dukungan dari

berbagai pihak seperti Pemerintah Amerika Serikat melalui USAID

menyerahkan bantuan sebesar 500.000 dolar AS (Rp4,27 miliar) kepada

pemerintah Indonesia untuk membantu program vaksinasi Rabies di Bali.

"Bantuan dari Pemerintah Amerika Serikat itu diberikan melalui Badan

Pangan dan Pertanian PBB (FAO), serta Australia melalui AUSAID untuk

membantu pembebasan wilayah Bali dari rabies.

Page 14: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

A. Proses Penyusunan Kebijakan

Proses mengacu kepada cara bagaimana kebijakan dimulai,

dikembangkan atau disusun, dinegosiasi, dikomunikasikan, dilaksanakan

dan dievaluasi. Pendekatan yang paling sering digunakan untuk memahami

proses kebijakan adalah dengan menggunakan apa yang disebut ‘tahapan

heuristiks’ (Sabatier dan Jenkins‐Smith 1993).

1. Identifikasi masalah dan isu

Rabies atau penyakit anjing gila merupakan penyakit menular yang

dapat menyerang susunan syaraf pusat semua jenis hewan berdarah panas

dan manusia yang tertular oleh virus rabies. Proses penularan virus rabies

melalui gigitan oleh anjing penular rabies dan dapat mengakibatkan

kematian. Penyakit ini tidak saja merupakan ancaman terhadap kesehatan

masyarakat secara fisik, namun juga dapat menimbulkan ketakutan

berlebihan (society syndrome) terhadap hewan penular rabies atau HPR

seperti: anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya. Namun pada sisi

lainnya, kegemaran masyarakat memelihara hewan penular rabies

semakin meningkat. Di Bali, masalah ini tidak hanya menyangkut

masalah kesehatan masyarakat, melainkan juga masalah ekonomi, yaitu

dampak citra kesehatan masyarakat yang tidak cukup terjamin dari

ancaman HPR yang berpemilik namun tidak diberi perlakuaan

kepemilikan seperti: pemeliharaan dan pengamanan yang memadai dan

HPR yang tidak berpemilik berkeliaran di jalan-jalan dan ditempat-

tempat umum. Pemeliharaan dan pengamanan HPR yang tidak memadai

menimbulkan gangguan terhadap ketertiban masyarakat dan kehidupan

perekonomian Bali.

2. Perumusan kebijakan

Masalah rabies di Bali tidak hanya menyangkut masalah kesehatan

masyarakat, melainkan juga masalah ekonomi. Dengan adanya

permasalahan tersebut perlu dapat dirumuskan beberapa permasalahan

sebagai berikut.

a) Bagaimanakah peran Pemeritah Provinsi Bali dalam penanggulangan

rabies?

Page 15: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

b) Pihak apa saja yang terlibat dalam penanggulangan rabies?

c) Bagaimana peran serta masyarakat dalam penanggulangan rabies?

d) Bagaimanakah peran dinas terkait dalam penanggulangan rabies di

bali?

e) Program apa saja yang dibuat dalam penanggulangan rabies?

3. Pelaksanaan Kebijakan

Dalam pelaksanaannya mengalami beberapa permasalahan seperti

partisipasi masyarakat yang masih kurang, ketersediaan vaksin HPR, serta

desentralisasi yang secara tidak langsung memberikan kebebasan tingkat

partisipasi kabupaten.

4. Evaluasi kebijakan

Penanggulangan rabies awal di Bali dinilai belum optimal karena

ancaman wabah makin meningkat. Kasus gigitan anjing terus bertambah

sementara vaksinasi massal berjalan lamban untuk memenuhi target.

Sejumlah kendala penanggulangan rabies di Bali di antaranya vaksinasi

massal kurang memeberikan hasil optimal karena informasi tidak sampai

masyarakat dan rendahnya cakupan vaksinasi.

2.1.4 Aktor

Aktor merupakan seseorang yang memiliki pengaruh atau

kekuasaan yang dipergunakan untuk mempengaruhi kebijakan (Buse,

2005).

