Sindrom-Koroner-Akut

18
Sindrom Koroner Akut Pendahuluan Berbagai penelitian standar terapi trombolitik secara besar-besaran telah dipublikasikan untuk infark miokard akut (IMA) dengan harapan memperoleh hasil optimal dalam reperfusi koroner maupun stabilisasi koroner setelah iskemia. 1,2,3 Tahun 1980 adalah era berkembangnya metode pengobatan tersebut. Kemudian pada 1990 perhatian lebih difokuskan pada paradigma baru sindrom koroner akut (SKA) yang mencakup infark miokard dengan non ST elevasi (NSTEMI) dan angina pektoris tak stabil ( APTS). Sebelumnya hanya ditujukan untuk IMA dan agal jantung (GJ)1,2,3. Troponin T/I masih merupakan “gold standard” untuk diagnosis maupun penanganan SKA sebagaimana telah dilakukan di Eropa1,2,3 Konsep terapi baru untuk memperbaiki aliran darah koroner telah digunakan beberapa tahun terakhir. Konsep terapi itu antara lain terapi trombolitik, antitrombotik, dan penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa yaitu “GP IIb/IIIa inhibitor”, meskipun pendekatan lama tidak ditinggalkan, misalnya oksigenasi pasien, pemberian nitrogliserin (NTG), atau penghambat beta adrenergik 1,2,3 Definisi Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. SKA terdiri atas angina pektoris tidak stabil, infarct myocard acute (IMA) yang disertai elevasi segmen ST. Penderita dengan infark miokardium tanpa elevasi ST. SKA ditetapkan sebagai manifestasi klinis penyakit arteri koroner. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan manifestasi utama proses aterosklerosis.1,2,3 Yaitu suatu fase akut dari APTS yang disertai IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil (Vulnerable) 1,2,3 Sindrom ini menggambarkan suatu penyakit yang berat, dengan mortalitas tinggi. Mortalitas tidak tergantung pada besarnya prosentase stenosis (plak) koroner, namun lebih sering ditemukan pada penderita dengan plak kurang dari 50–70% yang tidak stabil, yakni fibrous cap ‘dinding (punggung) plak’ yang tipis dan mudah erosi atau ruptur1,2,3 Terminologi sindrom koroner akut berkembang selama 10 tahun terakhir dan telah digunakan secara luas. Hal ini berkaitan dengan patofisiologi secara umum yang diketahui berhubungan dengan kebanyakan kasus angina tidak stabil dan infark miokard.1 Angina tidak stabil, infark miokard tanpa gelombang Q, dan infark miokard gelombang Q mempunyai substrat patogenik umum berupa lesi aterosklerosis pada arteri koroner. 1,2,3 Istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. SKA merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. 1,2,3 Alasan rasional menyatukan semua penyakit itu dalam satu sindrom adalah karena mekanisme patofisiologi yang sama. Semua disebabkan oleh terlepasnya plak yang merangsang terjadinya agregasi trombosit dan trombosis, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan stenosis berta atau oklusi pada arteri koroner dengan atau tanpa emboli. 1,2,3 Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-elevasi ST dan dengan elevasi ST adalah dari jenis trombus yang menyertainya. Angina tak stabil dengan trombus mural, Non-elevasi ST dengan thrombus inkomplet/nonklusif, sedangkan pada elevasi ST adalah trobus komplet/oklusif. 1,2,3 Proses terjadinya trombus dimulai dengan gangguan pada salah satu dari Trias Virchow. Antara lain akibat kelainan pada pembuluh darah, gangguan endotel, serta aliran darah terganggu. Selanjutnya proses koagulasi berlangsung diawali dengan aterosklerosis, inflamasi, terjadi ruptur/fissura dan akhirnya menimbulkan trombus yang akan menghambat pembuluh darah. Apabila pembuluh darah tersumbat 100% maka terjadi infark miokard dengan elevasi ST segmen. Namun bila sumbatan tidak total, tidak terjadi infark, hanya unstable angina atau infark jantung akut tanpa elevasi segmen ST. 1,2,3 Epidemiologi The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta penduduk Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta orang yang diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun. Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun.4–6 Penyakit jantung koroner juga merupakan penyebab kematian utama (20%) penduduk Amerika. 1 Di Indonesia data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama (16%) untuk umur di atas 40 tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali didapatkan kematian akibat penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan persentasenya semakin meningkat (25%) dibandingkan dengan SKRT tahun 1992. Di Makassar, didasari data yang dikumpulkan oleh Alkatiri7 diempat rumah sakit (RS) selama 5 tahun (1985 sampai 1989), ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke 5 sampai 6 dengan persentase berkisar antara 7,5 sampai 8,6%. PJK terus-menerus menempati urutan pertama di antara jenis penyakit jantung lainnya. dan angka kesakitannya berkisar antara 30 sampai 36,1%. 2,3 Patofisiologi SKA Penyebab utama PJK adalah aterosklerosis, yang merupakan proses multifaktor. Kelainan ini sudah mulai terjadi pada usia muda, yang diawali terbentuknya sel busa, kemudian pada usia antara 10 sampai 20 tahun berubah menjadi bercak perlemakan dan pada usia 40 sampai 50 tahun bercak perlemakan ini selanjutnya dapat berkembang menjadi plak aterosklerotik yang dapat berkomplikasi menyulut pembentukan trombus yang bermanifestasi klinis berupa infark miokardium maupun angina (nyeri dada).2,3 Sebagai respon terhadap injury dinding pembuluh, terjadi agregasi platelet dan pelepasan isi granuler yang me- nyebabkan agregasi platelet lebih lanjut,

description

makalah

Transcript of Sindrom-Koroner-Akut

Page 1: Sindrom-Koroner-Akut

Sindrom Koroner Akut

PendahuluanBerbagai penelitian standar terapi trombolitik secara besar-besaran telah dipublikasikan untuk infark miokard akut (IMA) dengan harapan memperoleh hasil optimal dalam reperfusi koroner maupun stabilisasi koroner setelah iskemia. 1,2,3Tahun 1980 adalah era berkembangnya metode pengobatan tersebut. Kemudian pada 1990 perhatian lebih difokuskan pada paradigma baru sindrom koroner akut (SKA) yang mencakup infark miokard dengan non ST elevasi (NSTEMI) dan angina pektoris tak stabil ( APTS). Sebelumnya hanya ditujukan untuk IMA dan agal jantung (GJ)1,2,3. Troponin T/I masih merupakan “gold standard” untuk diagnosis maupun penanganan SKA sebagaimana telah dilakukan di Eropa1,2,3Konsep terapi baru untuk memperbaiki aliran darah koroner telah digunakan beberapa tahun terakhir. Konsep terapi itu antara lain terapi trombolitik, antitrombotik, dan penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa yaitu “GP IIb/IIIa inhibitor”, meskipun pendekatan lama tidak ditinggalkan, misalnya oksigenasi pasien, pemberian nitrogliserin (NTG), atau penghambat beta adrenergik 1,2,3DefinisiSindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. SKA terdiri atas angina pektoris tidak stabil, infarct myocard acute (IMA) yang disertai elevasi segmen ST. Penderita dengan infark miokardium tanpa elevasi ST. SKA ditetapkan sebagai manifestasi klinis penyakit arteri koroner. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan manifestasi utama proses aterosklerosis.1,2,3Yaitu suatu fase akut dari APTS yang disertai IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil (Vulnerable) 1,2,3Sindrom ini menggambarkan suatu penyakit yang berat, dengan mortalitas tinggi. Mortalitas tidak tergantung pada besarnya prosentase stenosis (plak) koroner, namun lebih sering ditemukan pada penderita dengan plak kurang dari 50–70% yang tidak stabil, yakni fibrous cap ‘dinding (punggung) plak’ yang tipis dan mudah erosi atau ruptur1,2,3Terminologi sindrom koroner akut berkembang selama 10 tahun terakhir dan telah digunakan secara luas. Hal ini berkaitan dengan patofisiologi secara umum yang diketahui berhubungan dengan kebanyakan kasus angina tidak stabil dan infark miokard.1 Angina tidak stabil, infark miokard tanpa gelombang Q, dan infark miokard gelombang Q mempunyai substrat patogenik umum berupa lesi aterosklerosis pada arteri koroner. 1,2,3Istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. SKA merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. 1,2,3Alasan rasional menyatukan semua penyakit itu dalam satu sindrom adalah karena mekanisme patofisiologi yang sama. Semua disebabkan oleh terlepasnya plak yang merangsang terjadinya agregasi trombosit dan trombosis, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan stenosis berta atau oklusi pada arteri koroner dengan atau tanpa emboli. 1,2,3Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-elevasi ST dan dengan elevasi ST adalah dari jenis trombus yang menyertainya. Angina tak stabil dengan trombus mural, Non-elevasi ST dengan thrombus inkomplet/nonklusif, sedangkan pada elevasi ST adalah trobus komplet/oklusif. 1,2,3Proses terjadinya trombus dimulai dengan gangguan pada salah satu dari Trias Virchow. Antara lain akibat kelainan pada pembuluh darah, gangguan endotel, serta aliran darah terganggu. Selanjutnya proses koagulasi berlangsung diawali dengan aterosklerosis, inflamasi, terjadi ruptur/fissura dan akhirnya menimbulkan trombus yang akan menghambat pembuluh darah. Apabila pembuluh darah tersumbat 100% maka terjadi infark miokard dengan elevasi ST segmen. Namun bila sumbatan tidak total, tidak terjadi infark, hanya unstable angina atau infark jantung akut tanpa elevasi segmen ST. 1,2,3EpidemiologiThe American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta penduduk Amerika, menderitapenyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta orang yang diperkirakan mengalami serangan infarkmiokardium setiap tahun. Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak ada perbedaan dengan

wanita setelah umur 65 tahun.4–6 Penyakit jantung koroner juga merupakan penyebab kematian utama (20%) penduduk Amerika. 1Di Indonesia data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama (16%) untuk umur di atas 40 tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali didapatkan kematian akibat penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan persentasenya semakin meningkat (25%) dibandingkan dengan SKRT tahun 1992. Di Makassar, didasari data yang dikumpulkan oleh Alkatiri7 diempat rumah sakit (RS) selama 5 tahun (1985 sampai 1989), ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke 5 sampai 6 dengan persentase berkisar antara 7,5 sampai 8,6%. PJK terus-menerus menempati urutan pertama di antara jenis penyakit jantung lainnya. dan angka kesakitannya berkisar antara 30 sampai 36,1%. 2,3Patofisiologi SKAPenyebab utama PJK adalah aterosklerosis, yang merupakan proses multifaktor. Kelainan ini sudah mulai terjadi pada usia muda, yang diawali terbentuknya sel busa, kemudian pada usia antara 10 sampai 20 tahun berubah menjadi bercak perlemakan dan pada usia 40 sampai 50 tahun bercak perlemakan ini selanjutnya dapat berkembang menjadi plak aterosklerotik yang dapat berkomplikasi menyulut pembentukan trombus yang bermanifestasi klinis berupa infark miokardium maupun angina (nyeri dada).2,3Sebagai respon terhadap injury dinding pembuluh, terjadi agregasi platelet dan pelepasan isi granuler yang me- nyebabkan agregasi platelet lebih lanjut, vasokonstriksi dan akhirnya pembentukan trombus. 3 Studi angioskopi telah membuktikan bahwa trombus penyebab angina tidak stabil adalah trombus putih kaya platelet, berbeda dengan trombus merah kaya fibrin dan eritrosit yang lebih menonjol pada infark miokard akut. 1,2,3SKA dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue factor ‘faktor jaringan’ dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner. Ini disebut fase acute thrombosis ‘trombosis akut’ 1,2,3Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinases, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut 6. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur plak. 1,2,3Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP merupakan petanda inflamasi pada kejadian koroner akut (IMA) dan mempunyai nilai prognostic. Pada 15% pasien IMA didapatkan kenaikan CRP meskipun troponin-T negatif 6. Haidari dan kawan-kawan meneliti hubungan antara serum CRP dengan penyakit jantung koroner (PJK) secara angiografi terhadap 450 individu. Ternyata, secara bermakna kadar CRP dengan PJK lebih tinggi daripada kontrol (2,14 mg/L dibanding 1,45 mg/L) dan hubungan tersebut menandakan adanya proses inflamasi pada PJK . 1,2,3Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak) 12. Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung. Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah, misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases. Grindling dkk. mengobservasi bahwa angiotensin II juga merupakan aktivator NADPH oxidase yang poten. Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh darah melalui pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensialFase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni

