sindrome trans uretra reseksi prostat

40
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Reseksi kelenjar prostat (TURP) dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan pembilas agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang digunakan adalah berupa larutan non ionic, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah yaitu H 2 O steril (aquades). Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan H 2 O dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala 1

description

sindrom pasca TRUP sebagai komplikasi timdakan anestesi

Transcript of sindrome trans uretra reseksi prostat

Page 1: sindrome trans uretra reseksi prostat

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering

diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign

prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat

hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat

benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini

akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun.

Reseksi kelenjar prostat (TURP) dilakukan transuretra dengan

mempergunakan cairan pembilas agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan

tidak tertutup oleh darah. Cairan yang digunakan adalah berupa larutan non ionic,

yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan

yang sering dipakai dan harganya cukup murah yaitu H2O steril (aquades).

Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga

cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang

terbuka pada saat reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan terjadinya

hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma

TURP. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran

somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera

diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh ke dalam koma

dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah sebesar 0,99%.

Selain itu, penyulit saat operasi meliputi perdarahan, sindroma TURP, dan

perforasi. Penyulit pasca bedah dini meliputi perdarahan dan infeksi lokal atau

sistemik. Penyulit pasca bedah lanjut meliputi inkontinensia urin, disfungsi ereksi,

ejakulasi retrograd, dan striktura uretra.

1

Page 2: sindrome trans uretra reseksi prostat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Teknik Anestesi Pada TURP

Anestesi regional sudah sejak lama dipertimbangkan sebagai teknik

anestesi pilihan pada TURP. Teknik anestesi ini memungkinkan pasien untuk

tetap terbangun, yang memungkinkan diagnosis awal dari sindrom TUR atau

ekstravasasi dari irigasi cairan. Beberapa studi memperlihatkan penurunan

hilangnya darah ketika prosedur TURP dilakukan dengan menggunakan anestesi

regional dan anestesi umum.

Penggunaan dari anestesi regional jangka panjang, dibandingkan dengan

anestesi umum, pada pasien yang mengalami TURP dihubungkan dengan kontrol

nyeri dan penurunan kebutuhan penyembuhan nyeri postoperatif. Bowman dkk

menemukan bahwa hanya 15 % dari pasien yang mendapatkan anestesi spinal

pada TURP membutuhkan pengobatan nyeri selain daripada acetaminophen tetapi

kebutuhan analgesik meningkat empat kali lipat setelah anestesi umum.

Studi prospektif yang membandingkan efek dari anestesi umum versus

anestesi spinal pada fungsi kognitif setelah TURP ditemukan penurunan yang

signifikan pada status mental pada kedua kelompok pada 6 jam setelah

pembedahan, tetapi tidak memiliki perbedaan pada fungsi mental postoperatif

pada kapan saja pada 30 hari pertama setelah pembedahan. Ghoneim dkk juga

menemukan tipe anestesi (regional versus umum) tidak mempengaruhi keadaan

pasien yang mengalami prostatektomi, histerektomi, atau penggantian sendi.

Morbiditas dan mortalitas pada pasien yang berusia lebih dari 90 tahun

yang mengalami TURP tidak bergantung dari tipe anestesi yang digunakan.

Sebuah studi dari kejadian iskemik miokardial perioperatif pada pasien yang

mengalami pembedahan transuretral, ditentukan bahwa kedua insidens dan durasi

dari iskemik miokardial meningkat mengikuti pembedahan TUR tetapi tidak

memiliki perbedaan antara anestesi umum atau anestesi spinal. Studi kedua

membuktikan bahwa penemuan-penemuan ini dan disimpulkan bahwa adanya

2

Page 3: sindrome trans uretra reseksi prostat

durasi yang singkat atas iskemik miokardial tidak berhubungan dengan efek

samping pada pasien berusia lanjut yang mengalami prosedur TURP.

Bila anestesi regional digunakan pada prosedur, tingkat dermatom anestesi

T10 dibutuhkan untuk memblok nyeri dari saluran kemih dengan irigasi cairan.

Bagaimanapun, tingkat S3 dilaporkan adekuat pada 25 % pasien jika saluran

kemih tidak diijinkan untuk terisi penuh. Anestesi spinal merupakan pilihan utama

jika dibandingkan anestesi epidural karena tulang-tulang sakral tidak terblok

sepenuhnya dengan teknik epidural.

Anestesi lokal juga digunakan sebagai prosedural TURP pada pasien

dengan kelenjar prostat stadium ringan hingga sedang. Teknik anestesi ini

melibatkan infiltrasi dari 1-3 ml enceran anestesi lokal (0.25% bupivacaine, 1%

lidocaine) ke dalam kandung kemih dan lobus lateral dari prostat untuk memblok

pleksus saraf hipogastrik inferior kemudian dengan injeksi anestesi lokal

transuretral ke dalam glandula di sekitar uretra prostatikus. Dengan tipe anestesi

ini, dokter bedah dapat memindahkan sejumlah kecil dari jaringan prostat dengan

ketidaknyamanan pasien yang seminimal mungkin. Meskipun penulis melaporkan

bahwa teknik ini sulit dilaksanakan dalam skala besar, mereka meyakini bahwa

teknik ini dapat berguna pada pasien dengan resiko tinggi yang tidak dapat

ditoleransi dengan anestesi umum maupun spinal.

II.2. Transurethral Resection of The Prostate Syndrome

II.2.1. Definisi

Transurethral Resection Syndrome merupakan suatu bentuk intoksikasi air

iatrogenik, suatu kombinasi kelebihan cairan dan hiponatremia yang terlihat pada

berbagai prosedur bedah endoskopik, walaupun secara klasik terlihat setelah

prosedur Transurethral Resection of The Prostate (TURP). TURP sering

membuka jaringan pleksus venosus di dalam prostat dan menyebabkan absorpsi

sistemik cairan irigasi. (Morgan et al., 2005). TURP syndrome terjadi ketika

cairan irigasi diserap dalam jumlah yang cukup (2 L atau lebih) untuk

menimbulkan manifestasi sistemik.

