sfs 4.docx
-
Upload
dezika-geniya -
Category
Documents
-
view
192 -
download
11
Transcript of sfs 4.docx
Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Senin/18 Maret 2013Struktur dan Fungsi Subseluler Waktu : 08.00 – 11.00 WIB
PJP : Syaefudin, M.SiAssisten : Tuhfah Amaliah
Edwin Afitriansyah Mina Ervani S.
Nurul Syifa
FRAKSINASI SUBSELULAR
Kelompok 15
Dezika Geniya G84110065Renti Efraim M. Simamora G84110027Rizka Syah Putri G84110064
DEPARTEMEN BIOKIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR
2013
Pendahuluan
Fraksinasi subselular adalah proses pembukaan suatu sel contohnya
dengan cara homogenisasi, dan pemisahan berbagai organel dari satu sama lain
dengan metode sentrifugasi. Kecepatan tertentu pada sentrifugasi akan
memisahkan organel-organel subselular berdasarkan ukurannya. Alat sentrifus
akan menghasilkan gaya untuk memisahkan berbagai organel dalam bentuk pelet
pada bagian dasar tabung sentrifus. Apabila sentrifus dilakukan dengan gaya yang
lebih rendah, akan diperoleh pelet yang mengandung nukleus, mitokondria,
kloroplas, dan lisosom namun untuk mendapatkan pelet yang mengandung
retikulum endoplasma, aparatus golgi, dan membran plasma diperlukan gaya yang
lebih tinggi lagi (Hames dan Hooper 2005).
Fraksinasi subselular umumnya dilakukan dengan tiga tahapan. Pertama,
mengkonversikan suatu jaringan atau suspensi sel menjadi homogenat.
Pengkonversian ini salah satunya dapat dilakukan dengan menggunakan
homogenizer. Kedua, umumnya dilakukan sentrifus yang bertujuan memisahkan
homogenat menjadi beberapa fraksi. Fraksi-fraksi ini terbentuk akibat adanya
perbedaan komponen secara fisik seperti berdasarkan massa, gradien densitas dan
koefisien pengendapan. Tahapan ketiga yaitu proses analisis fraksi yang telah
diisolasi (Cutler 2004).
Selama bertahun-tahun, tikus telah dijadikan bahan percobaan pada
berbagai bidang eksperimen. Percobaan menggunakan galur tikus ini bertujuan
memudahkan pemahaman terhadap ilmu genetika, efek suatu zat kimia pada
makhluk hidup, dan banyak topik lainnya yang berkaitan dengan kesehatan dan
obat-obatan (Krinke 2000). Banyak peneliti telah mengelompokkan galur tikus
yang umumnya digunakan untuk eksperimen, yang paling sering digunakan
adalah tikus albino Wistar. Selain tikus albino Wistar, ada beberapa galur lain
yang umum digunakan seperti Sprague Dawley, Fischer 344, dan galur albino
Holtzman. Tikus galur Wistar pertama kali dikembangkan oleh Institut Wistar
untuk model penelitian bidang biologi dan kesehatan. Tikus galur Wistar ini
kemudian dikembangkan melalui beberapa mekanisme genetika menghasilkan
galur Spargue Dawley. Tikus galur Spargue Dawley semakin banyak digunakan
dalam penelitian karena memiliki kelebihan, yaitu bersifat tenang dan tidak
banyak bergerak saat akan diberikan perlakuan. Namun tikus galur Spargue
Dawley memiliki kekurangan yaitu mudah mengalami obesitas dan menderita
resistansi terhadap insulin seiring bertambahnya usia tikus tersebut. Tikus galur
Fischer 344 memiliki kelebihan yaitu dapat mempertahankan bobot dan kadar
gula darahnya stabil sehingga kemungkinan kecil dapat mengalami obesitas.
Namun tikus galur Fischer 344 ini memiliki persentase kemungkinan mengidap
sel tumor yang lebih tinggi dibandingkan dengan galur lain (Suckow 2006).