Kepentingan dari setiap kelompok aktor

Kepentingan dari setiap kelompok actor dijelaskan sebagai berikut :

a. Kelompok Oposisi

LSM Pecinta Anjing/ penyayang binatang kepentingannya adalah

mempertahankan kelangsungan hobi mereka dalam memelihara anjing

sebagai hewan kesayangan dengan mendukung peraturan penanggulangan

rabies yang telah ditentukan, LSM ini selain sebagai pendukung juga

masuk kedalam kelompok oposisi dimana memiliki kepentingan lainnya

yakni menghilangkan eleminasi sebagai cara pemberantasan rabies dengan

mengutamakan pencapaian cakupan vaksinasi HPR di seluruh wilayah

Page 16: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

Bali. Tindakan lainnya adalah dengan melaksanakan pengendalian

reproduksi anjing yaitu melakukan sterilisasi pada anjing di Bali.

b. Kelompok Dukungan

1. Pemerintah Provinsi Bali (Gubernur Provinsi Bali)

Kepentingannya ialah untuk mewujudkan Bali bebas rabies, sehingga

masyarakat Bali dan semua orang yang sedang berada di Bali merasa

nyaman dan terjamin kesehatannya. Pemerintah Provinsi Bali

mengusulkan kepada DPRD perlunya penetapan Peraturan Daerah

Provinsi Bali Nomor 15 Tahun 2009 tentang Penanggulangan Rabies.

2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali

Sebagai lembaga legislatif yang merupakan perwakilan masyarakat

Bali DPRD memiliki kepentingan untuk mengakomidir setiap aspirasi

masyarakat terkait terjadinya rabies di Bali. DPRD Pemerintah

Provinsi Bali bersama Pemerintah Provinsi Bali menetapkan Peraturan

Daerah Provinsi Bali Nomor 15 Tahun 2009 tentang Penanggulangan

Rabies.

3. Kementerian Kesehatan melalui Dinas Kesehatan Provinsi Bali

Kepentingannya adalah mempertahankan penilaian kinerja yang baik

dalam menjaga kesehatan masyarakat dengan membuat perencanaan

dan pelaksanaan program penanggulangan rabies berdasarkan

peraturan yang telah dibuat oleh gubernur. Tindakan-tindakan yang

dilakukan menyangkut manusia yang digigit hewan tersangka / rabies

yaitu:

a. Membuat rabies center di beberapa puskesmas

b. Memberikan Vaksin Anti Rabies (VAR) kepada penderita

gigitan hewan indikasi

c. Melakukan pertolongan pertama luka gigitan dengan mencuci

luka gigitan kepada semua penderita gigitan hewan penular

rabies menggunakan sabun cuci

d. Memantau pemberian VAR untuk mencegah Drop Out

Vaksinasi

Page 17: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

e. Melakukan pelacakan kasus gigitan hewan penular rabies untuk

menentukan faktor penularan

4. Kementerian Pertanian (Ditjen Peternakan) melalui Dinas Pertanian

dan Peternakan

Kepentingannya dalam penanggulangan rabies adalah

mempertahankan penilaian kinerja yang baik dalam melaksanakan

tugas dan pokok dan fungsinya. Kementerian Pertanian (Ditjen

Peternakan) memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan

tindakan-tindakan yang menyangkut hewan seperti vaksinasi HPR dan

mencegah keluar masuknya HPR ke Bali.

5. Kementerian dalam Negeri (Ditjen PUOD)

Kepentingannya adalah menjaga stabilitas dalam negeri dengan

mendukung program penanggulangan rabies di Indonesia khususnya di

Bali. Tindakannya adalah mengkoordinasikan kegiatan kerjasama

sektor-sektor terkait dan menggerakan peran serta masyarakat.

6. Masyarakat (secara individu)

Kepentingannya adalah ikut andil dalam mengendalikan populasi

anjing liar di Bali. Tindakannya adalah mengurung anjing peliharaan

di rumah, melakukan vaksinasi terhadap anjing, sehingga anjing

terlindung dan tidak terinveksi rabies dari anjing lain. Serta mencari

VAR secepatnya ke pelayanan kesehatan terdekat bila digigit anjing.

7. Rumah sakit dan puskesmas sebagai penyedia Rabies centre semuanya

berada dalam ruang lingkup pemerintahan, sehingga kepentingannya

cenderung untuk menjalankan tugasnya dalam memenuhi kebutuhan

dan menangani berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat.

8. Dinas Pariwisata Provinsi Bali

Dinas Pariwisata kepentingannya adalah ikut menjaga lingkungan agar

terbebas dari hewan liar yang berisiko sebagai HPR, mengingat

keamanan lingkungan dari serangan HPR menjadikan keamanan bagi

parawisatawan yang berkunjung ke Bali yang sekaligus berdampak

pada perkembangan ekonomi masyarakat Bali.