3

Page 4: sindrome trans uretra reseksi prostat

TURP syndrome dilaporkan juga terjadi setelah transurethral resection of

bladder tumor, sitoskopi diagnostik, percutaneus nephrolithotomy, artroskopi, dan

prosedur ginekologik yang menggunakan irigasi.( Hawary A, et all, 2009)

II.2.2. Epidemiologi dan Faktor Resiko

Insiden TURP syndrome terjadi antara 0,5-8% dengan tingkat mortalitas

0,2-0,8%. Pada satu penelitian menunjukkan morbiditas dan mortalitas pasien

yang menjalani TURP tidak berhubungan dengan lama operasi, kecuali ketika

operasi berlangung lebih dari 150 menit.( Yao FS, 2008)

TURP syndrome lebih sering terjadi jika ukuran kelenjar prostat besar,

terjadi kerusakan kapsul prostat selama pembedahan, dan tekanan hidrostatik

tinggi dari cairan irigasi. Kelenjar prostat yang besar kaya akan jaringan vena

sehingga memungkinkan absorpsi cairan irigasi intravaskular. Kerusakan kapsul

prostat selama pembedahan memungkinkan masuknya cairan irigasi ke dalam

ruang periprostatik dan retroperitoneal. Tekanan hidrostatik cairan irigasi

merupakan penentu yang penting dalam kecepatan absorpsi cairan irigasi.( Yao

FS, 2008)

II.2.3. Patofisiologi

TURP syndrome memiliki karakteristik berupa pergeseran volume

intravaskular dan efek osmolaritas (plasma-solute).( Yao FS, 2008)

Kelebihan Cairan

Pada setiap prosedur TURP hampir selalu terjadi penyerapan cairan irigasi

ke dalam aliran darah melalui sinus vena prostatik yang terbuka dan terakumulasi

dalam ruang periprostatik dan retroperitoneal. Jumlah cairan irigasi yang

diabsorpsi tergantung dari tinggi wadah cairan irigasi yang menentukan besar

tekanan hidrostatik dan durasi pembedahan.(Miller RD, 2010). Sebagian besar

reseksi berlangsung selama 45-60 menit, dan rata-rata 20 ml/menit cairan

diabsorpsi. (Morgan et al., 2005) Uptake 1 L irigan ke dalam sirkulasi dalam satu

jam menyebabkan penurunan akut konsentrasi natrium serum 5-8 mmol/L.

(Hawary A, et al, 2009)

4

Page 5: sindrome trans uretra reseksi prostat

Baik hipertensi maupun hipotensi dapat terjadi pada TURP syndrome;

hipertensi dan refleks takikardia terjadi karena ekspansi volume yang cepat hingga

mencapai 200 ml/menit. Pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang buruk dapat

mengalami edema pulmoner akibat kelebihan sirkulasi akut. .(Hawary A, et al,

2009). Absorpsi cairan manitol menyebabkan ekspansi volume intravaskular dan

memperberat kelebihan cairan. (Morgan et al., 2005).

Hipertensi transien, yang dapat tidak terjadi jika terjadi perdarahan hebat,

diikuti dengan periode hipotensi yang panjang. Hiponatremia dengan hipertensi

menyebabkan perubahan tekanan osmotik dan hidrostatik yang mengakibatkan

perpindahan cairan dari intravaskular ke dalam interstisial pulmoner sehingga

menimbulkan edema pulmoner dan syok hipovolemik. Pelepasan endotoksin ke

dalam sirkulasi dan asidosis metabolik juga dapat menyebabkan hipotensi. .

(Hawary A, et al, 2009)

Hiponatremia

Penurunan konsentrasi natrium serum hingga <120 mmol/L menandakan

TURP syndrome yang berat. Penurunan konsentrasi natrium ini menyebabkan

gradien osmotik antara cairan intraselular dan ekstraselular di dalam otak, yang

mengakibatkan perpindahan cairan dari intravaskular yang menimbulkan edema

otak, peningkatan tekanan intrakranial, dan gejala neurologik. .(Hawary A, et al,

2009). Konsentrasi natrium ekstraselular harus berada pada batas fisiologis untuk

depolarisasi sel dan produksi potensial aksi. Gejala sistem saraf pusat meliputi

iritabilitas, konfusi dan nyeri kepala merupakan tanda awal terjadinya

hiponatremia. Hiponatremia lebih lanjut (Na ≤102 mEq/L) dan menurunya

osmolalitas serum dapat menyebabkan terjadinya kejang dan koma. Hiponatremia

berat dapat menimbulkan efek kardiovaskular berupa inotropik negatif, hipotensi,

dan disritmia. Pada kadar natrium < 115 mEq/L, dapat terjadi perubahan

elektrokardiografi berupa pelebaran QRS dan elevasi segmen ST.(Miller RD,

2010)

Hipo-osmolalitas

5

Page 6: sindrome trans uretra reseksi prostat

Penyebab kerusakan sistem saraf pusat tidak berasal dari hiponatremia saja,

tetapi juga hipo-osmolalitas akut. Otak memiliki respon terhadap stres hipo-

osmotik berupa penurunan natrium, kalium, dan klorida intraselular. .(Hawary A,

et al, 2009).

Penurunan natrium, kalium, dan klorida intraselular menyebabkan

penurunan osmolalitas intraselular dan mencegah pembengkakan. Edema otak

merupakan suatu komplikasi berat, dan perkembangan herniasi serebral dalam

beberapa jam postoperasi adalah penyebab kematian utama dari absorpsi air. .