Tujuan
Percobaan fraksinasi subselular bertujuan melatih mahasiswa melakukan
preparasi homogenat sel hati tikus yang akan digunakan untuk fraksinasi
subselular. Selain itu, percobaan ini bertujuan agar mahasiswa terampil
melakukan fraksinasi pada kecepatan gravitasi sentrifus yang berbeda untuk
isolasi inti dari homogenat yang telah disiapkan sebelumnya.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah sentrifus Beckman, tabung sentrifus, tabung
reaksi, pipet Mohr, Erlenmeyer, gelas piala, bulp, pipet tetes, batang pengaduk,
kain blacu, homogenizer, tabung plastik kecil (vial), gunting, pinset, dan alat
bedah hewan sederhana lainnya juga digunakan pada percobaan ini.
Bahan yang digunakan adalah tikus putih galur Sprague Dawley dengan
bobot 100-200 gram, larutan sukrosa 0.25 M-EDTA 1 mM, campuran sukrosa
0.34 M-EDTA 1mM, larutan sukrosa 0.25 mM-CaCl2 3 mM, eter, es batu dan
akuades.
Prosedur Percobaan
Preparasi homogenat sel hati tikus. Pertama, siapkan labu erlenmeyer
berisi larutan sukrosa 0.25 M-EDTA 1 mM yang telah didinginkan. Tikus
percobaan galur Sprague Dawley dengan bobot 100-200 gram disiapkan. Tikus
dibius menggunakan eter. Setelah tikus benar-benar terbius, terlentangkan tikus
dan bagian perutnya dibedah menggunakan alat bedah berupa gunting dan pinset
dengan membuat sayatan ke arah dada. Organ hati diambil secara hati-hati, dan
dimasukkan segera ke dalam gelas piala yang berisi sukrosa-EDTA dingin. Organ
hati dikeringkan menggunakan kertas tisu dan ditimbang dengan cepat kemudian
dimasukkan kembali ke dalam campuran sukrosa-EDTA dingin. Hati dipotong-
potong menggunakan gunting, dekantasi, dan buang larutan sukrosa yang telah
berwarna kemerahan termasuk bahan-bahan yang mengapung. Pemotongan dan
pembilasan menggunakan campuran dingin sukrosa-EDTA diulangi sampai
larutan buangan hampir tidak berwarna. Sekitar 3-5 gram potongan hati
dipindahkan ke dalam homogenizer dan tambahkan 15-20 ml sukrosa-EDTA
dingin. Homogenisasi jaringan hati menggunakan tangkai penggerus untuk
menekan dan menggerus jaringan hati ke dinding tabung. Homogenat yang
diperoleh dipindahkan ke dalam tabung reaksi tertutup yang bersih dan disimpan
sementara dalam termos es. Proses homogenisasi diulang sampai seluruh preparat
hati terhomogenisasi. Setelah preparat hati terhomogenisasi seluruhnya maka
semua homogenat yang diperoleh digabungkan dan dicatat volumenya.
Selanjutnya homogenat disimpan sedikit dalam beberapa tabung plastik kecil
(vial) berukuran 2-3 ml dan diberi label “homogenat” pada tabung dan dibekukan.
Homogenat yang tersisa sebanyak 20 ml secara hati-hati dilapiskan di atas 20 ml
campuran sukrosa 0.34 M-EDTA 1 mM dalam tabung sentrifus Sorvall.
Sentrifugasi dilakukan terhadap campuran homogenat dan sukrosa-EDTA pada
700 g selama 10 menit menggunakan sentrifus Beckman. Supernatan yang
diperoleh dari hasil sentrifugasi dipindahkan ke tabung sentrifus 50 ml yang lain
untuk isolasi mitokondria. Sedangkan pelet yang diperoleh digunakan untuk
isolasi fraksi inti.
Isolasi fraksi inti. Masing-masing pelet fraksi inti disuspensi kembali
dalam tabung dengan 10 ml sukrosa 0.25 mM-CaCl2 3 mM. Suspensi disaring
menggunakan kain blacu, partikel seluler dicuci dengan 10 ml sukrosa-CaCl2.