9. LSM Pecinta Anjing/ penyayang binatang

Page 18: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

Kepentingannya adalah mempertahankan kelangsungan hobi mereka

dalam memelihara anjing sebagai hewan kesayangan dengan

mendukung peraturan penanggulangan rabies yang telah ditentukan.

Kepentingan lainnya adalah menghilangkan eleminasi sebagai cara

pemberantasan rabies dengan mengutamakan pencapaian cakupan

vaksinasi HPR di seluruh wilayah Bali. Tindakan lainnya adalah

dengan melaksanakan pengendalian reproduksi anjing yaitu melakukan

sterilisasi pada anjing di Bali.

2.2 Analisis Model Hall dalam penentuan Agenda Kebijakan Pengendalian

Rabies di Bali

Hall dkk (1975) menjabarkan sebuah metode sederhana dalam

menjelaskan pokok-pokok sebuah permasalahan sehingga masalah tersebut

perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah untuk diagendakan

sebagai kebijakan pemerintah. Dalam metode ini dinyatakan bahwa sebuah

permasalahan dan respon atas permasalahan tersebut hanya akan menjadi

agenda kebijakan bila telah memiliki keabsahan, kelayakan dan dukungan

yang tinggi dari masyarakat.

1) Keabsahan

Pemerintah di setiap daerah memiliki tugas dan kewajiban untuk

menciptakan dan menjaga ketertiban, keamanan serta kenyamanan

masyarakatnya. Pemerintah Provinsi Bali menilai bahwa masalah rabies di

Bali bukan hanya ancaman bagi status kesehatan masyarakat semata namun

akan berdampak pada perekonomian masyarakat Bali secara umum.

Penyebarannya yang cepat dan luas dengan korban yang terus bertambah

memaksa pemerintah untuk melakukan tindakan penanggulangan rabies

dengan cepat dan tepat. Polemik tentang cara eleminasi anjing yang

dianggap menyakiti hewan oleh masyarakat penyayang binatang harus

segera diakhiri dengan aturan dan tata cara yang benar serta adil untuk

semua pihak.

2) Kelayakan

Page 19: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

Bali merupakan salah satu tujuan wisata internasional di Indonesia.

Munculnya kembali rabies di Bali memiliki pengaruh terhadap citra

pariwisata Indonesia. Pemerintah pusat melalui koordinasi Kementerian

Dalam Negeri, Kemeterian Kesehatan dan Kemeterian Pertanian

memberikan perhatian penuh terhadap kasus rabies di Bali. Dengan

mempertimbangkan segenap sumber daya yang ada serta memperhatikan

kepentingan berbagai pihak maka pemerintah merasa perlu dan layak untuk

membuat peraturan mengenai pengendalian rabies di Bali.

3) Dukungan

Upaya pengendalian rabies di Bali mendapatkan dukungan dari

seluruh masyarakat mengingat ancaman kematian akibat rabies yang

meresahkan masyarakat. Selain dukungan dari pemerintah pusat, dukungan

juga datang dari luar negeri seperti Australia melalui AUSAID, Amerika

melalui USAID dan WHO-FAO serta beberapa Negara lainnya yang

berharap Indonesia dan Bali khususnya dapat segera mengatasi masalah

rabies ini. Dorongan dari kelompok penyayang binatang dan pecinta anjing

yang mendukung vaksinasi rabies dan menghindari eleminasi anjing

menjadi pertimbangan pemerintah.

Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka pemerintah provinsi

Bali bersama DPRD Bali merasa perlu membuat kebijakan penanggulangan

rabies di Bali dengan menerbitkan peraturan daerah tentang penanggulangan

rabies.

