Tugas Softskill 4.docx

13
Tugas 4 ILMU SOSIAL DASAR Nama : Alif Pratiwi Septianti NPM : 1A113165 Kelas : 4KA36 ALIF PRATIWI SEPTIANTI || 1A113165Page 1

Transcript of Tugas Softskill 4.docx

Page 1: Tugas Softskill 4.docx

Tugas 4

ILMU SOSIAL DASAR

Nama : Alif Pratiwi Septianti

NPM : 1A113165

Kelas : 4KA36

UNIVERSITAS GUNADARMAPTA 2013-2014

ALIF PRATIWI SEPTIANTI || 1A113165 Page 1

Page 2: Tugas Softskill 4.docx

I. Kesatuan Nusantara Dalam Kebhinekaan Indonesia

Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan negara Indonesia yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Semboyan ini bermakna bahwa bangsa Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku bangsa, bahasa, agama, kepercayaan, adat-istiadat, budaya dan sebagainya namun tetap berada dalam satu wadah yaitu bangsa Indonesia. Semboyan ini bertujuan untuk menjaga kerukunan, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Kata "bhineka tunggal ika" berasal dari bahasa sansekerta yang terdapat dalam kitab sutasoma karangan Empu Tantular pada masa kerajaan Majapahit. Bhineka artinya beraneka, tunggal artinya satu, dan ika artinya itu. Berdasarkan arti yang kaku, bhineka tunggal ika berarti beraneka macam tetapi hanya satu itu saja. Ini hanyalah arti kiasan saja namun memiliki makna yang sangat luas dan berperan sebagai pemersatu bangsa.

Semboyan bhineka tunggal ika ini diletakkan di kaki burung garuda pancasila. Yaitu berupa pita bertuliskan Bhineka Tunggal Ika yang selalu dicengkeram dengan kuat oleh kaki burung garuda yang merupakan lambang negara Indonesia, serta membawa perisai bergambar pancasila yang merupakan dasar negara yang tidak bisa dirubah maupun diganti oleh siapapun.

Semboyan Bhineka Tunggal Ika ini selalu ditanamkan ke dalam jiwa seluruh bangsa Indonesia sejak mereka masuk di sekolah dasar. Bhineka tunggal ika ini terkait erat dengan pancasila dan tidak bisa dipisahkan. Di dalam pancasila terkandung makna bhineka tunggal ika dan demikian pula sebaliknya.

Bhinneka Tunggal Ika dalam Konteks Indonesia

Indonesia beruntuk telah memiliki falsafah bhinneka tunggal ika sejak dahulu ketika negara barat masih mulai memerhatikan tentang konsep keberagaman.

Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan keberagaman. Jika dilihat dari kondisi alam saja Indonesia sangat kaya akan ragam flora dan fauna, yang tersebar dari ujung timur ke ujung barat serta utara ke selatan di sekitar kurang lebih 17508 pulau. Indonesia juga didiami banyak suku(sekitar kurang lebih 1128 suku) yang menguasai bahasa daerah masing-masing(sekitar 77 bahasa daerah) dan menganut berbagai agama dan kepercayaan. Keberagaman ini adalah ciri bangsa Indonesia. Warisan kebudayaan yang berasal dari masa-masa kerajaan hindu, budha dan islam tetap lestari dan berakar di masyarakat. Atas dasar ini, para pendiri negara sepakat untuk menggunakan bhinneka tunggal ika yang berarti "berbeda-beda tapi tetap satu jua" sebagai semboyan negara.

Bangsa Indonesia sudah berabad-abad hidup dalam kebersamaan dengan keberagaman dan perbedaan. Perbedaan warna kulit, bahasa, adat istiadat, agama, dan berbagai perbedaan lainya. Perbedaan tersebut dijadikan para leluhur sebagai modal untuk membangun bangsa ini

ALIF PRATIWI SEPTIANTI || 1A113165 Page 2

Page 3: Tugas Softskill 4.docx

menjadi sebuah bangsa yang besar. Sejarah mencatat bahwa seluruh anak bangsa yang berasal dari berbagai suku semua terlibat dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Semua ikut berjuang dengan mengambil peran masing-masing.

Kesadaran terhadap tantangan dan cita-cita untuk membangun sebuah bangsa telah dipikirkan secara mendalam oleh para pendiri bangsa Indonesia. Keberagaman dan kekhasan sebagai sebuah realitas masyarakat dan lingkungan serta cita-cita untuk membangun bangsa dirumuskan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Ke-bhinneka-an merupakan realitas sosial, sedangkan ke-tunggal-ika-an adalah sebuah cita-cita kebangsaan. Wahana yang digagas sebagai “jembatan emas” untuk menuju pembentukan sebuah ikatan yang merangkul keberagaman dalam sebuah bangsa adalah sebuah negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia.