Jaringan ikat dan pengotor yang tertinggal pada kain saring dibuang. Filtrat yang
diperoleh disentrifugasi pada 1500 g selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh
dari hasil sentrifugasi dibuang, lalu pelet yang diperoleh disuspensi kembali
dengan 10 ml sukrosa-CaCl2. Suspensi dibagi menjadi empat bagian yang sama
dan dibekukan dalam vial yang telah diberi label “fraksi inti”.
Data dan Hasil Percobaan
Tabel 1 Fraksi inti sel hati tikus
Sampel Bobot Hati Awal (g)
Bobot Pelet Homogenat (g)
Bobot Pelet Fraksi Inti (g)
% Rendemen
1 5.50 3.16 1.37 24.912 5.03 - 2.07 41.153 4.09 2.28 1.13 27.634567
4.245.015.075.09
----
2.981.571.512.24
70.2831.4029.7844.01
Keterangan: bobot pelet homogenat sampel 2, 4, 5, 6, dan 7 tidak ditimbang.
Contoh perhitungan
RPM untuk preparasi homogenat RPM untuk isolasi inti
RCF = 1.12 x 108 x ( RPM1000 )
2
RCF = 1.12 x 108 x
( RPM1000 )
2
RPM = √ RCF x10002
1.12 x 108 RPM =
√ RCF x10002
1.12 x 108
RPM = √ 700 x10002
1.12 x 108 RPM =
√ 1500 x10002
1.12 x 108
RPM = 2,405.6261 RPM = 3,521.4761
Bobot pelet fraksi inti = bobot homogenat – bobot kosong tabung
= 38,74 g – 35,76 g
= 2,98 g
% Rendemen = bobot pelet fraksi inti
bobot hati awal x 100%
= 2,984,24 x 100%
= 70,28%
Pembahasan
Tikus galur Sprague Dawley merupakan pengembangan dari galur Wistar.
Tikus galur Sprague Dawley digunakan dalam banyak percobaan karena tikus ini
memiliki kelebihan yaitu sifatnya yang tenang dan tidak banyak bergerak ketika
akan diberikan perlakuan. Namun, tikus galur Sprague Dawley ini juga memiliki
kekurangan yaitu mudah mengalami obesitas dan menderita resistansi terhadap
insulin (Suckow 2006).
Peneliti menyatakan bahwa banyak respons tingkah laku digunakan untuk
mengukur tingkat rasa sakit pada hewan pengerat seperti menjilat, menggigit,
berdecit dapat diamati pada saat jaringan otak hewan tersebut terganggu atau
dipotong. Reaksi spontan ini dapat terjadi bahkan tanpa kesadaran dari otak.
Penelitian terhadap rasa sakit hampir selalu dilakukan pada suatu populasi tikus
galur Sprague Dawley jantan dewasa yang homogen. Tikus Sprague Dawley
jantan menunjukkan respons tingkah laku yang berbeda dari tikus Sprague
Dawley betina. Tikus Sprague Dawley telah dikenal sebagai galur yang tenang
dan tidak banyak bergerak saat akan diberikan perlakuan, namun pada tikus
Sprague Dawley jantan dapat disimpulkan bahwa rasa sakit yang dirasakan oleh
tikus Sprague Dawley sangat rendah sehingga tikus tersebut tidak memberikan
respons yang berarti. Biotika inilah yang membuat banyak penelitian
menggunakan tikus galur Sprague Dawley jantan (Pierce 2012).
Percobaan fraksinasi subselular ini menggunakan organ hati tikus.
Beberapa fungsi organ hati adalah untuk pengolahan metabolit nutrient utama,
detoksifikasi, sintesis berbagai protein plasma dan sebagai tempat penyimpana
glikogen (Zainuri dan Wanandi 2012). Organ hati memiliki banyak sel yang
mengandung mitokondria yang berfungsi sebagai organel respirasi dan pembentuk
ATP dan enzim-enzim respirasi. Selain itu berdasarkan tes laboratorium klinis
atau pemeriksaan darah, organ hati mengandung komponen-komponen penting
seperti kolesterol, albumin, globulin, dan protein total (Harmita dan Radji 2006).