2.3 Analisis Model Kingdon dalam penentuan Agenda Kebijakan

Pengendalian Rabies di Bali

Pendekatan John Kingdon (1984) berfokus pada peran para pembuat

kebijakan didalam dan diluar pemerintahan dengan mengambil keuntungan

dari kesempatan-kesempatan penentuan agenda (jendela kebijakan) untuk

memasukkan hal-hal tertentu ke dalam agenda formal pemerintah. Kingdon

menggambarkan permunculan kebijakan melalui tiga alur atau proses yang

Page 20: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

terpisah yaitu alur masalah, alur kebijakan dan alur politik. Dalam

penentuan agenda kebijakan pengendalian rabies dibali, ketiga alur tersebut

dianalisis sebagai berikut.

a) Alur Masalah

Setelah ratusan tahun bertahan bali bebas rabies, pada bulan

november 2008 ancaman rabies yang memang telah dikhawatirkan sejak

dahulu ketika pengawasan lalu lintas hewan penular rabies lemah dan tidak

berdaya akhirnya rabies berjangkit kembali. Bali termasuk 24 provinsi di

Indonesia yang terjangkit rabies dengan jumlah kasus dan korban jiwa yang

diakibatkannya paling tinggi. Sampai saat ini permasalahan rabies di Bali

seakan tak pernah ada habisnya. Kasus gigitan anjing terus meningkat.

Berdasarkan data sepanjang tahun 2009 telah terjadi 20.888 kasus gigitan

kemudian meningkat tajam di tahun 2010, 50.301 kasus, atau

peningkatannya 58,5%. Jumlah kasus meninggal diduga rabies hingga April

2011 mencapai 126 orang dan 52 orang (41,27%) dinyatakan positif rabies

dari pemeriksaan laboratorium (FAT). Luas sebaran rabies di Bali dari 710

desa, 253 desa (35,63%) dan 54 kecamatan (92,74%) telah tertular rabies.

(Santika.TT, 2013). Tampaknya target atau rata-rata cakupan vaksinasi yang

rendah serta efektivitas eleminasi yang diterapkan pemerintah masih

diragukan. Sehingga kasus rabies masih saja merebak di Bali.

b) Alur Kebijakan

Upaya pemerintah terutama eleminasi terhadap anjing liar dan anjing

yang diliarkan oleh pemiliknya mendapat penolakan dan reaksi dari

beberapa LSM penyayang binatang seperti Bawa (Bali Animal Welfare

Association) dan WSPA (World Society fot the Protection of Animals) yang

tidak setuju dengan adanya eleminasi anjing. Menurut mereka eleminasi

bukanlah cara yang tepat dan tidak manusiawi dalam menanggulangi rabies.

Meningkatkan cakupan vaksinasi pada anjing hingga 70% dari populasi

sudah cukup untuk mencegah penyebaran dengan menciptakan penghalang

melalui hewan yang sehat dan memiliki imunitas. Dengan 30% populasi

yang tidak tervaksinasi rantai penyebaran masih terlalu pendek untuk

penyebaran virus sehingga penyebaran virus akan terputus dengan

Page 21: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

sendirinya. Sterilisasi anjing betina juga dapat dilakukan untuk menekan

kelahiran sehingga populasi dapat dikendalikan dan cakupan vaksinasi akan

semakin tinggi.

c) Alur Politik

Bagi Bali masalah ini tidak hanya menyangkut masalah kesehatan

masyarakat, melainkan juga masalah ekonomi. Isu ini menjadi sangat

penting mengingat Bali adalah daerah yang mengandalkan pariwisata

sebagai kegiatan perekonomian utama. Industri pariwisata identik dengan

rasa aman dan nyaman. Namun dampak citra kesehatan masyarakat yang

tidak cukup terjamin akibat ancaman rabies telah mengancam perekonomian

masyarakat secara luas. Diperlukan upaya yang terpadu dalam menekan

aktifitas rabies di seluruh kebupaten di Bali untuk mencegah kerugian yang

lebih besar.

Pemerintah Provinsi Bali telah mengambil langkah-langkah dalam

menanggulangi penyebaran penyakit rabies. Program yang telah dilakukan

Pemerintah Bali diantaranya adalah vaksinasi dan eleminasi anjing di

banjar-banjar di seluruh kabupaten di Bali. Upaya lain yang telah

dilaksanakan Pemerintah Prov. Bali dalam rangka mencegah penyebaran

rabies antara lain dengan dikeluarkannya instruksi pelarangan lalu lintas

hewan penular rabies dari kabupaten tertular ke kabupaten bebas lainnya

melalui penetapan Peraturan Gubernur Nomor 88 tahun 2008 tentang

Penutupan Sementara Pemasukan dan atau Pengeluaran HPR dari dan atau

ke Provinsi Bali. Selain itu diterbitkan pula Surat Edaran dan Instruksi

Nomor 1 tahun 2009 tentang pencegahan, pengendalian dan pemberantasan

penyakit rabies yang bertujuan agar Bupati dan Walikota se Bali tetap

meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya penyakit rabies. Penolakan

beberapa kelompok masyarakat atas model tindakan pemerintah yang

dianggap tidak manusiawi terhadap anjing membuat pemerintah ikut

melibatkan LSM pecinta binatang dalam membuat kebijakan sehingga

terakhir pemerintah Provinsi Bali menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi

Bali Nomor 15 Tahun 2009 Tentang Penanggulangan Rabies.