(Hawary A, et al, 2009).

Hiperglisinemia dan Hiperamonemia

Glisin masuk ke dalam intravaskular dan dimetabolisme oleh ginjal dan

portal bed melalui deaminasi oksidatif. Otak juga mengandung sistem enzim

pemecah glisin yang memecah glisin menjadi karbon dioksida dan amonia.

Peningkatan level amonia serum selama endoskopi terjadi sekunder akibat

penyerapan glisin di mana hiperamonemia tidak terjadi pada pasien yang

menjalani reseksi retropubik tanpa glisin. .(Hawary A, et al, 2009). Penggunaan

cairan irigasi sorbitol atau dekstros dalam jumlah besar juga dapat menimbulkan

hiperglisinemia.5 Hiperglisinemia dapat menjadi penyebab TURP ensefalopati

melalui aktivitas positif pada reseptor N-methyl-D-aspartic acid.(Bhakta P, et

al,2007). Hiperglisinemia juga berkontribusi terhadap timbulnya depresi

kardiovaskular dan toksisitas sistem saraf pusat.(Hawary A, et al,2009).

Keracunan amonia berhubungan dengan lambatnya peningkatan kesadaran dan

beberapa gejala sistem saraf pusat lainnya.(MIlerr RD, 2010)

6

Page 7: sindrome trans uretra reseksi prostat

Gambar 1. Patofisiologi TURP syndrome

II.2.4. Manifestasi Klinis

TURP syndrome bersifat multifaktorial, diawali dengan absorpsi cairan

irigasi yang menyebabkan perubahan kardiovaskular, sistem saraf pusat, dan

metabolik. Gambaran klinis bervariasi sesuai dengan tingkat keparahannya dan

dipengaruhi tipe irigan yang digunakanan, faktor pasien, dan faktor pembedahan.

(Hawary A, et al,2009). Manifestasi klinis ini terutama diakibatkan oleh kelebihan

cairan sirkulasi, intoksikasi air, dan toksisitas zat yang terkandung dalam cairan

irigasi. (Morgan et al., 2005). TURP syndrome dapat terlihat 15 menit setelah

reseksi dimulai hingga 24 jam postoperasi. .(Hawary A, et al,2009).

Tanda yang paling awal muncul adalah rasa menusuk dan sensasi terbakar

pada daerah wajah dan leher disertai letargi, pasien gelisah dan mengeluh sakit

kepala. Tanda yang selalu muncul adalah bradikardia dan hipotensi arterial.

Distensi abdomen sekunder terhadap absorpsi cairan irigasi melalui perforasi

kapsul prostatik juga dapat terjadi. .(Hawary A, et al,2009).

Pada periode postoperasi selanjutnya, dapat terjadi mual dan muntah,

gangguan penglihatan, kedutan dan kejang fokal atau umum, serta perubahan

kesadaran dari konfusi ringan hingga koma. Penyebab gangguan sistem saraf

7

Page 8: sindrome trans uretra reseksi prostat

pusat ini berhubungan dengan hiponatremia, hiperglisinemia, dan atau

hiperamonemia. Hiponatremia dapat terjadi ketika menggunakan semua jenis

cairan irigasi, tetapi hiperglisinemia dan hiperamonemia terjadi ketika

menggunakan glisin sebagai cairan irigasi. .(Hawary A, et al,2009).

Gangguan visual sering dilaporkan sebagai komplikasi TURP syndrome,

tetapi gangguan ini hanya muncul jika terjadi kombinasi penggunaan glisin dan

hiponatremia berat. Gejala visual ini bervariasi dari penglihatan redup hingga

kebutaan sementara yang berlangsung selama beberapa jam. Pupil mengalami

dilatasi dan tidak bereaksi terhadap rangsang cahaya. .(Hawary A, et al,2009).

Kebutaan akibat TURP disebabkan karena efek toksik dari glisin terhadap retina.

Tingkat keparahan kebutaan akibat TURP secara langsung berhubungan dengan

jumlah glisin dalam darah. Penglihatan secara gradual meningkat seiring dengan

penurunan glisin darah.(Yao FS, 2008)

Tabel 1. Tanda dan Gejala Transurethral Resection of The Prostate

Kardiovaskular dan respiratori Sistem saraf pusat Hematologik dan Renal

Hipertensi

Bradiaritmia/takiaritmia

Gagal jantung kongestif

Edema pulmoner dan hipoksemia

Infark miokard

Hipotensi

Syok

Mual/muntah

Agitasi/konfusi

Kejang

Letargi/paralisis

Kebutaan

Pupil non-reaktif/dilatasi

Koma

Hiponatremia

Hiperglisinemia

Hiperamonemia

Hipoosmolalitas

Hemolisis/anemia

Gagal ginjal akut

II.2.5. Tatalaksana TURP syndrome

Terapi yang direkomendasikan jika terjadi gejala TURP syndrome: (Yao FS,

2008)

- Terminasi segera operasi.

- Berikan furosemid, 20 mg IV.

- Berikan oksigen melalui nasal kanul atau face mask.

8

Page 9: sindrome trans uretra reseksi prostat

- Jika terjadi edema pulmoner, dapat dilakukan intubasi trakeal dan ventilasi

tekanan positif dengan oksigen.

- Periksa darah untuk analisa gas darah dan natrium serum.

- Jika natrium serium rendah dan tanda klinis hiponatremia terlihat, berikan

saline hipertonik (3-5%) IV. Kecepatan pemberian saline hipertonik se-

baiknya tidak melebihi 100 ml/jam. Pada sebagian besar kasus dibutuhkan

tidak lebih dari 300 ml untuk mengkoreksi hiponatremia. Pemberian saline

hipertonik dapat mengurangi edema serebral, mengekspansi volume

plasma, mengurangi edema selular, dan meningkatkan ekskresi urinari

tanpa meningkatkan total ekskresi zat terlarut. .(Hawary A, et al,2009).