Larutan sukrosa-EDTA digunakan untuk membilas hati tikus pada
prosedur preparasi homogenat sel hati tikus. Larutan ini bersifat isotonis sehingga
dapat membuat keadaan di dalam sel stabil. Selain itu, larutan sukrosa-EDTA juga
berfungsi membersihkan sel dari pengotor. Penambahan larutan sukrosa-EDTA
dilakukan kembali ke dalam hati tikus yang akan dihomogenisasi, dalam hal
tersebut larutan sukrosa-EDTA berfungsi sebagai pelarut. Isolasi fraksi inti
menggunakan larutan sukrosa-CaCl2 yang berfungsi sebagai pelarut. Pereaksi
yang digunakan seperti larutan sukrosa-EDTA, sukrosa CaCl2 digunakan dalam
keadaan dingin. Hal ini bertujuan agar tidak merusak struktur organel-organel
yang ada dalam sel, selain itu suhu yang rendah akan memperlambat bahkan
mencegah terjadinya proses reaksi-reaksi enzimatik (Avilla dan Harris 1992).
Percobaan fraksinasi subselular dilakukan mulai dari preparasi homogenat
sel hati tikus, hingga isolasi fraksi inti. Prinsip percobaan ini adalah memisahkan
organel-organel sel berdasarkan karakteristik fisiknya menjadi supernatan dan
pelet dengan menggunakan sentrifus. Semakin besar gaya gravitasi yang
digunakan saat sentrifugasi, maka akan fraksinasi subselular dapat dilakukan
untuk memisahkan organel kecil seperti retikulum endoplasma ataupun mikrosom.
Berdasarkan data hasil pengamatan, diperoleh persentase rendemen antara 30-
40%, namun pada sampel meja ke-4 persentase rendemen mencapai 70.28%. Hal
ini dapat disebabkan oleh masih adanya pengotor pada sel hati tikus. Masih
adanya pengotor pada sel hati tikus ini disebabkan oleh kurang tepatnya
penggunaan larutan sukrosa-EDTA pada saat pencucian organ hati sehingga
mempengaruhi bobot pelet fraksi intinya.
Simpulan
Prinsip percobaan fraksinasi subselular ini adalah memisahkan organel-
organel sel berdasarkan karakteristik fisiknya seperti densitas, massa, koefisien
pengendapannya, menjadi supernatan dan pelet dengan menggunakan sentrifus.
Semakin tinggi gaya gravitasi yang digunakan saat proses sentrifugasi, organel-
organel yang dapat dipisahkan dapat semakin spesifik. Hasil percobaan fraksinasi
subselular ini adalah data persentase rendemen. Persentase rendemen yang
dihasilkan antara lain 24.91% pada sampel 1, 41.15% pada sampel 2, 27.63%
pada sampel 3, 70.28% pada sampel 4, 31.40% pada sampel 5, 29.78% pada
sampel 6, dan 44.01% pada sampel 7.
Daftar Pustaka
Avilla JL, Harris JR.1992. Subcellular Biochemistry. New York: Plenum Press.
Cutler P. 2004. Protein Purification Protocols. New Jersey: Humana Press Inc.
Hames BD, Hooper NM. 2005. Instants Notes in Biochemistry. Oxford: BIOS Scientific Publishers Ltd.
Harmita, Radji M. 2006. Analisis Hayati. Jakarta: EGC.
Krinke GJ. 2000. The Handbook of Experimental Animal: The Laboratory Rat. London: Academic Press
Pierce J. 2012. The Last Walk: Reflections on Our Pets at the End of Their Lives. Chicago: University of Chicago Press.
Suckow MA. 2006. The Laboratory Rat, Second Edition. London: Elsevier Inc.
Zainuri M, Wanandi SI. 2012. Aktivitas spesifik Manganese Superoxide Dismutase (MnSOD) dan katalase pada hati tikus. Penelitian Sains Teknologi. 22(2):87-92.