Page 2: Sindrom-Koroner-Akut

endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin) 1,2,3Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic 1,2,3. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark 1,2,3SKA yang diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis – tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik. 1,2,3Adapun mulai terjadinya SKA, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari dari suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran koroner juga meningkat. Dari mekanisme inilah beta blocker mendapat tempat sebagai pencegahan dan terapi 1,2,3DIAGNOSIS SKABerbagai cara telah digunakan untuk mengenali adanya PJK, mulai dari teknik non invasif seperti elektrokardiografi (EKG) sampai pemeriksaan invasive seperti arteriografi koroner.8 Gambaran EKG abnormal terdapat di penderita IMA dengan ditemukannya ketinggian (elevasi) segmen ST dan adanya gelombang Q. Namun demikian, ketinggian (elevasi) segmen ST dapat juga ditemukan di perikarditis, repolarisasi cepat yang normal, dan aneurisma ventrikel kiri.1,2,3,4Rekaman listrik jantung merupakan langkah diagnosis awal yang membedakan kedua kelompok sindrom koroner akut yang mempunyai pendekatan terapi berbeda. Jika terjadi peningkatan segmen ST, artinya terjadi infark miokard yang merupakan indikasi untuk reperfusi segera. Pasien dengan peningkatan segmen ST biasanya mempunyai oklusi koroner komplit pada angiografi, dan banyak dari pasien-pasien ini akhirnya menjadi infark miokard gelombang Q, sedangkan pasien-pasien sindrom koroner akut tanpa peningkatan segmen ST merepresentasikan suatu kelompok oklusi koroner trom-botik subtotal atau intermiten, dan kebanyakan akan mengalami angina tidak stabil, dan berdasarkan kenaikan enzim jantung (CK-MB) dapat menjadi infark miokard tanpa gelombang Q. 1,2,3,4Berdasarkan terminologi baru sindrom koroner akut tanpa peningkatan segmen ST, diperlukan marker biokimiawi troponin untuk pengelompokan lebih lanjut. Jika konsentrasi enzim jantung atau troponin meningkat, artinya terjadi kerusakan sel yang irreversibel dan kelompok pasien ini dapat dianggap mempunyai infark miokard sebagaimana definisi WHO. Pedoman American College of Cardiology / American Heart Association (ACC/AHA) menggunakan terminologi infark miokard dengan peningkatan segmen ST dan tanpa peningkatan segmen ST, menggantikan terminologi infark miokard gelombang Q dan tanpa gelombang Q yang kurang bermanfaat dalam perencanaan penalaksanaan segera. 4Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan menggunakan test enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB (CKMB) dan laktat dehidrogenase (LDH).11,12 Berbagai penelitian penggunaan test kadar serum Troponin T (cTnT) dalam mengenali kerusakan miokardium akhir-akhir ini telah dipublikasikan.5cTnT adalah struktur protein serabut otot serat melintang yang merupakan subunit troponin yang penting, terdiri dari dua miofilamen. Yaitu filament tebal terdiri dari miosin, dan filamen tipis terdiri dari aktin, tropomiosin dan troponin. Kompleks troponin yang terdiri atas: troponin T, troponin I, dan troponin C. cTnT merupakan fragmen ikatan tropomiosin. cTnT ditemukan di otot jantung dan otot skelet, kadar serum protein ini meningkat di penderita IMA segera setelah 3 sampai 4 jam mulai serangan nyeri dada dan menetap sampai 1 sampai 2 minggu.5Bila penderita yang tidak disertai perubahan EKG yang karakteristik ditemui cTnT positif, hal tersebut merupakan risiko serius yang terjadi dan terkait koroner. Dengan demikian cTnT dapat digunakan sebagai kriteria dalam menentukan keputusan terapi.5Enzim jantung antara lain: CK dan CK-MB biasanya mulai meningkat 6 sampai 10 jam setelah kerusakan sel miokardium. Puncaknya 14 sampai 36 jam dan kembali normal setelah 48 sampai 72 jam. Di samping CK, CK-MB, aktivitas LDH muncul dan turun lebih lambat melampaui kadar normal dalam 36 sampai 48 jam setelah serangan IMA, yang mencapai puncaknya 4 sampai 7 hari dan kembali normal 8–14 hari setelah infark.5

Pengidentifikasian penderita nyeri dada yang diduga IMA atau minor myocardial damage (MMD) masih merupakan masalah sehari-hari. Perbedaan antara MMD dan sindroma non kardio juga masih merupakan masalah yang tentunya berdampak pada siasat pengobatan untuk masing-masing penderita.Pengujian yang digunakan saat ini dengan mengukur enzim jantung seperti yang disebut di atas, pada sejumlah kasus masih membuat diagnosis yang tidak jelas. Penderita masuk RS (Gawat darurat) dengan nyeri dada kadang sudah disertai dengan komplikasi, sehingga awal kerusakan miokardium tidak diketahui. Gabungan petanda IMA misalnya CK-MB dan Troponin T adalah yang paling efektif bila awal kerusakan miokardium tidak diketahui.4Menurut American Collage of Cardiology (ACC) kriteria untuk IMA ialah terdapat peningkatan nilai enzim jantung (CK-MB) atau troponin I atau Troponin T dengan gejala dan adanya perubahan EKG yang diduga iskemia. Kriteria World Health Organization (WHO) diagnosis IMA dapat ditentukan antara lain dengan: 2 dari 3 kriteria yang harus dipenuhi, yaitu riwayat nyeri dada dan penjalarannya yang berkepanjangan (lebih dari 30 menit), perubahan EKG, serta peningkatan aktivitas enzim jantung. 5Sesuai dengan cara mendiagnosis IMA, ada 3 komponen yang harus ditemukan, yakni: (1) Sakit dada, berupa APTS; (2) Perubahan EKG, berupa gambaran STEMI/NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q patologik; (3) Peningkatan enzim jantung (paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal), terutana CKMB dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1–0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila > 0,2 ng/dl. 4Troponin T/I mulai meningkatkan kadarnya pada 3 jam dari permulaan sakit dada IMA dan menetap 7–10 hari setelah IMA 18. Troponin T/I mempunyai sensitivitas dan spesifisitas tinggi sebagai petanda kerusakan sel miokard dan prognosis. Di Eropa sudah menjadi pedoman untuk diagnosis maupun terapi agresif sampai dengan intervensi 1,20. Penelitian PRISM juga menggunakan standar troponin-T/I pada pasien SKA risiko tinggi yang dicoba dengan tirofiban (GPIIb/IIIa-I) 4Pada sakit dada, apakah ruptur plak akan menyebabkan tanpa gejala, APTS, NSTEMI/STEMI, atau mati (jantung) mendadak tergantung pada: dalamnya ruptur, miliu trombolitik, dan sirkulasi kolateral. 1,2,5APTS dan NSTEMI adalah akibat oklusi total, sementara pembuluh koroner dengan reperfusi spontan, sedangkan STEMI akibat dari oklusi trombotik yang menetap 4. Sebanyak 30–40% SKA terjadi tanpa gejala yang dapat disadari pasien bahwa ia mempunyai penyakit jantung iskemik ( PJI ) 1,2,3,4Menifestasi klinik disrupsi plak tergantung pada derajat, lokasi, lamanya iskemi miokard, dan cepatnya pembentukan trombi serta vasokonstriksi sekitar plak 1,2,3,4Penanganan SKAOklusi total yang terjadi lebih dari 4–6 jam pada arteri koroner akan menyebabkan nekrosis miokard yang irreversibel, dengan gambaran Q-MCI Namun, dengan terapi reperfusi yang cepat dan adekuat dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas 1,5,6Dalam menangani SKA dapat dibagi menjadi:1. Fase sebelum masuk rumah sakit (prehospital stage), yang kemungkinan tanpa komplikasi atau sudah ada komplikasi, harus diperhatikan dengan seksama.2. Fase masuk rumah sakit (hospital stage) yang dimulai di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan tujuan terapi untuk: pencegahan terjadinya IMA, pembatasan luasnya infark, dan pemeliharaan fungsi jantung (miokard). 1,5,6Kemudian dilanjutkan perawatan di ruang intensif kardiovaskular (RIK), dengan lebih lanjut memperhatikan sasaran terapi berupa: (1) pencapaian secara komplit dan cepat reperfusi aliran darah daerah infark; dan (2) menurunkan risiko berulannya IMA dengan berbagai terapi medikamentosa 1,5,6Sebelum menindaklanjuti pengobatan SKA, Braunwald membagi klasifikasi APTS menjadi :1. Berat – ringannya SKAo Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.o Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu istirahat.o Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.2. Kliniso Klas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi, demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas.o Kelas B: Primer.

Page 3: Sindrom-Koroner-Akut

o Klas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA).3. Intensitas terapio Belum pernah diobati.o Dengan anti angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium )o Antiangina dan nitrogliserin intravena.Tahap Awal dan Cepat Pengobatan Pasien SKA1. OksigenasiLangkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2–3 liter/menit secara kanul hidung. 1,5,62. Nitrogliserin (NTG)Digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 5–10 ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit ) dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan). 1,5,63. MorphineObat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan; mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance; menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan after load menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena sambil memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi pernapasan 1,5,64. AspirinHarus diberikan kepada semua pasien SKA jika tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial) . Efeknya ialah menghambat siklooksigenase –1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial 1,5,6Penelitian ISIS-2 (International Study of Infarct Survival) menyatakan bahwa Aspirin menurunkan mortalitas sebanyak 19%, sedangkan “The Antiplatelet Trialists Colaboration” melaporkan adanya penurunan kejadian vaskular IMA risiko tinggi dari 14% menjadi 10% dan nonfatal IMA sebesar 30% 1,5,6Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik “chewable” dari pada tablet, terutama pada stadium awal. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah. Aspirin boleh diberikan bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned heparin). Ternyata efektif dalam menurunkan kematian, infark miokard, dan berulangnya angina pectoris 1,5,65. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, TiclopidineDerivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor platelet., sehingga menurunkan kejadian iskemi.Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal infark miokard. Dapat dikombinasi dengan Aspirin untuk prevensi trombosis dan iskemia berulang pada pasien yang telah mengalami implantasi stent koroner. Pada pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo dkk. memperoleh hasil yang baik dengan menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5% menjadi 1,3%, dan menurunnya komplikasi perdarahan dari 10–16% menjadi 0,2–5,5%21. Namun, perlu diamati efek samping netropenia dan trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan dapat terjadi purpura trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada minggu II – III. 1,5,6Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien SKA yang diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi darah. Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–60% inhibisi dicapai dalam 3–7 hari . 1,5,6Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic Events ) menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh

darah (IMA, stroke) pada aterosklerosis (Product Monograph New Plavix). 1,5,6Penanganan SKA Lebih Lanjut1. HeparinObat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru yang lebih aman (tanpa efek samping trombositopenia) dan lebih mudah pemantauannya (tanpa aPTT). Heparin mempunyai efek menghambat tidak langsung pada pembentukan trombin, namun dapat merangsang aktivasi platelet. Dosis UFH yang dianjurkan terakhir (1999) ialah 60 ug/kg bolus, dilanjutkan dengan infus 12 ug/kg/jam maksimum bolus , yaitu 4.000 ug/kg, dan infus 1.000 ug/jam untuk pasien dengan berat badan < 70 kg 1,5,62. Low Molecular Heparin Weight Heparin ( LMWH)Diberikan pada APTS atau NSTEMI dengan risiko tinggi. LMWH mempunyai kelebihan dibanding dengan UFH, yaitu mempunyai waktu paruh lebih lama; high bioavailability; dose – independent clearance; mempunyai tahanan yang tinggi untuk menghambat aktivasi platelet; tidak mengaktivasi platelet; menurunkan faktor von Willebrand; kejadian trombositopenia sangat rendah; tidak perlu pemantauan aPTT ; rasio antifaktor Xa / IIa lebih tinggi; lebih banyak menghambat alur faktor jaringan; dan lebih besar efek hambatan dalam pembentukan trombi dan aktivitasnya 1,5,6Termasuk dalam preparat ini ialah Dalteparin, Enoxaparin, dan Fraxi-parin. Dosis Fraxiparin untuk APTS dan NQMCI: 86 iu antiXa/kg intravena bersama Aspirin (maksimum 325 mg) kemudian 85 iu antiXa/kg subkutan selama 6 hari : 2 x tiap 12 jam (Technical Brochure of Fraxiparin . Sanofi – Synthelabo).3. WarfarinAntikoagulan peroral dapat diberikan dengan pemikiran bahwa pengobatan jangka panjang dapat memperoleh efek antikoagulan secara dini. Tak ada perbedaan antara pemberian Warfarin plus Aspirin dengan Aspirin saja (CHAMP Study, CARS Trial) sehingga tak dianjurkan pemberian kombinasi Warfarin dengan Asparin 1,5,64. Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor (GPIIb/IIIa-I)Obat ini perlu diberikan pada NSTEMI SKA dengan risiko tinggi, terutama hubungannya dengan intervensi koroner perkutan (IKP). Pada STEMI , bila diberikan bersama trombolitik akan meningkatkan efek reperfusi (studi GUSTO V dan ASSENT-3). GUSTO V membandingkan Reteplase dengan Reteplase dan Abciximab (GPIIb/IIIa-I) pada IMA, sedangkan ASSENT–3 membandingkan antara Tenecteplase kombinasi dengan Enoxaparin atau Abciximab dengan Tenecteplase kombinasi UFH pada IMA , yang ternyata tak ada perbedaan pada mortalitas 1,5,6,7Efek GPIIb/IIIa-I ialah menghambat agregasi platelet tersebut dan cukup kuat terhadap semua tipe stimulan seperti trombin, ADP, kolagen, dan serotonin 17. Ada 3 perparat, yaitu Abciximab, Tirofiban, dan Eptifibatide yang diberikan secara intravena. Ada juga secara peroral, yakni Orbofiban, Sibrafiban, dan Ximilofiban. GPIIb/IIIa-I secara intravena jelas menurunkan kejadian koroner dengan segera, namun pemberian peroral jangka lama tidak menguntungkan, bahkan dapat meningkatkan mortalitas 1,5,6,7Secara invitro, obat ini lebih kuat daripada Aspirin 3,22 dan dapat digunakan untuk mengurangi akibat disrupsi plak pada tindakan IKP1,25,26. Banyak penelitian besar telah dilakukan, baik GPIIb/IIIa-I sendiri maupun kombinasi dengan Aspirin, Heparin, maupun pada saat tindakan angioplasti dengan hasil cukup baik. Namun, tetap perlu diamati komplikasi perdarahannya dengan menghitung jumlah platelet (trombositopenia) meskipun ditemukan tidak serius. Disebut trombositopenia berat bila jumlah platelet < 50.000 ml 1,5,6,7Dasgupta dkk. (2000) meneliti efek trombositopenia yang terjadi pada Abciximab tetapi tidak terjadi pada Eptifibatide atau Tirofiban dengan sebab yang belum jelas. Diduga karena Abciximab menyebabkan respons antibodi yang merangsang kombinasi platelet meningkat dan menyokong terjadinya trombositopenia 1,5,6,7Penelitian TARGET menunjukkan superioritas Abciximab dibanding Agrastat dan tidak ada perbedaan antara intergillin dengan derivat yang lain. Penelitian ESPRIT memprogram untuk persiapan IKP, ternyata hanya nenguntungkan pada grup APTS 1,5,6,75. Direct Trombin InhibitorsHirudin, yaitu suatu antikoagulan yang berisi 65 asam amino polipeptida yang mengikat langsung trombin. GUSTO IIb telah mencoba terapi terhadap 12.142 pasien APTS/NSTEMI dan STEMI, namun tidak menunjukan perbedaan yang bermakna terhadap mortalitas 1,5,6,76. TrombolitikDengan trombolitik pada STEMI dan left bundle branch block (LBBB) baru, dapat menurunkan mortalitas dalam waktu pendek sebesar 18% 29, namun tidak menguntungkan bagi kasus APTS dan NSTEMI 3.

Page 4: Sindrom-Koroner-Akut

Walaupun tissue plasminogen activator (t-PA) kombinasi dengan Aspirin dan dosis penuh UFH adalah superior dari Streptokinase, hanya 54% pasien mencapai aliran normal pada daerah infark selama 90 menit 30,31,32,33. Trombolitik terbaru yang diharapkan dapat memperbaiki patensi arteri koroner dan mortalitas ialah Reteplase (r-PA) dan Tenecteplase (TNK-t-PA), karena mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada t-PA. Namun, ada 2 penelitian besar membandingkan t-PA dengan r-PA plus TNK-t-PA, namun ternyata tidak ada perbedaan dan risiko perdarahannya sama saja 1,5,6,77. Obat-obat Lain 1,5,6,7Penghambat Beta AndrenergikEfeknya ialah menurunkan frekuensi debar jantung sehingga menyebabkan waktu diastolik lebih lama; menurunkan kontraktilitas miokard dan beban jantung; menghambat stimulasi katekolamin; serta menurunkan pemakaian oksigen miokard.Obat ini baik untuk APTS / NSTEMI dan dapat menurunkan luasnya infark, reinfark, serta mortalitas. Tetapi ingat kontraindikasinya, seperti bradikardi, blok AV, asma bronkial, atau edema paru akut .Antagonis KalsiumIntercep Study tidak melihat penurunan mortalitas dengan obat tersebut 4, namun dapat digunakan pada APTS/NSTEMI jika ada kontraindikasi penghambat Beta adrenergik. Diltiazem jangan diberikan pada disfungsi ventrikel kiri dan atau gagal jantung kongestif (GJK) 1,5,6,7Penghambat Enzim Konversi Angiotensin 1,5,6,7Boleh diberikan pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi 75 tahun), sebab risiko kematian cukup tinggi dengan trombolitik 1,5,6,7KesimpulanSKA ialah suatu kejadian koroner dengan mortalitas tinggi, perlu penanganan cepat, cermat , dan tepat, baik diagnostik maupun terapi noninvasif serta invasif.Obat – obat baru telah banyak ditemukan dengan efektivitas lebih baik, namun perlu pemahaman indikasi, kontra indikasi, dan efek samping obat, dengan pemantauan yang seksama agar tak terjadi hal-hal yang merugikan pasien, seperti adanya trombositopenia, perdarahan maupun ulkus lambung.Pertimbangan biaya memang perlu diperhatikan, meski pertimbangan manfaat sama efektifnya terhadap terapi maupun tindakan, namun yang lebih menguntungkan dan aman bagi pasien juga menjadi pemikiran para dokter.

SINDROM KORONER AKUTPENGERTIAN gawat darurat jantung dengan menginvestasi klinis berupa perasaan tidak Syndrome coroner acut suatu keadaan enak di dada atau gejala – gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Syndrome coroner abut mencakup:

1. Infark miokard abut dengan elevasi segmen ST2. Infark miokard abut tanpa elevasi segmen ST3. Angina pektoris tak stabil (unstable angina pectoris)

DIAGNOSISAnamnesisNyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrosternal,dan recordial. Nyeri seperti ditekan ditindih benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir. Nyeri menjalar keleherlengan kiri, mandibula, gigi,punggung/interskapula, dan dapat juga kelengan kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat mintrat, atau tidak. Nyeri dicetuskan oleh latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan.dapat disertai gejala mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,dan lemas. Elektrokardiogram

Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak dijumpai gelombang Q

Infark miokard ST elevasi : hiperakut T, elevasi segmen ST, gelombang Q inversi gelombang T

Infark miokard non ST elevasi : depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam.

Petanda Biomiokard

CK, CKMB, Troponin-T, dll Enzim meningkat minimal 2 kali nilai batas atas normal

DIAGNOSIS BANDING Angina pektoris tak stabil : infark miokard abut Infark miokard abut : diseksi aorta, perikarditis abut, emboli

paru abut, penyakit dinding dada, Syndrome Tietze, gangguan gastrointestinal seperti : hiatus hernia dan refluks esofagitis, spasme atau ruptur esofagus, kolesistitis abut, tukak lambung, dan pankreatitis abut.

PEMERIKSAAN PENUNJANG EKG Foto rotgen dada Petanda biokimia : darah rutin, CK, CKMB, Troponin T,dll Profil lipid, gula darah, ureum kreatinin Ekokariografi Tes Treadmill ( untuk stratifikasi setelah infrak miokard ) Angiografi coroner

TERAPI Tirah baring di ruang rawat intensif jantung (ICCU) Pasang infus intravena dengan NaCl 0,9% atau dektrosa 5% Oksigenasi dimulai dengan 2 liter/menit 2-3jam, dilanjutkan

bila asuransi oksigen arteri rendah (<90%) Diet: puasa sampai bebas nyeri, kemudian diet cair.

Selanjutnya diet jantung. Pasang monitor EKG secara kontinu

Atasi nyeri dengan Nitrat sublingual /transdermal/ nitrogliserin intravena titrasi

(kontraindikasi bila TD sistolik <90mmHg), bradikardia (<50kali/menit), takikardia, atau

Morfin 2,5mg (2-4mg) intravena, dapat diulang tiap 5menit sampai dosis total 20mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50mg intravena.

Antitrombotik Aspirin (160-345mg), bila alergi atau intoleransi/tidak

responsif diganti dengan tiklopidin atau klopidogrel Trombolitik dengan sterptokinase 1,5 juta U dalam 1 jam atau aktivator plasminogen jarinan (t-PA) bolus 15 mg, dilanjutkan dengan 0,75mg/kbBB (maksimal 50 mg) dalam jam pertama dan 0,5 mg/kgBB (maksimal 35 mg) dan dalam 60 menit jika elevasi segmen ST> 0,1 mv pada dua atau lebih sadapan ekstermitas berdampingan atau > 0,2 mv pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan, waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun. Blok cabang (BBB) dan anamnesis dicurigai infark miokard abut.Antikoagulan Heparin direkomendasikan untuk pasien yang menjalani revaskularisasi perkuatan atau bedah, pasien dengan resiko tinggi, terjadi emboli sistemik seprti infark miokadr anterior atau luas, fibriasi atrial, riwayat emboli, atau diketahui ada trombus ventrikel kiri yang tidak ada kontraindikasi heparin. Heparin diberikan dengan target aPTT 1,5-2 kali kontrol. Pada angina pktoris tak stabil heparin 5000 unit bolus intravena, dilanjutkan dengan drip 1000 unit/jam sampai angina yerkontral dengan menyrsuaikan aPTT 1,5-2 kali nilai kontrol. Pada infark miokard abut yang ST elevasi > 12 jam diberikan heparin bolus intravena 5000 unit dilanjutkan dengan infus selama rata-rata 5 hari dengan menyesuaikan aPTT 1,5-2 kali nilai kontrol. Pada infark miokard anverior transmural luas anti koagulan diberikan sampai pulang rawat. Pada penderita dengan trombus ventrikular atau dengan diskinesi yang luas didaerah afeks ventrikel kiri antikoagulan oral diberikan secara tumpang tindih dengan heparin sejak beberapa hari sebelum heparin dihentikan. Antikoagulan oral diberikan sekurang-kurangnya 3 bulan dengan menyesuaikan nilai INR (2-3).Anti rasa takut atau cemas Diazepam 3 X 2-5 mg oral atau IVPelunak Tinja Laktulosa (laksadin) 2 X 15 ml

Penyekat Beta diberikan bila tidak ada kontraksi Penghambat ACE diberikan bila keadaan menizinkan

terutama pada infark miokard abut yang luas, atau anterior, gagal jantung tanpa hipotensi, riwayat infark miokard

Page 5: Sindrom-Koroner-Akut

Antagonis kalsium : verapamil untuk infark miokard non ST elevasi atau angina pektoris tak stabil bila nyeri tidak teratasi.

Atasi Komplikasi : 1. Fibrilasi atrium Kardioversi elektrik untuk pasien dengan gangguan

hemodinamik berat iskemia intraktabel Digitalisasi cepat Penyekat Beta Diltiazem atau verepamir bila penyekat beta

dikontraindikasikan Heparinisasi 2. Fibrilasi ventrikel

DC shock unsynchronized dengan energi awal 200 J, jika tak berhasil harus diberikan shock kedua 200-300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J.