- Jika terjadi kejang, dapat diberikan agen antikonvulsan jangka pendek

seperti diazepam 5-20 mg atau midazolam 2-10 mg IV. Jika kejang tidak

berhenti, dapat ditambah barbiturat atau fenitoin 10-20 mg/kg IV. Relak-

san otot dapat diberikan juga.

- Jika terjadi edema pulmoner atau hipotensi, perlu dilakukan monitoring

hemodinamik invasif.

- Jika terjadi kehilangan darah signifikan, dapat diberikan packed red blood

cell.

Sebagian besar pasien yang menjalani prosedur TURP adalah orang dengan

usia tua. Fungsi kapasitas organ berkurang sesuai dengan usia, menyebabkan

penurunan cadangan dan kemampuan kompensasi. Penyakit penyerta menekan

fungsi organ dan meningkatkan resiko. .(Hawary A, et al,2009).

Kemampuan ginjal dalam mengatur keseimbangan natrium dan air juga

terganggu pada orang dengan usia tua menyebabkan aktivitas renin plasma

menurun, jumlah aldosteron darah dan urinari menurun, dan menurunnya respon

terhadap hormon antidiuretik. Oleh karena itu, dengan adanya penyakit jantung

atau ginjal, pemberian cairan harus diberikan secara hati-hati pada orang tua yang

menjalani operasi endoskopik untuk mengurangi resiko dan mencegah eksaserbasi

TUR syndrome. .(Hawary A, et al,2009).

9

Page 10: sindrome trans uretra reseksi prostat

Pasien dengan gejala ringan seperti mual, muntah, dan agitasi dengan

hemodinamik stabil dimonitor hingga gejala hilang. Terapi suportif seperti

antiemetik dapat diberikan. Bradikardia dan hipotensi dapat diatasi dengan

atropin, obat adrenergik dan kalsium. Ekspansi volume plasma dapat diperlukan

karena hipotensi dan cardiac output yang rendah dapat terjadi ketika irigasi

dihentikan. Waktu paruh glisin sekitar 85 menit, sehingga gangguan visual

biasanya hilang spontan dalam 24 jam dan tidak membutuhkan intervensi. .

(Hawary A, et al,2009).

II.2.6. Prevensi (Hawary A, et al,2009).

a. Posisi pasien

Menurunkan tekanan hidrostatik dalam vesika urinaria dan tekanan vena

prostatik dapat menurunkan volume cairan irigasi yang diabsorpsi ke

dalam sirkulasi.

Pada posisi Trendelenburg (200), tekanan intravesikal yang diperlukan

untuk memulai absorpsi 0,25 kPa meningkat menjadi 1,25 kPa pada posisi

horizontal. Dengan demikian resiko TURP syndrome meningkat dengan

posisi Trendelenburg.

b. Durasi operasi

Walaupun absorpsi cairan dalam jumlah besar dapat terjadi dalam 15

menit sejak dimulai operasi, telah direkomendasikan durasi operasi kurang

dari 60 menit. Pada penelitian retrospektif Mebust and colleagues terhadap

3885 pasien yang menjalani TURP, ditemukan bahwa insiden

perkembangan TURP syndrome sebesar 2% pada grup dengan waktu

reseksi lebih dari 90 menit, sementara insiden TURP syndrome hanya

0,7% pada grup dengan waktu reseksi kurang dari 90 menit.

c. Tinggi wadah cairan

Tinggi optimum dan aman dari cairan irigasi selama TURP merupakan

suatu hal yang masih kontroversial. Madsen dan Naber menjelaskan

10

Page 11: sindrome trans uretra reseksi prostat

bahwa tekanan di fossa prostatik dan jumlah cairan irigasi yang diabsorpsi

tergantung dari tinggi cairan irigasi di atas pasien dan disarankan bahwa

tinggi optimum sebaiknya 60 cm di atas pasien. Mereka menunjukkan

adanya peningkatan dua kali lipat dari absorpsi cairan ketika tinggi irigan

meningkat 10 cm.

11

Page 12: sindrome trans uretra reseksi prostat

BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. M.K

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 71 tahun

Berat Badan : 80 kg

Tinggi Badan : 172 cm

Agama : Islam

Alamat : Jakarta Timur

No. RM : 357606

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan tanggal 29 September 2013, pukul 16.30. Informasi

diberikan oleh pasien dan istrinya.

a. Keluhan utama : Sulit buang air kecil

b. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke poli bedah urologi RSUP dengan keluhan sulit

BAK sejak 1 tahun yang lalu, makin memberat terutama dalam 10

hari terakhir. Pasien sering mengeluh tidak tuntas saat buang air kecil,

terkadang pasien juga mengeluh nyeri di perut bawah sampai daerah

kemaluan. BAK lebih sering dari biasa, BAK sering mengedan, pada

akhir BAK menetes. BAK tidak berdarah.

c. Riwayat penyakit dahulu :

1) Riwayat operasi disangkal

2) Riwayat asma disangkal

3) Riwayat alergi makanan dan obat disangkal

4) Riwayat penyakit jantung disangkal

12

Page 13: sindrome trans uretra reseksi prostat

5) Riwayat penyakit hipertensi disangkal

6) Riwayat penyakit ginjal disangkal

7) Riwayat penyakit DM disangkal

8) Riwayat trauma atau kecelakaan disangkal

d. Riwayat penyakit keluarga:

Riwayat asma, alergi, penyakit jantung, ginjal, paru-paru, DM,

hipertensi, dan riwayat penyakit yang sama dengan pasien

disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada 29 September 2013

GCS : E4V5M6 = 15

Vital Sign : Tekanan darah : 150/80 mmHg

Nadi : 82 x/menit

Suhu : 36,8C

Pernafasan : 18 x/menit

Status Generalis

a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak

sianosis, turgor kulit cukup, capilary refill kurang

dari 2 detik dan teraba hangat.

b. Kepala : Tampak tidak ada jejas, tidak ada bekas trauma,

distribusi merata dan tidak mudah dicabut.

c. Mata : Tidak terdapat konjungtiva anemis dan sklera

ikterik

d. Pemeriksaan Leher

1) Inspeksi : Tidak terdapat jejas

2) Palpasi : Trakea teraba di tengah, tidak terdapat pembesaran

kelenjar tiroid dan kelenjar limfe.