Para pendiri negara juga mencantumkan banyak sekali pasal-pasal yang mengatur tentang keberagaman. Salah satu pasal tersebut adalah  tentang pentingnya keberagaman dalam pembangunan selanjutnya diperkukuh dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 36A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang mengungkapkan persatuan dan kesatuan yang berasal dari keanekaragaman.

Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.[1] Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.

Tujuan wawasan nusantara terdiri dari dua, yaitu: 1. Tujuan nasional, dapat dilihat dalam Pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa tujuan

kemerdekaan Indonesia adalah "untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial".

2. Tujuan ke dalam adalah mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan baik alamiah maupun sosial, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah menjunjung tinggi kepentingan nasional, serta kepentingan kawasan untuk menyelenggarakan dan membina kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta martabat manusia di seluruh dunia.

ALIF PRATIWI SEPTIANTI || 1A113165 Page 3

Page 4: Tugas Softskill 4.docx

II. Tanggapan Terhadap Pemilu

Saya akan membahas PEMILU terlebih dahulu. Apa itu “Pemilu?

Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun

dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Di tengah masyarakat, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali. Pemilihan umum diadakan sebanyak 10 kali yaitu tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009.

Sesuai teori demokrasi klasik pemilu adalah sebuah "Transmission of Belt" sehingga kekuasaan yg berasal dari rakyat bisa bergeser menjadi kekuasaan negara yg kemudian berubah bentuk menjadi wewenang pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan dan memimpin rakyat.

Berikut adalah pendapat beberapa para ahli tentang pemilihan umum: Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim - Pemilihan umum merupakan sebuah cara untuk

memilih wakil-wakil rakyat. oleh karenanya bagi sebuah negara yang mennganggap dirinya sebagai negara demokratis, pemilihan umum itu wajib dilaksanakan dalam periode tertentu.

Bagir Manan - Pemilhan umum yang diselenggarakan dalam periode lima 5 tahun sekali adalah saat ataupun momentum memperlihatkan secara langsung dan nyata pemerintahan oleh rakyat. Ketika pemilihan umum itulah semua calon yang bermimpi duduk sebagai penyelenggara negara dan juga pemerintahan bergantung sepenuhnya pada kehendak atau keinginan rakyatnya.

Sistem Pemilihan Umum di Indonesia

Bangsa Indonesia telah menyelenggarakan pemilihan umum sejak zaman kemerdekaan. Semua pemilihan umum itu tidak diselenggarakan dalam kondisi yang vacuum, tetapi berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan umum tersebut. Dari pemilu yang telah diselenggarakan juga dapat diketahui adanya usaha untuk menemukan sistem pemilihan umum yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia.

1. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)

Pada masa ini pemilu diselenggarakan oleh kabinet BH-Baharuddin Harahap (tahun 1955). Pada pemilu ini pemungutan suara dilaksanakan 2 kali yaitu yang pertama untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang diterapkan pada pemilu ini adalah sistem pemilu proporsional.

ALIF PRATIWI SEPTIANTI || 1A113165 Page 4

Page 5: Tugas Softskill 4.docx

Pelaksanaan pemilu pertama ini berlangsung dengan demokratis dan khidmat,  Tidak ada pembatasan partai politik dan tidak ada upaya dari pemerintah mengadakan intervensi atau campur tangan terhadap partai politik dan kampanye berjalan menarik. Pemilu ini diikuti 27 partai dan satu perorangan.

Akan tetapi stabilitas politik yang begitu diharapkan dari pemilu tidak tercapai. Kabinet Ali (I dan II) yang terdiri atas koalisi tiga besar: NU, PNI dan Masyumi terbukti tidak sejalan dalam menghadapi beberapa masalah terutama yang berkaitan dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman Demokrasi  Parlementer berakhir.

2. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Setelah pencabutan Maklumat Pemerintah pada November 1945 tentang keleluasaan untuk mendirikan partai politik, Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai politik menjadi 10 parpol. Pada periode Demokrasi Terpimpin tidak diselanggarakan pemilihan umum.

3. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)

Setelah turunnya era Demokrasi Terpimpin yang semi-otoriter, rakyat berharap bisa merasakan sebuah sistem politik yang demokratis & stabil. Upaya yang ditempuh untuk mencapai keinginan tersebut diantaranya melakukan berbagai forum diskusi yang membicarakan tentang sistem distrik yang terdengan baru di telinga bangsa Indonesia.Pendapat yang dihasilkan dari forum diskusi ini menyatakan bahwa sistem distrik dapat menekan jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan, dengan tujuan partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama dalam upaya meraih kursi dalam sebuah distrik. Berkurangnya jumlah partai politik diharapkan akan menciptakan stabilitas politik dan pemerintah akan lebih kuat dalam melaksanakan program-programnya, terutama di bidang ekonomi.

Karena gagal menyederhanakan jumlah partai politik lewat sistem pemilihan umum, Presiden Soeharto  melakukan beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan kepartaian. Tindakan pertama yang dijalankan adalah mengadakan fusi atau penggabungan diantara partai politik, mengelompokkan partai-partai menjadi tiga golongan yakni Golongan Karya (Golkar), Golongan Nasional (PDI), dan Golongan Spiritual (PPP). Pemilu tahun1977 diadakan dengan menyertakan tiga partai, dan hasilnya perolehan suara terbanyak selalu diraih Golkar.

4. Zaman Reformasi (1998- Sekarang)

Pada masa Reformasi 1998, terjadilah liberasasi di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan diberikannya ruang bagi masyarakat untuk merepresentasikan politik mereka dengan memiliki hak mendirikan partai politik. Banyak sekali parpol yang berdiri di era awal reformasi. Pada pemilu 1999 partai politik yang lolos verifikasi dan berhak mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah ini tentu sangat jauh berbeda dengan era orba.

Pada tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48 menjadi 24 parpol saja. Ini disebabkan telah diberlakukannya ambang batas(Electroral Threshold) sesuai UU no 3/1999 tentang PEMILU yang mengatur bahwa partai politik yang berhak mengikuti pemilu selanjtnya adalah parpol yang meraih sekurang-kurangnya 2% dari jumlah kursi DPR. Partai

ALIF PRATIWI SEPTIANTI || 1A113165 Page 5

Page 6: Tugas Softskill 4.docx

politikyang tidak mencapai ambang batas boleh mengikuti pemilu selanjutnya dengan cara bergabung dengan partai lainnya dan mendirikan parpol baru.tuk partai politik baru. Persentase threshold dapat dinaikkan jika dirasa perlu seperti persentasi Electroral Threshold 2009 menjadi 3% setelah sebelumnya pemilu 2004 hanya 2%. Begitu juga selanjutnya pemilu 2014 ambang batas bisa juga dinaikan lagi atau diturunkan.

Asas-asas PEMILU

1. LangsungLangsung, berarti masyarakat sebagai pemilih memiliki hak untuk memilih secara langsung dalam pemilihan umum sesuai dengan keinginan diri sendiri tanpa ada perantara.

2. UmumUmum, berarti pemilihan umum berlaku untuk seluruh warga negara yg memenuhi persyaratan, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, jenis kelamin, golongan, pekerjaan,  kedaerahan, dan status sosial yang lain.

3. BebasBebas, berarti seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih pada pemilihan umum, bebas menentukan siapa saja yang akan dicoblos untuk membawa aspirasinya tanpa ada tekanan dan paksaan dari siapa pun.

4. RahasiaRahasia, berarti dalam menentukan pilihannya, pemilih dijamin kerahasiaan pilihannya. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.

5. JujurJujur, berarti semua pihak yang terkait dengan pemilu harus bertindak dan juga bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. AdilAdil, berarti dalam pelaksanaan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilihan umum mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.

Tanggap Saya Terhadap Pemilu :

Di lihat dari Asas :Menurut Saya, pemilu di Indonesia belum menerapkan asas “luber” dan “jurdil”. Mengapa?

Di Indonesia, masih banyak masyarakat yang belum mempunyai kartu pemilu. Hal ini karena tidak terdaftarnya mereka di bagian penyelanggaraan pemilu sehingga masyarakat tidak mempunyai hak suara lantaran tidak memiliki kartu pemilu.

Pemilu di Indonesia masih terdapat kecurangan yang menguntungkan satu calon pemimpin. Seperti kasus suap dari salah satu partai yang memberi janji manis kepada masyarakat dengan memberikan uang maupun barang lainnya dengan syarat harus memilih dan mecoblos partai yang ditunjuk tersebut.