3. Takikardia ventrikel VT polimorvik menetap (> 30 detik) atau menyebabkan

hemodinamik : DC Shock unsynchronized denga energi awal 200 J, jika gagal harus diberikan shcok kedua 200-300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J

VT monomorfik yang menetap diikuti anina, edema paru tau hiptensi harus diterapi dengan Dc shcok synchronized energi awal 100 j. energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal.

VT monomorvik yang tidak disertai anginan, edema paru atau hipotensi dapat diberikan ; Lidokain bolus 1-15 mg/kg BB. Bolus tambahan 0,5-0,75mg/kg BB tiap 5-10 menit sampai dosis loading total maksimal 3 mg/kgBB. Kemudian loading dilanjutkan dengan infus 2-4 mg/menit (30-50ug/kgBB/menit) ; atau Disopiramid : bolus 1-2 mg/kgBB dalam 5-10 menit dilanjutkan dosis pemeliharaan 1mg/kgBB/jam; atau Amiodaron 150 mg infus selama 10-20 menit atau 5 ml/kgBB 20-60 menit dilanjutkan dengan infus tetap 1mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit; atau kardioversi elektrik synchronized dimulai dosis 50 J (anestesi sebelumnya)

4. Bradiaritmia dan blok Bradikardia sinus simtomatik (frekuensi jantung < 50

kali/menit disertai hipotensi, iskemia aritmia ventrikel escape)

Asistol ventrikel Blok AV simtomatikterjadi pada tingkat nodus AV (derajat

dua tipe 1 atau derajat tiga dengan ritme escape kompleks sempit)

Terapi dengan sulfast atropin 0,5-2 mg. isoproterenol 0,5-4 ug/menit bila atropin gagal, sementara menunggu pacu jantung sementara

5. Gagal jantung abut, edema paru, syok kardiogenik diterapi sesuai standar pelayanan medis megenai kasus ini

6. Perikarditis Aspirin (160-325 mg/hari) Idometasin, Ibuprofen Kortikosteroid 7. Komplikasi mekanik Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur

dinding ventrikel ditatalaksana operasi.KOMPLIKASI

1. Angina pektoris tak stabil ; payah jantung, syok kardiogenik, aritmia, infark miokard abut

2. Infark miokard abut (dengan atau tanpa ST elevasi) : gagal jantung, syok kardiogenik, ruptur korda, ruptur septum, ruptur dinding bebas, aritmia gangguan hantaran, aritmia gangguan pembentukan rangsangan, perikarditis, sindrom dresler, emboli paru.

PROGNOSISTergantung daerah jantung yang terkena, beratnya gejala, ada tidaknya komplikasi

Sindrom Koroner Akut; Diagnosis-TatalaksanaDiagnosisa.  AnamnesisDiagnosis adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan didasarkan pada tiga kriteria, yaitu gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG (elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien

SKA. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan SKA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya karena gejala ini merupakan penanda awal dalam pengelolaan pasien SKA. Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut:4,6

• Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial• Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.• Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung atau interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan.• Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan lemas.Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan Angina Pektoris Tidak Stabil /NSTEMI dan STEMI berdasarkan gejala semata-mata.Presentasi klinis klasik SKA tanpa elevasi segmen ST berupa:

angina saat istirahat lebih dari 20 menit (angina at rest)

angina yang dialami pertama kali dan timbul saat aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari-hari (new onset angina)

peningkatan intensitas, frekuensi dan durasi angina (angina kresendo)

angina pasca infarkPada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut. Gejala yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak nyaman di epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama pada wanita, penderita diabetes dan pasien lanjut usia. Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan faktor risiko kardiovaskular multipel dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan diagnosis atau bahkan sampai tidak terdiagnosis/ under estimate .b. Pemeriksaan FisikTujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari SKA. Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk.4

c. ElektrokardiografiEKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah :1. Depresi segmen ST > 0,05 mV (1/2 kotak kecil)2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV (2 kotak kecil) inversi gelombang T yang simetris di sandapan prekordialPerubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen ST. Namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI.Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut, dengan berbagai ciri dan kategori:• Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai gelombang Q.• Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang Td. Penanda Biokimia JantungPenanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dari pada CK-MB. Troponin T juga didapatkan selama jejas otot, pada penyakit otot (misal polimiositis), regenerasi otot, gagal ginjal kronik. Hal ini dapat mengurangi spesifisitas troponin T terhadap jejas otot jantung. Sehingga pada keadaan-keadadan tersebut, troponin T tidak lagi dapat digunakan sebagai penanda biokimia.Troponin C, TnI dan TnT berkaitan dengan kontraksi dari sel miokard. Susunan asam amino dari Troponin C sama antara sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda. Nilai prognostik dari TnI atau TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari adalah sama. Kadar serum creatinine kinase (CK) dengan fraksi MB merupakan indikator penting dari nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua penanda tersebut adalah relatif rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal (<6 jam) setelah onset serangan. Risiko yang lebih buruk pada pasien tanpa segmen ST elevasi lebih besar pada pasien dengan peningkatan nilai CKMB.4,6

Page 6: Sindrom-Koroner-Akut

Gambar 3. Penanda Biokimia Jantung4

Meskipun mioglobin tidak spesifikasi untuk jantung, tapi memiliki sensitivitas yang tinggi. Dapat terdeteksi secara dini 2 jam setelah onset nyeri. Tes negatif dari mioglobin dalam 4-8 jam sangat berguna dalam menetukan adanya nekrosis miokard. Meskipun demikian mioglobin tak dapat digunakan sebagai satu- satunya penanda jantung untuk mengidentifikasi pasien dengan NSTEMI. Peningkatan kadar CKMB sangat erat berkaitan dengan kematian pasien dengan SKA tanpa elevasi segmen ST, dan naiknya risiko dimulai dengan meningkatnya kadar CKMB diatas normal. Meskipun demikian nilai normal CKMB tidak menyingkirkan adanya kerusakan ringan miokard dan adanya risiko terjadinya perburukan penderita.4

Troponin khusus jantung merupakan penanda biokimia primer untuk SKA. Sudah diketahui bahwa kadar troponin negatif saat < 6 jam harus diulang saat 6-12 jam setelah onset nyeri dada.

Tabel 1. Spektrum Klinis Sindrom Koronere. Stratifikasi ResikoPenilaian RisikoPenilaian risiko harus dimulai dengan penilaian terhadap kecenderungan penyakit jantung koroner (PJK). Lima faktor terpenting yang dimulai dari riwayat klinis yang berhubungan dengan kecenderungan adanya PJK, diurutkan berdasarkan kepentingannya adalah,1. Adanya gejala angina2. Riwayat PJK sebelumnya3. Jenis kelamin4. Usia5. Diabetes, serta faktor risiko lainnyaSaat diagnosis APTS/NSTEMI sudah dipastikan, maka kencenderungan akan terjadinya perubahan klinis dapat diramalkan

berdasarkan usia, riwayat PJK sebelumnya, pemeriksaan klinis, EKG dan pengukuran penanda jantung.6

Rasionalisasi Stratifikasi RisikoPasien dengan APTS/NSTEMI memiliki peningkatan terhadap risiko kematian, infark berulang, iskemia berulang dengan simptom, aritmia berbahaya, gagal jantung dan stroke. Penilaian prognosis tidak hanya menolong untuk penanganan kegawatan awal dan pengobatannya, tetapi juga membantu penentuan pemakaian fasilitas seperti:4

1. Seleksi ruang perawatan (CVCU, intermediate ward, atau rawat jalan)2. Seleksi pengobatan yang tepat, seperti antagonis GP IIb/ IIIa dan intervensi koronerTatalaksana1. Tindakan UmumPrinsip penatalaksanaan SKA adalah mengembalikan aliran darah koroner dengan trombolitik/ PTCA primer untuk menyelamatkan jantung dari infark miokard, membatasi luasnya infark miokard, dan mempertahankan fungsi jantung. Penderita SKA perlu penanganan segera mulai sejak di luar rumah sakit sampai di rumah sakit. Pengenalan SKA dalam keadaan dini merupakan kemampuan yang harus dimiliki dokter/tenaga medis karena akan memperbaiki prognosis pasien. Tenggang waktu antara mulai keluhan-diagnosis dini sampai dengan mulai terapi reperfusi akan sangat mempengaruhi prognosis. Terapi IMA harus dimulai sedini mungkin, reperfusi/rekanalisasi sudah harus terlaksana sebelum 4-6 jam.1,4

Pasien yang telah ditetapkan sebagai penderita APTS/NSTEMI harus istirahat di ICCU dengan pemantauan EKG kontinyu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia. Oksigen diberikan pada pasien dengan sianosis atau distres pernapasan. Perlu dilakukan pemasangan oksimetri jari (finger pulse oximetry) atau evaluasi gas darah berkala untuk menetapkan apakah oksigenisasi kurang (SaO2 <90%). Morfin sulfat diberikan bila keluhan pasien tidak segera hilang dengan nitrat, bila terjadi edema paru dan atau bila pasien gelisah. Penghambat ACE diberikan bila hipertensi menetap walaupun telah diberikan nitrat dan penyekat-β pada pasien dengan disfungsi sistolik faal ventrikel kiri atau gagal jantung dan pada pasien dengan diabetes. Dapat diperlukan intra-aortic ballon pumpbila ditemukan iskemia berat yang menetap atau berulang walaupun telah diberikan terapi medik atau bila terdapat instabilitas hemodinamik berat.1,4

2. Tata Laksana Sebelum Ke Rumah Sakit (RS)Prinsip penatalaksanaan adalah membuat diagnosis yang cepat dan tepat,menentukan apakah ada indikasi reperfusi segera dengan trombolitik dan teknis transportasi pasien ke rumah sakit yang dirujuk.1,6

Pasien dengan nyeri dada dapat diduga menderita infark miokard atau angina pektoris tak stabil dari anamnesis nyeri dada yang teliti. Dalam menghadapi pasien-pasien nyeri dada dengan kemungkinan penyebabnya kelainan jantung, langkah yang diambil atau tingkatan dari tata laksana pasien sebelum masuk rumah sakit tergantung ketepatan diagnosis, kemampuan dan fasilitas pelayanan kesehatan maupun ambulan yang ada.Berdasarkan triase dari pasien dengan kemungkinan SKA, langkah yang diambil pada prinsipnya sebagai berikut :a. Jika riwayat dan anamnesa curiga adanya SKA

Berikan asetil salisilat (ASA) 300 mg dikunyah Berikan nitrat sublingual Rekam EKG 12 sadapan atau kirim ke fasilitas

yang memungkinkan Jika mungkin periksa penanda biokimia

b. Jika EKG dan penanda biokimia curiga adanya SKAKirim pasien ke fasilitas kesehatan terdekat dimana terapi definitif dapat diberikanc. Jika EKG dan penanda biokimia tidak pasti akan SKA

Pasien risiko rendah ; dapat dirujuk ke fasilitas rawat jalan

Pasien risiko tinggi : pasien harus dirawatSemua pasien dengan kecurigaan atau diagnosis pasti SKA harus dikirim dengan ambulan dan fasilitas monitoring dari tanda vital. Pasien harus diberikan penghilang rasa sakit, nitrat dan oksigen nasal. Pasien harus ditandu dengan posisi yang menyenangkan, dianjurkan elevasi kepala 40 derajat dan harus terpasang akses intravena. Sebaiknya digunakan ambulan/ambulan khusus.4

3. Tata Laksana di Rumah SakitInstalasi Gawat DaruratPasien-pasien yang tiba di UGD, harus segera dievaluasi karena kita berpacu dengan waktu dan bila makin cepat tindakan reperfusi dilakukan hasilnya akan lebih baik. Tujuannya adalah mencegah

Page 7: Sindrom-Koroner-Akut

terjadinya infark miokard ataupun membatasi luasnya infark dan mempertahankan fungsi jantung. Manajemen yang dilakukan adalah sebagai berikut :1,4,6

1. Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah:a. pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan,b. periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT,c. berikan segera: 02, infus NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%,d. pasang monitoring EKG secara kontiniu,e. pemberian obat: nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena

titrasi (kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50 kali/menit), takikardia,

aspirin 160-325 mg: bila alergi/tidak responsif diganti dengan dipiridamol, tiklopidin atau klopidogrel, dan

mengatasi nyeri: morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena.