13

Page 14: sindrome trans uretra reseksi prostat

i. Pemeriksaan Thorax

1) Jantung

a) Inspeksi : Tampak ictus cordis 2cm dibawah papila mamae

sinistra

b) Palpasi : Ictus cordis teraba kuat angkat

c) Perkusi :

i. Batas atas kiri : SIC II LPS sinsitra

ii. Batas atas kanan : SIC II LPS dextra

iii. Batas bawah kiri : SIC V LMC sinistra

iv. Batas bawah kanan : SIC IV LPS dextra

d) Auskultasi : S1 > S2 reguler, tidak ditemukan gallop dan

murmur.

2) Paru

a) Inspeksi : Dinding dada simetris pada saat statis dan di-

namis serta tidak ditemukan retraksi dan ketert-

inggalan gerak.

b) Palpasi : Simetris, vokal fremitus kanan sama dengan kiri

dan tidak terdapat ketertinggalan gerak.

c) Perkusi : Sonor kedua lapang paru

d) Auskultasi: Tidak terdengar suara rhonkhi pada kedua

pulmo. Tidak terdengar suara wheezing

j. Pemeriksaan Abdomen

a) Inspeksi : Perut datar, simetris, tidak terdapat jejas dan

massa

b) Auskultasi : Terdengar suara bising usus

c) Perkusi : Timpani

d) Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan. Hepar dan

lien tidak teraba.

k. Pemeriksaan Ekstremitas :

Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis

Turgor kulit cukup, akral hangat

14

Page 15: sindrome trans uretra reseksi prostat

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Pemeriksaan 29-09-2013 Nilai normal

Hematologi

Hemoglobin 13.7 13,0-18,0 g/dL

Leukosit 9.410 5000-10000/L

Hematokrit 43 40-52%

Eritrosit 4,83x106 4,5-6,5x106/

Trombosit 262000 150000-440000/L

MCV 89.2 70-100 fl

MCH 28.4 26-34 pg

MCHC 31.9 32-36%

RDW 11.78 11,5-14,5 %

CT 7 < 11 menit

BT 3 < 6 menit

PT 11.9 10~14 detik

APTT 34.2 28~40 detik

Kimia Klinik

SGOT 20 0 ~37 U/L

SGPT 17 0 ~ 40 U/L

Ureum 31 20-40 mg/dL

Creatinin 0,9 0,8-1,5 mg/dL

GDS 135 ≤ 200 mg/dL

Natrium 143,0 135~145 mmol/L

Kalium 4.30 3.5~5.5 mmol/L

Klorida 106.0 98~109 mmol/L

15

Page 16: sindrome trans uretra reseksi prostat

Pemeriksaan foto thorax

Pulmo dan besar Cor nomal

E. KESAN ANESTESI

Laki-laki 71 tahun menderita BPH dengan ASA II

F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan yaitu :

a. IVFD RL 20 tpm

b. Pro TURP

c. Informed Consent Operasi

d. Konsul ke Bagian Anestesi

e. Informed Conset Pembiusan

Dilakukan operasi dengan spinal anestesi dgn status ASA II

G. KESIMPULAN

ACC ASA II

H. LAPORAN ANESTESI

1. Diagnosis Pra Bedah

BPH

2. Diagnosis Pasca Bedah

BPH

3. Penatalaksanaan Preoperasi

a Infus RL 500 cc

4. Penatalaksanaan Anestesi

a. Jenis Pembedahan : TURP

b. Jenis Anestesi : Regional Anestesi

c. Teknik Anestesi : Spinal Anestesi

16

Page 17: sindrome trans uretra reseksi prostat

d. Mulai Anestesi : 30 September 2013, pukul 09.50 WIB

e. Mulai Operasi : 30 September 2013, pukul 10. 10 WIB

f. Anestesi dengan : Bupivacain (Decain) Spinal 0.5% Heavy

12,5 mg dan Fentanyl 25 mcg

h. Medikasi tambahan : Ondansentron 30 mg, Ketorolac 30 mg

i. Maintanance : O2

j. Relaksasi : -

k. Respirasi : Spontan

l. Posisi : Litotomi

.n. Pemantauan Tekanan Darah dan HR

Terlampir

n . Selesai operasi : 10.30 WIB

o. Perdarahan : ± 50 cc

p. Lama pembedahan : 20 menit

Pasien penderita BPH yang akan dilaksanakan operasi TURP pada tanggal

30 September 2013. Persiapan operasi dilakukan pada tanggal 29 September

2013. Dari anamnesis terdapat keluhan sulit buang air kecil yang dirasakan sejak 1

tahun dan bertambah berat sejak 10 hari yang lalu. Pemeriksaan fisik dari tanda

vital, tekanan darah 155/71 mmHg; nadi 71x/menit; respirasi 18x/menit; suhu

36,8OC. Dari pemeriksaan laboratorium hematologi yang dilakukan tanggal 29

September 2013 dengan hasil: HB 13,7 g/dl; ureum 31 mg/dl; kreatinin 0,9 mg/dl;

SGOT 20 U/L; SGPT 17 U/L; GDS 135 mg/dL. Pada pemeriksaan foto thorax,

pulmo dan besar cor normal. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang disimpulkan bahwa pasien masuk dalam ASA II, pasien

dengan kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang.