Page 22: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

2.4 Sektor Publik Dan Sektor Private Dalam Kebijakan Penanggulangan

Rabies Di Bali

2.4.1 Peran Sektor Publik

Pemerintah Daerah Provinsi Bali dalam hal ini Gubernur Bali.

Pemerintah Provinsi Bali mengusulkan kepada DPRD perlunya penetapan

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 15 Tahun 2009 tentang

Penanggulangan Rabies. Gubernur melaksanakan pemantauan dan

pengawasan pelaksanaan penanggulangan rabies. Gubernur juga

mengkoordinasikan pencegahan rabies sebagaimana dimaksud pada

ketentuan umum pada ayat (1) melalui integrasi dan sinkronisasi dengan

Bupati/Walikota.

2.4.2 Peran Sektor Privat

Sektor privat dalam kebijakan ini adalah para pelaku pariwisata.

Meskipun tidak tampak secara nyata, pelaku pariwisata memiliki peran

dalam mendorong percepatan penanggulangan rabies di Bali, mengingat

sebagian besar pejabat daerah di Bali adalah pelaku bisnis pariwisata.

2.5 Hambatan dalam pelaksanaan Perda Provinsi Bali No 15 Tahun 2009

Beberapa masalah dan hambatan dalam penanggulangan rabies di Bali :

a) Otoritas Kesehatan Hewan Belum Dioptimalkan. Pengendalian rabies

pada sumbernya (hewan) merupakan suatu keharusan. Namun

demikian otoritas kesehatan hewan di Bali belum memadai untuk

melaksanakan penyelenggaraan kesehatan hewan secara independen

dan professional.misalnya pelaksanaan Vaksinasi hewan yang belum

dapat dilakukan secara merata dan menjangkau semua wilayah.

b) Hambatan Sosial Budaya. Anjing memiliki nilai social budaya bahkan

nilai ekonomis bagi masyarakat Bali pada khususnya. Anjing diperjual

belikan sehingga memiliki nilai ekonomi, pada kondisi seperti ini,

eliminasi sulit dilakukan karena ada penolakan. Anjing yang dimiliki

oleh individu yang dirawat dengan baik dengan melakukan vaksinasi

demi menjaga kesehatan hewan kesayanganya tentunya berbeda

Page 23: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

dengan hewan yang pemeliharaanya tidak bertanggung jawab seperti

anjing/kucing liar.

c) Besarnya Biaya. Kurangnya infrastruktur dan biaya untuk

pengendalian rabies merupakan hambatan yang sangat berpengaruh.

Untuk Negara berkembang seperti Indonesia dan Bali pada kuhusnya,

penyembuhan bagi anjing liar (dan diliarkan) masih tetap dibutuhkan

mengingat pengendalian reproduksi memerlukan biaya cukup mahal.

Namun demikian eliminasi harus dilakukan dengan metode

memperhatikan aspek kesejahteraan hewan

d) Tingginya populasi anjing liar menjadi salah satu kendala dalam

penanggulangan rabies di Bali, hal ini disebabkan oleh tingkat

kepadatan anjing per km2 di daerah pedesaan diperkirakan 56 ekor dan

di perkotaan 256 ekor, dengan rasio populasi anjing dan jumlah

penduduk cukup tinggi, sebagai contoh rasio populasi anjing dan

jumlah penduduk di kabupaten Badung diasumsikan 1: 8,27 ,

sedangkan rasio secara nasioanl 1: 6.