2. Hasil penilaian EKG, bila:a. Elevasi segmen ST > 0,1 mV pada 2 atau lebih sadapan ekstremitas berdampingan atau > 0,2 mV pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan atau blok berkas (BBB) dan anamnesis dicurigai adanya IMA maka sikap yang diambil adalah dilakukan reperfusi dengan :- terapi trombolitik bila waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun dan tidak ada kontraindikasi.- angioplasti koroner (PTCA) primer bila fasilitas alat dan tenaga memungkinkan. PTCA primer sebagai terapi alternatif trombolitik atau bila syok kardiogenik atau bila ada kontraindikasi terapi trombolitikb. Bila sangat mencurigai ada iskemia (depresi segmen ST, insersi T), diberi terapi anti-iskemia, maka segera dirawat di ICCU; danc. EKG normal atau nondiagnostik, maka pemantauan dilanjutkan di UGD. Perhatikan monitoring EKG dan ulang secara serial dalam pemantauan 12 jam pemeriksaan enzim jantung dari mulai nyeri dada dan bila pada evaluasi selama 12 jam, bila:- EKG normal dan enzim jantung normal, pasien berobat jalan untuk evaluasi stress test atau rawat inap di ruangan (bukan di ICCU), dan- EKG ada perubahan bermakna atau enzim jantung meningkat, pasien dirawat di ICCU.4. Tatalaksana Pasien APTS/ NSTEMIDiagnosis ResikoBerdasarkan diagnosis APTS atau NSTEMI, level resiko akan kematian dan iskemia kardiak dan non fatal harus dipertimbangkan. Pengobatan dilakukan berdasarkan level resiko ini. Diagnosis suatu resiko dilakukan berdasarkan level resiko ini.4,6

Pasien Resiko TinggiJika satu atau lebih dari hal-hal di bawah ini terjadi pada pasien, hal-hal tersebut diantaranya adalah:Iskemia berulang. Dapat muncul baik itu berupa sakit dada berulang atau perubahan segmen ST yang dinamik yang terlihat pada profil EKG. (Depresi segmen ST atau penaikan segment ST sementara),terjadinya sakit dada saat istirahat > 20 menit, peningkatan level marker cardiac (CK-MB, Troponin T atau I, Protein reactive C), pengembangan ketidakstabilan hemodinamik dalam periode observasi, Aritmia mayor (fibrilasi ventricular, keberulangan tachycardia ventrikular) atau disfungsi ventricular kiri, Angina tak stabil post-infarction dini, thrombus pada angiografiPasien Resiko RendahTidak ada sakit dada berulang saat perioda observasi, tidak ada tanda angina saat istirahat, tidak ada peningkatan troponin atau marker biokimia lain, EKG normal atau tidak ada perubahan selama episode ketidaknyamanan dada.Obat yang digunakan :Aspirin & KlopidogrelJika aspirin intoleransi dan klopidogrel tidak dapat digunakan, gunakan :TiclopidineNitratTablet sublingual atau spray atau IV,β-bloker oral (jika tidak ada kontra indikasi)antagonis kalsium non-dihidropiridin jika sukar untuk meneruskan pengobatanyang terdahulu.Senyawa penurun lipidInhibitor HMG-CoA reduktase & diet LDL-c> 2.6 mmol/L (100 mg/dL) dimulai dalam 24-96 jam setelah masuk RS.Dilanjutkan pada saat keluar RS

Fibrat atau niasin jika HDL-c < 1 mmol/L (40 mg/dL) muncul sendiri atau dalam kombinasi dengan obnormalitas lipid lainFollow up dalam 2-6 mingguPengobatan Untuk Pasien Berisiko Tinggi• Istirahat di kasur dengan monitoring EKG yang tetap berlangsung• Suplemen oksigen untuk mempertahankan kejenuhan O2 > 90%.Pengobatan IskemiaNitrat• Tablet sublingual atau spray (max 3 dosis)• Jika sakit tidak berkurang, lanjutkan dengan pemakaian IV• Nitrogliserin IV lazimnya diganti dengan nitrat oral dalam 24 jam periode bebas sakit• Regimen dosis oral seharusnya memiliki interval bebas nitrat untuk mencegah berkembangnya toleransi• Kontraindikasi pada pasien yang menerima sildenafil dalam 24 jam yang lalu• Gunakan dengan perhatian pada pasien dengan gagal RVβ-bloker• Direkomendasikan jika tidak ada kontraindikasi• Jika sakit dada berlanjut, gunakan dosis pertama IV yang diikuti dengan tablet oral• Semua β-bloker itu keefektifannya sama, tetapi β-bloker tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsik lebih disukaiMorfin sulfat• Direkomendasikan jika sakit tidak kurang dengan terapi anti iskemia yang cukup dan jika terdapat kongesti pulmoner atau agitasi parah• Dapat digunakan dengan nitrat selama tekanan darah dimonitor• 1-5 mg IV setiap 5-30 menit jika diperlukan• Perlu diberikan juga obat anti muntah• Penggunaan disertai perhatian jika terjadi hipotensi pada penggunaan awal nitratPilihan Pengobatan Lain Untuk Iskemia :Antagonis Kalsium• Dapat digunakan ketika β-bloker kontra indikasi (verapamil & diltiazem lebih disukai)• Antagonis kalsium dihidropiridin dapat digunakan pada pasien yang sulit sembuh hanya setelah gagal menggunakan nitrat dan β-blokerInhibitor ACE• Diindikasikan pada hipertensi yang tetap (walaupun sedang menjalani pengobatan dengan nitrat dan β-bloker), disfungsi sistolik LV,CHF.Terapi Antiplatelet dan AntikoagulanEsensial untuk memodifikasi proses penyakit & kemungkinan perkembangannya menuju kematian, MI atau MI berulang.Aspirin dan KlopidogrelSebaiknya diinisiasi dengan baikUntuk pasien intoleransi aspirin & ketika klopidogrel tidak dapat digunakanHeparinHeparin bobot molekul rendah (LMWH = low molecular weight heparin) secara subkutan atau heparin tidak terfraksinasi (UFH = unfractioned heparin) secara IV dapat ditambahkan sebagai terapi antiplatelet.Antagonis GP IIb/IIIaPenggunaannya direkomendasikan sebagai tambahan aspirin & UFH pada pasien dengan iskemia berlanjut atau dengan risiko tinggi lainnya & untuk pasien yang intervensi koroner percutaneous direncanakan

SINDROMA KORONER AKUT

DefinisiAcute Coronary Syndrome (ACS) meliputi kondisi – kondisi dimana pada dasarnya memiliki patophysiologi sama yaitu oklusi arteri Coronaria.Anggota dari ACS :

Unstable Angina Non ST elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI)

Tatalaksana Unstable Angina dan NSTEMI prinsipnya sama, tatalaksana STEMI akan dibicarakan lebih lanjut pada topik Infark Myocard Akut.

Perhatian

- Pasien ACS biasanya datang dengan salah satu gejala dibawah ini:1. Angina berat yang diderita “baru” (<2 bulan)

Page 8: Sindrom-Koroner-Akut

2. Perburukan yang tiba-tiba dari angina yang sudah diderita ,dengan keluhan yang semakin sering, lebih berat, lebih lama dan kurang berespon terhadap obat nitrat.

3. Nyeri angina yang berlangsung > 15 menit pada saat istirahat.

Catatan:Diagnosa Non-STEMI dibuat berdasarkan riwayat nyeri dada yang spesifik, terdapat kenaikan cardiac enzymes tanpa dijumpai gelombang Q patologis pada EKG. N STEMI tidak merubah gambaran EKG.

- Gambaran EKG bisa berupa:1. depressi ST segmen2. elevasi ST segmen yang sifatnya transien, kembali ke

normal secara spontan atau akibat pemberian obat Nitrate.3. inversi gelombang T4. adanya gambaran Myocard Infark terdahulu5. Left Bundle Branch block6. perubahan minor dan tidak spesifik7. normal.EKG tidak harus menunjukkan ST elevasi yang sifatnya akut-persisten.

- Cardiac enzymes konvensional (CK, CK-MB,AST,LDH) mungkin normal atau naik. Peningkatan konsentrasi Troponin T atau I sangatlah spesifik untuk kerusakan otot jantung dan meningkatkan resiko tinggi untuk terjadinya komplikasi.Troponin T > 0,1 ug/liter dan Troponin I > 0,4 ug/liter adalah pertanda independen, yang berhubungan dengan meningkatnya resiko kematian dini pada penderita ACS tanpa gambaran ST elevasi. Semakin tinggi konsentrasi suatu Troponin semakin tinggi pula resiko kematian dalam kurun 30-42 hari pertama. Troponin yang normal atau tidak terdeteksi dalam kurun > 12 jam sejak timbulnya keluhan,menandakan resiko kecil untuk terjadinya komplikasi.

- Studi Troponin T dibandingkan Troponin I menunujukkan bahwa ke duanya sama sensitif dan spesifik, sama bagusnya dalam menilai prognosa dan mendukung perannya dalam statifikasi faktor resiko.

- Penderita ACS dengan kondisi-kondisi dibawah ini akan mengalami resiko perburukan klinis:

1. usia > 65 tahun2. adanya faktor comorbid, terutama DM3. nyeri dada spesifik > 15 menit pada saat istirahat.4. gambaran ischemic ( ST depresi) pada saat datang atau

selama serangan.5. gelombang T terbalik6. gagal ventricle kiri ( baik sebelum serangan ataupun selama

serangan).7. cardiac troponin yang positif8. peningkatan protein C reaktif (diperiksa dengan metoda high

sensitivity)

- Kategori Resiko Rendah :Troponin yang normal atau tidak terdeteksi dalam kurun > 12 jam sejak timbulnya keluhan , selanjutnya bila pasien ini memiliki EKG yang normal dan normal enzym jantungnya (CK-MB) tidak memerlukan perawatan di CCU atau HDU.

- Tujuan Terapi adalah mengontrol keluhan ,mencegah kerusakan lebih lanjut otot jantung dan kematian. Hal ini bisa dicapai dengan terapi anti ischemic dan anti thrombotic dini dan bila ini gagal bisa dilakukan mekanik revaskularisasi.

- Tatalaksana hipertensi dan gagal jantung pada fase akut dari ACS akan mengurangi stress dinding ventricle dan ischemic otot jantung dan membantu dalam proses stabilisasi pasien.

- Thrombolytic terapi tidak terbukti bermanfaat bagi pasien ACS dengan EKG tanpa ST segmen elevasi, kecuali bagi mereka dengan suspect Infark Myocard akut disertai Left bundle Branch Block.

Penatalaksanaan Monitor tanda-tanda vital pada ruang resusitasi Beri oksigen via masker Beri aspirin oral 300 mIni merupakan terapi utama pada ACS.Antiplateletnya bekerja dalam kurun 1 jam, hindari enteric-coated aspirin karena akan bekerja 3-4 jam kemudian. Aspirin mengurangi resiko kematian dan kerusakan fatal otot jantung sebanyak 50% dalam 3 bulan pertama.

Pasang IV plug dan buat pemeriksaan ; darah lengkap, urea/elektrolit/creatinie, cardiac enzymes, cardiac troponin I atau T , faal koagulasi, Cross Match

Beri IV GTN 20-200 ug/menit untuk mengurangi ischemi dan nyeri. Naikkan 5-10 ug/menit setiap 5-10 menit sampai nyeri hilang atau MAP turun 10%. Hentikan bila terjadi hipotensi.Catatan; Nitrat IV sangat berguna untuk pasien ACS dan hipertensi/ gagal jantung.Tidak terbukti pemberian Nitrate intrvena lebih efektif dari pada pemberian lewat jalur lain , tetapi pemberian intravena lebih mudah dalam titrasi/penyessuaian dosis.Nitrate dikontra indikasikan pada infark ventricle kanan.

Beri Morphine IV 2,5-5 mg dengan dosis titrasi untuk mengatasi nyeri yang menetap meskipun sudah diberikan Nitrate IV

Beri Betablocker untuk mengurangi resiko Infark bila tidak ada kontraindikasi seperti gagal jantung, gagal nafas,AV block derajad dua atau lebih, tekanan sistolik < 90 mmHg. Contoh Atenolol/Metoprolol 50-100 mg/hari

Beri Calcium Channel Blocker bersamaan dengan Betablocker atau dengan Betablocker merupakan kontraindikasi, tetapi tidak dengan gagal jantung. Titrasi sampai dicapai denyut nadi 60/ menit. Contoh Diltiazem 5 mg IV selama 2-5 menit, ulangi setiap 5-10 menit dengan dosis tidak melebihi 50 mg.Lanjutkan dengan 5-15 mg/menit.