Pemberian maintenance cairan sesuai dengan berat badan pasien yaitu

2cc/kgBB/jam, kebutuhan perjam dari penderita 120cc/jam. Sebelum dilakukan

operasi pasien dipuasakan selama 6-8jam. Tujuan puasa untuk mencegah

terjadinya aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat

dilakukannya tindakan anestesi akibat efek samping dari obat- obat anastesi yang

17

Page 18: sindrome trans uretra reseksi prostat

diberikan sehingga refleks laring mengalami penurunan selama anestesia.

Penggantian puasa juga harus dihitung dalam terapi cairan ini yaitu

6xmaintenance. Sehingga kebutuhan cairan yang harus dipenuhi selama 6jam ini

adalah 720cc/6jam.

Operasi TURP dilakukan pada tanggal 30 September 2013. Pasien dikirim

dari bangsal mawar ke ruang IBS. Pasien masuk keruang OK IV pada pukul 09.45

dilakukan pemasangan NIBP dan O2 dengan hasil TD 155/71mmHg; Nadi

71x/menit, dan SpO2 99%. Dilakukan injeksi ondancentron 4 mg. Pemberian

ondancentron sebagai premedikasi bertujuan untuk mengurangi efek mual dan

muntah akibat dari anestesi spinal yang diberikan.

Pada pukul 09.50 WIB, mulai dilakukan anestesi, dengan teknik anestesi

regional pada spinal. Dimasukkan obat anestesi spinal yaitu bucain spinal 15mg.

dari pantauan monitor TD 150/70 mmHg; Nadi 71x/menit; SpO2 99%. Pasien

merasa kedua kaki mulai rasa kebas dan beberapa menit kemudian kedua kaki

tidak dapat digerakkan. Ini merupakan tanda bahwa obat anestesi sudah mulai

menunjukkan efeknya.

Pada pukul 10.10 WIB, mulai dilakukan tindakan operasi TURP. Pada

pantauan monitor didapat kan TD 155/72mmHg; Nadi 68x/menit; SpO2 99%.

Selama dilakukan operasi TURP pantauan tekanan darah, nadi dan SpO2 tampak

stabil.

Pada pukul 10.25 WIB, sebelum selesai pembedahan pemberian analgetik

dilakukan. Pemeberian injeksi ketorolac 30mg diindikasikan untuk

penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah

prosedur pembedahan.

Pada pukul 10.30 WIB, pembedahan selesai dilakukan, dengan

pemantauan akhir TD 150/75mmHg; Nadi 70x/menit, dan SpO2 99%.

Pembedahan dilakukan selama 20 menit dengan perdarahan ± 50cc.

Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room). Selama

di ruang pemulihan, jalan nafas dalam keadaan baik, pernafasan spontan dan

adekuat serta kesadaran composmentis. Tekanan darah selama 15 menit pertama

pasca operasi stabil yaitu 150/70 mmHg.

18

Page 19: sindrome trans uretra reseksi prostat

BAB IV

PEMBAHASAN

1. Preoperatif

Pasien yang akan dioperasi terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan

yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang

untuk menentukan ASA. Kondisi pasien yang akan di operasi dalam kasus

ini adalah ASA II yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai

dengan sedang. Sesuai dengan pasien yang dikelola. Penderita didiagnosis

oleh bedah urologi adalah Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Pada

pemeriksaan fisik tidak tampak adanya kelainan. Pemeriksaan penunjang

lainnya seperti foto thorax tak tampak kelainan pada pulmo dan besar cor.

Dari hasil yang didapat disiimpukan bahwa pasien masuk dalam kriteria

ASA II dan akan dilakukan operasi TURP. Selanjutnya ditentukan rencana

jenis anestesi yang akan digunakan yaitu regional anestesi. Persiapan yang

dilakukan pada pasien ini sebelum operasi :

a. Informed consent

Informed consent ini meliputi penjelasan mengenai penyakit yang

diderita pasien, tindakan-tindakan yang akan dilakukan, alasan

dilakukannya tindakan tersebut, resiko dilakukannya tindakan,

komplikasi, prognosis, biaya dan hal-hal lainnya yang berhubungan

dengan kondisi pasien maupun tindakan yang dilakukan kepada pasien

dan keluarga terdekat yang bertanggung jawab terhadap pasien.

Tujuannya untuk mendapatkan persetujuan dan ijin dari pasien atau

keluarga pasien dalam melakukan tindakan anestesi dan operasi sehingga

resiko-resiko yang mungkin akan terjadi pada saat operasi dapat

dipertimbangkan dengan baik.

b. Puasa

Tujuan puasa untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung

karena regurgitasi atau muntah pada saat dilakukannya tindakan anestesi

19

Page 20: sindrome trans uretra reseksi prostat

akibat efek samping dari obat- obat anastesi yang diberikan sehingga

refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Pada pasien

dewasa umumnya dipuasakan selama 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam, dan

pada bayi 3-4 jam (Latief, 2001). Pada kasus ini, pasien dapat

dipuasakan selama 6 jam. Pasien telah diminta berpuasa sejak pukul

00.00 WIB.

c. Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien ini secara umum

baik sehingga memenuhi toleransi operasi. Adapun pemeriksaan

laboratorium pada pasien ini meliputi: pemeriksaan darah lengkap, hitung

jenis, waktu perdarahan, waktu pembekuan, kimia klinik, dan sero

imunologi. Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk menilai ada

tidaknya gangguan dan merencanakan koreksi jika terdapat gangguan.