ALIF PRATIWI SEPTIANTI || 1A113165 Page 6

Page 7: Tugas Softskill 4.docx

Ada juga yang memanfaatkan surat suara pemilu yang tidak terpakai untuk menambah perolehan suara calon tertentu, praktek ini bisa dilakukan oleh  penyelenggara Pemilu di TPS bersama atau sendiri, diketahui atau tidak oleh para saksi, pengawas, pemantau, masyarakat setempat. Dalam peraturan perundang-undangan Pemilu, surat suara tidak terpakai karena ketidakhadiran pemilih harus dinyatakan tidak berlaku dan diberi tanda centang [X], dicantumkan dalan berita acara yang diketahui dan ditandatangani saksi-saksi. Meskipun begitu masih saja terbuka  peluang digunakannya surat suara tidak terpakai secara diam-diam atau atas kerjasama antara oknum-oknum yang terlibat di dalamnya.

Dilihat dari Pelaksanaannya :Dari pemilihan RT, Gubernur dan Presiden yang pernah saya ikuti, di dalam pelaksanaannya kurang tertib dan kurang displin. Hal ini karena, banyak masyarakat yang sudah memiliki kartu pemilu tetapi tidak hadir ke TPS sehingga mereka  banyak yang memilih golput (golongan putih) dibandingkan memilih langsung calon  pemimpin, serta banyak juga masyarakat yang  pada saat pencoblosan memilih lebih dari satu calon pemipin padahal hanya diwajibkan mencoblos 1 calon saja pada saat pencoblosan di TPS sehingga sering kali masyarakat yang memilih lebih dari 1 calon presiden dianggap golput.

III. Calon Pemimpin / Presiden Yang Ideal

Syarat menjadi Presiden itu tidaklah mudah, disamping kemapanan ilmu dan pengalaman, mental sebagai pemimpin juga sangat dibutuhkan. Semakin dekatnya pemilihan Presiden 2014, rakyat Indonesia sangat menanti dengan penuh harapan, siapa kira-kira yang akan memipin negeri ini. Siapa yang akan menghantarkan mereka pada perubahan dan pembaharuan? Lanats seperti apa kira-kira presiden terpilih itu akan memimpin, apakah ia akan menjadi pemimpin yang memandang sebelah mata rakyat yang ia pimpin, amanat pederitaan

rakyat, atau ia akan mampu menjadi pemimpin yang bijak dan mengabdi sepenuhnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang dipinpinnya?

Kita membutuhkan pemimpin yang memiliki kriteria ideal untuk situasi paling mendesak yang dihadapi bangsa ini, serempak kriteria tersebut harus berlaku juga, doable dan applicable dalam meniti masa depan bangsa ini jauh kedepannya. Membawa bangsa ini melewati tahun-tahun kelam maupun tahun-tahun cemerlang, sampai akhirnya mampu mencapai cita-cita bangsa secara utuh seperti yang diharapkan dan sudah tercatat manis dalam Pancasila, UUD 1945 dan GBHN.

Kriteria Ideal Pemimpin / Presiden

Berikut adalah kriteria ideal untuk presiden Indonesia :

1. Seorang presiden harus memahami ideologi dan budaya Indonesia secara utuh, lengkap dan benar. Ia harus meyakini dan percaya sepenuhnya bahwa Pancasila adalah landasan perjuangan, dan secara sungguh-sungguh mengerti apa makna dari ke lima sila tersebut. Bukan sekedar mampu menghafalnya, tapi memahami makna terdalam dari ideologi

ALIF PRATIWI SEPTIANTI || 1A113165 Page 7

Page 8: Tugas Softskill 4.docx

negara kita. Secara bersamaan, dengan melihat perjalanan bangsa Indonesia sejak lahirnya bangsa ini sampai saat ini, maka ia harus mempunyai pemahaman tentang akar budaya bangsa Indonesia. Dengan demikian, ia akan mampu memilih mana yang pantas dan tidaknya untuk bangsa Indonesia.

2. Seorang Presiden harus mempunyai integritas. Dimata hukum dan di mata banyak orang ia haruslah bersih dari segala macam catatan hitam dan buruk, contohnya riwayat hebat dalam berkorupsi, berkolusi dan bernepotisme. Untuk memimpin Indonesia lebih baik dan lebih maju lagi ke depannya, maka integritas masih merupakan keharusan bagi mereka yang berkeinginan menjadi Presiden di republik ini.

3. Seorang Presiden harus jujur. Zaman sekarang ini kejujuran semakin mahal harganya. Contoh dalam kehidupan sehari-hari, sesuatu yang langka akan mahal harganya. Bangsa ini sangat membutuhkan pemimpin yang jujur, karena tanpa kejujuran segala sesuatu akan sangat mudah diselewengkan. Kejujuran adalah salah satu kriteria calon Presiden kita.