Heparin bila diberikan IV akan mengurangi kejadian Ischemic berulang dan progresifitas menuju Q wave infark. Monitor dengan faal koagulasi.Monitor ini tidak diperlukan bila memakai Low Molecular Weight Heparin, selain itu pemakaian LMWH ini mudah diprediksi karena zat ini mengalami bioavailability lengkap.Cara pemberian 2 kali sehari SC selama 3 hari , efikasinya sama dengan penggunaan Heparin.Catatan: pemakaian obat-obatan ini terbukti mengurangi komplikasi pada penderita unstable Angina dan NSTEMI:

1. Heparin tanpa aspirin jauh lebih efektif dari placebo

2. Heparin + Aspirin lebih efektif dari pemakaian Aspirin sendiri

3. LMWH + Aspirin lebih efektif dari pemakaian Aspirin sendiri

Kasus-kasus dengan resiko tinggi harus diterapi dengan Glycoprotein IIb/IIIa inhibitor selama 96 jam pertama. Demikian pula pada kasus dengan peningkatan Troponin yang dijadwalkan Percutaneous Coronary Intervention yang sudah mendapatkan unfractionated Heparin.Contoh abxicimab,tirofiban,eptifibatide.

Deteksi dan koreksi faktor pencetus seperti anemi, demam, thyrotoxicosis,hypoxia, tachydysrhythmia, aorta stenosis, obat-obat sympathomimetk

Buat Foto Ro thorak Rawat CCU.

Diagnosa Unstable Angina hanya berdasarkan klinis tanpa perubahan pada EKG atau perubahan yang tidak spesifik dan pasien sudah bebas dari nyeri dadanya.

Monitor pasien di ruang intermediate. Beri Aspirin 300 mg oral Pasang IV plug dan buat pemeriksaan ; darah lengkap,

urea/elektrolit/creatinie, cardiac enzymes, cardiac troponin I atau T , faal koagulasi, Cross Match

Pasang Nitroderm patch 5-10 mg tergantung tekanan darah Buat foto Thorak Rawat di bagian Penyakit Jantung

SINDROMA KORONER AKUT (ACUTE CORONARY SYNDROME) 10s PendahuluanPrevalensi penyakit kardiovaskular di Indonesia semakin hari semakin meningkat dari tahun ketahun. Survey Kesehatan Runah Tangga Departemen Kesehatan RI tahun 1992 menunjukkan bahwa penyakit tersebut telah menempati urutan pertama dalam penyebab kematian di Indonesia. Di Amerika Serikat,karena upaya masyarakat ,pelayanan kesehatan yang baik dan peranan dari pemerintah dalam menanggulangi penyakit kardiovaskular angka kejadian penyakit

Page 9: Sindrom-Koroner-Akut

tersebut menurun , namun masih merupakan penyebab utama kematian .Dilaporkan bahwa setiap tahun terdapat 1,5 juta penderita infark miokard dan terjadi kematian sejumlah 500.000 pasien pertahun. Ternyata 50 persen dari kematian tersebut justru terjadi sebelum penderita sampai di rumah sakit,yang terjadi pada jam-jam pertama serangan akibat komplikasi IMA terutama vibrilasi ventrikel (VF).Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan suatu spektrum pasien- pasien yang mengalami nyeri dada angina atau keluhan lain akibat ischemic miokard. Terdiri dari Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS),Infark Miokard ( Non Q atau Q wave Miokard Infark).Ketiga keadaan tersebut merupakan keadaan kegawatan dalam kardiovaskuler yang memerlukan tatalaksana yang baik untuk menhindari tejadinya suddent death.Definisi Sindroma Koroner Akut (SKA)Istilah SKA mulai dipakai sejak tahun 1994,terminologi ini dipakai untuk menunjukkan pasien dengan nyeri dada iskemik. Sakit dada merupakan keluhan yang tersering ,yaitu terjadi pada 70-80 % pasien SKA.Sindroma koroner akut,merupakan sindroma klinis akibat adanya penyumbatan pembuluh darah koroner baik bersifat intermiten maupun menetap akibat rupturnya plak atherosklerosis. Yang termasuk dalam kelompok tersebut adalah Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS),Infak Miokard baik dengan gelombang Q maupun tanpa gelombang Q (non Q infark ) .Penggabungan ke 3 hal tersebut dalam satu istilah SKA,hal ini didasarkan kesamaan dalam pathofisiologi,proses terjadinya arterosklerosis serta rupturnya plak atherosklerosis yang menyebabkan trombosis intravaskular dan gangguan suplay darah miokard.EPIDEMIOLOGISetiap tahun di Amerika Serikat 1.300.000 pasien dirawat di RS dengan APTS / Infark Miokard non Q, dibandingkan 350.000 pasien Infark miokard dengan gelombang Q(ST elevasi).Patofisiologi AKS1.Ruptur plakAtherosklerosis merupakan suatu proses yang tersembunyi yang telah dimulai 20-30 tahun sebelum timbunya keluhan klinis. Hiperkolesterolemia,hipertensi dan faktor risiko lainnya menyebabkan kerusakan pada sel endotel pembuluh darah,dimana proses atherosklerosis dimulai. Adanya kerusakan sel endotel membuat macropag lebih mudah menempel dan melakukan penetrasi kedalam sel endotel. Molekul Low density lipoprotein (LDL) kolesterol dapat melakukan penetrasi ke dalam dinding p.darah. LDL yang masuk kedalam dinding p.darah akan difagosit (dimakan)oleh Macrofag dan kemudian menjadi Sel busa (foam sel) sel inilah yang kemudian akan menjadi plak atherosklerotik.Lesi plak dengan stenosis kurang dari 50% lebih cenderung mengalami ruptur.Berbagai faktor yang berperanan tehadap ruptur plak antara lain disfungsi sel endotel, komponen lipid yang ada pada plak,derajat inflamasi lokal,tonus arteri pada daerah dengan plak yang ireguler,lokal tekanan shear stress ,fungsi trombosit dan status sistem koagulasi.Sedangkan faktor yang dapat mempresipitasi ruptur plak adalah variasi sirkadian tekanan darah, denyut jantung,stres emosional,latihan fisik.2.InflamasiAkhir-akhir ini ramai dibicarakan peranan inflamasi terhadap AKS.Bukti klinis adanya peranan inflamasi terhadap terjadinya atherosklerosis dan AKS telah dilaporkan. Infeksi agen seperti Clamydia pneumoniae terlihat sebagai salah satu penyebab infalamasi yang difus pada atheroseklerosis.Studi histologis dan Pilot treatment trial membuktikan Clamydia pneumoniae penting dan potensial untuk diterapi sebagai penyebab AKS3.TrombosisPeranan sentral trombnosis arteri koroner dalam patogenesis AKS ditunjang oleh bukti-bukti:a.Pada autopsi didapat adanya trombus pada daerah ruptur plakb.Spesimen yang diambil pada aterektomi koroner pada pasien akut infark atau APTS menunjukkan tingginya insiden lesi trombosis akut.c.Pada pengamatan dengan angioskopi koroner sering terlihat adanya trombus.d.Pada angiograpi koroner adanya ulserasi atau ireguleritas menunjukkan adanya ruptur plak dan atau trombus .Presentasi Klinis,Diagnosis dan Penilaian RisikoAnamnesa dan Pemeriksaan Fisik

1.Nyeri dada khas anginaNyeri dada khas angina berupa nyeri dada rasa berat/ ditindih/dihimpit didaerah retrosternal menjalar kelengan kiri, leher rasa tercekik atau rasa ngilu rahang bawah yang timbul saat aktivitas dan bekurang saat istirahat. Untuk nyeri dada angina lamanya <20 menit. Untuk nyeri dada infark nyeri >20 menit dan tidak berkurang walau dengan pemberian nitrat.2.Biasanya disertai gejala sistemik berupa mual,muntah dan keringat dingin dan kadang-kadang bisa sampai pingsan.3.Nyeri epigastrium4.Nyeri dada tidak khasNyeri dada yang tidak disertai penjalaran, atau kadang-kadang hanya keringat dingin dan lemas saat aktivitas biasanya terjadi pada orang tua atau pada penderita diabetes melitus.5.Nyeri dada angina equivalenpresentasi klinis tidak berupa nyeri dada tetapi sesak napas.6.Pingsan, terutama pada orang tua.EKGPemeriksaan EKG memegang peranan penting dalam mendiagnosa AKS.Pemeriksaan tyang sederhana,murah tapi mempunyai nilai klinis yang tinggi.Pada APTS/ Non Q infark,perubahan berupa adanya ST segmen depresi atau T inversi ,Hal ini harus dibedakan dengan tanda hipertropi ventrikel kiri.

Gambaran EKG berupa ST DepresiPada akut infark dengan gelombang Q, didapat adanya ST segemen Elevasi,yang pada jam awal masih berupa hiperakut T (gelombang T tinggi ) yang kemudian berubah menjadi ST elevasi. Adanya new RBBB/LBBB juga merupakan tanda perubahan ECG pada infark gelombang Q.

Gambaran EKG berupa ST ElevasiPada penderita dengan nyeri dada sementara ECGnya normal menunjukkan besar kemungkinan nonkardiac pain.Sementara progonosis dengan perubahan ecg hanya T inverted lebih baik dari ST segmen depresi yang masuk dalam risiko tinggi.Enzim JantungMarker yang biasa dipakai sebagai petunjuk adanya kerusakan miokard ialah enzym CK (Creatinin kinase ) dan CK-MB(isoenzym CK) merupakan gold standar. Enzym ini baru meningkat setelah 4 jam serangan.Tak heran pada jam-jam awal nilainya masih dalam batas normal.Selain marker tersebut akhir-akhir ini sudah bekembang dengan pemeriksaan lain yang dapat dideteksi lebih awal adanya kerusakan otot jantung,yaitu pemeriksaan Myoglobin (meningkat dalam 2-3 jam pertama), Troponin T dan I yang meningkat 3-12 jam setelah infark.Penderita dengan perubahan ECG dan troponin T +, merupakan risiko