Kadar hemoglobin yang baik, diperlukan guna memfasilitasi

distribusi oksigenasi ke jaringan dan pengangkutan karbon dioksida.

Oksigenasi atau perfusi yang baik diperlukan jaringan guna mencegah

terjadinya syok. Jumlah trombosit,masa pembekuan dan defisiensi faktor

pembekuan perlu dievaluasi agar dapat diantispasi risiko komplikasi

perdarahan. Trombosit merupakan unsur dasar dalam darah yang dapat

meningkatkan koagulasi. Penurunan trombosit dalam sirkulasi sebanyak

kurang dari 50% nilai normal akan menyebabkan perdarahan. (Kee,

2008).

Elektrolit penting juga untuk dievaluasi mengingat peranannya

dalam berbagai proses fisiologis tubuh. Natrium adalah ion yang

dominan berada di petak cairan ekstrasel dengan nilai normal 135-145

mEq/L. Keadaan hiponatremia, bila tidak dikoreksi secara cepat dan tepat

dapat mengakibatkan oedem otak, selanjutnya menimbulkan kerusakan

otak yang ireversibel. Hipernatremia jarang terjadi, sebagai akibat ginjal

sangat efisien dalam mengeksresikan Na. Hipo dan hiperkalemia

merupakan keadaan yang gawat karena dapat menyebabkan aritmia

jantung dan perlu segera dikoreksi (Mangku, 2010).

20

Page 21: sindrome trans uretra reseksi prostat

2. Teknik Anestesi Pada TURP

Anestesi regional sudah sejak lama dipertimbangkan sebagai

teknik anestesi pilihan pada TURP. Teknik anestesi ini memungkinkan

pasien untuk tetap terbangun, yang memungkinkan diagnosis awal dari

sindrom TUR atau ekstravasasi dari irigasi cairan. Beberapa studi

memperlihatkan penurunan hilangnya darah ketika prosedur TURP

dilakukan dengan menggunakan anestesi regional dan anestesi umum.

Penggunaan dari anestesi regional jangka panjang, dibandingkan

dengan anestesi umum, pada pasien yang mengalami TURP

dihubungkan dengan kontrol nyeri dan penurunan kebutuhan

penyembuhan nyeri postoperatif.

Pada pasien ini dipilih teknik anestesi dengan menggunakan

regional anestesi, yaitu dengan anestesi spinal. Pemilihan anestesi ini

berdasarkan dari pertimbangan keadaan pasien sendiri. Pasien

murupakan, pasien geriatric. Pemilihan teknik anestesi spinal sesuai

dengan inidikasi dari teknik spinal. Selain itu teknik anestesi spinal sudah

lama dilakukan untuk mengetahui lebih awal terhadap komplikasi dari

TURP, yaitu sindrom TURP.

3. Durante Operasi

Pada pasien ini dilakukan pembiusan menggunakan teknik anestesi

spinal dengan bucain spinal (Bupivakain HCl) sebanyak 15 mg. Anestesi

lokal amino amida ini menstabilisasi membran neuron dengan

menginhibisi perubahan ionik terus menerus yang diperlukan untuk

memulai dan menghantarkan impuls. Kemajuan anastesi berhubungan

dengan diameter, mielinisasi, dan kecepatan hantaran dari serat saraf

yang terkena dengan urutan kehilangan fungsi sebagai berikut: (1)

otonomik (2) nyeri (3) suhu (4) raba (5) propiosepsi dan (6) tonus otot

skeletal.

Mual muntah merupakan gejala yang sering timbul akibat anestesi

spinal dan kejadiannya kurang lebih hampir 25%. Adapun penyebab

21

Page 22: sindrome trans uretra reseksi prostat

mual muntah pada anestesi spinal antara lain adalah penurunan tekanan

darah/hipotensi, hipoksia, kecemasan atau faktor psikologis, peningkatan

aktivitas parasimpatis dimana blok spinal akan mempengaruhi kontrol

simpatetik gastrointestinal. Dosis dewasa intravena yang

direkomendasikan untuk ondansetron sebagai pencegahan mual muntah

perioperatif adalah 4 mg yang dapat diberikan sebelum induksi anestesi

atau pada akhir operasi. Mual muntah post operatif juga dapat diterapi

dengan pemberian dosis 4 mg, yang dapat diulangi sesuai kebutuhan

setiap 4 – 8 jam.

Ketika tensi turun pertama kali pasien diberikan terapi cairan

loading fima hes dan ephedrine 10 mg . Ephedrine merupakan

simpatomimetika atau adrenergika, mekanisme kerjanya langsung

terhadap reseptor-reseptor di otot polos dan jantung yang dapat

menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan curah jantung. Cairan

fima hes diberikan untuk meningkatkan jumlah cairan intravaskuler.

Kerja keduanya mampu meningkatkan tekanan darah.

Pada pasien ini digunakan cairan infus Ringer Laktat 500 ml untuk

mengganti defisit cairan puasa sebelum pembedahan dan kehilangan

cairan selama pembedahan. Terapi cairan durante operasi dijabarkan

sebagai berikut :

Usia : 71 tahun

Berat badan : 80 kg

Terapi Cairan :

Maintenance = 120 cc

Pengganti Puasa (PP) =

=

=

6 x maintenance

6 x 120

720

Stress Operasi = 6cc/kgBB

(Sedang)

= 6cc x 80

= 480cc

22

Page 23: sindrome trans uretra reseksi prostat

Jam I = ½ PP + M + SO

= 360 + 120 + 480

= 960 cc

Estimated Blood Volume = 65 x BB

= 65 x 80 kg

= 5200cc

Allowed Blood Loss = 20% x EBV = 20% x 5200

= 1040cc

Sebelum akhir pembedahan pasien diberikan ketorolac 30 mg

iv, diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri

akut sedang sampai berat setelah prosedur pembedahan. Ketorolac

adalah anti inflamasi non steroid dengan durasi kerja sedang dengan

waktu paruh 4-6 jam sehingga digunakan sebagai analgesik dalam

penggunaan intravena bukan sebagai anti infalamasi. Obat ini

mempunyai efektiftas analgesik yang nyata dan telah dipakai dengan

hasil yang baik untuk menggantikan morfin pada nyeri ringan hingga

sedang sesudah operasi. Kebanyakan diberikan secara intramuskular dan

intravena, tetapi terdapat juga dalam bentuk obat oral

4. Post operatif

Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room).