4. Pemimpin Negara harus mampu hidup sederhana. Memiliki gaya hidup bersahaja. Memaknai hidup sederhana juga cara untuk merasakan dan turut meresapi penderitaan begitu banyak rakyat yang masih bisa hidup pas-pasan. Menjalin hidup sederhana menunjukkan betapa ia peduli, dan terpanggil untuk semakin menyelami bahwa kita tidak boleh berpesta pora dan bersenang-senang dengan kemewahan di atas penderitaan orang lain.

5. Pemimpin Negara harus memiliki loyalitas. Bukan hanya anak buah yang dituntut untuk memiliki loyalitas. Tidak hanya rakyat dan bawahan yang mesti loyal. Pemimpin pun harus memiliki loyalitas dalam bekerja. Kepada siapa? Kepada amanat rakyat, tugas dan tangung jawab ia sebagai Presiden.

6. Pemimpin Negara tidak boleh terlalu tua, tetapi jangan terlalu muda, khususnya dalam pemikirannya. Usianya harus berbeda pada posisi optimal dalam memimpin, baik usia yang sebenarnya ataupun usia dalam pengertian pengalaman. Apabila pemimpin kita terlalu tua maka ia ibarat seorang Kakek yang hanya mampu memberi nasihat tanpa sanggup berbuat apa-apa lagi. Kalau terlalu muda, ia akan gampang memutuskan sesuatu berdasarkan emosi sesaat, karena terlalu muda, jangan-jangan mesti dijewer dulu telinganya baru mau kerja.

7. Selain itu presiden yang ideal memiliki ketulusan yang bisa dirasakan / kepekaan dengan keadaan disekelilingnya untuk membawa perubahan mendasar bagi  bangsa ini ke depan. Mungkin tidak mudah menilai ketulusan ini. Tapi seseorang yang kurang tulus biasanya cenderung terlalu suka beretorika ketika menyampaikan  pemikiran maupun visi-misinya. Orang yang kurang tulus biasanya juga cenderung terlalu normatif ketika mengemukakan gagasan, tidak ada energi di dalam isi  pembicaraannya, atau intonasi yang datar. Orang yang kurang tulus umumnya juga tidak punya konsep yang jelas bagaimana bisa mewujudkan visi misi yang dikemukakan.

8. Disamping sehat jasmani, rohani, cerdal dan berakhlak yang teruji, Pemimpin sejati tidak ambisius untuk terpilih menjadi presiden, seorang presiden bukan hanya dilihat dari retorika/ gaya bahasanya ketika berpidato saja, tapi boleh kita ihat  bagaimana tindakan-tindakannya dalam menyikapi berbagai persoalan dalam negerinya sendiri, biasanya

ALIF PRATIWI SEPTIANTI || 1A113165 Page 8

Page 9: Tugas Softskill 4.docx

pemimpin yang hanya berambisi ingin menjadi presiden dia akan memanipulasi pencitraan dengan gaya yang sangat kaku dan terkesan tidak alami. Jarang sekali ada manusia yang berpredikat satunya kata dan perbuatan dalam kehidupan sehari-harinya.

9. Memiliki karisma. Itu adalah salah satu faktor agar calon presiden dapat dihormati oleh rakyatnya. Calon presiden yang berkarisma, yaitu memiliki visi yang kuat dan mampu menarik perhatian rakyat. Visi yang kuat adalah karakter pemimpin yang mengerti kebutuhan masyarakat. Ia memiliki karakter optimis yang kuat, mampu  berfikir objektif, dan mampu memahami keadaan rakyatnya. Kemudian, sosok calon  presiden yang mampu menarik perhatian rakyat, karena Ia pasti disenangi oleh masyarakat. Tentunya, Ia memiliki penampilan yang menarik dan pencitraan diri yang  berwibawa.

Daftar Pustaka :

http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_di_Indonesia http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/06/pemilu-di-indonesia-

sistem.html http://aswan67.blogspot.com/2013/05/kriteria-ideal-pemimpin-negara-kriteria.html http://www.pusat-definisi.com/2012/11/bhineka-tunggal-ika-adalah.html http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/07/bhinneka-tunggal-ika-

semboyan-negara.html http://id.wikipedia.org/wiki/Wawasan_Nusantara

ALIF PRATIWI SEPTIANTI || 1A113165 Page 9