Page 10: Sindrom-Koroner-Akut

tinggi dibandingkan dengan Troponin T negative. Troponin T +,menunjukkan risiko terhadap komplikasi jangka pendek dan jangka panjang yang tinggi.Diagnosis AKSDiagnosis AKS didasarkan kepada 3 hal :1.Presentasi Klinis adanya angina2.Perubahan EKG3.Peningkatan enzim jantungUntuk Diagnosis APTS , adanya satu atau dua kriteria yang pertama yaitu:1.Adanya keluhan nyeri dada khas angina ,biasanya lama < 20 menit,berkurang dengan pemberian obat nitrat.2.Terdapat perubahan EKG berupa ST segmen elevasl/ T inversiYang termasuk dalam APTS yaitu Angina saat istirahat,Progresif angina, Angina First Onset,Angina pasca infark,Printzmeta’s angina.Untuk Diagnosis Akut Myokardial infark, harus memenuhi minimal 2 dari ke 3 kriteria diatas.Biasanya pada jam awal-awal serangan kita hanya mendapatkan 2 gejala pertama ,yaitu nyeri dada khas infark yang sering diikuti gejala sistemik (mual.muntah atau keringat dingin), dan perubahan EKG . Untuk Infark Non Q, hanya berupa ST segmen depresi /T inverted sama dengan APTS. Yang membedakan antara APTS denagan Acute Non Q Infark ,pada APTS tidak terdapat kenaikan enzim (CK-CKMB) .Sedang yang membedakan antara Akut Non Q dengan Q infark, pada Akut Q infark ECG menunjukkan adanya ST elevasi minimal 2 mv pada ektremitas lead,atau 1 mv pada precordial lead.TATALAKSANATujuan terapi pada penderita AKS, Yaitu men-stabilkan angina (pada APTS) dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada infark.Masa-masa kritis pada penderita infark adalah 2 jam pertama setelah serangan,dimana komplikasi gangguan listrik jantung yang fatal VT-VF merupakan hal yang paling sering sebagai penyebab suddent death.UMUM1.ABCs2.Segera pasang IV line3.Oksigen4.Nitral (cedocard) sublingual5.Nitrogliserin oral atau infus (drip)6.Aspirin 160 mg dikunyah7.Pain killer (Morphine/Petidine)8.Penderita dirawat di CVCU/ICCU,memerlukan monitor ketatKHUSUS1.B Bloker,mengurangi konsumsi oksigen.Pilihan pada B Bloker non ISA.KI pada AV blok,Asma Bronkial,Severe LHF. Pemberian B bloker dapat menurunkan progresif AKS sekitar 13 %2.ACE Inhibitor hari pertama serangan, mampu menurunkan mortalitas fasca infark. GISSI-3,ISIS-4 dan Chinese Study.3.Lipid Lowering Terapi (atorvastatin ), MIRACLE study4.Tombolitik TerapiStreptokinaseRTPAPemberian Trombolitik terapi hanya pada Infrak dengan Gelombang Q (ST elevasi),sedang pada infark non Q dan APTS tidak ada manfaat pemberian trombolitk.5. HeparinUFH (unfraksional heparin), risiko perdarahan memerlukan monitor APTTT,dosis bolus 5000 IU,diikuti dengan infus 1000 IU/jam (2-2,5 x nilai APTT baseline)Low Molucle Weight Heparin (LMWH) lebih aman,risiko perdarahan kecil dan tidak memerlukan pemantauan APTT. Dosis sesuai dengan berat badan,1 mg/kgBB.6.Platelet Gliko Protein (GP) Iib/IIIa reseptor Bloker.diogunakan untuk pencegahan pembekuan darah lebih lanjut,fibrinolisis endogen dan mengurangi derajat stenosis.7.Primary dan Rescue PTCA,Di senter-senter yang fasilitas cath-lab dan tenaga ahli yang lengkap ,jarang memberikan trobolitik biasanya penderita langsung didorong ke kamar cateterisasi untuk dilakukan PTCA, dan pada mereka yang gagal dalam pemberian trombolitk dilaukan rescue PTCA.8.CABGKomplikasi1.Sjok cardiogenik (bila lebih 30 % LV yang nekrosis)suddent death,pada jam-jam pertama.2.Aritmia malignant (VT-VT)–3.Mechanical ruptur, MR akut, VSD4.Heart Failure5.Gangguan hantaran

Acute Miocard Infark (AMI)DEFINISISerangan Jantung (infark miokardial) adalah suatu keadaan dimana secara tiba-tiba terjadi pembatasan atau pemutusan aliran darah ke jantung, yang menyebabkan otot jantung (miokardium) mati karena kekurangan oksigen.Proses iskemik miokardium lama yang mengakibatkan kematian (nekrosis) jaringan otot miokardium tiba-tiba.ETIOLOGISerangan jantung biasanya terjadi jika suatu sumbatan pada arteri koroner menyebabkan terbatasnya atau terputusnya aliran darah ke suatu bagian dari jantung. Jika terputusnya atau berkurangnya aliran darah ini berlangsung lebih dari beberapa menit, maka jaringan jantung akan mati.

Kemampuan memompa jantung setelah suatu serangan jantung secara langsung berhubungan dengan luas dan lokasi kerusakan jaringan (infark).Jika lebih dari separuh jaringan jantung mengalami kerusakan, biasanya jantung tidak dapat berfungsi dan kemungkinan terjadi kematian. Bahkan walaupun kerusakannya tidak luas, jantung tidak mampu memompa dengan baik, sehingga terjadi gagal jantung atau syokJantung yang mengalami kerusakan bisa membesar, dan sebagian merupakan usaha jantung untuk mengkompensasi kemampuan memompanya yang menurun (karena jantung yang lebih besar akan berdenyut lebih kuat).Jantung yang membesar juga merupakan gambaran dari kerusakan otot jantungnya sendiri. Pembesaran jantung setelah suatu serangan jantung memberikan prognosis yang lebih buruk.Penyebab lain dari serangan jantung adalah:Suatu bekuan dari bagian jantungnya sendiri. Kadang suatu bekuan (embolus) terbentuk di dalam jantung, lalu pecah dan tersangkut di arteri koroner.Kejang pada arteri koroner yang menyebabkan terhentinya aliran darah. Kejang ini bisa disebabkan oleh obat (seperti kokain) atau karena merokok, tetapi kadang penyebabnya tidak diketahui.EPIDEMIOLOGIKematian mendadak, yang dalam bahasa aslinya disebut sudden cardiac death, didefinisikan sebagai kematian yang tidak terduga atau proses kematian yang terjadi cepat, yaitu dalam waktu 1 wad sejak timbulnya gejala. Sekitar 93 persen SCD adalah suatu kematian aritmik. Artinya, kematian terjadi akibat timbulnya gangguan irama jantung yang menyebabkan kegagalan sirkulasi darah.Di negara maju seperti Amerika Serikat, kejadian sudden cardiac death (SCD) mencapai 400.000 kasus per tahun. Jumlah ini hampir 50 persen dari seluruh kematian yang terjadi. Keadaan yang sama bisa jadi dialami juga oleh negara kita, khususnya di perkotaan, di mana pola penyakitnya sudah sama dengan pola penyakit negara-negara maju.SCD dapat terjadi pada orang yang memiliki sakit jantung yang manifes secara klinis maupun pada penyakit jantung yang “silent”. Artinya, kematian mendadak dapat terjadi baik pada mereka yang telah diketahui menderita sakit jantung sebelumnya maupun pada mereka yang dianggap sehat-sehat saja selama ini.Wanita yang pernah mengalami serangan jantung atau infark miokard akut (IMA) memiliki peluang yang sama dengan pria untuk mengalami SCD.Studi Framingham, suatu landmark studi epidemiologik jangka panjang, menunjukkan bahwa pada penderita dengan riwayat penyakit jantung, pria mempunyai risiko SCD 2-4 kali lipat dibandingkan dengan wanita.Sementara itu, data yang lebih baru dari Abildstrom dan kawan-kawan yang melakukan studi prospektif selama empat tahun pada 6.000 pasien yang selamat dari IMA menemukan bahwa pria mengalami SCD hanya 1,3 kali lebih sering dibanding wanita. Temuan yang dipublikasikan tahun 2002 itu menunjukkan terjadi peningkatan SCD pada wanita.Sejumlah besar data menunjukkan bahwa wanita dan dokternya harus memahami bahwa penyakit jantung dan SCD bukan hanya isu kaum adam atau manula saja. Beberapa peneliti dari National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion Amerika Serikat mendapatkan bahwa kejadian kematian mendadak yang disebabkan penyakit jantung yang dialami oleh wanita muda meningkat lebih dari 31 persen selama periode 1989-1996. Padahal, pria hanya mengalami peningkatan sekitar 10 persen selama periode yang sama.Temuan ini sangat mengejutkan para ahli sehingga secara aktif digali

Page 11: Sindrom-Koroner-Akut

faktor-faktor yang diduga menyebabkan keadaan tersebut. Peningkatan yang bermakna dari frekuensi kejadian diabetes, overweight dan obesitas pada wanita, kecenderungan meningkatnya wanita perokok, dan screening kesehatan serta pengobatan penyakit jantung yang kurang agresif pada wanita dibandingkan pria diduga merupakan faktor-faktor yang turut berperan pada peningkatan SCD pada wanita.Kemudian, data lain juga menunjukkan bahwa wanita kurang menyadari gejala serangan jantung sehingga terlambat mendapatkan pertolongan. Wanita tidak mendapatkan perawatan yang tepat waktu karena mereka dan dokternya lambat mengambil kesimpulan terhadap suatu gejala penyakit jantung.Badan epidemiologi nasional di Amerika mendapatkan bahwa proporsi wanita yang mengalami kematian di luar rumah sakit lebih tinggi dari pada pria. Hampir 52 persen wanita yang mengalami SCD terjadi di luar rumah sakit, dibandingkan hanya 42 persen pada pria. Hal ini terjadi karena gejala penyakit jantung pada wanita sering berbeda dengan pria sehingga terlambat dikenali.PATOFISIOLOGIKebanyakan pasien dengan infark miokard akut mencari pengobatan karena rasa sakit didada. Namun demikian ,gambaran klinis bisa bervariasi dari pasien yang datang untuk melakukan pemeriksaan rutin, sampai pada pasien yang merasa nyeri di substernal yang hebat dan secara cepat berkembang menjadi syok dan eadem pulmonal, dan ada pula pasien yang baru saja tampak sehat lalu tiba-tiba meninggal. Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina,tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada pappa atau perasaan akan datangnya kematian. Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia prejudice bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal dipagi hari. Nitrogliserin tidaklah mengurangkan rasa sakitnya yang bisa kemudian menghilang berkurang dan bisa pula bertahan berjam-jam malahan berhari-hari. Nausea dan vomitus merupakan penyerta rasa sakit tsb dan bisa hebat, terlebih-lebih apabila diberikan martin untuk rasa sakitnya.Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik, mencengkeram atau membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia menyebar kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas (sehingga ia mirip dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau pancreatitis akut).Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit. Namun hila pasien-pasien ini ditanya secara cermat, mereka biasanya menerangkan adanya gangguan pencernaan atau rasa benjol didada yang samar-samar yang hanya sedikit menimbulkan rasa tidak enak/senang. Sekali-sekali pasien akan mengalami rasa napas yang pendek (seperti orang yang kelelahan) dan bukanya tekanan pada substernal.Sekali-sekali bisa pula terjadi cekukan/singultus akibat irritasi diapragma oleh infark dinding inferior. pasien biasanya tetap sadar ,tetapi bisa gelisah, cemas atau bingung. Syncope adalah jarang, ketidak sadaran akibat iskemi serebral, sebab cardiac output yang berkurang bisa sekali-sekali terjadi.Bila pasien-pasien ditanyai secara cermat, mereka sering menyatakan bahwa untuk masa yang bervariasi sebelum serangan dari hari 1 hingga 2 minggu ) ,rasa sakit anginanya menjadi lebih parah serta tidak bereaksi baik tidak terhadap pemberian nitrogliserin atau mereka mulai merasa distres/rasa tidak enak substernal yang tersamar atau gangguan pencernaan (gejala -gejala permulaan /ancaman /pertanda). Bila serangan-serangan angina menghebat ini bisa merupakan petunjuk bahwa ada angina yang tidak stabil (unstable angina) dan bahwasanya dibutuhkan pengobatan yang lebih agresif.Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai abu dengan berkeringat , kulit yang dingin .walaupun bila tanda-tanda klinis dari syok tidak dijumpai.Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV yang komplit atau inkomplit. Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai membaik, tetapi demam sering berkembang. Suhu meninggi untuk beberapa hari, sampai 102 derajat Fahrenheid atau lebih tinggi, dan kemudian perlahan-lahan turun ,kembali normal pada akhir dari minggu pertama.DIAGNOSAPada EKG terdapat elevasi segmen ST diikuti dengan perubahan sampai inverse gelombang T, kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal di dua sadapan. Peningkatan kadar enzim atau isoenzim merupakan indikator spesifik infark miokard akut, yaitu kreatinin fosfikinase (CPK/CK), SGOT, laktat dehidrogenase (LDH),