Selama di ruang pemulihan, jalan nafas dalam keadaan baik, pernafasan

spontan dan adekuat serta kesadaran composmentis. Tekanan darah

selama 15 menit pertama pasca operasi stabil yaitu 150/70 mmHg.

23

Page 24: sindrome trans uretra reseksi prostat

BAB V

KESIMPULAN

1. Pada kasus ini, pasien Tn. M.K dengan diagnosis BPH, dilakukan tindakan

TURP.

2. Pasien dilakukan anestesi dengan teknik anestesi spinal menggunakan

bucain spinal 15mg. Sebagai premedikasi diberikan ondansentron 4 mg

sebagai anti muntah. Ketrolorac 30mg diberikan beberapa menit sebelum

pembedahan selesai untuk memberikan efek analgetik.

3. Cairan yang diberikan selama operasi adalah Ringer Laktat sebanyak 500

ml

4. Laporan anestesi

Pembedahan dilakukan pada 30 September 2013, pukul 10.10

Waktu Hasil Pantauan Tindakan09.45 WIB TD 155/75 mmHg

HR 71x/mSpO2 99%

Pasien masuk ke ruang OK 5 dan dilakukan pemasangan NIBP dan saturasi O2. Infus RL pada tangan kiri. Dimasukkan kliran 8 mg iv

09.50 WIB TD 150/70 mmHgHR 71x/mSpO2 99%

Dimulai anestesi dengan RA (spinal) dengan bucain spinal 15 mg

10.10 WIB TD 155/72 mmHgHR 68x/mSpO2 99%

Dimulai pembedahan

10.25 WIB TD 149/75 mmHgHR 70x/mSpO2 99%

Dimasukkan ketorolac 30 mg

10.30 WIB TD 150/75 mmHgHR 70x/mSpO2 99%

Selesai pembedahan

24

Page 25: sindrome trans uretra reseksi prostat

5. Lama operasi pada pasien ini adalah 20 menit dengan perdarahan ± 50 cc.

Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room). Selama di

ruang pemulihan, jalan nafas dalam keadaan baik, pernafasan spontan dan

adekuat serta kesadaran composmentis.

25

Page 26: sindrome trans uretra reseksi prostat

DAFTAR PUSTAKA

Barba M, Leyh H, dan Hartung. New technology in transurethral resection of the

prostate. Curr Opin Urol 10:9-14, 2007.

Besimon H ; ‘Surgery of the Prostat’, in ‘Urologic Surgery’, Mc Graw-Hill, 2007:

260-266.

Donovan JL, Peters TJ, Neal DE, Brookes ST, Gujral S, Chacko KN, Wright M,

et al. A randomised trial comparing transurethral resection of the prostate,

laser therapy and consevative treatment of men with symptoms associated

with benign prostatic enlargement: The ClasP study. J Urol 164: 65-70,

2007

Edlin, 2010. Perbandingan Insidensi Post Dural Puncture Headache Setelah

Anestesia Spinal dengan Jarum 27G Quincke dan 27G Whitacre. Thesis.

Universitas Sumatera Utara

Latief, S.A., Suryadi, K.A. & Dachlan, M.R., 2001. Anestesiologi. Jakarta: FK UI

Monk, Terri.G and B. Craig Weldon. The Renal System And Anesthesia For Uro-

logic Surgery, chapter 36, page 42 in Clinical Anesthesia. Edition 4. Lip-

pincott Williams & Wilkin Publishers. 2008.

Tubaro A, Vicentini C, Renzetti R, dan Miano L. Invasive and minimally invasive

treatment modalities for lower urinary tract symptoms: what are the

relevant differences in randomized controlled trials? Eur Urol 38: 7-17,

2007.

Yang Q, Petes TJ, Donovan JL, Wilt TJ, dan Abrams P. Transurethral incision

compared with transurethral resection of the prostate for bladder outlet

obstruction: a systemic review and meta-analysis of randomised controlled

trials. J Urol 165: 1526-1532, 2008

Hawary A, Mukhtar K, et al. Transurethral Resection of The Prostate Syndrome:

Almost Gone but Not Forgotten. Journal of Endourology 2009 Desember;

2013-2020.

26

Page 27: sindrome trans uretra reseksi prostat

Yao FS, Fontes ML, Malhotra V. Yao & Artusio’s Anesthesiology: Problem-Ori-

ented Patient Management 6th ed. Philadelphia: Lippincott williams &

Wilkins, 2008: halaman: 797-821.

Miller RD, Eriksson LI, et al. Miller’s Anesthesia 7th ed. 2010. USA: Elsevier.

Bhakta P, Goel A, et al. Propofol for the management of glycine-mediated excita-

tory symptoms of TURP syndrome. European Journal of Anaesthesiology

25 2007: 424–435

Gravenstein D. Transurethral Resection of The Prostate (TURP) Syndrome: A Re-

view of The Pathophysiology and Management. Anesth Analg 1997 Agus-

tus; 438-446.

27