e) Tidak adanya data populasi anjing yang valid. Musim anjing beranak

antara bulan April sampai Oktober yang cenderung tinggi di bulan

Juli sampai Oktober juga menjadi hambatan dalam pelaksanaan perda

dalam penanggulangan rabies ini, belum lagi cakupan vaksinasi masih

rendah dibandingkan populasi anjing, diasumsikan populasi mencapai

lebih dari 500.000 ekor, meskipun yang tercatat lebih rendah (435.481

ekor)

f) Efektifitas vaksin dengan daya tahan pendek. Lama kekebalan pasca

vaksinasi pertama hanya berlangsung 4-6 bulan, sedangkan vaksinasi

ulang baru dilakukan setelah setahun. Serta program eliminasi anjing

yang tidak tuntas. Meskipun tindakan eliminasi banyak mendapat

tantangan berbagai pihak karena dalam pelaksanaannya tidak sesuai

dengan kaidah kesejahteraan hewan (animal welfare).

g) Peran Serta Masyarakat . Kurangnya pengetahuan masyarakat

terutama pemilik HPR dalam memperhatikan ksehatan dan

kesejahteraan hewannya, serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk

Page 24: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

menjaga dan ikut serta mengawasi HPR yang berkeliaran di jalan-jala

umum. Sebaiknya peran serta masyarakat ini sangat penting

ditingkatkan mengingat keaktifan masyarakat terutama pemilik hewan

peliharaan untuk ikut menjaga kesehatan peliharaannya, hal tersebut

penting untuk mengurangi HPR yang berkeliaran dijalan – jalan.

Sehingga nantinya dapat meminimalkan atau mencegah penyebaran

virus rabies.

h) Lemahnya pengawasan lalu lintas anjing antar daerah dan/atau antar

pulau/provinsi

i) Terlambatnya penanganan perawatan luka pasca gigitan anjing

penderita rabies serta tidak tersedianya VAR di puskesmas atau

Rumah sakit terdekat pada saat dibutuhkan.

j) Tidak adanya kelompok satuan kerja dan ahli dalam Pelaksanaan

penanggulangan rabies (satuan kerja pengawasan lalu lintas HPR,

eliminasi, vaksinasi, sosialisasi, surveilans dan tracing serta evaluasi

dan monitoiring)

2.6 Kekuatan pendorong dalam pelaksanaan Perda Provinsi Bali No 15

Tahun 2009

a) Adanya good will pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota

dalam pemberantasan rabies di Bali.

b) Adanya desa pekraman dengan sistem banjar dapat membantu

program penanggulangan rabies.

c) Adanya dukungan dan kerjasama internasional (FAO, WHO, ACIAR,

AUSaid) dalam penanggulangan rabies.

d) Tersedianya sarana laboratorium yang memadai (BBVet Denpasar,

Lab Keswan provinsi Bali, Biomedik FK Unud, Lab Biomolekuler

FKH Unud) dapat mempercepat diagnosa rabies pada hewan dan

manusia.

2.7 Saran/Rekomendasi

2.7.1 Peningkatan Peran Serta Masyarakat (PSM)

Page 25: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

Saran dari peningkatan peran serta masyarakat yaitu : individu,

keluarga dan masyarakat di daerah tertular rabies mampu melindungi diri

dari rabies. Langkah – langkah pelaksanaannya adalah :

a) Melakukan identifikasi pengetahuan sikap dan prilaku (PSP)

masyarakat tentang rabies, termasuk kelompok – kelompok

masyarakat ( kader).

b) Mengembangkan metode dan media KIE.

c) Membuat pedoman petunjuk pelaksanaan KIE.

d) Menyelenggarakan KIE kepada masyarakat termasuk kader dengan

melibatkan kelompok potensial.

e) Memfasilitasi kegiatan masyarakat dalam pembebasan rabies.

2.7.2 Peningkatan Kemitraan.

Sasaran dari peningkatan kemitraan adalah semua mitra yang terkait

di Tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan

(LSM, organisasi profesi kemasyarakatan dan dunia usaha) komit. Langkah

– langkah yang dilakukan adalah :

a) Melakukan identifikasi program di mitra kerja

b) Menyediakan peta daerah tertular rabies

c) Melakukan pemasaran sosial melalui media yang ada

d) Membangun jaringan kemitraan

e) Menyusun rencana kerja terpadu

f) Memadukan sumber daya yang tersedia

g) Melakukan monitoring dan evaluasi

2.7.3 Peningkatan Keterpaduan Mutu Program Lintas Sektor.

Sasaran dari peningkatan keterpaduan program lintas sektor yaitu

program dan sektor terkait komit (LSM, organisasi profesi kemasyarakatan

dan dunia usaha) komit. Langkah – langkah yang dilakukan adalah :

a) Mengidentifikasi program sumber daya lintas sektor.