alfa hidrokasi butirat dehidrogenase (?-HBDH) troponin T, dan isoenzim CPK MP atau CKMB. CK meningkat dalam 4-8 jam, kemudian kembali normal setelah 48-72 jam. Tetapi enzim ini tidak spesifik karena dapat disebabkan penyakit lain, seperti penyakit muskular, hipotiroid, dan strok. CKMB lebih spesifik, terutama bila rasio CKMB : CK > 2,5 % namun nilai kedua-duanya harus meningkat dan penilaian dilakukan secara serial dalam 24 wad pertama. CKMB mencapai puncak 20 wad setelah infark. Yang lebih sensitif adalah penilaian rasio CKMB2 : CKMB1 yang mencapai puncak 4-6 wad setelah kejadian. CKMB2 adalah enzim CKMB dari miokard, yang kemudian diproses oleh enzim karboksipeptidase menghasilkan isomernya CKMB1. Dicurigai bila rasionya > 1,5, SGOT meningkat dalam12jam pertama, sedangkan LDH dalam 24 wad pertama. Cardiac specific troponin T (cTnT) dan Cardiac specific troponin I (cTnI) memiliki struktur asam amino berbeda dengan yang dihasilkan oleh otot rangka. Enzim cTnT tetap tinggi dalam 7-10 hari, sedangkan cTnI dalam 10-14 hari.Reaksi nonspesifik berupa leukositosis plimorfonuklear (PMN) mencapai 12.000-15.000 dalam beberapa wad dan bertahan 3-7 hari. Peningkatan LED terjadi lebih lambat, mencapai puncaknya dalam 1 minggu, dan dapat bertahan 1-2 minggu.Pemeriksaan radiologi berguna bila ditemukan adanya bendungan paru (gagal jantung) atau kardiomegali. Dengan ekokardiografi 2 dimensi dapat ditentukan daerah luas infark miokard akut fungsi pompa jantung serta komplikasi.PENATALAKSANAAN1.Istirahat total.2.Diet makanan lunak/saring serta rendah garam (bila gagal jantung).3.Pasang infus dekstrosa 5% untuk persiapan pemberian obat intravena.4.Atasi nyeri :a.Morfin 2,5-5 mg iv atau petidin 25-50 mg im, bisa diulang-ulang.b.Lain-lain : nitrat, antagonis kalsium, dan beta bloker.c.oksigen 2-4 liter/menit.d.sedatif sedang seperti diazepam 3-4 x 2-5 mg per oral. Pada insomnia dapat ditambah flurazepam 15-30 mg.5.Antikoagulan :a.Heparin 20.000-40.000 U/24 wad iv tiap 4-6 wad atau drip iv dilakukan atas indikasib.Diteruskan asetakumoral atau warfarinc.Streptokinase / trombolisis6.Pengobatan ditujukan sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran pembuluh darah koroner. Bila ada tenaga terlatih, trombolisis dapat diberikan sebelum dibawa ke rumah sakit. Dengan trombolisis, kematian dapat diturunkan sebesar 40%.Tindakan Pra Rumah Sakit Sebagai obat penghilang rasa sakit dan penenang,diberikan morfin 2,5-5 mg atau petidin 25-50 mg iv perlahan-lahan. Hati-hati pada penggunaan morfin pada IMA inferior karena dapat menimbulkan bradikardi dan hipotensi, terutama pada pasien asma bronkial danusia tua. Sebagai penenang dapat diberikan diazepam 5-10 mg.Diberikan infus dekstrosa 5% atau NaCl 0,9% dan oksigen 2-4 l/menit. Pasien dapat dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas ICCU. Bila ada tenaga terlatih beserta fasilitas konsultasi (EKG transtelfonik/tele-EKG) trombolisis dapat dilakukan. Pantau dan obati aritmia maligna yang timbul.Tindakan Perawatan di Rumah Sakit Pasien dimasukkan ke ICCU atau ruang rawat dengan fasilitas penanganan aritmia (monitor). Lakukan tindakan di atas bila belum dikerjakan. Ambil darah untuk pemeriksaan darah rutin, gula darah, BUN, kreatinin,CK,CKMB, SGPT,LDH, dan elektrolit terutama K+ serum. Pemeriksaan pembekuan meliputi trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, Prothrombine Time (PT), dan Activated Partial Thromboplastin Time (APPT). Pemantauan irama jantung dilakukan sampai kondisi stabil. Rekaman EKG dapat diulangi setiap hari selama 72 wad pertama infark.Nitrat sublingual atau transdermal digunakan untuk mengatasi angina,sedangkannitrat iv diberikan bila sakit iskemia berulang atau berkepanjangan. Bila masih ada rasa sakit dapat diberikan morfin sulfat 2,5 mg iv dan dapat diulangi setiap 5-30 menit sampai rasa sakit hilang. Selama 8 wad pasien dipuasakan dan selanjutnya diberi makanan cair atau lunak dalam 24 wad pertama dan dilanjutkan dengan makanan lunak. Laksan diberikan untuk mencegah konstipasi.Pengobatan TrombolitikObat trombolitik yaitu streptokinase , urokinase, aktivator plasminogen jaringan yang dikombinasi, disebut recombinant TPA (r-TPA), dan anisolylated plasminogen actvator complex (ASPAC).yang terdapat di Indonesia hanya stresptokinase dan r-TPA. Recombinant TPA bekerja

Page 12: Sindrom-Koroner-Akut

lebih spesifik pada fibrin dibandingkan streptokinase dan waktu paruhnya lebih pendek. Obat ini menyebabkan reaksi alergi danhipotensi sehingga tidakboleh diulangi bila dalam 1 tahun sebelumnya telah diberikan, atau pasien dalam keadaan syok.Indikasi trombolitik adalah pasien berusia di bawah 70 tahun,nyeri pappa dalam 12 jam, elevasi RT > 1 mm pada sekurang-kurangnya 2 sadapan. Recombinant TPA sebaiknya diberikan pada infarkmiokard kurang dari 6 wad (window time).Kontraindikasi trombolitik adalah perdarahan organ dalam diseksi aorta, resusitasi jantung paru yang traumatik dan berkepanjangan, trauma kepala yang baru atau adanya neoplasma pada intrakranial, retinopati diabetik hemotragik, kehamilan, tekanan darah di atas 200/120 mmHg, serta riwayat perdarahan otak.Sebelum pemberian trombolitik diberikan aspirin 160 mg untuk dikunyah. Streptokinase diberikan dengan dosis 1,5 juta unit dalam 100 ml NaCl 0,9% selama 1 jam. Dosis r-TPA adalah 100mg dalam 3 wad dengan cara 10 mg diberikan dulu bolus iv,lalu 50 mg dalam infus selama 1 wad dan sisanya diselesaikan dalam 2 wad berikutnya. Penelitian GUSTO (1993) menunjukkan, pemberian 15 mg r-TPA secara bolus diikuti dengan 0,75 mg/kgBB dalam wad dan sisanya 0,5 mg/kgBB dalam 1 wad memberikan hasil lebih baik. Dosis maksimum 100 mg.Heparin diberikan setelah streptokinase bila terdapat inferk luas, tanda-tanda gagal jantung, atau bila diperkirakan pasien akan dirawat lama. Bila diberikan r-TPA, heparin diberikan bersama-sama sejak awal.Cara pemberian heparin adalah bolus 5.000 unit iv dilanjutkan dengan infus krang lebih 1.000 unitper wad selama 4-5 hari dengan menyesuaikan APTT 1,5-2 kali nilai normal.PECEGAHAN Sedapat mungkin mengurangi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit arteri koroner, terutama yang dapat dirubah oleh penderita:Berhenti merokokMenurunkan berat badanMengendalikan tekanan darahMenurunkan kadar kolesterol darah dengan diet atau dengan obatMelakukan olah raga secara teratur.PROGNOSISTiga faktor penting yang menentukan indeks prognosis, yaitu potensi terjadinya aritmia yang gawat, potensi serangan iskemia lebih jauh, dan potensi pemburukan gangguan hemodinamik.Sebagian besar penderita yang bertahan hidup selama beberapa hari setelah serangan jantung dapat mengalami kesembuhan total; tetapi sekitar 10% meninggal dalam waktu 1 tahun. Kematian terjadi dalam waktu 3-4 bulan pertama, terutama pada penderita yang kembali mengalami angina, aritmia ventrikuler dan gagal jantung.

Obat untuk angina pectoris nitrat

Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan efektivitas mengurangi preload adan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen. Nitrat juga menambah oksigen suplai dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau melalui infus intravena; yang ada di Indonesia terutama isosorbid dinitrat, yang dapat diberikan secara intravena dengan dosis 1-4 mg per jam. Karena adanya toleransi terhadap nitrat, dosis dapat dinaikkan dari waktu ke waktu. Bila keluhan sudah terkendali infus dapat diganti isosorbid dinitrat per oral.

Penyekat BetaPenyekat beta dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Data-data menunjukkan penyekat beta dapat memperbaiki morbiditas dan mortalitas pasien dengan infark miokard, meta analisis dari 4700 pasien dengan angina tak stabil menunjukkan penyekat beta dapat menurunkan risiko infark sebesar 13 % (p<0,04).Semua pasien dengan angina tak stabil harus diberi penyekat beta kecuali ada kontraindikasi. Berbagai macam beta blocker seperti propanolol, metoprolol, atenolol, telah diteliti pada pasien dengan angina tak stabil, yang menunjukkan efektivitas yang serupa.Kontar indikasi pemberian penyekat beta antara lain pasien dengan asma bronkial, pasien dengan bradiaritmia.

Antagosis Kalsium

Antagosis kalsium dibagi dalam 2 golongan besar: golongan dihidropiridin seperti nifedipin dan golongan non dihirdropiridin seperti diltiazem dan verapamil. Kedua golongan dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menunjukkan tekanan darah.Golongan dihidropiridin mempunyai efek vasodilatasi lebih kuat dan penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit, dan efek inotropik negatif juga lebih kecil.Meta analisis studi pada pasien dengan angina tak stabil yang mendapati antagonis kalsium, menunjukkan tak ada pengurangan angka kematian dan infark. Pada pasien yang sebelumnya tidak mendapat antagonis pemberian nifedipin menaikkan infark dan angina yang rekuren sebesar 16%, sedangkan kombinasii nifedipin dan metoprolol dapat mengurangi kematian dan infark sebesar 20%. Tapi kedua studi secara statistik tak bermakna. Kenaikan mortalitas mungkin karena pemberian nifedipin menyebabkan takikardi dan kenaikan kebutuhan oksigen.Verapamil dan diltiazem dapat memperbaiki survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload memberikan keuntungan pada golongan nondihidropiridin. Pada pasien SKA dengan faal jantung normal. Pemakaian antagonis kalsium biasanya pada pasien yang ada kontraindikasi dengan antagonis atau telah diberi penyekat beta tapi keluhan angina masih refrakter.Obat Anti Agregasi Trombosit

AspirinBanyak studi telah membuktiksn bshws sdpirin dapat mengurangi kematian jantung dan infark fatal maupun non fatal dari 51% -72% pada pasien dengan angina tak stabil. Oleh klarena itu aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur hidup dengan dosis awal 160 mg perhari dan dosis selanjutnya 80 sampai 3325 mg perhari.

TiklopidinTiklopidin suatu derivat tienopiridin merupakan obat lini kedua dalam pengobatan angina tak stabil bila pasien tidak tahann aspirin. Studi dengan tiklopidin dibandingkan plasebo pada angina tak stabil ternyata menunjukkan bahwa kematian dan infark non fatal berkurang 46,3%. Dalam pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek samping granulositopenia, dimana insidens 2,4%. Dengan adanya klopidogrel yang lebih aman pemakaian tiklopidin mulai ditinggalkan.

Klopidogrel Inhibitor Glikoprotein IIb/IIIa

Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP Iib/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi.Obat Anti Trombinn

Unfractionated HeparinHeparin adalah glikosaminoglikan yangterdiri dari pelbagai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang berebda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan heparin, akan bekerja menghambat trombin dan faktor Xa. Heparin juga mengikat protein plasma yang lain, sel darah dan sel endotel, yang akan mempengaruhi bioavailabilitas. Kelemahan lain heparin adalah efek terhadap trombus yang kaya trombosit dan heparin dapat dirusak oleh platelet faktor IV.

Low Molecular Weight HeparinLow molecular weight heparin (LMWH) dibuat dengan melakukan depolimerasi rantai polisakarida heparin. Kebanyakan mengandung sakarida kurang dari 18 dan hanya bekerja pada factor Xa, sedangkan heparin menghambat factor Xa dan trombin. Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH mempunyai ikatan terhadap protein plasma kurang, bioavailabilitas lebih besar dan tidak mudah dinetralisir oleh faktor IV, lebih besar pelepasan tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dan kejadian trombositopenia lebih sedikit.Direct Trombin InhibitorsDirect trombin inhibitor secara teoritis mempunyai kelebihan karena bekerja langsung mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma protein maupun platelet faktor IV. Activated partial thromboplastin time dapat dipakai untuk memonitor aktivitas antikoagulasi, tetapi biasanya tidak perlu. Hirudin dapat menurunkan angka kematian infark miokard, tetapi komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin juga menunjukkan efektivitas yang sama dengan efek samping perdarahan kurang dari heparin. Bilivarudin telah disetujui untuk menggantikan heparin pada pasien angina tyak stabil yang menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada efek samping trombositopenia akibat heparin (HIT).