b) Menyusun rencana pengelolaan program terpadu

c) Melakukan advokasi pada pemerintah pusat dan daerah

Page 26: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

d) Melakukan pertemuan secara berkala

e) Melakukan monitoring dan evaluasi

f) Mengoptimalkan Tim koordinasi dan menyediakan sekretariat dengan

sarana dan prasarana yang lengkap

2.7.4 Peningkatan mutu program pelayanan kesehatan.

Sasaran dari peningkatan mutu program pelayanan kesehatan

terutama Vaksinasi/eliminasi hewan dan pengobatan berkala ialah penderita

gigitan hewan rabies dan kelompok masyarakat berisiko tinggi terlindungi,

hewan penular rabies terutama anjing kebal terhadap rabies dan tidak ada

lagi anjing liar. Langkah – langkah yang dilakukan :

a) Membentuk dan meningkatkan fungsi Rabies Center di tempat –

tempat yang diperlukan dan memenuhi standar.

b) Melaksanakan dan meningkatkan pemantauan SOP Rabies center

dengan baik, diantaranya :Rabies center berfungsi sebagai Pusat

Informasi tentang pencegahan rabies dan memberikan pelayanan

vaksinasi kepada penderita gigitan hewan tersangka/rabies, dengan

selalu menyediakan Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti

Rabies (SAR) di Rumah sakit dan Puskesmas serta tersedianya dokter

dan paramedis yang sudah terlatih di RS atau Puskesmas penyedia

Rabies Center.

c) Membentuk dan meningkatkan fungsi Pos Keswan di tempat – tempat

yang diperlukan dan memenuhi standar.

d) Menganalisis kasus dan menganalisis kebutuhan sarana untuk

perencanaan pelayanan

e) Meningkatkan cakupan pengobatan berkala.

f) Melakukan surveilans epidemiologi pelacakan kasus tambahan dan

riset operasional

g) Melaksanakan evaluasi kualitas pelayanan

h) Melaksanakan perbaikan pelayanan

i) Meningkatkan cakupan vaksinasi anjing dan resevoir lain serta

anjing liar yang tak berpemilik.

Page 27: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

j) Meningkatkan pengawasan lalu lintas hewan penular rabies.

2.7.5 Peningkatan Profesionalisme.

Peningkatan profesionalisme dalam hal ini peningkatan

profesionalisme sumber daya manusia di Tingkat Pusat, Provinsi,

Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan sehingga mampu dan trampil

dalam pembebasan rabies. Langkah- langkah yang dilakukan :

a) Melakukan need assesment/analisis kebutuhan tenaga dan penentuan

jenis pendidikan pelatihan

b) Membuat modul pelatihan

c) Menyelenggarakan pelatihan TOT dan petugas

d) Melaksanakan evaluasi dan pembinaan pasca pelatihan

e) Menyempurnakan SOP

f) Menyediakan sarana dan prasarana yang memadai sesaui dengan SOP

g) Melaksanakan quality assurance/evaluasi kerja

h) Melaksanakan penelitian operasional

i) Mengembangkan sistem penghargaan

2.8 Percepatan Desentralisasi.

Sasaran dari percepatan desentralisasi ialah penanggung jawab

program rabies di Tingkat, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan mampu

membuat kebijakan operasional. Langkah – langkah yang dilakukan :

a) Mengembangkan sistem informasi menangani rabies

b) Meningkatkan kemampuan pengelolaan program

c) Melakukan pembagian tugas sesuai dengan administrasi dan

kewenangannya

d) Mobilisasi sumber daya

e) Mengembangkan dan melaksanakan kebijaksanaan operasional

spesifik daerah

Page 28: Sip II Analisis Kebijakan Rabies Bali-edit

DAFTAR PUSTAKA

Buse. Kent. Nicholas Mays & Gill Walt. TT. Making Health Policy.

Kemenkes. 2012. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Diakses pada

http://www.depkes.go.id

Santika. Ketut AP. TT. Mengamati Penyebaran Rabies Di Bali. Tersedia pada:

http://www.google.com/url? Diakses pada: 03 Januari 2014.

Putra. AA Gede. 2011. Epidemiology of Rabies in Bali. Tersedia pada :

http://www.bppv.dps.info Diakses pada 03 Januari 2014.